Anda di halaman 1dari 12

Pariwisata Halal di Indonesia

Oleh :
Rizky Aditiya R1, Nia Mardiana2,Rizka Nur Azizah3, Nabillah Putri S4, M.Sulthan
Agus5, Rio Agustinus P6
1
MKS, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, rizaditiyar@gmail.com
2
MKS, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, niamardiana1@gmail.com
3
MKS, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, rizkanur945@gmail.com
4
MKS, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, nabillahputris@icloud.com
5
MKS, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, sulthanagus184@gmail.com
6
MKS, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, rioagustinus11@gmail.com

Abstrak
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu meningkatkan lapangan
kerja dan pertumbuhan ekonomi. Saat ini, wisata halal (halal tourism) mulai banyak
diminati. Hal tersebut seiring dengan peningkatan wisatawan muslim dari tahun ke
tahun. Pengembangan wisata halal mulai banyak dilakukan oleh berbagai negara, baik
negara dengan mayoritas muslim maupun nonmuslim. Artikel ini akan mengeksplorasi
perkembangan wisata halal di beberapa negara, mengulas konsep dan prinsip wisata
halal, serta membahas peluang dan tantangannya.

Kata kunci: Wisata halal, wisatawan muslim, peluang, tantangan

1. Pendahuluan
Pengetahuan dan kesadaran akan produk halal menjadikan pertumbuhan industri halal
semakin meningkat (Rahman et al. 2011; Hamdan et al. 2013). Meningkatnya industri
halal tersebut, memunculkan wisata halal (halal tourism) sebagai fenomena baru
(Samori et al. 2016). Hal ini juga didukung oleh berbagai literatur yang menjelaskan
bahwa wisatawan muslim peduli terhadap konsumsiproduk dan layanan sesuai syariah
ketika berkunjung ketempat wisata (Battour et al. 2010; Battour et al. 2012; Jafari dan
Scott, 2014).
Minat terhadap wisata halal (halal tourism) mengalami pertumbuhan yang meningkat
(Battour dan Ismail, 2016). Peningkatan tersebut seiring dengan meningkatnya
wisatawan muslim dari tahun ke tahun (Bhuiyan et al. 2011; Yusof dan Shutto, 2014; El-
Gohary, 2016; Handerson, 2016). Wisatawan muslim diperkirakan akan meningkat
sebesar 30 persen pada tahun 2020 dan juga meningkatkan nilai pengeluaran hingga
200 miliar USD (Master Card dan Crescent Rating, 2016). Untuk mengeksplorasi
potensi besar pariwisata halal tersebut, banyak negara (baik negara dengan mayoritas
muslim maupun non-muslim) mulai menyediakan produk, fasilitas, dan infrastruktur
pariwisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan muslim. Namun, masih banyak para
pelaku bisnis dan pihak yang terlibat di sektor pariwisata terkendala dalam pemahaman
(baik produk, fasilitas maupun infrastruktur) dari wisata halal tersebut (El-Gohary, 2016;
Mohsin et al. 2016; Han et al. 2018).

Sektor pariwisata memainkan peranan penting dalam ekonomi dunia karena dianggap
sebagai salah satu kontributor pertumbuhan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi
di negara manapun. Sehingga pariwisata dapat pula dipandang sebagai salah satu
sumber paling penting bagi Produk Domestik Bruto (PDB). Adanya peningkatan
wisatawan muslim merupakan peluang dan tantangan untuk meningkatkan sektor
pariwisata. Berdasarkan hal itu, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan,
konsep, peluang dan tantangan wisata halal (halal tourism).

2. Metodologi
Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan metode deskriptif analitis
dengan pendekatan kualitatif. Deskriptif analitis digunakan untuk menggambarkan
persoalan Pariwisata Halal di Indonesia.

Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan data Pariwisata Halal di Indonesia.


Data-data tersebut bersifat dokumen yang kemudian dianalisis sehingga sesuai dengan
kriteria penelitian kualitatif.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1, Sejarah Pariwisata Halal di Indonesia
Pada 2015 informasi mengenai wisata halal atau Muslim_Friendly Tourism mulai
menggema. Sejak saat itu, Kemenpar membentuk Tim Percepatan Wisata Halal, yang
mengembangkan tiga destinasi utamanya, yakni Aceh, Sumatera Barat dan Nusa
Tenggara Barat (NTB).

Pengembangan Wisata Halal pertama kali terjadi di Lombok, NTB. Namun saat itu
tokoh-tokoh spiritual daerah tersebut tak setuju, jika NTB dijadikan destinasi wisata
kelas dunia.Sementara dari kaca mata Kemenpar, Lombok itu indah, cantik, penuh
pesona, baik alam (nature) maupun budayanya (culture). Menpar Arief Yahya
meyakinkan kepada para pemuka agama dan tokoh-tokoh NTB dalam sebuah
forum.Sejak itu, Lombok dipromosikan besar-besaran, dan sukses di forum The World
Halal Tourism Awards 2015. NTB mengantongi dua penghargaan sekaligus yakni
World's Best Halal Tourism Destination (Lombok) dan World's Best Halal Honeymoon
Destination (Lombok).Pengumuman pemenang The World Halal Travel Awards 2015 itu
diumumkan di The Emirates Palace Ballroom, Abu Dhabi, pada 20 Oktober 2015
bersamaan dengan acara World Halal Travel Summit 2015.

Pada 2016, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sumatera Barat dan Aceh didorong untuk ikut
berkompetisi di Wisata Halal ini karena ketiganya memiliki budaya dan alam yang
kuat.Saat itulah booming Wisata Halal terjadi, ketika Wonderful Indonesia memborong
12 awards sekaligus dari 16 kategori yang dikompetisikan melalui World Halal Tourism
Award 2016.Indonesia sukses bersaing dengan 116 negara, dan 1,8 juta voters. Dari
tahun ke tahun, legenda juaranya selalu Malaysia dan Turki, sejak 2016 itu Indonesia
yang merajai.
Begitu serius, dan dipromosikan Kemenpar melalui semua channel medianya, tahun
2016 menobatkan Indonesia sebagai juara umum. Diantaranya

1. World’s Best Airline for Halal Travellers-Garuda Indonesia


2. World’s Best Airport for Halal Travellers-Sultan Iskandar Muda International Airport,
Aceh Indonesia
3. World’s Best Family Friendly Hotel-The Rhadana Hotel, Kuta, Bali, Indonesia
4. World’s Most Luxurious Family Friendly Hotel-Trans Luxury Hotel Bandung,
Indonesia
5. World’s Best Halal Beach Resort-Novotel Lombok Resort & Villas, Lombok, NTB
6. World’s Best Halal Tour Operator-Ero Tour, West Sumatera, Indonesia World’s Best
Halal Tourism Website www.wonderfullomboksumbawa.com, Indonesia
7. World’s Best Halal Honeymoon Destination-Sembalun Village Region, Lombok,
Nusa Tenggara Barat, Indonesia
8. World’s Best Hajj & Umrah Operator-ESQ Tours & Travel, Jakarta, Indonesia
9. World’s Best Halal Destination-West Sumatera, Indonesia
10. World’s Best Halal Culinary Destination-West Sumatera, Indonesia
11. World’s Best Halal Cultural Destination-Aceh Indonesia

Global Muslem Travel Index (GMTI) yang dilakukan oleh Mastercard-CrescentRating


pada April 2019, diumumkan bahwa Indonesia juara kembar bersama Malaysia.
Sebelumnya, pada 2018, Indonesia nomor 2, dan dua tahun lalu Indonesia nomor 3.
Grafik daya saing versi GMTI, Indonesia terus menanjak hingga di puncak.

3.2. Dinamika Parawisata Halal di Indonesia

Wisatawan muslim merupakan segmen baru yang sedang berkembang dengan pesat
dalam industri pariwisata. Menjelajahi dunia seperti wisatawan lain dengan tidak
mengorbankan kebutuhan dasar mereka berupa pemenuhan makanan halal dan
kemudahan pelaksanaan ibadahnya berupa sholat. Pariwisata adalah berbagai macam
kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Sedangkan pariwisata
syariah merupakan seluruh kegiatan wisata yang tersebut, akan tetapi tanpa
meninggalkan syarah Islam.

Jadi secara umum pariwisata syariah dan pariwisata konvensional tidak beda hanya
kuutuhan terhadap paket wisata, akomodasi, makanan dan minuman dalam memenuhi
nilai-nilai Islam. Syakiry dalam Syarifuddin mengatakan konsep pariwisata syariah tidak
terbatas pada wisata religi, tetapi meluas kesegala bentuk pariwisata kecuali yang
bertentangan dengan nilai-nilai syariah Islam. Pariwisata syariah adalah segala macam
jenis pariwisata yang menanamkan prinsip-prinsip syariah di dalamnya dan dapat
diperuntukan kepada siapa saja.

Pariwisata syariah dalam perspektif masyarakat pada umumnya berupa wisata ziarah
makam ulama, masjid-masjid peninggalan sejarah, haji, dan lain- lain. Sebenarnya
pariwisata syariah bukan hanya wisata ziarah dan semua yang disebutkan tersebut,
melainkan pariwisata syariah adalah trend baru pariwisata dunia yang dapat berupa
wisata alam, wisata budaya, maupun wisata buatan yang keseluruhannya dibingkai
dalam nilai-nilai Islam. Sejalan dengan tujuan dijalankannya syariah, yaitu memelihara
kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan terhadap keimanan, kehidupan,
akal, keturunan, dan harta benda. Maka prinsip dalam pariwisata syariah harus
didasarkan pada tujuan untuk meningkatkan semangat keberagaman dengan cara yang
menghibur.

Untuk memberikan dukungan terhadap kegiatan perjalanan wisata, berbagai bentuk


unsur dan lembaga saling berintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu tatanan
atau system. Unsur-unsur ini saling terkait yaitu melibatkan wisatawan, masyarakat,
dunia usaha,dan pemerintah. Jenis aktivitas yang terintegritasi ini merupakan suatu
gejala atau fenomen social yang diebut sebagai kepariwisataan (tourism).

Selain lingkungan alam sebagai daya tarik tujuan wisata dan sebagai wadah
dibangunnya fasilitas-fasilitas wisata. Aspek social budaya merupakan aspek penting
yang tidak terlepas dari perhatian bagi suatu pengembangan pariwisata halal berbasis
masyarakat baik yang menyangkut aktivitas sosial maupun kebudayaan yang mereka
miliki.

3.3. Konsep Pariwisata Halal

Organisasi Konferensi Islam (OKI) memberikan definisi wisata halal, terminologi yang
digunakan OKI adalah Islamic Tourism yaitu Islam dan pariwisata didasari pada Al-
Qur’an 29:20 yang menganjurkan manusia untuk melakukan perjalanan di bumi untuk
mengambil pelajaran dari ciptaan Allah dan mengambil rahmat-Nya. Islamic Tourism
didefinisikan sebagai perjalanan wisata yang ditujukan untuk memberikan pelayanan
dan fasilitas wisata bagi wisatawan Muslim sesuai dengan kaidah Islam. Adapun
beberapa istilah yang digunakan selain Islamic Tourism, yaitu Halal Tourism, Syariah
Tourism, Muslim-Friendly Tourism. (Organisasi Kerjasama Islam, 2017: 4). Peneliti di
sini lebih memilih menggunakan wisata halal atau halal tourism karena kata tersebut
lebih mewakili aspek wisata yang ramah terhadap wisatawan Muslim dan juga mewakili
syariah Islam dengan kata ‘Halal’ yang tidak sekedar mewakili makanan dan minuman,
tetapi juga hotel, fasilitas, dan pelayanan sesuai dengan syariat Islam.

Sedangkan Global Muslim Travel Index (Global Muslim Travel Index, 2016:7) sebagai
lembaga yang berfokus pada pengembangan wisata halal dunia menjelaskan bahwa
wisata halal adalah pariwisata yang dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam
dengan tujuan memberikan fasilitas dan layanan yang ramah terhadap wisatawan
Muslim. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam wisata halal, yaitu: pemerintah
daerah dapat memenuhi layanan ibadah seperti fasilitas solat; lalu tersedianya
makanan dan jaminan dengan label halal, fasilitas umum yang memadai seperti toilet
dengan air bersih, layanan maupun fasilitas saat bulan Ramadhan, serta tidak adanya
aktivitas minuman beralkohol dan layanan private yang dapat membedakan antara
perempuan dan laki-laki.

Indonesia sendiri dalam mengembangkan wisata halal mengadopsi dari kriteria Global
Muslim Travel Index sebagai acuan pembangunan wisata halal. (Pratiwi, 2016). Untuk
itu dibentuk suatu badan dibawah naungan Kementerian Pariwisata Republik Indonesia
yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam mengatur pariwisata di
Indonesia, badan khusus bernama Tim Percepatan Pembangunan Pariwisata Halal
(TP3H) suatu tim yang diberikan kewenangan dalam membantu pemerintah
memetakan, mengembangkan dan memberikan pedoman daerah yang memiliki potensi
untuk mengembangkan wisata halal, tim ini kemudian membentuk tiga kriteria umum
dalam mengembangkan wisata halal, seperti yang tertera pada Tabel 1

Tabel 1. Kriteria Umum Pariwisata Halal

Kategori Indikator
Destinasi Tersedia pilihan aktivitas wisata, seni, dan budaya yang tidak mengarah
Pariwisata pada pornoaksi, dan kemusyrikan
Bila memungkinkan menyelenggarakan minimal satu festival halal life
(Alam, Budaya,
style
Buatan)
Pramuwisata berpakaian dan berpenampilan sopan
Tersedia pilihan daya tarik wisata pantai dan pemandian yang terpisah untuk
pria dan wanita dan/atau mempunyai aturan pengunjung tidak berpakaian
minim
Hotel Tersedia makanan halal
Tersedia fasilitas yang memudahkan untuk beribadah, seperti Masjid,
Mushola dan fasilitas bersuci
Tersedia playanan saat bulan Ramadhan untuk memenuhi kebutuhan
sahur dan buka puasa
Tidak adanya aktivitas non-halal seperti perjudian, minuman beralkhohol, dan
kegiatan diskotik
Tersedia fasilitas rekreasi kolam reang dan fasilitas kebugaran/gym
yang terpisah antara pria dan wanita
Bila hotel menyediakan fasilitas spa, maka terapis pria untuk pelanggan pria
dan terapis wanita untuk pelanggan wanita. Terapi tidak menggunakan bahan
yang mengandung babi, alkholol maupun
produk turunannya
Biro Perjalanan Menyediakan paket wisata yang sesuai dengan kriteria umum
Pariwisata Halal
Tidak menawarkan aktivitas non-halal
Memiliki daftar usaha penyedia makanan dan minuman halal
Pemandu wisata memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai
syariah dalam menjalankan tugas
Berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan etika Islam
Sumber:

Tim Percepatan Pembangunan Pariwisata Halal (Garit Bira Widhasti., et. all., 2017:8)
Dijelaskan juga sebelumnya dalam tulisan Demeiati Nur Kusumaningrum dkk (2017) di
mana, konsep wisata halal dipahami sebagai nilai-nilai ajaran Islam yang
diimplemetasikan sebagai landasan dalam melakukan perjalanan wisata tanpa
mendiskriminasikan wisatawan non-muslim. Wisata halal ini dijadikan sebagai soft
power untuk menarik kunjungan wisatawan Muslim. (Kusumaningrum, Fairuz, Putri, &
Amalia, 2017). Sedangkan (Battour & Ismail, 2015) melihat wisata halal adalah setiap
objek dan perilaku wisata yang melibatkan orang Muslim dengan menggunakan
ajaran- ajaran Islam sebagai pedoman dalam industri pariwisata. Noriah Ramli juga
menjelaskan bahwa wisata halal sebagai suatu perjalanan wisata yang memiliki
pelayanan sesuai dengan syariah Islam, juga sebagai wisata pilihan bagi wisatawan
Muslim untuk menghindari wisata konvensional yang ada menyediakan minuman
beralkohol, makanan dengan unsur babi, dan tempat wisata yang tidak memisahkan
antara pria dan wanita. (Ramli, 2012:2-3)

3.4. Potensi Pariwisata Halal di Indonesia


Pada tanggal 7 Desember, Indonesia mendapatkan hadiah spesial akhir tahun
denganmeraih penghargaan paling bergengsi di sektor pariwisata halal dunia, yaitu
World Halal Tourism Awards 2016 (WHTA 2016), yang diumumkan di Abu Dhabi, Uni
Emirat Arab. WHTA 2016 adalah penghargaan yang diberikan kepada destinasi-
destinasi halal. Destinasi halal ini merupakan tempat/ tujuan wisata yang ramah
dengan wisatawan muslim (Muslim friendly tourism) yang dilengkapi dengan berbagai
fasilitas halal seperti adanya mesjid, tersedianya perangkat sholat seperti sejadah,
petunjuk arah kiblat, jam sholat, al-Quran di hotel, restoran halal, dll.

Dengan begitu Indonesia telah memiliki modal utama untuk menjadi pusat pariwisata
halal dunia. Sudah saatnya Indonesia berbenah diri. Pemerintah, dalam hal ini
Kemenpar harus terus mendukung pariwisata halal dengan memperbaiki segala
infrastruktur yang ada. Promosi pariwisata halal harus dilakukan secara masif dengan
menginformasikan semua kelebihan yang dimiliki oleh Indonesia. Hal ini menjadi tugas
bersama, baik pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat itu sendiri. Regulasi yang
diperlukan guna mendukung pariwisata halal juga harus segera dikeluarkan sehingga
mempunyai landasan hukum yang kuat. Saat ini Indonesia sudah mempunyai UU No.
33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, namun sayangnya Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) saat ini belum juga dibetuk oleh
Kementerian Agama, begitu juga dengan peraturan pelaksana UU tersebut juga belum
diterbitkan sehingga pengaturan sertifikasi halal bisa dikatakan berjalan tidak
maksimal dan tidak memberikan kepastian hukum bagi para penyedia produk halal
dankonsumen Muslim sebagai end-user.

3.5. Tantangan dan Strategi Pariwisata Halal di Indonesia


Dalam FGD Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR dengan Kemenpar tanggal 6 Maret
2019 disampaikan bahwa Indonesia memiliki beberapa tantangan dalam
pengembangan pariwisata halal. tantangan tersebut yaitu:
1) tingkat kesadaran, komitmen dan kompetensi untuk menggarap prospek pasar
industri dan gaya hidup halal.
2) kondisi infrastruktur pariwisata dan gaya hidup (standarisasi, sertifikasi, peningkatan
kapasitas, dll.)
3) tingkat kegiatan branding dan promosi Indonesia sebagai Halal Tourism
Destination.

Wakil Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center (Inhalec), menyampaikan bahwa industri
wisata halal di Indonesia belum memiliki strategi konkret dalam mengembangkan dan
mempromosikan destinasi wisata halal.

Hasil FGD Pusat Penelitian dengan Lektor Universitas Dharma Andalas mencatat
bahwa pengembangan pariwisata halal sangat membutuhkan CEO Commitment,
dikarenakan melalui kebijakan yang dikeluarkan pemimpin (pemerintah) akan
mendorong dan menggerakkan stakeholder untuk mengembangkan pariwisata halal.
Berdasarkan hasil diskusi tersebut, analisis SWOT dan berbagai literatur, maka dapat
disusun perencanaan strategis dalam pengembangan pariwisata halal di Indonesia
dengan mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats).

Hasil analisis SWOT sebagai berikut (Tabel 2):

Dari hasil analisis SWOT pada Tabel 2, maka terdapat beberapa strategi yang dapat
dilakukan pemerintah untuk pengembangan pariwisata halal di Indonesia, yaitu:

1. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan stakeholder sehingga terbangun


persepsi yang sama mengenai pariwisata halal yang sedang dikembangkan oleh
pemerintah.
2. Mengintegrasikan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah dengan
peningkatan konektivitas ke daerah tujuan wisata.
3. Penyusunan suatu peraturan perundangan berdasarkan hasil riset dan
pengembangan sebagai payung hukum dalam pengembangan pariwisata halal
di Indonesia.
4. Melakukan pembinaan kepada masyarakat dan kemudahan berusaha untuk
mengelola peluang yang ada akibat pengembangan pariwisata halal ini sehingga
memberikan multiplier effect bagi perekonomian masyarakat sekitar daerah
wisata dengan tetap menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

Pemerintah melalui Kemenpar telah membentuk Tim Percepatan Pengembangan


Pariwisata Halal pada tahun 2015 untuk mengembangkan pariwisata halal.

Melalui tim tersebut, disusunlah program kerja percepatan pengembangan pariwisata


halal Kementerian Pariwisata tahun 2019. Ada 4 konsep yang harus tersedia dalam
pariwisata halal yaitu:

1. Tersedia makanan dan minuman yang terjamin kehalalannya;


2. Tersedia fasilitas yang layak dan nyaman untuk bersuci dengan air;
3. Tersedia fasilitas yang memudahkan untuk beribadah;
4. Produk dan jasa pelayanan pada usaha-usaha beserta objek-objek wisata,
kondusif terhadap gaya hidup halal.

Kesimpulan

Wisata halal bisa diperhadapkan dengan wisata boleh, sunat atau haram. Hadirnya
istilah wisata halal merupakan jawaban terhadap pandangan miring, dan tidak produktif
pada dunia parawisata. Padahal realitasnya wisata itu adalah bahagian dari kebutuhan
hidup manusia. Citra wisata tercoreng bukan karena substansinya, akan tetapi
disebabkan prilaku dari pihak pengelola, masyarakat sekitar daerah wisata dan atau
wisatawan yang berbu tidak halal. Halal Toursim adalah salah satu sistem pariwisata
yang di peruntukan bagi wisatawan Muslim yang pelaksanaanya mematuhi aturan
Syariah.

hb

Potensi pengembangan industri pariwisata syariah sangat besar di indonesia. Dengan


meningkatkan jumlah restoran, hotel, dan lainya yang bersertifikasi halal. Juga dengan
peningkatan sarana dan prasarana daya tarik wisata, travel agent, tour guide, dan
seluruh stakeholders yang terkait, melakukan sedikit penyesuaian pelayanan dan
produknya untuk memenuhi kriteria umum pariwisata syariah. Tentunya wisatawan
muslim lebih tertarik ke indonesia mengingat indonesia mempunyai kekayaan alam
yang luar biasa dan daya tarik wisata yang beragam dan sangat menarik. Untuk itu
perlu adanya sosialisasi pariwisata syariah sehingga dapat memaksimalkan
kedatangan wisatawan muslim ke indonesia dan dapat bersaing dengan destinasi
lainnya di dunia.

Referensi

Muljadi A.J, Kepariwisataan dan Perjalanan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012).

Syarifuddin, Analisis Produk, Pelayanan Dan Pengelolaan Bisnis Perhotelan


Syariah Pada Hotel Syariah Wali Songo Surabaya, Jurnal penelitian (Surabaya: UIN
Sunan Ampel, 2015).

Garit Bira Widhasti., et. all. (2017). Diplomasi Publik Pemerintah Republik
Indonesia Melalui Pariwisata Halal. Jurnal Solidaritas: Ilmu-Ilmu Sosial, Volume 1,
Nomor 1, Tahun 2017, 8.

Battour, M., & Ismail, M. N. (2015). Halal tourism: Concepts, practises,


challenges and future. Tourism Management Perspective Volume 19, Part B, 150-154.

https://m.liputan6.com/news/read/4055282/penjelasan-terkait-wisata-halal-
muslim-atau-muslimfriendly-tourism

https://business-law.binus.ac.id/2016/12/28

Anda mungkin juga menyukai