Anda di halaman 1dari 3

Tiga minggu kemudian.

Lais sedang duduk dengan santai di ruangannya saat Revan datang dan menaruh
beberapa map di mejanya.
“Bacalah!”
Lais mengangkat wajahnya memandang Revan sebentar kemudian menunduk dan
ulai mengambil satu berkas lalu membacanya. Dia menghela nafas Panjang.
“Kenapa kau tidak tampak senang? Bukankah perusahaan kita semakin maju? Dan
ada satu berkas laporan tentang Grup Gao.”
Lais memilah berkas dihadapannya dan mencari laporan yang Revan maksud. Sesuai
dengan rencana Robby, Lais memberi suntikan dana kepada grup Gao. Sekarang
dirinya menjadi salah satu pemegang saham terbesar di perusahaan itu. Dia membaca
berkas itu dengan seksama. Kali ini wajahnya lebih muram.
“Van, sesungguhnya aku tidak menginginkan hal ini. Bagaimanapu dia adalah
papaku.” Lais menghela nafas lagi.
“Tapi Tuan Robert harus diingatkan akan kejahatannya.” Ucap Revan.
“Ya, semoga ini tidak membuatnya semakin bertindak brutal karena aku mengenal
baik siapa papaku. Baginya kehormatan lebih dari segalanya.”
Revan diam. Dalam hati ia membenarkan ucapan Lais. Sama seperti Lais ia juga
sangat mengenal siapa Tuan Robert.
“Apa kau ada berita tentang perusahaan papa?”
“Ya. Maaf jika aku mengirim seseorang ke perusahaan papamu tanpa
memberitahumu lebih dahulu.”
“Nggak papa. Apa hasilnya?”
“Nggak banyak yang bisa ia kumpulkan selain berita kalau pelan namun pasti
perusahaan kita dulu diambang kebangkrutan. Banyak produksi yang tidak berjalan
dengan semestinya. Tampaknya ini campur tangan Roby. Pria itu bisa bergerak tanpa
terdeteksi oleh Tuan Robert.”
“Jangan sepelekan papa. Mungkin ini taktiknya untuk mengetahui siapa sebenarnya
lawan yang ia hadapi. Karena sampai sekarang ia tidak mendatangiku. Aku yakin dia
tahu kalau aku membantu lawan bisnisnya.”
“Pria tua itu sulit ditebak.”
“Aku akan menemuinya.”
Revan terperangah mendengar perkataan Lais.
“Mau apa?”
“Membuat kesepakatan.”
“Kamu tidak takut jika Roby tahu?”
“Justru ini demi semuanya. Aku akan meminta papa mengembalikan asset Angela.
Jika asset Angela sudah kembali ke pemiliknya, papa nggak aka nada urusan lagi
dengan Roby. Ia dan perusahaannya akan selamat.”
“Dan sebagai gantinya apa? Apa yang akan kau tawarkan?”
“Aku akan kembali memegang kendali perusahaan papa jika ia memintanya.”
“Kalau yang ia inginkan kamu berpisah dari Aruna?” pancing Revan.
Lais menatap tajam Revan. “Sampai matipun aku tidak akan mengabulkannya. Aku
akan meneruskan rencana Roby. Mengambil paksa apa yang menjadi milik Roby.”
Jawab Lais tegas.
Revan memungut kembali berkas dari meja Lais. “Pikirkan dulu! Takutnya ia malah
menyanderamu.” Revan meninggalkan ruangan Lais.
Sepeninggal Revan, Lais menyandarkan tubuhnya ke kursi. Dia memikirkan ucapan
Revan. Lamunan Lais terganggu saat ponselnya berdering. Dia memegang ponselnya
dan alisnya berkerut.
Anton. Kenapa dia meneleponku.
Lais ragu untuk mengangkat panggilan dari Anton yang merupakan asisten papanya.
Panggilan berhenti dan beberapa detik kemudian ponselnya kembali berdering.
Masih orang yang sama.
Akhirnya Lais mengangkatnya.
“Hallo.” Sapanya dingin
“Tuan Muda, syukurlah anda mengangkatnya.” Terdengar nafaslega Anton.
“Ada apa?”
“Tuan Besar. Beliau mendapat serangan jantung mendadak. Saat ini sedang dirawat
di rumah sakit. Saya mohon tuan muda datang karena pihak rumah sakit
menginginkan anggota keluarga untuk menandatangani persetujuan operasi.”
“Operasi?”
“Iya tuan. Segeralah datang. Saya mohon.” Anton mengakhiri panggilannya.
Lais bangkit dan menyambar jasnya. Ia bergegas keluar dari ruangan.
“Lais, mau kemana?” Revan yang melihat Lais berjalan dengan tergesa menegurnya.
“Ke rumah sakit!” teriak Lais. Revan berlari mengejar Lais.
“Siapa yang sakit?” tanya Revan saat berhasil menyusul Lais.
“Papa.” Jawab Lais pendek.
Revan tidak lagi bertanya. Ia menemani Lais menuju rumah sakit.

Berdua mereka berlari menuju ke tempat Tuan Robert dirawat. Di depan ruang ICCU
tampak Anton duduk dengan cemas. Pria itu bangkit saat melihat Lais dan Revan
tiba.
“Tuan, anda datang.” Ucap Anton gembira.
“Bagaimana keadaannya?” tanya Lais.
“Beliau ada di dalam. Tuan, temuilah dokter!” pinta Anton.
“Baiklah. Antar aku menemui dokter yang kau maksud. Van, kau tunggu di sini.”
Revan mengangguk.
Lais dan Anton menemui dokter yang menangani Tuan Robert.

Anda mungkin juga menyukai