Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN

MATERI : KESEHATAN REPRODUKSI


TOPIK : CATIN (CALON PENGANTIN)
SASARAN/PESERTA : WANITA USIA REPRODUKSI/CATIN
HARI/TANGGAL :
WAKTU : 40 MENIT
TEMPAT :

1. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan peserta dapat memahami tentang tujuan
pemeriksaan kesehatan pranikah dan pentingnya pemberian KIE mengenai
kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin

2. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah memberikan penyuluhan selama 30 menit diharapkan Peserta mampu
menjelaskan tentang:
a. Mengetahui tentang persiapan pranikah
b. Mengetahui tentang tujuan melakukan pemeriksaan kesehatan pranikah
c. Sebagai tindakan pencegahan yang sangat efektif untuk mengatasi
timbulnya penyakit keturunan dan penyakit berbahaya lain yang berpotensi
menular serta untuk membendung penyebaran penyakit-penyakit menular
yang berbahaya di tengah masyarakat. Hal ini juga akan berpengaruh
positif bagi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. 
d. Sebagai upaya untuk menjamin lahirnya keturunan yang sehat dan
berkualitas secara fisik dan mental. Sebab, dengan tes kesehatan ini akan
diketahui secara dini tentang berbagai penyakit keturunan yang diderita
oleh kedua calon mempelai. 
e. Mengetahui tingkat kesuburan masing-masing calon mempelai dan
memastikan tidak adanya berbagai kekurangan fisik maupun psikologis
pada diri masing-masing calon mempelai yang dapat menghambat
tercapainya tujuan-tujuan mulia pernikahan.
f. Memastikan tidak adanya penyakit-penyakit berbahaya yang mengancam
keharmonisan dan keberlangsungan hidup kedua mempelai setelah
pernikahan terjadi. 
g. Sebagai upaya untuk memberikan jaminan tidak adanya bahaya yang
mengancam kesehatan masing-masing mempelai yang akan ditimbulkan
oleh persentuhan atau hubungan seksual di antara mereka.
h. Mengetahui tentang hasil pemeriksaan kesehatan
i. Mengetahui tentang cara mendeteksi adanya penyulit
j. Mengetahui tentang waktu yang tepat untuk menikah dan program hamil
k. Menekan atau mencegah stunting pada balita sehingga calon pengantin
mempersiapkan gizi sedari awal

2. MATERI PENYULUHAN
a. Konsep dasar Pendidikan bagi Calon Pengantin
b. KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi Catin
c. Masalah-masalah kesehatan reproduksi
d. Macam-macam pemeriksaan kesehatan Pranikah
e. Hak-hak Reproduksi
f. Strategi Pelaksanaan Pendidikan Bagi Catin

3. METODE
 Ceramah
 Diskusi

4. MEDIA
 Leaflet
 Powerpoint
5. STRATEGI/RENCANA KEGIATAN

NO TAHAP RENCANA KEGIATAN WAKTU

PENYULUH PESERTA

1. Pembukaa  Menyampaikan salam.  Membalas 5 menit


n  Perkenalan salam
 Menjelaskan maksud dan tujuan  Mendengarkan
kegiatan yang akan dilakukan  Mendengarkan
 Kontrak waktu.  Menyetujui

2. Pelaksana Menyajikan materi tentang: Mendengarkan. 25


an menit
 Konsep dasar Pendidikan bagi
Calon Pengantin
 KIE kesehatan reproduksi dan
seksual bagi Catin
 Masalah-masalah kesehatan
reproduksi
 Macam-macam pemeriksaan
kesehatan Pranikah
 Hak-hak Reproduksi
 Strategi Pelaksanaan
Pendidikan Bagi Catin
 Alur pelayanan Catin

3. Penutup  Memberikan kesempatan  Mengajukan 10


peserta untuk bertanya pertanyaan. menit
 Menjawab pertanyaan  Mendengarkan
 Mengajukan pertanyaan  Menjawab.
 Menyimpulkan bahasan yang  Mendengarkan
telah disampaikan
 Menyampaikan kegiatan telah  Mendengarkan
selesai  Membalas salam
 Salam penutup

6. KRITERIA EVALUASI
a. Struktur:
Diharapkan peserta ikut serta dalam penyuluhan yang berlangsung selama 40
menit mulai pukul 09.30 WIB Sampai pukul 10.10 WIB
b. Proses
Diharapkan selama proses penyuluhan peserta antusias dalam mengikuti
penyuluhan dan tidak terjadi kegaduhan selama proses penyuluhan
berlangsung.
c. Hasil
Peserta mengerti dan memahami tentang persiapan pranikah dan pemeriksaan
kesehatan pranikah 

7. RUJUKAN

Purwaningsih, Wahyu dkk (2010). “Asuhan Keperawatan Maternitas”. Numed.


Jogja

Scanlon, Valerie (2000). “Buku Ajar Anatomi Fisiologi”. Ed. 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta

Hani, Ummi dkk (2011). “Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis”. Salemba.
Jakarta
Lampiran Materi

PERSIAPAN CALON PENGANTIN

A. Konsep Dasar Pendidikan Bagi Calon Pengantin


Peraturan Dirjen Bimas Islam tentang kursus calon pengantin No. DJ.II/491
Tahun 2009 menyebutkan suscatin diselenggarakan dengan durasi 24 jam
pelajaran yang meliputi :
1. Tatacara dan prosedur perkawinan selama 2 jam 
2. Pengetahuan agama selama 5 jam 
3. Peraturan perundangan di bidang perkawinan dan keluarga selama 4 jam 
4. Hak dan kewajiban suami istri selama 5 jam 
5. Kesehatan reproduksi selama 3 jam 
6. Manajemen keluarga selama 3 jam 
7. Psikologi perkawinan dan keluarga selama 2 jam. 
Susunan materi tersebut cukup lengkap, walaupun belum ada materi terkait
dengan parenting. Demikian pula waktu yang harus disediakan durasinya bisa 3
hari (satu hari 8 jam), sedikit memadai. 

B. KIE Kesehatan Reproduksi dan Seksual Bagi Calon Pengantin


Kegiatan KIE Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Calon Pengantin
dilakukan dengan menggunakan alat bantu/media KIE yaitu Lembar Balik
Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Calon Pengantin. Lembar balik tersebut
diperuntukkan bagi petugas kesehatan. Informasi kesehatan reproduksi yang
diberikan dalam lembar balik adalah:
a. persiapan pranikah
b. kesetaraan gender dalam pernikahan
c. keluarga berencana
d. kehamilan, pencegahan komplikasi, persalinan dan pasca salin
e. Infeksi Saluran Reproduksi, Infeksi Menular Seksual serta HIV dan AIDS,
termasuk Pencegahan Penularan HIV-AIDS dari Ibu ke Anak (PPIA)
f. Informasi tentang deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara
g. gangguan dalam kehidupan seksual suami istri dan mitos pada perkawinan.
C. MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI
Beberapa masalah dapat terjadi pada setiap tahapan siklus kehidupan
perempuan, dibawah ini diuraikan masalah yang mungkin terjadi mada setiap
siklus kehidupan.

a. Masalah reproduksi
Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian perempuan
yang berkaitan dengan kehamilan. Termasuk didalamnya juga maslah gizi dan
anemia dikalangan perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan,
masalah kemandulan dan ketidaksuburan; Peranan atau kendali sosial
budaya terhadap masalah reproduksi. Maksudnya bagaimana pandangan
masyarakat terhadap kesuburan dan kemandulan, nilai anak dan keluarga,
sikap masyarakat terhadap perempuan hamil. Intervensi pemerintah dan
negara terhadap masalah reproduksi. Misalnya program KB, undang-undang
yang berkaitan dengan masalah genetik, dan lain sebagainya. Tersedianya
pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, serta
terjangkaunya secara ekonomi oleh kelompok perempuan dan anakanak.
Kesehatan bayi dan anak-anak terutama bayi dibawah umur lima tahun.
Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi dan perubahan lingkungan
terhadap kesehatan reproduksi.

b. Masalah gender dan seksualitas


Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah
peraturan dan kebijakan negara mengenai pornografi, pelacuran dan
pendidikan seksualitas. Pengendalian sosio-budaya terhadap masalah
seksualitas, bagaimana norma-norma sosial yang berlaku tentang perilaku
seks, homoseks, poligami, dan perceraian. Seksualitas dikalangan
remaja.Status dan peran perempuan. Perlindungan terhadap perempuan
pekerja.

c. Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan


Kencenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada
perempuan, perkosaan, serta dampaknya terhadap korban Norma sosial
mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta mengenai berbagai tindak
kekerasan terhadap perempuan. Sikap masyarakat mengenai kekerasan
perkosaan terhadap pelacur. Berbagai langkah untuk mengatasi masalah-
masalah tersebut.

d. Masalah Penyakit yang Ditularkan Melalui Hubungan Seksual


Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan
gonorrhea. Masalah penyakit menular seksual yang relatif baru seperti
chlamydia, dan herpes. Masalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency
Virus/Acguired immunodeficiency Syndrome); Dampak sosial dan ekonomi
dari penyakit menular seksual. Kebijakan dan progarm pemerintah dalam
mengatasi maslah tersebut (termasuk penyediaan pelayanan kesehatan bagi
pelacur/Penjaja Seks Komersial). Sikap masyarakat terhadap penyakit
menular seksual.

e. Masalah Pelacuran
Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran.Faktor-faktor yang
mendorong pelacuran dan sikap masyarakat terhadap pelacuran.Dampaknya
terhadap kesehatan reproduksi, baik bagi pelacur itu sendiri maupun bagi
konsumennya dan keluarganya.

f. Masalah Sekitar Teknologi


Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi
tabung). Pemilihan bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal
screening).Penapisan genetic (genetic screening). Keterjangkauan dan
kesamaan kesempatan.Etika dan hukum yang berkaitan dengan masalah
teknologi reproduksi ini.

D. Macam-Macam Pemeriksaan Kesehatan Pranikah (Premarital Check Up)


Pemeriksaan kesehatan pranikah jenisnya bermacam-macam. Pemeriksaan
disesuaikan dengan gejala tertentu yang dialami calon pasangan secara jujur
berani dan objektif. Misalnya, pemeriksaan harus dilakukan lebih spesifik jika dalam
keluarga didapati riwayat kesehatan yang kurang baik. Namun jika semuanya baik-
baik saja, maka cukup melakukan pemeriksaan standar saja, yaitu cek darah dan
urine. 
1. Pemeriksaan hematologi rutin (darah) dan analisa hemoglobin 
Pengecekan darah diperlukan khususnya untuk memastikan calon ibu
tidak mengalami talasemia, infeksi pada darah dan sebagainya. Dalam
pengalaman medis, kadangkala ditemukan gejala anti phospholipid syndrome
(APS), yaitu suatu kelainan pada darah yang bisa mengakibatkan sulitnya
menjaga kehamilan atau menyebabkan keguguran berulang. Jika ada kasus
seperti itu, biasanya para dokter akan melakukan tindakan tertentu sebagai
langkah, sehingga pada saat pengantin perempuan hamil dia dapat
mempertahankan bayinya.

2. Pemeriksaan Golongan Darah dan Rhesus 


Rhesus berfungsi sama dengan sidik jari yaitu sebagai penentu. Setelah
mengetahui golongan darah seseorang seperti A, B, AB, atau O rhesusnya juga
ditentukan untuk mempermudah identifikasi (+ atau -). Rhesus adalah sebuah
penggolongan atas ada atau tiadanya substansi antigen-D pada darah. Rhesus
positif berarti ditemukan antigen-D dalam darah dan rhesus negatif berarti tidak
ada antigen-D.
Umumnya, masyarakat Asia memiliki rhesus positif, sedangkan
masyarakat Eropa ber-rhesus negatif. Terkadang, suami istri tidak tahu rhesus
darah pasangannya, padahal perbedaan rhesus bisa memengaruhi kualitas
keturunan. Jika seorang perempuan rhesus negatif menikah dengan laki-laki
rhesus positif, janin bayi pertama mereka memiliki kemungkinan ber-rhesus
negatif atau positif. Jika janin bayi memiliki rhesus negatif, tidak bermasalah.
Tetapi, bila ber-rhesus positif, masalah mungkin timbul pada kehamilan
berikutnya. Bila ternyata pada kehamilan kedua, janin yang dikandung ber-
rhesus positif, hal ini bisa membahayakan. Antibodi anti-rhesus ibu dapat
memasuki sel darah merah janin dan mengakibatkan kematian janin.

3. Pemeriksaan Gula Darah 


Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mengatahui adanya penyakit kencing
manis (Diabetes Melitus) dan juga penyakit penyakit metabolik tertentu.21 Ibu
hamil yang menderita diabetes tidak terkontrol dapat mengalami beberapa
masalah seperti: janin yang tidak sempurna/cacat, hipertensi, hydramnions
(meningkatnya cairan ketuban), meningkatkan resiko kelahiran prematur, serta
macrosomia (bayi menerima kadar glukosa yang tinggi dari Ibu saat kehamilan
sehingga janin tumbuh sangat besar).

4. Pemeriksaan HBsAG (Hepatitis B Surface Antigen) 


Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi virus
hepatitis B, diagnosis hepatitis B, screening pravaksinasi dan memantau
clearence virus. Selain itu pemeriksaan ini juga bermanfaat jika ditemukan
salah satu pasangan menderita hepatitis B maka dapat diambil langkah
antisipasi dan pengobatan secepatnya.
5. Pemeriksaan Infeksi Saluran Reproduksi atau Infeksi Menular Seksual
(ISR/IMS) 
Pemeriksaan ini ditujukan untuk menghindari adanya penularan penyakit
yang ditimbulkan akibat hubungan seksual, seperti sifilis (penyakit raja singa),
gonore (gonorrhea, kencing nanah), Human Immunodeficiency Virus (HIV,
penyebab AIDS)
.
E. Hak– Hak Kesehatan Reproduksi menurut Depkes RI (2002) 
1. Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi
yang terbaik. Ini berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan
kesehatan reproduksi yang berkualitas dengan memperhatikan kebutuhan
klien, sehingga menjamin keselamatan dan keamanan klien.
2. Setiap orang, perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai
individu) berhak memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang
seksualitas, reproduksi dan manfaat serta efek samping obat-obatan, alat dan
tindakan medis yang digunakan untuk pelayanan dan/atau mengatasi masalah
kesehatan reproduksi.
3. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang, efektif,
terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan dan tidak
melawan hukum.
4. Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang
dibutuhkannya, yang memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani
kehamilan dan persalinan, serta memperoleh bayi yang sehat.
5. Setiap anggota pasangan suami-isteri berhak memilki hubungan yang didasari
penghargaan.
6. Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi
yang diinginkan bersama tanpa unsur pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.
7. Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang
tepat dan benar tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku sehat dalam
menjalani kehidupan seksual yang bertanggung jawab.
8. Tiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah,
lengkap, dan akurat mengenai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS.
9. Pemerintah, lembaga donor dan masyarakat harus mengambil langkah yang
tepat untuk menjamin semua pasangan dan individu yang menginginkan
pelayanan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksualnya terpenuhi.
10. Hukumdan kebijakann harus dibuat dan dijalankan untuk mencegah
diskriminasi, pemaksaan  dan kekerasan yang berhubungan dengan sekualitas
dan masalahreproduksi
11. Perempuan dan laki-laki harus bekerja sama untuk mengetahui haknya,
mendorong agar pemerintah dapat melindungi hak-hak ini serta membangun
dukungan atas hak tersebut melalui pendidikan dan advokasi.
12. Konsep-konsep kesehatan reproduksi dan uraian hak-hak perempuan ini
diambil dari hasil kerja International Women’s Health Advocates Worldwide.
F. Strategi Pelaksanaan Pendidikan Bagi Calon Pengantin
Berdasar pada permasalahan tersebut, perlu dirumuskan berbagai
strategi pendidikan bagi calon pengantin, tidak hanya terbatas pada lembaga
penyelenggaranya, akan tetapi juga memperluas lingkup dan cakupannya. 
1. Butuh Keseriusan Pemerintah: Advokasi tiada Henti 
Pemerintah mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan
pendidikan bagi calon pengantin. Persiapan fisik bagi calon pengantin akan
mempengaruhi proses dalam menjalankan fungsi reproduksinya. Sebagaimana
dikemukaan di atas, bahwa usia ideal menikah perempuan minimal usia 20
tahun, sedangkan laki-laki 25 tahun. Akan tetapi dalam aturan perundangan
yang ada, yaitu UU No 1 tahun 1974 membolehkan perempuan menikah usia
16 tahun. Dalam UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,
menyebutkan bahwa usia batasan usia anak 18 tahun. Dengan demikian, perlu
terus diperjuangkan adanya perubahan usia menikah bagi perempuan dan laki-
laki yang tercantum dalam UU tersebut. Berbagai gerakan telah dilakukan,
termasuk diantaranya “Gerakan Nasional Stop Pernikahan pada Anak” yang
pada tanggal 3 Oktober 2014 kerjasama KPP-PA, BKKBN, Plan Indonesia dan
berbagai Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan, dilakukan seminar, diskusi,
pengajian, dan sebagainya, akan tetapi kasus pernikahan usia anak masih
tinggi di Indonesia karena peraturan yang ada, UU No 1 tahun 1974, masih
berlaku. Butuh keseriusan pemerintah untuk merevisi UU tersebut, khususnya
terkait dengan batas minimal usia perempuan menikah.

2. Pendidikan Informal (Peran Orang Tua) 


Orang tua menjadi model bagi anaknya, termasuk dalam mengarungi
bahtera rumah tangga yang dibinanya. Pola asuh dan kehidupan dalam
keluarga akan terekam dalam kehidupan anak. Apabila kehidupan yang dialami
seseorang dalam keluarga bahagia, damai penuh kasih sayang maka ia akan
berusaha mewujudkan kehidupan keluarganya kelak sebagaimana kehidupan
orang tuanya saat kecil, Akan tetapi, bila kehidupan yang dilalui dalam suasana
konflik, banyak masalah dan kurang kasih sayang, maka dua altenatif yang
muncul. Pertama dia akan mengalami kehidupan yang sama dengan masa
kecilnya, artinya meniru apa yang sudah dilakukan orang tua. Dia akan
berprilaku bagaimana dia diperlakukan. Kedua, pengalaman pahit dalam
kehidupan akan menjadi cambuk dan pelajaran berharga, sehingga dia tidak
akan mengulangi pengalaman pahit dalam hidupnya. Oleh sebab itu orang tua
berpengaruh terhadap kehidupan keluarga anaknya. 
Orang tua hanya memeberi teladan, akan tetapi juga doktrin (ajaran) dan
pemahaman terkait membangun keluarga yang sakinah mawadah wa rahma.
Prinsip-prinsip hidup akan ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya.
Demikan juga keterampilan hidup menjadi salah satu “materi” yang diberikan
dalam kehidupan dalam keluarga, salah satunya dengan pembiasaan.
Tidak mudah mengubah pola asuh dan kebiasaan yang sudah terbina
dalam keluarga, maka langkah awal yang paling strategis adalah melalui
pendidikan bagi calon orang tua, dalam hal ini para calon pengantin. Sebelum
melangsungkan ikrar (aqad ijab qobul) calon pengantin perlu diberikan
pendidikan yang akan menjadi bekal dalam mengarungi rumah tangga yang
akan dibinanya 

3. Pendidikan Formal (Peran Sekolah/Perguruan Tinggi) 


Terdapat dua cara untuk memasukkan materi pendidikan pra nikah:
pertama menjadi satu mata pelajaran/mata kuliah yang berdiri sendiri. Mata
kuliah yang terkait langsung dengan persiapan pra nikah adalah Psikologi
Keluarga. Sementara untuk menjadi satu mata pelajaran khusus, perlu
dipikirkan dan didiskusikan kembali. Belum menjadi perhatian dari para pemikir
pendidikan Indonesia untuk memasukkan pendidikan dalam rangka
membangun keluarga dalam satu mata pelajaran tersendiri. Kedua,
dimasukkan (insert) dalam mata kuliah/pelajaran tertentu. 

4. Pendidikan Non Formal (Peran Masyarakat) 


Selama ini pendidikan bagi calon pengantin hanya dilaksanakan dalam
bentuk pendidikan non formal, yaitu Kursus bagi Calon Pengantin SUSCATIN.
Pelaksanaan SUSCATIN didominasi oleh KUA. Karena jalur non formal yang
digunakan, maka istiulah yang digunakan adalah Kursus bagi Calon Pengantin
(SUSCATIN). Istilah kursus, yaitu satuan pendidikan luar sekolah yang terdiri
atas sekumpulan warga masyarakat yang memberikan pengetahuan,
keterampilan dan sikap mental tertentu bagi warga belajar. Kursus merupakan
pendidikan nonformal, yaitu jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Memang, pendidikan luar
sekolah memiliki keleluasaan jauh lebih besar dari pada pendidikan sekolah
untuk secara cepat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang
senantiasa berubah. 
Menurut pasal 14 UU Nomor 73 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar
Sekolah, Kursus diselenggarakan bagi warga belajar yang memerlukan bekal
untuk mengembangkan diri, bekerja, mencari nafkah dan/atau melanjutkan ke
tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan demikian,
penggunaan istilah kursus tersebut diartikan bahwa hanya bagi orang yang
memerlukan bekal untuk mengembangkan diri yang perlu kursus, tidak menjadi
kewajiban untuk melaksanakannya. 
Pendidikan bagi calon pengantin merupakan upaya untuk
mempersiapkan individu yang akan melangsungkan pernikahan dan
membentuk keluarga, sehingga dapat mewujudkan keluarga yang harmonis,
bahagia lahir dan batin, melahirkan generasi yang berkualitas dan bermartabat. 
Keharmonisan dalam rumah rumah tangga selalu menjadi dambaan bagi
setiap calon pengantin. Namun selama mengarungi bahtera kehidupan tidak
sedikit hambatan yang menghadang sehingga suasana harmonis tinggal
angan-angan belaka. Oleh sebab itu perlu diberikan bekal bagaimana
mewujudkan keharmonisan dalam keluarga dan tanggung jawab suami istri
dalam keluarga. Dengan bekal yang memadai, diharapkan pasangan yang
hendak menikah siap untuk mengarungi bahtera rumah tangga, siap
menghadapi masalah yang mungkin terjadi serta sudah siap dengan solusinya. 
Bentuk pendidikan bagi calon pengantin, atau pendidikan pra nikah, bisa
dimasukkan dalam pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan
informal.

DAFTAR PUSTAKA 

Dalimartha,S.2004. Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Antikanker. Jakarta:


Swadaya

Hidrah.2008.Deteksi Dini Kanker Payudara.Jakarta:Ganesha

Lusa. 2009. Pemeriksaan Payudara Sendiri. Diakses 08 November 2018 dari                             
http://www.sobatsehat.com

Suryaningsih.2009.Metode Pelaksanaan SADARI.Jakarta: Bineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai