HASAN ABDILLAH
NIM : 12304183041
ANALISIS PUISI “MEMBACA TANDA-TANDA” KARYA TAUFIK ISMAIL
Membaca Tanda-tanda
(Taufik Ismail)
Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbon dioksid itu menggilas paru-paru
Kita saksikan
2
Lindu membawa longsor
Allah
3
Analisis Puisi “Membaca Tanda-tanda” Melalui Aspek Semantik Puisi
Semantik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna. Dalam menganalisis puisi
melalui aspek semantik, ada empat hal yang perlu dikaji yaitu makna, bahasa kiasan, imaji
(citraan) dan simbol.
a. Makna
Memahami dan mengkaji sebuah puisi tidaklah mudah, terlebih lagi sekarang puisi makin
komlpeks dan aneh. Selain itu, bahasa puisi biasanya menyimpang dari tata bahasa normatif,
sehingga pembaca mengalami kesulitan untuk memahami puisi tersebut.
Puisi adalah sebuah karya sastra yang baru mempunyai makna bila diberi makna oleh
pembacanya. Pemaknaan sering juga disebut interpretasi. Pemberian makna atau interpretasi
sebuah karya sastra, dalam hal ini tergantung pada kemampuan pembacanya di bidang bahasa,
selain itu dibutuhkan kemampuan tentang konvensi sastra dan budaya tertentu. Pemaknaan
sebuah puisi antara satu pembaca dengan pembaca yang lain berbeda-beda karena karya sastra
termasuk puisi memiliki sifat polyinterpretable atau multi tafsir. Begitu pula dalam analisis
penulis mengenai makna dalam puisi Membaca Tanda-tanda karya Taufik Ismail dalam makalah
ini, mungkin akan berbeda dengan pemaknaan yang diberikan orang lain.
Puisi Membaca Tanda-tanda memiliki makna bahwa Taufik Ismail selaku penciptanya
mengajak pembaca untuk dapat membaca gejala-gejala alam yang terjadi di sekitar kita.
Pembaca diajak untuk peka terhadap perubahan alam yang semakin lama semakin
memprihatinkan keadannya. Alam yang dulunya asri, indah dan nyaman, kini terusik dengan
kerusakan akibat tangan-tangan manusia yang banyak merusak lingkungan.
Taufik dalam puisi ini mencurahkan perasaannya yang merindukan lingkungan yang alami dan
murni. Ia sangat menyesalkan apa yang terjadi saat ini. Sudah banyak gejala alam yang
memperingatkan manusia untuk sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Namun dengan
banyaknya gejala alam ini Taufik masih mempertanyakan apakah kita (manusia) bisa membaca
gejala-gejala perubahan pada alam.
4
b. Bahasa Kiasan
Dalam karya sastra seperti puisi, untuk menimbulkan efek estetik atau efek kepuitisannya maka
digunakanlah gaya bahasa. Selain itu tujuan penyair menggunakan gaya bahasa dalam puisinya
antara lain untuk menghasilkan kesenangan yang bersifat imajinatif, menghasilkan makna
tambahan, agar dapat menambah konkrit sikap dan perasaan penyair dan agar makna yang
diungkapkan lebih padat.
Salah satu gaya bahasa yang sering digunakan dalam menulis puisi adalah bahasa kiasan. Bahasa
kiasan menyebabkan puisi menjadi menarik, menimbulkan kesegaran, hidup dan terutama
menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan ini mengiaskan atau mempersamakan
sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan hidup. Bahasa
kiasan mencakup: perbandingan atau simile, metafora, perumpamaan epos, personifikasi,
metonimi, sinekdok, alegori dan sebagainya. Namun, secara umum bahasa-bahasa kiasan
tersebut memiliki sifat memepertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya dengan sesuatu
yang lain.
Puisi Membaca Tanda-tanda tidak memakai banyak ragam bahasa kiasan atau majas. Bahasa
kiasan yang digunakan hanya seperti berikut :
1. Personifikasi
Personifkasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan bendabenda mati atau
barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan (Keraf. 2008:
140). Personifikasi dalam puisi ini terdapat pada kutipan sebagai berikut :
· Kita saksikan zat asam didesak karbon dioksid itu menggilas paru-paru (bait kelima)
5
Longsor membawa air
2. Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang melebih-lebihkan sesuatu. Hiperbola dalam puisi ini terdapat
dalam kutipan :
c. Imaji (citraan)
Dalam puisi, untuk memberi gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana yang khusus,
untuk membuat (lebih) hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan dan juga untuk menarik
perhatian, penyair juga menggunakan gambaran-gambaran angan (pikiran), di samping alat
kepuitisan yang lain. Gambaran-gambaran angan dalam sajak itu disebut citraan (imagery).
Citraan ini ialah gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya (Altenbern
dalam Pradopo. 1997: 79).
Imaji terbagi menjadi imaji penglihatan (visual imagery), imaji pendengaran (audiotory
imagery), imaji raba dan sebagainya. Imaji atau citraan yang terdapat dalam puisi Membaca
Tanda-tanda antara lain :
1. Imaji penglihatan
Imaji penglihatan adalah citraan yang timbul oleh penglihatan. Imaji penglihatan dalam puisi ini
terdapat dalam kutipan :
Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya (bait ke-3)
· Kita saksikan zat asam didesak karbon dioksid itu menggilas paru-paru (bait ke-5)
· Kita sasksikan
6
Gunung membawa abu
2. Imaji Pendengaran
Imaji pendengaran adalah citraan yang timbul oleh pendengaran. Imaji pendengaran dalam puisi
ini terdapat dalam kutipan :
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari (bait ke-3, baris ke-3)
3. Imaji Raba
Imaji raba adalah citraan yang timbul oleh perabaan. Imaji perabaan dalam puisi ini terdapat
dalam kutipan :
d. Simbol
Simbol merupakan bagian dari kajian berdasarkan aspek semiotik (tanda). (Pradopo. 1995: 120)
mengemukakan bahwa simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
alamiah antara penanda dengan petandanya, hubungannya bersifat arbiter (semau-maunya). Arti
tanda itu itu ditentukan oleh konvensi. Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan
adalah simbol.
Ada tiga macam simbol yang dikenal, yakni (a) simbol pribadi, misalnya seorang menangis bila
mendengar lagu gembira karena lagu itu telah menjadi lambang pribadi ketika orang yang
7
dicintainya meninggal dunia, (b) simbol pemufakatan, misalnya Jepang=Negara Matahari Terbit,
dan (c) simbol universal, misalnya bunga adalah lambing cinta.
Bait puisi ini menyimbolkan bahwa penyair merasa kehilangan sesuatu yang dekat sekali dengan
dirinya juga orang lain yaitu keasrian alam.
Bait puisi ini menyimbolkan bahwa ia merindukan suasana alam yang masih murni, indah, asri
dan belum terjamah oleh tangan-tangan manusia, karena sekarang suasana itu sudah tidak terasa
lagi (tidak begitu jelas).
Maksudnya adalah udara yang terpolusi oleh asap (pencemaran udara) disimbolkan bahwa warna
udaranya menjadi abu-abu.
Maksudnya adalah air danau yang tercemar kian lama volumenya kian menyusut sehingga
disimbolkan bahwa air danau semakin surut.
Maksudnya (merupakan simbol) bahwa pada pagi hari tidak ada lagi suara kicauan burung-
burung yang bersahut-sahutan karena perburuan liar dan penebangan hutan menyebabkan
mereka kehilangan tempat tinggal (hutan), sehingga mereka pergi mencari tempat baru atau
bahkan hampir punah.
8
· Hutan kehilangan ranting
Bait puisi di atas menyimbolkan gejala-gejala perubahan alam yang ditandai dengan hilangnya
komponen-komponen alam itu mulai dari yang terkecil (daun) hingga yang terbesar (huta).
Baris puisi ini menyimbolkan adanya zat-zat asam dan karbon akibat polusi yang banyak
terkandung di udara menyebabkan terjadinya berbagai penyakit yang berhubungan dengan
terganggunya alat-alat pernapasan seperti paru-paru.
· Kita saksikan
Batu membawa lindu (terjadi bencana gunung berapi, tanah longsor dan banjir)
Bait puisi ini menyimbolkan adanya pencemaran udara, penebangan hutan, perburuan liar dan
sebagainya telah mengundang berbagai macam bencana mulai dari gunung berapi, longsor dan
banjir yang memakan korban jiwa.
· Allah
9
Kami telah disapu banjir (bencana-bencana)
Allah
Bait puisi di atas menyimbolkan bencana-bencana yang timbul akibat manusia yang lalai akan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya sebagai khalifah di muka bumi. Namun semuanya tidak
lepas dari kehendak Sang Pencipta. Dia menguji makhluk-Nya dengan menimpakan musibah
dan bencana. Lalu timbul lah kesadaran pada diri manusia dan rasa ingin kembali, serta meminta
pengampunan kepada-Nya atas semua kesalahan yang diperbuat.
Kearifan membaca tanda-tanda di sini menyimbolkan manusia yang meminta kepada tuhannya
agar dapat peka terhadap lingkungan dan benar-benar menjalankan tugasnya sebagai khalifah di
muka bumi dengan sebaik-baiknya dari melihat tanda-tanda alam yang ada.
10