Anda di halaman 1dari 8

Bagaimana Cara Menghitung Akumulasi

Penyusutan?

Berikut ini ada dua cara perhitungan yang secara umum dipakai oleh suatu

bisnis maupun perusahaan.

1. Akumulasi Penyusutan dengan Metode Garis Lurus

Cara menghitung akumulasi penyusutan dalam metode garis lurus tidak

dipengaruhi oleh volume produk yang dihasilkan, sehingga beban penyusutan

tersebut dihitung dengan rumus :

• D = (AC – SV)/LT

• Penjelasan :

D       = Penyusutan (Depreciation)

AC     = Harga Perolehan (Acquisition Cost)

SV     = Nilai Residu (Salvage Value)

LT      = Umur Ekonomis (Long Term)

• Kasus Contoh Akumulasi Penyusutan :

Perusahaan Cahaya membeli peralatan mesin pada tanggal 04 September

2020 dengan harga Rp15.000.000, dengan umur ekonomisnya hingga 5

tahun.
Mesin tersebut diperkirakan bisa dijual pada saat nilai residunya sebesar

Rp2.500.000. maka perhitungan beban penyusutan dan akumulasi

penyusutan peralatan tersebut adalah :

• Perhitungan dan Jurnal Akumulasi Penyusutan :

D = (Rp15.000.000 – Rp2.500.000) = Rp12.500.000/5= Rp2.500.000,-

Beban penyusutan mesin sebesar Rp2.500.000, diketahui bahwa kebijakan

perusahaan menggunakan perhitungan metode garis lurus.

Maka nilai beban penyusutan mesin tersebut harus sama hingga akhir masa

penggunaannya. Selain itu untuk perhitungan akumulasi penyusutan dapat

dihitung dalam tabel berikut ini :

Pin
Dilihat dari tabel perhitungan diatas bahwa akumulasi penyusutan tidak sama

dengan harga perolehan mesin, dikarenakan adanya nilai residu pada mesin,

sehingga nilai residu akan sama dengan nilai penyusutan. Dengan catatan

jurnal akumulasinya yaitu :


(D) Beban Penyusutan Rp2.500.000

(K) Akumulasi Penyusutan Rp2.500.000

2. Akumulasi Penyusutan dengan Metode Saldo Menurun

Metode ini harus sesuai dengan penggunaan jenis aktiva yang dapat

dipengaruhi oleh volume produksi yang dihasilkan. Seperti contoh

perhitungan rumus metode saldo menurun sebagai berikut.

• Rumus :

a. D = d% x BV

b. d% = 1 – n√SV/AC

• Penjelasan :

D = Penyusutan (Depreciation)

d% = Tingkat Penyusutan (Depreciation Rate)

BV = Harga Buku Sebelumnya (Book Value)

SV = Nilai Residu (Salvage Value)

AC = Harga Perolehan (Acquisition Cost)

• Kasus Contoh Akumulasi Penyusutan :

Seperti pada kasus sebelumnya dapat diketahui metode saldo menurun

dengan mencari perhitungan beban penyusutan dan akumulasi penyusutan

tersebut adalah :

• Perhitungan Rumus dan Jurnal Akumulasi Penyusutan :

d%    = 1 – 5√2.500.000/15.000.000 = 1 – 5√0,16667
          = 1 – 0,69 = 0,30 = 30%

Dari tingkat penyusutan tersebut dapat dihitung beban dan akumulasi

penyusutan sebagai berikut:

Pin
Melalu perhitungan tabel diatas dilihat bahwa nilai residu tidak jauh berbeda

dengan garis lurus yaitu sebesar Rp2.500.000.

Namun pada perbedaannya terlihat antara penyusutan dan akumulasi

penyusutan, karena metode saldo menurun pada beban penyusutan lebih

besar di awal tahun pemanfaatan aktiva tetap. Dengan catatan jurnal

akumulasi penyusutan yaitu :

(D) Beban Penyusutan Rp2.500.000

(K) Akumulasi Penyusutan Rp2.500.000

Dengan adanya penggunaan metode perhitungan ini dapat disimpulkan

bahwa mencari nilai beban penyusutan dan akumulasi penyusutan harus

berdasarkan kebutuhan perusahaan dan tergantung pada jenis aset tersebut.


Sehingga perhitungan nilai penyusutan tersebut bisa menghasilkan

perhitungan yang lebih akurat.

Selain itu, gunanya akumulasi depresiasi adalah agar nilai beban

penyusutannya lebih terukur serta pencatatan pada laporan keuangan lebih

baik. Sehingga ketika perusahaan ingin menyajikan laporan laba rugi maupun

neraca bisa lebih akurat dan tepat.

 Metode garis lurus (straight line method)

Beban penyusutan aktiva yang dihitung dengan metode garis lurus menggunakan asumsi bahwa
aktiva tetap memberikan kontribusi atau manfaat secara merata, tanpa berfluktuasi selama masa
penggunaannya. Tingkat penurunan aktiva tetap akan sama setiap tahunnya hingga aktiva tersebut
ditarik dari penggunaannya. Oleh sebab itu, metode ini akan sesuai digunakan untuk menghitung
penyusutan aktiva tetap yang tingkat keausannya tidak dipengaruhi oleh volume produk yang
dihasilkan. Beban penyusutan yang dihitung dengan metode ini didasarkan pada rumus berikut.

D = (AC – SV)/LT

Keterangan:

D = penyusutan
AC = harga perolehan
SV = nilai residu
LT = umur ekonomis

Contoh kasus:

Perusahaan membeli sebuah mesin pada tanggal 3 Januari 2016 dengan harga Rp 6.000.000,- dan
ditaksir memiliki umur ekonomis hingga 8 tahun. Mesin tersebut diperkirakan bisa dijual pada saat
penarikan penggunaannya nanti dengan harga Rp 250.000,-. Hitunglah beban penyusutan dan
akumulasi penyusutan dari mesin tersebut!

Penyelesaian:

D = (Rp 6.000.000,- – Rp 250.000,-)/8 = Rp 5.750.000/8 = Rp 718.750,-


Beban penyusutan mesin sebesar Rp 718.750,-. Mengingat perusahaan menggunakan metode
garis lurus, maka beban penyusutan mesin tersebut sama hingga akhir masa penggunaannya.
Sementara untuk akumulasi penyusutan mesin dapat dihitung dalam tabel berikut.

Tahun Harga Nilai Umur Akumulasi Harga


Penggunaan Perolehan Residu Ekonomis Penyusutan Penyusutan Buku

6.000.000 250.000 8 – – 6.000.000


0

6.000.000 250.000 8 718.750 718.750 5.281.250


1

6.000.000 250.000 8 718.750 1.437.500 4.562.500


2

6.000.000 250.000 8 718.750 2.156.250 3.843.750


3

6.000.000 250.000 8 718.750 2.875.000 3.125.000


4

5 6.000.000 250.000 8 718.750 3.593.750 2.406.250

6.000.000 250.000 8 718.750 4.312.500 1.687.500


6

6.000.000 250.000 8 718.750 5.031.250 968.750


7

6.000.000 250.000 8 718.750 5.750.000 250.000


8

Dari tabel di atas tampak bahwa akumulasi penyusutan di tahun terakhir penggunaan mesin nilainya
tidak sama dengan harga perolehan mesin. Hal ini disebabkan oleh adanya nilai residu mesin. Jika
mesin tidak memiliki nilai residu, maka akumulasi penyusutan nilainya akan sama besar dengan
harga perolehannya.
 Metode saldo menurun

Metode saldo menurun menggunakan asumsi bahwa aktiva tetap memberikan kontribusi yang besar
di awal-awal masa pemanfaatannya. Seiring dengan berkurangnya umur ekonomis, tingkat
penurunan fungsi aktiva semakin besar. Metode ini sesuai digunakan pada jenis aktiva yang
penggunaannya dipengaruhi oleh volume produksi yang dihasilkan. Formula metode saldo menurun
dirumuskan sebagai berikut.

D = d% x BV

d% = 1 – n√SV/AC

Keterangan:

D = penyusutan
d% = tingkat penyusutan
BV = harga buku sebelumnya
SV = nilai residu
AC = harga perolehan

Contoh kasus:

Dari contoh kasus sebelumnya, hitunglah beban penyusutan dan akumulasi penyusutan dengan
metode saldo menurun!

Penyelesaian:

d% = 1 – 8√250.000/6.000.000 = 1 – 8√0,04167 = 1 – 0,67 = 0,33 ≈ 33%

Dari tingkat penyusutan tersebut dapat dihitung beban dan akumulasi penyusutan sebagai berikut:

Tahun Harga Nilai Umur Akumulasi


Penggunaan Perolehan Residu Ekonomis Penyusutan Penyusutan Harga Buku

0 6.000.000 250.000 8 – – 6.000.000

1 6.000.000 250.000 8 718.750 718.750 5.281.250

2 6.000.000 250.000 8 718.750 1.437.500 4.562.500


3 6.000.000 250.000 8 718.750 2.156.250 3.843.750

4 6.000.000 250.000 8 718.750 2.875.000 3.125.000

5 6.000.000 250.000 8 718.750 3.593.750 2.406.250

6 6.000.000 250.000 8 718.750 4.312.500 1.687.500

7 6.000.000 250.000 8 718.750 5.031.250 968.750

8 6.000.000 250.000 8 718.750 5.750.000 250.000

Dari tabel di atas tampak bahwa nilai residu yang pada tahun terakhir penggunaan aktiva tidak jauh
berbeda dengan hasil perhitungan metode garis lurus, yakni berkisar Rp 250.000,-. Perbedaan
terlihat pada kolom penyusutan dan akumulasi penyusutan, di mana pada metode saldo menurun
beban penyusutan lebih besar di awal-awal tahun pemanfaatan aktiva tetap.

Penggunaan metode dalam penghitungan beban dan akumulasi penyusutan akan lebih baik jika
disesuaikan dengan jenis aktivanya. Selain itu, konsistensi dalam penggunaan metode akan
menjadikan beban penyusutan lebih terukur dan pencatatannya dalam laporan keuangan baik laba
rugi maupun neraca lebih akurat.

Anda mungkin juga menyukai