Anda di halaman 1dari 93

Biomass for energy

prefeasibility study
09-02-2018
Disiapkan oleh:
Dr. Teddy Rusolono
Daru Asycarya
Hans Henrik Lindboe

Ea Energy Analyses
Frederiksholms Kanal 4, 3. th.
1220 Copenhagen K
Denmark
T: +45 88 70 70 83
Email: info@eaea.dk
Web: www.eaea.dk

2 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Daftar Isi
1 Ringkasan eksekutif...................................Error! Bookmark not defined.

2 Pendahuluan .............................................Error! Bookmark not defined.

3 Analisis pemilihan stok bahan bakar dan ketersediaan .......................11


3.1 Area tanaman yang relevan untuk dikonversi menjadi stok energi. 11
3.2 Jenis pohon yang paling cocok untuk tanaman energi .................... 21
3.3 Hasil panenan kayu........................................................................... 27
3.4 Pemetaan tanaman .......................................................................... 29
3.5 Gambaran dan pemetaan residu kayu ............................................. 37

4 Analisis lokasi potensial dan kapasitas ...............................................42


4.1 Penempatan pembangunan pembangkit listrik ............................... 42
4.2 Penempatan pembangunan pabrik wood pellet.............................. 44

5 Listrik dan wood pellet......................................................................47


5.1 Pasar tenaga listrik ........................................................................... 47
5.2 Biomassa untuk teknologi pembangkit listrik.................................. 49
5.3 Teknologi yang dipilih untuk evaluasi ............................................. 54
5.4 Wood pellet ...................................................................................... 61

6 Analisis Ekonomi ...............................................................................67


6.1 Penetapan harga sumber biomassa ................................................. 67
6.2 Pembangkit listrik ekonomis ............................................................ 69
6.3 Pabrik wood pellet ekonomis ......................................................... 72

7 Penilaian resiko aspek lingkungan dan sosial ...........Error! Bookmark not


defined.

8 Referensi.........................................................................................844

LAMPIRAN 1: Tambahan Tabel ………………………………………………………………….. 87


LAMPIRAN 2: Peta Indikatif untuk areal pengembangan Energi Biomassa …. 89

3 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


1 Ringkasan eksekutif
Latar belakang Menurut kebijakan yang telah diakui, pada tahun 2025, 23% bauran energi
Indonesia harus berasal dari sumber energi terbarukan, dan angka ini
meningkat menjadi 31% pada tahun 2050. Saat ini, bauran energi negara
Indonesia sebesar 7% merupakan energi terbarukan. Tantangan yang terkait
dengan pencapaian tujuan ini sangat penting, terutama bila
mempertimbangkan pertumbuhan konsumsi listrik tahunan yang diharapkan
yaitu sebesar 8,3 %. Indonesia dan Denmark saat ini bekerja sama melalui
Program Dukungan Lingkungan Tahap 3 (ESP3), yang mencakup bantuan
pengembangan program biomassa untuk energi.

Sektor kehutanan di Jawa adalah hutan hasil budidaya yang didominasi oleh
jati (Tectona grandis). Namun dalam beberapa tahun terakhir ini, diperlukan
tingkat diversifikasi yang lebih besar karena beberapa alasan. Alasan utama
adalah adanya area tanaman jati yang luas dengan produktivitas yang sangat
rendah dan digolongkan oleh Perum Perhutani sebagai lahan tidak produktif.
Dengan memperkenalkan spesies lain dan menyediakan kayu untuk energi,
dimungkinkan untuk membantu sektor kelistrikan memenuhi sasaran mitigasi
perubahan iklim melalui penggunaan energi terbarukan, dimana pada saat
bersamaan mampu meningkatkan keberlanjutan lingkungan dan ekonomi di
sektor kehutanan.

Meskipun nilai pasar kayu energi beberapa kali lebih rendah dari pada kayu
keras, ada sejumlah manfaat yang terkait dengan kayu energi, yang utama: 1)
Produktifitas yang lebih tinggi (t / ha / tahun) 2) Tidak harus menunggu 20 -30
tahun untuk mulai memperoleh pendapatan, dan 3) kemungkinan yang lebih
baik untuk menggabungkan sisi kehutanan dengan produksi pakan ternak
(daun), dan usaha lain yang memberi manfaat bagi masyarakat lokal.

Tantangan untuk tenaga Berbagai Diskusi di Indonesia saat ini mempertanyakan kebutuhan terencana
listrik biomassa akan penambahan kapasitas pembangkit listrik di Jawa. Oleh karena itu ada
resiko bahwa pembangkit listrik yang sudah ada dan yang direncanakan akan
berjumlah lebih sedikit daripada yang diperkirakan semula. Ini berarti bahwa
nilai kapasitas pembangkit listrik baru akan terabaikan.

Secara internasional, harga listrik tenaga angin dan tenaga surya (PV) telah
menurun drastis dan tak terduga dalam beberapa tahun terakhir. Lelang di
beberapa bagian dunia selama tahun 2017 telah menunjukkan harga setara
dengan 2-4 sen dolar AS / kWh yang diproduksi (kontrak 15-20 tahun). Pada

4 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


kondisi tertentu, dan tergantung pada ketersediaan sumber daya listrik,
tenaga angin dan tenaga surya sekarang telah mampu mengimbangi batubara
dan gas alam, bahkan tanpa dipengaruhi oleh faktor iklim dan bahan bakar
fosil sekalipun. Perkembangan serupa belum terlihat pada tenaga listrik
berbasis biomassa.

Bio Pellets Saat ini telah terjadi perkembangan pesat di pasar internasional untuk
bisnis bio pellet, terutama dalam bentuk wood pellet. Negara-negara
Eropa dan Korea Selatan saat ini merupakan importir besar wood
pellet. Telah tersedia untuk umum berbagai informasi mengenai harga
wood pellet di pasar Eropa. Biasanya harga impor Korea agak lebih
rendah jika dibandingkan dengan harga Eropa, dan Vietnam adalah
eksportir utama ke Korea. Indonesia belum menghasilkan wood pellet
secara masif untuk diekspor, namun beberapa industri lokal di Jawa
menggunakan wood pellet untuk produksinya.

Analisis
Pra study kelayakan ini dilakukan oleh konsultan Indonesia dan Denmark yang
menggabungkan keahlian di bidang kehutanan, teknologi energi dan
perencanaan kebutuhan energi. Melalui kombinasi kunjungan lapangan,
wawancara, dan studi desktop, telah dianalisis peluang dan tantangan untuk
penggunaan biomassa sebagai sumber energi yang berasal dari hutan yang
dikelola oleh Perum Perhutani di Jawa. Mempertimbangkan tantangan
keekonomian yang dihadapi dalam mengadakan tenaga listrik biomassa di
Jawa, melalui fokus kajian yang sama akan dikupas dua tema pengembangan:
Biomassa untuk listrik atau biomassa untuk memproduksi wood pellet .

Dalam sebuah analisis beberapa spesies tanaman penghasil kayu energi telah
dievaluasi tentang produktivitas, risiko, dan keberlanjutannya. Berdasarkan
pandangan dan analisis teknologi, biaya produksi listrik dan wood pellet
masing-masing telah diperkirakan. Selanjutnya, berdasarkan analisis ini telah
dikembangkan rekomendasi untuk langkah lebih lanjut.

Hasil utama

Berdasarkan berbagai kriteria, ditemukan bahwa spesies yang paling


menguntungkan untuk memproduksi bio-energi adalah tanaman Gliricidia dan
Calliandra yang dikembangkan dengan model trubusan berdaur pendek. Telah
lama dikenal penanaman spesies ini di Indonesia, dan juga di Jawa. Spesies ini
merupakan tanaman unggul, menghasilkan panenan yang tinggi, dan dengan

5 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


kemampuanya melakukan proses fiksasi nitrogen dapat memperbaiki kondisi
tanah. Diperkirakan kedua spesies tersebut dapat menghasilkan 25-30 ton /
tahun / ha kayu hijau dalam kondisi lahan yang baik.

Pembangkit listrik Agar bisa mencapai manfaat yang terkait dengan skala ekonomi, diperkirakan
bahwa ukuran pembangkit listrik biomassa tidak boleh berada jauh di bawah
10 MWelec. Dengan hasil biomassa sebesar 25 ton / tahun / ha, setidaknya
4.000 ha lahan biomassa diperlukan untuk memastikan pasokan bahan baku
yang andal dan stabil.

Tiga lokasi unit pengelolaan hutan yang dikunjungi (KPH Semarang, KPH
Purwodadi dan KPH Sukabumi) tampaknya memiliki lahan yang cukup
terkonsentrasi pada areal tertentu, sehingga sumber biomassa tidak
memerlukan pengangkutan yang jauh. Ketiga lokasi ini bisa dipilih untuk lokasi
yang tepat untuk pembangkit listrik biomassa.

Pabrik wood pellet Pembuatan pellet biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas
yang jauh lebih sederhana daripada pembangkit listrik. Namun, dengan
teknologi ini ada faktor ukuran yang berbeda. Diperkirakan bahwa pabrik
pellet komersial secara penuh di lokasi terpilih di Jawa bisa dibangun dengan
kapasitas 5 ton / jam, atau sekitar setengah dari kapasitas pembangkit listrik
berdaya 10 MW. Ukuran optimalnya sangat dipengaruhi oleh biaya
transportasi bahan baku. Tiga lokasi seperti yang disebutkan di atas cocok
untuk produksi pelet.

Ekonomi
Pembangkit listrik
Peraturan di Indonesia mengenai tarif produksi listrik dari energi terbarukan
(feed-in tariffs) telah diubah beberapa kali, yang terakhir melalui Peraturan
Menteri ESDM nomor 50 yang ditandatangani pada bulan Agustus 2017.
Menurut peraturan baru tersebut, produsen potensial tenaga listrik biomassa
harus menunjukkan bukti sumber daya yang ada dan menegosiasikan tarif dan
kondisi tertentu dengan PLN. Tarif di Jawa tidak bisa melebihi biaya produksi
listrik lokal (BPP) yang dihitung oleh PLN, yaitu 6,6 sen AS / kWh. Namun,
menurut analisis dalam pra studi kelayakan ini, biaya produksi listrik yang
sebenarnya diperkirakan mencapai 10-11 sen dolar AS / kWh.

Tidak ada tanda-tanda dari pihak yang berwenang bahwa mereka akan
mengubah arah kebijakan dan menerima tarif listrik dari pembangkit listrik
di kisaran 10-12 sen AS / kWh, sehingga nampaknya akan sia-sia untuk

6 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


melanjutkan perencanaan terperinci mengenai pengembangan pembangkit
listrik tenaga biomassa di Jawa.

Pabrik Pellet Analisis pasar internasional menunjukkan bahwa harga pelet (FOB1 pelabuhan
di Jawa) sebesar 90-100 USD / ton diperkirakan akan terjadi sampai waktu
mendatang. Analisis dalam laporan ini menemukan bahwa biaya produksi dan
transportasi dari lokasi yang dipilih kira-kira 70 USD / ton, sehingga bisa
memberikan keuntungan yang besar bagi investor. Analisis sensitivitas
menunjukkan bahwa biaya produksi penyediaan bahan baku input (biaya
kehutanan) merupakan risiko terbesar pada saat kontrak jangka panjang
pembelian pelet kayu terjadi dengan pembeli wood pellet.

Rekomendasi
Disarankan untuk fokus ke arah studi kalayakan pabrik wood pellet daripada
melanjutkan proses perencanaan pembangkit listrik. Risiko utama mengenai
profitabilitas wood pellet terletak pada biaya pengadaan bahan baku (nilai
lahan, hasil, dan produktivitas). Risiko lain, tapi yang lebih rendah, adalah
stabilitas pasar wood pellet. Risiko penggunaan teknologi untuk memproduksi
pelet sekarang telah dievaluasi dengan nilai resiko relatif kecil. Disebabkan
oleh tambahan konsumsi energi dan resiko teknologi, peluang penggunaan
teknologi torefaksi (torrefaction) atau arang wood pellet bagi Perhutani tidak
direkomendasikan.

Proyek pengembangan biopellet yang sudah berjalan melalui kesepakatan


usaha patungan antara Perum Perhutani dan perusahaan Korea KOFPI
dilakukan di area KPH Semarang. Namun, pembangunan di Semarang bukan
tanpa tantangan terkait kerja sama dengan masyarakat lokal, hasil panen dan
pemanenan biomassa. KOFPI belum dapat menemukan pembeli energi
terbarukan ini yang bersedia membayar ongkos pengadaan bahan baku di
hutan dan transportasinya. Pengalaman dari proyek ini telah didiskusikan dan
dimasukan dalam laporan Pra Studi Kelayakan ini.

Disarankan untuk meningkatkan fokus perhatian pada pencapaian


keberhasilan pengembangan fasilitas produksi wood pellet salah satunya yang
berkedudukan di KPH Semarang. Prasyarat yang diperlukan adalah penciptaan
permintaan bahan baku dengan menarik investor dalam rangka pembangunan
pabrik wood pellet.

1
FOB: Free On Board, berarti penjual membayar transportasi barang ke pelabuhan tempat barang dikirim,
ditambah biaya pemuatan.

7 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Oleh karena itu disarankan untuk melanjutkan studi kelayakan pabrik
semacam itu di KPH lain. Disarankan juga bahwa Perum Perhutani dapat
segera memutuskan sejauh mana Perhutani bersedia mengambil risiko bahan
baku (yaitu menjamin jumlah, harga dan kualitas bahan baku berdasarkan
kontrak jangka panjang).

Studi kelayakan harus mencakup:


 Lokasi pabrik yang tepat dengan kemampuan menghasilkan kira-kira 5
ton (atau lebih) pellet / jam dan memiliki akses ke sumber daya listrik.
 Analisis pasar internasional, dengan tujuan untuk mengklarifikasi
kondisi untuk bisa melakukan kontrak jangka panjang dengan
pembeli.
o Secara paralel, bernegosiasi dengan PLN mengenai kemungkinan
memasok wood pellet sebagai bahan campuran batubara (co-
firing)
o Secara paralel, melakukan analisis pasar lokal mengenai
permintaan biopellet untuk industri
 Garis besar kontrak "Build, Own, Operate" untuk operator pabrik
pellet swasta
o Struktur perusahaan, divisi risiko, potensi peran KOFPI – jika
diperlukan- dan pemangku kepentingan lainnya, dll
 Perizinan yang dibutuhkan

Sejalan dengan studi kelayakan, disarankan untuk meningkatkan komunikasi


dengan masyarakat setempat untuk mengklarifikasi kekhawatiran dan
harapan tentang budidaya tanaman hutan dengan model trubusan rotasi
jangka pendek (short rotation coppice).

8 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


2 Pendahuluan
Indonesia dan Denmark bekerja sama melalui Program Dukungan
Lingkungan (ESP), dan pada tahap ketiga ini telah mulai berjalan dari
tahun 2013 berakhir sampai 2017. Tujuan menyeluruh ESP3 adalah
untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam mencapai
pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki pengelolaan lingkungan
secara bersamaan. ESP3 dalam hal ini mendukung pengembangan
biomassa untuk penggunaan energi dan membantu memperbaiki
kapasitas lokal untuk bidang ini.

Meningkatnya permintaan dan produksi listrik


Untuk memenuhi permintaan listrik yang semakin meningkat, Indonesia
berencana juga melakukan peningkatan kapasitas pembangkit listriknya
secara signifikan di tahun-tahun mendatang. Kapasitas pembangkit listrik saat
ini sekitar 55 GW, dimana dengan adanya program Presiden menuju Fast
Track I dan II, dan program untuk tambahan 35 GW, perusahaan penyedia
listrik nasional (PLN) berencana untuk meningkatkan ini menjadi 90 GW pada
tahun 2019 dan 130 GW pada tahun 2025 ( ESDM, 2016). Sebagian besar dari
pemenuhan kapasitas ini direncanakan akan dibangun oleh IPP. Pada saat
yang sama, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 79/2014, Indonesia
menghendaki bisa meningkatkan pangsa energi terbarukan dalam bauran
energi menjadi 23% pada tahun 2025. Mengingat bahwa angka ini baru
tercapai kira-kira 7% pada tahun 2016, dan sebagian besar pemenuhan
kapasitasnya bergerak lambat, target 23% yang tinggal 8 tahun lagi ini dirasa
cukup ambisius.

Pembangkit listrik biomassa domestik


Alternatif energi terbarukan yang dapat diberdayakan untuk mengimbangi
penggunaan energi matahari dan angin, seperti tenaga panas bumi dan hidro,
telah hadir di Indonesia. Namun di Jawa, sumberdaya air dan pemanfaatan
tenaga geothermal dinilai masih terbatas. Selain itu, Indonesia dianggap
memiliki sumber biomassa yang belum dimanfaatkan secara signifikan,
dimana hanya sekitar 10% dari sumber biomassa yang tersedia digunakan
untuk keperluan energi. Dengan demikian, salah satu pilihan buat Indonesia
adalah memanfaatkan sumber daya biomassanya sebagai bahan baku
pembangkit listrik sekaligus dapat digunakan untuk menyeimbangkan
produksi energi terbarukan. Pada saat penggunaan biomassa untuk produksi
listrik terbatas, perkebunan lebih banyak digunakan untuk menghasilkan
minyak sawit sebagai bahan bakar nabati untuk transportasi. Kondisi ini

9 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


menjadi sebuah pengalaman yang bisa diambil melalui penyediaan biomassa
untuk produksi energi baru dan terbarukan.

Pelet kayu untuk keperluan dalam negeri dan / atau ekspor

Opsi lain untuk memanfaatkan biomassa sebagai energi adalah dengan


membangun pabrik wood pellet. Wood Pellet ini dapat dipasarkan di dalam
negeri sebagai bahan pembakaran di industri, dipakai sebagai campuran
pembakar batubara dalam pembangkit listrik tenaga uap di Indonesia, dan /
atau diekspor ke negara-negara seperti Korea Selatan, yang mengimpor wood
pellet dalam jumlah besar.

Lahan “tidak produktif”

Biomassa untuk memproduksi energi dapat dibudidayakan di lahan kritis, atau


disebut sebagai lahan yang 'tidak produktif'. Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan memperkirakan bahwa lahan kritis di Indonesia pada tahun
2016 seluas 24,3 juta hektar (Times Indonesia, 2017). Ini adalah wilayah yang
sangat luas, dan secara keseluruhan wilayah Indonesia cukup luas untuk
menyediakan biomassa bagi produksi energi terbarukan (termasuk
pembangkit listrik) untuk seluruh wilayah Indonesia.

Namun, di Pulau Jawa, ketersediaan lahan untuk pengembangan tanaman


energi terbatas karena berbenturan dengan kebutuhan lahan pertanian.
Peluang terbesar untuk pengembangan hutan tanaman energi adalah di lahan
milik Perhutani yang dikategorikan sebagai 'lahan tidak produktif'. Dalam
beberapa kasus, melalui pertimbangan sosial suatu lahan bisa diarahkan
untuk program yang sejalan dengan tujuan perhutanan sosial sesuai dengan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.39 / 2017 dan
P.38/2016. Namun, sebagai upaya pengembangan usaha, Perhutani dapat
memanfaatkan lahannya untuk secara khusus menghasilkan biomassa untuk
energi.

10 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


3 Analisis pemilihan stok bahan bakar dan
ketersediaan
3.1 Area tanaman yang relevan untuk dikonversi menjadi stok
energi
Sesuai dengan rencana jangka panjang Perhutani, dan sejalan dengan rencana
pengembangan bisnis perusahaan, Perhutani telah mengalokasikan area
hutan seluas 116.372 ha atau sekitar 4,7% dari total luas Perhutani di Jawa
(2.445.000 ha) sebagai daerah potensial untuk pengembangan tanaman
biomassa yang tersebar di 13 KPH (Unit Pengelolaan Hutan) di Jawa Tengah,
Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten.

Kawasan Perhutani yang dapat dimanfaatkan sebagai daerah penghasil


biomassa harus memenuhi persyaratan teknis tertentu untuk mengurangi
risiko ekonomi, ekologi dan sosial. Beberapa persyaratan / indikator awal yang
ditetapkan oleh Perhutani mengenai area harus digunakan untuk biomassa
untuk produksi energi adalah:
a. Klasifikasi produktivitas berdasarkan Sistem Informasi Sumberdaya Hutan
(SISDH)
b. Sedikitnya kasus pembalakan liar
c. Sedikitnya kejadian bencana alam termasuk kebakaran
d. Indeks Mutu Lahan (Bonita) adalah > 2.5
e. Preferensi untuk menanam jenis tanaman energi (Gamal / Calliandra): Tipe
iklim A, B, C, D; semua jenis tanah; dan ketinggian 0-1500

Kriteria untuk menentukan areal untuk proyek energi biomassa tidak


ditentukan hanya berdasarkan persyaratan biofisik saja, namun juga perlu
mempertimbangkan kriteria sosial dan ekonomi untuk mengurangi
kemungkinan dampak negatif jika program tanaman energi biomassa
dilaksanakan. Potensi penggunaan lahan masyarakat untuk tanaman energi
biomassa masih prospektif, terutama pada lahan yang tidak produktif. Di areal
perkebunan, penggunaan residu kayu dari hasil pemanenan seperti cabang
pohon dan ranting atau batang pohon hasil penjarangan juga bisa
dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku biomassa.

Sehubungan dengan kriteria yang ditetapkan di atas, perencanaan tanaman


energi biomassa ditempatkan di daerah yang relatif aman dimana
mempertimbangkan adanya konflik kepemilikan lahan dan degradasi hutan.
Selain itu, kondisi fisik tanah mendukung pertumbuhan tanaman energi
biomassa, dengan produktivitas lahan tinggi.

11 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Hasil analisis studi data sekunder (desk study) berdasarkan peta indikatif
alokasi tanaman energi biomassa dan distribusi spasial tanaman hutan aktual
menunjukkan bahwa untuk pengembangan awal perkebunan tanaman
biomassa, tindakan untuk konversi atau penggantian tanaman hutan
(terutama tanaman jati) yang tidak produktif secara luas dan pada berbagai
umur tanaman yang masih produktif cukup memungkinkan.

Gambar 1: Gangguan hutan dipicu oleh konflik sosial dan pembalakan liar

Gambar 2: Alokasi lahan untuk masyarakat dalam program kehutanan sosial dan model
penanaman kayuputih

Namun bila kondisi lahan bebas dari gangguan sosial, memproduksi kayu jati
jauh lebih menguntungkan daripada memproduksi biomassa untuk produksi

12 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


energi, oleh karena itu dalam kondisi seperti ini mengganti pohon jati yang
berdiri dengan tanaman biomassa energi tidak dianjurkan.

Indicative Area for Biomass Project


25,000
20,000

Allocated Area
15,000
10,000
5,000
-

KPH of Perhutani

Gambar 3: Area indikasi lokasi KPH dan peningkatan alokasi lahan untuk pengembangan
penanaman energi biomassa di Perhutani

Penetapan kriteria lahan untuk penggunaan biomassa kayu yang lebih efisien
dengan mempertimbangkan keamanan investasi jangka panjang dan hasil
biomassa yang berkelanjutan, perlu mempertimbangkan:

1. Prioritas pada lahan yang diklasifikasikan sebagai lahan hutan tidak


produktif (open land atau stok tegakan dibawah normal) atau
cenderung tidak produktif dalam jangka panjang;
2. Tanah dengan sedikit mengalami konflik tenurial atau, lahan yang
memiliki kemungkinan untuk masuk ke dalam pengelolaan lahan
secara kolaboratif;
3. Apakah lahan tersebut sudah atau akan dialokasikan untuk proses
kemitraan antara perusahaan dan pihak lain selain program tamanan
biomassa;
4. Apakah area yang tersedia cukup besar untuk menyediakan bahan
baku biomassa yang diperlukan agar skala ekonominya memadai
untuk memenuhi kebutuhan tanaman energi.

Untuk memenuhi kriteria di atas, sebagian besar lahan untuk tanaman


biomassa harus dipertimbangkan berdasarkan rencana jangka panjang
perusahaan, dipertimbangkan pula berada pada lahan di zona produksi
adaptif, atau yang berada di kawasan hutan dengan kondisi tegakan hutan
yang lebih beragam untuk menyediakan berbagai alternatif tanaman hutan
dan pertanian terutama jika interaksi sosial sangat tinggi.

13 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Daerah-daerah semacam ini terutama telah dialokasikan sebagai kawasan
produksi adaptif untuk penyediaan Program Perhutanan sosial yang
ditetapkan pemerintah melalui peta indikatif areal perhutanan sosial (PIAPS).

Di seluruh wilayah Perhutani, ada daerah potensial yang memiliki tegakan


hutan yang tidak produktif (lahan terbuka atau kurangi potensi hutan, atau
cenderung tidak produktif dalam jangka panjang) yang mencakup area seluas
308.000 hektar, tersebar pada 57 KPH. Kawasan ini terbagi menjadi 15% di
wilayah Jawa Tengah, 34% di Jawa Timur dan, 51% berada di Jawa Barat dan
Banten. Berdasarkan area yang tidak produktif tersebut, kurang lebih di 27
KPH dihitung sekitar 229.286 ha atau 74% dari total luas wilayah potensial
untuk Perkebunan Energi Biomassa (Lihat Gambar 4).

Masing-masing KPH memiliki wilayah yang tidak produktif seluas lebih dari
5.000 ha yang memiliki kawasan yang sesuai untuk perkebunan energi
biomassa. (Sebagai pengecualian adalah KHP Purwodadi yang memiliki lahan
tidak produktif seluas 1.900 ha namun luasan ini memenuhi syarat untuk
dikembangkan 1 unit industri wood pellet untuk memenuhi kapasitas
produksinya). Perkebunan biomassa dibangun dengan meminimalkan
konversi tegakan produktif serta menampung lahan pertanian yang
dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu diperlukan analisis
mikro lebih lanjut untuk mendapatkan lokasi yang sesuai, termasuk
persyaratan untuk menentukan lokasi industri.

Gambar 4. Area terindikasi tidak produktif menyebar di 27 KPH sebagai prioritas


pengembangan perkebunan energi biomassa.

Untuk mendukung pabrik wood pellet dengan kapasitas 5 ton / jam, atau
sekitar 36.000 ton / tahun, dibutuhkan sekitar 50.000-60.000 ton serpihan

14 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


kayu, dengan asumsi kadar air sekitar 35% (lihat kotak teks untuk diskusi
tentang kadar air).

Kandungan Air/ Kelembaban


Menurut Buku Pegangan Bahan Bakar Kayu dari Organisasi Pangan dan
Pertanian PBB, air di dalam kayu dapat didefinisikan sebagai "kandungan air"
dan "kelembaban", namun dalam praktiknya istilah ini sering salah atau
disamakan sama satu sama lain (Krajnc, 2015 ).
Buku pegangan tersebut menyatakan bahwa "kandungan air (M) adalah
massa air yang ada dalam kaitannya dengan massa kayu segar", sesuai
dengan rumus berikut:

M= × 100

Dimana Ww adalah berat kayu, dan Wo adalah bobot kering oven dari kayu.
Buku pegangan ini memberikan contoh praktis berikut untuk perhitungan
kadar air.

Kelembaban kayu (u), di sisi lain, didefinisikan oleh buku pegangan sebagai
"massa air yang ada dalam kaitannya dengan massa kayu kering oven. Nilai ini
menggambarkan rasio massa air terhadap massa kering ". Rumus untuk
kelembaban adalah:

u= × 100

Pendekatan dan terminologi kandungan air sering digunakan oleh mereka


yang terlibat dalam pembelian dan penjualan bahan bakar kayu, sedangkan
pendekatan kelembaban kayu biasanya digunakan di industri kehutanan.
Dalam laporan ini, akan dipakai terminologi kandungan air. Di bawah ini
disertakan Tabel konversi sederhana dari buku pegangan yang disebutkan di
atas, sebagai referensi.

Sesuai dengan rencana penanaman beberapa jenis biomassa kayu, dan


dengan mempertimbangkan kebutuhan energi, keinginan untuk menjaga
daerah relatif kompak, diperkirakan ukuran perkebunan minimal harus 1.600
ha. Daerah tersebut tidak termasuk lahan yang dibutuhkan untuk infrastruktur

15 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


dan budidaya pertanian, yang menggunakan pengelolaan secara kolaboratif
dimana melibatkan masyarakat lokal yang diperkirakan mencapai 50% dari
area budidaya yang efektif yang seharusnya bisa ditambahkan (lihat Tabel 1.
di bawah)
Subyek Nilai unit Keterangan
Kapasitas Produksi Wood Pellet 5 ton/jam 1 unit pabrik
120 ton/hari 8 jam/shift, 3 shift
3,000 ton/bulan 25 hari/bulan
36,000 ton/tahun 12 bulan/tahun

Jenis spesies penghasil biomassa Calliandra Gliricidia


Biomassa sbg feedstocks 140 150 Rasio biomassa
woodpellet (%) segar woodpellet
Biomassa yang dihasilkan 50.400 54.000 Biomassa segar
(tonnes/yr)
Potensi Biomassa per ha 30 35 Biomassa segar
(ton/ha/th)
Kebutuhan areal minimum 1.680 1.543 Hanya tanaman
tanaman biomassa (ha)
Area total untuk tanaman 2.520 2.314 termasuk lahan
biomassa (ha) pertanian &
infrastruktur (50%
dari area minimum)
Tabel 1. Input biomassa kayu dan ketersediaan lahan untuk mendukung 1 unit industri wood
pellet (kapasitas 5 ton / jam)

Bagian berikut ini menjelaskan kondisi stok tegakan hutan di 3 lokasi KPH
Perhutani yang merupakan area yang diusulkan untuk pengembangan tanaman
energi biomassa, yaitu KPH Semarang di Jawa Tengah, KPH Purwodadi di Jawa
Tengah, dan KPH Sukabumi di Jawa Barat.

Gambar 5 mengilustrasikan bahwa KPH Semarang memiliki wilayah yang cukup


untuk pengembangan perkebunan energi biomassa karena area yang ada
diklasifikasikan sebagai TBK (Tanaman dengan Pertumbuhan kurang - biru tua)
dan TK (Tanah kosong - biru muda) cukup tinggi.

16 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 5: Klasifikasi hutan dan kondisi lahan saat ini di KPH Semarang. TBK (biru tua) adalah
tanaman jati pertumbuhan kurang, TK (biru muda) merupakan tanah kosong

Sementara itu klasifikasi KU I (kelas umur berkisar antara 1-10 tahun) dan KU II
(kelas umur dalam rentang antara 11-20 tahun) harus dipertahankan sebagai
Hutan Jati. Kemudian KU III (kelas umur berkisar antara 21-30 tahun); KU IV
(kelas umur antara 31-40 tahun) dan LDTI (lahan dengan tujuan istimewa)
tidak sesuai untuk pelaksanaan penanaman biomassa karena keterbatasan
area dan biaya tinggi untuk mengubah hutan yang ada.

Untuk saat ini KPH Purwodadi (Gambar 6) didominasi oleh tanaman jati
dengan usia muda seperti yang digambarkan pada KU I dan KU II (diagram
batang warna merah tua dan pink). Ada juga distribusi jati komersil yang luas
seperti yang terlihat pada KU III, KU V (kelas antara 51-60 tahun) dan KU VI
(kelas usia antara 61-70 tahun). Namun ada area TBK (biru tua) yang cukup
luas dan TK (biru muda) yang bisa dikembangkan untuk lahan biomassa.

17 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 6: Klasifikasi Hutan dan Kawasannya yang ada di KPH Semarang. TBK (biru tua) adalah
tanaman dengan pertumbuhan kurang, TK (biru muda) adalah lahan kosong.

Terakhir, Gambar 7 menunjukkan bahwa KPH Sukabumi memiliki lahan


dengan potensi yang besar untuk perkebunan energi biomassa, karena
terdapat cukup banyak lahan yang diklasifikasikan sebagai TK (Tanah Kosong),
TKL (jenis tanaman kayu lain), TKLR (tanaman kayu lain rawang), dan TKTBKP
(tanah kosong tidak baik untuk kelas perusahaan).

Gambar 7: Klasifikasi Hutan dan Kawasan Yang ada di KPH Sukabumi. TK (biru muda) adalah lahan
kosong, TKL (ungu) adalah jenis tumbuhan kayu lainnya, TKLR (hijau gelap) adalah tanaman kayu

18 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


yang tumbuh lambat lainnya, dan TKTBKP (hitam) adalah lahan yang tidak menguntungkan, untuk
hutan khusus.

Gabungan Lahan yang dimungkinkan untuk menjadi areal perkebunan


biomassa adalah masing-masing berada di KPH Semarang (4.053 ha), KPH
Purwodadi (4.382 ha), dan KPH Sukabumi (3.811 ha), dengan total seluas
12.245 ha. Diperkirakan bahwa lahan ini cukup untuk menyediakan biomassa
yang memadai bagi pembangkit energi, untuk pengembangan tanaman, dan
untuk alokasi lahan pertanian model pengelolaan kolaboratif dengan petani
atau masyarakat setempat.

Kerapatan tegakan (ha) Area


Lokasi Efektif
KPH wilayah Lokasi BKPH Rendah Sedang Tinggi Bruto Kondisi lahan
Hutan (KBD (KBD KBD (Indikatif dan hutan
-<0,25) 0,25- >0,6 &
0,6) kompak)
Semarang Semarang Jembolo Jati dengan hasil
rendah, jati
Barat, Utara, 1.253 948 4.053 muda, dominan
Semarang Jembolo 1.852 di kelas I-II,
Timur Selatan, pembalakan liar
Tempuran, dan
pemangkasan
Kedung Jati,
Barang,
Tanggung
Purwodadi Grobogan Penganten, 463 2.271 1.648 4.382 Jati dengan hasil
rendah, jati
Jatipohon muda, dominan
di kelas I-II,
pembalakan liar
dan
pemangkasan
Sukabumi Jampang Lengkong 1.579 2.123 - 3.702 Lahan gundul
yang dominan,
Tengal lahan tidak
produktif, pohon
pinus hasil
rendah, lahan
pertanian
TOTAL 3.894 5.647 2.596 12.137
Tabel 2: Lahan potensial untuk pengembangan tanaman biomassa kayu di Perhutani

Secara umum, KPH Semarang didominasi oleh lahan kosong, dan daerah
dengan pohon jati muda yang tergolong tidak produktif (hutan dengan
produktifitas rendah atau rusak, kepadatan bidang dasar/KBD <0,6). Lahan ini
saat ini cenderung tidak produktif untuk produksi kayu karena pertumbuhan
atau hasil yang rendah, dan tumpang tindih dengan tanaman pertanian yang
dibudidayakan oleh petani atau masyarakat setempat. Secara topografi,
daerahnya relatif datar, dan memiliki aksesibilitas yang baik. Untuk
mendapatkan biomassa yang cukup besar dan kompak untuk area energi,
dipandang perlu untuk mengubah sisa pohon produktif menjadi biomassa
untuk tanaman energi, terutama di KPH Purwodadi.

Berdasarkan pengamatan dan penilaian, banyak area di KPH Sukabumi


dianggap lahan terdegradasi / kosong, sedangkan area lainnya berisi tegakan

19 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


dengan beragam pohon (pinus, gmelina, pulai, dan mahoni) yang tidak
produktif (hutan dengan produktifitas rendah atau rusak, dengan KBD <0.6).
Tanah di KPH Sukabumi juga sebagian digunakan untuk tanaman pertanian,
dan berisi semak dan pohon dengan pertumbuhan yang kurang baik. Daerah
ini secara keseluruhan memiliki beberapa area terbuka yang luas, dan agak
berbukit bukit.

Dalam pemanfaatan seluruh areal seluas 12.137 ha sebagaimana ditunjukan


pada Tabel 2, konversi terhadap penggunaan lahan yang ada atau hutan
mungkin diperlukan untuk menyiapkan area yang ditujukan untuk
pengembangan tanaman energi biomassa. Hasil konversi ini akan
menghasilkan log sekitar 168,894 meter kubik yang memiliki diameter kecil
dan harga relatif murah. Selain itu, konversi tersebut akan berpotensi
menyebabkan kehilangan kayu kurang lebih sebesar 14 m3 per hektar yang
berasal dari standing stock yang ada. Volume konversi diperkirakan dari Tabel
Pertumbuhan Tegakan dengan nilai bonita 2,5 dan faktor koreksi nilai KBD
seperti yang dijelaskan pada Gambar 8. di bawah ini.

Gambar 8. Perkiraan volume total akibat konversi tegakan untuk Perkebunan Energi
Biomassa yang berlokasi di KPH Semarang, KPH Purwodadi dan KPH Sukabumi.

20 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


3.2 Spesies pohon terbaik yang sesuai untuk tanaman energi
Pemilihan jenis pohon yang sesuai untuk bahan baku energi biomassa harus
mempertimbangkan kondisi teknis, ekologi dan sosial di mana spesies akan
dibudidayakan. Kriteria umum yang dipertimbangkan dalam memilih spesies
yang tepat adalah:
• Spesies pohon prioritas ditanam di lahan kosong atau terlantar, lahan
tidak sesuai untuk pertanian, dan berpotensi bisa melibatkan
masyarakat lokal,
• Spesies pohon harus sesuai dengan kondisi lokasi, iklim, dan
pertumbuhan,
• Mudah dibudidayakan, mudah untuk regenerasi, mudah
memperoleh sumber benihnya dan penerapan persemaiannya
sederhana,
• Pertumbuhan pohon cepat dengan kemampuan fiksasi nitrogen dan
kemampuan untuk mempertahankan dan / atau memperbaiki kondisi
tanah
• Mudah sistem pemanenannya; menggabungkan siklus panen dan
kepadatan tanaman dengan sistem trubusan
• Spesies pohon multiguna (Multiple Purpose Tree Species -MPTS)
misalnya untuk kayu bakar,memperbaiki kondisi tanah , sumber
pakan ternak dan peluang bisnis budidaya lebah madu
• Memiliki kemampuan untuk memperbaiki lahan yang rusak,
• Kemampuan beradaptasi yang tinggi - tumbuh di lahan yang rusak,
mampu untuk bertahan dari kebakaran hutan, hama dan penyakit
tanaman,
• Menghasilkan kayu energi dengan nilai kalori tinggi dan kadar
abu yang minimal

Beberapa spesies tumbuhan telah diidentifikasi sebagai sumber bioenergi dan


biofuel. Ada 52 spesies yang berpotensi sebagai sumber bahan bakar nabati
dan 16 di antaranya adalah spesies tanaman hutan. Sementara itu, ada 147
jenis tanaman hutan yang memiliki potensi untuk perkebunan biomassa untuk
pengembangan bioenergi (Hartono, 2015). Di antara spesies tersebut, tujuh
spesies direkomendasikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan (Badan Litbang) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
untuk pengembangan perkebunan energi biomassa, mis. Acacia auriculiformis
(Acacia), Acacia mangium (Acacia), Albizia procera (Weru), Calliandra
calothyrsus (Calliandra), Gliricidia sepium (Gamal), Leucaena leucocephala
(Lamtoro gung) dan Sesbania grandiflora (Turi) (Ahmad, 2013)

21 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Spesies Acacia auriculiformis dan A. mangium yang terkenal di Jawa kayunya
dapat dimanfaatkan sebagai kayu gergajian atau kayu pertukangan yang
berasal dari perkebunan Perhutani dan hutan masyarakat. Spesies A mangium
pada umumnya ditanam di Hutan Tanaman Industri (HTI) di Sumatera dan
Kalimantan untuk sumber utama industri pulp dan kertas komersial.

Umumnya, jenis weru, lamtoro gung dan turi ditanam dan berfungsi sebagai
tanaman pagar, tanaman peneduh dan tanaman penghijauan dimana
biasanya berada di sisi jalan dan sawah. Daunnya dikonsumsi sebagai pakan
ternak, dan kayu digunakan untuk kayu bakar. Kayu Weru juga tahan lama
dan digunakan untuk pertukangan. Pohon Kaliandra dan Gamal banyak
ditanam sebagai tanaman pagar dan tanaman naungan di perkebunan. Selain
menjadi penghasil utama kayu bakar, daunnya menjadi sumber pakan ternak.
Tabel 3 di bawah ini menunjukkan potensi pertumbuhan dari beberapa
spesies yang cocok untuk bahan baku energi biomassa.

Tabel 3. Persyaratan lokasi tumbuh dan potensi pertumbuhan beberapa jenis pohon yang cocok untuk bahan
baku energi biomassa
Spesies Persyaratan Biofisik Metode Kerapatan/ Jarak Rotasi Pertumbuhan/ Referensi
regenerasi hasil
Acacia Ketinggian : 0-500 m, gerneratif 2-4 x 2-4 m, jarak Rotasi yang 15-20m3/ha/th Orwa et
auriculifor Rata-rata suhu tahunan yang lebih dekat direkomendasikan dapat dicapai, tapi al. 2009;
mis 24-28 derajat C, Rata-rata lebih sesuai adalah 4-5 tahun pada tanah yang NAS
curah hujan tahunan : untuk pulp (untuk kayu kurang subur atau (2009)
760-2000 mm; jenis tanah bakar), 8-10 tahun daerah yg erosi
: sangat umum ditemukan (untuk pulp), 12- tinggi,
di tanah lempung, mampu 15 tahun untuk pertumbuhan
untuk tumbuh pada kayu. berkurang menjadi
bermacam jenis tanah 8-12m3/ha/th;
termasuk pasir berkapur 24,2 m3/ha/th
dan tanah lempung hitam
kering, tanah yang
musiman tergenang air,
tanah liat berpasir, coral
rag. Dapat toleran
terhadap basa tinggi dan
tanah garam, pH berkisar
antara 4,3 dan 9
Acacia Ketinggian: 0-800 m, Rata- generatif 600-700 batang 6-7 tahun (untuk 35,2 m3/ha/th Zuhaidi
mangium rata suhu tahunan 18-28 /ha dari 1250 kayu pulp); 15-20 (1982)
derajat C, Rata-rata curah pohon/ha (untuk tahun (kayu
hujan tahunan: 1500-3000 kayu pulp), dari gergajian)
mm, jenis tanah: tanah 900 pohon/ha
mineral atau tanah alluvial menjadi 100-200
pohon/ha dalam
2 atau 3 kali
penjarangan
(untuk kayu
gergajian)
Albizia Ketinggian: 0-1500 m, Generatif Jarak 2-3 x 0,5 m Kayu bakar diatur Rata-rata Orwa et
procera Rata-rata suhu tahunan 1- dan dalam tegakan dalam rotasi 20 pertumbuhan al. 2009,
18 derajat C sampai 37-46 vegetatif murni, dicampur tahunan tahunan diameter PROSEA
derajat C, Rata-rata curah dengan spesies 1-4 cm; mencapai
hujan tahunan: 100-5000 lain ditanam 40-60 cm dalam 30
mm, jenis tanah: bertahan dengan jarak 3 x tahun
di berbagai jenis tanah, 1m
paling bagus tumbuh di
tanah alluvial lembab,
tanah liat dengan drainase
yang baik, atau tanah
lempung dengan pH 5,5-

22 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


7,5. Toleran pada tanah
dangkal dan keasaman
Gliricidia Ketinggian: 0-1200 m, Generatif 1000-5000 Setiap 2-3 tahun Panen pertama Elevitch &
sepium Rata-rata suhu tahunan dan pohon/ha (di setelah 3-4 tahun, Francis
15-30 derajat C, Rata-rata vegetatif Amerika Tengah) 8-15 m3/ha, 3,5- (2008)
curah hujan tahunan 600- untuk rotasi 5 4,5 kg/pohon/th,
3500 mm, tipe tanah: dari tahun; 1 x 1 m 23-40 m3/ha (di
pasir murni sampai sampai 2,5 x 2,5 Filipina); 10-20
timbunan dasar danau m (di Asia) m3/ha/th (kayu
alluvial yang dalam. Dalam bakar dipanen tiap
rentang alaminya, tanah 2-3 tahun)
bersifat asam (pH 4,5-6,2);
namun bila bahan
induknya adalah batu
gamping, tanahnya sedikit
basa. Hasil bagus pada
tanah vertisol sedikit
bergaram, tetapi tidak
toleran terhadap tanah
sangat asam.
Calliandra Ketinggian: 250-1800 m, Generatif Jarak optimum Tiap 1-2 tahun, 35-65 m3/ha/th; Orwa et
callothyrs Rata-rata suhu tahunan: dan adalah 1 x 2 m trubusan tahunan 15-40 tdm/ha/th al. (2009);
us 22-28 derajat C, Rata-rata vegetatif dengan jarak berlanjut untuk dengan panen Ecocrop.
curah hujan tahunan: 700- minimum 1 x 1 10-20 tahun trubusan tahunan FAO
4000 mm; jenis tanah: m (untuk kayu untuk 10-20 tahun;
tumbuh baik pada rentang bakar) 25 t/ha/th (di
jenis tanah yang luas, indonesia); 39
tetapi lebih sesuai dengan t/ha/th (di
tanah yang bertekstur Kamerun)
ringan, sedikit asam.
Toleran pada tanah yang
tidak subur dan padat,
atau tanah dengan aerasi
buruk tetapi tidak toleran
pada tanah yang
tergenang air dan tanah
basa

(Leucaena Ketingian: 0-1500 (max Generatif 1m x1m (untuk Rotasi lebih Dari 3-4 m Orwa et
leucoceph 2100 m), Rata-rata suhu dan kayu bakar) pendek (3-5 pertambahan al. 2009;
ala tahunan: 25-30 derajat C, vegetatf tahun) tinggi/th dan 20-60 PROSEA
Rata-rata curah hujan m3/ha/th
tahunan: 650-3000 mm,
jenis tanah: tumbuh
optimal pada tanah
berkapur tapi dapat
ditemukan pada tanah
bergaram dan tanah basa
pH mencapai 8; tidak
toleran pada tanah asam
dan tanah tergenang air
Sesbania Tinggi: 0-1000m, Rata-rata Generatf 0.9 x 0,9 m; 1,5 Tidak berumur Pada tanah Orwa et
grandiflor suhu tahunan: 22-30 dan m x 2m panjang dapat lempung yang al. 2009
a derajat C, Rata-rata curah vegetatif dipanen dalam dalam dengan
hujan tahunan: 2000-4000 rotasi pendek 3 drainase baik,
mm, jenis tanah: dapat tahunan hasilnya 4 t/ha/th.
tumbuh pada rentang Di Indonesia, 20-25
jenis tanah yang luas m3/ha/th
termasuk tanah sedikit
unsur hara dan tergenang
air. Toleran terhadap
tanah bergaram dan tanah
basa dan toleran pada
tanah asam dengan pH 4,5

Semua spesies pohon pada Tabel 3 di atas dapat menghasilkan bahan baku
energi biomassa kayu dan fungsi serbaguna lainnya. Secara umum, jenis
akasia relatif memiliki karakteristik sebagai spesies yang cepat tumbuh namun
tidak banyak diketahui apakah bisa digunakan dan dikelola dengan sistem
trubusan yang berkelanjutan. Namun demikian, jenis-jenis tersebut tidak
seperti tanaman kaliandra dan gamal meski mudah dalam budidaya dan

23 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


pemanenan, namun tidak terbukti cocok untuk penerapan sistem trubusan
rotasi pendek, dan juga jarang ditanam dalam skala yang lebih luas.

Penanaman spesies eksotik dapat mengakibatkan efek samping yang tidak


diinginkan, misalnya risiko yang terkait dengan keberadaan spesies invasif.
Beberapa spesies eksotik sebelumnya telah ditanam di Indonesia, seperti
akasia mangium, gliricidia, dan kaliandra. Selama pemilik lahan memiliki
tujuan perkebunan yang jelas, dan pemanenan dilakukan secara teratur,
spesies ini pada umumnya memiliki dampak negatif yang rendah terhadap
lingkungan sekitar. Kemudian dalam beberapa laporan, ada diskusi mengenai
bagaimana risiko ini dapat dikurangi, misalnya jika spesies tersebut tidak
ditanam di daerah sekitar kawasan konservasi (yaitu Taman Nasional) dan
daerah dengan vegetasi alami. Sejak tahun 1937 kaliandra telah ditanam di
Perhutani dan daerah yang lebih luas bersamaan dengan program
penghijauan dan pendukung kayu bakar dan pakan ternak. Dapat dikatakan
bahwa, tidak direkomendasikan untuk menanam spesies baru yang memiliki
karakteristik yang tidak diketahui sampai ada kegiatan penelitian yang
memadai tentang spesies tersebut.

Memperhatikan pemaparan di atas, Pra Studi kelayakan ini telah


mengidentifikasi Gliricidia sepium dan Calliandra calothyrsus sebagai dua
spesies target pilihan. Kedua spesies tersebut sangat dikenal masyarakat di
Pulau Jawa, dan juga sebagian besar wilayah di Indonesia.

Sejak tahun 1974, Perhutani telah menyebarkan bibit kaliandra kepada petani
hutan dan memanfaatkannya sebagai tanaman batas antara kawasan hutan
dan daerah pedesaan atau lahan pertanian. Budidaya kaliandra pada saat itu
terutama ditujukan untuk menyediakan kayu bakar dan makanan ternak bagi
masyarakat yang tinggal di hutan, dan mengurangi ketergantungan pada
minyak tanah untuk memasak. Kaliandra digunakan sebagai tanaman teras
(penahan erosi) dengan kemiringan tinggi untuk memperkuat perkebunan
utama, misalnya dengan perkebunan jati, dan juga untuk tujuan perlindungan
tanah, karena dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui kemampuannya
untuk menyerap nitrogen.

Jenis tanaman gliricidia banyak digunakan sebagai tanaman tepi atau


tanaman pagar untuk mencegah ternak besar memasuki hutan. Kayunya
digunakan sebagai kayu bakar dan daunnya digunakan sebagai pakan ternak.
Kayunya dapat dipanen dengan cepat, dan pemangkasannya juga dilakukan
dengan proses yang cepat.

24 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


KPH Topografi areal Ketinggian Curah hujan Kesesuaian Ketersediaan areal
(m dpl) (mm/year) Spesies
(Calliandra
or Gliricidia)
Semarang Datar sampai < 100 1500-2000 Sangat Untuk mendapatkan area
sedikit berbukit, sesuai yang aman dan
tanah mineral terkonsentrasi, disarankan
untuk melakukan konversi
hutan produksi yang ada.

Purwodadi Datar sampai < 100 1500-2000 Sangat Untuk mendapatkan area
sedikit berbukit, sesuai yang aman dan
tanah mineral terkonsentrasi, disarankan
untuk melakukan konversi
hutan produksi yang ada.
Sukabumi Berbukit sampai 500-700 2000-2500 Sangat Tersedia area yang luas,
curam, tanah sesuai namun kawasan cukup
mineral berbukit dan terjal, yang
bisa menjadi hambatan
panen dan transportasi.

Tabel 4: Kondisi lokasi KPH Perhutani dan kesesuaiannya untuk pertumbuhan spesies pohon Calliandra dan
Gliricidia.

Meskipun kaliandra dan Gliricidia bukan spesies pohon asli di Indonesia, tetapi
spesies tersebut telah lama diperkenalkan, dan dapat ditemukan hampir di
seluruh pulau Jawa. Calliandra dan Gliricidia menjadi sangat populer di daerah
pertanian di sebagian besar wilayah Jawa. Belum banyak laporan yang
menggambarkan adanya hama dan / atau penyakit yang berkaitan dengan
salah satu spesies di atas.

Gambar 9: Perkebunan Biomassa Gliricidia pada musim kemarau yang dikembangkan


oleh KOFPI dan KPH Semarang

25 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 10: Pembibitan Gliricidia di KPH Semarang

Kayu yang dihasilkan dari tanaman Kaliandra dan Glirisidia memiliki


karakteristik fisik dan kimia yang relatif baik untuk dijadikan kayu bakar atau
sebagai bahan baku wood pellet. Nilai kalorinya tinggi dan kadar abunya
rendah.
Spesies Nilai Berat Kadar Kandun Sumber
kalori jenis abu (%) gan
(cal/g) lignin
(%)
Calliandra callothyrsus 4720 0.51-0.78 1.8 20-23 Duke (1983)
Gliricidia sepium 4574 0.67 1.1 26.8 KoFPI (2017)
Cassia siamea 4542 0.64 2.8 21.7 KoFPI (2017)
Leucaena leucocephala 4703 0.69 5.0 31.6 KoFPI (2017)
Paraserianthes falcataria 4484 0.24-0.49 1.8 KoFPI (2017)
Acacia mangium 4621 0.52 0.6 27.6 KoFPI (2017)
Acacia auriculiformis 4700- 0.45 0.34 23.5 Marsoem &
4900 Irawati (2016)
Albizia procera 4870 0.52 6.2 World
Agroforestry
Centre
Sesbania grandiflora 4278 0.40 6.0 Karmakar et al.
(2016); World
Agroforestry
Centre.
Eucalyptus pellita 4364 0.4-0.8 0.1 14-19 KoFPI (2017)
Paulownia tomentosa 4990 0.26-0.33 0.49 21-23 Akyldiz & Kol
(2010),

Tabel 5. Karakteristik fisik dan kimia beberapa species kayu untuk keperluan energi biomassa

26 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Pengembangan terencana untuk tanaman energi biomassa di Perhutani akan
memprioritaskan lahan-lahan yang saat ini tidak produktif dengan
memperhatikan produksi kayu komersial, terutama kayu jati dan kayu
komersial lainnya seperti Pinus merkusii dan mahoni. Lahan-lahan yang tidak
produktif ini bisa terjadi karena kombinasi faktor-faktor seperti:
 Kondisi lokasi dengan kualitas buruk (berbatu, solum tanah dangkal),
 Praktik silvikultur yang buruk,
 konflik penggunaan lahan, yaitu tumpang tindih dengan tanaman
pertanian yang menyebabkan gangguan pertumbuhan pada tanaman
pokok, pencurian pohon, dll.

Dengan demikian, pengembangan perkebunan energi biomassa tidak hanya


terbatas pada penyediaan bahan baku untuk penanaman energi biomassa,
namun juga untuk perbaikan aspek lingkungan, peningkatan produktivitas
lahan, dan menyiapkan pengelolaan hutan alternatif yang melibatkan
partisipasi masyarakat melalui kolaborasi antara perusahaan, petani dan
investor.

3.3 Hasil panenan kayu

Hasil kayu yang ditargetkan dapat diproduksi dalam waktu yang relatif singkat
(rotasi panen setiap 2-3 tahun), diperoleh melalui sistem trubusan. Sistem
trubusan adalah metode untuk mendapatkan panen kayu berulang kali
dengan cara memotong batang pohon di dekat permukaan tanah dan
mengeksploitasi kembali batang pohon yang berasal dari trubusan yang
tumbuh kembali sebagai batang baru melalui tunggak dan akar saat
batangnya ditebang. Dengan sistem trubusan, panen biomassa bisa dilakukan
setiap 1-3 tahun, dan berlanjut sampai pohon berumur 15-20 tahun dimana
saat itu baru dilakukan penanaman kembali. Untuk mendapatkan
produktivitas biomassa yang tinggi, pohon Calliandra atau Gliricidia sebaiknya
ditanam dengan rapat, sehingga menghasilkan populasi pohon sebanyak
5.000-10.000 pohon / ha.

Spesies
Kepadatan/Jarak tanam Hasil kayu bakar Sumber
pohon
5,000-40,000 pohon/ha atau 5-20 m3/ha/th (tanah subur sedang, ICRAF 2015;
1.5x2; 2x2.5 m (diantara barisan panen pertama); Wiersum dan
Calliandra
kayu); 35-65 m3/ha/th (tapak yang baik , Rika 1997;
calothyrsus
1 m x 1 m sd 1 m x 2 m; dalam trubusan tahunan untuk 10-20 Wiersum dan
penanaman baris tahun). Rika 1992

27 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


15 - 40 ton/ha/th (setahun setelah
pemananam, trubusan tahunan
berlanjut untuk 10 – 20 tahun).
8-15 m3/ha (panen pertama, setelah Craig RE &
1,000-5,000 pohon/ha untuk
3-4 tahun); 3.5-4.5 kg/pohon/th (di Francis JK.
rotasi 5 tahun (di Amerika
Amerika Tengah); 2006;
Tengah);
23-40 m3/ha/th (in Filipina); Wiersum, KF
Gliricidia 1 x 1 m to 2.5 x 2.5 m jarak
10-20 m3/ha (barisan kayu di kopis dan Nitis, IM.
sepium tanam untuk trubusan dengan
setiap 2-3 tahun); 1992; KoFPI-
interval 1-2 tahun (di Asia).
4.6 kg/pohon/th and 32.9 ton/ha/th Perhutani
1x 1 m; 1x2m; and 1x3 m (di
(di KPH Semarang, 4 tahun setelah 2017
KPH Semarang)
penanaman) (pers.comm.)

Tabel 6: Performa dan hasil panen dari spesies pohon Calliandra dan Gliricidia

Ada beragam informasi tentang hasil pertumbuhan / energi (kayu bakar) yang
diperoleh dari tanaman Calliandra dan Gliricidia (lihat Tabel 6), yang
disebabkan oleh perbedaan kondisi tanah, jarak tanam, dan rotasi yang
berbeda dari trubusan yang digunakan. Dengan pengaturan jarak yang rapat,
sumber benih terpilih, perawatan tanaman, dan pencegahan kerusakan
tanaman (terutama kebakaran), produktivitas kayu energi di Perhutani
ditargetkan mencapai 30 ton / ha / tahun untuk Calliandra, atau 35 ton / ha /
tahun untuk Gliricidia. Produktivitas dicapai dengan penanaman di blok yang
kompak dengan populasi pohon minimal 6500 pohon / ha.

28 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 11: (kiri) Kaliandra (Calliandra callothyrsus) yang tumbuh di banyak tempat di KPH Sukabumi, dan
penggunaan wood pellet di Lengkong Sukabumi untuk pengeringan daun teh ( bawah). Kegiatan uji spesies
Calliandra callothyrsus di KPH Semarang pada musim kemarau. Terlihat seperti tanaman gugur daun (kanan).

Untuk memenuhi target produktivitas seperti yang diuraikan di atas,


direkomendasikan untuk melakukan uji provenan dan/atau uji klon, untuk
menentukan kombinasi terbaik antara pola tanam dan jarak tanam,
pengaturan rotasi trubusan, dan teknik pemanenan kayu. Selain itu,
Perhutani sebaiknya mewujudkan kegiatan pemeliharaan tanaman sendiri dan
program gene conservation untuk tanaman penghasil biomassa.

3.4. Pemetaan Tanaman

Pengembangan pembangkit energi biomassa paling baik dilakukan dengan


membangun hutan tanaman energi biomassa di daerah yang relatif kompak
(terkonsentrasi pada satu tempat), dan tidak jauh dengan pabrik pengolah
biomassa.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan manajemen Perum


Perhutani dan pemangku kepentingan, wilayah yang memenuhi persyaratan
untuk tanaman energi biomassa adalah wilayah di KPH Semarang, KPH
Sukabumi, dan KPH Purwodadi, dengan karakteristik sebagai berikut:

29 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


a. Memiliki nilai Kerapatan Bidang Dasar (KBD) di bawah 0,6 dan / atau
ditetapkan sebagai daerah yang terdegradasi;
b. Memiliki topografi datar-menengah, yang memungkinkan aktivitas
pemeliharaan dan eksploitasi;
c. Memiliki lahan yang cocok untuk menanam tanaman energi biomassa,
d. Memiliki probabilitas konflik sosial yang rendah;
e. Area yang kurang terfragmentasi, atau daerah yang terletak di dekat
lokasi fasilitas energi yang direncanakan;
f. Daerah yang dekat dengan pembeli potensial produk wood pellet.

Beberapa area yang diindikasikan sebagai daerah potensial untuk tanaman


energi biomassa telah dikembangkan oleh KPH Semarang bekerjasama
dengan kelembagaan Korea, yaitu KOFPI yang menanam biomassa Gliricidia di
area seluas 1.500 ha. KPH Sukabumi juga telah menanam Calliandra
callothyrsus di lahan seluas 400 ha, yang dikembangkan sebagai program
rehabilitasi lahan. Peta indikatif pengembangan pembangkit energi biomassa
di KPH Semarang ditampilkan pada Gambar 12.

Wood biomass
processor

Gambar 12: Area indikatif untuk perkebunan biomassa yang berada di KPH Semarang (warna
pink)

KPH Semarang di Jawa Tengah merupakan alternatif utama untuk


pengembangan tanaman energi biomassa karena telah dilakukan uji coba
untuk penanaman Gliricidia seluas 1.500 ha, yang akan diperluas menjadi

30 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


4.000 ha. Potensi pengembangan pabrik pengolah biomassa berbasis kayu di
daerah ini akan mendapat manfaat dari kedekatan dengan bahan baku, dan
pelabuhan Tanjung Mas Semarang yang jaraknya cukup dekat.

Pilihan kedua dalam pengembangan tanaman energi biomassa adalah di KPH


Sukabumi di Jawa Barat. Pada tahun 1990-an, beberapa wilayah BKPH di
bagian KPH Sukabumi ini telah menanam spesies Calliandra sebagai bagian
dari program rehabilitasi lahan. Pada saat itu, program tersebut merupakan
upaya untuk merehabilitasi kawasan yang rusak akibat pembalakan liar,
sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan.

Gambar 13: Area indikatif untuk perkebunan biomassa yang berada di KPH Sukabumi (warna
pink)

Namun karena kendala topografi, pengembangan tanaman energi biomassa di


wilayah ini tampaknya akan sulit. Kawasan yang memungkinkan
pengembangan tanaman energi biomassa adalah di wilayah BKPH Lengkong,
dengan area yang tersedia untuk tanaman energi biomassa seluas 6.000 ha. Di
wilayah ini, topografinya sesuai yaitu rata sampai dengan kemiringan sedang.
Kawasan ini juga memiliki aksesibilitas yang tinggi ke pasar lokal wood pellet
di Kecamatan Lengkong, Sukabumi dan Bandung Selatan. Peta indikatif
pengembangan tanaman energi biomassa potensial di KPH Sukabumi dapat
dilihat pada Gambar 13.

31 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Kawasan KPH Purwodadi berdekatan dengan KPH Semarang, yang hanya
berjarak sekitar 50 km ke arah timur. KPH Purwodadi belum menetapkan
program tanaman energi biomassa tertentu, melainkan menanam tanaman
kayu putih yang menghasilkan minyak atsiri dari dedaunnya. Pada tahun
kedua, pohon kayu putih dipotong untuk memicu pertumbuhan daun lebih
banyak. Batang dan ranting dari potongan kayu putih adalah produk samping
biomassa yang saat ini belum dimanfaatkan. KPH Purwodadi akan
mengembangkan tanaman kayu putih seluas 1.000 ha, dan telah menanam
sekitar 500 ha. Namun dari keseluruhan wilayah KPH Purwodadi yang bisa
dialokasikan untuk tanaman energi biomassa adalah seluas sekitar 4.300 ha.

Gambar 14: Area indikatif untuk tanaman biomassa yang berada di KPH Purwodadi (warna
pink)

Alokasi lahan, pola tanam spasial, dan pengaturan jarak tanam untuk tanaman
energi biomassa harus memperhatikan rencana rotasi sistem trubusan, target
produktivitas panen terkait dengan jumlah pohon yang akan ditanam dan
sistem pemanenan kayu. Selain faktor teknis ini, faktor sosial juga harus
diperhatikan, terutama alokasi lahan untuk mengakomodasi kebutuhan lahan
pertanian bagi kelompok tani yang merupakan bagian dari resolusi konflik
penggunaan lahan.

32 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 15. Contoh model agroforestri tumpangsari antara kaliandra dan jagung yang
dipraktekan di Ghana (atas kiri) (sumber: Trees for the future), Lamtoro dan kaliandra ditanam
secara campuran dengan tanaman jagung di Bungamayang (atas kanan) , dan contoh
penanaman campuran antara pinus dan kaliandra di Kabupaten Wonosobo, Jateng (bawah).

Kemungkinan pola ruang tanam untuk KPH Semarang dan KPH Purwodadi
adalah kombinasi tanaman energi biomassa dan tanaman pertanian dengan
mengatur ruang tanam khusus untuk tanaman energi biomassa yang
dipisahkan menjadi garis tanaman pertanian. Misalnya, untuk area seluas 1
hektar, 75% dapat dialokasikan untuk tanaman biomassa utama, 20% untuk
tanaman pertanian, dan 5% untuk jalur inspeksi.

Pola penanaman harus mempertimbangkan sistem pemanenan kayu yang


diterapkan. Pada tanaman energi biomassa ada dua alternatif model
pemanenan yaitu, pertama, pemanenan manual yaitu pemotongan pohon
yang dilakukan dengan pemotong tradisional atau gergaji rantai, dan kedua,
pemanenan mekanis yaitu pemotongan pohon pembuatan chip menggunakan
traktor dan peralatan khusus.

33 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 16. (Kiri) Model pemanenan manual tanaman biomassa kaliandra di Bangkalan
Madura. (Kanan) Terubusan tumbuh setelah 3 bulan panen kaliandra di Bangkalan. Gambar
ini menunjukan pola panen non-mekanis yang secara tradisional dilakukan oleh petani
Bangkalan. Praktik ini adalah bagian dari sistem trubusan daur pendek menggunakan spesies
kaliandra. Setelah pemanenan, trubusan akan muncul dan kemudian bisa dipanen kembali
setelah 1 tahun tanpa penanaman lagi. Kegiatan ini belum memunculkan masalah terkait
patogen. KPH Semarang sebagai bagian dari Perhutani dan Organisasi Korea KOFPI juga
telah mempraktekkan pola panen yang sama.

Pemanenan secara manual menghasilkan kayu biomassa dengan panjang


tertentu dan diangkut dari blok pemotong dengan cara dipanggul. Sedangkan
pemanenan secara mekanis memungkinkan kayu yang diangkut ke tempat
tujuan sudah menjadi chip kayu, sedangkan alat pembuat chip kayunya
didesain mengikuti traktor. Pada tanah dengan kemiringan tidak melebihi
10% memungkinkan untuk dilakukan pemanenan secara mekanis.

Untuk model pemanen mekanis, pengelola dapat mengatur tata letak


tanaman satu baris dengan jarak tanam setiap 2 m antara jalur tanam dan
jarak tanam 0,6 - 0,7 m berada dalam barisan, sehingga dalam satu hektar
dapat ditanam sebanyak 7.100-8.300 pohon. Jarak antara jalur tanam 2m
memungkinkan roda traktor melewati celah tanam dengan aman pada saat
pemanenan. Sungguhpun demikian pemanen mekanis tidak menyebabkan
kerusakan tanaman karena diterapkannya pola tanam yang ditata secara
teratur.

34 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 17. Alat pemanen Mekanik Penuh untuk Tanaman Trubusan Rotasi Pendek (Sumber:
Dimitriou L)

Rencana silvikultur penanaman biomassa untuk KPH Sukabumi dapat


dilakukan dengan penanaman tanaman biomassa murni atau kombinasi
antara tanaman biomassa dan tanaman pinus. Dengan topografi berbukit,
KPH Sukabumi disarankan untuk menerapkan pemanen non mekanis, dimana
menerapkan sistem pemanenan secara manual menggunakan parang atau
gergaji mesin secara operasional akan lebih baik. Namun, untuk KPH
Semarang atau Purwodadi, karena memiliki banyak lokasi datar sangat
memungkinkan menggunakan pemanen secara mekanis penuh.

Dimungkinkan untuk menanam tanaman energi biomassa seluruhnya dengan


jarak tanam yang rapat sehingga populasi tanaman dapat dimaksimalkan
menjadi 10.000 pohon / ha. Bagi KPH Sukabumi, tanaman energi biomassa
dapat ditanam di antara jalur tanam pinus. Jumlah pohon pinus ditargetkan
mencapai 200 pohon / ha, dengan jarak tanam rata-rata 7 m x 7 m. Di antara
jajaran penanaman pinus selebar 7 m, sekitar 3-4 m dapat digunakan untuk 2-
3 baris bibit biomassa (penanaman dua baris), dengan jarak antar jalur 1-1,5
m. Dengan jarak antar tanaman di dalam baris 0,75 m - 1 m, maka kepadatan
individu tanaman biomassa bisa mencapai 3.300 - 3.500 pohon / ha. Dengan
jumlah populasi tanaman yang lebih kecil, area yang lebih luas dibutuhkan
untuk mendapatkan produktivitas biomassa yang lebih besar.

35 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 18. Contoh lay out penanaman yang disederhanakan dengan satu
baris (dengan skala yg tidak tepat). (a) adalah jarak dengan header; (b) adalah
jarak dengan pembatas tepi atau tanaman masyarakat; (c) adalah antara
batang yg dipanen dalam satu barisan (0.6-0.7 m); (d) adalah jarak antar
barisan (2m)

36 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


A

C
E

Gambar 19. Sebuah contoh penyederhanaan layout penanaman dengan baris


ganda untuk KPH Sukabumi (skala tidak sebenarnya). (A) adalah jarak
diantara baris penanaman spesies biomassa (1-1.5m); (B) adalah jarak antara
dua tanaman pinus sebagai tanaman pokok (7m); (C) adalah jarak diantara
pemotongan batang di dalam baris (0.75-1 m); (D dan E) adalah jarak diantara
baris dan tanaman pokok (1.5-2m).

Berdasarkan kunjungan di KPH Sukabumi, disimpulkan bahwa ada dua pilihan


model rencana. Yang pertama melakukan pembersihan lahan yang tidak
produktif dan mengubahnya menjadi perkebunan energi biomassa tanpa
mencampur spesies lain. Pilihan kedua agak lebih baik dengan
mengoptimalkan lahan di antara tegakan pinus yang ada, asalkan tidak
mengganggu perkebunan utama. Perhutani memiliki pengalaman menanam
pinus dan kaliandra di Kepil, Wonosobo, Jawa Tengah. Jenis pemanenan yang
paling mungkin dilakukan di lahan tersebut adalah secara non-mekanik,
menggunakan pola panen tradisional dengan pemotong/parang atau gergaji
mesin.

37 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


3.4 Gambaran dan pemetaan residu kayu

Residu kayu di areal Perhutani umumnya dihasilkan setelah kegiatan


pemanenan, penjarangan, atau pemangkasan. Residu kayu terdiri dari cabang,
batang dan sisa kayu, dan dapat dikumpulkan setelah pemotongan atau
pemanenan. Saat ini, residu tersebut pada umumnya merupakan bagian dari
produksi hutan yang diberikan kepada masyarakat berkaitan dengan program
perhutanan sosial, misalnya: batang dan cabang dari perkebunan kayu putih,
rencek ranting jati, dan batang dan cabang Pinus merkusii sebagai produk
penjarangan.

Gambar 20: Potongan batang kayu putih menghasilkan residu di KPH Jombang

Berdasarkan wawancara dengan ADM KPH Jombang dan ADM KPH Purwodadi,
residu pemotongan kayu putih pemanfaatanya bisa diatur ulang dengan
masyarakat setempat jika diarahkan sebagai bahan baku untuk produksi energi
biomassa.

38 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 21: Residu dari hasil panen tanaman pinus yang merupakan bahan energi biomassa.

KPH Sukabumi telah menilai bahwa residu batang pinus yang dipanen
menghasilkan nilai ekonomi tinggi, terutama batang dengan diameter di atas
20 cm. Namun, dimungkinkan untuk menggunakan residu batang yang memiliki
diameter di bawah 20 cm, dan / atau kayu dengan cacat fisik yang tidak laku
dijual.

Gambar 22: Residu dari penjarangan pinus, foto diambil dari http://kayumebel

Selain berasal dari limbah pemanenan, residu kayu berpotensi diambil dari
fasilitas pengolahan kayu, seperti serbuk gergaji dan potongan-potongan kayu

39 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


dari pabrik penggergajian kayu, fasilitas furnitur, dan fasilitas pengolahan kayu
lainnya yang berada di daerah yang berdekatan.

Potensi residu kayu di Jawa Tengah


Selain berasal dari tanaman penghasil biomassa seperti yang diuraikan di atas,
juga relevan untuk menentukan apakah ada residu kayu potensial yang
dihasilkan dari proses pengolahan kayu yang dapat juga digunakan sebagai
feedstocks ke pabrik wood pellet. Tabel 19 pada Lampiran 1 berisi daftar
perusahaan di Jawa Tengah yang memiliki potensi sampah kayu yang dapat
dikaji lebih lanjut.

Residu kayu di Jawa Barat dan Banten


Daftar serupa juga telah dibuat untuk Jawa Barat dan ditampilkan pada Tabel
20 di Lampiran 1.

Saat ini jumlah yang pasti dan pemanfaatan residu kayu yang berasal dari
perusahaan kayu di atas saat ini belum bisa ditentukan. Contoh residu
potensial ini ditampilkan pada gambar di bawah ini.

40 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 23: Potongan residu kayu yang dihasilkan oleh penggergajian di Banten

Gambar 24: Serbuk gergaji dari residu kayu yang dihasilkan oleh pabrik penggergajian kayu di
Banten

41 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


4 Analisis lokasi potensial dan kapasitas
Apakah itu pembangkit listrik ataupun fasilitas produksi wood pellet, ada
sejumlah faktor yang harus dipertimbangkan dalam penempatannya.
Sementara beberapa aspek sama (yaitu jarak dengan input bahan baku), yang
lain akan berbeda, dan keduanya akan dipertimbangkan secara terpisah
dalam ikhtisar berikut.

Ada trade-off atau hambatan ekonomi antara investasi di pembangkit yang


lebih besar (dengan biaya modal yang relatif rendah) dibandingkan dengan
membangun beberapa pembangkit kecil (dengan biaya modal lebih mahal).
Membangun beberapa pembangkit kecil mungkin lebih untung karena
letaknya yang lebih dekat dengan persediaan bahan baku (akibat biaya bahan
bakar yang lebih rendah) . Dengan demikian, analisis penentuan lokasi dalam
bab ini harus dilihat bersamaan dengan analisis pembangkit yang dijelaskan
pada bab berikut, dan karena kaitan ini, rekomendasi tentang penentuan
lokasi dan kapasitas pembangkit disertakan dalam bab berikut.

4.1 Penempatan bangunan pembangkit listrik

Biaya pengangkutan biomas


Bergantung pada infrastruktur jalan di areal produktif tanaman menyebabkan
biaya transportasi mungkin cukup mahal. Ea telah mengembangkan model
transportasi jalan sederhana yang mempertimbangkan unsur-unsur berikut:
 CAPEX berdasarkan biaya truk dimuka, masa pakai kendaraan, dan
tingkat suku bunga
 OPEX berdasarkan upah pengemudi, harga bahan bakar &
penggunaan, pajak, asuransi, dan biaya O & M
 Hari kerja per tahun, jam per hari, km dikemudikan per hari, km
dikemudikan kosong, muatan truk bersih, dan margin keuntungan.
 Elemen penting utama diasumsikan:
o % dari waktu pengangkutan truk kosong, jarak pendek yang
kita anggap 50%
o kapasitas angkut truk. Ada dua model truk, satu dengan
kapasitas pengangkutan 15 ton, dan satu lagi dengan daya
angkut bersih 5 ton
Dikombinasikan dengan perkiraan biaya bongkar muat sekitar 1,5 USD / ton,
total biaya untuk pemuatan, pengangkutan, dan pembongkaran sebagai
fungsi dari jarak transportasi ditampilkan pada gambar di bawah ini.

42 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 25: Model Biaya pemuatan dan pengangkuta biomassa kayu di Indonesia sebagai
fungsi jarak transportasi

Kedekatan ke jaringan listrik tegangan tinggi


Aspek kedua yang harus diperhatikan adalah kedekatan dengan jaringan listrik
tegangan tinggi dan biaya koneksi. Untuk menilai biaya ini dengan benar,
Anda perlu menghubungi bagian perencanaan PLN untuk membahas biaya
koneksi dan kode koneksi.

Berdasarkan SK Menteri ESDM no 33/2014 tentang sambungan listrik, biaya


koneksi adalah sebagai berikut:
Listrik tersambung Tarif sambungan (Rp)
450 VA 421,000
900 VA 843,300
1.300 VA 1,218,000
2.200 VA 2,062,000

Kedekatan ke air untuk pendinginan

Akses ke air pendingin sangat relevan, karena ini mengarah pada


efisiensi yang lebih tinggi dan biaya investasi yang lebih rendah, karena
menara pendingin tidak diperlukan.

Lokasi industri dekat dengan pembeli energi panas


Lokasi industri yang berpotensi mendapatkan manfaat dari penggunaan panas
yang dihasilkan dari pabrik juga memiliki relevansi, karena jika menghasilkan

43 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


sumber panas yang signifikan bisa dijual kepada konsumen akan sangat
menguntungkan dari sisi keekonomian pembangkit listrik.

4.2 Pembangunan pabrik wood pellet


Bagian berikut akan membahas secara singkat 3 lokasi potensial untuk pabrik
pelet kayu.
Lokasi pabrik wood pellet di Semarang
Lokasi pabrik wood pellet di wilayah Semarang, dengan mempertimbangkan
ketersediaan bahan baku biomassa di wilayah KPH Semarang, disarankan
ditempatkan di Kecamatan Kedung Jati, dekat akses jalan ke Semarang-
Salatiga. Alasan untuk lokasi khusus ini meliputi:
a) Relatif dekat dengan bahan baku biomassa, yang terdiri dari
perkebunan Gliricidia yang terletak antara 2 km - 20 km;
b) Dekat dengan pelabuhan Tanjung Mas Semarang, yang jaraknya 35
km, dengan waktu tempuh sekitar 1 jam;
c) Dekat dengan sumber residu potensial dari Semarang, Demak sampai
Jepara, yang berada dalam jarak 30 -100 km;
d) Dekat dengan pasar lokal potensial wood pellet di Semarang,
Wonosobo, Bandung, Kuningan dan Cirebon.

Gambar 26: Jarak dari Pelabuhan Tanjung Mas ke Kecamatan Kedung Jati

Lokasi pabrik wood pellet di Purwodadi


Lokasi pabrik wood pellet di daerah Purwodadi, dengan mempertimbangkan
ketersediaan bahan baku biomassa di wilayah KPH Purwodadi, disarankan
untuk ditempatkan di dekat jalan Akses ke Purwodadi-Semarang. Alasan
untuk lokasi khusus ini meliputi:
a) Relatif dekat dengan bahan baku biomassa, terdiri dari perkebunan
Gliricidia atau Calliandra yang terletak antara 2 km - 30 km;

44 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


b) Dekat dengan pelabuhan Tanjung Mas Semarang, yang jaraknya 63
km, dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam;
c) Dekat dengan sumber residu potensial dari Semarang, Demak, Solo,
Pati, ke Jepara, yang berada dalam jarak 60 -150 km;
d) Cukup dekat dengan pasar lokal potensial wood pellet di Semarang,
Wonosobo, Bandung, dan Kuningan Cirebon.

Gambar 27: Jarak dari Pelabuhan Tanjung Mas ke Purwodadi

Lokasi pabrik wood pellet di Sukabumi


Lokasi ketiga pabrik pelet kayu ada di Lengkong, Sukabumi, karena:
a) Relatif dekat dengan bahan baku biomassa, terdiri dari perkebunan
Gliricidia atau Calliandra yang terletak antara 2 km - 30 km;
kedekatan dengan pasar wood pellet lokal seperti Lengkong (pengering
daun teh). Ada juga 4 industri teh lainnya: Goal Para, Geger Bitung, Tugu,
dan Bojong Asih yang telah menggunakan wood pellet sebagai bahan
bakar alternatif. Lokasi yang diusulkan juga dekat dengan pasar wood
pellet di wilayah Bandung selatan (PTPN 8 - perusahaan milik
pemerintah di pabrik pengolahan teh);
b) kedekatan dengan sumber residu potensial dari Sukabumi, Banten, dan
dari Jakarta, dengan jarak tempuh 30 km -150 km.

45 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 28: Jarak dari Bandung ke Lengkong Sukabumi

Namun, jarak ke pelabuhan Tanjung Priok adalah 155 km, atau kira-kira 4,5
jam, jarak yang cukup jauh, sehingga disarankan pemasaran wood pellet
dilakukan untuk kebutuhan lokal.

Gambar 29: Jarak dari Pelabuhan Tanjung Priok ke Lengkong Sukabumi

46 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


5 Listrik dan wood pellet
5.1 Pasar listrik
Regulasi Rencana umum penyediaan tenaga listrik nasional (RUPTL) dilaksanakan
melalui keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Rencana
terakhir adalah RUPTL 2017, yang mencakup target pembangunan menuju
tahun 2026. Rencana ini mencerminkan kebijakan dan target di sektor
ketenagalistrikan termasuk pertumbuhan energi terbarukan.

Sistem listrik Jawa-Bali menyumbang sekitar 80% dari total kebutuhan listrik
Indonesia. Menurut RUPTL, diharapkan ada pertumbuhan yang tinggi untuk
permintaan listrik sebesar 8,3% p.a. selama periode 2017-2026. Karena
instalasi yang diproyeksikan dan direncanakan akan menggunakan tambahan
kapasitas batu bara dan pemanas gas, dimana batas cadangan (hubungan
antara kapasitas pembangkit listrik dan permintaan listrik saat tegangan
puncak) diproyeksikan jauh di atas nilai target 30%, hal ini mengindikasikan
bahwa kebutuhan untuk menambah kapasitas energi tambahan (misalnya
biomassa) dalam sistem Jawa-Bali akan kurang mendapat perhatian.

Pembangunan dan pengoperasian fasilitas pembangkit tenaga listrik di


Indonesia memerlukan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) yang
dikeluarkan oleh instansi pemerintah terkait. Untuk lisensi di bawah yurisdiksi
pemerintah pusat, IUPTL dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Untuk lisensi di
bawah yurisdiksi pemerintah provinsi atau daerah, IUPTL dikeluarkan oleh
layanan terpadu satu atap (PTSP) atas nama gubernur. Perjanjian pembelian
listrik antara pemohon IUPTL dan pembeli (PLN) merupakan prasyarat untuk
mendapatkan IUPTL (Saraswati & et al, 2017).

Metode pengadaan dan tarif sebelumnya telah diatur dalam Peraturan


Menteri Nomor 12 (MEMR). Pada bulan Agustus 2017, Kementerian ESDM
mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 50 dengan beberapa perubahan.
Fitur utama dalam kedua peraturan adalah mengenai penerapan pembangkit
listrik tenaga biomassa ditunjukkan pada Tabel 7 di bawah ini.

47 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Peraturan 12 (Sebelumnya) Peraturan 50 (Setelah Agustus 17)
Metode Metode
Mekanisme tarif Mekanisme tarif
pengadaan pengadaan
Jika BPP> rata-rata
< 10 MW: feed-in
Feed-in tariff Negosiasi dengan nationaal,
tariff
berdasarkan lokasi PLN. Harus Build, mencapai 85% of
>10 MW:
dan tingkat Own, Operate, BPP
Negosiasi
voltase Transfer (BOOT) Jika BPP< rata-rata
langsung
nasional , BPP

Tabel 7: Metode pengadaan dan sistem tarif pembangkit listrik tenaga biomassa IPP di
Indonesia. BPP adalah biaya lokal pembangkit listrik yang dihitung oleh PLN.

Tarif relevan untuk BPP diterbitkan setiap tahun oleh MEMR. Gambar 24 menyoroti fakta bahwa
Jawa-Bali BPP di Jawa-Bali 6,62 sen USD di bawah rata-rata angka nasional (7,39 sen
USD). Menurut Permen 50, tarif maksimum yang relevan untuk pembangkit
listrik tenaga biomassa pada sistem Jawa-Bali adalah 6,62 sen USD / kWh.

Gambar 30: BPP untuk tahun 2015 dan 2016 di daerah terpilih (PWC, 2017)

Koneksi Grid
Agar bisa menjual listrik, perlu untuk terhubung ke grid PLN. Lokasi koneksi
harus disetujui oleh PLN. Konsultan memahami bahwa semua biaya koneksi
harus dibayar oleh produsen listrik, walaupun hal ini tidak diatur secara
eksplisit dalam peraturan tersebut.

Jaringan transmisi di Jawa terdiri dari sambungan 500 kV, 150 kV dan 70 KV
(biru, merah dan hijau pada Gambar 25. Ada daerah potensial yang dapat
ditemukan di lokasi yang dikunjungi dan dekat dengan gardu induk 150 KV
atau 70 kV yang ada. Ketika Lokasi pilihan sudah ditetapkan, negosiasi dengan
PLN mengenai syarat dan ekonomi harus dimulai.

48 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 31: Grid transmisi di Jawa (Sumber: PLN)

5.2 Biomassa untuk teknologi listrik

Teknologi yang berbeda dapat diterapkan saat menggunakan biomassa untuk


produksi listrik. Proses yang umum adalah mengubah energi kimia dalam
biomassa menjadi panas suhu tinggi (pembakaran), dan kemudian mengubah
panas Th menjadi listrik dan suhu rendah menjadi panas di Tc (kehilangan).
Hukum fisika termodinamika menetapkan jumlah maksimum teoritis energi
listrik yang dapat diturunkan dari energi panas: Efisiensimax= 1-Tc / Th 2. Jika
Th uap pada 500 ° C dan Tc adalah suhu sekitar 30 ° C, efisiensi listrik
maksimum teoritis dapat dihitung menjadi 61%. Dengan bahan bakar bersih
seperti gas alam, Th bisa mendekati 1.000 ° C, dan efisiensi teoritis dapat
ditingkatkan hingga 70%.

Gambar 32: Siklus uap Rankine

2
Carnot efficiency dihitung berdasarkan skala suhu Kelvin: °Kelvin = °Celcius+273.15

49 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Dalam teknologi konversi terapan, efisiensi listrik seringkali kurang dari
setengah jumlah maksimum teoritis yang disebutkan di atas. Biasanya,
konversi berbasis uap terjadi dalam empat langkah utama yang berjalan
dalam proses kontinyu: Boiler, turbin, kondensor dan pompa (lihat Gambar
32).

Bahan bakar yang jenisnya berbeda menimbulkan tantangan teknologi yang


berbeda. Biomassa dapat sangat bervariasi dalam kandungan air dan
komposisi kimia, yang merupakan tantangan untuk mendesain tungku dan
daya tahan boiler. Terutama kandungan kalium dan khlorida yang cukup
agresif terhadap jenis baja konvensional yang terjadi pada tekanan tinggi.
Selain itu, pembangkit listrik biomassa seringkali kapasitasnya lebih kecil
karena ketersediaan sumber daya lokal. Ketersediaan biomassa lokal cukup
penting karena kepadatan energi biomassa jauh di bawah kepadatan energi
bahan bakar lain, yaitu minyak dan batu bara. Dengan kepadatan energi
rendah, biaya transportasi menjadi lebih tinggi. Karena masalah
termodinamika dan faktor penskalaan, pembangkit listrik yang lebih kecil
sering dirancang dengan efisiensi listrik yang lebih rendah.

Teknologi umum untuk pengapian biomassa adalah grate firing, bubbling


fluidised bed, circulation fluidised bed, atau dust firing. Teknologi ini terutama
digunakan untuk bahan pembakar biomassa kayu, residu dari industri pulp
dan kertas, residu dari industri gula, gambut, dan dalam beberapa kasus untuk
jerami.

Biomassa kayu dan Pengalaman internasional dengan produksi listrik menggunakan biomassa
ampas tebu untuk kayu dan ampas tebu cukup luas. Denmark telah 25 tahun berpengalaman,
produksi listrik terutama dengan menggunakan teknologi pembakaran grate (grate firing) ,
atau pembakaran serbuk (dust firing) dalam pembakaran bersama dengan
batubara atau wood pellet.

Bagian berikut akan membahas teknologi mana yang direkomendasikan untuk


pembangkit listrik 5-10 MW.

50 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Grate-fired boiler
Keuntungan
Teknologi grate firing sudah mantap, terbukti
baik, relatif murah, digunakan secara luas di
berbagai negara, dan menggunakan berbagai
jenis bahan bakar, termasuk bahan bakar
yang sulit seperti jerami gandum. Di
Denmark, banyak grate-fired boiler
digunakan untuk produksi listrik dengan
menggunakan kayu, limbah rumah tangga,
atau jerami. Boiler grate-fired sangat kuat
walaupun dengan variasi ukuran bahan bakar,
kadar air, komposisi abu, dll. Boiler dengan Grate-fired dibangun dalam
kisaran ukuran 3-50 MWpower.

Kerugian Beberapa kelemahan yang berkaitan dengan boiler model grate firing
adalah efisiensinya sedang dan biaya operasional dan pemeliharaan yang
relatif tinggi.

Bubbling Fluidised Bed (BFB)


Dalam boiler BFB, sand bed bubbles ada di bagian bawah tungku. Zona
pembakaran mempertahankan semua panas bahan bakar, yang membuat
pembakaran BFB cocok untuk
biomassa.
Teknologi boiler BFB juga cukup
menyebar luas untuk pembangkit
listrik biomassa kecil. Khususnya di
Swedia dan Finlandia, boiler BFB
digunakan di industri pulp dan
kertas, namun boiler BFB untuk
biomassa dapat ditemukan di
seluruh dunia.
Keuntungan Dibandingkan dengan teknologi
grate firing, BFB menghasilkan
efisiensi yang sedikit lebih tinggi dan biaya operasional dan pemeliharaan
yang lebih rendah. Boiler BFB terutama digunakan pada industri kayu dan
kertas dengan menggunakan residu kayu sebagai bahan bakar. Boiler model
BFB bisa dibangun sedikit lebih besar dari bangunan boiler grate firing; dari
yang sangat kecil, sampai sekitar 100 MWpower.

51 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Kerugian Boiler model BFB memerlukan kadar air yang lebih terkontrol dalam bahan
bakar untuk menjaga suhu pada tingkat yang dapat diterima.
The BFB boiler is likely more CAPEX intensive for small sizes.

Circulating Fluidised Bed (CFB)


Dalam boiler CFB, material di
penumpu (bed) mengalir
bersamaan dengan gas buang
melalui tungku, setelah itu
dipisahkan dari gas dari siklon dan
kembali ke bagian bawah tungku.

Teknologi CFB juga digunakan di


industri pulp dan kertas Swedia
dan Finlandia, umumnya untuk
ukuran pabrik yang lebih besar
dibandingkan dengan pabrik
berteknologi BFB. Pabrik CFB menggunakan batu bara, dan beberapa juga
kayu dan beroperasi di seluruh dunia.

Keuntungan Dalam boiler CFB , bahan bakar dengan ukuran dan kadar air yang berbeda
dapat digunakan. Boiler CFB dapat dibangun lebih besar dari boiler grate-fired
dan BFB (sampai 3-400 MWpower). Dengan membangun skala lebih besar,
memungkinkan untuk mencapai efisiensi yang lebih tinggi atau layak
dioperasikan.

Emisi nitrat boiler CFB lebih tinggi daripada boiler lainnya. Konsumsi
Kerugian listrik boiler CFB sekitar 1 persen lebih tinggi daripada boiler grate-fired
(2-3% untuk boiler grate-fired dan 3-4% untuk boiler BFB / CFB
menurut Evald dan Witt (2006)). Boiler CFB sensitif terhadap
kandungan alkali dalam bahan bakar.

Dust firing
Boiler pembakaran serbuk (dust firing) atau pengapian suspensi banyak
menggunakan bahan bakar batu bara. Beberapa pembangkit listrik tenaga
batubara telah dipasang untuk menggunakan wood pellet , diharapkan lebih
banyak yang akan mengikuti.

52 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Keuntungan Boiler berbahan bakar serbuk dapat dibangun dalam mode berskala besar dan
dengan efisiensi listrik tinggi dan OPEX dan CAPEX yang lebih rendah.

Dalam boiler model dust firing, hanya bahan yang sangat halus yang bisa
Kerugian digunakan. Untuk biomassa, ini berarti pellet atau serbuk gergaji. Peletisasi
bahan baku adalah biaya tambahan dan hanya menarik untuk pembangkit
listrik yang lebih besar, di mana efisiensi tinggi menjadi prioritas.
Untuk pembangkit yang kecil, jauh dari layak untuk membangun boiler dust
firing dengan serbuk jerami. Namun, untuk co-firing bisa menjadi
kemungkinan yang menarik.

Teknologi lain untuk pembangkit listrik biomassa


Mesin stirling
Mesin Stirling telah dikembangkan
untuk biomassa, termasuk jerami.
Teknologi ini belum mantap berkaitan
dengan penggunaan jerami, namun
teknologinya masih berjalan.
Keuntungan
Keuntungannya adalah mesinnya
sangat kuat saat menggunakan jerami,
dan faktanya bisa dibangun unit
sangat kecil.

Kerugian utamanya adalah :


Kerugian  Efisiensi listrik yang rendah
 Bukan teknologi yang terbukti dengan baik
 Sampai sekarang, baru dibangun dalam ukuran kecil

53 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Bila teknologi ini sudah semakin mantap, mungkin menarik untuk instalasi
yang lebih kecil untuk produksi listrik

Teknologi gasifikasi
Gasifikasi adalah proses
pembakaran parsial dimana
padatan dalam biomassa
ditransformasikan menjadi gas dan
abu yang mudah terbakar. Gas
kemudian bisa dibakar dalam boiler,
turbin, atau mesin pembakaran
internal. Gasifikasi dengan demikian
dapat dipandang sebagai proses
pra-perawatan untuk mengurangi
tantangan persoalan pembakaran,
dan untuk mencapai efisiensi listrik
yang lebih tinggi. Ada sejumlah teknologi yang berbeda, yaitu fixed bed,
fluidised bed, dan entrained flow.

Keuntungan Gasifikasi secara teori dapat memberikan efisiensi listrik yang lebih tinggi,
diaplikasikan pada pembangkit yang lebih kecil jika gas yang dihasilkan cukup
bersih dan stabil. Model ini biasanya digunakan pada turbin yang efisien atau
mesin pembakaran internal.

Kerugian Namun, meski lebih dari 20 tahun penelitian, pengembangan dan


demonstrasi, teknologi tersebut belum dapat diklasifikasikan sebagai
teknologi yang telah terbukti andal dengan dukungan referensi yang
meyakinkan. Tantangan utama adalah jika harus melibatkan penanganan
bahan baku yang tidak homogen, ter dan debu di gas, dan bagaimana mampu
membuktikan efisiensi yang tinggi dalam praktik, bukan teori.

Organic Rankine Cycle (ORC)


ORC adalah teknologi yang sangat handal untuk pembangkit listrik biomassa.
Kelemahannya adalah efisiensi listrik yang rendah. Oleh karena itu teknologi
hanya menarik jika produk utamanya adalah panas, dan listrik adalah produk
sampingan.

5.3 Teknologi pilihan untuk evaluasi kelayakan


Grate firing adalah teknologi yang paling relevan untuk kasus ini. Hal ini
berkaitan dengan ukuran, permintaan listrik saja (tidak termasuk panas), dan
kebutuhan akan teknologi yang kuat serta terbukti dengan baik. Teknologi

54 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


grate-firing adalah satu-satunya jenis teknologi di atas dengan referensi
sangat kuat dalam disain ukuran yang lebih kecil.

Deskripsi pembangkit listrik


Bahan baku harus dikirim ke pembangkit listrik dalam bentuk batang atau
potongan kayu kecil. Jika dikirim sebagai batang, akan dipotong menjadi
bentuk chips di pabrik untuk memudahkan penyimpanan dan mengurangi
bahaya pembakaran spontan.
Penyimpanan di Pembangkit listrik harus mempunyai tempat peyimpanan yang tertutup, yang
pembangkit listrik dapat menampung chip untuk produksi 5-7 hari.

Gambar 33: Contoh penyimpanan bahan baku

Penyimpanan Selain penyimpanan tertutup dan terbuka di pembangkit listrik, biomassa


terdesentralisasi dapat disimpan dalam bentuk batang atau Chip di gudang yang terpusat di
lapangan

Gambar 34: Contoh penyimpanan biomassa kayu di lapangan

Penanganan bahan Dari tempat penyimpanan chip, bahan baku diambil melalui derek ke
bakar di pembangkit conveyor penerimaan.
listrik

55 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 35: Chip kayu di atas conveyor (ban berjalan)

Boiler/grate Di dalam boiler, chip diratakan di atas grate . Ini bisa berupa grate jalan
(traveling grate), atau grate bergetar (vibrating grate), atau step grate.
Misalnya di vibrating grate, bahan bakar bergerak sedikit menuruni grate
yang miring setiap kali grate nya bergetar.

Gambar 1: Contoh vibrating grate

Ketika mencapai ujung grate bahan bakar benar-benar terbakar habis, dan
hanya abu bawah yang tersisa, yang jatuh ke dalam wadah terak yang
dipenuhi air. Dari wadah terak, abu bisa diangkut kembali ke hutan dan ladang
dan dijadikan pupuk.
Jalur gas buang Gas buang yang melewati pemanas super dan economiser akan memanaskan
air / uap untuk turbin. Setelah itu, gas buang dibersihkan dari partikel dalam
kantong filter atau presipitator elektrostatik, dan gas buang cukup bersih
untuk dibawa ke cerobong.

56 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 2: Sketsa prinsip dari pembangkit listrik grate fire menggunakan chip kayu

Perputaran uap Uap super panas dibawa dari pemanas super ke turbin uap. Turbin tersebut
menjalankan generator untuk menghasilkan listrik. Setelah turbin, uap harus
dikondensasikan dalam kondensor sebelum pompa pengumpan air
meningkatkan tekanan air. Air bertekanan tinggi dikirim kembali ke
economiser dan pemanas super di boiler untuk penguapan.

Pendinginan uap di kondensor


Uap dari turbin harus didinginkan agar kondensat menjadi air. Hal ini bisa
dilakukan pada berbagai jenis kondensor. Jika air dingin cukup tersedia,
kondensor berpendingin air biasanya lebih disukai, karena perpindahan panas
lebih baik, dan unit dengan ini bisa lebih kecil dan lebih murah.

Kondesor berpendingin Memilih kondensor berpendingin air akan menghasilkan biaya investasi
air terendah karena perpindahan panas lebih baik. Selain itu, akan memberikan
efisiensi yang lebih tinggi untuk pembangkit listrik karena kemampuan untuk
mendinginkan ke suhu yang lebih rendah.

Masalah dengan teknologi ini adalah jumlah air yang dibutuhkan untuk
kondensor berpendingin air. Dengan efisiensi boiler 90%, dan efisiensi listrik
sekitar 20%, dan jika air dapat dipanaskan dengan suhu 5 ° C, akan dibutuhkan
air pendingin sekitar 2.500-3.000 m3 / h (0,75 m3 / s). Jumlah air tersebut
diperkirakan tidak akan tersedia untuk pembangkit listrik di lokasi yang
diusulkan.

57 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Kondensor berpendingin Kondensor berpendingin air dapat
air dengan menara dikombinasikan dengan menara
pendingin pendingin jika air dingin tidak
cukup tersedia. Menara
pendingin bisa berupa menara
pendingin kering atau menara
pendingin basah, dimana energi
penguapan digunakan untuk
mendinginkan air di kondensor
berpendingin air. Menara
pendingin basah untuk pabrik seperti yang ada dalam kasus ini akan
menggunakan sekitar 30-50 m3 / jam air bersih.
Kondensor berpendingin Solusi paling sederhana untuk pembangkit listrik di daerah di mana air bersih
udara atau dingin langka adalah kondensor berpendingin udara. Biaya investasi
sedikit lebih tinggi dan efisiensinya sedikit lebih rendah, namun tantangan
untuk mendapatkan cukup air dan merawat kondensor berkurang secara
signifikan.

Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan kondensor berpendingin


udara untuk kasus ini.

Perhitungan efisiensi
Untuk memperkirakan efisiensi listrik pembangkit listrik, perhitungan neraca
panas konvensional telah dilakukan. Komponen yang digunakan dalam
perhitungan neraca panas adalah: Boiler, katup tekanan tinggi, turbin,
generator, kondensor, dan tangki air umpan.
Dihitung untuk setiap komponen: neraca panas, neraca massa dan persamaan
termodinamika.

Masukkan data untuk Tabel 8 di bawah ini menampilkan beberapa nilai masukan penting untuk
perhitungan perhitungan keseimbangan panas.

58 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Item Nilai
Isentropic efficiency turbine 80%
Boiler pressure 70 bar
Boiler efficiency 87%
Valve loss 0
Generator efficiency 98%
Terminal Temperature Difference 10
Ambient temperature 35°C
Efficiency pumps 75%
Pressure loss boiler 10%
Auxiliary electricity consumption 400 kW
Tabel 8: Data yang dipilih untuk perhitungan neraca panas

Gambar 38 menampilkan skema keseluruhan dari proses pembangkit listrik 10


MW dengan data yang ditunjukkan di atas.

Gambar 38: Model proses pembangkit tenaga listrik (perhitungan keseimbangan panas).

Efisiensi Efisiensi listrik total untuk pembangkit listrik model adalah 29,7% gross dan
27,5% net. Tekanan dan suhu utama ditunjukkan pada Gambar 38.

59 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Pada tahap perancangan selanjutnya beberapa pilihan harus dibuat mengenai
tekanan dan suhu pada boiler, sistem pendingin dan optimalisasi lebih lanjut
desain turbin, sistem pemanas awal dan kemungkinan pemanasan kembali
uap di antara tahap turbin. Perhitungan desain ini berfungsi untuk
menemukan keseimbangan antara biaya dan efisiensi.

Gambar 39: Efisiensi dan parameter boiler (suhu and tekanan).

Gambar 39 menampilkan hubungan antara tekanan boiler, suhu boiler dan


efisiensi. Dengan mengubah tekanan boiler 10 bar, atau dengan mengubah
suhu boiler 50 ° C, efisiensinya akan meningkat atau turun sebesar 0,5% p.
Tekanan boiler yang meningkat dan suhu yang meningkat akan meningkatkan
biaya komponen dan kemungkinan juga biaya O & M. Tekanan 70 bar dan
suhu 450 ° C cenderung mendekati nilai optimal untuk pembangkit 10 MW
dengan bahan baku kayu.

Gambar 40: Efisiensi dan suhu kondensor.

60 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Suhu kondensor sangat penting untuk efisiensi yang tinggi. Jika udara sekitar
digunakan sebagai pendingin, diperkirakan suhu 45 ° C dapat diperoleh.
Optimalisasi dalam studi kelayakan berikut akan menunjukkan jika suhu yang
lebih rendah dapat diperoleh.

Rekomendasi Jika pembangkit listrik biomassa dengan ukuran sekitar 10 MWpower akan
didirikan di Jawa, dimensi prosesnya bisa terlihat seperti yang dijelaskan di
atas dengan efisiensi listrik bersih 27,5%. Pada tahap ini, disarankan untuk
menggunakan komponen yang dijelaskan di atas, tekanan dan tingkat suhu
untuk evaluasi kelayakan tahap pertama.

5.4 Wood pellet

Tipe dan pasar wood pellet


Bahan biofuel padat dalam bentuk pellet pada dasarnya adalah biomassa
terkompresi, dan sumber biomassa dapat mencakup limbah industri atau
makanan, residu pertanian atau industri, atau dari tanaman energi. Wood
pellet adalah bentuk paling umum dari bahan bakar pellet yang lebih luas,
juga disebut biopelet. Wood pellet umumnya dihasilkan dari limbah industri
dan residu seperti serbuk gergaji dari produk kehutanan, pabrik penggilingan,
produksi furnitur, penjarangan, serta cabang dan pucuk dari industri
penebangan kayu, dan di beberapa daerah menghasilkan biomassa kayu dari
tanaman energi.

Secara umum, ada dua pasar utama untuk wood pellet: wood pellet industri,
yang digunakan sebagai pengganti dan / atau dikombinasikan dengan
batubara di pembangkit listrik termal, dan pellet premium, yang digunakan di
kompor dan boiler untuk pembangkit panas. Pada tingkat global, permintaan
untuk kedua jenis wood pellet telah meningkat secara drastis dalam
beberapa tahun terakhir, dengan permintaan pelet industri saat ini sekitar 17
juta ton, yang diperkirakan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang
(lihat Gambar 41).

61 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 41: Sejarah Permintaan dan perkiraan permintaan industri wood pellet di masa depan
di Eropa, Inggris, Korea, Jepang, dan Kanada (ribuan ton) (FutureMetrics, 2017).

Dengan jumlah sedikit lebih rendah, permintaan global untuk pelet premium
juga meningkat pesat sejak 2004, dan permintaan untuk Amerika Utara dan
Eropa saat ini sekitar 14 juta ton per tahun (lihat Gambar 42).

Gambar 42: Sejarah Permintaan dan perkiraan permintaan masa depan untuk pelet kayu
premium di Eropa, Inggris, Korea, Jepang, dan Kanada (ribuan ton) (FutureMetrics, 2017).

Selain pasar global yang diuraikan di atas, pasar lokal untuk pelet kayu juga
bisa menjadi pilihan bagi produsen Indonesia.

Proses produksi
Secara umum, proses pembuatan pelet kayu utamanya dapat dibagi menjadi
beberapa tahap berikut:

62 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


a) Memperoleh bahan baku
b) Memotong dan / atau menggiling. Langkah ini tergantung pada jenis
input biomassa. Seluruh kayu bulat perlu dikelupas, sementara serbuk
gergaji, serutan dan serpihan kayu tidak perlu. Setelah terkelupas,
biomassa mentah dikirim ke hammer mill, yang mengubah biomassa
mentah menjadi bahan serbuk gergaji.

Gambar 43: Chipper kayu(kiri) dan hammer mill (kanan) (Gemco, 2017)

c) Pengeringan. Sebelum dikirim ke sistem press pellet, biomassa yang


dihancurkan harus memiliki kandungan air antara 12-18%
(persentase sebenarnya akan tergantung pada sifat bahan baku).
Dengan demikian, bila ada biomassa hancur yang memiliki kadar air
lebih tinggi dari ini pertama-tama harus dikeringkan. Ada beberapa
jenis sistem pengering termasuk pengeringan uap, pengeringan udara
panas, atau rotary (drum)

Gambar 44: Rotary drum dryer (Gemco, 2017)

d) Pengepresan pellet. Bila biomassa telah mencapai kandungan air yang


diinginkan, dikirim ke pabrik wood pellet. Di sini, biomassa memasuki
tekanan tinggi, dimana pellet terbentuk (umumnya berdiameter 4-20
mm, dan panjangnya sampai 10 cm). Ada beberapa jenis press pellet
yang berbeda, namun untuk fasilitas menengah sampai besar, mesin
pellet 'Ring die' kemungkinan tipe yang dipilih. Bergantung pada
kapasitas pabrik per jam, sejumlah ini dapat disiapkan satu sama lain
(lihat di bawah).

63 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 45: mesin wood pellet tipe Ring die (Whirlston, 2017)

e) Pendinginan. Setelah ditekan, wood pellet cukup panas dan oleh


karena itu harus didinginkan untuk memastikan pelet berkualitas
tinggi karena mengeras dengan benar. Selama proses ini, kadar air
juga berkurang, sehingga kadar air wood pellet terakhir biasanya
antara 7-9%.

Gambar 4: Contoh sistem pendinginan wood pellet cooling (Gemco, 2017) – kiri dan (Whirlston,
2017)- kanan

f) Pengepakan dan penyimpanan. Tahap akhir ini akan tergantung pada


jenis pelet yang diproduksi, dan pada pasar yang mereka inginkan.
Pelet premium umumnya dikemas ke dalam kantong 15-20 kg, atau

64 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


bahkan lebih besar lagi, sedangkan pelet Industri umumnya tidak
dikantongi, namun seringkali disimpan dalam silo.

Proses produksi yang khas dapat diringkas dengan gambar di bawah ini.

Gambar 47: Diagram alir produksi wood pellet (Jara, Daracan, Devera, & Acda, 2015)

5.5. Torefaksi (Torrefaction)

Selama proses torefaksi (pengeringan menjadi arang pellet), biomassa padat


dipanaskan sampai suhu 250-320 ° C dalam atmosfir dengan kandungan
oksigen yang berkurang. Proses tersebut menyebabkan hilangnya
kelembaban dan hilangnya sebagian bahan yang mudah menguap (volatile)
dalam biomassa. Dengan hilangnya sebagian dari bahan yang mudah
menguap (sekitar 20%), karakteristik biomassa asli berubah drastis. Struktur
serat sebagian besar hancur dan menjadi hidrofobik atau kedap air
(kelembaban yang hilang). Nilai pemanasan dari bahan yang tersisa meningkat
sekitar 19 MJ / kg sampai 21 atau 23 MJ / kg untuk kayu yang
diarangkan/torefaksi.

Konsep dasar torefaksi dapat dilihat di bawah ini:

65 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 48: Proses Torrefaction (Sumber :overview of torrefaction technologies, IEA 2015)

Dengan membuat arang pellet biomassa (torrefied biomass), sejumlah


keuntungan dapat diperoleh dalam transportasi, penanganan dan
penyimpanan dibandingkan dengan chip biomassa kering sebagai produk
antara. Sementara kerapatan energi volumetrik (dalam GJ per m3) chip
biomassa kering kurang lebih sama dengan material asli (serpihan kayu),
langkah kompresi meningkatkan ini dengan faktor 4-8 yang menghasilkan
penghematan biaya yang signifikan dalam pengiriman. dan penyimpanan.

Namun, arang biomassa lebih sulit ditekan menjadi pellet jadi daripada
biomassa mentah. Konsumsi energi dari proses pelletisasi nya saja per ton
arang biomassa lebih tinggi jika dibandingkan dengan misalnya pelet kayu.
Selain itu, proses torrefaction membutuhkan energi dan prosesnya masih
harus dipertimbangkan dalam fase pengembangan dengan beberapa risiko
teknologi ada.

Berkaitan dengan hilangnya panas, meningkatnya konsumsi listrik dan risiko


teknologi, proses torefaksi nampaknya tidak menjadi metode yang
menguntungkan untuk diikuti oleh Perhutani pada saat ini.

66 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


6 Analisis ekonomi
Analisis ekonomi diperumit oleh banyaknya pilihan dan konfigurasi yang perlu
dipertimbangkan. Lingkup proyek mencakup teknologi pembangkit listrik,
boiler biomassa dan pabrik pelet kayu. Selain itu, dalam masing-masing opsi
ini ada beberapa pilihan desain, misalnya tiga teknologi pembakaran yang
berbeda, ketidakpastian mengenai bahan bakar dan biaya, dan signifikansi
lokasi pembangkit listrik.

6.1 Penetapan harga sumber biomassa

Dorongan utama menggunakan biomassa untuk keperluan energi di Jawa


adalah untuk meningkatkan nilai lahan dengan menambahkan lebih banyak
pendapatan dan manfaat lainnya, dibanding jika nilai lahan tanpa penanaman
biomassa untuk kebutuhan energi. Seperti dijelaskan dalam bab tiga dan
empat, alternatif lain yang mungkin relevan untuk biomassa energi adalah
Jati, kayu putih, dan dalam beberapa kasus, kayu pinus untuk produksi resin.

Namun, beberapa perhitungan secara kasar dan sederhana menunjukkan


bahwa hanya biomassa untuk energi dengan menggunakan model spesies
trubusan rotasi pendek yang paling menguntungkan dibandingkan dengan
jenis kehutanan lain, terutama Jati, jika tipe hutannya merupakan lahan tidak
produktif.

67 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Batang
Tanaman pokok kayu minyak resin
kayu
Tanaman
pertanian pertanian batang daun
sampingan
1 Hasil 150 32 657 100
Prosentase tidak
2 65% 35% 20% 0%
produktif
3 Hasil terkoreksi 53 21 526 100
4 Unit m3/ha/rot Kg/ha/th Kg/ha/th t/ha/rot
5 Rotasi Tahun 20 1 1 3
6 Harga Ribu Rp/unit 4,000 250 10 180
7 Prospek harga % pa + infl. 0% 0% 0% 0%
8 Investasi MRp/ha -10 -10 -10 -10
9 Pengelolaan MRp/ha/th -1 -2 -2 -2
Pemasukan
10 MRp/ha/rot 210 5.2 5.3 18.0
pokok
Pemasukan
11 MRp/ha/rot 181 2.2 3.0 11.3
bersih
12 Depresiasi MRp/ha/rot 26 1.3 1.3 4.2
Depresiasi
13 MRp/ha/th 1.3 1.3 1.3 1.4
tahunan

Tabel 9: Keuntungan tahunan MRp / ha / y untuk empat tanaman kehutanan yang berbeda.
Perkiraan hasil dan harga berdasarkan wawancara lokal, perhitungan dan asumsi sendiri yang
ditunjukkan dalam bab 2 dan tiga digabungkan dengan informasi publik yang tersedia. Hanya
tanaman utama yang disertakan.

Perkiraan keuntungan tahunan tanaman kehutanan yang berbeda pada lahan


tidak produktif disajikan pada Tabel 9. Tujuan tabel ini adalah untuk
menunjukkan tingkat "tidak produktifnya" tanaman lain yang akan
menghasilkan keseimbangan keuangan dengan kayu energi, jika harga jual
dari kayu adalah 180.000 Rp / ton. Harga kayu energi ini dianggap perlu untuk
menghasilkan keuntungan yang kecil untuk membayar sewa tanah.

Perhitungannya didasarkan pada sejumlah asumsi kritis, dan terutama untuk


tujuan ilustrasi. Salah satu asumsi penting adalah tingkat depresiasi yang
dipilih (11,6%), yang secara dramatis mengurangi kesukaan pada tanaman
jati. Dengan tingkat depresiasi ini, nilai Jati yang dijual 20 tahun setelah "tahun
keputusan" dikurangi dengan faktor 7.

Di Baris 2 tabel, ditunjukkan tingkat ketidakproduktifan. Sebagai contoh, tidak


produktifnya perkebunan jati (dibandingkan dengan asumsi standar) harus
65% agar kayu energi menjadi tanaman yang lebih menguntungkan.
Ketidakproduktifan 65% berarti hasil sebenarnya 65% lebih rendah dari hasil
yang diharapkan dari 150 m3 jati setelah 20 tahun.

68 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Untuk perhitungan lebih lanjut dalam bab ini mengenai ekonomi pembangkit
listrik dan pabrik wood pellet, diperkirakani bahwa bahan baku dikirim di
pabrik dengan biaya 200.000 ton / ton.

6.2 Pembangkit listrik ekonomis


Faktor keekonomian pembangkit listrik bergantung pada empat aliran nilai
utama:
1. CAPEX (biaya modal))
2. OPEX (biaya operasional)
3. Biaya bahan baku
4. Penjualan energi (penjualan listrik)
Dengan menghitung tiga aliran biaya utama, Levelized cost of (LCOE) selama
masa pakai dapat diturunkan. The levelized cost kemudian dibandingkan
dengan Feed in tariff yang didapat dalam kesepakatan jual beli listrik (PPA).
PPA adalah kontrak antara produsen dan pengambilalihan listrik dan
menetapkan harga, hak dan tanggung jawab kedua pihak.

Capex
Secara global ada banyak pengalaman dengan mengubah biomassa menjadi
listrik. Dalam laporan Biomass for Power Generation (IRENA, 2012), total
kapasitas terpasang diperkirakan 60.000 MW, setengahnya berada di Amerika
Utara dan Eropa. Biomassa kayu adalah bahan baku yang paling banyak
tersebar di belahan dunia ini, sementara residu dari produksi gula (ampas
tebu) dominan di belahan dunia lainnya.

Teknologi pembangkit tenaga biomassa yang berbeda dan kesesuaiannya


dievaluasi di Bab 5, di mana pembangkit listrik tenaga uap model grate-fired
dipilih sebagai yang paling sesuai untuk dilakukan studi kelayakan yang lebih
mendalam. Teknologi ini dipilih berdasarkan ketahanannya, rekam jejak
referensi proyek, dan banyak pemasok yang relevan. Yang terpenting,
teknologi ini juga memungkinan menawarkan rasio terbaik dari harga /
kinerja pada ukuran antara 5 dan 25 MW listrik - tidak termasuk biomassa
untuk pencampuran di pembangkit listrik tenaga batubara yang ada. Dalam
laporan IRENA, biaya modal teknologi ini diperkirakan 2-4 juta USD / MW
dipasang, terutama tergantung pada ukuran dan kondisi lokal.

"Converting Biomass to Energy" atau mengubah biomass menjadi energi


adalah sebuah laporan yang dikeluarkan pada tahun 2017 oleh International
Finance Cooperation (IFC ) sebagai Panduan untuk Investor. Dalam laporan ini
data CAPEX global untuk generator dengan perputaran uap (steam cycle
plants) disusun seperti yang ditunjukkan pada Gambar 49

69 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 49: Kisaran biaya investasi khas (CAPEX) untuk tenaga listrik dengan perputaran uap
bergantung pada ukuran dan lokasi pembangit. (IFC, 2017)

Angka tersebut umum, namun menunjukkan ketergantungan biaya investasi


berbasis pengalaman yang jelas pada a) bagian dunia dan b) ukuran.
Berdasarkan perkiraan efisiensi listrik dan pada prospek hasil panen spesies
tanaman yang sesuai, pembangkit 10 MW membutuhkan luas area lebih dari
5.000 Ha untuk mendapatkan pasokan bahan baku yang memadai.
Berdasarkan data di atas, CAPEX sekitar 2,7 juta USD / MW nampaknya cukup
untuk digunakan dalam perhitungan lebih lanjut untuk lokasi Jawa.

CAPEX mencakup semua investasi yang diperlukan termasuk desain, mesin,


bangunan, penyimpanan, dan pekerjaan sipil. Namun, dalam hal ini juga pra-
perlakuan bahan baku (chipping) harus disertakan. CAPEX untuk chipper
diperkirakan tidak signifikan dibandingkan dengan CAPEX keseluruhan (kurang
dari 0,3 juta USD / MWe (0,1 juta USD / MWinput). (Satu MW input sesuai
dengan kapasitas chipper 3-4 ton / jam)
Selain itu, koneksi ke grid harus disertakan. Dalam penelitian ini diantisipasi
bahwa biaya koneksi terutama akan dibayar oleh produsen listrik (IPP), dan
output listriknya kurang dari 0,05 juta USD / MW.

Biaya modal
Menurut sebuah survei yang dilakukan pada 2017, The Weighted Average
Cost of Capital untuk investasi industri di Indonesia diperkirakan11,6%
(Menjadi Investor yang Lebih Baik, 2017). Dengan masa pakai 20 tahun dan
WACC 11,6%, pembayaran tahunan dapat dihitung menjadi 13% dari total

70 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


biaya investasi. Dengan CAPEX 3.0 juta / MW dan 6.000 jam beban penuh /
tahun, CAPEX akan berjumlah 65 USD / MWh, atau 6.5 USc / kWh.

OPEX
Biaya operasional biasanya dapat dibagi menjadi tiga subkategori:
 Variabel Operasional - Konsumsi dan pembuangan residu
 Variabel Pemeliharaan - Pemeliharaan sistem input bahan bakar,
boiler, turbin / generator, pengolahan gas buang, dll.
 Operasional dan pemeliharaan tetap - Gaji, asuransi, sewa tanah,
pemeliharaan gedung dll.
Dalam operasial yang sebenarnya tidak selalu mudah untuk membedakan
antara biaya variabel dan biaya pemeliharaan tetap. Namun, untuk
pembangkit uap berukuran 5-10 MW, referensi yang lain menunjukkan biaya
operasional dan pemeliharaan tetap sekitar 2-5% dari CAPEX dan biaya
variabel 3-6 USD / MWh yang dihasilkan.

Untuk pembangkit listrik dengan CAPEX 3 juta USD / MW dan 6.000 jam
operasi / tahun, OPEX totalnya sekitar 22 USD / MWh atau 2,2 USc / kWh

Bahan baku
Seperti yang ditunjukkan di atas, diperkirakan minimum Rp 200.000 / ton
(15,4 USD / ton) untuk bahan baku, diperlukan untuk menutupi biaya
kehutanan, (termasuk 10% untuk transportasi).

Analisis pembangkit listrik yang dilakukan dalam proyek ini menunjukkan


bahwa pabrik berukuran sekitar 10 mWe dan dengan pendinginan atmosfer
dapat memiliki efisiensi thermal bersih sekitar 27,5%.

Input biomassa dengan kelembaban 35% mengandung nilai pemanasan yang


dapat digunakan sebesar 11,5 GJ / ton (3.2 MWh / ton), jika kelebihan energi
dari proses ini digunakan untuk mengeringkan bahan baku, nilai pemanasan
yang dapat digunakan dapat ditingkatkan menjadi 11,9 GJ / ton atau 3,3 MWh
/ ton. Ini berarti satu ton chip kayu bisa menghasilkan 3,3 * 0,275 = 0,91 MWh
listrik (bersih). Dengan demikian, biaya bahan baku untuk model pembangkit
listrik adalah 15,4 / 0,91 = 16,9 USD / MWh = 1,7 USc / kWh.

Total biaya untuk memproduksi listrik di pembangkit listrik tenaga biomassa


yang dianalisis adalah CAPEX + OPEX + Feedstock = 6.5+ 2.2+ 1.7 = 10.3 USc /
kWh.

71 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Distribusi biaya ditampilkan pada Gambar 50.

Gambar 50: Biaya produksi listrik pada model pembangkit listrik biomassa dengan total biaya
10,3 USc / kWh.

Keseluruhan dan sensivitas


Perhitungan di atas menunjukkan bahwa pembangkit listrik berbahan baku
biomassa yang terkoneksi dengan grid PLN di Jawa hanya meraup
pendapatan 6,6 USC / kWh dimana biaya pengeluarannya adalah 10,3 USc /
kWh. Biaya pengeluaran dalam kasus ini tampaknya bernilai lebih dari 50%
dari pendapatan yang diterima, sehingga secara finansial tidak layak.
Dalam perhitungan dasar biaya capex saja hanya sebanding dengan total
pendapatan. Untuk mencapai keseimbangan keuangan, biaya Capex harus
dikurangi menjadi 2,7 USc / kWh yang merupakan pengurangan 60% (ceteris
paribus), yang memerlukan kombinasi yang kuat antara 1) pengurangan
investasi, 2) hibah dan 3) skema pinjaman yang menguntungkan.

6.3 Pabrik Wood pellet ekonomis


Ekonomi pabrik pelet kayu tentu saja tergantung pada harga jual pellet kayu
dan biaya produksi pellet.

Biaya produksi
Berdasarkan tinjauan sebelumnya terhadap fasilitas produksi wood pellet di
Kanada, Amerika Serikat, Eropa dan Filipina, model berbasis excel yang
mensimulasikan pendirian pabrik wood pellet baru di Indonesia telah
dihasilkan. Ada daftar variabel yang luas yang mempengaruhi biaya produksi
wood pellet, namun yang terpenting adalah:

72 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


 Biaya dan jenis bahan input
 Biaya awal pabrik dan biaya finansial (termasuk ukuran dan lokasi)
 Biaya listrik
 Biaya panas
 Biaya O&M

Asumsi mengenai karakteristik fisik pabrik wood pellet diuraikan pada Tabel
10:
Aspek unit Nilai
Kapasitas produksi – per tahun ton/tahun 43,800
Kapasitas produksi – per jam ton/jam 5
Tingkat pemanfaatan % 82%
Produksi tahunan ton/tahun 36,000
Kadar air chip kayu input % 35%
Kadar air wood pellet output % 7%
Permintaan listrik – per ton wood pellet kWh/ton 2203
Efisiensi Boiler % 85%

Tabel 10: Asumsi pabrik Wood pellet plant dan material

Diasumsikan bahwa input utama ke pabrik wood pellet adalah chip kayu
dengan kadar air sekitar 35%. Wood pellet biasanya memiliki kandungan air
sekitar 7%, dan pabrik tersebut diasumsikan memiliki boiler berbasis biomassa
untuk menghasilkan panas untuk proses pengeringan.

Berdasarkan parameter fisik di atas, input dan output tahunan yang dihasilkan
untuk model pabrik ditunjukkan pada Tabel 11.

73 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Aspek Unit Nilai
Output Wood pellet t/tahun 36,000
Chip kayu yang dibutuhkan untuk pelletisasi t/tahun 51,000
Chip kayu yang dibutuhkan untuk produksi
t/tahun 3,500
panas
Total permintaan tahunan chip kayu t/tahun 54,500
Permintaan listrik MWh/tahun 7,920

Tabel 1: Input dan output tahunan pabrik wood pellet

Dengan memperhatikan angka input dan output pada Tabel 13, terlihat
mencolok bahwa untuk menghasilkan 36.000 ton wood pellet memerlukan
hampir 55.000 ton input chip kayu. Namun, hal ini dapat dijelaskan oleh fakta
bahwa input chip kayu memiliki kadar air lebih tinggi dan kandungan energi
11-12 GJ / ton, sedangkan output wood pellet memiliki kandungan air yang
sangat rendah dan kandungan energi lebih dari 17 GJ. /ton.

Asumsi biaya yang digunakan dalam perhitungan diuraikan pada Tabel 12

Aspek unit per USD per IDR


Biaya pengiriman log kayu/chip kayu ton 15 200,000
Biaya listrik MWh 71 939,8504
Biaya modal juta 3.9 52,430
WACC5 % 11.6% 11.6%
Umur pabrik tahun 20 20

Tabel 2: Asumsi biaya wood pellet

Salah satu unsur terpenting dalam menentukan biaya produksi pelet kayu
adalah biaya modal (CAPEX). Studi tentang biaya modal untuk proyek energi
lainnya, misalnya pembangkit listrik, menyimpulkan bahwa biaya CAPEX pada
umumnya bervariasi tergantung pada lokasi geografis pabrik. International
Finance Corporation (IFC) misalnya mempelajari biaya investasi khas untuk
pembangkit listrik tenaga uap, dan menemukan bahwa biaya CAPEX jauh lebih
tinggi misalnya di Eropa dan Amerika Serikat, relatif lebih tinggi dibanding
belahan dunia lainnya, China dan India khususnya (lihat Gambar 49).

Dengan mencermati Gambar 49, dan dengan mempertimbangkan indikator


makroekonomi dan lokasi geografis Indonesia secara umum, akan wajar jika
berasumsi bahwa Indonesia kemungkinan akan berada di antara "Sisa Dunia"
dan antara "China dan India".

4
Berdasarkan tarif industri
5Weighted average cost of capital, assuming 14% cost of equity, 8% cost of debt, corporate tax rate of 25%,
and 70% of the project being financed via equity

74 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Analisis ekonomi saat ini mengasumsikan bahwa tren di atas juga berlaku
untuk pabrik wood pellet. Hal ini tercermin pada Tabel 13, yang menampilkan
angka CAPEX untuk jenis wood pellet yg berbeda bergantung pada lokasi,
jenis pellet, dan kapasitas, serta nilai CAPEX yang diasumsikan yang digunakan
dalam penelitian saat ini, 90 USD / ton.

Pellet Capacity Capex


Country/region Source
type (t/year) (USD/t)
EU Wood 100,000 125 (ABC Machinery, 2017)
Malaysia EFB* 100,000 80 (Gemco Energy, 2015)
(Jara, Daracan, Devera, & Acda,
Philippines Wood 7,500 102
2015)
Indonesia Wood 44,000 90 Assumed in current study
Tabel 13: Berbagai biaya modal untuk pabrik wood pellet tergantung pada lokasi, ukuran, dan
jenis pelet. Pelet EFB (Empty Fruit Bunches) dihasilkan dari residu buah sawit yang dihasilkan
dari proses awal produksi minyak kelapa sawit. Untuk proyek yang dirujuk tidak ada hammer
mill, dan dengan demikian CAPEX biasanya lebih rendah.

Dalam hal biaya operasional dan pemeliharaan (O & M), biaya tetap O & M
diasumsikan sekitar 2,5 USD / ton kapasitas wood pellet, dan biaya O & M
variabel menjadi 2,5 USD / ton wood pellet yang diproduksi. Angka-angka ini
didasarkan pada perkiraan Eropa yang diberikan oleh studi Deloitte, yang
telah disesuaikan ke bawah dengan mempertimbangkan kondisi Indonesia
(ABC Machinery, 2017).

Sehubungan dengan biaya tenaga kerja, asumsi tenaga kerja yang


dibutuhkan dan gaji tahunan yang terkait ditampilkan pada Tabel 14.
Jumlah yang Gaji bulanan* Total upah tahunan
Jenis Pekerja
dibutuhkan (mio IDR) (mio IDR)
Pekerja terampil 10 3.0 360
Manager 3 7.0 252
Buruh 10 2.0 240
Totals 23 852

Tabel 14: Asumsi kebutuhan tenaga kerja dan biaya tenaga kerja. * Perkiraan gaji berdasarkan
(Salary Explorer, 2017).

Berdasarkan asumsi di atas, biaya produksi wood pellet adalah 60 USD / ton,
dengan rincian biaya seperti yang digambarkan pada Gambar 51.

75 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Gambar 51: Biaya produksi pelet kayu dinyatakan dalam USD / ton

Seperti dapat dilihat dari Gambar 51, biaya input chip kayu yang diasumsikan
dan CAPEX adalah faktor terpenting dalam menentukan biaya produksi secara
keseluruhan. Untuk menggambarkan pengaruh perubahan pada parameter
ini, CAPEX alternatif, WACC, periode pengembalian, kadar air chip kayu, dan
biaya bahan baku juga telah diimplementasikan dalam 5 skenario alternatif.
Pada masing-masing skenario, variabel tersebut diubah dengan +/- 20%.
Waktu Biaya
Standar Capex WACC pengemb Kadar air bahan
alian baku
Upah 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8
Panas 1.5 1.5 1.5 1.5 1.0/2.4 1.2/1.8
Listrik 15.5 15.5 15.5 15.5 15.5 15.5
O&M yang lain 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5
CAPEX 14.3 11.9/17.2 12.6/16.5 13.7/15.1 14.3 14.3
Bahan baku 21.4 21.4 21.4 21.4 19.6/24.0 17.8/25.7
Total 60.0 57.7/62.9 58.3/62.2 59.4/60.9 57.8/63.5 56.2/64.6
% simpangan -4.0/+4.8 -2.9/+3.6 -1.0/+1.4 -3.8/+5.8 -6.3/+7.6

Tabel 15: Analisis sensitivitas parameter kunci. Masing-masing dari 5 skenario alternatif tersebut terlihatt
parameter masing-masing meningkat / menurun sebesar 20%.

Tabel 15 menyoroti fakta bahwa perubahan terhadap CAPEX atau biaya


pendanaan memiliki efek yang sama terhadap biaya produksi wood pellet,
dalam kedua hal itu mengubah dengan 3-5%. Sementara itu, harga bahan
baku input yang lebih tinggi memiliki efek yang lebih signifikan, dengan biaya
produksi mengalami perubahan sebesar 6-7%.

76 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Harga jual wood pellets
Di dalam negeri, pelet kayu buatan Indonesia berpotensi dijual untuk
digunakan di:
 Usaha Kecil Menengah: Pabrik Tahu, Produksi Makanan Goreng, DOC
(Peternak Ayam bibit)
 Pabrik Teh: Teh Cakra Bandung, Teh Tambi Wonosobo, PTPN VIII
Pangalengan, PTPN Ciwidey, The Goal Para
 Pengeringan tembakau
 Kompor Rumah Tangga: proses uji coba di Bangkalan dan Wonosobo

Kuantitas dan harga untuk pasar di atas cenderung bervariasi, dan oleh karena
itu beberapa analisis kemuadia ini akan berfokus pada pasar ekspor yang
tumbuh dan stabil.

Dengan serangkaian asumsi yang terkait dengan biaya transportasi jalan,


biaya pemuatan ke kapal, dimungkin untuk memperkirakan biaya potensial
FOB Indonesia untuk wood pellet(yaitu biaya wood pellet Indonesia yang
dikirim ke kapal untuk diekspor).
Elemen biaya Biaya (USD/ton)
Pemuatan pellet ke truk 1.5
Transportasi ke pelabuhan (60 km) 5.8
Penyimpanan di pelabuhan 1.0
Pemuatan kapal 2.5
Total biaya transportasi domestik dan
10.8
pemuatan
Biaya produksi 60.0
Biaya FOB Indonesia 70.8

Tabel 16: Biaya transportasi dalam negeri dan biaya FOB Indonesia yang dihasilkan

Di pasar internasional, pasar utama industri wood pellet Indonesia


kemungkinan besar adalah Korea Selatan, yang sejak tahun 2014 telah
mengimpor hampir 150.000 ton per bulan, atau Jepang, yang impornya
tumbuh secara signifikan dari tahun ke tahun sejak tahun 2014 dan memiliki
total impor sekitar 350.000 pada tahun 2016.

Pembangkit listrik Korea Selatan saat ini menerima sebagian besar pelet kayu
mereka dari Vietnam, di mana harga spot FOB Argus telah berfluktuasi sekitar
95 (+/- 5) USD / ton dalam 18 bulan terakhir, dan pada saat penulisan, lebih
dari 100 USD / ton. Dengan asumsi biaya pengiriman dari Vietnam ke Korea
sekitar 11,5 USD / ton, ini menghasilkan harga CIF Korea sebesar 111,5 USD /

77 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


ton (100 pengiriman FOB + 11,5). Indonesia jauh dari Korea Selatan daripada
Vietnam, dan ini akan menghasilkan perkiraan biaya pengiriman tambahan
sekitar 5,6 USD / ton.

Ini memberikan perkiraan biaya pengiriman total dari Indonesia ke Korea


Selatan sebesar 17,1 USD / ton. Dengan melihat harga CIF6 Korea di Korea
Selatan sebesar 111,5 USD / ton, dan mengurangkan perkiraan biaya
pengiriman sebesar 17,1 USD / ton ini, harga FOB Indonesia yang dihasilkan
adalah 94,4 USD / ton.
(USD/ton)
Asumsi Biaya FOB Vietnam 100.0
Asumsi biaya pengapalan dari Vietnam ke Korea Selatan 11.5
Asumsi harga CIF Korea 111.5
Asumsi biaya pengapalan dari Indonesia ke Korea Selatan 17.1
Asumsi harga FOB Indonesia berdasarkan harga Vietnam 94.4
Model biaya FOB Indonesia 70.8

Tabel 3: Ringkasan asumsi biaya

Sejarah harga ARA7 CIF sejak Mei 2009, memperkirakan harga CIF Korea
berdasarkan harga FOB Vietnam, dan perkiraan harga FOB Indonesia yang
sesuai ditunjukkan pada Gambar 52.

Gambar 52: Sejarah harga CIF ARA, perkiraan harga CIF Korea berdasarkan sejarah harga FOB
Vietnam, dan memodelkan harga FOB Indonesia. Harga terakhir untuk Korea Harga terbaru
untuk CIF Korea dan FOB Indonesia adalah perkiraan konservatif berdasarkan kenaikan yang
terlihat pada harga ARA.

6 CIF: Cost Insurance and Freight. Essentially the price of the good when the vessel is in the destination
harbor (the seller is responsible for the costs of loading the ship, the shipping costs and insurance, and
buyer is thus responsible for the unloading costs).
7 ARA: Amsterdam Rotterdam Antwerp

78 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Untuk sebuah diskusi mengenai alasan untuk harga anjlok di ARA wood
pellets, mari kita melihat kotak teks berikut ini:

Jatuhnya harga wood pellet industri


Penurunan harga wood pellet industri yang signifikan yang dimulai pada pertengahan tahun 2015
dan berlanjut hingga 2016 yang digambarkan pada Gambar 45 adalah hasil dari sejumlah keadaan,
termasuk 7 elemen di bawah ini.

Harga minyak yang rendah


Harga minyak yang rendah memiliki efek menurunkan harga wood pellet karena keduanya
mengurangi biaya transportasi (baik transportasi bahan baku dengan truk, dan wood pellet
dengan kapal), namun juga membuat wood pellet premium menjadi alternatif pemanasan
individu yang relatif kurang menarik dibandingkan dengan pemanasan berbasis minyak.

Tarif spot trans atlantik rendah


Harga pengiriman cukup mudah berubah (bahkan lebih daripada harga minyak), dan tarif
pengiriman massal (dalam jumlah besar) trans atlantik dari Amerika Serikat bagian tenggara ke
Eropa sangat rendah selama masa ini.

Harga batu bara, gas alam, dan CO2 rendah


Harga batubara, gas alam dan izin emisi CO2 juga rendah, dan ini relatif mengurangi daya saing
listrik dan produksi panas melalui wood pellet terhadap bahan bakar fosil.

Karena harga serat Belanda rendah di Amerika Serikat


Menurut Hawkings Wright, harga serat kayu AS terus turun sepanjang 2015 dan masuk pada awal
2016.

Penundaan peraturan di negara-negara semacam itu


Dari tahun 2015 sampai 2014, Belanda mengurangi impor pelet kayu dari Amerika Serikat lebih
dari 80%. Namun skema SDE + yang baru, terbuka untuk biomassa co-firing, dan oleh karena itu
diasumsikan bahwa permintaan wood pellet impor kemungkinan akan meningkat lagi di tahun-
tahun mendatang. Menurut Argus, pemerintah Belanda "berencana untuk memperoleh 25
petajoule energi terbarukan dari proyek biomassa co-firing melalui putaran SDE + berturut-turut,
yang dapat memenuhi permintaan hingga 3,5 juta ton pelet kayu." (Argus, 2016) .

Kelebihan pasokan
Ketika wood pellet Inggris dari AS terus meningkat (sekitar 2,9 juta ton dari Januari-Oktober 2015),
dan saat ini mencakup sekitar 80% impor AS ke negara-negara EU28, beberapa proyek konversi di
Inggris mengalami penundaan yang besar, misalnya pembangkit listrik Lynemouth. (Eurostat,
2015). Tampaknya mungkin kapasitas produksi pelet kayu telah ditetapkan di AS untuk memasok
sejumlah proyek UE, yang kemudian proyek tersebut di tunda dan / atau dibatalkan, dan ini
mengakibatkan situasi dengan pasokan berlebihan.

79 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Ea Energy menganalisa penilaian bahwa dengan harga ARA yang sangat
rendah pada tahun 2016 dan paruh pertama tahun 2017 adalah akibat pabrik
wood pellet di AS yang menghasilkan di bawah biaya marjinal jangka panjang
mereka, dan karena itu tidak berkelanjutan dalam jangka panjang. Dengan
demikian, diasumsikan bahwa harga spot CIF ARA kemungkinan besar akan
menstabilkan harga di kisaran 150-180 USD / ton.

Gambar 53 memperbesar di bagian kanan atas dari gambar sebelumnya.

Gambar 53: Perbesaran dalam Sejarah harga CIF, CIF Korea memperkirakan harga
berdasarkan sejarah harga FOB Vietnam, dan harga model FOB Indonesia. Harga saat ini
untuk CIF Korea dan FOB Indonesia adalah perkiraan konservatif berdasarkan pengerakan naik
yang terlihat pada harga ARA. Sebagai catatan bahwa aksis vertikal dimulai dengan angka 50
USD/ton.

Berdasarkan dua gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan asumsi


biaya dan harga dalam analisis, pabrik pelet kayu di Indonesia nampaknya
kompetitif dan menguntungkan di pasar internasional.

Aspek aspek tambahan

Analisis biaya di atas didasarkan pada asumsi bahwa semua bahan input
berupa chip kayu segar dengan kadar air sekitar 35%. Jika ada residu serbuk
gergaji tambahan yang tersedia untuk pabrik wood pellet potensial, dan /
atau kadar air chip kayu jauh lebih rendah, ini akan mengurangi biaya
operasional pabrik wood pellet.

80 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Pada saat ini, analisis menyeluruh terhadap pasar domestik untuk wood pellet
belum dilakukan. Jika ada pasar yang signifikan untuk wood pellet, ini juga
dapat memperbaiki ekonomi pabrik wood pellet, karena biaya yang terkait
dengan pengiriman dapat dihilangkan.

Disarankan agar kedua aspek ini ditinjau secara lebih menyeluruh dalam studi
kelayakan pabrik wood pellet potensial.

81 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


7 Penilaian resiko aspek lingkungan dan sosial
Selama proyek berlangsung, jelaslah bahwa salah satu tantangan utama yang
terkait dengan pengelolaan hutan di Indonesia saat ini berkaitan dengan
masalah sosial. Namun, isu lingkungan harus ditangani bersamaan dengan
upaya mitigasi dampak negatif. Pengalaman penanaman komersial dengan
kaliandra dan gliricidia terbatas di Pulau Jawa. Perlu untuk mendukung upaya
Internasional untuk melakukan uji coba tanaman yang dirancang dengan
cermat dan direplikasikan (diulang) di tempat lain di wilayah Perhutani dan
juga di luar Jawa yang terletak di hutan tropis. Ini akan memungkinkan untuk
membandingkan antar spesies, faktor-faktor seperti sumber genetik, tipe
tanah, ketinggian, garis lintang, suhu, tingkat kelembaban, tingkat topografi,
hama dan penyakit, daya saing, dan tingkat invasifnya.

Informasi dari percobaan, yang dinilai dan dibandingkan akan memungkinkan


adanya pilihan-pilihan rasional berkaitan dengan pembangunan perkebunan
calliandra dan gliricidia yang besar di bawah kondisi yang paling
menguntungkan (National Research Council, 1983).

Selain analisis ekonomi, penting juga untuk mendapatkan gambaran umum


tentang konflik yang ada dan / atau potensi konflik yang mungkin
timbul sehubungan dengan pembangunan fasilitas energi baru.

Isu sosial dalam pengelolaan hutan di lahan Perhutani terutama terkait dengan
persaingan penggunaan lahan antara tanaman hutan dan pertanian,
penggunaan lahan ilegal, dan gangguan hutan (pemangkasan pohon,
pencurian, dan kebakaran). Perhutani sudah lama bekerja dengan penduduk
desa yang terlibat dalam kelompok tani hutan, mengambil bagian dalam proses
pengelolaan hutan melalui program Joint Forest Management (PHBM). Petani
hutan diberi lahan budidaya untuk tanaman pangan di antara tanaman hutan
(terutama jati), dan sekaligus menjadi pekerja tanam. Kelompok tani juga
terlibat dalam pemeliharaan pohon, pemanenan kayu, upaya pengamanan
hutan, dan menerima manfaat yang terkait dengan penjualan kayu.

Berikut adalah daftar masalah potensial yang dapat terjadi, juga dalam
pengelolaan perkebunan energi biomassa, dan merekomendasikan program
mitigasi yang akan dilaksanakan (Tabel 18).

82 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Aspek Sosial dan
Problem Program Mitigasi
Lingkungan
Kepemilikan dan
penggunaan Jangan sertakan wilayah konflik
Konflik tenurial
tanah yang tidak kepemilikan lahan di dalam areal tanam
sah
Mengalokasikan area tertentu untuk
Persaingan penggunaan lahan
tanaman pertanian dengan tetap
untuk lahan pertanian dalam
menyediakan area yang efektif untuk
waktu lama dan permanen
perkebunan biomassa energi
Mengatur pola tanam antara tanaman
kayu energi dan tanaman pertanian
Mengurangi lahan pertanian yang Pengelolaan hutan kolaboratif dan
Penggunaan lahan dialokasikan untuk tanaman kayu pembagian keuntungan
hutan untuk lahan energi Menyediakan secara kontinyu area kerja
pertanian untuk penanaman, pemanenan, dan
pengangkutan kayu untuk masyarakat.
Degradasi lahan akibat budidaya
terus menerus yang menyebabkan
Penggunaan tanaman energi biomassa
pertumbuhan lambat pada
akan memperbaiki struktur tanah
tanaman utama dan
kesuburan tanah
meningkatkan hilangnya pohon
akibat kegiatan ilegal
Pemangkasan atau pemotongan
Alokasikan lahan pertanian terpisah dari
cabang untuk mendapatkan kayu
tanaman kayu biomassa sehingga tidak
bakar dan ruang untuk sinar
ada persaingan untuk salah satu tanaman
matahari untuk tanaman pangan
Membakar kawasan hutan demi Pencegahan dan pengendalian kebakaran,
Gangguan mendapatkan rumput untuk penyediaan pakan ternak dari tanaman
Standing Stock peternakan dan lahan pertanian biomassa.
Pengelolaan kolaboratif (Perhutani-
Pencurian pohon pada blok masyarakat-investor) untuk mengurangi
produktif untuk kebutuhan sendiri risiko kehilangan pohon produktif
dan kebutuhan komersial Menyediakan area kerja untuk
pemanenan dan transportasi kayu
Meningkatkan perbaikan dan rehabilitasi
Polusi udara dan kerusakan jalan
jalan, menetapkan peraturan kendaraan,
Polusi udara dan menuju lokasi hutan atau pabrik
dan pengaturan waktu transportasi
kerusakan jalan
Kebisingan dan polusi udara di Menyediakan teknologi maju untuk
pabrik menghindari polusi udara dan kebisingan
Persaingan penggunaan air untuk
Menyediakan sumber air terutama untuk
Konsumsi air pembangkit listrik dan untuk
masyarakat
kebutuhan manusia
Penggunaan jenis Karakter Invasive dari sebuah
Tidak menanam di sekitar areal
exotic untuk tanaman dapat mengancam
konservasi atau taman nasional atau areal
tanaman energi keberadaan tanaman alami
yang sensitif
biomassa atau jenis lokal
Table 18: Aspek sosial dan lingkungan yang potensial mempengaruhi pengelolaan energi biomassa kayu dan mitigasinya

83 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


8 Referensi
ABC Machinery. 2017, November. Cost of Wood Pellet Plant. Retrieved from
ABC Machinery: http://www.bestpelletplant.com/related-topics/cost-
of-wood-pellet-plant.html
AEBIOM. 2016. 2015 Pellet market overview. Brussels: AEBIOM.
Ahmad NR. 2013. Bioenergy industry based on forest biomass. Presentation for
Panel Discussion Forum of Biomass Industry in Indonesia. Embassy of
South Korea and Ministry of Forestry Republic of Indonesia, on
September 5, 2013 at Grand Melia Hotel, Jakarta Indonesia.
Akylidiz MH and Kol HS. 2010. Some technological properties and uses of
Paulownia (Paulownia tomentosa Steud.) wood. Journal of Environmental
Biology Vol 31, p 351-355.
Asycarya D. 2015. Laporan Akhir Bangkalan Model Project 2014, ICCTF and
Ministry of Forestry
Become a better investor. 2017, April 4. Indonesia-listed Companies Pay 12%
for the Funds Used to Run Their Business. Retrieved from Become a
better investor: http://becomeabetterinvestor.net/blog/indonesia-
listed-companies-pay-12-for-the-funds-used-to-run-their-business/
Craig RE and Francis JK. 2006. Gliricidia sepium. Species profile for Pacific Island
Agroforestry. www.traditionaltree.org. April 2006 ver.1.
Dimitriou I and Rutz D. 2015. Sustainable Short Rotation: A Handbook. SRC-
www.srcplus.eu. WIP Renewable Energies, Munich, Germany
Duke JA. 1983. Handbook of Energy Crops. unpublished.
ESDM. 2016. 2016 – 2025 Electricity Supply Business Plan (Rencana Umum
Penyediaan Tenaga Listrik – RUPTL) . Jakarta: Minister of Energy and
Mineral Resources (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral).
Future Metrics. 2017. Global pellet market outlook in 2017. Bethel:
FutureMetrics.
Gemco. 2017, November 18. Biomass wood pellet plant. Retrieved from
Gemco: http://www.gemco-energy.com/Biomass-Pellet-Plant/
Gemco Energy. 2015, October. Case study - Complete EFB Pellet plant in
Malaysia. Retrieved from Gemco Energy: http://www.biomass-
energy.org/blog/efb-pellet-plant-in-malaysia.html
Hartono BT. 2015. National energy related policy. Presentation for
International Symposium on Wood Biomass in Indonesia “Current Status
and Perspectives of Wood Biomass Business”. Semarang, Indonesia,
October 28, 2015.
ICRAF. 2015. Tree Functional Attributes and Ecological Database. World
Agroforestry Center (ICRAF). Retrieved from
http://db.worldagroforestry.org on 13 November 2015.

84 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


IFC. 2017. Converting Biomass to Energy: A Guide for Developers and Investors.
Washington: International Finance Corporation.
Jara A, Daracan V, Devera E, Acda M. 2015. Techno-financial analysis of wood
pellet production in the Philippines. Journal of Tropical Forest Science,
517-526.
Karmakar P, Singh V, Yadava RB, Singh B, Singh R, Kushwaha. 2016. Agathi
(Sesbania grandilfora L.): Current status of production, protection and
genetic improvement. National Symposium on Vgetables Legume for Soil
and Human Health , February 12-14.
Krajnc N. 2015. Wood Fuels Handbook. Pristina: FAO.
Lim TK. 2014. Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants. Volume 7: Flowers.
Springer Science & Business Media Dordrecht. 1102p.
Mainoo AA and Appiah FU, 1996. Growth wood yield and energy characteristics
of Leucaena leucocephala, Gliricidia sepium, and Senna siamea at age four
years. Ghana Journal of Forestry Vol 3.
National Research Council. 1983. Calliandra: A Versatile Small Tree for the
Humid Tropics. National Academy Press, Washington, D.C
Orwa C, A Mutua, Kindt R , Jamnadass R, Anthony S. 2009 Agroforestree
Database:a tree reference and selection guide version 4.0
(http://www.worldagroforestry.org/sites/treedbs/treedatabases.asp)
PWC. 2017. Energy, Utilities & Mining News Flash April 2017. PWC.
Risović S, Đukić I, Vučković K. 2008. Energy Analysis of Pellets Made of Wood
Residues. Croatian Journal of Forest Engineering, 95-108.
Roshetko JM. 2000. Calliandra calothyrsus di Indonesia. Lokakarya Produksi
Benih dan Pemanfaatan Kaliandra. ICRAF/Winrock, Bogor, Indonesia.
Salary Explorer. 2017, November. Salary Survey in Indonesia in Engineering.
Retrieved from Salary Explorer:
http://www.salaryexplorer.com/salary-
survey.php?loc=101&loctype=1&jobtype=1&job=22#disabled
Saraswati AD et al. 2017. Electricity regulation in Indonesia.
Times Indonesia. 2017. Retrieved from Times Indonesia:
https://www.timesindonesia.co.id/
Whirlston. 2017, November 18. 4-5T/H Palm Biomass Waste Pellet Plant.
Retrieved from Whirlston: http://wood-pellet-line.com/4-5t-palm-
biomass-waste-pellet-plant/
Wiersum KF and Nitis IM. 1992. Gliricidia sepium (Jacq.) Kunth ex Walp. In
Mannetje, L't and Jones, RM. Plant Resources of South East Asia No. 4:
Forages. PROSEA (Plant Resources of Southeast Asia) Foundation. Bogor,
Indonesia. Retrieved from http://www.proseanet.org on 24 October 2015.
Wiersum KF and Rika IK. 1992. Calliandra calothyrsus Meissn. In Mannetje, L.'t
and Jones, R.M. Plant Resources of South-East Asia No. 4: Forages. PROSEA

85 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


(Plant Resources of Southeast Asia) Foundation. Bogor, Indonesia.
Retrieved from http://www.proseanet.org on 2 November 2015.
Wiersum KF and Rika IK. 1997. Calliandra calothyrsus Meisner. In Faridah
Hanum, I and van der Maesen, L.J.G. Plant Resources of South-East Asia
No. 11: Auxiliary plants. PROSEA (Plant Resources of Southeast Asia)
Foundation. Bogor, Indonesia. Retrieved from http://www. proseanet.org
on 2 November 2015.
World Agroforestry Centre. 2009. Agroforestree Database.
Zuhaidi, AY. 2002. Acacia mangium. In B. Krisnapillay (Ed.), A Manual for Forest
Plantation Establishment in Malaysia. Malayan Forest Records No.45. (pp.
205-214). Kepong: Forest Research Institute Malaysia

86 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Lampiran 1: Tabel Tambahan

N0 Company Name Location Type of Residue


1 CV Beta Endorphin Jateng* Mixed wood sawdust and wood chips
2 CV Indo Jati Utama Jateng Teak sawdust and woodchips
3 CV Istana Kayu Sukses Makmur Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
4 CV Mekar Abadi Jateng Albizia sawdust and woodchips
6 CV Prima Karya Sejahtera Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
7 CV Sabda Alam Prima Nusa Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
8 CV Sinar Sengon Sejahtera Jateng Albizia sawdust and woodchips
9 PT Alam Kayu Sakti Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
10 PT Albasia Bhumiphala Persada Jateng Albizia sawdust and woodchips
11 PT Albasia Sejahtera Mandiri Jateng Albizia sawdust and woodchips
12 PT Artha Kayu Indonesia Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
13 PT Bahana Bhumiphala Persada Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
14 PT Bakti Putra Nusantaraa Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
15 PT Bogowonto Primalaras Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
16 PT BUANA TRIARTA Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
17 PT Cipta Wijaya Mandiri Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
18 PT Daya Cipta Karya Sempurna Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
19 PT Dian Kencana Pertiwi Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
20 PT Eastmark International Indoensia Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
21 PT Falcata Jaya Makmur Industry Jateng Albizia sawdust and woodchips
22 PT Jaya Indah Furniture Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
23 PT Karya Cipta Unggul Nusantara Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
24 PT Karyabhakti Manunggal Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
25 PT Kurnia Jati Utama Indonesia Jateng Teak sawdust and woodchips
26 PT Matratama Manunggaljaya Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
27 PT Pinako Rotary Permai Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
28 PT Rakabu Sejahtera Jateng Teak sawdust and woodchips
29 PT Rimbawana Agung Pratama Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
30 PT San Yu Frame Moulding Industry Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
31 PT Sensasi Guna Terutama Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
32 PT Surya Mandiri Jaya Sakti Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
33 PT Tatalestari Rimbabuana Jateng Mixed wood sawdust and wood chips
34 PT Tunas Madukara Indah Wood Industry Jateng Albizia sawdust and woodchips
35 PT Waroeng Batok Industry Jateng Albizia sawdust and woodchips

Tabel 19: Daftar Industri Penghasil Residu Kayu di Wilayah Jawa Tengah.

87 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


N0 Company Name Location Type of Residue
1 CV Aneka Rimba Usaha Banten Mixed wood sawdust and wood chips
2 CV Arta Rimba Utama Banten Mixed wood sawdust and wood chips
3 PT Interkayu Nusantara Banten Mixed wood sawdust and wood chips
4 PT Keramindo Megah Pertiwi Banten Mixed wood sawdust and wood chips
5 PT Sunwood Timber Industries Banten Mixed wood sawdust and wood chips
6 Pt Delsharaya Prima Mandiri DKI Jakarta Mixed wood sawdust and wood chips
7 PT Dai Han Indah Jabar Mixed wood sawdust and wood chips
8 PT Daisen Wood Frame Jabar Mixed wood sawdust and wood chips
9 PT Kayu Permata Jabar Mixed wood sawdust and wood chips
10 PT Rasanjaya Jabar Mixed wood sawdust and wood chips
11 PT Hanaqua Industrial Corpindo Jakarta Mixed wood sawdust and wood chips
12 PT Hargas Industries Indonesia Jakarta Mixed wood sawdust and wood chips
13 PT Kharismatama Indoalam Jakarta Mixed wood sawdust and wood chips
14 PT Mitra Karyausaha Sejahtera Jakarta Mixed wood sawdust and wood chips
Tabel 20: Daftar industri penggergajian kayu dan industri pertukangan yang potensial untuk memasok
residu kayu

88 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


Lampiran 2 – Peta-peta yang menggambarkan
areal yang sesuai untuk energi biomassa
Tiga peta pada halaman berikut ini adalah dibuat dengan baik dan disediakan
oleh Perum Perhutani (Perum perhutani, 2017). Area warna merah
merupakan lahan yang cocok untuk energi biomassa. Peta yang lebih detail
telah dibuat dan tersedia serta dianalisis di dalam proyek ini.

89 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018


91 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018
92 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018
93 | Pra Studi Kelayakan Biomasa untuk energi 09-02-2018

Anda mungkin juga menyukai