DISUSUN OLEH
NAMA:LANI AFRIANI POHAN
PUTRI INDAH LESTARI SARUMPAET
KELAS:1A
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah yang Maha Kuasa, karena berkat kasih
dan karunia-Nya yang telah memberikan kita hikmah sehingga saya dapat menyelesaikan
tugas kuliah ini dengan tepat waktu.
Adapun maksud dan tujuan dan tujuan dari penyusunan ini adalah memenuhi salah
satu tugas yang diberikan oleh Ibuk Dosen pada mata kuliah “Agama Islam”, Bapak Ahmad
Zaki Azzahiri,S.Pdi,M.Pd yang diberi judul “BUDAYA AKADEMIK DAN ETOS KERJA”
.Dalam proses penyusunan tugas ini,penulis menjumpai beberapa hambatan, namun
berkat dukungan materil dan berbagai pihak serta dukungan dari semua orang , akhirnya
penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Oleh karena itu, melalui kesempatan
penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terkait yang telah membantu
penyelesaian tugas ini.
Meski begitu, tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan tugas
ini. Harapan kami tugas ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi kita semua.
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan.................................................................................................1
1.1. Latar belakang.....................................................................................1
1.2. Rumusan masalah................................................................................2
1.3. Tujuan..................................................................................................2
Bab II Pembahasan
2.1.Budaya Akademik dalam Pandangan Islam..........................................6
2.2.Etos Kerja Sikap Terbuka dan Keadilan dalam Pandangan Islam.........10
2.3.Kehidupan Berpolitik Serta Persatuann dan Kesatuan Bangsa..............18
Bab III Penutup.........................................................................................................25
3.1.Kesimpulan.............................................................................................25
3.2.Saran.......................................................................................................26
Daftar Pustaka...........................................................................................................27
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
mahdloh individu saja. Berpolitik adalah hal yang sangat penting bagi kaum
muslimin. Di dalam negeri, kaum muslimin harus memperhatikan, apakah
urusan umat dapat terpelihara dengan baik oleh negara. Mulai dari penerapan
hukum pemerintahan, ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan, aturan
interaksi antar individu pria dan wanita serta seluruh kepentingan umat
lainnya. Berpolitik juga dpat membererat tali pesaudaraan antar manusia serta
menjalin persatuan dan kesatuan bangsa.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin sudah representatif untuk
mewujudkan pendidikan multicultural (beragam budaya). Budaya merupakan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih jauh tentang Budaya
Akademik menurut Islam, Budaya Etos Kerja menurut Islam, Budaya Sikap
Terbuka dan Adil menurut Islam.
1.3. TUJUAN
a) Memahami makna budaya akademik dalam pandangan islam
b) Memahami maksud dengan etos kerja, sikap terbuka dan keadilan dalam
pandangan agama islam
c) Menjelaskan tentang nilai-nilai dasar politik dalam ajaran agama Islam.
d) Mengetahui sikap berpolitik yang baik agar tercipta persatuan dan kesatuan.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Tradisi Akademik
Pemahaman mayoritas responden (163/74,4%) mengenai Tradisi
Akademik adalah, “tradisi yang menjadi ciri khas kehidupan
masyarakat akademik dengan menjalankan proses belajar-mengajar
antara dosen dan mahasiswa seperti menyelenggarakan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, serta mengembangkan cara-cara
berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif di lingkungan akademik”
Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar antara guru dan
murid, antara pandito dan cantrik, antara kiai dan santri sudah
mengakar sejak ratusan tahun yang lalu, melalui lembaga-lembaga
pendidikan seperti padepokan dan pesantren. Akan tetapi tradisi-tradisi
lain seperti
menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru. Demikian pula,
tradisi berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif adalah kemewahan
yang tidak terjangkau tanpa terjadinya perubahan dan pembaharuan
sikap mental dan tingkah laku yang harus terus-menerus
diinternalisasikan dan disosialisasikan dengan menggerus sikap mental
paternalistik dan ewuh-pakewuh yang berlebih-lebihan pada sebagian
masyarakat akademik yang mengidap tradisi lapuk, terutama dalam
paradigma patron-client relationship yang mendarah-daging.
3. Kebebasan Akademik
Pengertian tentang “Kebebasan Akademik” yang dipilih oleh 144
orang (65,7%) responden adalah kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-
pribadi anggota sivitas akademika (mahasiswa dan dosen) untuk
bertanggung jawab dan mandiri yang berkaitan dengan upaya
penguasaan dan pengembangan Iptek dan seni yang mendukung
pembangunan nasional. Kebebasan akademik meliputi kebebasan
menulis, meneliti, menghasilkan karya keilmuan, menyampaikan
pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni,
dalam kerangka akademis (Kistanto, et. al., 2000: 86).
“Kebebasan Akademik” berurat-berakar mengiringi tradisi
intelektual masyarakat akademik – tetapi kehidupan dan kebijakan
politik acapkali mempengaruhi dinamika dan perkembangannya.
Dalam rezim pemerintahan yang otoriter, kiranya kebebasan akademik
akan sulit berkembang. Dalam kepustakaan internasional kebebasan
akademik dipandang sebagai inti dari budaya akademik dan berkaitan
dengan kebebasan berpendapat (lihat CODESRIA 1996, Forum 1994,
Daedalus Winter 1997, Poch 1993, Watch 1998, Worgul 1992).
Dalam masyarakat akademik di Indonesia, kebebasan akademik
yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat telah mengalami
penderitaan yang panjang, selama puluhan tahun diwarnai oleh
pelarangan dan pembatasan kegiatan akademik di era pemerintahan
Suharto (lihat Watch 1998). Kini kebebasan akademik telah
berkembang seiring terjadinya pergeseran pemerintahan dari Suharto
kepada Habibie, dan makin berkembang begitu bebas pada
pemerintahan Abdurrahman Wahid, bahkan hampir tak terbatas dan
“tak bertanggungjawab,” sampai pada pemerintahan Megawati, yang
makin sulit mengendalikan perkembangan kebebasan berpendapat.
Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan dengan
sikap-sikap dalam kehidupan beragama yang pada era dan pandangan
keagamaan tertentu menimbulkan hambatan dalam perkembangan
kebebasan akademik, khususnya kebebasan berpendapat.
Dapat dikatakan bahwa kebebasan akademik suatu masyarakat-
bangsa sangat tergantung dan berkaitan dengan situasi politik dan
pemerintahan yang dikembangkan oleh para penguasa. Pelarangan dan
pembatasan kehidupan dan kegiatan akademik yang menghambat
perkembangan kebebasan akademik pada lazimnya meliputi :
1. Penerbitan buku tertentu.
2. Pengembangan studi tentang ideologi tertentu.
3. Pengembangan kegiatan kampus, terutama demonstrasi dan diskusi
yang bertentangan dengan ideologi dan kebijakan pemerintah atau
negara.
Artinya :
“ Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala)
sepuluh kali lipat amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan
jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan
kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan) “.( QS
Al An’am : 160 ).
Dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa siapa yang beramal baik
pahalanya dilipatgandakan 10 kali lipat. Sebelas kali Allah berfirman
bahwa orang yang beramal baik itu berakhir dengan keberuntungan (Abd
al-Baqi, [t.th.]:668). Satu diantara :
Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan “. ( QS Al Hajj : 77 ).
Kata kemenangan dalam ayat itu sama dengan keberuntungan, dapat
diperhatikan dalam ayat berikut:
Artinya :
“ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman “. (QS. Al
Mu’minun: 1)
Keberuntungan atau kemenangan dalam ayat tersebut dan ke 11 yang
lain dalam Al-Quran selalu berarti sebagai akibat dari amal baik.
Keberuntungan sebagai amal atau kerja bisa berupa pahala yang dinikmati
besok di hari akhirat kelak, bisa di kehidupan dunia sekarang. Bahkan
sesungguhnya, karena Islam tidak mengenal paham sekularisme, yaitu
pemisahan urusan dunia dan urusan akhirat (agama), justru setiap urusan
apapun dalam Islam selalu mengandung dimensi dunia dan akhirat.
Karena itu di dalam Islam dianjurkan mencari kebahagiaan dunia dan
kehidupan akhirat sekaligus. Allah berfirman:
Artinya :
“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah
Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari
siksa neraka“. ( QS. Al Baqarah : 201 ).
Kebahagiaan (hasanah) tidak pernah datang begitu saja kepada
seseorang yang berpangku tangan. Hanya kerja keras kebahagiaan juga
takkan didapat. Tetapi kebahagiaan selalu merupakan perpaduan antara
kerja keras dan anugerah Allah. Karena itu Allah juga memerintahkan
supaya di dalam mencari kehidupan itu tidak setengah-setengah, dunia
saja atau akhirat saja, melainkan keduannya.
Artinya :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan “. ( QS. Al Qashash : 77 ).
Kemudian, di dalam kerja keras mencari kebahagiaan baik dunia
maupun akhirat itu ada kode etiknya, yaitu tidak boleh berbuat kerusakan,
kerusakan apapun (diri sendiri, hubungannya dengan orang lain, terhadap
tetumbuhan, binatang, maupun alam semesta).
Artinya :
“ dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka…. “ ( QS. Ali Imron : 135 ).
Jika berbuat salah kepada manusia segera meminta maaf kepadanya
tidak usah menunggu lebaran tiba. Pengakuan kesalahan baik terhadap
Allah maupun kepada selain-Nya ini merupakan sikap jujur dan terbuka.
Menurut Islam sikap jujur dan terbuka termasuk baik. Nabi bersabda:
وا.ا ن ا لصد ق يهدى ا لى ا لبر وا ن ا لبر يهدى ا لى ا لجن {ة وا ن ا لرجل يصد ق ح{تى يكتب عن {د هلال صد يق{{ا
وا ن الرجل ليكذ ب حتى يكتب. وا ن ا لفجور يهدى ا لنا ر.ن ا لكذ ب يهد ا لى ا لفجور
)عند هلل كذا با( متفق عليه
(Sesungguhnya jujur itu menggiring ke arah kebajikan dan kebajikan itu
mengarah ke surga. Sesungguhnya lelaki yang senantiasa jujur, ia
ditetapkan sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya bohong itu
menggiring ke arah dusta. Dusta itu menggiring ke neraka. sesungguhnya
lelaki yang senantiasa berbuat bohong itu akan ditetapkan sebagai
pembohong. Muttafaq ‘alaih (an-Nawawi, [t.th.]:42)).
2.2.3 Bersikap Adil
Secara leksikal adil dapat diaritikan tidak berat sebelah, tidak
memihak, berpegang kepada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-
wenang (Kamus Besar, l990 :6-7) Dari masing-masing arti dapat
dicontohkan sebagai berikut: (1) Cinta kasih seorang ibu terhadap putra-
putrinya tidak berat sebelah. (2) Dalam memutuskan perkara, seorang
hakim tidak memihak kepada salah satu yang bersengketa.(3) Di dalam
menjalankan tugasnya sebagai hakim, Hamid selalu berpegang kepada
kebenaran. (4) Sudah sepatutnya jika akhlaqul-karimah guru diteladani
oleh murid.(5) Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak berbuat
sewenang-wenang terhadap yang dipimpin. Dari masing-masing contoh
ini dapat disimpulkan bahwa sikap adil amat positif secara moral.
Karena sifat yang positif, tentu sikap adil didambakan oleh banyak
orang. Dalam contoh-contoh di atas, sikap adil bersikap positif atau
menguntungkan orang lain. Adil juga dapat dartikan tingkah laku dan
kekuatan jiwa yang mendorong seseorang untuk mengendalikan amarah
dan syahwat dan menyalurkannya ke tujuan yang baik (al-Hufiy, 2000:
24). Dalam definisi ini dapat dipahami bahwa adil adalah kondisi batiniah
seseorang yang berbentuk energi. Energi ini mendesak keluar untuk
mengendalikan amarah dan kemauan-kemauan hawa nafsu sehingga
perbuatan yang keluar menjadi baik. Yang mestinya orang itu menuruti
hawa nafsu, karena kendali sikaprbuatannya menjadi terarah, tidak
merugikan diri sendiri dan orng lain.
Adil dapat diartikan menempatkan berbagai kekuatan batiniah
secara tertib dan seimbang (al-Hufiy, 2000 :26). Kekuatan yang dimaksud
adalah al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffa.al-Hikmah berarti kecerdasan.
Orang cerdas dapat membedakan antara yang benar dan salah, baik dan
buruk, haq dan batal secara tepat, tetapi belum tentu ia selalu memilih
yang benar, yang baik, dan yang haq. Asy-syaja’ah berarti berani tanpa
rasa takut. Al-‘ffah berarti suci. Ketiga sifat utma ini jika tidak seimbang
menjadi tidak baik. Orang amat cerdas atau genius tetapi kecerdasannya
dapat dijadikan alat untuk mengelabuhi orang lain karena tidak ada ‘iffah
di dalam dirinya.
Orang selalu berani menangani setiap masalah yang dihadapi, tentu
akan menampakkan profil preman karena tidak ada al-hikmah dan ‘iffah di
dalam dirinya. Orang cerdas dan berani lalu digunakan untuk mengeruk
kekayaan negara secara tidak syah adalah tidak baik karena tidak ‘iffah di
dalam dirinya. Orang selalu hanya memilih kesucian dalam semua suasana
secara terang-terangan tentu dapat membahayakan diri sendiri.
Jika antara al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffah berpadu secara
seimbang dalam diri seseorang, maka orang itu akan bersikap adil. Orang
berani melakukan sesuatu setelah ditimbang-timbang bahwa sesuatu itu
baik menurut akal dan menurut pertimbangan syariat juga baik . inilah
gambaran perbuatan adil. Berarti, ia berani berbuat karena benar. Orang
tidak berani berbuat juga karena benar, adalah bersikap adil, bukan karena
takut. Dengan dimikian adil adalah puncak dari ketiga sifat utama
tersebut.
Islam memandang sikap adil amat fundamental dalam struktur
ajaran. Kata adil dan berbagai turunannya seperti : ya’dilun, i’dilu, ‘adlun,
dan ta’dili diulang sebanyak 28 kali di dalam Alquran. Karena itu Allah
memerintah kepada kita supaya berlaku adil dalam semua hal. Allah
berfirman:
Artinya :
“...Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa...” (QS. Al
Maidah: 8).
Kata adil sinonim dengan al-qish. Kata ini dan berbagai derivasinya,
umpama: iqshitu, al-muqshitun, dan al-qashitun terulaqng sebanyak 25
kali dalam Alquran (‘Abd al-Baqiy, [t.th.] :P690). Kadang-kadang kata
adil dan kata al-qisht disebut secara besama-sama dan satu sama lain
berarti sama. Contohnya adalah:
Artinya :
“ dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu
melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang Berlaku adil “. ( QS. Al Hujurat : 9 ).
Karena baik secara rasional maupun syariah bahwa sikap adil itu
adalah baik dan positif, tetapi di sisi lain kita merupakan pemeluk agama
Islam terbesar dunia dan di saat yang sama dikenal sebagai bangsa dengan
aneka predikat yang tidak baik seperti KKN (korupsi, kolusi, dan
nepotisme), maka untuk merubah citra buruk itu salah satu cara strategis
adalah membudayakan sikap adil dalam semua lapangan kehidupan.
Untuk mewujudkan sikap adil harus dilatih terus menerus secara
berkesinambungan, yang bererti pembiasaan berlaku adil. “Mulai
sekarang, mulai yang sederhana, dan mulai dari diri sendiri”,Inilah
komitmen untuk mulai pembiasaan berlaku adil. Jika langkah awal ini
dapat dilalui dengan baik, tentu mudah menjalar kepada orang lain,
apalagi kalau yang memulai komitmen itu adalah orang yang memiliki
pengaruh di masyarakat di mana ia berada karena salah satu naluri
manusia adalah meniru idola. Jika idola tidak bersikap adil, tentu para
fansnya akan meniru tidak adil pula.
Dalam Islam orang yang paling pantas untuk di dudukkan sebagai
idola untuk ditiru dan diteladani adalah Rasulullah SAW. Allah berfirman
yang artinya :
“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah “. ( QS. Al
Ahzab
: 21 ).
Selain itu ‘Aisyah, istri Rasulullah, menyebutkan bahwa akhlak beliau
adalah Al-Quran “kana khuluqulm Al-Quran” (H.R Muslim dari ‘Aisyah).
Kiranya terlalu pantas jika idola pertama seluruh umat Islam adalah
Rasulullah. Hingga sekarang Rasulullah adalah orang yang paling
berpengaruh di dunia (rangking pertama) dari seratus orang yang paling
berpengaruh di dunia (Hart, 1982:4). Cukup banyak contoh-contoh sikap
adil yang ditampakkan oleh Rasulullah, antara lain :
An-Nu’man bin Basyir mengatakan, “Ayahku memberi sesuatu
pemberian kepadaku. Lalu ibuku Amrah bin Rawahah berkata, “Aku tidak
rela sebelum engkau persaksikan hadiah itu di hadapan Rasulullah SAW”.
Ayahku lalu menghadap Rasulullah SAW dan berkata, “Ya
Rasulullah, sesungguhnya aku telah membarikan suatu pemberian kepada
anakku dari Amrah bin Rawahah. Kemudian aku diperintahkannya supaya
bersaksi kepada Tuan!”
Rasulullah SAW lalu berkata, “Apakah engkau juga telah memberi
kepada semua anakmu pemberian seperti ini?”
An-Nu’man menjawab, “Tidak”.
Beliau lalu bersabda, “bertaqwalah kepada Allah dan berlaku adillah
terhadap anak-anakmu!”
Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali pemberiannya.
Dan ada orang perempuan Makhdzumiyyah mencuri. Mereka berkata,
“Siapakah yang akan membicarakan hal ini kepada Rasulullah SAW?”
Tidak ada seorangpun yang berani kecuali (kekasih wanita itu) Usman
bin Zaid r.a. Lalu ia membicarakan hal tersebut dengan Rasulullah SAW.
Beliau berkata, “Apakah kamu akan bertindak sebagai pembela dalam
pelanggarana hukum Allah?” Kemudian Rasulullah SAW berdiri serta
berkhotbah. Di antara isi khotbahnya beliau bersabda, “Sesungguhnya
yang membinasakan orang-orang sebelum kamu adalah apabila ada
seorang dari golongan bangsawan mencuri, mereka biarkan saja, tetapi
bila yang mencuri itu dari golongan bawah (lemah), dia dijatuhi
hukuman. Demi Allah andaikata Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti
akan kupotong tangannya.” (Al-hufiy, 2000:189)
2.2.4 Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan Keadilan dalam Islam
Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat sikap-sikap
positif juga dimiliki. Di antara sikap positif yang harus dimiliki adalah
etos kerja yang tinggi,sikap terbuka dan berlaku adil. Arti penting dari
ketiga sikap tersebut dapat diringkas sebagai berikut :
Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang muslim harus
terlebih dahulu memahami tugasnya sebagai manusia yaitu sebagai
khalifah Allah SWT di muka bumi dan sebagai hamba yang berkewajiban
untuk beribadah
kepad aAllah SWT. Beberapa petunjuk Al-Qur’an agar dapat
meningkatkan etos kerja antara lain;
1. Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
2. Bekerja harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan
bahwa etos kerja yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut
lupa kepada Allah SWT.
Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka dan jujur, seseorang
tidak mungkin meraih keberhasilan dengan cara mempunyai etos kerja
yang tinggi kalu tidak memiliki sikap terbuka dan jujur. Karenaorang yang
tidak terbuka maka akan cenderung menutup diri sehingga tidak dapat
bekerjasama dengan orang lain. Apalagi kalu tidak jujur maka energinya
akan tersita untuk menutupi ketidakjujuran yang dilakukan. Maka Al-
qur’an dan Hadis memberi apresiasi yang tinggi tehadap orang yang
terbuka dan jujur.
Buah dari keterbukaan seseorang maka akan melahirkan sikap adil.
Makna yang diperkenalkan Al-qur’an buka hanya dalam aspek hukum
melainkan dalam spektrum yang luas. Dari segi kepada siapa sikap adil itu
harus ditujukan Al-qur’an memberi petunjuk bahwa sikap adil dissamping
kepada Allah SWT dan orang lain atau sesama makhluk juga kepada diri
sendiri.
3.1 KESIMPULAN
Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau
kebiasaan yang berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan.
Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang
dikembangkan Islam. Di antara poin-poin pentingnya adalah pertama, tentang
penghargaan Al- quran terhadap orang-orang yang berilmu, di antaranya adalah :
1. Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk
memperoleh ilmu pengetahuan.
2. Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki
ilmu pengetahuan.
3. Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu.
4. Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT.
Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin
penting lain yang dijelaskan Al-quran adalah bahwa :
1. Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan ilmu,
demikian juga dengan amal shalih.
2. Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak dilandasi
dengan ilmu.
3. Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang selalu
mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu menggunakan
akalnya untuk memikirkan ciptaan Allah SWT. Serta selalu berusaha
menambah ilmu dengan membuka diri terhadap setiap informasi yang baik
dan kemudian memilih yang terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.
Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat sikap-sikap positif
juga dimiliki. Di antara sikap positif yang harus dimiliki adalah etos kerja yang
tinggi, sikap terbuka dan berlaku adil. Arti penting dari ketiga sikap tersebut dapat
diringkas sebagai berikut :
Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang muslim harus terlebih
dahulu memahami tugasnya sebagai manusia yaitu sebagai khalifah Allah SWT
di muka
dan juga sebagai hamba yang berkewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT.
Beberapa petunjuk Al-quran agar dapat meningkatkan etos kerja antara lain :
1. Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
2. Bekerja harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan bahwa etos
kerja yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut lupa kepada Allah
SWT.
Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka atau jujur; Seseorang tidak
mungkin akan dapat meraih keberhasilan dengan cara mempunyai etos kerja yang
tinggi kalau tidak memiliki sikap terbuka dan jujur. Karena orang yang tidak
terbuka maka akan cenderung menutup diri sehingga tidak dapat bekerja sama
dengan yang lain. Apalagi kalau tidak jujur maka energinya akan tersita untuk
menutupi ketidakjujuran yang dilakukan. Maka Al-quran dan Hadis memberi
apresiasi yang tinggi terhadap orang yang terbuka dan jujur.
Buah dari keterbukaan seseorang maka akan melahirkan sikap adil. Makna
adil yang diperkenalkan Al-quran bukan hanya dalam aspek hukum melainkan
dalam spektrum yang luas. Dari segi kepada siapa sikap adil itu harus ditujukan
Al- quran memberi petunjuk bahwa sikap adil di samping kepada Allah SWT dan
orang lain atau sesama makhluk juga kepada diri sendiri.
Politik dalam arti yang sesungguhnya adalah cara atau strategi
mencapai kekuasaaan untuk kesejahteraan bersama (bonum communae). Lembaga
agama dan negara menjalin hubungan dalam pelayanan pada manusia yang sama.
Semua mempunyai interese (tujuan dan kepentingan) bahwa dalam struktur
negara setiap orang mendapat kelonggaran untuk menjalankan keterlibatan
politiknya, agar relasi manusia dengan Allah sebenarnya terwujud. Agama secara
kelembagaan tidak berpolitik, akan tetapi menyuarakan dan membangun poltik
yang bermartabat. Indonesia merupakan satu masyarakat majemuk (pluralistis).
Keanekaan bukan berarti sengketa, Sebaliknya keanekaan merupakan
kekayaan kepribadian bangsa. Demi kesatuan dan persatuan kita harus membina
keterbukaan, komunikasi dan kerja sama. Dengan demikian, akan ada iklim
persaudaraan dan kekeluargaan.
3.2 SARAN
Untuk menuntut dan mengamalkan budaya akademis, sikap etos kerja,
sikap terbuka, dan keadilan harus kita dasar dengan keimanan dan ketakwaan
kepada Allah swt agar dapat memberikan jaminan kemaslahatan bagi
kehidupan serta lingkungan sekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA
http://fenni-octafiyani.blogspot.co.id/2014/06/makalah-penerapan-wawasan-
nusantara.html
2009. “Implementasi Wawasan Nusantara”. diakses tanggal 15 Desember 2011 dari
www.wikipedia.com
Ayano, Suci. 2011. “Wawasan Nusantara”. diakses tanggal 16 Maret 2013 dari :
http://www.Hubungan Antara Wawasan Nusantara dengan Ketahanan Nasional «
STUDI TUR.htm,