BOOK CHAPTER
“TARI INDONESIA DI ERA GLOBALISASI”
C. Penampilan Ramayana
Penampilan Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional bagi republik Indonesia
sudah tidak diragukan lagi. Bali telah dikenal di dunia internasinal sejak abad ke-19, dan
dikenal sejak abad ke-20 ketika sebagai perusahaan berkapalan asing membuka jalur
hubungan antara Indonesia dengan macanegara. Bahkan, Bali sampai kini lebih dikenal
daripada Indonesia. Oleh karena begitu terkenalnya Bali di mancanegara sampai ada sebuah
pemeo yang berbunyi ‘Dengan mati sebelum melihat bali’.
Sebuah pengalaman kecil yang pernah penulis kenyam di Amerika Serikat sangat
menyakitkan hati. Ketika penulis mendapat tugas negara memimpin rombongan kesenian
keraton Yogyakarta untuk mengawali acara pameran kebudayaan Indonesia di Amerika
Serikat yang kita kenal dengan istilah KIAS pada bulan Desember 1990, penulis mendapat
undangan pula untuk mengikuti konferensi kritikus internasional di Los Angeles.
Dari pengalaman kecil yang terjadi pada tahun 1990 yang menyakitkan hati itu, penulis
bisa membayangkan. Apa yang terjadi pada tahun 1950-an. Maka, tidaklah mustahil apabilila
menteri Jati Koesomo, yang pada akhir tahun 1950-an sampai pada tahun 1960-an menjabat
sebagai mentri dan perhubungan darat, pos. Agar para wisatawan agar bisa menikmati
keindahan candi prambanan dimalam hari, pertunjukan selalu di selanggarakan pada bulan
purnama. Semula ada 6 episode yang dipentaskan selama 6 bulan, yaitu:
1. Episode hilangnya Dewi Sita (Sinta),
2. Episode Hanoman duta,
3. Episode Hanoman Obong,
4. Episode pembuatan jembatang menuju Alengka,
5. Episode gugurnya Kumbakarna,
6. Episode ujian kesetiaan Sita atau Sita Obong.
Nama drama ini tanpa nama dialog verbal ’Sendratari’ yang dikalangan wisatawan yang
diperkenalkan sebagai ramayana balet. Ternyata, pembawaan wiracarita menjadi 6 episode
kurang menarik, hingga sejak 1967 sendratari ramayana dipanggung terbuka prambanan
hanya di tampilkan dalam 6 episode yaitu:
1. Penculikan Sita
2. Hanoman sebagai utusan
3. Gugurnya Kumbakarna
4. Api suci atau pertemuan kembali Rama dan Sita.
Ternyata, letak panggung terbuka prambanan menyalahi ketentuan kepurbakalaan. Maka
dari itu, pada tahun 1981 panggung terbuka yang besar itu tidak dipergunakan lagi dan di
bangun panggung baru yang lebih kecil di sebelah barat candi. Pembangunan panggung
terbuka yang lebih kecil yang hanya menampung 1000 orang itu di dasari atas pertimbangan,
bahwa sampai tahun 1980-an jumlah wisatawan panca negara yang berkunjung di
Yogyakarta hanya sedikit.
Di Indonesia terdapat beberapa versi wiracarita ramayana. Walaupun jelas, bahwa
wiracarita ini berasal dari india, namun sampai sekarang masih belum begitu jelas. Versi
india yang mana yang menjadi dasar dari ramayana Indonesia. Versi tertua yang pernah ada
di Indonesia yang masih dilestarikan di Bali adalah versi dalam jawa kunak, yaitu kakawin
Ramayana, yang merupakan puisi Jawa kuna yang paling panjang.
D. Gambyong Parfanom
Pura atau istana Mangkunagaran di Surakarta merupakan istana yang sangat produktif
dalam melahirkan karya-karya pertundjukan. Langendriyan, sebuah opara tari Jawa yang
ditarikan oleh penari wanita semuanya, tercipta di Istana Mangkunagaran pada tengah kedua
abad ke-19. Teknik tari yang banyak meminjam teknik tari Jawa gaya Yogyakarta, dilakukan
pula oleh putra mangkunagaran. Tari Gambyong yang merupakan penghalusan tari yang
dilakukan oleh penari teledek, dilakukan oleh putra Mangkunagaran. Bahkan, kettika
Mangkunagaran mengirim misi kesenian ke negara Belanda pada masa pemerintahan
Mangku Negara V.
Pada bab II pada bagian yang membicarakan seni pertunjukan yang berfungsi sebagai
hiburan pribadi telah dibahas secara agak panjang mengenai pertunjukan tayub. Pertunjukan
yang fungsi utamanya sebagai ritual kesuburan pernikahan dan pertanian ini, pada menjelang
tengah malam selalu berubah menjadi pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan pribadi
bagi kaun pria. Penampilan tayub sebagai hiburan pribadi ini hanya bisa terlaksana dengan
hadirnya teledek, yaitu penari wanita yang bertugas sebagai penghibur para pria yang ngibing
atau menari bersamanya. Dalam perkembanganya yang lebih kemudian gambyong menjadi
sebuah repertoar tari tunggal yang bisa pula ditampilkan dalam bentuk koreografi kelompok,
bahkan juga massal. Setelah diperhalus, namun gambyong yang berasal dari tari rakyat ini,
busananya masih tetap ditampilkan dalam busana yang cukup sederhana. Penari gambyong
hanya menggunakan kain pembalut tubuh bagian bawah dengan diberi lipatan-lipatan
dibagian depan, serta pembalut torso yang disebut dengan angkin yang masih
memperlihatkan sedikit bagian atas dari dadanya.
Ada sebuah tari gambyong yang lain daripada yang lain yaitu Gambyong Pareanom.
Nama gambyong in mengacu pada warna bendera Mangkunagaran yang memiliki warna
hijau dan kuning. Tanda gambyong dari Mangkunagara ini mekak yang merupakan busana
bagian atas sejenis strapless berwarna hijau, dan sampur atau selendangnya berwarna kuning.
Gambyong Pareanom telah dibekukan oleh Nyi Bei Mintararas pada tahun 1950 pada masa
pemerintahan Mangku Nagara VII (1944-1986) dan di pergelarkan pertama kalinya.
Tata busan Gambyong Pareanom dengan teledek banyak sama dengan cara mengenakan
kain penutup tubuh bagian bawah. Adapun bagian busana yang lain sangat berbeda. Bila
teledek menutup tonsonnya dengan menggunakan angkin, penari gambyong Pareanom
mengenakan mekak sejenis strapless. Apabila penari teledek hanya bersanggul dengan hiasan
sekadarnya, penari Gambyong Pareanom mengenakan jamang sebagai hiasan kepala seperti
yang dikenakan oleh penari serimpi gaya Mangkunagaran. Penari teledek hanya
menyampirkan sampur atau selendangnya di pundak kanan sedangkan penari Gambyong
Pareanom mengunakan sampurnya sekeliling perut dengan dikencangkan dengan sabuk
peunding. Kedua ujung sampai menggantung di depan tubuh bagian bawah sampai hampir
menyentuh lantai. Penari teledek hanya menggunakan gelang seadanya, sedangkan penari
Gambyong Pareanom mengenakan hiasan lengan bagian atas yang disebut kelat bahu.
Kalung dan sumping (hiasan telinga)yang biasa dikenakan penari serimpu juga dikenakan
oleh penari Gambyong Pareanom. Dari tata busana yang demikian ini, penampilan
Gambyong Pareanom sekilas tidak menunjukkan bahwa tari ini berasal dari tari rakyat.
Gerak-gerik tarinya masih jelas sekali mengambil perbendaharaan gerak-gerik tari yang biasa
dibawakan oleh penari teledek. Hanya bedanya, apabila penari teledek tampil dengan gaya
improvisasi serta menyanyi, penari gambyong Pareanom harus mematuhi kaidah-kaidah yang
telah ditentukan oleh koreografer yang menggarapnya serta tidak menyanyi Pura
Mangkunagaran dalam menyajikan pertunjukan wisata selalu dikemas dengan makam
malam.
Pusako Rumah Godang menyajikan empat bentuk kemasan pertunjukan wisata, yaitu
Daily Show, Reguler Show, Complete Show dan Saturday & Sunday Show. Kemasan
pertunjukan itu ditawarkan berdasarkan atas jumlah wisatawan mancanegara yang
berkumjung Daily Show yang secara harfiah berarti ‘Pertunjukan Harian’, diselenggarakan
kapan saja asal ada 10 sampai 14 orang wisatawan yang berkunjung.
Dari catatan program, acara kemasan pertunjukan wisata yang menampilkan tari
hanyalah diselenggarakan pada Saturday & Sunday Show dan Complete Show saja.
Pertunjukan untuk acara Saturday & Sunday Show diselenggarakan disebuah bangunan
khusus yang berbentuk teater arena tanpa dinding yang cukup megah dan modern.
Galombang
Limpapeh
Indang
Gadih Minang yang secara harfiah berarti 'Gadis Minang', merupakan tari wanita
kelompok yang digubah khusus oleh pusaka Roma Godang sebagai penambah variasi
penampilan. Tari ini menitikberatkan pada salah satu kegiatan para gadis Minangkabau, yaitu
menampih bareh atau 'menampih beras' untuk membuang kulit gabah padi yang baru saja
selesai ditumbuk.
Sampan bujana sentra merupakan sebuah wadah penyajian perpaduan antara pertunjukan
tari, nyanyi, musik instrumental, dan santap malam. Wadah sajian wisata yang didirikan oleh
Sampan Hismanto S., seorang penari Jawa gaya Surakarrta yang syarat dengan pengalaman.
Tari piring pada beberapa negeri dipertunjukan pada berbagai upacara adat, seperti misalnya
Batagak Pangulu, setelah panen usia perhelatan perkawinan, kitanan, turun mandi, dan
sebagainya. Tari ini selalu ditampilkan dalam koreografi kelompok berpasangan, bisa hanya
dilakukan oleh 2 orang penari sampai dengan 10 orang penari konon, dahulu tari purung apa
bila dipertunjukan untuk meramaikan sebuah upacara dipertunjukan pada malam hari, dari
pukul 2000-04.00 pagi keesok paginya.
Zapin
Tari zapin merupakan tari gaya melayu yang terdapat disemua wilayah yang dihuni oleh suku
melayu, seperti riau, minang kabau, daerah pantai kalimanta, brunei, malaisya, pakanjuka
bahkan juga jakarta. Istilah zapin ada yang menapakkan berasal dari kata zaf fa atau zafana.
Tari yang konon berasal dari daerah arab ini rupanya selalu dikaitkan dengan perkawinan.
Kata zafa berarti ‘menuntun pengantin wanita menuju ke pengantin’, zafa berarti
‘perkawinan’, dan zafa berarti ‘tari yang dipersembahkan pada upacara perkawinan’.
Tari sapu tangan yang selalu ditampilkan sebagai akhir repertoar tari merupakan tari
pergaulan yang disajikan pada reguler sow dan complete sow. Para penari wanita dan pria
pada bagian awal penari dalam geografi kelompok, masing-masing membawa selembar sapu
tangan ditangan kanan mereka. Setelah menari sejenak mereka secara berpasangan menari
berpasangan diantara mereka sendiri. Setelah itu barulah para penari mengundang para
wisatawan untuk berjoget bersama.
Limpape
Kata limpape berasal dari Sumatra Barat lazim dipergunakan untuk menyebut gadis minang
kabau yang dianggap sebagai penyemarap ramah godang. Artian itu bisa dicermati pada
ungkapan dalam bahasa minang kabau yang berbunyi ‘limpape rumah nan gadang’, yang
secara harfiah berarti ‘gadis minangkabau penyermarak rumah gadang’.
Indang
Indang adalah sebuah rebana kecil yang selalu mewarnai tari indang yang berasal dari daerah
pariyaman. Koreografi kelompok yang dibawakan oleh 7 penari wanita ini selalu melakukan
gerak-gerak dalam posisi duduk.
Gadih Minang
Gadih minang yang secara harfiah berarti ‘gadis minang’, merupakan tari wanita kelompok
yang diubah khusus oleh pusako rumah godang sebagai penambah variasi penampilan. Tari
ini menitik beratkan pada salah satu kegiatan para gadis minangkabau, yaitu menampih bareh
atau ‘menampih lares’ untuk membuang kulit gabah padi yang baru saja ditumbuh.
Tari Piring
Tari piring yang ditampilkan pada pusako rumah godang yang dibawakan oleh 6 atau 8
penari putra dan putri ini adalah kreasi Syaiful Erman, yang berbeda dengan tari piring
tradisional, yang dikenal dengan istilah alek pauleh randah. Pada upacara ini kehadiran
seorang penghulu dari negeri lain harus disambut dengan lumabek tuan rumah. Ketik
rombongan penghulu tamu yang juga membawa lambek tiba, harus diperagakan adu
keterampilan anatar lambek tamu dan lambek tuan rumah.
Istilah lambek berasal dari 2 kata yaitu, lalu yang berarti ‘serang’ dan ambek yang berarti
‘tangkis’. Pertunjukan ini memang terpusat pada gerak-gerak penyerang dan penangkis, yang
merupakan inti gerak pencak silat di minangkabau.
Pasombahan
Pasombahan atau pasambahan, yang secara harfiah berarti ‘tari persembahan’, sebenarnya
merupakan koreografi yang tidak jauh berbeda dengan gelombang atau ‘tari selamat datang’
tersebut diatas. Perbedaannya hanya terletak pada lantai pentas yang sedikit menyebabkan
adanya perubahan dalam pola lantai.
Dalam upacara alek paule tinggi, tuan rumah atau penyelenggara acara itu harus menyiapkan
sekelompok penari gelombang rumah yang di sebut sipangka, yang harus menyambut
gelombang tamu. Gelombang tuan rumah yang juga disebut sebagai majo kayo merupaka
gelombang menanti kedatangan gelombang tamu yang disebut maju lelo.
DAFTAR PUSTAKA