Anda di halaman 1dari 7

JARINGAN KOMUNIKASI BMKG

DOSEN PENGAMPU :

PAK. ADI BAGUS PUTRANTO, ST, MT

NAMA : ANDI MARWAN LATIF

KELAS : INSTRUMENTASI 5C

NPT : 41.19.0048

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN


GEOFISIKA (STMKG)
Tugas Jaringan Komunikasi BMKG

Implementasi Teknis

Karena kondisi geologi setempat, waktu peringatan dini sangat singkat. Oleh karena itu, alarm
harus dipicu dalam waktu lima menit setelah gempa bumi yang kuat. Itulah sebabnya pendekatan baru
dikembangkan, yang terutama didasarkan pada penggabungan data seismologi berbasis model dengan
pengukuran GPS dan pengukuran level.

Lebih dari 300 sensor tersebar di seluruh Indonesia dan mengirimkan datanya ke pusat
peringatan secara real time. Dari sini, Sistem Pendukung Keputusan otomatis yang baru
dikembangkan (Decision Support System/DSS) mengkompilasi gambaran situasi dari ini, atas dasar
pengambilan keputusan apakah akan mengeluarkan alarm.

Oleh karena itu, langkah-langkah berikut diambil dalam proses:

1. Lokasi dan kekuatan gempa: Penegasan dengan data seismologi; semua gempa bumi (di
seluruh dunia) dicatat. Semua gempa bumi M≥2 dievaluasi di pusat peringatan nasional.
Informasi gempa pada dasarnya disediakan. Peringatan peringatan tsunami hanya dikeluarkan
jika tsunami diperkirakan terjadi (kekuatan gempa >7).

2. Mekanisme rekahan: hanya gempa bumi sub-samudera yang kuat dengan komponen vertikal
yang berbeda yang dapat menyebabkan tsunami. Penilaian awal apakah dasar laut telah
bergerak secara vertikal dapat ditentukan dengan menggunakan titik tetap daratan (GPS
Shield).
3. Kepastian tsunami: Di pesisir dan pulau-pulau lepas pantai Indonesia, pengukur pasang surut
dipasang dengan komponen GPS, yang memantau permukaan laut. Data diintegrasikan ke
dalam proses peringatan (GPS Level).

4. Pengambilan keputusan: dalam waktu kurang dari lima menit, keputusan dapat dibuat apakah
peringatan perlu dikeluarkan dan - jika demikian - bagian pantai mana (DSS).

GITEWS membentuk struktur inti dari Sistem Peringatan Dini Tsunami InaTEWS Indonesia.
Dengan pemasangan GITEWS, karena kondisi spesifik Indonesia, dengan waktu peringatan dini yang
sangat singkat, pengalaman sistem peringatan dini tsunami yang ada sebelumnya untuk Pasifik di AS
dan Jepang hanya dapat dimanfaatkan secara terbatas. Sebagai hasil dari tantangan ini, komponen dan
prosedur yang baru dikembangkan dan interaksinya di GITEWS/InaTEWS menjadikan sistem ini
salah satu sistem peringatan dini tsunami paling canggih di seluruh dunia.

Berikut adalah alat-alat yang digunakan pada system GITEWS :

 Seiscomp3

Persyaratan dasar untuk sistem peringatan dini adalah kepastian lokasi dan kekuatan gempa yang
cepat dan andal. SeisComp3 dikembangkan oleh kelompok kerja GEOFON dari GFZ dan dapat
dengan andal menentukan kekuatan dan lokasi gempa dalam waktu sekitar empat menit, bahkan
dengan gempa bumi yang kuat. GFZ memberikan sistem ini kepada masyarakat secara gratis,
sehingga semua negara yang berbatasan dengan Samudera Hindia telah menerapkan sistem ini
sebagai standar.

 GPS Shield

Gempa kuat menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal yang cukup besar di permukaan
bumi, yang panjangnya bisa beberapa meter, baik secara horizontal maupun vertikal dan dapat diukur
dengan GPS. Sesuai dengan jaringan pengukuran yang padat, "GPS Shield" ini, bersama dengan data
seismologi, mampu mengkarakterisasi rekahan gempa dalam waktu 5 menit, sehingga kekuatan dan
perluasan tsunami dapat dihitung. Prosedur baru ini telah disiapkan untuk digunakan di GITEWS dan
sekarang digunakan sebagai metode standar untuk identifikasi tsunami di lapangan.

 GPS Tide Gauges

Alat pengukur pasang surut GPS atau GPS Tide Gauges memantau permukaan laut. Perubahan
ketinggian air yang disebabkan oleh tsunami dicatat dan diintegrasikan ke dalam proses peringatan.
Alat pengukur GITEWS merekam perubahan menggunakan tiga jenis sensor: Tekanan, radar, dan
floaters dan juga dilengkapi dengan penerima GPS untuk menentukan kemungkinan perpindahan
vertikal permukaan. Sementara itu, data tingkat reliabel tidak hanya tersedia di Indonesia, tetapi juga
di negara-negara lain yang berbatasan dengan Samudera Hindia. Data tersebut juga tersedia di
database publik IOC. Webcam juga dipasang untuk observasi di bagian-bagian tertentu dari garis
pantai.

 DSS Decision Support System

Sistem Pendukung Keputusan adalah salah satu elemen kunci dari pusat peringatan di Jakarta.
Hasil dari penggabungan jaringan data sensor di sini, dibandingkan dengan pemodelan yang telah
dihitung sebelumnya dan dengan demikian membuat gambaran situasi dan mengusulkan peringatan
peringatan, jika perlu, yang kemudian harus dikeluarkan oleh para ilmuwan yang bertugas. Jika perlu,
peta risiko yang telah dihitung sebelumnya juga dapat ditampilkan untuk pengambilan keputusan.
DSS dikembangkan oleh German Aerospace Center (DLR) dalam konteks GITEWS.

 Modelling System

Penilaian situasi dan pembuatan peringatan peringatan didasarkan pada hasil pemodelan. Dari
sejumlah kecil data, yang tersedia dalam perkiraan pertama. 5 menit setelah terjadinya gempa bumi
(lokasi gempa, magnitudo, informasi Perisai GPS, jika ada), status situasi ekstensif hanya dapat dibuat
dengan menggunakan pemodelan. Ini terjadi, di satu sisi, dengan skenario resolusi tinggi yang telah
dihitung sebelumnya dalam database dan di sisi lain (dan hanya dalam beberapa tahun terakhir)
melalui proses komputer kalkulasi online dengan resolusi kurang tinggi. Selain perhitungan tsunami
(waktu berjalan ke pantai, tinggi gelombang di pantai), skenario resolusi tinggi juga berisi perhitungan
banjir berikutnya, yang merupakan faktor masukan penting untuk semua penilaian risiko dan misalnya
tindakan evakuasi. Ini dilengkapi dengan pembaruan konstan menggunakan alat online. Oleh karena
itu, kedua opsi (skenario yang telah dihitung sebelumnya dan alat online) akan selalu digunakan.
Penyampaian peringatan peringatan oleh BMKG dilakukan melalui berbagai saluran komunikasi yang
otonom secara teknis dan ditetapkan dengan "prosedur operasi standar".

 Buoy System

Pelampung tsunami (juga disebut sebagai tsunameter) bukanlah sistem PERINGATAN otonom.
Di semua sistem peringatan tsunami di seluruh dunia, mereka adalah instrumen PENGUKURAN
untuk verifikasi tsunami. Informasi yang paling penting, yaitu, lokasi dan besarnya gempa cepat, yang
tanpanya simulasi atau peringatan dapat dihasilkan, TIDAK dapat diberikan oleh sistem pelampung.

Sistem pelampung untuk pengukuran langsung tsunami pada awalnya merupakan bagian dari
konsep penelitian. Pengembangan lebih lanjut dari GPS Shield memungkinkan untuk menghentikan
konsep pelampung. Oleh karena itu, pelampung tidak lagi menjadi bagian dari sistem peringatan
operasional sejak 2010, sehingga biaya perawatan yang tinggi untuk pemasangan pelampung di dekat
garis pantai juga dapat dihilangkan.
Urutan system peringatan pada GITEWS

Sistem ini didasarkan pada 300 sistem sensor berbasis darat yang berbeda. Data dari sensor
ini ditransfer secara real-time ke ruang kontrol di pusat peringatan dan dikumpulkan di sana dalam
Sistem Pendukung Keputusan (DSS) yang canggih dan diimplementasikan ke dalam status situasi.
Peringatan terjadi atas dasar perekaman dan evaluasi gempa yang sangat cepat dan tepat, yang
merupakan inti dari sistem peringatan. Penentuan parameter gempa (lokasi, kedalaman, magnitudo)
melalui 160 seismometer di darat adalah dasar pertama dan terpenting untuk pratinjau tsunami melalui
pemodelan dan pembuatan peringatan peringatan, yang didasarkan pada ini. Status situasi pertama
kemudian dibuktikan lebih lanjut melalui data tambahan dari stasiun GPS dan pengukur pasang
surut/GPS tide gauges di sepanjang pantai Indonesia.

Penjelasan untuk topologi koneksi internet pada GITEWS

GFZ, CEA, dan NIED berfungsi mengatur system pada GITEWS agar berjalan secara baik.
Dalam hal ini GFZ bertindak sebagai pemeran vital dalam mengawasi dan mengatur system secara
teknis, sementara CEA dan NIED adalah mitra yang membantu berjalannya system GITEWS.

BMKG bertindak sebagai operator yang mengoperasikan system GITEWS. BMKG menerima data-
data yang dikirimkan oleh sensor-sensor pada alat yang ada pada sistem GITEWS.
Border router merupakan perangkat yang biasanya diletakkan di depan firewall utama
perusahaan atau organisasi. Perangkat ini umumnya menjalankan pemeriksaan mendasar dalam
aktivitas jaringan. Border router BMKG berfungsi untuk menjalankan pemeriksaan pada aktivitas
jaringan GITEWS. Border router juga diginakan untuk mengurangi beban firewall agar firewall tidak
kelebihan beban (overloaded).

Firewall BMKG adalah sistem keamanan yang melindungi komputer dari berbagai ancaman
di jaringan internet. Firewall ini bekerja sebagai sekat atau tembok yang membatasi komputer dari
jaringan internet. Melalui “tembok” inilah BMKG bisa mengatur data, informasi, dan kegiatan apa
yang boleh lalu lalang dari jaringan internet ke komputer dan begitu pula sebaliknya.

Core Switch BMKG berfungsi menyusun perangkat network switch menjadi beberapa
tingkatan dikarenakan end user yang terkoneksi kedalam suatu jaringan memiliki jumlah yang
banyak, sehingga BMKG perlu melakukan trunking (menyambungkan switch satu dengan switch
lain) antar network switch secara bertingkat.

Server proksi bertindak sebagai gateway terhadap dunia Internet untuk setiap komputer klien.
Server proksi tidak terlihat oleh komputer klien: seorang pengguna yang berinteraksi dengan Internet
melalui sebuah proxy server tidak akan mengetahui bahwa sebuah proxy server sedang menangani
request yang dilakukannya. Web server yang menerima request dari proxy server akan
menginterpretasikan request-request tersebut seolah-olah request itu datang secara langsung dari
komputer klien, bukan dari proxy server.

Border router, firewall, core switch dan scopen disini berfungsi untuk keamanan, kelancaran,
dan keberlanjutan pada system GITEWS.

Sejak awal, GITEWS direncanakan dengan pendekatan end-to-end. Ini terdiri dari pengaturan
jaringan instrumen untuk mengukur bencana alam (tsunami, gempa bumi), dukungan pengambilan
keputusan berdasarkan sistem pemodelan untuk menghasilkan penilaian situasi, penilaian risiko di
seluruh negara dengan penciptaan bahaya, kerentanan dan peta risiko dan pengembangan kapasitas
dengan pihak berwenang, pengambil keputusan dan administrasi lokal, serta perusahaan lokal yang
terkena dampak dan industri perhotelan. Pekerjaan di berbagai bidang kegiatan ini dilakukan secara
paralel sejak awal, sedangkan koordinasi terus-menerus dilakukan antara bidang kegiatan dengan
mitra nasional dan internasional yang terlibat.

Fase instalasi GITEWS ditandai dengan pengembangan komponen sistem yang diperlukan, di
satu sisi, dan oleh pengembangan strategi, materi informasi, standar dan pendekatan yang tepat, di sisi
lain. BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika), operator sistem peringatan dini,
mencapai status operasional langkah demi langkah dan melalui berbagai fase pengaturan sistem.
Selama fase GITEWS (2005 hingga 2011), serangkaian lembaga Jerman terlibat, di bawah naungan
Pusat Geosains GFZ Jerman, yang tugasnya adalah pengaturan teknis sistem. Kontribusi negara-
negara donor lainnya terintegrasi. Langkah-langkah pengembangan kapasitas di daerah hilir (Strategi
Pengurangan Bencana) dilaksanakan di daerah percontohan, bekerjasama dengan pemerintah daerah
dan masyarakat. Pendekatan, proses dan produk, misalnya TsunamiKiT dapat dialihkan ke bagian lain
Indonesia dan menjadi dasar untuk implementasi di seluruh negeri.

Anda mungkin juga menyukai