Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH TARI INDONESI

BOOK CHAPTER
“TARI INDONESIA DI ERA GLOBALISASI”

Dosen Pengampu: Dr. Andi Jamilah M, Sn.

Disusun oleh Kelompok 4


Syakila Bonggi/230803502002
Syukrina/230803500010
Syaqirana Selvia H/230803502006
Nur Ika Lestari/230803501008

Jurusan Seni Pertujukan


Program Studi Seni Tari Fakultas Seni dan Desain
Universitas Negeri Makassar
T.A 2023/2024
“TARI INDONESIA DI ERA GLOBALISASI”

A. Barong dan Rangda


Ada beberapa desa di Bali konsep rwa bhineda ditampilkan dengan pertunjukan drama
tari Calonarang. Konsep yang memiliki makna yang sangat penting dalam kata kehidupan
masyarakat Hindu Dharma ini, dipertunjukan dalam upacara piodalan, yaitu upacara
memperingati hari jadi sebuah pura. Dalam upacara ini dua tokoh mitologi Barong dan
Rangda dipertemukan. Barong melambangkan kekuatan baik (Magi Putih), dan Rangda
melambangkan kekuatan tidak baik (Mati Hitam). Cerita yang membingkai pertemuan antara
Barong dan Rangda ini adalah cerita Jawa Kuna Calonarang. Tujuan pertunjukan drama tari
Calonarang ialah untuk memulihkan kembali keseimbangan antara kedua kekuatan yang
berbeda itu, agar seluruh desa mendapatkan ketentraman.
Inti cerita Calonarang menggambarkan ulah seorang janda Raja yang harus menyingkir
ke sebuah desa yang bernama Girah, karena janda ini memiliki kitab yang mampu
menghadirkan kekuatan Magi Hitam. Sang janda mempunyai seorang putri yang bernama
Ratna Manggali yang cantik sekali.
Di desa-desa lain, Barong yang sakral yang selalu disimpan di Jeroan Pura, hanya
dikeluarkan dari Jeroan Pura pada upacara piodalan, Galungan, Sasih Kanen (bulan keenam)
atau kasanga (kesembilan) dari tahun Saka. Barong sakral ini disebut Barong sungsungan,
yang fungsinya adalah untuk melindungi masyarakat dari kekuatan dari tidak baik.
Ketika pada tahun 1930-an jumlah pelancong mancanegara makin bertambah banyak,
Walter Spies, seorang pelukis dan musisi berdarah Jerman, yang tahu sekali selera pelancong,
membawa mereka ke desa Pagutan dan Tegal Tamu di Batubulan untuk menyaksikan
pertunjukkan drama tari Calonarang. Apabila semula pertunjukkan itu hanya bisa disaksikan
pada upacara Piodalan, atas anjuran Spies, kedua desa itu bersedia menyelenggarakan
pertunjukkan tiga kali dalam seminggu.
Inti cerita Kuntisraya, yang dikenal sebagai Sudamala, adalah permintaan Dewi Kunti
Ibu para Pandawa kepada Dewi Durga agar putra-putranya terbebas dari bahaya yang
mengancam mereka. Namun sebaliknya, Dewi Durga yang berwujud raksasa perempuan
karena telah dikutuk oleh suaminya yaitu Dewa Siwa, meminta kepada Dewi Kunti agar
mengizinkan putra bungsunya yang bernama Sahadewa untuk merawatnya. Setelah
Sahadewa berhasil merawat Durga, seorang pengikut Durga yang bernama Kalika marah
sekali kepada sang satria. Keduanya saling mengadu kesaktian. Kalika mengubah diri
menjadi seorang burung garuda, akan tetapi bisa di kalahkan oleh Sahadewa. Dalam sekejap
pula Sahadewa mengubah diri menjadi Rangda. Adegan ini merupakan klimaks dan akhir
dari pertunjukkan yang lazim disebut Barong atau Barong Kuntisraya.
Kini, pertunjukkan Barong Kuntisraya yang dikalangan wisatawan mancanegara dikenal
sebagai Barong and Kris Dance Kesiman di Denpasar; Barong and Kris Dance Sahadewa di
Batubulan; Barong and Kris Dance Denjalan di Batubulan; Barong and Kris Dance Celuk di
Sukawati; dan sebagainya. Kesemuanya itu menyelenggarakan pertunjukkan dengan cerita
yang sama, yaitu Kuntisraya, serta pada pukul yang sama.
Salah satu puri di Bali yang mengemas pertunjukkan yang mengetengahkan kehadiran
Barong dan Rangda adalah Puri Peliatan yang berada di kabupaten Gianyar. Barong dan
Rangda yang disajikan oleh Tirta Sari Dancers and Musicians of Peliatan ini dikemas dalam
bingkai cerita Barong Nandini. Barong Nandini merupakan repertoar terakhir dari program
malam hari yang berlangsung selama dua jam. Sebelum Barong Nandini tampil, beberapa tari
yang merupakan kebanggaan istana di pergelarkan, yaitu tari Puspa Mekar, Kebyar
Terongpong, Legong Keraton,dan Legong Bojog.
Syahdan disebuah negara bernama Yogyanegara, seorang Raja yang arif bijaksana
bernama Sumitra memerintahkan dengan tentram pada suatu hari, sang raja mengadakan
perburuan dengan dikawal oleh sejumlah prajurit serta dua orang abdi setianya. Namun
sialnya, selama seharian tak ada seekor binatang pun yang muncul didalam hutan raja merasa
lelah sekali, dan berhenti disebuah pertapaan yang di huni oleh seorang wasista yang bernama
Rematta Bagaswan. Raja memohon kepada petapa untuk bisa menyediakan minum dan
makanan sekedarnya. Bagaswan Wasista dengan senang hati memnuhi perintah raja. Yang
memanggil seekor sapi sakti bernama Nandini, yang tampil dalam wujud Barong.
Raja Sumitra dengan sangat hati-hati menanyakan kepada sang Bangsawan, bagaimana
dan darimana makanan dsan minuman yang berlimpah itu telah tersedia hanya dalam waktu
sekejap saja. Bagaswan Wasista menjawab, bahwa ia memiliki seekor sapi sakti bernama
Nandini karunia dari Dewa Siwa. Sapi sakti itu mampu menyediakan apa saja yang diminta
oleh sang Bagawan. Raja tertarik sekali untuk memiliki sapi sakti itu dan ia memohon kepada
sang Bagawan, agar sapi sakti itu ditempatkan di tempat lebih layak, yaitu di istana
Yogyanegara.
Ternyata, penampilan Barong dan Rangda pada pergelara Barong Nandini di Puri
Peliatan sangat berbeda dengan penampilan pada pertunjukkan Barong dan Kris Dance,
Barong ditampilkan sebagai perwujudan Dewi Durga dan Kalika yang memiliki kekuatan
menghancurkan. Pada pergelaran Barong Nandini di Puri Peliatan, Barong merupakan
perwujudan dari Lembu Nandini pemberian dari Dewa Siwa (Bahkan juga kendaraan Siwa),
yang memiliki sifat-sifat yang baik.
Putri Agung Kerambitan yang terletak di wilayah kabupaten Tabanan, juga menampilkan
pertunjukkan kemasan wisata yang sangat digandrungi oleh pariwisata mancanegara, yaitu
drama tari Calonarang dengan tokoh utamanya dua makhluk mitologi Barong dan Rangda.
Sejak tahun 1948 dengan dipelopori oleh Made Kredek dari desa Singapadu dua sosok
mitologi Barong dan Rangda tidak menamoilkan bingkai cerita Calonarang lagi karena cerita
itu dianggap sakral namun putri agung Kerambitan tak peduli terhadap pantangan itu.
Pertunjukkan drama tari Calonarang di Puri Agung Kerambitan dikemas dalam bentuk
yang lebih bervariasi, karena selain program kemasa yang disebut sebagai ‘Putri Agung
Wisata’ itu mengemas pertunjukkan dengan makan malam, berbagai aktraksi yang lain juga
ditampilkan. Pergelaran wisata yang dimulai dari pukul 19.00 dan berakhir pada pukul 21.00
itu di awali dengan tampilannya Tari Pendet dihadapan tamu yang berada dihalaman Puri.
Sesuai penampilan tari pendet kemudian menyusul tari Topeng tunggal yang gagah.
Hanya beberapa menit saja penari topeng itu di halama ouri. Selanjutnya, sebuah prosesi
penantin tampil dengan di iringi oleh sejumlah benda benda upcara dari gerbang menuju ke
dalam istana. Begitu prosesi pengantin selesai Raja Kerambitan beserta keempat istrinya,
putri putrinya, menantunya, dan para wisatawam.
Walaupun cerita Calonarang berasal dari Jawa Timur, tetapi masyarakat bali merasa
cerita itu sebagai miliknya sendiri. Maka, tak mengherankan apabila di bali terdapat beberapa
versi Calonarang. Namun, rupanya dalam pertunjukan drama tari Cslonarang yang
menampilan dua tokoh mahluk mitologi Barong dan Radang, terdapat persamaan antara versi
yang dipertunjukan di satu desa dengan versi denagndesa lain. Inti cerita yang lazim di
pergunakan sebagai lakon dalam drama tari Calonarang di Puri Kerambitan adalah sebagai
berikut.
Ada empat lakon yang biasa di tampilkan dalam pertunjukan drama tari Calonarang,
yaitu :
1. Lakon kautus larung
2. Lakon perkawinan empu bahula
3. Lakon ngeseng waringin dan
4. Lakon katundung ratna manggali.
B. Kecak
Selain barong atau barong and kris Dance, pertunjukan lain yang mengawali sebagai
kemasan pertunjukan wisata adalah kecak, yang dikalangan para wisatawan mancanegara
sering mereka sebut sebagai monkey dance. Pertunjukan yang sanagt menarik dan unik yang
telah hadir sebagai sajian wisata sejak tahun 1930-an ini, sekarang telang menjadi
pertunjukan wosata yang terpopuler kedua setalh barong dikalangan para wistawan
mancanegara. Nama kecak berasal dari nama seorang petih kerjaan Wirata dari Wiracarita
mahabarata yang bernama Kicaka.
Walter spies pada tahun 1930-an menganjurkan kepada beberapa seniman dari desa
Bedulu untuk mengeluarkan kecak dari inteks sakralnya dari pertunjukan sanghyang dedari,
agar wisatawan mancanegara bisa menikmatinya. Kelompok kecak yang lain, yang juga
sudah cukup tua usiannya adalah yang berasal dari desa Bona, kabupaten gianyar. Lakon
yang ditampilkan oleh kelompok ini adalah kapandang sita atau ‘penculikan sita’. Kecak dari
grup desa Bona ini rupanya cukup terkenal hingga sampai pada tahun 1960-an, grub inilah
yang merupakan suatu dari beberapa grub kecak yang menyajikan pertunjukan bagi para
wisatawan mancanegara.
Oleh karena begitu larisnya, pertunjukan kecak yang dikalangan para wisatawan
mancanegara lebih dikenal sebagai monkey dance, banyak sekali grub-grub baru yang
mencoba untuk meraih keuntungan dari kocek para wisatawan. Untuk menjaga mutu, dewasa
ini ‘majelis pertimbangan dan pembicaraan kebudayaan’ (listibiya) hanya memberikan
sertifikat kepada 2/kelompok kecak di Bali.
I wayang di biya memberikan daftar grub kecak yang aktif sampai dewasa ini, antara lain
sebagai berikut.
1. Kecak ‘tresna genjala’ dari ubud, kabupaten ganyar. Kecak ini beranggotakan 150
orang yang semuanya berasal dari desa setempat, dan didirikan pada tahu 1955 setiap
tunggu grub ini hanya menyelenggarakan pertunjukan sebanyak 2 atau 3 kali saja.
2. Kecak ‘candra buana’ dari batubulan, kabupaten ganyar grub kecak yang didirikan pada
tahun 1970-an ini menyelenggarakan pertunjukan bagi para wisatawan 5 kali dalam
semingguan.
3. Kecak ‘catur lila asmara’ dari batubulan, kabupaten ganyar grub yang didirikan pada
tahun 1971 ini memiliki anggota sebanyak 95 orang.
4. Kecak ‘semara madya’ dari desa peliatan grub kecak yang didirikan pada tahun 1966
ada beranggotakan 200 orang ini hanya menyelenggarakan pementasan apabila ada
pesanan.
5. Kecak ‘eka naya saudhi’ dari desa singapudu. Grub kecak yang beranggotakan 125
orang yang didirikan pada tahun 1971 ini hanya menyelenggarakan pertunjukan apabila
ada pesanan.

C. Penampilan Ramayana
Penampilan Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional bagi republik Indonesia
sudah tidak diragukan lagi. Bali telah dikenal di dunia internasinal sejak abad ke-19, dan
dikenal sejak abad ke-20 ketika sebagai perusahaan berkapalan asing membuka jalur
hubungan antara Indonesia dengan macanegara. Bahkan, Bali sampai kini lebih dikenal
daripada Indonesia. Oleh karena begitu terkenalnya Bali di mancanegara sampai ada sebuah
pemeo yang berbunyi ‘Dengan mati sebelum melihat bali’.
Sebuah pengalaman kecil yang pernah penulis kenyam di Amerika Serikat sangat
menyakitkan hati. Ketika penulis mendapat tugas negara memimpin rombongan kesenian
keraton Yogyakarta untuk mengawali acara pameran kebudayaan Indonesia di Amerika
Serikat yang kita kenal dengan istilah KIAS pada bulan Desember 1990, penulis mendapat
undangan pula untuk mengikuti konferensi kritikus internasional di Los Angeles.
Dari pengalaman kecil yang terjadi pada tahun 1990 yang menyakitkan hati itu, penulis
bisa membayangkan. Apa yang terjadi pada tahun 1950-an. Maka, tidaklah mustahil apabilila
menteri Jati Koesomo, yang pada akhir tahun 1950-an sampai pada tahun 1960-an menjabat
sebagai mentri dan perhubungan darat, pos. Agar para wisatawan agar bisa menikmati
keindahan candi prambanan dimalam hari, pertunjukan selalu di selanggarakan pada bulan
purnama. Semula ada 6 episode yang dipentaskan selama 6 bulan, yaitu:
1. Episode hilangnya Dewi Sita (Sinta),
2. Episode Hanoman duta,
3. Episode Hanoman Obong,
4. Episode pembuatan jembatang menuju Alengka,
5. Episode gugurnya Kumbakarna,
6. Episode ujian kesetiaan Sita atau Sita Obong.
Nama drama ini tanpa nama dialog verbal ’Sendratari’ yang dikalangan wisatawan yang
diperkenalkan sebagai ramayana balet. Ternyata, pembawaan wiracarita menjadi 6 episode
kurang menarik, hingga sejak 1967 sendratari ramayana dipanggung terbuka prambanan
hanya di tampilkan dalam 6 episode yaitu:
1. Penculikan Sita
2. Hanoman sebagai utusan
3. Gugurnya Kumbakarna
4. Api suci atau pertemuan kembali Rama dan Sita.
Ternyata, letak panggung terbuka prambanan menyalahi ketentuan kepurbakalaan. Maka
dari itu, pada tahun 1981 panggung terbuka yang besar itu tidak dipergunakan lagi dan di
bangun panggung baru yang lebih kecil di sebelah barat candi. Pembangunan panggung
terbuka yang lebih kecil yang hanya menampung 1000 orang itu di dasari atas pertimbangan,
bahwa sampai tahun 1980-an jumlah wisatawan panca negara yang berkunjung di
Yogyakarta hanya sedikit.
Di Indonesia terdapat beberapa versi wiracarita ramayana. Walaupun jelas, bahwa
wiracarita ini berasal dari india, namun sampai sekarang masih belum begitu jelas. Versi
india yang mana yang menjadi dasar dari ramayana Indonesia. Versi tertua yang pernah ada
di Indonesia yang masih dilestarikan di Bali adalah versi dalam jawa kunak, yaitu kakawin
Ramayana, yang merupakan puisi Jawa kuna yang paling panjang.

D. Gambyong Parfanom
Pura atau istana Mangkunagaran di Surakarta merupakan istana yang sangat produktif
dalam melahirkan karya-karya pertundjukan. Langendriyan, sebuah opara tari Jawa yang
ditarikan oleh penari wanita semuanya, tercipta di Istana Mangkunagaran pada tengah kedua
abad ke-19. Teknik tari yang banyak meminjam teknik tari Jawa gaya Yogyakarta, dilakukan
pula oleh putra mangkunagaran. Tari Gambyong yang merupakan penghalusan tari yang
dilakukan oleh penari teledek, dilakukan oleh putra Mangkunagaran. Bahkan, kettika
Mangkunagaran mengirim misi kesenian ke negara Belanda pada masa pemerintahan
Mangku Negara V.
Pada bab II pada bagian yang membicarakan seni pertunjukan yang berfungsi sebagai
hiburan pribadi telah dibahas secara agak panjang mengenai pertunjukan tayub. Pertunjukan
yang fungsi utamanya sebagai ritual kesuburan pernikahan dan pertanian ini, pada menjelang
tengah malam selalu berubah menjadi pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan pribadi
bagi kaun pria. Penampilan tayub sebagai hiburan pribadi ini hanya bisa terlaksana dengan
hadirnya teledek, yaitu penari wanita yang bertugas sebagai penghibur para pria yang ngibing
atau menari bersamanya. Dalam perkembanganya yang lebih kemudian gambyong menjadi
sebuah repertoar tari tunggal yang bisa pula ditampilkan dalam bentuk koreografi kelompok,
bahkan juga massal. Setelah diperhalus, namun gambyong yang berasal dari tari rakyat ini,
busananya masih tetap ditampilkan dalam busana yang cukup sederhana. Penari gambyong
hanya menggunakan kain pembalut tubuh bagian bawah dengan diberi lipatan-lipatan
dibagian depan, serta pembalut torso yang disebut dengan angkin yang masih
memperlihatkan sedikit bagian atas dari dadanya.
Ada sebuah tari gambyong yang lain daripada yang lain yaitu Gambyong Pareanom.
Nama gambyong in mengacu pada warna bendera Mangkunagaran yang memiliki warna
hijau dan kuning. Tanda gambyong dari Mangkunagara ini mekak yang merupakan busana
bagian atas sejenis strapless berwarna hijau, dan sampur atau selendangnya berwarna kuning.
Gambyong Pareanom telah dibekukan oleh Nyi Bei Mintararas pada tahun 1950 pada masa
pemerintahan Mangku Nagara VII (1944-1986) dan di pergelarkan pertama kalinya.
Tata busan Gambyong Pareanom dengan teledek banyak sama dengan cara mengenakan
kain penutup tubuh bagian bawah. Adapun bagian busana yang lain sangat berbeda. Bila
teledek menutup tonsonnya dengan menggunakan angkin, penari gambyong Pareanom
mengenakan mekak sejenis strapless. Apabila penari teledek hanya bersanggul dengan hiasan
sekadarnya, penari Gambyong Pareanom mengenakan jamang sebagai hiasan kepala seperti
yang dikenakan oleh penari serimpi gaya Mangkunagaran. Penari teledek hanya
menyampirkan sampur atau selendangnya di pundak kanan sedangkan penari Gambyong
Pareanom mengunakan sampurnya sekeliling perut dengan dikencangkan dengan sabuk
peunding. Kedua ujung sampai menggantung di depan tubuh bagian bawah sampai hampir
menyentuh lantai. Penari teledek hanya menggunakan gelang seadanya, sedangkan penari
Gambyong Pareanom mengenakan hiasan lengan bagian atas yang disebut kelat bahu.
Kalung dan sumping (hiasan telinga)yang biasa dikenakan penari serimpu juga dikenakan
oleh penari Gambyong Pareanom. Dari tata busana yang demikian ini, penampilan
Gambyong Pareanom sekilas tidak menunjukkan bahwa tari ini berasal dari tari rakyat.
Gerak-gerik tarinya masih jelas sekali mengambil perbendaharaan gerak-gerik tari yang biasa
dibawakan oleh penari teledek. Hanya bedanya, apabila penari teledek tampil dengan gaya
improvisasi serta menyanyi, penari gambyong Pareanom harus mematuhi kaidah-kaidah yang
telah ditentukan oleh koreografer yang menggarapnya serta tidak menyanyi Pura
Mangkunagaran dalam menyajikan pertunjukan wisata selalu dikemas dengan makam
malam.

E. Pertunjukan Wisata di Pusako Rumah Godang

Sampai Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus


1945, Rumah Godang yang merupakan bangunan besar pada masyarakat Sumatera Barat atau
Minangkabau memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebagai
masyarakat yang menggunakan sistem kekerabatan matrilineal, Rumah Godung selain
berfungsi sebagai tempat tinggal bersama satu kerabat besar yang disebut kaum atau suku
dari garis keturunan ibu, juga merupakan tempat untuk bermusyawarah serta menampung
segala aspirasi kerabat tersebut yang dipimpin oleh seorang penghulu. Selain itu, Rumah
Godang juga merupakan tempat melaksakan berbagai upacara adat, seperti perkawinan,
Batagak Penghulu atau pengangkatan penghulu baru, tempat untuk merawat anggota
keluarga yang sakit, dan sebagainya.

Sebagai peninggalan budaya Minangkabau tradisional oleh masyarakat Minangkabau


Rumah Godang tetap dipandang sebagai atribut budaya Minangakabau yang sangat
membanggakan. Oleh karena itu ada upaya untuk melestarikannya, walaupun dalam fungsi
yang lain. Sebagai contoh, Rumah Godang di Padang Panjang dewasa ini difungsikan sebagai
Pusat Informasi dan Dokumentasi Kebudayaan Minangkabau, yang di kalangan wisatawan
mancanegara diperkenalkan sebagai Minangkabu Village Rumah Godang ini didirikan oleh
Bustanul Arilin pada tahun 1989, ketika ia masih menjabat sebagai Kepala Badan Urusan
Logistik (BULOG) dan Menteri Koperasi pada masa Orde Baru.

Pusako Rumah Godang menyajikan empat bentuk kemasan pertunjukan wisata, yaitu
Daily Show, Reguler Show, Complete Show dan Saturday & Sunday Show. Kemasan
pertunjukan itu ditawarkan berdasarkan atas jumlah wisatawan mancanegara yang
berkumjung Daily Show yang secara harfiah berarti ‘Pertunjukan Harian’, diselenggarakan
kapan saja asal ada 10 sampai 14 orang wisatawan yang berkunjung.

Dari catatan program, acara kemasan pertunjukan wisata yang menampilkan tari
hanyalah diselenggarakan pada Saturday & Sunday Show dan Complete Show saja.
Pertunjukan untuk acara Saturday & Sunday Show diselenggarakan disebuah bangunan
khusus yang berbentuk teater arena tanpa dinding yang cukup megah dan modern.

Galombang

Tari Galombang dalam tradisi Minangkabau dahulu hanya diselenggarakan untuk


menghormat penghulu saja, dan mrupakan tari kelompok yang dibawakan oleh penari pria
semua.bahkan , upacara pengangkatan seorang penghulu yang lazim disebut sebagai upacara
Alek Pauleh yang diselenggarakan secara besar-besaran, dibanyak nagari pertunjukan
Galombang harus ditampilkan.
Pasombahan

Pasombahan atau Pasambahan, yang secara harfiah berarti ‘Tari Persembahan’,


sebenarnya merupakan koreografi yang tidak jauh berbeda dengan Galombang atau ‘Tari
Selamat Datang’ tersebut diatas. Perbedaannya hanya terletak pada lantai pentas yang sedikit
menyebabkan adanya perubahan dalam pola lantai. Galombang atau ‘Tari Selamat Datang’
hanya ditampilkan pada acara Complete Show dihalaman Rumah Godang yang disebut
Medan Nan Bapaneh (ruangan terbuka), sedangkan Pasombahan atau ‘Tari Persembahan’
disajikan pada acara Saturday & Sunday Show dan acara Reguler Show di gedung
pertunjukan arena. Selain itu, pertunjukan di Medan Nan Bapenah pada acara Complete
Show para penari mengenakan busana lengkap seperti yang tersebut diatas.

Limpapeh

Kata limpapeh di Sumatera barat lazim dipergunakan untuk menyebut gadis


Minangkabau yang dianggap sebagai penyamaran rumah gudang. Artian itu bisa dicermati
pada ungkapan dalam bahasa Minangkabau yang berbunyi 'limpapeh rumah nan gadang',
yang secara harfiah berarti 'gadis Minangkabau penyemarak Rumah Gadang'. Para penari
wanita yang menarikan limpapeh mengenakan busana sarung sebagai busana bagian bawah
serta berbaju kurung. Kepala hanya ditutup dengan selai selendang hingga tampil sederhana.
Gerak tarinya lembut yang menghadirkan kesan feminim. Tari ini lebih banyak bisa
dinikmati pada acara reguler show. Tari yang selalu ditampilkan dalam koreografi kelompok
ini dibawakan oleh tujuh orang penari wanita.

Indang

Kata limpapeh di Sumatera barat lazim dipergunakan untuk menyebut gadis


Minangkabau yang dianggap sebagai penyamaran rumah gudang. Artian itu bisa dicermati
pada ungkapan dalam bahasa Minangkabau yang berbunyi 'limpapeh rumah nan gadang',
yang secara harfiah berarti 'gadis Minangkabau penyemarak Rumah Gadang'. Para penari
wanita yang menarikan limpapeh mengenakan busana sarung sebagai busana bagian bawah
serta berbaju kurung. Kepala hanya ditutup dengan selai selendang hingga tampil sederhana.
Gerak tarinya lembut yang menghadirkan kesan feminim. Tari ini lebih banyak bisa
dinikmati pada acara reguler show. Tari yang selalu ditampilkan dalam koreografi kelompok
ini dibawakan oleh tujuh orang penari wanita.
Gadih Minang

Gadih Minang yang secara harfiah berarti 'Gadis Minang', merupakan tari wanita
kelompok yang digubah khusus oleh pusaka Roma Godang sebagai penambah variasi
penampilan. Tari ini menitikberatkan pada salah satu kegiatan para gadis Minangkabau, yaitu
menampih bareh atau 'menampih beras' untuk membuang kulit gabah padi yang baru saja
selesai ditumbuk.

F. Sampan Bujana Sentra

Sampan bujana sentra merupakan sebuah wadah penyajian perpaduan antara pertunjukan
tari, nyanyi, musik instrumental, dan santap malam. Wadah sajian wisata yang didirikan oleh
Sampan Hismanto S., seorang penari Jawa gaya Surakarrta yang syarat dengan pengalaman.
Tari piring pada beberapa negeri dipertunjukan pada berbagai upacara adat, seperti misalnya
Batagak Pangulu, setelah panen usia perhelatan perkawinan, kitanan, turun mandi, dan
sebagainya. Tari ini selalu ditampilkan dalam koreografi kelompok berpasangan, bisa hanya
dilakukan oleh 2 orang penari sampai dengan 10 orang penari konon, dahulu tari purung apa
bila dipertunjukan untuk meramaikan sebuah upacara dipertunjukan pada malam hari, dari
pukul 2000-04.00 pagi keesok paginya.

Zapin

Tari zapin merupakan tari gaya melayu yang terdapat disemua wilayah yang dihuni oleh suku
melayu, seperti riau, minang kabau, daerah pantai kalimanta, brunei, malaisya, pakanjuka
bahkan juga jakarta. Istilah zapin ada yang menapakkan berasal dari kata zaf fa atau zafana.
Tari yang konon berasal dari daerah arab ini rupanya selalu dikaitkan dengan perkawinan.
Kata zafa berarti ‘menuntun pengantin wanita menuju ke pengantin’, zafa berarti
‘perkawinan’, dan zafa berarti ‘tari yang dipersembahkan pada upacara perkawinan’.

Tari Sapu Tangan

Tari sapu tangan yang selalu ditampilkan sebagai akhir repertoar tari merupakan tari
pergaulan yang disajikan pada reguler sow dan complete sow. Para penari wanita dan pria
pada bagian awal penari dalam geografi kelompok, masing-masing membawa selembar sapu
tangan ditangan kanan mereka. Setelah menari sejenak mereka secara berpasangan menari
berpasangan diantara mereka sendiri. Setelah itu barulah para penari mengundang para
wisatawan untuk berjoget bersama.
Limpape

Kata limpape berasal dari Sumatra Barat lazim dipergunakan untuk menyebut gadis minang
kabau yang dianggap sebagai penyemarap ramah godang. Artian itu bisa dicermati pada
ungkapan dalam bahasa minang kabau yang berbunyi ‘limpape rumah nan gadang’, yang
secara harfiah berarti ‘gadis minangkabau penyermarak rumah gadang’.

Indang

Indang adalah sebuah rebana kecil yang selalu mewarnai tari indang yang berasal dari daerah
pariyaman. Koreografi kelompok yang dibawakan oleh 7 penari wanita ini selalu melakukan
gerak-gerak dalam posisi duduk.

Gadih Minang

Gadih minang yang secara harfiah berarti ‘gadis minang’, merupakan tari wanita kelompok
yang diubah khusus oleh pusako rumah godang sebagai penambah variasi penampilan. Tari
ini menitik beratkan pada salah satu kegiatan para gadis minangkabau, yaitu menampih bareh
atau ‘menampih lares’ untuk membuang kulit gabah padi yang baru saja ditumbuh.

Tari Piring

Tari piring yang ditampilkan pada pusako rumah godang yang dibawakan oleh 6 atau 8
penari putra dan putri ini adalah kreasi Syaiful Erman, yang berbeda dengan tari piring
tradisional, yang dikenal dengan istilah alek pauleh randah. Pada upacara ini kehadiran
seorang penghulu dari negeri lain harus disambut dengan lumabek tuan rumah. Ketik
rombongan penghulu tamu yang juga membawa lambek tiba, harus diperagakan adu
keterampilan anatar lambek tamu dan lambek tuan rumah.

Istilah lambek berasal dari 2 kata yaitu, lalu yang berarti ‘serang’ dan ambek yang berarti
‘tangkis’. Pertunjukan ini memang terpusat pada gerak-gerak penyerang dan penangkis, yang
merupakan inti gerak pencak silat di minangkabau.

Pasombahan

Pasombahan atau pasambahan, yang secara harfiah berarti ‘tari persembahan’, sebenarnya
merupakan koreografi yang tidak jauh berbeda dengan gelombang atau ‘tari selamat datang’
tersebut diatas. Perbedaannya hanya terletak pada lantai pentas yang sedikit menyebabkan
adanya perubahan dalam pola lantai.
Dalam upacara alek paule tinggi, tuan rumah atau penyelenggara acara itu harus menyiapkan
sekelompok penari gelombang rumah yang di sebut sipangka, yang harus menyambut
gelombang tamu. Gelombang tuan rumah yang juga disebut sebagai majo kayo merupaka
gelombang menanti kedatangan gelombang tamu yang disebut maju lelo.
DAFTAR PUSTAKA

Richards, G. (2015). Tourism and the creative economy. Routledge.

Garrod, B., & Fyall, A. (2019). Cultural tourism Routlage

Smith, M. K. (2017). Issues in cultural tourism studies, Routledge

Anda mungkin juga menyukai