Anda di halaman 1dari 2

TARI KECAK DENGAN BUDAYA ASING

NAMA : Meyer Ari Prasetyo


NIM : 1705400061

Sejarah Tari Kecak Bali


Kecak adalah pertunjukan drama-tari khas Bali. Pentas seni ini utamanya menceritakan
mengenai Ramayana dan dimainkan utamanya oleh laki-laki. Tarian ini mempertontonkan
banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan
irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan. Hal ini menggambarkan
salah satu peristiwa dalam Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan
Rahwana. Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya berada
pada kondisi tidak sadar, atau kesurupan. Mereka melakukan komunikasi dengan Tuhan
atau ruh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya pada masyarakat.
Terciptanya tarian Kecak Bali diinisiasi oleh dua tokoh: satu penari dari Bali, Wayan Limbak,
dan seorang pelukis dari Jerman, Walter Spies. Pada tahun 1930-an mereka menciptakan
tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak
kemudian mempopulerkan Kecak saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali dari
sanggarnya. Hal ini adalah salah satu alasan mengapa Bali begitu berkesan sebagai wilayah
tujuan wisata bagi pelancong dari luar negeri. Kepopuleran tarian Kecak Bali di ranah
kesenian dunia membawa tarian tersebut sebagai inspirasi di bermacam-macam media,
seperti sinema, musik, hingga video game. Tari kecak diciptakan oleh seniman Bali bernama
Wayan Limbak dan pelukis asal Jerman bernama Walter Spies pada tahun 1930-an. Tarian
yang identik dengan kain kotak-kotak ini terinspirasi dari ritual tradisional yang dilakukan
masyarakat Bali yang kemudian diadaptasi dalam cerita Ramayana

Masalah Tari kecak


Kaum yang menentang pariwisata berbasis budaya berpendapat bahwa kedatangan turis ke
daerah tujuan wisata dapat merusak keaslian atau keutuhan hayati suatu produk budaya.[4]
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pariwisata telah merusak atau, menghancurkan
kebudayaan lokal. Pariwisata secara langsung ‘memaksa’ ekspresi kebudayaan lokal untuk
dimodifikasi, agar sesuai dengan kebutuhan pariwisata. Ekspresi budaya dikomodifikasi agar
dapat ‘dijual’ kepada wisatawan. Contoh kasusnya adalah Sendra Tari Ramayana, tidak lagi
disajikan secara utuh, peranan skenario tidak berfungsi lagi. Selain itu, tari Kecak juga
mengalami nasib serupa. Pertunjukkan tari Kecak yang mudah disaksikan di Bali, kelihatan
nilai sakralnya sudah terpotong-potong karena harus disesuaikan dengan waktu wisatawan
yang ingin menyaksikannya. Menurut pengalaman saya waktu saya membawa tamu
berwisata di Bali saya melihat tari kecak yang sudah di modifikasi sesuai dengan keinginan
turis asing namum para pegiat pariwisata sangat menentang kejadian tersebut dikarnakan
nilai sakral pada suatu budaya di tukar dengan nilai rupiah sanvat tidak etis, namun di sisi
bisnis sangat menguntukan karana dapat di saksikan daam alur cerita yang di potong potong
namun dari para budayawan yang ada di bali tari kecak harus di susguhkan dengan alur
cerita yang lengkap dan tidak di potong potong

Anda mungkin juga menyukai