Anda di halaman 1dari 23

FUN BAHASA 1

KIAT KIAT MENULIS PUISI

1. Menangkap Momen Puitis

Menulis puisi bukan keterampilan (meskipun buku ini memaparkan langkah-

langkahnya). Jika membuat seni gerabah bisa dijadwalkan dalam sehari

menghasilkan lima karya, tidak dengan puisi. Puisi memerlukan suplemen khusus

yaitu “momen puitis”. Momen puitis adalah saat ketika penyair mendapatkan ide.

Ide inilah yg yang tidak bisa dijadwalkan; ia harus dipikirkan agar berbeda

dibandingkan karya yang sudah ada; segar; memberikan kesan tertentu pada

penikmatnya; pas kata-katanya; makna yang diinginkan mengena; dan suasana

yang dibangunnya sesuai.

Ide didapatkan melalui ingatan yang muncul, hubungan

antarpengetahuan-pengalaman yang terserap (titik proses kerja otak), dan reaksi

terhadap realitas. Wujud moment puitis bisa berupa satuan bahasa (kata, frasa,

dan kalimat), perasaan yang menyeruak (suasana batin), bisa pula berupa “isi”

atau kemaknaan (sistematis).

Apabila momen puitis dating, tangkaplah. Caranya dengan mencatat. Ingat,

bukan sekedar mengingat, tetapi mencatat. Berri ruang yang luas bagi kata kunci,

beri pula keterangan penunjang, seperti acuan teknik yang akan dipakai, suasana

yang akan dibangun, dan lain-lain. salah satu cara yang sering penulis lakukan

dalam mencatat momen puitis adalah dengan metode mind mapping. Puisi

berjudul “Rawatlah Puisi Ini” karya Hasta Indriyana adalah contohnya. Momen puitis

puisi tersebut datang ketika membaca peringatan sebuah produk dalam kemasan

ke kardus: “Simpan di tempat sejuk…” dan seterusnya. Ketika itu tiba-tiba terlintas

untuk membuatnya menjadi sebuah puisi. Apa hubungan antara peringatan

tersebut dengan isi atau kemenangan puisi? Marilah kita baca dan kita nikmati

FUN BAHASA 2
SIMPAN DI TEMPAT SEJUK
(ide awal)

Apa yang disimpan di tempat sejuk?

PUISI
(ide akhir/ide utama)

Mind Mapping

Perlu dirawat

Jauh dari kesedihan


Jauh dari kejahatan atau angkara

Puisi

Penuh dengan cinta


Lembut dan
bertenaga

FUN BAHASA 3
Kemudian ditulis menjadi puisi di bawah.

RAWATLAH PUISI INI

Simpan di tempat teduh

Jangan sampai terbakar angkara

Atau tergenang air mata

Biarkan menjadi kata-kata lembut

Yang bertenaga yang bara

Sekaligus menyimpan lautan cinta

Simpan di tempat teduh

Rawat dan kabarkan atas nama

Yang Mahapuisi

2002

2. Mengemas Benda-benda Usang

Di dunia kreatif, termasuk puisi, kreator berproses melalui belajar dari karya-

karya yang sudah ada. Hal ini terjadi alamiah dan massal. Ruang-ruang

pembelajaran juga massal, misalnya melalui koran, majalah, buku, internet,

pameran, diskusi, maupun kajian. Di dalam proses kreatif ini tak terelakkan terjadi

proses peniruan, baik gaya maupun pemilihan isi. Oleh karena massif, maka

memungkinkan hasil karya masing- masing kreator tidak jauh berbeda. Pemilihan

tema dan penggunaan gaya nyaris seragam oleh karena akibat peniruan

(sebagian orang menyebutnya tren atau gejala penyeraganan).

FUN BAHASA 4
Khususnya di dunia puisi Indonesia, ruang kreatif ini jika diandaikan seperti berada

di dalam sebuah ruang kaca bersegi banvak. Sebuah benda yang berada di

tengah akan dipantulkan ke segala sisi. Gava satu penyair patron akan ditiru oleh

penyair lain. ltu artinya "nyaris terjadi keseragaman" di antara masing-masing

kreator.

Coba kita tilik sejarah puisi Indonesia. Dimulai dari Angkatan Balai Pustaka

sampai generasi ketika buku ini dicetak. selalu ada angkatan-angkatan yang

secara unmum. masing-masing memiliki ciri-ciri sama. Konon, dalam situasi

seperti ini selalu melahirkan pionir dan epigon. Sapardi Djoko Damono. Goenawan

Mohamad, dan Afrizal Malna adalah tiga penyair Indonesia yang gaya

puisipuisinya diikuti banyak orang. Diluar ketiga nama di atas, ada penyair yang

cukup berpengaruh, seperti Sutardji Calzoum Bachri. Remy Sylado. dan Joko

Pinurbo.

Baiklah, tidak perlu bertele-tele ngomong tentang puisi dan "benda-benda

usang". Puisi yang bermediakan bahasa berpotensi membentuk ingatan kuat

terhadap sebuah kata atau istilah. Inilah mula dari "benda-benda usang" itu

tercipta. Benda-benda using yang penulis maksud adalah kata-kata atau istilah

vang sering dipergunakan banvak penvair. Tersebab "produksinya" terlalu banvak,

maka seragam. Kata-kata atau Istilah tersebut menjadi kehilangan daya

kekuatannya. Pembaca pun merasa jenuh. Membaca puisi karya penyair A

menemui kata dan istilah “anu”, begitu juga ketika membaca penyair B, C, X, Y. Z Puisi

menjadi tidak menarik.

Penulis puisi sebaiknya tidak membiarkan hal ini terjadi berlama-lama.

Segera kemas benda-benda usang tersebut. Cari dan ciptakan kesegaran istilah

dan gaya pengucapan. Yang berbeda dibandingkan yang sudah ada. Mari kita

FUN BAHASA 5
telisik, apa saja kata-kata yang sering dipakai banvak penyair. Misalnya, kata

"mentari" dan "pelita" untuk mewakili hal-hal yang memberikan pencerahan atau

pengetahuan, banyak dipakai pada zaman Pujangga Baru Di kermudian waktu,

akan lebih baik jika Anda menjauhi penulisan baris puisi demikian: /Mentari di ufuk

timur… /Engkaulah pelita hatiku/, dan lain-lain.

Di bawah ini merupakan kata-kata yang perlu dicurigai usang di zaman ini

(tetapi tidak harus tidak dipakai), terutama yang berpotensi membuat puisi

menjadi “klise”, antara lain sebagai berikut.

air mata : kesedihan

anjing : najis atau kesetiaan

asa : harapan

batu : keras kepala

burung gagak : kesedihan atau kejahatan

hitam : kejahatan atau buruk

langiy : ketakterbatasan

laut : kedalaman

malaikat : penolong

matahari : pencerahan

mawar : keindahan

pedih-perih : sakit atau menvakitkan

rembulan : cantik atau menawan

sayap : kebebasan

Senja : masa tua

FUN BAHASA 6
stasiun/kereta : hakikat hidup manusia

temaram : remang-remang

teratai : keagungan

dan seterusnya.

Apakah Anda sering menggunakan kata-kata di atas? Apakah Anda sering

terpikir untuk menghindari pemilihan atau istilah tertentu karena sering dipakai

orang lain Apakah Anda juga menemukan kata-kata atau istilah lain yang sering

dipakai orang lain? Jika jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut iya, maka

Anda dalam kondisi “kreatif”, sebbab bisa membedakan antara hyang using

dengan yang segar. Nah, pakaha kuncinya agar kita makin tajam dalam

membedakan antara yang using dengan yang segar? Kuncinya memperbanyak

membaca puisi karya penyair-penyair baik.

Sebagai penutup subbab ini, penulis akan bertanya demikian:

1. “Kata-kata atau istilah apa yang sering Anda pakai ketika menulis puisi?”

2. “Dalam sejumlah puisi-puisi yang telah Anda tulis, berapa jumlah kata-kata

atau istilah yang sering Anda pakai tersebut?”

3. “Mengapa Anda senang memakai kata-kata atau istilah tersebut?”

4. “Bisakah Anda mulai meninggalkan kata-kata atau istilah yang sering Anda

pakai itu?”

Saran penulis, jawablah empat pertanyaan di atas lebih dahulu sebelum

melanjutkan sub-bab selanjutnya.

FUN BAHASA 7
3. Menciptakan Kesegaran Daya Ungkap

Daya ungkap yang segar bisa berupa frasa atau kalimat. Upaya ini adalah

langkah lanjut setelah kita punya niat “mengemas benda-benda using”

sebagaimana subbab di atas. Kesegaran daya ungkap bisa dilakukan dengan

memaksimalkan gaya bahasa, pembalikan logika, pencampuran kosakata lokal

dengan bahasa Indonesia dalam frasa atau kalimat, penekanan pencopotan

ungkapan yang berlaku dalam sebuah wilayah pada waktu tertentu, dan lain-lain.

Di bawah ini adalah contohnya.

Jenis Langkah Biasa Segar


Gaya Bahasa Matamu sungguh indah Matamu telaga
Hiperbola Aku ingin menyelam
di kedalaman
Menikmati ikan-ikan
bersliweran di sela
ganggang dan akar
Teratai

Antropomarfisme Lonceng berbunyi di Lidah-idah lonceng


Kesunyian memukul sunyi

("Menunggu Kania
Sakit", Acep Zamzam
Noor)

FUN BAHASA 8
Pembalikan logika -Gerhana bulan -Gerhana bumi
-Bayangan hitam -Bayangan putih
-Panas matahari -Dingin matahari
-Ibu yang lembut -Ibu yang gagah

Pencampuran kosa kata Puing-puing kapal Pecah Puing-puing kapal


bahasa lokal dengan berhamburan Ambyar berhamburan
bahasa Indonesia
Ambyar (Jawa):
Pecah berantakan

Di sebalik gigir gunung Di sebalik gigir gunung


Matahari terbenam Matahari lingsir

Lingsir (Jawa):
terbenam
Penekanan Malam gelap gulita Malam kelam gelap
senyap
(perhatikan bunyi
mampat pada suku kata
-am, -am dan
ap, -ap)
Hatiku sangat sedih

Hati sedu duka pilu


melulu
(perhatikan bunyi
konsonan "d", "d', “l”, “l”, “l”)
Pencomotan ungkapan Aku sudah beta sudah nanaku
memperkirakan …
nanaku: memperkirakan
sesuatu akan

FUN BAHASA 9
terjadi berdasarkan
gejala yang muncul
(“Nanaku”, Roymon
Lemosol)

Dan aku selalu


mengingat kata-katamu
Bahwa di atas lautan
kita berjaya,
Di atas ombak zaman
siapa bisa mengira

Jalesveva Jayamahe,
bisikmu perlahan
Sepelan angin malam

(“Di Tepi Benteng


Somba Opu”, Hasta
Indriyana)

4. Menghilangkan Kata Sambung (Konjungsi)

Marilah sejenak berimajinasi. Di sebuah panggung teater ada property meja

dan kursi. Di atas meja ada dua cangkir kopi tersaji. Meja itu ditunggui dua orang

tokoh yang sedang bercakap-cakap. Apabila sepanjang adegan cangkir tersebut

tidak disentuh sang tokoh, sebaiknya penata panggung tidak menghadirkan

cangkir di atas meja. Percuma. Properti sebagaimana cangkir, ada untuk

“menghidupkan” pementasan. Kehadirannya bukan sekedar hiasan atau tempelan

semata. Demikian pula kata sambung dalam puisi

Kata sambung berfungsi untuk merekatkan satu kata dengan kata lain, satu

kalimat dengan kalimat lain, atau satu bait dengan baik lainnya. Kata sambung

penting jika memang diperlukan, karena menjadi jembatan untuk memahami

maksud. Akan tetapi, kata sambung tidak disarankan selama kehadirannya

memang tidak berarti apa-apa.

FUN BAHASA 10
Salah satu hal penyebab puisi disebut padat adalah penghilangan kata

sambung dalam sebuah kata atau kalimat. Puisi sebaiknya padat-ringkas untuk

membedakan dengan prosa; untuk tidak boros menghamburkan kala kata: dan

untuk mencapai titik bernas. Puisi efisien yang disebabkan penghilangan kata

sambung adalah capaian estetik yang harus diperhatikan. Sebagai contoh, di

bawah adalah tabel penggunaan kata sambung.

Jenis Kata Sambung Memakai Kata Sambung Penghilang Kata


Sambung
dan Tanah dan langit berzikir Tanah-langit berzikir
(bisa diganti dengan
tanda hubung (-)
ataupun tidak)
dengan Kabar ini kuterima Bahagia kuterima kabar
dengan bahagia ini
(mengubah pola kalimat)
karena Jangan telanjang Jangan telanjang dada,
dada, karena bulu-bulu bulu-bulu rambut suka
rambut suka berdiri kaku
berdiri kaku
dan seterusnya…

5. Menghindari Kata Sifat

Kata sifat adalah kata yang menunjukkan ciri khas atau keadaan sesuatu.

Salah satu ciri untuk menandai kata sifat adalah dengan menempelkan kata

"penyangat" sebelum atau sesudahnya (lihat contoh kalimat berikut, perhatikan

kata cetak tebal).

FUN BAHASA 11
Gedung itu tinggi. Gedung itu tinggi sekali.

Laki-laki itu ramah. Laki-laki itu sangat ramah.

Kamu cantik. Kamu cantik banget.

Pantai ini indah. Pantai ini sungguh indah.

Pintarnya mengagumkan. Pintarnya mengagumkan nian.

Lima contoh di atas yang menunjukkan kata sifat adalah tinggi, ramah,

cantik, indah, dan mengagumkan. Di dalam puisi, menggunakan kata sifat tidak

tabu. Akan tetapi, menjadi tidak menarik ketika susunan kalimat menjadi vulgar.

Sebagai contoh, apabila Anda berada di sebuah pantai kemudian ingin

menuliskannya menjadi puisi, apakah Anda akan menuliskan baris kalimat berikut?

Di pantai yang indah ini

Sungguh baris kalimat tersebut vulgar dan tidak puitis, bahkan klise.

Bagaimana caranya agar bisa menarik? Caranya, hindarlah penggunaan kata

sifat. Dalam kalimat /DI pantai yang indah ini/, hilangkah kata “indah”, Anda bisa

mencari hal-hal yang membuat pantai tersebut indah. Apa saja yang menurut

Anda indah? Keindahan itu terletak di mana? Seperti ap ajika unsur-unsur

keindahan itu digambarkan? Sebagai contoh, marilah kita mencoba menciptakan

keindahan tersebut, di bawah ini.

Pantai ini, airnya tatap matamu


Menggeriap dan menggulung

FUN BAHASA 12
Sekali lagi, galilah unsur-unsur pantai yang menjadikan Anda menyebutnya

indah. Apakah pasir hitamnya; awan yang berarak di atas ombak; kerumun jingking

dan kepiting serakan perahu-perahu kayu; tebing yang mencuat; angin ang

kencang; tangan-tangan nelayan yang kekar; dan lain sebagainya. Nah, latihlah

tentang hal ini. Pertajam indera, asahlah deskripsi Anda.

6. Menulis Hujan

Ada banyak puisi dengan gaya penulisan seragam. Sebagai contoh, dalam

puisi bertema hujan, penulis sering menemui puisi demikian:

Hujan turun dari langit

Jatuh ke tanah membasahai bumi

Daun-daun pun menjadi basah

Kalian juga pasti pernah membaca baris-baris puisi yang mirip atau bahkan

sama dengan puisi di atas. Apabila pernah, dan masih, sebaiknya mulai sekarang

jangan menulis seperti itu. Alasannya, karena semua orang paham betul

bagaimana kronologi terjadinya hujan. Seperti yang kita tau, hujan pasti turun dari

langi dan jatuh ke tanah. Karena hujannya air, pasti membasahi bumi. Daun-daun

yang kehujanan pastilah basah juga.

Pelajaran yang bisa diambil dari puisi di atas yaitu, menulislah dengan tidak

berlebihan. Pergunakan kata dengan hemat dan padat. Sebagai penulis, kita tidak

perlu menulis semua hal secara runtut / kronologis. Jika satu unsur atau peristiwa

sudah diwakili unsur atau peristiwa lain,pakailah salah satu di antaranya. Nah,

sebagai alternative, puisi di atas bisa ditulis sebagai berikut.

Hujan. Daun-daun pun basah

FUN BAHASA 13
7. Menulis Kata Pertama atau Bait Pembuka

Menulis kata pertama atau bait pembuka, seringkali menjadi sandungan.

Meskipun penulis sudah menentukan ide dan gaya bahasa, biasanya ia masih

bingung harus memulai dari mana. Menentukan kata pertama bisa diawali dengan

berbagai cara, antara lain sebagai berikut.

Percakapan atau kalimat langsung. Pembuka dengan kalimat langsung biasanya

dipakai untuk jenis puisi dramatik. Percakapan ini berfungsi untuk mengenalkan

tokoh yang berbicara dan topik yang diangkat. Contohnya, puisi “Valentine di

Sekolahan” karya Hasta Indriyana berikut.

“Sekarang Hari Valentine. Pelajaran seni rupa

Kali ini melukis kasih saying. Silakan,” kata

Guru seni budaya pada siswa-siswa

Membuat sampiran berupa pantun. Pantun bisa ditulis sebagai pembuka puisi.

Fungsinya untuk mengantarkan puisi pada tema yang diangkat. Contohnya, puisi

karya Hasta Indriyana berikut.

RUMAH

- untuk Ning Indriyana

Hompimpah alaikum gambreng

Mpok ljah pakai baju rombeng

Jendela, lantai, pintu, dan genteng

Rumah perabot tak begitu mentereng

FUN BAHASA 14
Ning, kembali aku kenangkan dolanan

Masa silam tentang sorak sorai, tembang

Dan tangis di halaman kampung yang lapang

Tentang cahaya purmama yang bertenaga

Menyirami wajah bocah dan rumah-rumah

Tentang usia yang merangkak purnama

Tentang keinginan-keinginan yang tak usai

Menulis narasi sebuah konflik atau klimaks cerita. Pembuka puisis jenis ini pas

untuk puisi jenis dramatik. Efek yang ditimbulkan adalah terciptanya rasa igin tahu

pembaca. Contohnya, nukilan puisi Goenawan Mohamad berikut.

NUH

Pada hari Ahad kedua, kota tua itu tumpas. Curah hujan

tak lagi deras, meskipun angkasa masih ungu, dan hari gusar.

Rumah-rumah runtuh, seluruh permukaan rumpang, dan

tamasya mati bunyi, kecuali gemuruh air. Memang ada jerit

terakhir, yakni teriak seorang anak.

Nukilan pernyataan, pendapat, acuan, aforisma. atau lagu. Sebagaimana

pembuka berupa pantun. pembuka jenis ini berfungsi sebagai sampiran untuk

mengantarkan pada pokok topik. Sampiran memiliki kelebihan, yaitu masuk ke

topik dengan lentur dan luwes. Sebagai contoh adalah nukilan puisi "Istri" karya

Darmanto Jatman berikut.

FUN BAHASA 15
ISTRI

-Istri mesti digemateni

ia sumber berkah dan rezeki.

(Towikromo, Tambran, Pundong, Bantul)

Istri sangat penting untuk ngurus kita

Menyapu pekarangan

Memasak di dapur

Mencuci di sumur

Mengirim rantang ke sawah

dan ngeroki kita kalau kita masuk angin

Ya. Istri sangat penting untuk kita

Penyebutan nama tempat. Penyebutan nama tempat ini akan menggiring kea rah

topik sekaligus latar puisi. Contohnya, puisis hasta Indriyana berikut.

LHOK NGA

Di Lhok Nga air berdebur seperti debar kenanganmu

Siapa pun berdiri di pantai ini akan mengingat

Orang-orang lebur dengan laut, dalam kisah Nuh

Masa kecimu

Menulis satu benda yang dilihat. Ketika Anda bingung menentukan kata pertama

untuk mengawali puisi padahal ide, tema, dan gaya sudah didapat. langkah yang

bisa Anda mulai adalah menulis satu benda vang Anda lihat saat itu. Misalnya,

FUN BAHASA 16
pada suatu waktu Anda menatap daun pepohonan, cobalah tulis kata

pertamanya "daun". Sebagai contoh, mari kita simak puisi Hasta Indriyana berikut.

PULANG

Daun jatuh

Kita seperti itu, katamu

Nempel di udara lalu luruh

Dan tanah

Mengubur kenangan

Dalam kaku cuaca

Jembrana- Yogyakarta, 2002

8. Menjajal Kata Seru

Kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati penyair.

Fungsinya untuk memperkuat ungkapan rasa seperti kagum, dendam, benci, sedih,

heran, kaget, dan sebagainya. Begitu juga dengan puisi, kata seru dipakai untuk

menekankan perasaan. Contoh kata seru antara lain; bah, cis, cuih, aduh, wah, wow,

astaga, ayo, nah, o, aha, aduhai, aih, dan lain-lain. Di bawah ini contoh nukilan puisi

“Persetujuan dengan Bung Karno” karya Chairil Anwar.

FUN BAHASA 17
PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO

Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji

Aku sudah cukup lama dengar bicaramu,

dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu

9. Menulis Judul

Menulis judul bagi sebagian penyair adalah pekerjaan menyenangkan.

Judul bagi mereka adalah kunci yang bisa menarik pembaca. Oleh karena itu, judul

benar-benar harus diperhitungkan. Pada intinya judul merupakan wakil dari

keseluruhan isi puisi. Nah, berikut ini beberapa cara yang bisa dipakai untuk

menentukan sebuah judul.

a. Mencomot baris pertama pembuka. Sebagai contoh puisi Hasta Indriyana

Berikut.

RUMAH MUNGIL DI BUKIT TINGGI

Rumah mungil di Bukittinggi

Pintu-jendelanya seperti kitab dan

Buku, selalu terbuka untukku

b. Menuliskan nama tokoh dalam puisi. Misalnya: “Nuh”; “Adam”; “Raden Sahid”;

dan lain-lain.

c. Menuliskan latar tempat puisi. Misalnya: “Magetan”; “Di Tepi Kapuas”;

“Padalarang”; dan lain-lain.

d.

FUN BAHASA 18
e. Menuliskan peristiwa yang mewakili isi. Misalnya: “Sebelum Pertunjukan”;

“Hujan di Awal Tahun”; “Wanamarta”; dan lain-lain.

f. Menuliskan hari, bulan, tahun atau orde yang menjadi latar puisi. Misalnya:

"Kamis Subuh"; "Januari"; "1945"; "Masehi"; dan lain-lain.

g. Frasa yang merangkum isi. Misalnya: "Pelabuhan Sunyi"; "Doa Kecil"; "Jejak

Laron"; "Tambak Kaliori"; dan lain-lain.

h. Kalimat panjang. Salah satu kelebihan judul dengan kalimat panjang adalah

efek menarik. Misalnya: "Tuhan, Aku Lupa Menulis Sajak Cinta", "Suami-Istri

yang Menyanyikan Satu Lagu Dangdut Untukku", "Dua Orang Kembar yang

Salah Satu di Antaranya Memegang Tongkat”; dan lain-lain.

i. Mencomot salah satu baris di antara bait-bait puisi. Misalnya puisi Hasta

Indriyana berikut.

SELEPAS HARI KETUJUH

-untuk Gunawan Maryanto

Hampir sepasar perahu jadi

Tanpa layar, nanti kuseberangkan

Tubuh ketika bah jadi wabah

Setelah tujuh hari

Menjelma batu ini tubuh

Maka kekasih di pulau

Jauh akan mengenang

FUN BAHASA 19
Kisahku sebagai sad ending

Yang muram dan hambar

10. Revisi

Langkah terakhir saat menulis puisi adalah merevisinya. Adakalanya

penulis perlu menyimpan puisinya beberapa saat lalu membacanya

kembali agar ia bisa menilai apa kekurangan dan kelebihan puisinya. Hal-

hal yang biasaanya patut diperhatikan adalah: 1) enak-tidaknya kata-kata

yang dipilih (efoni), meliputi rima; ritme; penekanan; dan kesan kata, 2)

kelogisan, meliputi topik dan kata-kata (biasanya metafora dan kata-kata

yang dianggap puitis), 3) opening dan ending, biasanya untuk puisi jenis

dramatis atau narasi, 4) enjabemen, yaitu pemenggalan frasa, klausa, atau

kalimat di tiap baris, 5) tipografi, yaitu bentuk fisik susunan baris-bait

keseluruhan puisi, dan lain-lain. Sebagai contoh, berikut ini adalah puisi

Hasta Indriyana yang berjudul “Pematang Sehabis Panen” bagian 1 (belum

direvisi) dan bagain 2 (sudah direvisi). Meskipun hampir sama, namun kesan

dan penekanannya akn terasa berbeda di antara keduanya.

PEMATANG, SEHABIS PANEN

Padi telah dirontokkan. Segerobak jerami

Ditarik dua sapi, lambang keperkasaan petani

Di atas pematang orang-orang menggembalakan

Senyuman

FUN BAHASA 20
Sesampai di rumah ada oleh-oleh yang bisa

Diceritakan selain peluh dan lelah yang jatuh

Di jalanan. Mungkin sabit yang belum sempat

Dibersihkan, barangkali lumbung yang makin

Longgar, barangkali musim kawin tahun depan

Yang penuh dengan perhitungan

Di atas pematang sehabis panen, sekawanan

Pipit membangun ranjang. Sementara

Kubayangkan dirimu memelihara kesedihan

Di atas tumpukan jerami yang siap terbakar

Dewadaru, 2002

PEMATANG, SEHABIS PANEN

Padi telah dirontokkan. Segerobak jerami

Ditarik dua sapi, lambang keperkasaan petani

Di atas pematang orang-orang menggembalaka

Senyum dan pengharapan

Sesampai di rumah ada oleh-oleh yang bisa

Diceritakan selain peluh dan keluh yang runtuh

Beriatuhan. Barangkall sabit yang belum sempat

FUN BAHASA 21
Dibersihkan, barangkali lumbung yang makin

Longgar, barangkali musim kawin tahun depan

Yang penuh prediksi dan kalkulasi

Di atas pematang sehabis panen, sekawanan

Pipit membangun ranjang. Sementara

Kubayangkan dirimu memelihara kesedihan

Di atas tumpukan jerami yang siap terbakar

Dewadaru, 2002

Catatan: materi ini dibuat dan dikembangkan khusus oleh Tim Fun Bahasa

dengan mengadopsi buku milik Hasta Ind.riyana.

FUN BAHASA 22
Berdiri pada Maret 2017, Fun Bahasa merupakan platform edukatif yang memiliki visi
mengakselerasi pemahaman bahasa dan sastra kepada masyarakat luas dengan memberikan
pengetahuan seputar bahasa dan sastra sekaligus mewadahi karya dan pikiran anak bangsa
melalui kegiatan/lomba kebahasaan dan kesastraan yang diselenggarakan secara berkala.

E-mail: funbahasa@gmail.com
Instagram: @funbahasa
Website: www.funbahasa.com

FUN BAHASA 23

Anda mungkin juga menyukai