Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pernafasan terdiri dari inspirasi dan ekspirasi, insprasi akan
mengekspansikan rongga dada, menurunkan tekanan di dalam alveoli paru
sehingga tekanan atmosfer dapat memaksa udara masuk. Ekspirasi
menekan alveoli untuk memaksa udara keluar, didala pernafasan biasanya
terjadi suatu masalah pernafasan seperti gagal nafas.
Gagal nafas adalah masalah yang relatif yang sering terjadi, yang
biasanya, meskipun tidak selalu, merupakan tahap akhir dari penyakit
kronik pada sistem pernafasan. Keadaan ini semakin sering di temukan
sebagai komplikasi dari trauma akut, septikemia, atau syok. Gagal napas,
seperti halnya kegagalan pada sistem organ lainya, dapat di kenali
berdasarkan gambaran klinis atau pemeriksaan laboratorium.
Salah satu penyebab gagal napas yang sering muncul yaitu
disebabkan adanya benda asing yang menyumbat saluran pernapasan.
Saluran pernapasan atas dapat tersumbat oleh benda-benda asing yang
terjebak dilaring, yang superior terhadap pita suara. Penderita menjadi
sulit untuk bernapas dan akan sianosis , khususnya diwajah dan leher.
Karena pengenal diri opstruksi jalan pernapasan merupakan kunci
penata laksanaan yang berhasil, opstruksi jalan pernapasan pada parsial
maupun lengkap dapat disebabkan oleh benda asing. Pada opstruksi
saluran pernapasan parsial penderita dapat mengeluarkan partikel ini
dengan batuk jika ada pertukaran udara yang baik. Jika pertukaran udara
buruk, tandanya akan batuk lemah tidak efektif, bunyi bernada tinggi dan
inspirasi, peningkatan kesulitan pernapasan dan kemungkinan sianosis.
Pada opstruksi saluran pernapasan yang lengkap, pasien tidak sanggup
berbicara, bernapas atau batuk ia bisa mengenggam lehernya.

1
B. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan sistem pernapasan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian gagal napas
3. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi gagal napas
4. Mahasiswa mampu menjelaskan epiologi gagal napas
5. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi gagal napas
6. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien
gagal napas

C. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada pasien
gagal napas?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi Paru-paru

a. Rongga Hidung
Rongga hidung terdiri atas:
1) Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa proteksi
2) Dalam rongga hidunmg terdapat rambut yang berperan sebagai
penapis udara.
3) Struktur konka yang berrfungsi sebagai produksi terhadap udara
luar karena strukturnya yang berlalapis.

3
4) Sel silia yang berperan untuk melempaarkan benda asing keluar
dalam usaha membersihkan jalan napas.

Rongga hidung dimulai dari vestibulum,yakni pada bagian anterior


kebagian posterior yang berbatasan dengan naso faring. Rongga
hidung terbagi atas dua bagian,yakni secara longitudinal oleh septum
hidungdan secara transversal konka superior, medialis dan inferior.

b. Rongga Mulut
Pada bagaian atas berbatasan dengan labium, palatum durum dan
palatum mole, sedangkan pada bagian belakangnya berbatasan
dengan orofaring.peranananya sebagai pengunyah makanan
dikarenakan terdapatnya gigi geligi,berbagai kelenjar ludah yang
mengandung enzim pitialin.peranannya hanya dalan bersuara atau
tersumbatnya rongga hidung/.
c. Faring
Merupakan bagian belakang dari rongga hidung dan rongga mulut.
Terdiri dari (bagian yang berbatasan dengan rongga hidung),
orofaring (bagian yang berbatasan dengan rongga mulut), dan
hipofaring
(bagian yang berbtasan dengan laring), diyakini bagian diamana
pemisahan antara udara dan makanan terjadi.
d. Laring
Walaupun fungsi utamanya adalah sebagai alat suara, akan tetapi
diadalam saluran pernapasan fungsinya adalah sebagai jalan udara,
oleh karena cela suara diantara pita suara berfungsi sebagai pelindung
dari jalan udara.
e. Trakea
Trakea merupakan suatu cincin tulang rawan yang tidak lengkap(U-
shapped) dimana pada bagian belakangnya terdiri dari 16-20 cincin
tulang rawan. Panjang trakea kira-kira 10 cm, tebalnya 4-5 mm,
diameternya lebih kurang 2,5 cm, dan luas permukaannya 5 cm.
lapisan trakea terdiri dari mukosa, kelenjar, submukosa, dan di

4
bawahnya terdapat jaringan otot yang terletak pada bagian depan yang
menghubungkan kedua bagian tulang rawan. Diameter trakea ini
bervariasi pada saat inspirasi dan ekspirasi.
f. Bronkus Utama
Bronkus merupakan suatu struktur yang terdapat didalam
mediastinum. Bronkus juga merupakan percabangan dari trakea yang
membentuk bronkus utama kiri dan bronkus utama kanan. Panjangnya
lebih kurang 5 cm, diameternya 11-19 cm, dan luas penampangnya
3,2 cm. percabangan dari trakea sebelum masuk ke mediastinum di
sebut dengan bifurkasi dan sudut tajam yang dibentuk oleh
percabangan ini disebut karina.
g. Bronkus Lobaris
Bronkus lobaris merupakan percabangan dari bronkus utama.
Bronkus utama kanan mempunyai tiga percaabangan,yakni superior,
medilis, dan inferior, sedangkan bronkus utama kiri bercabang
menjadi bronkus lobaris superior dan bronkus lobaris inferior.
Diameter dari bronkus lobaris adalah 4,5-11,5 mmdengan luas
penampang 2,7 cm.

2. Fisiologi Gagal Napas


Fungsi primer dari system pernapasan adalah untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan dan membuang karbondioksida. Untuk mencapai
tujuan ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat peristiwa fungsional
pertama, yaitu ventilasi paru (masuk dan keluarnya udara antara atmosfer
dan alveoli paru), difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan
darah, transport oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan
tubuh ke dan dari sel,dan pengaturan ventilasi dan hal-hal ini lain dari
pernapasan.
Ventilasi merupakan suatu proses perpindahan masa udara dari luar tubuh
ke alveolidan pemerataan distribusi udara kedalam alveoli.

5
B. KONSEP PENYAKIT
1. Defenisi
Gagal nafas adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak cukup
masuk dari paru-paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan
otak, membutuhkan darah yang kaya oksigen untuk bekerja dengan
baik.Gagal napas merupakan kondisi di mana kadar oksigen yang masuk
ke dalam darah melalui paru sangatlah rendah.
2. Aspek Epidemiologi.
Ditinjau dari segi epidemilogi, karena sejumlah penyebab yang
mendasari berkontribusi untuk itu, kegagalan pernapasan merupakan
penyebab umum dan utama penyakit kematian. Ini adalah penyebab
utama kematian akibat pneumonia dan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Selain itu, ia juga merupakan penyebab utama kematiandi
banyak penyakit neuromuskuler, seperti Lou Gehrig Penyakit
( amyotrrophic lateral sclerosis atau ALS), karena penyakit in
melemahkan otot-otot pernapasan, membuat mereka tidak mampu
mempertahankan pernapasan. Studi Epidemiologi menunjukkan bahwa
kegagalan pernapasan akan menjadi lebih umum sebagai penduduk usia,
meningkat sebanyak 80% dalam 220 tahun ke depan.
3. Etiologi
Etiologi gagal napas sanagt beragam tergantung jenisnya gagal
napas dapat disebabkan oleh kelainan paru, jantung,dinding dada otot
pernapasan, atau medulla oblongata.
Beberapa mekanisme timbulnya gagal nafas pada beberapa
penyakit adalah sebagai berikut:
a. Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( Ppok) Dan AsmA
Kerusakan jaringan paru pada PPOK seperti penyempitan saluran
napas,fibrosis, destruksi parenkim membuat area pemukaan alveolar
yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu menurun,
membuat terganggunya difusi O2 dan eliminasi CO2

6
b. Pneumonia
Mikroorganisme pada pneumonia mengeluarkan toksin dan memicu
reaksi inflamasi dan mensekresikan mucus. Mucus membuat area
permukaan alveolar yang kintak langsung dengan kapiler paru secara
kontinu menurun, membuat terganggunya difusi O2 dan eleminasi
CO2
c. Tumor paru
Tumor paru dapat menyebabkan obstruksi jalan napas membuat
ventilasi dan perfusi tidak adekuat.
d. Pneumothoraks
Pneumotoraks adalah keadaan darurat medis dan terjadi ketika
tekanan intrapleural melebihi tekanan atmosfi. Pada respirasi normal,
ruang pleura memiliki tekanan negative. Saat dinding dada
mengembang keluar, ketenggan permukaan antara pleura parietal dan
fiseral menyebabkan paru-paru mengembang keluar.
4. Patofisiologi
Gagal napas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan kronis

diamana masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal

nafas akut adalah gagal nafas yan g timbul pada pasien yang parunya

normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit

timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan

penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik. Mekanisme gagal nafas

menggambarkan ketidak mampuan tubuh untuk melakukan

oksigenesasi dan ventelasi dengan adekuat yang ditandai oleh ketidak

mampuan sistem repirasi dalam memasok oksigen yang cukup atau

membuang karbon dioksida. Pada gagl nafas terjadi peningkantan

parsial karbon dioksida anteri (PaCO2) lebih besar dari 50mmHg.

Tekanan parsial oksigen anteri (PaO2) kurang dari 60mmHg, Atau

7
kedua-duanya. Hiperkabia dan hipoksia mempunyai konsenkuensi yang

berbeda. Peningkatan PaCO2 tidak mempengaruhi metabolisme normal

kecuali bila sudah mencapi kadar kadar ekstrim (>90mmHg). Diatas

kadar tersebeut hiperkapnia dapat menyebabkan depresi susuna saraf

pusat dan henti nafas. Untuk pasien kadar PaCO2 rendah, konsekuensi

yang lebih berbahaya adalah gagal nafas baik akut maupun

kronis.hipoksemia akut terutama bila disertai curah janting yang rendah

sering berhubungan dengan hipoksia jaringan dan resiko henti jantung.

Hipoventilasi ditandai oleh laju pernafasan yang rendah dan nafas yang

dangkal, bila PaCO2 normal atau 40mmHg penurunan ventelai yang

sampai 50% akan meningkatkan PaCO2 sampai 80mmHg, dengan

hipoventilasi, PaCO2 akan turun kira-kira dengan jumlah yang sama

dengan peningkatan PaCO2 kadang, pasien pertanda retensi CO2 dapat

mempunyai saturasi oksigen mendekati normal.

Difungsi paru penyebab gagal nafas bila pasien yang mempunyai

penyakit paru tidak dapat menunjang petukaran gas normal melalui

pertukaran ventelasi. Anak yang mempunyai gangguan pada ventelasi

pirau biasanya dapat memperthankan PaCO2 normal pada saat penyakit

paru memburuk hanya melalui penambahan laju pernapasan saja.

Reternasi CO2 terjadi pada penyakit paru hanya bila pasien sudah tidak

bisa lagi mempertahankan laju pernapasan yang diperlukan, biasanya

karena kelebihan otot.

8
5. pathway

9
6. Manifestasi Klinis
a. Gagal Napas Hipoksemia
Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukan nilai
normal atau rendah. Gejala yang timbul merupakan campuran
hipoksemia arteri dan hipoksia jaringan, antara lain:
1) Dispneu (takipneu, hivepentilasi)
2) Perubahan setatus mental, cemas, bingung, kejang, asidosis
laktat.
3) Sinosis di distal dan sentral (mukosa, bibir).
4) Peningkatan simpatis,taki kardia, diaphoresis, hipertensi.
5) Hipotensi, bradikardia, iskemia miokard, infark, anemia,
hingga gagal jantung dapat terjadi pada hipoksia berat.
b. Gagal Napas Hiperkapnia
Kadar PCO2 yang cukup tinggi di dalam alveolus
menyebabkan pO2 alveoulus dari arteri turun. Hal tersebut dapat
disebabakan oleh gangguan di dinding dada, otot pernapasan, atau
batang otak.
7. Klasifikasi gagal nafas
Gagal nafas tipe I adalah kegagalan paruh untuk
mengoksigenasi darah, ditandai dengan PaO2 menurun dan PaCO2
normal atau menurun. Gagal napas tipe I ini terjadi pada kelainan
pulmoner dan tidak di sebabkan oleh kelainan ekstrapulmoner.
Mekanisme terjadi hipoksemia terutama terjadi akibat :
a. Gangguan ventilasi atau perfusi (V/Q mismatech), terjadi bila
darah mengalir ke bagian paru yang ventilasinya buruk atau
rendah.
b. Gangguan difusi yang di sebabkan oleh penembalan membrane
alveolar atau pembentukan cairan intersitial pada sambungan
alveolar-kapiler.
c. Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area
paru-paru yang tidak perna mengalami ventilasi.

10
Gagal napas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk
mengeluarkan CO2 pada umumnya di sebabkan oleh kegagalan
ventilasi yang di tandai dengan retensi CO2 (peningkatan PaCO2 atau
hiperkapnia) disertai dengan penurunan PH yang abnormal dan
penurunan PaO2 atau hipoksemia. Kegagalan ventilasi biasanya di
sebabkan oleh hipoventilasi katrenakelainan ekstra pulmonal.
Hiperkapnia yang terjadi karena kelainan ekstra pulmonal dapat di
sebabkan karena :

1) Penekanan dorongan pernapasan sentral .


2) Gangguan pada respon ventilasi.
8. Penatalaksanaan
a. Tahap I
Pemberian oksigen, untuk mengatasi hipoksemia, cara pemberian
oksigen bergantung FiO2, yang di butuhkan. Masker rebreating dapat
di gunakan jika hopoksemia disertai kadar PaCO2 rendah.
Berikuit ini nilai FiO2 tiap cara pemberian :
1) Nasal kanul. : FiO225-50 % dengan oksigen 1-6 L/menit
2) Simple mask : FiO2 30-50% dengan oksigen 6-8 L/menit
3) Masker non rebreathing : FiO2 60-90 % dengan oksigen 15
L/menit
b. Tahap II
1) Pemberian bronkodilator parenteral
2) Pemberian kortikostiroid
c. Tahap III
1) Stimulasi pernapasan
2) Minitrakeostomi dan instubasi trakeal dengan indikasi :
diperlukan ventilasi mekanik namun disertai retensi seputum dan
dibutuhkan suction trakeobronkial; melindungi dari aspirasi;
mengatasi obstruksi saluran napas atas.

11
d. Tahap IV
1) Pemasangan ventilasi mekanik
2) Indikasi ventilasi mekanik: operasi mayor, gagal napas ; koma;
pengendalian TIK; post-operatif; penurunan laju metabolik;
keadaan umum kritis.
9. Komplikasi gagal napas
a. Paru
Yaitu emboli paru, fibrosis dan komplikasi skunder penggunaan
ventilator.
b. Kardiovaskular
Komplikasi yang serin terjadi pada gagal napas akut adalah
hipotensi, menurunnya kardiak output, aritmia, perikarditis dan
infark miokard akut.
c. Infeksi
Infeksi nasokomial sering terjadi, seperti pneumonia dan infeksi
saluran kemih.
d. Ginjal
Gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
e. Nutrisi
1) Malnutrisi akibat nutrisi enteral dan parenteral
2) Komplikasi akibat nasogastric tubes yaitu distensi lambung dan
diare
3) Komplikasiakibat nutrisi parenteral dapat berupa infeksi,
ataupun komplikasi metabolik (hipogelikimia,
ketidakseimbangan elektrolit).

12
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak napas
atau peningkatan frekuensi napas. Secara umum klien perlu dikaji
tentang gambaran secara menyeluruh apakah klien tampak takut,
mengalami sianosis, dan apakah tampak mengalami sianosis, dan
apakah tampak mengalami kesukaran bernapas? Keadaan tersebut
mungkin dapat membahayakan jiwa klien.
Perlu diperhatikan juga, apakah klien berubah menjadi sensitif dan
cepat marah (irritability), tampak bingung (confusion), atau
mengantuk (somnolent). Yang tidak kalah penting ialah kempuan
orientasi klien akan tempat dan waktu. Hal ini perlu diperhatikan
karena fungsi paru akut dan berat dan beratsering direfleksikan
dalam bentuk perubahan status mental. Sealain dari itu, gangguan
kesadaran sering pula dihubungkan dengan hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidemia karena gas beracun.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Kesulitan bernapas tampak dala perubahan iramadan frekuensi
pernapasan 16-20 x/menit denagan amplitudo yang cukup
besar, sehingga menghasilkan volume tidal sebesar 500 ml.
Jika seseorang bernapas lambat dan dangkal, itu menunjukan
adanya depresi pusat pernapasan. Penyakit akut paru sering
seringenunjukan frekuensi pernapasan lebih dari 20 x/menit
atau karena penyakit sistemikseperti sepsis, perdarahan, syok,
dan gangguan metabolik seperti diabetes melitus.
Adanya tanda sianosis masih sukar ditentukan, bila saturasi
oksigen darah arteri belumdi bawah 80% atau bila tekanan
parsial oksigen darah arteri di bawah 50 mmHg. Sianosis tipe
sentral dapat dilihat dari perubahan warna mukosa yang
semula kemerahan menjadi kebirruan terutama pada mukosa

13
pipi,bawah lidah, dan bibir sebelah dalam. Sianosis tipe sentral
baru timbul bila di dapatkan reduced Hb paling sedikit 5
gram/100 ml, dan pada anemia berat, sianosis sukar
ditentukan. Sianosis tipe perifer terjadi karena sirkulasi darah
buruk serta hasil ( output ) yang rendah, ditandai dengan
adanya warna kebiruan pasa kuku disertai akral dingin.
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat
karena merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat
gangguan pertukaran gas. Penting untuk diperhatikan, simetri
hemithoraks ( simetris/tidak ) pada saat bergerak maupun saat
diam. Trakhea berada di tengah atau mengalami deviasi dan ke
arah mana deviasinya. Pada keadaan normal, trakhea terletak
di tengah. Bila terjadi deviasi, berarti ada pendorongan atau
penarikan yang disebabkan suatu proses di paru.
Hemithoraks asimetris mungkin disebabkan oleh hidrothoraks,
pneumothoraks, atau mungkin karena terjadi hiperinflasi
regional. Hemithoraks asimetris dapat pula disebabkan oleh
atelektasis sehingga volume paru berkurang atau mengalami
fibrosis regional. Perawat harus memerhatikan gerakan otot
pada saat respirasi. Apakah otot pernapasan sekunder ikut aktif
bekerja dan adakah tanda-tanda kelelahan dari otot pernapasan.
2) Palpasi
Perawat harus memerhatikan adanya pelebaran ICS dan
penurunan taktil fremitus yang menjadi penyebab utama gagal
napas.
3) Perkusi
Perkusi yang dilakukan oleh perawat dengan cermat dan
saksama membuatnya dapat menemukan daerah redup-daerah
dengan suara napas melemah-yang disebabkan oleh penebalan
pleura, efusi pleura yang cukup banyak, dan hipersonor, bila
didapatkan pneumothoraks atau emfisema paru.

14
4) Auskultasi
Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah ada bunyi napas
tambahan seperti wheezing dan ronkhi serta untuk menentukan
dengan tepat lokasi yang di dapatdari kelainan yang ada.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Analisa gas darah arteri
Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk menentukan
adanya asidosis respiratorik dan alkolasi respiratorik, serta
untuk mengetahui apakah klien mengalami asidosis metabolik,
alkalosis metabolik, atau keduanya pada klien yang sudah lama
mengalami gagal napas. Selain itu, pemeriksaan ini juga sangat
penting untuk mengetahui oksigenasi serta evaluasi kemajuan
terapi atau pengobatan yang diberikan terhadap klien.
2) Radiologi
Berdasarkan pada foto thoraks PA/AP dan lateral serta
fluoroskopi akan banyak data yang di peroleh seperti terjadinya
hiperinflasi, pneumothoraks, efusi pleura, hidropneumothoraks,
sembab paru, dan tumor paru.
3) Pengukuran fungsi paru
Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada
tidaknya gangguan obstruksi dan restrisi paru. Nilai normal
untuk FEV1>83% prediksi. Ada obstruksi bila FEV1<70% dan
FEV1/FVC lebih rendah dari nilai normal. Jika FEV1 normal,
tetapi FEV1/FVC sama atau lebih besar dari nilai normal,
keadaan ini menunjukkan ada restriksi.
4) Elektrokardiogram ( EKG )
Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang
ditandai dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan
II, III, dan Avf, serta jantung yang mengalami hipertrofi
ventrikel kanan. Iskemia dan aritmia jantung sering dijumpai
pada gangguan ventilasi dan oksigenasi.

15
5) Pemeriksaan sputum
Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan.
Jika perlu lakukan kultur dan uji kepekaan terhadap kuman
penyebab. Jika dijumpai ada garis-garis darah pada sputum
( blood sreaked ), kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis,
bronkhiektasis, pneumonia, TB paru, dan keganasan. Sputum
yang berwarnamerah jambu dan berbuih ( pink frothy ),
kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk sputum yang
mengandung banyak sekali darah ( grossy bloody ), lebih
sering merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan
paru.
2. Diagnosis keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan
aliran udara ke alveoli atau ke bagian utama paru. Hal lain yang
terjadi adalah perubahan membran alveoli ( atelektasis, edema
paru,efusi, sekresi berlebihan, dan peredaran aktif ).
2. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan
peningkatan jumlah/perubahan mukus/viskositas yang berhubungan
dengan kelemahan umum sekunder dan peningkatan laju
metabolisme.
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan umum
sekunder dan peningkatan laju metabolisme.
4. Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, peningkatan
metabolisme, dan proses keganasan.
5. Cemas yang berhubungan dengan ketakutan/ancaman akan
kematian, tindakan diagnostik, dan penyakit kronis.
3. Rencana intervensi
Intervesi untuk klien masuk pada jalur kritis keperawatan yang
bertujuan agar pertukaran gas kembali optimal, sehingga masalah
hipoksemia dan hiperkapnea dapat di atasi, baik secara intervens

16
keperawatan fungsional maupun dengan penatalaksanaan dengan
pengguanaan ventilator.

D. TERAPI KOMPLEMENTER
Jaringan sangat membutuhkan oksigen untuk meneruskan
kehidupan. Pengiriman tergantung pada ventilasi yang memadai,
pertukaran gas, dan distribusi peredaran darah. Jaringan hipoksia terjadi
dalam menit kegagalan dari setiap sistemini karena cadangan oksigen
dalam jaringan dan paru-paru yang relatif kecil. Dengan demikian terapi
oksigen yang dapat didefinisikan sebagai pengobatan yang menyediakan
anda dengan oksigen ekstra untuk tubuh anda perlu bekerja dengan baik
akan diberikan dalam menghadapi kegagalan dalam pernapasan sejak
kegagalan pernapasan di bagi menjadi dua jenis, sehingga oksigen yang
diberikan melalui ventilasi mekanik yang dapat dibahagi lagi menjadi dua,
ventilasi invasif dan ventilasi noninvasif.

E. PENCEGAHAN
1. Pencegahan primer

Pencegahan primer merupakan upaya yang di lakukan pada


orang yang mempunyai resiko agar tidak terjadi gagal napas. Orang
yang berisiko tinggi untuk mengalami gangguan paru-paru adalah
hipoventilasi, adanya trauma pada lesi batang penyakit paru-paru
lainnya. Pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah:

a) Mengatur pola konsumsi protein


b) Sedikit mengonsumsi garam. Pola konsumsi garam yang tinggi
akan meningkatkan ekskresi kalsium dalam air kemih yanng dapat
menumpuk dan membentuk kristal.
c) Mengurangi makanan yang mengandung kolestrol tinggi
Pencegahan primer merupakan upaya untuk
mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah
orang yang sehat menjadi sakit. Tujuan dari pencegahan primerr
adalah untuk menngurangi insidensi penyakit dengan cara
mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor
resikonya:

17
a) Kebiasaan merokok harus dihentikan
b) Memakai alat pelindung seperti masker di tempat kerja(pabrik)
yang terrdapat asap mesin dan debu
c) Membuat corong asap di rumah maupun di tempat kerja ( pabrik)
d) Pendidikan tentang bahaya-bahaya yang di timbulkan.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan untuk
mencegah orang yangg telah sakit agar sembuh, menghambat
progresifitas penyakit da mennghindarkan komplikasi. Pencegahan
seekuder dapat di lakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini
dan pengobatan secara cepat dan tepat.
Tujuan pecegahan sekunder adalah unrtuk meengobati penderita
dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit yaitu
melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan
a) Diagnosis dini
Untuk menetapkan diagnosis dini pada pasien adalah
denggen pemeriksaan faal paru, radiologis, analisis gas darah, dan
difisiensi AAT.
1) Pemeriksaan FAAL paru
Faal paru adalah pemeriksaan untuk mengetahui apakah
seseorang mempunyai Faal paru yang normal atau mengalami
gangguan. Faal paru seseorang meningkat mulai sejak di
lahirkan sampai mencapai nilai maksimal pada umuur antara
19-21 tahun, kemudian menurun secara perlahan. Pemeriksaan
Faal paru sanggat berguna untuk menunjang diagnosa penyakit,
melihat laju perjalanan penyakit, evaluasi pengobatan, dan
menentukan prognosis penyakit.
2) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto dadah sanggat membantu dalam
menegakkan atau menyokong diagnosis dan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain. Pada emfisema gambaran yang paling
dominan adalah radiolusen paru yang bertambah, dan
pembuluh darah paru mengalami penyempitan atau
menghilang. Selain itu dapat juga ditemukan pendataran
diafarma dann peembesaran pembuluh darah retrostemar.
3) Pemeriksaan Analisis Tes Darah
Pemeriksaan in di lakukan pada pasien-pasien dengan
nilai Vepi>40% rediksi, pasien dengan gagal jatung kanan serta
pasien yang secara klinis di curigai adanya gagal nafas. Di
katakan adanya gaga;l nafas apabila dari analisis gas darah di
dapat nilai tekanan parsial O2 ( PaO2) kurang dari 60 mmHg

18
dengan atau tanpa adanya peningkatan tekanan parsial CO2
(PaCO2) lebih dari 45 mmHg.
4) Pemeriksaan Defisiensi Alfa-1Antitripsin (AAT)
Pemerikssaan dilakukan dengan skrining dengan adanya
defisiensi alfa-1 antitripsin pada pasien yang mengalami PPOK
sebelum berusia 45 tahun atau pasien dengan riwayat keluarga
PPOK. Pemeriksaan kadar AAT di dalam darah dengan metode
Imuno-tuberdimetri. Nilai normal AAT adalah 200-400
mg/100cc. 7 kadar di bawah 20% dari nomal menunjukkan
bahwa pasien homozigot defisiensi AA. Kadar diatas 20%
tidak ada pengruhnya terhadap perkembangan PPOK.
b) Pengobatan
Adapun pemberian pengoobatan terhadap penderita PPOK
meliputi: bronkodilator, kortikostreoid, antibiotik, pemberiann
oksigen dan pembedahan.
1) Bronkodilator
Bronkodilator adalah obat utama ddalam penatalaksaan
PPOK. Bronkodilator utama pada PPOK adalah agonis beta-2
antikolinorgik, teofilin atau kombinasi oabat tersebut.
2) Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid inhalasi secara reguler hanya
boleh diberikan pada pasien yang telah terctat dari hasil
spirometri berespon terhadap steroid, attau pada pasien
VEPII<50%,9 Dapat juga diberikan dalam bentuk oral dengan
dosis tunggal prednison 40mg/hari paling sedikiit selama 2
minggu, maka pengobatan kortikosteroid sebaiknya
dihentikan. Pada pasien yang menunjukkan perbaikan, maka
harus dimonitor efek samping dari kortikosteroid pada
penggunaan jangka lama.
3) Antibiotik
Antibiotik merupakan salah satu obat yang sering
digunakan dalamm penalaksanaan PPOK. Pemberian antibiotik
dengan spektrum yang luas pada infeksi umum yang
disebabkan olehh streptococcus pneumoniae, haemophilus
influenza dan mycoplasma.
4) Pemberian Oksigen
Pemberian Oksigen jangka panjang terhadap penderita
PPOK pada analisis gas darah di dapatkan. Pemberiann oksigen
jangka panjang (lebih dari 15 jam/ hari) pada pasien gagal
nafas kronis dapat meningkatkan survival, memperbaiki
kelainan hemodinamik, kematologis, meningkatkan kapasitas
exercise daan memperbaiki kapasitas.

19
5) Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukann pada PPOK berat dan
tindakan operasi diambil apabila diyakini dapat memperbaiki
fungsi paru atauu gerakan mekanik paru. Jenis operasi pada
PPOK adalah bullectomy, lung volume reduction surgery
(LVRS) dan transplantasi paru..
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan Tersier yang dilakukan pada penderita RF adalah
untuk mencegah kecacatan/kematian, mencegah proses penyakit lanjut
dan rehabilitas. Tujuan pencegahan Tersier adalah untuk mengurangi
ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitas.
Pencegahan tersier meliputi:
a) Rehabilitas psikis
Rehabilitis psikis bertujuan memberikan motivasi pada
penderita untuk dapat menerima kenyataan bahwa penyakit tidak
dapat disembuhkan bahkan akan mengalami kecemasan, takut dan
depresi terutama eksaserbasi. Rehabilitas psikis juga bertujuan
mengurangi bahkan menghilangkan perasaan tersebut.
b) Rehabilitasi pekerjaan
Rehabilitasi Pekerjaan dilakukan untuk menyelaraskan
pekerjaan yang dapat dilakukan penderita sesuai dengan gejalah
dan fungsi paru penderita. Diusahakan menghindari pekerjaan yang
memiliki resiko pemburukan penyakit.
c) Rehabilitasi Fisik
Penderita PPOK akan mengalami penurunan kemampuan
aktivitas fisik serta diikuti oleh gangguan pergerakan yang
mengakibatkan kondisi inaktif dan berakhir dengan keadaan yang
tidak terkondisi. Tujuan Rehabilitasi fisik yang utama adalah
memutuskan rantai tersebut sehingga penderita tetap aktif.

F. HASIL PENELITIAN
Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi kelompok umur maka
jumlah penderita kelainan paru yang mengalami gagal napas semakin
bertambah. Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia seseorang maka
terjadi kecendrungan menurutnya fisiologis baik tingkat seluler maupun
tingkat organ sperti terjadinya penurunan kapasitas diffusi paru (PO 2),
penurunan permukaan alveolar, penurunan kapasitas diffusi paru-paru.
1. Kelebihan
Jurnal ini memiliki kelebihan yaitu mudah memahami karena banyak
di berikan gambar dan tabel.
2. Kekurangan
Tidak dicantumkan epidemiologi kegagalan pernapasan.

20
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sisitem pernafasan untuk
mempertahnkan oksigenasi darah normal (PaO2), eleminasi karbon
dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi
difusi atau perfusi. Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk
mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam jumlah
yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan.
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga
menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbon dioksida lebih besar dari 45 mmHg
(Hiperkapnia).
Kegagalan pernafasan adalah pertukaraan gas yang tidsk adekuat
sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon
dioksida arteri), dan asidosis.
B. SARAN
Dengan dibuatnya laporan ini, diharapkan kita lebih memahami
dan mengetahui tentang gagal nafas, serta penatalaksanaan
kegawatdaruratan yang dapat diberikan pada klien dengan masalah gagal
nafas.

21
DAFTAR PUSTAKA

Acton, S.E. dan T. Fugate. 1993. Nursing Care Plans. 4th ed. Philadephia:
Addison Wesley Co.

Andrea, K.S. dan N.M. Elaine. 1996. Physiologi Resperatory system. New Jersey:
Benjamin Currering publishing

Http:// repositori.Usu .ac.id/handley/123456789/4885downloaded from repositpri


institusi USU, Universitas Sumatera Utara

22

Anda mungkin juga menyukai