Anda di halaman 1dari 7

BAB

II

UNSUR-UNSUR DAN ANALISIS PUISI


Kalau kita bertanya kepada seseorang, kapan anda terakhir membaca puisi? Barangkali
jawaban yang kita peroleh ialah: “Maaf, saya sudah lupa”, atau “Ah, saya tidak pernah
membaca puisi”. Mengapa di zaman yang begitu banyak orang membaca, dan begitu banyak
bacaan, begitu sedikit orang membaca puisi?
Hampir setiap orang yang dapat membaca, bisa membaca puisi, tapi untuk
memperoleh kenikmatan dari membaca puisi diperlukan persiapan, pengalaman, pengetahuan,
ketelitian, dan kesungguhan. Kebanyakan orang bisa berbuat bermacam-macam hal, tapi jika
aktivitasnya diperlukan terlalu banyak untuk berbuat hal itu atau jika melakukannya terlalu
sukar, dengan segera mereka akan menghentikan pekerjaan itu. Tetapi ada orang yang
mencoba melakukan hal itu dengan cara lain, dengan mempelajari cara itu, dengan melatih
diri dengan serius, sehingga mereka memperoleh kenikmatan dari padanya.
Begitu pulalah halnya dengan puisi. Seseorang mempelajarinya,bagaimana cara
membacanya, melatih diri untuk memperoleh kenikmatan dari padanya, barulah dia
memperoleh kesenangan, kebahagiaan, dan kenikmatan dari padanya.
Maka di bawah ini dikemukakan unsur-unsur untuk menganalisa, mamaham,i dan
mengapresiasi puisi.
1. Judul
Biasanya judul puisi mengemukakan suatu ide tentang sesuatu. Boleh tentang
sesuatu yang terjadi, boleh nama orang, boleh nama tempat, boleh suatu benda atau
boleh juga suatu waktu dan suatu masa.
2. Arti Kata
Penyair lebih dari pengarang-pengarang dalam bentuk lain, sangat terikat
kepada kata-kata yang dipergunakannya jika hendak mengemukakan sesuatu. Ia
sangat terikat kepada apa arti suatu kata dan kesan apa yang dikemukakan kata itu.
Sebab banyak kata yang mempunyai dua jenis arti.Yang satu ialah arti yang tersurat,
seperti yang kita temukan pada kamus, inilah yang disebut arti denotatif. Sebuah kata
mungkin mempunyai sebuah arti denotatif. Yang kedua ialah arti yang tersirat, yakni
arti yang ditambahkan atau yang disarankan kepada arti yang tersurat itu. Kata-kata
jenis ini biasanya memperoleh pergeseran arti bergantung kepada situasi, kondisi,
tempat dan waktu pemakaiannya. Kata-kata seperti inilah yang kita sebut konotatif.
Kata-kata denotatif mengandung arti yang masuk akal, kata-kata intelek. Kata-kata
konotatif ialah kata-kata imaginatif, kata-kata emosional. Misalnya perkataan
“kembang” dan “kumbang”. Arti denotatif “kumbang” ialah “tawon” atau “lebah”
dan “kembang” ialah “bunga”. Tetapi arti konotatif “kumbang” ialah “pemuda” dan
“kembang” ialah “gadis”.
Pada karya-karya non fiksi, karya-karya ilmiah, sejarah dll. Ditulis dengan
saksama, tepat, faktual, untuk membawa informasi kepada intelek kita, maka kita
biasanya mempergunakan kata-kata denotatif. Di dalam tulisan-tulisan yang imaginatif
atau yang emosional dan yang mengunggah perasaan kita, biasanya kita
mempergunakan kata-kata denotatif. Di dalam tulisan-tulisan yang imaginatif atau
yang emosional dan yang menggugah persaan kita, biasanya kita pergunakan kata-kata
konotatif. Perkataan “ibu” arti denotatifnya ialah “orang tua perempuan”, tetapi arti
konotatifnya boleh “tanah air”, ”kecintaan”, atau “kebahagiaan”.
3. Imagery (Imagi)
Semua manusia mengalami dunia ini melalui perasaannya. Jika kita pergi ke
tepi pantai, kita melihat air laut dan pasir putih. Kita dapat merasakan asinnya air
garam. Kita bisa merasakan panasnya matahari di kepala kita dan pasir panas di
telapak kaki kita. Kita bisa mendengar deburan ombak. Kita dapat merasakan
dinginnya, asinnya air laut. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa kita menikmati
semuanya itu melalui pengalaman yang ada pada rasa kita. Jika kita kehilangan atau
kekurangan rasa, semua hal di atas tidak akan dapat kita rasakan.
Puisi seperti halnya pinggir laut adalah pancaindera yang memberikan emosi
melalui penggunaan persaan kita. Suatu imagi adalah suatu pengalaman perasaan di
dalam kata-kata.
4. Simbol
Simbol adalah sesuatu yang mengandung arti lebih dari pada apa yang terdapat
dalam fakta. Hampir semua orang tidak asing dengan bermacam-macam simbol. Jika
kita mencoba memikirkan tau merenungkan alangkah banyak lambang di sekeliling
kita. Bendera berpetak-petak dengan macam-macam warna adalah lambang balap
mobil. Lima buah cincin yang dipersambungkan berupa bulatan adalah lambang pesta
olahraga Olympiade. Panah yang menembus jantung adalah simbol asmara.
Cahaya boleh jadi lambang pengetahuan atau ilmu, sedang kegelapan atau malam
adalah lambang ketidak-tahuan.
Perhatikan lambang-lambang berikut.

Penyair dalam usaha meninggikan emosi kita dan meluaskan pengalaman kita
sering menggunakan lambang-lambang. Sejumlah lambang-lambang itu mudah kita
kenal. Jarang lambang-lambang itu mempunyai arti yang pasti sebab dia hanya
menyarankan kepada suatu arti tertentu. Bunga lily dapat melambangkan kemurnian
atau kecantikan yang lembut pada seseorang tapi oleh juga pelambang kematian
kepada orang lain. Lambang memberikan kesan yang berbeda-beda kepada masing-
masing orang dan dengan cara demikian pulalah sastra menghidangkan pengalaman
yang berbeda-beda kepada para pembacanya. “Laut” merupakan lambang perjuangan
bagi S. Takdir dan jadi lambang ketenangan bagi Sanusi Pane.
5. Pigura bahasa
Barangkali semua orang pernah mendengar atau mengucapkan kalimat: “Nyiur
melambai”, ”mendidih marahnya” atau “razia kupu-kupu malam”, dll. Pigura bahasa
tidaklah selalu sejelas contoh-contoh di atas. Membaca puisi membutuhkan
pengetahuan dan kesadaran akan pigura bahasa yang dipergunakan oleh penyair untuk
mengemukakan idenya.
Walaupun banyak sekali jenis pigura bahasa,tetapi pada dasarnya keseluruhan
jenis itu dapat kita bedakan atas dua bagian besar saja, yakni metapora dan simile.
Yang dimaksud metapora ialah:
a. Gaya pernyataan yang melukiskan suatu benda atau hal dengan menegemukakan
persamaannya dengan benda lain.
b. Gaya pernyataan secara tak langsung terhadap dua hal atau dua benda yang tidak
sama.
c. Gaya penggabungan dua buah benda, dua objek atau dua ide kedalam suatu imagi.

Metapora biasanya tidak memakai kata “seperti” atau “sebagai” dll. Yang dimaksud
simile ialah gaya pernyataan dengan dua objek atau dua hal yang tidak sama. Simile
biasanya dinyatakan dengan memakai perkataan “seperti”, ”sebagai”, ”laksana”, dst.
Contoh-contoh metafora
1. Ia tenggelam dalam lautan duka cita
2. Buah hatinya sedang dirundung malang
3. Ombak pulang memecah pantai
4. Suaranya hilang ditelan malam
5. Pekik “Merdeka” membelah angkasa
6. Palang salib dan bulan bintang membawa perdamaian abadi
7. Mereka terbelenggu oleh utang
8. Terlonjak hatinya mendengar anaknya lulus ujian meja hijau
9. Lintah darat merajalela di kampung itu
10. Hatinya terombang-ambing oleh berita yang tidak pasti itu.
Contoh-contoh simile
1. Ia berjuang seperti harimau kelaparan
2. Kelakuannya seperti binatang jalang
3. Kejadian itu hanyalah seperti ombak kecil dalam segelas air
4. Seperti telur di ujung tanduk
5. Seperti kuda lepas dari kandangnya
6. Laksana bulan kesiangan hari
7. Bagai kerbau dicucuk hidung
8. Laksana air di daun talas
9. Seperti bumi dengan langit
Juga pernyataan-pernyataan berikut termasuk pigura bahasa, walaupun tidak
dapat kita masukkan dengan tepat ke dalam salah satu contoh di atas itu.
Misalnya: 1. Karena laut tak pernah dusta, maka lautlah aku.
2. Keadilan itu memang sudah buta.
3. Ia benar-benar Don Yuan.
4. Kalau dia tertawa bersinarlah mutiara dari giginya.
5. Tahun ini adalah tahun kelabu.
6. Ajal bertahta sambil berkata.
6. Bunyi (Suara)
Ada sejumlah bunyi yang memberikan kesenangan kepada kita, sedangkan yang lain
tidak. Atau dengan perkataan lain, sejumlah musik seperti musik sedang yang lain seperti
ribut. Banyak di antara kita mendengar kerikan kapur di papan tulis. Untuk sebagian besar
kita, kerikan tersebut tidak menyenangkan, malah mengilukan. Dan jika bunyi itu lebih kuat
lagi kita akan takut dan terkejut. Ada sejumlah bunyi yang tenang dan mengejutkan sedang
yang lain menjengkelkan dan memedihkan. Ada orang bersiul, ada bersenandung karena
mereka menyukai bunyi (suara) itu. Banyak kata dipergunakan untuk memperoleh efek dari
kombinasi bunyi yang berbeda.
Di dalam puisi suara kata di samping tugasnya yang pertama sebagai pendukung arti,
digunakan pula sebagai:
a. Peniru bunyi
b. Lambang rasa
c. Kiasan suara
Bagaimana pemakaian suara dalm puisi sebagai jelmaan rasa haruslah dilakukan dengan
kesadaran, biasanya dipergunakanlah oleh penyair yang tajam persaannya. Pemakaian suara
(bunyi) tidak dimaksusdkan sebagai hiasan semata-mata, melainkan sebagai pendukung
maksud, jelmaan rasa.
Bunyi g, j, d, b, adalah bunyi bersuara berat, bunyi i,e adalah bersuara ringan: a, u, o,
bunyi rendah. Atau jika kita lihat dari sudut pandangan yang lain maka bunyi i, e adalah
mengatakan perasaan langsing ,kecil dan bunyi a, o, u menyatakan perasaan keruh, rendah,
dan besar. Bunyi b, d, g, z, v, w lebih lunak, tapi lebih berat dari bunyi p, t, k, c, f (lihat
sanjak lebih “Hanya satu” karya Amir Hamzah pada bab V buku ini).
Menurut catatan dalam bahasa Indonesia jumlah pemakaian bunyi a = 40-50 %, bunyi i, u, e
antara 14-17 % dan bunyi e, o = kurang lebih 1-2 %. Jadi dalam bahasa Indonesia praktis
bunyi vokal yang dipakai hanyalah empat,sedangkan bunyi yang lain jaran dipakai.
7.Rima (Persamaan bunyi)
Rima ialah persamaan bunyi yang berulang-ulang yang kita temukan pada akhir baris
atau pada kata-kata tertentu pada setiap baris. Semua puisi lama Indonesia mempunyai
persamaan bunyi akhir.
Perhatikanlah contoh-contoh berikut:
a. Pantun
Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh
b. Syair
Wajah yang manis pucat berseri
Laksana bulan kesiangan hari
Berjalan tunduk memikirkan diri
Tiada memandang ke kanan dan kiri
c. Talibun
Sejak berbunga daun pandan
Banyaklah tikus pematang
Anak buaya datang pula
Daun selasih tambah banyak
d. Gurindam
Kurang pikir kurang siasat
Tentu dirimu kelak tersesat
Silang selisih jangan dicari
Jika bersua janganlah lari

Menurut tempat persamaan bunyi tersebut,rima dapat dibedakan sbb:


a. Rima awal:
Bagai banjir gulung-gemulung
Bagai topan seruh-menderuh
Demikian rasa
Datang semasa
Mengalir menimbun,mendesak mengepung
Memenuhin sukma,menawan tubuh.
b. Rima akhir (lihat juga contoh pantun, syair, talibun, gurindam di atas)
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Menurut sempurna tidaknya persamaan bunyi itu maka ada rima sempurna dan ada
rima tidak sempurna. Rima sempurna terjadi jika persamaan bunyi terdapat pada seluruh suku
kata,sedangkan rima tak sempurna jika terdapat pada persamaan bunyi saja.
Contoh rima sempurna: siasat-tersesat
dalam-alam
Contoh rima tak sempurna: aku-padamu
dahulu-meluku

Menurut susunannya,kita kenal pula jenis-jenis rima sbb:


a. Rima berangkai, rumusnya aabb,cc,dd dst.
Di mata air,di dalam kolam
Ku cari jawab teka-teki alam

Di kawan awan kian kemari


Di situ juga jawabannya ku cari

Di warna bunga yang kembang


Ku baca jawab penghalang bimbang

Kepada gunung penjaga waktu


Kutanya jawab kebenaran tentu
b. Rima berselang, Rumusnya abab,cdcd,dst.

Duduk di pantai waktu senja


Naik di rakit buaian ombak
Sambil bercermin di air kaca
Lagi diayunkan lagu ombak
Lautan besar bagai bermimpi
Tiada gerak,tetap berbaring
Tapi pandang karang si tepi
Di sana ombak memecah nyaring
c. Rima berpeluk, rumusnya abba,cddc,dst.

Dalam kebun di tanah airku


Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tidak terlihat orang yang lalu

Akarnya tumbuh di hati dunia


Daun berseri Laksmi mengarang
Biarpun ia diabaikan orang
Seroja kembang gemilang mulia

Dalam rangkaian pembicaraan tentang rima ini,kita kenal pula istilah aliterasi dan asonansi.
Aliterasi ialah persamaan bunyi konsonan,seperti:
Bukab beta bijak berperi
Pandai menggubah madahan syair
Bukan beta budak negeri
Musti menurut undangan mair
Asonansi ialah persamaan bunyi vokal,seperti contoh pantun di atas atau seperti contoh kata-
kata berikut:
Teratai-permai
Dunia-mulia
Jika persamaan bunyi atau perulangan bunyi itu terjadi pada bunyi-bunyi yang cerahringan
yang menunjukkan kesenagan,kegembiraan,disebut euphony,seperti bunyi-bunyi i,e,a.
Misalnya: Betapa sari
Tidakkan kembang
Melihat terang
Si mata hari
Jika persamaan bunyi atau perulangan bunyi itu terjadi pada bunyi-bunyi yang
berat,menekan,mencekam,mengerikan,yang menunjukkan kesuraman,kekelaman,keseraman
disebut cacophony,seperti bunyi u,e,o.
Misalnya: Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih mnyebut namamu
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk

8. Ritme (irama)
Ritme merupakan bagian yang sangat fundamental pada puisi.Ritme adalah rangakaian alun
suara.Ia adalah naik turunnya suara dalam suatu bahasa.Ritme adalah pengulangan bunyi yang
berulang-ulang dan tersusun rapi.Susunan irama akan kelihatan alamiah dan menyenangkan
sepanjang tidak monoton,dan mendapat penekanan-penekanan tertentu sehingga
menimbulkan kecerahan.Di alam ini kita menyaksikan pengulangan-pengulangan susuanan
yang seperti air laut di tepi pantai.Musim dalam setiap tahun membentuk embusan irama atau
ritme seperti halnya siang berganti dengan malam.Jauh di utara Alaska di mana siang dan
malam pada musim dingin sangat gelap,dan pada musim panas hampir seluruhnya siang
(terang) saja,menimbulkan kebosanan pada masyarakat yang tingal di sana.Irama pakaian
wanita yang diatur dengan baik begitu pula kemeja pria yang diatur dengan bervariasi akan
sangat menyenangkan.Tapi coba kita bayangkan sebuah dinding kamar kerja yang hanya
terdiri dari tempelan koran=koran bekas yang seragam,pasti akan menjemukkan dan
memuakkan.Jadi ritme dapat memberikan kenikmatam tapi juga dapat menjengkelkan.
Dalam bahasa Yunani dan juga bahasa Inggris tanda-tanda untuk tekanan keras dan
lembut ditandain dengan - = tanda keras,u=tanda lembut.Inilah yang disebut kaki sajak
(foot).Kaki sajak bermacam-macam yakni:
a. Jambe = u-/u-
b. Anapes = uu-/uu-
c. Troche = -u/-u
d. Dactylus =-uu/-uu

9. Tema
Setiap puisi tentu ditulis dengan maksud tertentu.Hal itu bisa menyenangkan karena
mengemukakan sesuatu yang menarik atau mengagumkan pandangan penyair tentang suatu
objek atau bisa juga memberi dorongan terhadap moral atau berupa pengajaran akan
kebenaran yang bersifat spiritual dan rohaniah. Apapun tujuannya pastilah setiap puisi
dibangun atas dasar emosi. Pengarang tidak langsung membeberkan pandangannya terhadap
pembaca. Tapi pembaca diberi kesempatan mengambil kesimpulan sendiri dari pengalaman
yang dikemukakan dalam sajak itu. Jika seseorang telah menemukan dari puisi itu sesuatu
dengan pasti, teguh dan bulat dan dapat mentransfer pengalaman itu pada diri sendiri dan pada
peristiwa lainnya, maka penyair telah bekerja dengan baik, dan pembaca telah berhasil
menikmati, menghayati sanjak yang dibacanya tersebut.
Tema suatu sanjak tentulah merupakan kombinasi atau sintesa dari bermacam-macam
pengalaman, cita-cita, ide dan bermacam-macam hal yang ada dalam pikiran penulis.

Anda mungkin juga menyukai