Anda di halaman 1dari 4

A.

Pengertian Khat Riq’ah


Istilah riq’ah berasal dari kata riqa’ yang merupakan bentuk jamak dari kata riq’ah yang
berarti “ potongan atau lembaran daun halus” konon para kaligrafer pernah menggunakan
benda ini sebagai media tulisannya. Diciptakan oleh seorang kaligrafer dari Turki. Abu bakar
Mumtaz Bek sebagai peletak dasar kaidah khat riq’ah , seorang konsultan di zaman Sultan
Abdul Majid Khan sekitar tahun 1280 M. 29 kemudian disempurnakan oleh syekh Hamdullah
Al- amsani (833-926) . khat ini berkembang pesat pada masa pemerintahan dinasti Usmani di
Tuki pada abad ke 2 H.
Khat ini banyak digunakan untuk keperluan sehari-hari ditimur tengah sebagai bahan
dari kalangan akademis, birokrat dan masyarakat. Kelebihan khat ini yang menjadi daya tarik
adalah penulisan yang sederhana, mudah dan cepat serta tidak menggunakan tanda vocal dan
hiasan. Huda (2003:8) Sesuai dengan gaya penulisannya yang kecil-kecil serta terdapat sudut
siku-siku yang indah dan unik sehingga jenis khat ini dinamakan khat Riq‟ah.
Khat Riq‟ah merupakan salah satu kelompok jenis khat yang kurang cocok apabila
diberi syakal dan hiasan karena khat ini biasanya dipergunakan pada penulisan steno atau cepat,
misalnya untuk sebuah catatan. Khat ini banyak terikat dengan kaidah penulisannya yang di
atas garis meskipun ada beberapa huruf yang sebagian di bawah garis, sehingga jenis khat ini
digolongkan khat yang kurang luwes. 

B. Sejarah Perkembangan Khat Riq’ah


Riq’ah jamaknya Ruq’ah, artinya “lembaran daun kecil halus”, dari mana nama tersebut
didapatkan. Diduga berasar dari Naskhi dan ṡuluṡ. Bentuk-bentuk asalnya sama dengan huruf-
huruf ṡuluṡ dan Tawqi, baik dalam keadaan tunggal ataupun ketika berada dalam bentuk
susunan, kecuali, bahwa Riq’ah memiliki kelainan-kelainan dalam beberapa hal:
1. Tulisan Riq’ah lebih cenderung kepada bulatan-bulatan daripada tulisan Tawqi yang lebih
cenderung kepada bulatan-bulatan daripada tuisan ṡuluṡ.
2. Huruf-huruf riq’ah lebih halus daripada huruf-huruf Tawqi.
3. Tarwis atau “janggut” sangat jarang atau hanya sedikit sekali di dapat pada kepala alif
tunggal dan saudara-saudaranya. Hal itu berbeda sekli dengan ṡuluṡ dan Tawqi di mana
tarwis menjadi kelajiman.
4. Pusat garis lingkaran ‘ain tengah dan akhir kerap kali terkatup tanpa lubang, demikian pula
fa, qaf dan wawu. Adapun sad, ta’, ain tunggal dan awal senantiasa terbuka.
5. Ada beberapa huruf yang tak terdapat dalam tulisan lainnya, seperti alif yang agak condong
ke kanan
Ada keterangan yang menambahkan ciri-ciri lain tulisan tersebut, misalya, bahwa garis-
garis horizontalnya sangat pendek dan simpul-simpul pengikat atau spasinya berstruktur tebal,
dengan huruf-huruf penghabisan dari kata-kata pendahuluan kerapkali bersambungan atau
bertabrakan dengan huruf-huruf awal kata-kata berikutnya. Ciri-ciri ini dan ciri-ciri yang
terapat pada nomor 3 dan 4 di atas adalah ciir-ciri yang benar-benar terdapat pada tulisan
Riq’ah yang kita kenal sekarang.
Pada masa Daulat Usmaniyah, Riq’ah tumbuh menjadi bentuk-bentuk yang
beranekaragam. Namun semuanya hampir tidak pernah terpakai untuk penulisan naskah-naskah
“suci” seumpama Alquran atau teks-teks keagamaan. Ini disebabkan karena Riq’ah akan
menjadi “kurang sedap” dipandang jika dibubuhin tanda-tanda harakat tidak seperti khat-khat
Arab lainnya. Justru, masyarakat umumnya memerlukan bacaan lengkap dengan tanda-tanda
penjelasannya.
Pada tahun 1225/H, yang bertepatan dengan lahirnya Abu bakar Mumtaz ibn Mustafa
Afandi, Khat Riq’ah sangat luas terpakai di seluruh kawasan kerajaan Turki Usmani. Mumtaz
mengkhususkan diri menekuni jenis tulisan tersebut kemudian mendesain rumus-rumus Riq’ah
dengan timbangan “titik” dan ukuran huruf-hurufnya menurut gaya-gaya rumus yang
diterapkan kepada tulisan-tulisan Arab semisal ṡuluṡ dan lain-lain. Sejak itu Riq’ah mencapai
puncak keindahannya yang mengagumkan. Betetapan degan itu, Mumtaz sendiri sempat
“mengursus” Sultan Abdul Mjid Khat Al-Usmani, mempelajari jenis tulisan yang dikuasainya
itu.
Sedangkan Khat Riq’ah yang juga menjadi salah satu tulisan kesukaan para kaligrafi
Usmani, mendapat banyak perbaikan dan penyepurnaan di tangan seseorang kaligrafer
kenamaan, Syeikh Hamdullah Al-Amasi (w 1520). Akhirnya disempurnakan lebih maju lagi
oleh para kaligrafer berikutnya, sehingga menjadilah kelak satu di antara sejumlah tulisan yang
sangat populer dan banyak dipakai. Demikian pula Riq’ah, tulisan tersebut sangat luas
pemakaiannya sebagai tulisan tangan (hand writimg) yang sangat digemarin di seluruh dunia
Arab.
Seni Kaligrafi Islam (khat) merupakan khazanah tertua di dunia yang masih dimiliki
oleh umat Islam. Perkembangan Islam yang tersebar ke seluruh dunia, menyaksikan kaligrafi
Islam teradaptasi dengan perubahan yang berlaku tanpa menghilangkan ciri dan nilai
keislamannya. Seni Khat Islam banyak jenis dan macamnya salah satunya adalah  Khat Riq’ah
salah satu jenis khat yang cukup populer dalam seni kaligrafi arab.
Khat Riq’ah sendiri mulai dirancang pada masa pemerintahan Utsmaniyah (Turki) pada
tahun 850 H. dengan tujuan untuk menyeragamkan tulisan khususnya di kalangan
pemerintahan. Ada yang berpendapat permulaan tulisan ini bermula pada 15 M. Hal ini terbukti
dari penemuan tulisan Sultan Sulaiman Al Kanury, tulisan Damad Ibrahim Pasya (973 H),
tulisan Sultan Abdul Hamid (1204 H), Sedangkan menurut Muhammad Tahir Kurdi
menyebutkan, bahwa penggagas dan peletak dasar-dasa kaidah khat Riq’ah  adalah Mumtaz
Bek, Seorang konsultan di zaman Sultan Abdul Majid Khan sekitar tahun 1280 M. Posisi
Riq’ah diantara khat Diwani dan khat Siyaqat, dimana Mumtaz Bek sangat mashur dengan
keahlianya di bidang Diwani seperti kaligrafer lainnya.
Ciri dari tulisan ini adalah hurupnya yang kecil lebih mudah di tulis dan tidak banyak
memerlukan lekukan-lekukan pada ujung hurupnya, sehingga pengerjaannya bisa lebih cepat
dibandingkan dengan pendahulunya (Khat naskhi dan Tuluts). Menurut bahasa Riq’ah berarti
potongan daun untuk menulis. Merupakan jenis khat yang paling digemari oleh para penulis
pada masa pemerintahan Ustmianiyah. Tulisan ini terus mengalami banyak perbaikan salah
satu tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan tulisan ini adlah Shaikh Hamdullah al-
Amas. Pada masa perkembangannya hingga sekarang khat Riq’ah mulai digunakan dalam
urusan sehari-hari, diantaranya surat-menyurat, bisnis dan perdagangan, periklanan, surat
kabar, majalah dan sebagainya. Agar lebih mudah digunakan tulisan ini mulai dipelajari di
sekolah-sekolah.

C. Sejarah Khat Kufi

Khat Kufi merupakan kaligrafi Arab tertua dan sumber seluruh kaligrafi Arab.
Dinamakan Kufi karena berasal dari kota Kufah di Iraq kemudian tersebar ke seluruh jazirah
Arab. walaupun skrip ini diguna di Zaman Mesopotamia sekurang-kurangnya 100 tahun
sebelum pembinaan Kufa. Skrip ini diguna pakai di semenanjung Arab sebelum datangnya
Islam. Pada zaman permulaan penulisan di Kufah, Al-Quran ditulis menggunakan tulisan Kufi
tanpa ada baris, tidak seperti apa yang kita baca pada hari ini. Masyarakat Arab berusaha
mengolah dan mempercantik gaya Kufi dengan menyisipkan unsur-unsur ornamen sehingga
lahirlah beragam corak Kufi yang baru.

Contoh khat kufi awal ayat Al-Quran

Kufi ialah skrip yang berunsur geometri iaitu bergaris dan bersudut, lazimnya dengan garis tegak dan
melintang serta memanjang. Bentuknya yang berunsur geometri amat sesuai diukir di mozek-mozek,
jubin dan batu pada bangunan-bangunan seperti masjid dan seumpamanya. Selanjutnya Kufi berubah
menjadi seni yang berdiri sendiri sebagai alat ekspresi para seniman kaligrafi. Setiap huruf dilukis
seringkas yang mungkin untuk membentuk karakter asal dan dalam masa yang sama mudah difahami
dan dibaca meskipun oleh orang yang tidak terlibat dengan bidang seni khat. Huruf-huruf tunggal Kufi
daripada alif hingga ya mempunyai ukuran, nisbah, kadar, dan bentuk yang pelbagai tetapi masih
menunjukkan sifat-sifat huruf yang asli. Ketinggian dan panjang huruf ditulis oleh khattat mengikut
kedudukan yang sesuai dalam teks.

Di Malaysia, Square Kufi seperti yang didapati di Masjid Nabawi, Madinah amat popular dan semakin
diminati oleh para pengkufi. Hasil seninya dapat dilihat di Masjid Putra, Putrajaya dan semakin
berkembang.
 
Khat Kufi Murabba (Square Kufi)

Kini, seni khat kufi bukan sahaja terlakar pada kepingan kertas malahan menjadi hiasan bercorak
islamik apabila ia ditulis pada kepingan cermin, diukir pada mimbar-mimbar masjid dan turut
dijadikan cenderamata untuk kenangan. Nafas baru dalam penghasilan seni khat ini secara tidak
langsung meningkatkan martabat seni khat sebagai unsur seni Islam yang cukup tinggi.

Anda mungkin juga menyukai