Anda di halaman 1dari 16

PERAN PGRI DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

November 25, 2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga makalah
pembelajaran mata kuliah Profesi Keguruan ini selesai penulis susun. Makalah ini digunakan sebagai
salah satu media pembelajaran guna menunjang terlaksananya proses perkuliahan mata kuliah Profesi
Keguruan.

Di dalam makalah profesi ini terdapat kilasan tentang Peran PGRI dalam Meningkatkan Kualitas Guru.
Dimana materi tersebut yang dapat memudahkan mahasiswa memahami keterkaitan antar materi.
Makalah ini bukan satu-satunya media untuk belajar bagi mahasiswa, sehingga diharapkan didampingi
dengan buku teks, handout, dan sumber lain yang relevan.

Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari berbagai pihak demi perbaikan untuk
penyusunan makalah berikutnya.

Medan, September 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PGRI

2.2 Peran PGRI

2.3 Tujuan dan Sasaran PGRI

2.4 Peran PGRI dalam Meningkatkan Kualitas Guru

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal
organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912,
kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.

Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala
Sekolah, dan Pemilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya
bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua. Sejalan dengan keadaan itu maka disamping
PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya.
Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru
Indonesia (PGI). Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru
Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta.. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25
November 1945 – seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) didirikan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun dari latar belakang diatas, rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian PGRI?

2. Apa saja peran PGRI?

3. Apa saja tujuan dan sasaran PGRI?

4. Apa saja peran PGRI dalam meningkatkan kualitas guru?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun dari rumusan masalah diatas, tujuan penulisan sebagai berikut:

1. Mengetahui apa pengertian PGRI.

2. Mengetahui apa saja peran PGRI.

3. Apa saja tujuan dan sasaran PGRI

4. Mengetahui apa saja peran PGRI dalam meningkatkan kualitas guru

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PGRI

PGRI merupakan wadah tempat berhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan lainnya sebagai
organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan ketenagakerjaan yang berdasarkan Pancasila. Melalui
PGRI, sesama anggota mengembangkan profesinya, berjuang memecahkan masalah untuk anggota
dengan tanpa henti dan meningkatkan kesejahteraan anggota untuk kejayaan PGRI

2.2 Peran PGRI

Membina, mengarahkan dan melindungi PGRI dan anggotanya dalam melaksanakan tugasnya sehari-
hari.

2.3 Tujuan dan Sasaran PGRI

1. Tujuan PGRI:

a. Memberikan arahan tentang pokok-pokok program yang dijadikan landasan kegiatan organisasi yang
operasionalisasinya akan ditetapkan setiap tahun melalui Konkerprop
b. Melaksanakan upaya reformasi dilingkungan PGRI baik sebagai organisasi perjuangan, organisasi
profesi maupun organisasi ketenagakerjaan

c. Menata, mempertahankan, dan meningkatkan citra PGRI sebagai organisasi yang mampu menjadi
wadah tempat berhimpunnya para guru professional dalam menghadapi abad 21

d. Menetapkan kebijakan dasar organisasi dalam upaya turut serta melaksanakan reformasi pendidikan
nasional sehingga mampu mencapai tujuan pendidikan nasional untuk membetuk manusia yang
mandiri, demokratis, menghormati dan melaksanakan hak-hak asasi manusia, memiliki ilmu
pengetahuan dan menguasai teknologi, dapat dipercaya, serta memiliki rasa tanggung jawab sosial
yang tinggi.

e. Menyusun dan menetapkan langkah-langkah kebijakan organisasi dalam upaya peningkatan harkat,
martabat, dan kesejahteraan guru pada umumnya dan anggota PGRI pada khususnya

f. Mewujudkan visi dan misi organisasi berlandaskan pertimbangan kondisi Bangsa dan Negara, serta
kondisi organisasi dewasa ini didaerah propinsi DIY

2. Sasaran PGRI

a. Peningkatan fungsi dan peran PGRI sebagai organisasi perjuangan, profesi dan ketenagakerjaan yang
bersifat independen, unitaristik, dan non partisan

b. Restrukturisasi dan penataan organisasi dari tingkat propinsi dibawah yang meliputi seluruh tatanan
kelembagaan organisasi PGRI sehingga tetap memiliki visi dan misi yang memberikan motivasi, daya
pikat dan daya rekat yang mampu menghimpun para guru dan tenaga kependidikan lainnya di propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dalam satu wadah PGRI

c. Peningkatan kesadaran seluruh pengurus dan anggota PGRI di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
mengenai perlunya perubahan sikap, perilaku, wawasan dan rasa tanggung jawab organisasi melalui
berbagai forum organisasi, kegiatan pelatihan, seminar, serta kaderisasi yang bertingkat dan berjenjang

d. Peningkatan dan perbaikan citra PGRI, baik dimata masyarakat maupun dimata anggota, serta
peningkatan kinerja dan kebersamaan organisasi agar mampu mengakomodasikan serta
memperjuangkan segenap aspirasi dan kepentingan anggota sehinga PGRI dapat melaksanakan misi dan
tugas dengan baik.

e. Peningkatan kemampuan, dedikasi, profesi dan kesejahteraan anggota serta mengusahakan adanya
standarisasi, lisensi, sertifikasi dan akreditasi profesi guru

f. Peningkatan fungsi dan peran PGRI dalam program pembangunan pendidikan dalam upaya
menyukseskan wajib belajar sesuai dengan program Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan
menciptakan masyarakat belajar, memberatas kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan

g. Peningkatan secara optimal dan merata diseluruh propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, fungsi dan
peran PGRI sebagai kekuatan pemikir yang menampilkan gagasan serta konsep peningkatan mutu
pendidikan sebagai pengontrol yang mengoreksi setiap kebijakan pendidikan yang menyimpang dari
prinsip dasar kependidikan dan sebagai penekan yang mengawasi dan mengontrol berbagai pihak yang
melakukan perbuatan dan tindakan yang tidak sesuai dengan landasan kebijakan organisasi

2.4 Peran PGRI dalam Meningkatkan Kualitas Guru

1) Bangkitkan Profesionalisme Anggota

Meminjam buah fikir "Francis Bacon" sebagai peletak dasar-dasar empirisme menganjurkan organisasi
untuk membebaskan manusia dari pandanngan atau keyakinan yang menyesatkan, dia menyebutkan
ada empat idola, yaitu:

1. The idols of cave, yakni sikap mengungkung diri sendiri seperti katak dalam tempurung, sehingga
enggan membuka diri terhadap pendapat dan pikiran orang lain.

2. The idols of market place, yaitu sikap mendewa-dewakan slogan cenderung suka "ngecap" (lip
service).

3. The idols of theatre yaitu sikap membebek, kurang fleksibel, berdisiplin mati dan "ABIS"- Asal Bapak
Ibu Senang".

4. The idols of tribe, yaitu cara berfikir yang sempit sehingga hanya membenarkan pikirnanya sendiri
(solipsistic) dan hanya membenarkan kelompoknya/organisasinya sendiri.

Jika organisasi telah mampu membebaskan para anggotanya dari idola-idola tersebut, maka secara tidak
langsung organisasi telah meraup kembali inner power yang selama ini hilang sebagai akibat kemajuan
zaman yang penuh ketidakpastian.

Dikaitkan dengan profesionalisme guru, maka wadah organisasi seperti PGRI (Persatuan Guru RI)
tertantang untuk memanifestasikan kemampuannya, karena secara makro organisisasi PGRI dihadapkan
pada "barier protection” sebagai akibat globalisasi. Sadar dari realita ini PGRI akan tetap melakukan
upaya cerdas dalam bentuk peningkatan kemampuan individual (peningkatan kompetensi). Sehingga
kesan yang berkembang dan yang memandang PGRI hanya mempertahankan organisasi sebagai alat
pelindung dengan bermodalkan kekuatan massa (pressure group), tidak selamanya benar.

2) Mengukuhkan Keahlian

Di era ketidakpastian, tuntutan keahlian digambarkan sebagai kemampuan personal yang memiliki daya
ganda, yakni disamping memiliki keungulan kompetitif (competitif advantage), sisi lain juga mempunyai
keunggulan komparatif (comparative adventage). Keunggulan kompetitif ini menuntut professional
untuk menguasai kempetensi inti (core competence). Dalam dunia pendidikan yang disyaratakan
sebagai kompetensi inti adalah segenap kemampuan yang meliputi:

1. Keunggulan dalam penguasaan materi ajaran (subject mater)

2. Keunggulan dalam penguasaan metodologi pengajaran (teaching methode)


Dalam undang-undang Guru dan Dosen kompetensi meliputi; kompetensi profesional, kompetensi
pedagogik, kompetensi pribadi dan kompetensi sosial. Dari syarat kompetensi ini, merupakan bentuk
tuntutan yang sifatnya dinamik, karena penguasaan materi ajaran, serta penguasaan metodologi
pengajarann selalu berkembang sesuai dengan perkembangan jaman.

Dalam penguasaan materi ajaran misalnya, untuk satu hari saja dunia telah mencatat lebih dari kurang
satu juta judul buku terbit.

Sisi lain yang juga menjadi tantangan adalah rekayasa bidang teknologi komputer dengan rekayasa
tersebut maka tercipta beberapa perangkat lunak (soft ware) pendidikan yang memiliki kemampuan luar
biasa dan sangat reasonable terhadap berbagai keadaan dan fungsi. Realitas ini merupakan kendala
yang harus dapat diantisipasi oleh organisasi.

3) Menguatkan Tanggung Jawab

Tanggung jawab profesi juga terkena imbas kemajuan jaman, teristimewa untuk profesi pendidik,
karena disamping tuntutan bidang akademik dengan perannya sebagai alih pengetahuan (transfer of
knowledge) secara bersamaan guru membawa beban moral, sebagai pendidik moral.

Kemajuan teknologi ternyata tidak pernah steril dari budaya baru, teknologi selalu mempercepat dan
membawa dampak pengiring, yang kadangkala bernuansa negatif.

Tanpa disadari langit-langit bumi telah berubah menjadi atmosfir elektronik, yang dengan bebas dan
tanpa merasa berdosa mengalirkan informasi ke segala penjuru dunia, dan tidak memandang perbedaan
budaya, etika serta etistika.

Suatu gambaran yang serba naïf, dapat diakses oleh sebagian besar penduduk Indonesia, karena
parabola (indovision) telah mampu menjembatani penyiaran TV-TV asing, dengan tidak terasa terjadi
penetrasi budaya. Secara bersamaan guru telah mendapatkan beban tambahan untuk memberikan
perawatan budaya, agar moral bangsa tetap berada dalam bingkai budaya.

Ilustrasi yang sangat ringan dapat kita lihat, bahwa kemajuan ekonomi juga mengkondisikan guru lebih
senang bahkan lebih tekun mengerjakan fungsi-fungsi lain yang lebih menjanjikan dari pada
mempertajam visi profesinya. Melihat realita ini, maka organisasi harus melakukan tindakan cerdas,
dengan berupaya terus menerus melakukan siasat.

4) Mempererat Jiwa Korsa (Kesejawatan)

Profesionalisme selalu membutuhkan wahana untuk mempererat persaudaraan sesama- profesi, yang
dapat pula difungsikan sebagai sarana sosialisasi pemikiran ataupun sebagai alat kontrol profesi. Jiwa
korsa dapat dijadikan wahana untuk membangun perlindungan profesi. Sebuah realitas yang sulit
dipungkir jika dalam menjalankan aktivitas profesinnya mendapatkan gangguan, maka sebuah
solidaritas akan membantu. Terkait dengan ini, maka peran perlindungan terhadap anggota organisasi
dapat terealisasi. Terkait dengan jiwakorsa ini, PGRI kembali menyatakan jatidirinya, disamping
organisasi profesi juga merupakan organisasi Serikat Kerja. Sisi professional membangun citra
profesonalisme guru dengan berbagai kompetensi, serta pengembangan karier, sisi lainnya menjadi
oraganisasi ketenaga kerjaan [serikat kerja] memberikan jaminan dari rasa kesewenangan dan
ketidakdilan.

5) Jejaring Sebagai Kekuatan Organisasi PGRI:

Dalam memperjuangkan nasib para anggotanya untuk mengemban amanat UUD 1945, "mencerdaskan
bangsa" PGRI selalu mengundang dan bekerja sama dengan organisasi lainnya, selama dalam bingkai
tegaknya NKRI. Mendukung upaya pencerdasan bangsa tanpa memandang asal usul golongan, karena
independensi menjadi suratan perjuangannya.

PGRI selalu berjuang untuk mengayomi para anggotanya, tanpa membuat cidera demi kepentingan
bangsa. Oleh karenanya PGRI menyadari sepenuhnya membangun jejaring (net working) dalam
kerangka peningkatan martabat Bangsa Indonesia.

kompetensi profesional guru adalah kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan yang
dimiliki guru sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan
maksimal sehingga memungkinkan guru dapat membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi
yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Pengertian, Peranan serta Indikator Kompetensi Profesional Guru

Eureka Pendidikan. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas (2005) tentang guru dan
dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidik anak usia
dini jalur formal, pendidikan dasar, dan menengah.

Sedangkan menurut Hamalik (2004) guru adalah jabatan profesional yang memerlukan berbagai
keahlian khusus. Sementara Uno (2008) berpendapat bahwa guru merupakan suatu profesi, yang berarti
suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai seorang guru dan tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang di luar bidang pendidikan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi berarti kewenangan (kekuasaan) untuk
menentukan (memutuskan) sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan
atau kecakapan (Usman, 2001).

Menurut Barket and Stone dalam Usman (2001), “kompetensi adalah descriptive of qualitative nature or
teacher behavior appear to be entirely meaningful” merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku
guru yang tampak sangat berarti.

Dari berbagai pengertian diatas, dapat simpulkan bahwa kompetensi adalah merupakan gambaran
kualifikasi seseorang, baik yang sifatnya kualitatif maupun yang kuantitatif dalam melaksanakan profesi
yang digelutinya berdasarkan pendidikannya secara bertanggungjawab dan profesional.

Dijelaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 dalam Depdiknas (2005)
tentang guru dan dosen bahwa kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Dengan demikian kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan
kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan
pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.

Broke dan Store dalam Mulyasa (2009) mengemukakan bahwa kompetensi guru merupakan gambaran
kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti. Kompetensi guru adalah salah satu faktor yang
memengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran dan pendidikan di sekolah.

Dari beberapa pengertian kompetensi guru di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi guru
merupakan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam menjalankan tugas
dan tanggungjawabnya diantaranya dalam mendidik, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

Pentingnya kompetensi guru menurut Hamalik (2004) bagi dunia pendidikan antara lain:

a. Kompetensi guru sebagai alat penerimaan guru

Perlu ditentukan secara umum jenis kompetensi apakah yang perlu dipenuhi sebagai syarat agar orang
dapat menjadi guru. Dengan adanya syarat sebagai kriteria penerimaan calon guru, maka akan terdapat
pedoman bagi administrator dalam memilih mana yang diperlukan untuk satu sekolah. Asumsi yang
mendasari kriteria ini adalah bahwa setiap calon guru yang memenuhi syarat tersebut, diharapkan atau
diperkirakan bahwa calon guru tersebut akan berhasil mengemban tugasnya selaku pengajar di sekolah.

b. Kompetensi guru penting dalam rangka pembinaan guru

Jika telah ditentukan jenis kompetensi guru yang diperlukan, maka atas dasar ukuran itu akan dapat
diobservasi dan ditentukan guru yang telah memiliki kompetensi penuh dan guru yang masih kurang
memadai kompetensinya. Informasi tentang hal ini sangat diperlukan oleh para administrator dalam
usaha pembinaan dan pengembangan terhadap para guru.

c. Kompetensi guru penting dalam rangka penyusunan kurikulum

Kurikulum pendidikan guru harus disusun atas dasar kompetensi yang diperlukan oleh setiap guru.
Tujuan program pendidikan, sistem penyampaian, evaluasi dan sebagainya hendaknya direncanakan
sedemikian rupa agar relevan dengan tuntutan kompetensi guru secara umum. Dengan demikian
diharapkan guru tersebut mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebaik mungkin.

d. Kompetensi guru penting dalam hubungan dengan kegiatan dan hasil belajar peserta didik

Proses belajar mengajar dan hasil belajar para peserta didik bukan saja ditentukan sekolah, pola struktur
dan isi kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi profesional guru yang
mengajar dan membimbing mereka. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lngkungan
belajar yang efektif, menyenangkan, dan akan lebih mampu mengelolah kelasnya sehingga belajar para
peserta didik akan lebih optimal.

2. Bentuk-bentuk Kompetensi Guru

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
dalam Mulyasa (2009) terdapat empat kompetensi guru yaitu:
a. Kompetensi pedagogik

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran peserta didik yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

b. Kompetensi kepribadian

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

c. Kompetensi profesional

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

d. Kompetensi sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar.

3. Kompetensi Profesional Guru

Kompetensi keguruan meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional. Dalam banyak analisis kompetensi keguruan, aspek kompetensi kepribadian
dan kompetensi sosial umumnya disatukan. Hal ini wajar karena sosialitas manusia (termasuk guru)
dapat dipandang sebagai pengejawantahan pribadinya (Samana, 1994).

Selanjutnya dalam melakukan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki seperangkat


kemampuan (kompetensi) yang beraneka ragam. Dalam peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 2 ayat 3 dalam Depdiknas (2005), menjelaskan bahwa
kompetensi yang harus dimiliki sebagai agen pembelajaran jenjang pendidikan dasar dan menengah
serta pendidikan anak usia dini meliputi “kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial”.

Menurut Sanjaya (2008) kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang
berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang
sangat penting, sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh karena itu, tingkat
keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi ini. Beberapa kemampuan yang
berhubungan dengan kompetensi ini diantaranya:

a. Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan.

b. Pemahaman dalam bidang psikologi kependidikan.

c. Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkan.
d. Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran.

e. Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar.

f. Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran.

g. Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran.

h. Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang

i. Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berfikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.

Definisi lain diungkapkan oleh BSNP (2009) dalam jurnal Syahruddin, dkk (2013) yaitu:

“Professional competence can be defined as the teachers’ capability to master their subjects in-depth
and the way to appropriately deliver it to the students”

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi profesional guru adalah
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan yang dimiliki guru sehingga ia mampu
melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal sehingga memungkinkan
guru dapat membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar
Nasional Pendidikan.

4. Indikator Kompetensi Profesional Guru

Menurut Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 dalam Depdiknas (2007) indikator kompetensi
profesional adalah sebagai berikut:

a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang
diampu.

b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.

Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang diampu.

Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.

Memahami tujuan pembelajaran yang diampu.

c. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.

Memilih materi pembelajaran yang diampu sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.

Mengelolah materi pelajaran yang diampu secara kreatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta
didik.

d. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.

Melakukan refleksi terhadap kinerja dalam rangka peningkatan keprofesionalan.

Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan.


Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan.

Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.

e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.

Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi.

Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan diri.

"Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."

Berikut ini adalah enam cara meningkatkan profesionalisme guru:

1.Melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. ...

2. Aktif mengikuti kegiatan KKG (Kelompok Kerja Guru) dan Komunitas Guru. ...

3.Mengikuti pelatihan yang mendukung kualitas pembelajaran. ...

4. Banyak Membaca. ...

5.Peer Observation and Evaluation. ...

6. Membuat Karya Tulis.

Pengembangan adalah usaha yang terus-menerus dalam rangka meningkatkan kemampuan guru
terhadap pengembangan ilmu dan teknologi, serta mengembangkan ilmu dan teknologi itu sendiri
khususnya dalam kegiatan pendidikan. Pengembangan profesi adalah dasar dari praktek profesi guru,
pengembangan profesi guru terdiri dari atas dua bentuk, yaitu pembinaan dan pengembangan.

Usaha pengembangan profesi guru dapat dipanang dai dua segi yaitu dari segi external dan dari segi
internal. Dari segi external yaitu usaha pengembangan profesi guru yang berasal dari luar, seperti
pemerintah dan atau kepala sekolah. Dan dari segi internal yaitu usaha pengembangan profesi yang
berasal dari dalam diri guru itu sendiri. Untuk itu guru dituntut untuk selalu memperbaiki,
mengembangkan diri dalam membangun dunia pendidikan agar kualitas dan hasil pendidikan dapat
benar-benar berperan optimal dalam kehidupan masyarakat.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. PGRI merupakan wadah tempat berhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan lainnya
sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan ketenagakerjaan yang berdasarkan Pancasila.

2. Peran PGRI dalam meningkatkan kualitas guru :

1) Bangkitkan Profesionalisme Anggota

2) Mengukuhkan Keahlian

3) Menguatkan Tanggung Jawab

4) Jejaring Sebagai Kekuatan Organisasi PGRI

3.2 SARAN

Sebagai generasi muda, calon pengajar harus menigkatkan kualitas serta profesionalisme. Mengingat
bagaimana kondisi pengajar zaman sekarang, kita boleh mengajar dengan sesuka hati, namun
gunakanlah sewajarnya. Jangan melanggar peraturan yang ada. Selain itu pemerintah juga harus
memperhatikan nasib guru, tidak hanya soal materi tetapi soal kehidupan yang dialami oleh para guru.

DAFTAR PUSTAKA

Uzer Usman, M. 2006. Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Anwar Yasin. 1998. Standar Kemampuan Profesional Guru SD. Malang

Bafal, ibrahim. 2003. Peningkatan Profesional Guru Sekolah Dasar.

Jakarta. PT Bumi Aksara.


Syamsudin, Abin. 2006. Profesi Keguruan. Jakarta

https://opickelrahman.wordpress.com/2014/11/04/siv-peran-pgri-dalam- memperjuangkan-nasib-
guru-dan-meningkatkan-profesionalisme-guru/

Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang
mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia
Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, Oleh karena itu, guru
dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik
merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi
terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk
memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.

Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profcsional
mcmpunyai misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut:

Mengangkat martabat guru dan dosen;

Menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen;

Meningkatkan kompetensi guru dan dosen;


Peran Pendidik dalam Dunia Pendidikan

Secara kultural, pendidikan pada umumnya berada dalam lingkup dan peran, fungsi dan tujuan yang
tidak berbeda. Artinya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini termaktub dalam UU No. 2 tahun 1989 mengenai tujuan
pendidikan nasional : yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu menusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyrakatan dan kebangsaan”.

Di dalam tujuan pendidikan nasional di atas bahwa untuk mencapai tujuan tersebut salah satunya perlu
pendidik yang berkualitas dan kredibel. Artinya seorang pendidik tidak hanya memiliki tugas untuk
mengajarkan ilmu pengetahuan “transfer of knowledge” akan tetapi harus mengajarkan nilai atau
memberikan teladan yang baik “transfer of values”, dalam bahasa Islam adalah “uswatun hasanah”

Guru merupakan pendidik dalam lembaga formal di sekolah, secara langsung atau tegas menerima
kepercayaan dari masyarakat untuk memangku jabatan dan tanggung jawab pendidikan.[1] Jabatan dan
tanggung jawab inilah yang dapat menentukan keberhasilan dalam segala aspek pembelajaran siswa di
sekolah.

Sarana pendidikan jasmani ialah segala sesuatu yang dapat digunakan atau dimanfaatkan di dalam
pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan. Demikian juga dengan prasarana yaitu
segala sesuatu fasilitas yang melengkapi kebutuhan sarana yang dimiliki sifat permanen atau tidak dapat
dipindahkan.

Untuk mendukung tercapainya tujuan administrasi sarana prasarana sekolah maka ada prinsip-prinsip
yang perlu diperhatikan dalam mengelola sarana prasarana sekolah sebagai berikut.

1) Prinsip pencapaian tujuan

Administrasi sarana prasara sekolah dikatakan berhasil apabila fasilitas sekolah selalu siap pakai.
2) Prinsip efisiensi

Pemakaian semua fasilitas sekolah hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat
mengurangi pemborosan. Untuk itu, perlengkapan sekolah hendaknya dilengkapi dengan petunjuk
teknis penggunaan dan pemeliharaannya.

3) Prinsip administratif

Semua pengelola perlengkapan pendidikan di sekolah itu hendaknya selalu memperhatikan undang-
undang, peraturan, intruksi dan pedoman yang telah diberlakukan oleh pemerintah.

4) Prinsip Kejelasan Tanggung Jawab

Tugas dan tanggung jawab semua anggota organisasi terhadap pengelolaan sarana dan prasarana
sekolah harus dideskripsikan dengan jelas.

5) Prinsip Kekohesifan

Manajemen sarana prasarana sekolah hendaknya terealisasikan dalam bentuk proses kerja yang sangat
kompak. Untuk itu, antara satu dengan lainnya dalam organisasi harus bekerja dengan baik.

Pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan adalah kegiatan menata, mulai dari merencanakan
kebutuhan, pengadaan, inventarisasi, penyimpanan, pemeliharaan, penggunaan dan penghapusan serta
penataan lahan, bangunan, perlengkapan, dan perabot madrasah secara tepat guna dan sasaran.

Domain Kognitif / Proses Berpikir (cognitive domain)

Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan
keterampilan berpikir.

Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan
motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Anda mungkin juga menyukai