Anda di halaman 1dari 2

Jenis-jenis Tari Banjar

Bagandut
Jenis tari tradisional berpasangan yang pada masa lampau merupakan tari yang
menonjolkan erotisme penarinya mirip dengan tari Tayub di Jawa dan Ronggeng
di Sumatra. Gandut artinya tledek/penari primadona (Jawa).

Tari Gandut ini pada mulanya hanya dimainkan di lingkungan istana kerajaan, baru pada
kurang lebih tahun 1860-an tari ini berkembang ke pelosok kerajaan dan menjadi jenis
kesenian yang disukai oleh golongan rakyat biasa. Tari ini dimainkan setiap ada keramaian,
misalnya acara malam perkawinan, hajad, pengumpulan dana kampung dan sebagainya.

Gandut merupakan profesi yang unik dalam masyarakat dan tidak sembarangan wanita
mampu menjadi Gandut. Selain syarat harus cantik dan pandai menari, seorang Gandut
juga wajib menguasai seni bela diri dan mantra-mantra tertentu. Ilmu tambahan ini sangat
penting untuk melindungi dirinya sendiri dari tangan-tangan usil penonton yang tidak sedikit
ingin memikatnya memakai ilmu hitam. Dahulu banyak Gandut yang diperistri oleh para
bangsawan dan pejabat pemerintahan, disamping paras cantik mereka juga diyakini
memiliki ilmu pemikat hati penonton yang dikehendakinya. Nyai Ratu Komalasari, permaisuri
Sultan Adam dulunya adalah seorang penari Gandut yang terkenal.

Pada masa kejayaannya, arena tari Gandut sering pula menjadi arena persaingan adu
gengsi penonton lelaki yang ikut menari. Persaingan ini bisa dilihat melalui cara penonton
lelaki tersebut mempertontonkan keahlian menari dan besarnya jumlah uang yang
diserahkan kepada para Gandut.

Tari Gandut sebagai hiburan terus berkembang di wilayah pertanian di seluruh Kerajaan
Banjar, dengan pusatnya di daerah Pandahan, Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin.

Pada tahun 1960-an tari Gandut sudah tidak berkembang lagi. Kesadaran masyarakat
menjalankan syariat agama merupakan menurunkan daya tarik kesenian ini diiringi
gempuran jenis kesenian modern lainnya. Sekarang Gandut kadang masih dimainkan tetapi
tidak lagi sebagai tarian aslinya, melainkan hanya sebagai pengingat dalam pelestarian
kesenian tradisional Banjar.

Baksa DadaP
Merupakan salah satu jenis tari klasik Banjar yang disebutkan dalam Hikayat Banjar. Tarian
ini masih dipertunjukkan di keraton Banjar menurut laporan orang-orang Belanda yang
mengunjungi keraton Banjar terakhir. Dalam mempersembahkan tarian ini para penari
memegang busur dan anak panah yang dipanggil dadap.[1] Mereka melompat dengan
senjata ini, sambil mengangkat sebelah kaki, bergerak dengan amat cepat, seolah-olah
mereka terpaksa mempertahankan diri dari serangan yang datang dari semua sudut.[2][3]

Baksa Hupak
Merupakan salah satu jenis tari klasik Banjar yang disebutkan dalam Hikayat Banjar.

Baksa Kembang
Seorang penari baksa kembang
Merupakan jenis tari klasik Banjar sebagai tari penyambutan tamu agung yang datang
ke Kalimantan Selatan, dan sering dibawakan oleh para putri bangsawan di lingkungan
keraton Banjar untuk menghibur keluarga keraton dan menyambut tamu agung seperti raja
atau pangeran. Tarian ini bercerita tentang seorang gadis remaja yang sedang memetik
bunga kemudian dirangkai menjadi rampaian kembang bogam yang mereka bawa
bergembira ria sambil menari dengan gemulai. Meskipun sebenarnya tari ini merupakan tari
tunggal, namun dapat dimainkan oleh beberapa penari wanita dalam jumlah ganjil.

Lambat laun tarian ini menyebar ke rakyat Banjar dan dibawakan oleh galuh-galuh/remaja
putri Banjar. Setelah tarian ini memasyarakat di Tanah Banjar, tarian ini selalu ditampilkan
untuk menyambut tamu pejabat-pejabat negara dalam perayaan hari-hari besar daerah atau
nasional. Tari ini juga dipertunjukkan pada perayaan pengantin Banjar atau hajatan sebagai
bentuk penghormatan kepada para tamu.

Tarian ini memakai persembahan berupa sepasang kembang Bogam; yaitu rangkaian
kembang mawar, melati, kantil dan kenanga. Kembang bogam ini akan dihadiahkan kepada
tamu pejabat dan istri, setelah tarian ini selesai ditarikan.

Penari Baksa Kembang memakai mahkota bernama Gajah Gemuling yang ditatah oleh
kembang goyang, sepasang kembang bogam ukuran kecil yang diletakkan pada mahkota
dan halilipan, yaitu seuntai anyaman dari daun kelapa muda.

Tarian ini diiringi seperangkat tetabuhan atau gamelan dengan irama lagu yang sudah baku
yaitu lagu Ayakan dan Janklong atau Kambang Muni. Tarian Baksa Kembang ini di dalam
masyarakat Banjar ada beberapa versi, ini terjadi karena setiap generasi mempunyai gaya
tersendiri namun masih satu ciri khas sebagai tarian Baksa Kembang, seperti Lagureh,
Tapung Tali, Kijik, Jumanang.

Pada tahun 1990-an, Taman Budaya Kalimantan Selatan berinisiatif mengumpulkan pelatih-
pelatih tari Baksa Kembang dari segala versi untuk menjadikan satu Tari Baksa Kembang
yang baku. Setelah ada kesepakatan, maka diadakanlah workshop Tari Baksa Kembang
dengan pesertanya perwakilan dari daerah Kabupaten dan Kota se-Kalimantan Selatan.
Walaupun masih ada yang menarikan Tari Baksa Kembang versi yang ada namun hanya
berkisar pada keluarga atau lokal, tetapi dalam lomba, festival atau misi kesenian keluar dari
Kalimantan Selatan harus menarikan tarian yang sudah dibakukan.

Anda mungkin juga menyukai