Anda di halaman 1dari 3

Linda Nabila XII MIPA 3

Kegiatan 2 Merancang Novel dengan Memerhatikan Kebahasaan

Difference

Hai aku Nara, Naraya Azequila. Tahun ini aku menduduki kelas akhir di bangku SMA, itu artinya
tahun depan aku akan masuk keperguruan tinggi dan menjadi mahasiswi. Aku memilki seorang
sahabat lelaki bernama Reno, Renoza Geraldo, kami bersahabat sejak duduk di bangku sekolah
dasar. Dia selalu mengikuti kemana aku pergi, dari kecil kami selalu dipanggil anak kembar tapi saat
duduk di bangku SMP orang orang mulai mengira bahwa kita berdua berpacaran. Reno ini benar
benar sahabat terbaiku, dia selalu ada saat aku membutuhkannya, saat aku sedih dia juga selalu
menjadi penghiburku.
tiin tiin!
“Naraaa, ayoo telat nih!” baru saja kuceritakan anaknya udah nonggol aja, ya dia Reno. Sahabat
sekaligus ojek pribadiku untuk berangkat dan pulang sekolah, sudah menjadi rutinitas kami berdua
untuk berangkat bersama kesekolah.
“Iyaa, tunggu kunci rumah dulu” oh iya, hanya ingin memberi tahu kalau aku tinggal sendiri dirumah,
orang tuaku sudah bahagia dengan keluarga baru mereka, tapi tenang saja aku masih harmonis
dengan kedua orang tuaku.
Setelah mengunci pintu dan gerbang aku segera naik keatas motor milik Reno dan mulai
berangkat kesekolah, diperjalanan kami isi dengan tawa dan canda dengan cerita yang sangat
random. Hingga tak terasa kami sudah ada diparkiran sekolah, pasang mata tertuju pada kami
berdua yang baru sampai diparkiran sekolah, sudah menjadi kebiasaan sebenarnya karena mereka
mengira kami memiliki hubungan lebih dari seorang teman. Kami abaikan pandangan orang orang
dan lebih memilih masuk kedalam kelas.
“Beneran Ra?” tanya tiba tiba dari Santi membuatku mengerutkan dahiku binggung, apa
maksudnya? “Hah? Apasi gajelas banget deh” ucapku yang duduk dibangku sebelah Santi
“Kamu, sama Reno beneran cuman temenan? Gini loh Ra, kalian tuh kalau dliat liat kaya lebih dari
itu, siapa coba yang bakal percaya kalau kalian nempel mulu gini kaya perangko? Gada! Gada yang
percaya!” aku mendengarkan ucapan Santi, sebenarnya dia mengucapkan ini bukan hanya hari ini
tapi sering, dia juga salah satu sahabat terdekatku semenjak kelas 1 SMA dan bisa kalian bayangkan
berapa kali dia bilang begitu selama hampir tiga tahun.
“Mulai deh bawelnya, udahlah kan udah sering aku bilang aku sama Reno itu cuman sahabatan.
Just friend” tegasku kepada santi “Naraya, aku cuman mau ingetin kamu kalau dalam pertemanan
cewe dan cowo itu engga ada yang namanya pure temenan pasti salah satu diantara kalian ada yang
suka, entah itu kamu atau dia. Kalau kamu gasuka Reno, mungkin Reno yang suka kamu, didunia ini
engga ada yang ga mungkin” ucapan Santi menjadi penutup berbincangan kami, setelah Santi selesai
bicara bel masuk pun berbunyi nyaring.

>\\\<

Tak terasa bel pulang pun berbuyi nyaring, yang menandai pelajaran hari ini sudah selesai
dilaksanaka. “Door! Dari tadi aku perhatiin kamu ngelamun terus deh mikirin apasi Ra?” aku melihat
ke arah Reno lalu tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Gapapa, ayo pulang pengen tidur
ngantuk banget nih” ucapku dengan tatapan yang dibuat buat, Reno tertawa melihatku yang pura
pura menguap” kami berduapun keluar dari kelas dan pergi menuju parkiran ketempat dimana
motor Reno berada.
Selama diperjalanan jujur saja ucapan Santi selalu terputar diotakku “pertemanan cewe dan
cowo itu engga ada yang namanya pure temenan pasti salah satu diantara kalian ada yang suka,
entah itu kamu atau dia.” Apa itu benar? Apa Reno menyukaiku? Apa selama ini dia menyukaiku?
Aahh sial, kenapa ini membuat kepalaku pusing dan tanpa sadar aku mengacak rambutku sendiri.
“Heh, ngapain sih Ra kaya orang stress aja kamu” tanya Reno yang melirik ke arah kaca spion, aku
hanya bisa tersenyum menampilkan deretan gigi rapih ku.
Sesampainya dirumah, Reno menahan tanganku saat aku akan masuk kedalam rumah. Aku
menaikan kedua alisku seperti berucap “iya, kenapa?” Reno tersenyum memamerkan deratan
giginya kepadaku lalu berucap “Nanti malem jam 8 temenin aku ke taman ya, sebentar aja. Ada yang
pengan aku omongin sama kamu, janji engga akan lama” aku hanya meresponnya dengan sebuah
anggukan karena kepalaku masih pusing akibat tadi.
Waktu sudah menunjukan jam 19.30, sembari menunggu Reno menjemput, aku siap siap dengan
menggunakan sweater karena diluar mendung dan sangat dingin. Sekitar pukul 19.45 Reno sudah
ada didepan rumahku menggunakan mobil, takut kehujanan katanya. Selama diperjalanan didalam
mobil tak seperti biasanya sangat hening, aku yang masih sibuk memikirkan bagaimana bila memang
benar Reno menyukaiku sedangkan Reno yang fokus menyetir seolah olah tak ingin di ganggu.
Sesampainya kami ditempat tujuan, aku dan Reno langsung turun dari mobil menuju bangku
kosong tepat disebelah lampu taman. Setelah aku dan Reno mendudukan diri, suasana masih terasa
hening, sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku memutuskan untuk mendongak keatas melihat
bintang bintang yang sangat cantik, Reno pun sama halnya melakukan apa yang aku lakukan. Hingga
sampai akhirnya Reno pun membuka suara.
“Ra, kalau misalnya aku bilang suka sama kamu, kamu kaget ga?” ucap Reno tanpa mengalihkan
pandangannya, aku menoleh kearah Reno sejujurnya aku kaget sangat kaget, tapi aku membuat
diriku seolah olah tak terkejut. Aku menjawabnya dengan candaan sambil tertawa “Ya engga kaget,
wajar aja sih aku kan cantik, hehe” tapi saat Reno melihat ke arahku wajahnya sangat serius, “Tapi
Ra, aku bener-“ belum selesai Reno berbicara, sudah kupotong akibat hujan turun “Ren, ujan ayo
pulang. Ini bakal deres nih kayanya” setelah berucap tanpa menoleh kebelakang aku lari ke tempat
mobil Reno di parkirkan, “huft, terimakasih hujan karena menyelamatkanku dari kecanggungan”

>\\\<

Pagi harinya Reno menjemputku namun tidak seperti biasanya, dia lebih banyak diam yang keluar
dari mulutnya hanya “iya”, “engga”, “gatau”, sungguh bukan Reno yang ku kenal. Sesampainya di
sekolah dia mendahuluiku berangkat ke kelas, “Marahan sama Reno, Ra?” tanya Santi saat aku
sudah duduk dibangku, aku hanya menjawab dengan menggangkat kedua bahuku “Kenapa sih? Sini
cerita” Santi menopang kedua pipinya seperti sudah siap mendengar aku bercerita, aku menghela
nafas sebelum memulai cerita.
Aku mulai menceritakan kejadian kemarin malam saat aku dan Reno pergi ke taman “What?!
Seriusan, Ra?” teriakan Santi membuat kami menjadi pusat perhatian di dalam kelas, untung saja
Reno sedang tak dikelas. “Terus aku harus gimana San? Aku bingung, jujur aku gada rasa suka sama
dia, aku anggap dia pure sebagai teman ga lebih” aku menenggelamkan kepalaku dilipatan tangan
diatas meja, Santi mengusap pundakku berusaha menenangkanku. “Tapikan kalian...” aku menatap
Santi dengan tatapan lesu “Iya San, aku tau...”

>\\\<

. Bel pulang sekolah pun berbunyi, selama pelajaran aku tidak fokus dan terus memikirkan ucapan
Reno semalan. Cuaca hari ini mendung dan untung saja aku membawa payung, ku melihat Reno dari
kejauhan dengan langkah buru buru. Saat sudah sampai didepanku Reno tiba tiba menarik tanganku
“Ren, mau kemana?” ucapku yang mengikutinya dari belakangan, dia tak menjawab pertanyaanku
tetapi pertanyaanku terjawab saat kami sudah berada di taman belakang sekolah.
. “Ra, tentang ucapanku yang kemarin... Aku serius, aku suka kamu. Entah kapan rasa ini datang tapi
aku serius, rada aneh emang tiba tiba aku suka kamu. Tapi apa aku salah suka sama sahabatku
sendiri? Ra, tolong peretimbangkan ya untuk jadi milikku” Reno meraih kedua tangganku dengan
wajah yang terlihat seperti memohon.
. “Suka sama sahabat sendiri emang engga salah, tapi kenapa harus aku? Ren, jujur aku anggap kamu
sekedar sahabat aku aja ga lebih. Sebelumnya terimakasih karena kamu udah suka sama aku tapi
maaf, kalau untuk jadi milikmu... aku gabisa. Ren, apa kamu lupa? Tuhan kita berbeda, dari awal kita
memang ditakdirkan hanya untuk saling mengenal bukan saling memiliki. Kamu engga bisa ambil aku
dari tuhanku begitupun sebaliknya, cukup ya Ren, Kita udah kelas akhir sebaiknya kita belajar untuk
mau jadi apa nanti kita kedepannya. Kita harus sukses dulu Ren, semoga kita bisa menemukab
kebahagiaan kita masing masing” aku melepaskan genggaman tangan Reno, air sudah jatuh ke atas
kepalaku sepertinya hujan mulai turun. Saat aku membalikan badanku untuk berlari tiba tiba
tanganku dicekat oleh Reno.
. “Aku yang akan ngalah, aku bakal pindah keagamamu” hujan mulai turun mengguyur kami, dua
remaja yang sedang terjebak di lingkaran sahabat jadi cinta “Jangan bodoh Reno, aku bakal marah
kalau kamu bener melakukan hal tersebut!” setelah mengatakan hal tersebut aku berlari tanpa
menoleh kebelakang, aku marah, aku marah pada Reno yang dengan mudahnya mengucap ingin
pindah agama. Reno bodoh.

>\\\<

7 tahun kemudian
. Sudah terhitung tujuh tahun lamanya semenjak kejadian itu kami disibukan oleh banyak ujian dan
prakter, belum lagi persiaan untuk melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah. Setelah kelulusan juga
aku dengar Reno melanjutkan kuliah di Jerman, setelah pengungkapan Reno kepadaku kami berdua
seperti dua orang asing yang tak prnah kenal.
. Oh iya tepat dua tahun lalu aku menikah dengan kaka tingkatku, ia memiliki kepribadian yang baik,
bijaksana, tegas, dan tentunya bisa menjadi imam yang baik. Aku hidup bahagia dengan keluarga
kecilku sekarang “Assalamualaikum, sayang aku pulang” itu suamiku “waalaikumsalam mas, makan
dulu yuk, sudah ku siapkan goreng ayam bumbu kecap kesukaan kamu” ucapku menyalami tangan
suamiku itu dan mengajak untuk pergi ke meja makan.
. Beginilah hidupku sekarang menjadi ibu rumah tangga dan ibu dari satu anak, aku bahagia sekarang
dan semoga Reno pun bahagia di sana. Selamat tinggal masa mudaku, terimakasih karena sudah
meberiku rasa asin, manis, pahitnya kehidupan.

Selesai

Anda mungkin juga menyukai