Anda di halaman 1dari 6

Merancang Novel

Different Way
Linda Nabila

Tugas Bahasa Indones

PROLOG
Tentangku.
Seseorang yang memilih diam tanpa kata. Aku pemilik suara, yang suaranya tak pernah
didengar. Aku ada, namun sering diabaikan. Meraka pun ada, namun sering mengabaikan.
Sudah makanan sehari hariku untuk tersenyum di balik luka.
Orang yang aku kira akan menjadi orang pertama yang akan mengerti perasaanku
ternyata tidak, karena mereka orang pertama yang mengores luka didalam diriku. Dituntut
untuk menjadi yang terbaik bukan lagi hal biasa bagiku, selalu dibandingkan juga bukan hal
baru dalam hidupku, sudah seperti makananku sehari hari.
Rumahku bukan lagi keluarga melainkan sahabat sahabatku.
Mereka yang selalu menjadi rumah ternyamanku.
Mereka yang mengajarkanku bahwa menangis, bukanlah orang yang lemah.
Ini bukan lagi tentangku, melainkan tentang kita yang sedang belajar mendewasakan diri
dengan mencari jati diri masing masing.

Bagian satu
“Rion, Rian turun sini makan dulu!” teriakan dari seorang wanita paruh baya itu
membuat pria disampingnya itu menutup kedua telinganya.
“Gausah teriak teriak bunda, anak kita engga budeg” wanita yang baru saja dipanggil
bunda itu, Agatha. Dan yang baru saja menegurnya adalah suaminya, Wisnu. Mereka
memiliki dua anak kembar lelaki yang memiliki sifat bertolak belakang dan satu putri yang
masih sangat kecil.
Kedua anak yang tadi di panggil pun sudah menuruni tangga, bukan, bukan dua tetapi
satu. Hanya satu yang turun dan duduk dimeja makan, dengan wajah tak bersahabat dia
duduk di sebrang sang ayah.
“Ademu Rion, kemana bang?” tanya sang bunda yang sedang menyiapkan sarapan untuk
Rian, yang ditanya hanya menjawab dengan menggangkat kedua bahunya, seperti malas
untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Sang ayah menoleh ke arah Rian “Dijawab yang bener bang, itu bundanya nanya dijawab
yang sopan dong” tegur lembut sang ayah.
“Gatau bun, masih tidur kayanya” tangannya sambil menyuapkan nasi kemulutnya,
kedua orang tuanya hanya geleng kepala melihat kelakuan dua anaknya yang tak pernah
akur. Selang beberapa menit ada suara gaduh di arah tangga, semua orang kecuali Rian
menoleh ke sumber suara itu.
“Bundaa, Ion telat!” ya, itu Rion yang berteriak. Ia turun dengan celana yang masih
menggunakan boxer, lalu menatap kearah Rian
“Kok lu ga bangunin gua sih, hah?!” teriak Rion pada Rian, bukannya menjawab Rian
malah berdiri dari kursinya.
“Bun, Yah. Rian berangkat” setelah mencium kedua tangan orang tuanya ia pun langsung
pergi meninggalkan meja makan.
Rion mendengus sebal karena diabaikan oleh kakanya itu, “udah sini sarapan dulu, pake
celana itu yang bener, Rion” bunda geleng geleng kepala melihat kelakuan putra keduanya
itu, yang ditegur hanya tersenyum memamerkan gigi rapihnya lalu menggunakan celana dan
memulai sarapan.
“Bun, si bocil mana? Kok gak kelihatan” bocil yang Rion maksud itu adiknya, Chila
“Ikut bibi tadi ke supermarket, belanja bulanan biasa” Rion hanya membalas dengan
mulut membentuk, “O”
“Ayah berangkat ya bun”
“Rion nebeng dong yah, motor Ion lagi disalon. Lagi perawatan kecantikan”
“Pasti karena balapan lagi kan? Kan udah ayah bilang Rion kamu tuh –“ belum sempat
Wisnu melanjukan ucapannya, Rion terlebih dahulu memotong.
“Astaghfirullah, ayah mah suudzon mulu sama aku teh” ucap Rion sembari mengusap
dadanya. Perdebatan kecil itu pun dilerai oleh Agatha, menyuruh mereka untuk segera
berangkat. Ayah dan anak itu pun meninggalkan rumah mewah tersebut.

>\\\<

Untung saja Rion tak telat untuk memasuki sekolah, tepat setelah 7 menit kesampaian
Rion kesekolah, bel pun mulai berdering tanda masuk kelas.
“Halo sayangku, apakah dirimu sudah belajar untuk ulangan Sosiologi dijam pertama
ini?” sapa Satria, salah satu sahabat Rion, dengan merangkul pundak sahabatnya itu
“Geli gila, halu lu? Sosiologi hari Rabu, sekarang masih Selasa”
“Hah? Ngalindur maneh, On?” tanya Reyhan
“Sekarang hari Rabu bego, kemaren baru Selasa. Beginilah bun pentingnya imunisasi saat
dini, agar anaknya tidak bodoh seperti Rion” gurau Demas
Rion terdiam memikirkan sekarang ini sebenarnya hari apa? Kalau sekarang Rabu sudah
dipastikan lelaki ini salah jadwal atau lupa tidak mengganti jadwal. Ketika ia belum selesai
berpikir Pak Darto guru Sosiologi sudah masuk kedalam ruangan.
“Selamat pagi anak anak, seperti yang sudah bapak janjikan. Hari ini kita akan adakan
ulangan hariaan.” Terlihat wajah para murid yang malas untuk melakukan ulangan tersebut.
Rion berbalik kebelakang bangku “tolong kerjasamanya ya kawan” sambil menyatukan
kedua tangannya.
Ulangan pun dimulai, kertas ulangan sudah ada didepan mata para murid. Terlihat dari
wajah semua murid ada yang terlihat mengerjakan dengan tenang, ada yang menghitung
kancing, ada yang mengocok penghapus seperti dadu, adapula yang saling menyontek.
Tentu saja Rion and geng sedang melancarkan aksinya untuk saling menyontek, tetapi
mereka menyebutnya dengan sebutan “diskusi”
Diskusi mereka awalnya mulus tetapi saat di pertengahan, “hei kalian berempat, Rion,
Demas, Satria, Reyhan! Sedang apa kalian hah?” ucap pak Darto
“Diskusi pak” jawab Satria, yang membuat ketiga sahabatnya serentak menendang kaki
Satria dengan keras
“Kalian berempat ikut bapak keruangan bk setelah pelajaran ini berakhir” keempat
remaja tersebut menunduk dan serentak menjawab “baik pak”
Setelah pak Darto pergi Satria menatap ketiga sahabatnya, tersenyum memamerkan
deretan giginya, “nyengir lu kuda” maki Demas
Rion menghela nafasnya, sudah ia pastikan berita ini pasti akan sampai ke kuping orang
tuanya. Jangan tanya darimana nanti orang tuanya tau, tentu saja dari Rian. Tapi cemasnya
itu ia simpan sendiri lalu menatap ketiga sahabatnya itu, “udahlah santuy, kaya baru
pertama masuk bk aja lu pada, alay”. Dimana pun dan kapan pun peran Rion tetaplah sama
“menjadi badut”

Bagian dua
Setelah pulang sekolah benar saja Rion, Satria, Demas dan Reyhan dipanggil keruangan
BK. Disana mereka diberi peringatan dan disuruh berjanji untuk tidak lagi melakukan hal
tersebut, setelah dari sana mereka semua langsung pulang ke rumah masing masing. Karena
Rion tidak membawa motor, ia pulang diantar oleh Demas.
Diperjalanan pulang mereka berdua bercanda dan tertawa, membicarakan hal yang tidak
penting. Hingga ayam Reyhan yang mati pun masuk kedalam topik pembicaraan mereka,
dasar aneh. Tak terasa mereka sudah sampai tujuan, rumah Rion.
“Assalamualaikum, Ion pulang” kedatangannya disambut oleh kedua orang tuanya, dan
Chila adiknya yang sedang tertidur dipangkuan Agatha.
“Waalaikumsalam, sini sayang bunda sama ayah mau ngomong” Rion menghela nafas,
lalu mendekati kedua orangtuanya.
“Udah sampe ternyata beritanya, pembawa beritanya udah pulang yah?” ucap Rion yang
menatap ayahnya, dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Segitu susahnya ya, gabisa denger kata ayah? Sekali aja bikin ayah seneng, gabisa Rion?
Ini bukan sekali dua kali kamu masuk BK, udah berkali kali Rion. Masalah berantemlah,
boloslah, melanggar peraturan sekolahlah, dan sekarang ketauan nyontek. Gakasian kamu
sama abangmu, disekolah pasti jadi omongan guru dan teman temannya. Mikir dong Rion,
gabisa kamu bersikap baik kaya abang kamu? Kamu itu udah besar seharusnya punya
pikiran kalau yanng kamu lakukan itu salah” ucapan ayah lembut namun menusuk itu
membuat Rion menunduk tak berani memperlihatkan wajahnya.
“Iya yah, Ion minta maaf. Maaf belum bisa menjadi anak baik kaya bang Rian, maaf
karena aku gagal jadi anak kalian. Maaf ya bun, yah udah menghancurkan ekspetasi kalian
tentang aku, sekali lagi Rion minta maaf selalu jadi beban dalam hidup kalian” ssetelah
mengatakan hal tersebut Rion pergi menuju kamarnya.
Didalam kamarnya lelaki itu membaringkan badannya yang lelah lalu menutup matanya,
dan tanpa sadar buliran air hangat jatuh di kedua pipinya, selalu begini dan terus begini.
Setiap dirinya sendiri selalu menjadi orang lemah dan cenggeng, endingnya selalu sama
diakhiri dengan kalimat “gabisa kamu bersikap baik kaya abangmu?” Rion pun masih
berada diposisinya yang berbaring, hingga ketukan kamar pun terdengar.
“Sayang, turun yuk. Makan dulu, udah ditunggu nih sama yang lain di bawah. Chila juga
nyariin kamu nih” ucap lembut sang bunda
“Rion ga laper bun, Rion cape mau istirahat” lelaki itu pun bangkit dari tidurnya dan pergi
menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah beres mandi dirinya duduk dimeja belajar, niat awalnya untuk mengerjakan tugas
matematika yang tadi diberi bu Cinta. Tetapi saat melihat angka angka yang begitu
membuatnya pusing, ia tutup kembali bukunya dan duduk di tepi ranjang. Tak selanng lama
pintu kamarnya ada yang kembali mengetuk, ia pun berdiri dan membuka pintu.
“Kenapa? Belum puas liat gue dimarahin ayah?” itu Rian yang mengetuk pintu, dengan
pandangan yang tak suka Rion bertanya seperti itu
“Gimana sih caranya biar ayah benci sama lu? Gua selalu iri liat lu dimanjain bunda, liat lu
diomelin ayah, liat lu selalu berinteraksi sama mereka. Gua juga pengan ada diposisi lu,
Rion” ucap Rian dengan tatapan yang datar
“Ya karena lu terlalu sempurna bang, lu selalu bisa ngejalanin semua hal sendirian, lu
selalu bisa melakukan segala hal tanpa bantuan mereka. Buat apa juga ayah omelin lu kalau
lu selalu melakukan segala hal tanpa kesalahan. Dan satu lagi, lu pengen deket sama bunda
dan ayah? Banyakin membuka diri bang, asal lu tau bunda sama ayah aja binggung gimana
caranya mereka bisa masuk ke dunia lu yang tertutup ini. Disini yang harusnya cemburu itu
gue bukan lu. Lu yang selalu jadi kebanggaan ayah, lu yang selalu jadi juara kelas, engga
level banget lu yang sempurna, iri sama gua yang biang masalah ini” ucapan Rion membuat
Rian terdiam
“Asal lu tau juga setelah ayah marah sama lu tadi, ayah sampe merasa bersalah dan
nanya ke bunda “apa ayah terlalu kasar ya sama Rion?” see? Ayah lebih sayang lu di
banding gua, ayah mikirin perasaan lu tapi engga dengan perasaan gua” Rian pun
meninggalkan Rion yang masih terdiam diambang pintu.
Tanpa mereka sadari sedari tadi ada yang mendengar semua perbincangan kedua putra
kembarnya sembari menahan tangisnya agar tidak pecah, “apa selama ini aku salah
mendidik mereka atau aku terlalu pilih kasih kepada mereka berdua?”

>\\\<
Pagi harinya keluarga Adiwangsa berkumpul untuk sarapan bersama, semua orang
dirumah sudah duduk dimeja makan, kecuali satu orang.
“Abangmu kemana? Kok engga turun makan” Agatha yang menyadari ketidak hadiran
anak sulungnya itu bertanya pada kembarannya, Rion.
Yang ditanya hanya menggeleng dan menaikan bahunya keatas, bertanda bahwa dia tak
tau kemana perginya kembarannya itu. Chila menghampiri Rion dan bertanya pada kakanya
itu, “Kak Ion sama bang Ian, aggi marahan yah? Kok Chila nda pernah liat kaka sama abang
main bareng sih? Padahal tiap Chila main di rumah Eca, abang abangnya suka main bareng.
Kok kak Ion sama bang Ian, nda pernah kaya gitu?” tanya bocah kecil itu pada sang kaka.
Lelaki yang dipanggil kaka pun, menjawab dengan seulas senyum lalu menggendong adik
kecilnya untuk duduk dipangkuannya. Lalu merapihkan rambut adiknya yang terlihat
berantakan “ini kamu abis ngapain sih Cil, abis main jambak jambakan? Berantakan gini
rambutnya. Denger ya adikku yang aku cintai dan aku banggakan, abang Ian lagi sibuk sama
tugas sekolahnya jadi engga bisa main sama kaka dan Chila, nanti kalau gasibuk pasti main
kok” tutur kata Rion yang lembut membuat sang adik menggangguk paham.
“Sibuk ngapain sih kak?”

Anda mungkin juga menyukai