Badan Geologi
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Agus Sampurno
Sapari Dwiyono
ISI
1. PENGANTAR.................................................
2. DATA DAN TEKNIS...............................................
3. APLIKASI PERALATAN UNTUK GERAKAN TANAH : STUDI KASUS
4. DISKUSI
5. KESIMPULAN
6. REFERENSI
RINGKASAN
1. PENGANTAR
Di Indonesia hingga saat ini prediksi bencana tanah longsor hampir tidak mungkin
dilakukan. Pemantauan tanah longsor secara instrumental yang rinci belum
dimungkinkan karena kurangnya keahlian ilmiah ataupun anggaran yang tidak
cukup untuk instrumentasi dan belum dilakukannya investigasi bawah permukaan.
Selain itu, peran pemantauan sering tidak praktis, kecuali daerah yang luasannya
agak sempit dengan pemeriksaan intensif untuk tujuan terbatas.
a. Ekstensometer
b. Sensor curah hujan
Monitoring penetrasi air yang menyebabkan naiknya tekanan pala pori-pori tanah
dan monitoring kemiringan akibat perubahan tekanan pada lidah daerah berpotensi
longsor akibat tekanan selama ini juga belum dilakukan sehingga pengembangan
di masa yang akan datang perlu dipersiapkan.
Melalui teknologi WEB sistem pemantauan gerakan tanah ini dapat digunakan
melalui portal http://www.badangeologiinfo.com dan merujuk informasi tanah
longsor yang tidak semata hanya menyangkut data monitoring, maka
pengembangan informasi berbasis data ini akan menyertakan informasi sejarah
kejadian. Secara terbuka, masyarakat dapat menginformasikan kejadian tanah
longsor melalui portal yang tersedia, sehingga kejadian tersebut dapat digunakan
sebagai pelajaran di masa yang akan datang. Semakin banyak informasi dan data
yang masuk ke dalam sistem data base, maka sistem data base dengan basis tabel
seperti MySQL tentunya tidak akan cukup, mestinya mulai dari sekarang sudah
difikirkan penggunaan data yang berbasis dokumen, di mana berbagai informasi
dapat disimpan dan dibaca dengan cepat.
Pada tahapan sekarang ini sistem data base yang digunakan berbasis MySQL dan
data base juga dapat di lakses melalui jaringan internet. Diharapkan dengan
keterbukaan data base pada BADAN GEOLOGI maka data dapat dibagi ke BPBD
ataupun BNPB untuk dipergunakan bersama-sama. Sistem diharapkan dapat
memantau kejadian longsor dan Ini bisa digunakan sebagai prototipe untuk sistem
di daerah rawan longsor lainnya.
2. DATA DAN TEKNIS
A. SISTEM MONITORING GEOTEKNIK
Instrumentasi geoteknik menjadi tumpuan yang penting untuk monitoring gerakan
tanah yang dapat diandalkan. Instrumentasi geoteknik dapat mengidentifikasi
perubahan/evolusi mengenai geomorfologi tanah dengan tujuan-tujuan sebagai
berikut :
Mengevaluasi keadaan sekarang dan ke depan mengenai kondisi stabilitas
daerah bahaya tanah longsor dalam kaitannya untuk studi dan penyebaran
informasi kepada masyarakat tentang keadaan terkini daerah yang dimonitor
yaitu berupa data ekstensometer dan curah hujan. Informasi yang ada
merupakan bentuk / sarana untuk menciptakan sistem peringatan dini.
Sebagai sarana observasi dalam sebuah penelitian/studi.
Sebuah sarana untuk mengevaluasi sebuah mitigasi bencana.
Untuk sebuah catatan bahwa data-data monitoring geoteknik tidak akan cukup
untuk memberikan informasi secara menyeluruh. Catatan sejarah dan peta kejadian
tanah longsor menjadi sangat penting untuk memberikan prediksi ke depan tentang
potensi tanah longsor di daerah tersebut. Untuk itulah dalam rancangan database
nantinya catatan-catatan sejarah tersebut menjadi isu yang penting ( termasuk peta
perubahan daerah terlanda).
Pada bagian ini akan diterangkan beberapa sistem monitoring geoteknik yang akan
memberikan nilai pengukuran, baik yang sudah diterapkan maupun yang belum
diterapkan : a). (Tiltmeter, Ekstensometer), b). Tekanan air tanah (Piezometer), c).
Geophone
Gambar 1. Pengukuran tiltmeter dipangkal lidah dan pada bidang gelincir massa gerakan
tanah.
Jewell juga mengeluarkan model tilt meter untuk dipasang pada bidang gelincir
massa gerakan tanah, model tersebut adalah 906 little dipper.
teknologi standar wireless yang dikatakan paling hemat daya (listrik) karena hanya
mampu menghandle transfer data dengan kapasitas kecil saja, namun teknologi ini
memiliki keunggulan, yaitu dapat menyampaikan respon suatu instruksi dengan
cepat, contohnya pada remote control
Gambar 8. Sketsa penggunaan wireless sensor pada monitoring gerakan tanah yang
dapat diterapkan di Bale Agung- Grabag Magelang, di mana sensor curah hujan dapat
dipasang susuai dengan standar yang berlaku.
B. Lokasi Stasiun Peralatan Monitoring
B.1. Stasiun Bruno
Secara regional arah kelurusan yang ditemukan di daerah ini adalah Barat-Timur
(W-E) dan arah bidang longsor ialah Utara-Selatan (N-S), dalam diagram mawar
terlihat pada gambar 2.4. Secara umum daerah ini memiliki struktur geologi berupa
kekar. Kekar adalah suatu rekahan pada batuan yang sisinya tidak ngalami
pergerakan.
Gambar 14. Stasiun monitoring gerakan tanah (Sta. Cimanggu ), yang terdiri dari 1 bh
GSM Data logger, 2 bh Ekstensometer, 1 bh Sensor curah hujan, 2 bh Solar Panel @
80 Watt, 1 bh Accu dan 1 bh Regulator Solar Panel.
(Foto : Sampurno – 2015)
Stasiun monitoring gerakan tanah ini berada di dusun Plalar, Desa Genito,
Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, tepatnya
pada koordinat 07024’10.4”S 1100 09’16.4”T, dengan ketinggian sekitar 825m dpl
(gambar 2.6). Arah gerakan tanah N70°E dengan arah pengyebaran retakan
N160°E, Secara umum morfologi sekitar lokasi bencana merupakan perbukitan
agak terjal dengan kemiringan lereng antara 15 - 30°. . (Laporan singkat gerakan
tanah-BADAN GEOLOGI Feb 2015)
Litologi daerah sekitar stasiun berupa soil yang cukup tebal (10-20 m) pada
bagian bawahnya terdapat batuan andesit, hal tersebut dapat dilihat pada dasar
sungai yang mengalir disamping tebing. Jenis gerakan tanah di Dusun Plalar, Desa
Genito adalah gerakan tanah tipe rayapan. Curah hujan yang tinggi pada lokasi ini
akan dapat memicu adanya gerakan tanah, mengingat batuan penopangnya
berupa batuan andesit yang kedap air, sehingga dengan cepat tekanan pori pada
tanah akan meningkat.
Mekanisme gerakan tanah pada daerah ini berupa rotasional dan rayapan.
Sedangkan faktor pengontrolnya berupa kondisi kemiringan lereng yang curam
serta kondisi geologi teknik, berupa lanau pasiran yang berupa material residual
lepas-lepas dengan ketebalan lebih dari 4 M. (Damar Sasangka Adi-UGM).
Secara umum morfologi daerah ini merupakan perbukitan agak terjal sampai terjal
dengan kemiringan lereng antara 15 - >45° terutama pada tebing-tebing di
perbukitan di barat laut permukiman. Ketinggian lokasi sekitar 650 meter (dpl)
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang dan Semarang, Jawa (Thaden dkk.,
1996), secara regional lokasi gerakan tanah disusun oleh batuan dari Batuan
Gunungapi Gilipetung (Qg) yang terdiri dari aliran lava berongga, kelabu, padat
sampai berbutir halus dengan fenokris mafik kecil. Tanah pelapukan di lokasi
gerakan tanah adalah pasir lempungan berwarna coklat tua sampai lanau
lempungan dengan ketebalan 1.5 meter dan pada beberapa tempat mencapai lebih
dari 2 m. (Laporan singkat gerakan tanah-BADAN GEOLOGI Feb 2015)
`
Gambar 20. Stasiun monitoring gerakan tanah (Sta. Grabag ), yang terdiri dari 1 bh
GSM Data logger, 2 bh Ekstensometer, 1 bh Sensor curah hujan, 1 bh Solar Panel @
80 Watt, 1 bh Accu dan 1 bh Regulator Solar Panel.
(Foto : Sampurno – 2015)
Gambar 21. Stasiun monitoring gerakan tanah (Sta. Puspahiyang ), yang terdiri dari 1
bh GSM Data logger, 2 bh Ekstensometer, 1 bh Sensor curah hujan, 1 bh Solar Panel
@ 80 Watt, 1 bh Accu dan 1 bh Regulator Solar Panel.
(Foto : Abud – 2015)
Gambar 22. Peta lokasi stasiun Puspahiyang
Gambar 23
B.8. Stasiun Cipanas
Gambar 24
Gambar 25
C. SISTEM INFORMASI BERBASIS WEB
Sistem informasi data monitoring gerakan tanah dapat diakses melalui WEB
www.badangeologiinfo.com adapun alur data datanya dapat dilihat gambar berikut
:
IP PUBLIC : 202.173.18.40
IP LOCAL : 192.168.5.121
Port 9313
Gambar 26. Komunikasi data dari perngkat lapangan hingga WEB server.
Akuisisi data dilakukan oleh GSM data logger kemudian data dikirimkan melalui
SMS, ataupun jalur internet 2G ke server Data base yang berada di BPPTK- Jl.
Cendana 15 Yogyakarta, Secara otomatis data disimpan di Server data Base.
Setiap 5 menit sekali WEB server melakukan sinkronisasi data ke BPPTKG, melalui
jaringan internet ( harus ada IP Publik ).
Gambar 30. Data curah hujan stasiun Bruno – Jawa Tengah yang dapat diakses melalui
WEB
SENSOR
1. EKSTENSOMETER
Keterangan 120
Tabel 1.
Standard measurement ...................3M
Wire rope tension ............................10N
Wire rope diameter ..........................0,6 mm
Transducer weight ...........................3,1 Kg
Keterangan J11
Nylon Jacketed Stainless Steel . Ø 0,94 mm
Wire rope tension Standar
Position the base of the rope
Keterangan NOS
Standard (increasing output as wire rope is extended)
Keterangan 1BC
INGRESS PROTECTION IP-65 (NEMA 4)
IP-65–NEMA 4 CONNECTOR 6 Pin 3102E Body Mounted Connector
IP-65–NEMA 4 MATING CONNECTOR .IP-65 Mating Connector Included
IP65 : Transduser dilengkapi dengan body mount
konektor dan dengan sepasang konektor..
Diagram elektronik
seperti yang ditunjukkan dalam diagram di atas, pin "B" dan "C" terhubung
bersama-sama secara internal di transduser, sehingga baik 3-kawat atau 4 kawat
sambungan ke transduser dapat dilakukan. Dengan mempergunakan obeng kecil
kita dapat menyesuaikan titk nol dan rentang kontrol pada transduser. kontrol titik
nol dan panjang bentangan agak saling mempengaruhi/berhubungan dan mungkin
memerlukan beberapa pengulangan untuk mendapatkan titik nol dan pengaturan
maksimum yang kita inginkan.
Sesuaikan span kontrol untuk maksimum output tegangan yang diinginkan ( 5 Vdc
s.d 10 VDC). Periksa kembali titik nol dan sesuaikan jika diperlukan. Periksa
kembali span kontrol dan sesuaikan kembali. Hal tersebut dilakukan berkali-kali
hingga ditemukan titik yang sesuai, hal tersebut dilakukan mengingat keduanya
saling berhubungan/berinteraksi.
DATA KALIBRASI
2. CURAH HUJAN
3Gtrack