Anda di halaman 1dari 8

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah sport tourism menurut Sofield (2000) terbentuk dari kata “sport” dan
“tourism”, dimana aktivitas olahraga (sport) menarik pengunjung dan wisatawan
adalah faktor yang membentuk adanya suatu pariwisata (tourism). Sedangkan
definisi konseptual dari sport tourism menurut Standevan dan De Knop (1999)
adalah segala bentuk keterlibatan pasif maupun aktif dalam aktivitas olahraga yang
disusun secara santai atau teratur tujuan alasan non-komersial maupun bisnis/
komersial yang dimana harus untuk melakukan perjalanan dari rumah atau
lingkungan normalnya sehari – hari. Para ahli menambahkan bahwa suatu event
dapat menjadi sport tourism apabila mempunyai unsur aktif dan kompetitif di
dalamnya (Mitchner, 1976 dan Zauhar, 1996). Absennya unsur kompetitif di dalam
suatu sport tourism dapat mengubah tujuan event tersebut menjadi recreational
tourism. Contohnya olahraga seperti memancing, golf dan balap kuda. Di sisi lain,
dapat menjadi adventure tourism untuk aktivitas seperti parasailing, panjat tebing
dan sky surfing. Untuk melakukan aktivitas - aktivitas olahraga tersebut memang
membutuhkan kemampuan khusus, namun dapat bersifat insidentil dan bukan
menjadi tujuan utama dari perjalanan wisata seseorang (Australian Federal
Government, 2000). Dari terdapat beberapa kunci elemen penting dalam sport
tourism yaitu: merupakan aktivitas olahraga yang kompetitif; mempunyai motivasi
yang disengaja untuk menghadiri event tersebut; adanya perjalanan yang dilakukan
untuk mencapai ke tempat destinasi (Australian Federal Government, 2000),
berhubungan dengan event; acara dapat memberikan dampak terhadap individu,
komunitas dan negara; dan partisipan merupakan tim ofisial, pengunjung dan
peserta (Faulkner et al, 2000).
Di Indonesia istilah sport tourism masih belum populer. Meskipun begitu,
menurut Astuti (2015), sport tourism merupakan paradigma yang baru dalam
pengembangan pariwisata dan olahraga di Indonesia, dimana pariwisata olahraga
mampu menunjukan potensinya sebagai sesuatu yang menarik, sehingga dapat
menciptakan sebuah atraksi wisata yang dapat menjadikan multicultural tourism.

Universitas Kristen Petra


Multicultural tourism sendiri berasal dari cultural tourism yang berarti bahwa sifat
dari kegiatan pariwisata (tourism) dalam sport tourism memiliki unsur – unsur
kebudayaan daerah tersebut. Dalam cultural toursim, kebudayaan yang dimaksud
dapat mencangkup hal – hal yang intagible seperti adat istiadat dan perilaku,
tangible seperti tempat – tempat bersejarah dan artefak (Richards, 1996, p.25)
Perkembangan sport tourism di Indonesia saat ini sedang bertumbuh kearah
yang positif sebagaimana dilihat dari PDB Nasional 2016 dimana sport tourism
telah berhasil memberikan sumbangan terhadap sektor pariwisata nasional sebesar
3% (www.kemenpar.go.id). Pada bulan Juli 2017, Kementerian Pariwisata
(Kemenpar) telah membentuk Tim Percepatan Pengembangan Wisata Olahraga dan
Rekreasi dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai destinasi sport tourism
dengan mengoptimalkan event dan potensi secara terintegrasi
(www.kemenpar.go.id). Kedua hal ini menjadi salah satu bukti bahwa sport tourism
nantinya akan dijadikan salah satu sektor pariwisata utama di Indonesia yang
diharapkan dapat memberikan kontribusi pada negara secara sosial, budaya,
pendidikan dan ekonomi.
Olahraga dalam wisata seperti sport tourism tidak hanya ditujukan bagi para
profesional, tetapi dapat juga dinikmati oleh para kelompok amatir atau masyarakat
awam. Diantara sekian banyak aktivitas olah raga yang berkembang di Indonesia,
lari maraton adalah yang paling populer. Ada sangat banyak event lomba lari
maraton yang diadakan tiap tahunnya di Indonesia, mulai dari yang berskala
regional hingga internasional. Data menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2016
setidaknya telah digelar lebih dari 191 event lomba lari maraton di seluruh
Indonesia (www.dunialari.com). Event lomba lari maraton ini dapat dibagi menjadi
beberapa kategori, berdasarkan waktu dan skala penyelenggaraan event. Dari 191
event tersebut terdapat kurang lebih terdapat 15 hingga 20 event yang bersifat
tahunan dan sisanya merupakan one time event yang diselenggarakan oleh berbagai
institusi. Mulai dari perusahaan minuman seperti Tanobel yang mengadakan Cleo
Smart Run Night Fest 2017 hingga institusi pendidikan seperti Universitas
Bhayangkara yang mengadakan Bhayangkara Run (www.dunialari.com)
Untuk event tahunan didominasi dengan event yang mempunyai tema dan
ciri khas dari tempat lomba diadakan. Contohnya seperti Jakarta Marathon, Bromo

Universitas Kristen Petra


Marathon dan Borobudur Marathon, dimana ketiga event diatas telah berhasil
dicatat di dalam kalender event pariwisata Indonesia. (www.indonesia.travel)
Setiap dari event tersebut mengusung tema spesial yang dapat memperlihatkan
kepada pengujung sisi Indonesia yang berbeda – beda.
Jakarta Marathon misalnya, event dimulai dari tahun 2013 dan pada tahun
2016 lalu berhasil menggati 16 ribu peserta (www.thejakartamarathon.com) dengan
mengusung urban development kota Jakarta yang modern dan mengikuti tren gaya
hidup masyarakat global saat ini. Borobudur Marathon merupakan event maraton
yang bertujuan selain untuk olahraga, juga memberikan pengunjung pengetahuan
tentang sejarah dan budaya Indonesia lewat Candi Borobudur yang merupakan
atraksi utama event tersebut. Event ini cukup menarik karena tidak hanya
mengadakan perlombaan maraton tetapi juga mempunyai beberapa rangkaian acara
sampingan yang menarik perhatian para turis untuk menjelajahi Indonesia selama
kunjungan mereka (www.borobudurmarathon.co.id). Terakhir, event Bromo
Marathon menonjolkan landscape keindahan alam Indonesia yang dapat dinikmati
sepanjang track pelari dan juga sebagai pemandangan yang indah bagi bagi
penontonnya. Seluruh partisipan dapat secara langsung merasakan budaya lokal
Indonesia yang autentik dengan melihat dan merasakan interaksi langsung yang
dapat dilakukan di seluruh daerah tempat event di langsungkan.
Banyaknya event yang telah terselenggara ini menunjukkan animo
masyarakat Indonesia yang besar terhadap aktivitas olahraga ini. Menurut Astuti
(2015), lari maraton telah menjadi induk wisata olahraga. Ini didasari fakta dimana
penonton dan peserta setiap lomba maraton yang dapat mencapai ratusan ribu
orang. Akibatnya, aktivitas ekonomi masyarakat setempat dapat meningkat karena
kunjungan para wisatawan tersebut. Kegiatan sport tourism maraton dapat
mencapai tahap bisnis yang menggairahkan pariwisata dan diharapkan
menguntungkan masyarakat bangsa dan negara.
Salah satu sport tourism event yang patut untuk diperhitungkan adalah
Borobudur Marathon. Sport tourism event ini telah ada sejak 1990 dan tahun 2017
ini merupakan ke lima kalinya event ini digelar. Pada tahun 2017, tema utama yang
diusung adalah “Reborn Harmony”, dimana tujuan utama dari event ini adalah
untuk menyegarkan kembali rasa kebersamaan para pelari dan penduduk Jawa

Universitas Kristen Petra


Tengah. Tema sampingan yang juga dipaparkan adalah cultural immersion. Berarti
bahwa dengan mengangkat nilai historikal dan kultural dari Candi Borobudur,
Borobudur Marathon diharapkan dapat memberikan dampak signifikan yang positif
kepada masyarakat dan komunitas di Jawa Tengah. Menurut Menpora Iman
Narawi, Borobudur Marathon telah menjadi salah satu event agenda
tahunan Indonesia yang mengangkat nilai-nilai sejarah bangsa. Salah satunya
adalah Candi Borobudur yang merupakan warisan leluhur. Dengan adanya event
ini, Candi Borobudur yang merupakan keajaiban dunia juga dapat memberikan
manfaat untuk olahraga dan merupakan tempat wisata yang pas untuk dikunjungi
turis (www.kemenpora.go.id). Iman Narawi juga menambahkan bahwa
pemerintahan mendukung adanya sport tourism seperti ini karena menyokong
pariwisata Indonesia dengan sangat baik. Tidak hanya sektor pariwisata, namun
event Borobudur Marathon ini dianggap dapat memberikan dampak positif terhadap
perekonomian Indonesia khususnya pada UMKM masyarakat Jawa Tengah
(www.jateng.merdeka.com) Pihak penyelenggara Borobudur Marathon melihat
adanya peluang untuk menjadikan sport tourism event ini berkesan bagi para
partisipan, terutama bagi peserta asing. Dapat dilihat dari website event yang
memberikan informasi tentang point of interest di kota – kota wisata Jawa Tengah,
kesenian dan budaya, hingga kuliner yang menjadi ciri khas daerah Jawa Tengah.
Dapat dilihat bahwa sport tourism event ini telah dipersiapkan dengan baik. Bahkan
rute transportasi dan referensi akomodasi juga telah diberikan di website sehingga
seluruh partisipan dapat dengan mudah mengaksesnya
(www.borobudurmarathon.co.id). Euforia ajang sport tourism ini sangat dirasakan,
terbukti pada tahun 2016 Borobudur Marathon diikuti oleh 29 ribu peserta. Peserta
yang berpartisipasi tidak hanya dari Indonesia namun juga oleh peserta
mancanegara. Ini menunjukkan bahwa adanya motivasi yang besar dan persepsi
yang positif dari para peserta. Dibuktikan dari banyaknya peserta dari dalam dan
luar negeri yang rela melakukan perjalanan jauh dari tempat asalnya.
Secara umum, motivasi seorang peserta dalam mengikuti lomba lari
maraton adalah untuk menjaga kesehatan, mencapai goal pribadi dan untuk
memperluas komunitas (Astuti, 2015). Namun dari kajian literatur yang penulis
lakukan, penulis belum menemukan adanya penelitian yang mengkaji tentang

Universitas Kristen Petra


motivasi dan persepsi para pelari di sport tourism event di Indonesia, khususnya
pada sport tourism event Borobudur Marathon.
Dalam konteks maraton, salah satu teori motivasi self-determination theory
(SDT) sebagai dasar skala pengukuran untuk mengidentifikasi motivasi dari
peserta. Dimana SDT adalah teori makro tentang motivasi manusia yang ditujukan
untuk membahas hal – hal penting yang berhubungan dengan ”pertumbuhan
pribadi, regulasi diri, kebutuhan psikologis universal tujuan hidup dan aspirasi,
energi dan vitalitas, proses alam bawah sadar, hubungan budaya dengan motivasi
dan dampak lingkungan sosial pada motivasi” seseorang. (Deci & Ryan, 2008b,
182). Skala pengukuran Motivation Marathon Scale (MOMS) pada awalnya
dicetuskan oleh Masters (1993) dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh
Zach, Xia, Zeev, Arnon, Choresh & Tenenbaum pada tahun 2015.
Selain motivasi, hal menarik lain dari partisipan sport event tourism yang
dapat digali adalah persepsi partisipan setelah mengikuti atau hadir dalam sebuah
event. Sebuah event dapat dikatakan berhasil apabila peserta di dalamnya dapat
memiliki persepsi positif mengenai event yang dihadiri atau diikuti. Adanya
perspektif baik atau buruk dapat diketahui pula dari makna (meaning) yang
dilekatkan peserta kepada event tersebut. Definisi persepsi merupakan “proses
individu dalam menginterprestasikan, mengorganisasikan dan memberi makna
terhadap stimulus yang berasal dari lingkungan di mana individu itu berada yang
merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman” (Asrori 2009, p.214).
Sedangkan menurut Sudarsono (1997), persepsi merupakan kemampuan dalam
menanggapi, memahami, mengamat, memandang, serta proses lainnya untuk
mengingat dan mengidentifikasi seuatu hal dengan menggunakan kemampuan diri
untuk mengorganisasikan pengamatan yang telah ditangkap oleh indera yang
dimiliki.
Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan diatas, penulis ingin
melakukan penelitian mengenai apakah sebenarnya motivasi para peserta untuk
mengkuti lomba lari maraton dengan menggunakan Self-Determination Theory
(SDT) dan persepsi para pelari yang dimiliki terhadap event tersebut. Mengingat
penelitian dengan topik ini masih sangat jarang ditemui di Indonesia. Oleh karena

Universitas Kristen Petra


itu penulis berharap hasil dari penelitian ini akan memberikan kontribusi secara
konseptual dalam bidang pengelolaan event tourism, khususnya sport tourism.
Motivasi dan peserta akan diteliti dan diukur menggunakan Motivation of
Marathon Scale (MOMS). Skala ini akan mengukur dan membagi motivasi pelari
menjadi 4 kategori utama, yaitu: motif psikologis, motif sosial, motif fisik dan motif
pencapaian (Masters et al, 1993). Sedangkan persepsi peserta akan diukur dengan
menggunakan sport event evaluation scale yang dikembangkan oleh Kaplanidou
dan Vogt (2010).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan oleh penulis, maka dapat
dirumuskan hal – hal berikut yang menjadi permasalahan.
1. Faktor manakah yang mempunyai pengaruh paling dominan dalam
memotivasi peserta untuk mengikuti sport event tourism Borobudur
Marathon 2017?
2. Apakah terdapat perbedaan motivasi yang signifikan antara peserta
maraton domestik dan asing dalam event Borobudur Marathon 2017?
3. Bagaimana persepsi peserta domestik dan asing terhadap event Borobudur
Marathon 2017?
4. Apakah terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara peserta
domestik dengan asing pada event Borobudur Marathon 2017?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui faktor pembentuk manakah yang mempunyai
pengaruh paling signifikan terhadap motivasi peserta dalam mengikuti
sport event tourism Borobudur Marathon 2017.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan motivasi yang signifikan
antara peserta maraton domestik dan asing dalam event Borobudur
Marathon 2017.
3. Untuk mengetahui persepsi peserta domestik dan asing terhadap event
Borobudur Marathon 2017.

Universitas Kristen Petra


4. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi yang signifikan
antara peserta domestik dengan asing pada event Borobudur Marathon
2017

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dilakukannya penelitian ini dapat dirasakan pihak, antara lain:
1. Manfaat Akademis
Penulis dapat mengaplikasikan seluruh pengetahuan yang telah diterima
selama menempuh pendidikan di Universitas Kristen Petra, terutama
dalam topik manajamen event khususnya event tourism dan sport tourism.
Penelitian ini juga akan dapat menambah perbendaharaan perpustakaan
dalam hal akademik di Universitas Kristen Petra, khusunya dalam topik
manajemen even dan motivasi.
2. Manfaat Praktis
a. Pihak penyelenggara event dapat mengetahui motivasi dan persepsi
yang dimiliki oleh peserta Borobudur Marathon 2017.
b. Pihak penyelenggara juga dapat mengetahui apakah terdapat perbedaan
motivasi dan persepsi antara peserta domestik dan internasional. Dengan
mengetahui perbedaan motivasi dan persepsi peserta, pihak
penyelenggara dapat melakukan niche marketing. Hasil penelitian ini
nantinnya akan menunjukkan apakah penyelenggara harus melakukan
pembedaan dalam strategi marketing terhadap peserta domestik dan
internasional untuk mendapatkan hasil yang paling optimal dan
menguntungkan.

1.5 Batasan Penelitian


Pada penelitian ini peneliti memberi batasan penelitian dengan melakukan
reduksi pada faktor motivasi. Menurut Zach et al. (2010), terdapat 11 faktor
dengan 56 indikator dan 4 dimensi motivasi yang menjadi pembentuk
motivasi peserta domestik dan asing dalam mengikuti sport tourism event
Borobudur Marathon 2017. Dari 11 faktor tersebut, 5 diantaranya lebih
sesuai dengan keadaan responden dan event di Indonesia. Sehingga untuk

Universitas Kristen Petra


penelitian ini akan hanya akan digunakan 5 faktor saja dengan total 22
indikator. Kelima faktor tersebut adalah pyschological coping (PC), general
health orientation (GHO1), competition (COM), recognition (REC) dan
weight concern (WC). Meskipun begitu, kelima faktor tersebut sudah
merupakan representatif dari 4 dimensi pembentuk motivasi.

Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai