Anda di halaman 1dari 5

MERENUNG DALAM JIWA

Jika kecewa adalah perasaan yang muncul akibat terlalu banyak berekspektasi tinggi pada
manusia, maka bersiaplah jika terus menerus merasa dikecewakan karena pemilik hati
sebenarnya hanyalah perasaan kita sendiri. Hari demi hari berganti yang mengawali pagiku
untuk berangkat kerja, ditemani secangkir kopi hangat yang membuatku merasa semangat
mengawali pagi hari. Hati yang pernah ada namun tak terbalaskan hanya sebuah halusinasi
yang menjadi-jadi. Kamu, hanya sebuah kata yang tersirat dengan banyak makna. Apakah
kamu hanya orang yang terlintas dalam anganku atau kamu yang aku semogakan. Aku berharap
ini menjadi kehidupan bahagia untukku, atau akan menjadi cerita menyedihkan untukku.
07.00 AM.
Sambil berjalan menuju kantor karena jarak dari apartemenku lumayan dekat. Dalam
perjalanan di setiap malam aku selalu terpikir, bagaimana bisa dia hanya mengenalku saja
padahal dia adalah orang terpenting di sini, di perusahaan yang sama. Pasti aku berhalusinasi
deh, mana ada cowok sekeren Reno hanya mengenalku saja, “Ah, loe sadar Karin..!” sambil
mencubit pipi kanan dan kiri agar dia tersadar dari kalimat yang barusan di ucap. Sesampainya
di kantor berjalan menuju ruanganku. Di depan lift sambil merenung dalam diri, apakah aku
dianggap ada oleh dia yang tak pernah tahu akan perasaanku padanya. Apakah dia berhak tahu
ataukah dia tidak pernah tahu, lalu sampai kapan perasaanku menghantui sebagaimana aku
memiliki perasaan padanya. Seketika dia datang dari belakang dan mengagetkanku.
“Hey Rin loe darimana aja, gue cariin tau!” tangan Reno merangkul bahuku dengan cepat.
“Apaan sih No main rangkul-rangkul malu tau banyak orang nih. Singkirkan tangan loe dari
bahu gue sekarang cepet!” gerutuku sambil nada suara kesal.
“Gitu aja ngambek, kesambet apa loe semalem. Marah-marah mulu,” ucapnya.
“Ehh Rin abis kerja kita makan malem bareng yuk, gue traktir deh anggap aja ini balas jasa
buat loe yang udah bantu gue presentasi buat iklan produk kemaren thanks Rin,” imbuhnya
dengan senyum menyingrai dengan anehnya.
“Serius loe traktir gue, dalam suasana apa loe bisa langsung traktir gue!” melihat ke arah Reno.
“Ya ngga ada apa-apa sih balas jasa aja kemaren kan loe udah bantuin gue presentasi, gimana
loe mau ngga?” ucapnya.
“Iya ya, tapi nanti ya gue lagi banyak kerjaan numpuk nih.”
“Oke selamat bekerja Karina gue tunggu di lobi nanti,” ucap Reno.
08.00 PM.
“Rin..Karin woy!”
“Apaan sih loe No, berisik deh suara loe itu ya bagaikan hujan beserta suara petir tau!”
“Yee, malah bercanda nih bocah. Ayok jadi ngga?”
“Iya jadi ah bawel loe, cepetan gue udah laper banget soalnya.”
“Ye dasar, loe tunggu sini ya gue ambil motor dulu.”
Dialah Reno yang selama ini aku renungi, aku kagumi. Dia pintar, berbakat, dan dia baik ke
semua orang di perusahaan ini, tapi ada satu yang banyak orang tidak tahu mengenai dia adalah
dia selalu ceroboh apapun itu, itulah seorang Reno. Namaku yang selalu diucapkan olehnya
setiap kali dia ingin meminta tolong ataupun hanya mendengarkan curhatan dia yang ngga ada
habisnya. Aku menyukainya sejak lama, sejak kita pertama kali bertemu saat pertama masuk
kerja, kita berada di ruangan yang sama semenjak aku melihat dia, dia terlihat menarik, baik,
perhatian dan ngga lupa dia keren juga kalau dilihat-lihat. Dan hingga saat ini aku masih
menyukainya, namun rasa itu masih terpendam dalam jiwa yang tidak seharusnya bersemayam
terus menerus. Entah harus sampai kapan aku menunggu seperti ini.
“Loe mau makan apa Rin?” kata Reno.
“Eh-em terserah deh No, gue ngikut aja. Loe sering banget kesini buat makan?” tanyaku sambil
melihat sekeliling arah tempat makan.
“Ngga juga, tapi gue pengen rekomendasi kalau di sini tempatnya tuh nyaman banget,
pemandangannya juga enak dilihat, gimana kalau lain waktu kita adain acara meeting di sini,
keliatannya seru, iya ngga Rin?” dia langsung menatapku dengan tatapan penuh makna.
“Ehh iy-ya No, setuju gue,” seketika hati ini terhanyut dengan sendirinya melihat tatapan dia
tersenyum dengan caranya sendiri.
“Gue anterin loe pulang ya Rin, sekalian gue mau ambil paper yang ketinggalan di rumah Prisil
kemaren,” hatiku berdegup ketika dia menyebutkan nama seseorang yang sebelumnya akupun
belum mengenalnya.
“Pr-prisil, siapa dia?” kataku dengan nada suara gugup.
“Temen gue, tapi dia juga ada di satu perusahaan bareng kita.”
“Prisil siapa, kok gue ngga pernah tahu ada nama Prisil di perusahaan kita, loe ngarang ya?”
kataku sambil menatap pandangan Reno.
“Ada, loe pasti bakal tahu nanti, yuk balik!” imbuhnya.
10.00 PM.
“Makasih ya Rin, udah mau makan malem bareng gue tadi,” ucapan Reno dengan wajah
tersenyum lebar di hadapanku.
“Apaan sih No, gue yang harusnya makasih ke loe udah traktir gue tadi, dan loe udah anterin
gue pulang, sering-sering ya No,” disaat itulah aku sadar bahwa dia tertawa lepas berharap
hanya untukku saja.
“Yee, malah bercanda nih. Iya ya gue yang bakal traktir loe lagi.”
“Udah ya Rin, gue balik dulu,” ucap Reno sambil memakai helm dan menyalakan motornya.
“Eh No, masalah yang tadi gue tanya ke loe tentang Prisil gimana, siapa sih dia?” tanyaku.
“Ada besok gue tunjukkin ke loe deh. Jangan lupa besok presentasi, siapin paper loe dengan
baik, semangat Karin!”
“Iya, makasih No. Loe besok ada kan di presentasi gue, awas kalau loe ngga ada ya!” sahut
Karin dengan nada meledek.
“Iye bawel, gue besok ada tenang aja. Udah ah gue balik dulu takut kemaleman, dahh Karin,”
ucap Reno.
Seberapa dia kenal dengan Prisil. “Apakah Prisil teman kuliah Reno?” seberapa lama dia dekat
dengan Prisil. Apa lagi ini, apa yang belum aku tahu tentang Reno sepertinya sudah semua,
makanan dia, acara tempat favorit dia, hal yang dia ngga suka, musik kesukaan dia, band rock
kesukaan dia, hal kecil yang dia suka, minuman boba kesukaan dia, baju yang selalu dia pakai.
Dan yang belum aku tahu tentang Reno adalah perasaan dia denganku seperti apa. Apakah aku
harus beritahu dia, sepertinya tidak, jangan sekarang Karin. “Mending loe fokus sama
presentasi loe besok, ayok Karin yuk bisa yuk.” Hingga larut malam Karin terlelap di meja
kerjanya hingga dia terbangun di pagi hari.
07.00 AM.
Pagi hari pun tiba, seperti biasa aku harus bergegas untuk berangkat kerja. Tidak bisa
terbayangkan setiap hari aku harus bertemu dengan Reno setelah kemarin dia mengantarku
pulang dan makan bersama. Di saat itulah semangatku datang bukan karena kopi yang setiap
pagiku minum namun. Karena dia, Reno Darmawan. Sudah hampir enam tahun aku berteman
dengan dia, dan sudah berapa lama perasaanku terbelenggu di dalam jiwa namun aku tak berani
untuk mengungkapkannya, aku memang terlalu egois pada perasaanku sendiri namun aku lebih
mengutamakan pertemanan kami untuk selamanya, sampai kapan? Entahlah, sampai dia sadar
bahwa ada seseorang yang selalu menemani dia di kala senang maupun sedih. Itulah aku Karina
yang selalu mendahulukan kepentingan orang lain dibanding dirinya sendiri.
“Rin…Karin!” sapa Reno setiap kali melihat Karin tiba di kantor.
“Gimana, loe udah siapin papernya buat presentasi nanti?” sahut Reno.
“Udah dongg, masa belum sih emang loe yang ceroboh, gara-gara paper loe ketinggalan, gue
yang ganti loe presentasi.”
“Ya maaf deh, namanya juga Reno Darmawan, mana ada sih yang ngga pernah ceroboh,
ceroboh terus kali ha ha.” Itulah Reno yang selalu ceroboh dengan apa yang ada dalam dirinya,
namun dari situlah aku tidak terlalu memikirkan bagaimana dia, dan perasaanku tidak pernah
berubah sejak awal bertemu dengannya. Di ruangan kantor, ketika presentasi akan segera
dimulai dengan sigap Reno datang menemuiku dengan tangan kiri yang sudah siap membawa
laptop, dan paper ditangan kanannya.
“Rin, udah siap, Ayok!”
“Kok loe disini bukannya loe udah ada di ruangan tadi?” pikirku.
“Paper gue ketinggalan Rin jadi gue balik lagi.”
“Ahh loe sukanya gitu deh, apasih yang ada di otak loe selain ceroboh Reno,” ucapku sambil
tersenyum ke arahnya.
“Ada, loe! Ayok buruan Pak Farhan udah nungguin tuh.” Hati yang berdebar-debar, entah
mimpi apa semalem seketika hatiku menari-nari dihadapan dia. Dengan menyebutkan aku
sebagai orang yang dia pikir seketika senyuman ini langsung tertuju untuknya.
Ketika presentasi akan segera dimulai dengan wajah yang tersipu malu melihat tatapan Reno
yang tertuju padaku. Seketika itu juga hatiku lenyap bagaikan deburan ombak yang mengenai
karang. Tiba-tiba melihat Reno disapa oleh salah satu teman kerjanya entah siapa dia,
sepertinya Reno belum pernah cerita tentang perempuan itu. Tanpa pikir panjang akupun tetap
melanjutkan presentasi yang sudah aku buat semalaman suntuk. Setelah presentasi selesai,
Reno datang menemuiku dan dia memperkenalkan seseorang yang tadi berada di sebelah
tempat duduk bersama Reno. Reno memperkenalkan Prisil dihadapanku bahwa dia adalah
teman Reno sejak kuliah dan memang benar dia bekerja di perusahaan yang sama dengan kita,
aku dan Reno. Ternyata selama ini yang aku pikir tentang Prisil benar adanya, Prisil memang
dekat dengan Reno seperti yang aku ketahui saat presentasi tadi, aku dapat melihat bagaimana
Reno berbicara pada Prisil, melihat tatapan Reno dengan Prisil aku jadi paham bahwa mereka
bukan hanya teman saat kuliah saja.
“No, kok loe ngga pernah cerita ke gue sih tentang Prisil?” imbuhku dengan nada yang
bertanya-tanya.
“Buat apa gue ceritain Prisil ke loe, ngga penting juga buat loe kan Rin ha ha,” sahut Reno
dengan suara ketawa yang keras hingga satu bagian ruangan terdengar.
“Sssttt berisik loe, bukannya gitu Reno Darmawan, tadi gue ketemu dia kaya orang bego ngga
tahu siapa dia, ah loe hancurin reputasi gue deh,” gerutuku dengan nada kesal.
“Ya maaf deh Rin, jangan ngambek gitu dong?” sahutnya, sambil tangan dia mengusap
rambutku dengan pelan.
Dalam hatiku, entah sudah berapa tahun aku tahu tentang dia, tahu kesukaan dia, tahu hal apa
yang dia suka. Tapi apakah hanya aku saja yang tahu segalanya tentang dia sedangkan dia
tidak. Apakah dia selalu menganggapku sebagai seorang teman saja dan tidak lebih.
Seketika aku ingin melontarkan perasaanku untuknya, namun aku masih ragu dengan
kenyataan. Apakah aku terlalu pengecut pada perasaanku sendiri, atau aku yang terlalu takut
pada pertemanan kita. “Karin, ayok loe harus paham. Loe sama Reno udah lama sahabatan!”
tanpa berpikir panjang aku redam perasaanku lagi untuk yang kesekian kalinya.
Hari demi hari berganti. Perasaanku akan selalu terpati untuk dia tetapi bagaikan pungguk
merindukan bulan yang tidak tahu kapan harus berlayar. Apakah aku harus menunggu waktu
memihak padaku. Hingga sampai saat ini aku kehilangan dia, kehilangan sesosok orang yang
pernah ada untukku, dia sudah tidak seperti Reno yang aku kenal, dia sudah berubah, dia tidak
pernah menghubungiku, dia tidak pernah lagi menyapaku. Hingga suatu hari aku mengetahui
dari teman kerjaku bahwa ada seseorang yang aku suka selama bertahun-tahun akan
melangsungkan pernikahan dengan seorang perempuan yang pernah dikenalkan padaku.
Hingga akhirnya aku tersadar tepat di atas meja kerjaku terdapat sepucuk surat undangan yang
aku sudah menduganya. Benar, dia adalah Reno Darmawan dan Prisilia. Aku sudah merasakan
bagaimana Reno melihat kearah Prisil, bagaimana Reno berbicara pada Prisil. Seperti yang
tidak aku ketahui, bagaimana bisa dia merahasikan perasaan dia untuk Prisil sedangkan dia
tidak pernah cerita apa-apa padaku.
Apakah selama ini perasaanku seperti terombang ambing bagaikan lautan lepas atau aku terlalu
lama memendam perasaanku untuknya hanya karena sebuah rasa takut. Takut yang terus
menerus bersemayam dihatiku. Takut jika pertemanan kita tidak seperti dulu lagi, takut kalau
kita tidak bisa saling bercanda lagi, takut jika kalau aku dan dia seperti orang asing. Apakah
ini jawaban dari sebuah harapan yang terlalu tinggi yang tidak pernah terungkap dan menjadi
rasa penyesalan dan kekecewaan yang aku rasakan selama ini. Jikalau aku mengetahui ini
adalah akibat yang aku rasakan, aku tidak akan pernah untuk terus menerus memendam
perasaanku untuknya. Jika aku tau kecewa akan datang di akhir cerita, semakin cepat aku
mengetahuinya semakin banyak hal yang harus aku hilangkan seperti perasaanku untuknya.
Mungkin dengan aku bisa memahaminya sedari awal, dengan memahaminya adalah kunci
mengatasi kekecewaan yang aku rasakan selama ini.
BIODATA :
Nama : Dyah Pawestri Nurhutami
Alamat : Jln. Masjid No.63 RT 01 RW 01 Sidanegara Cilacap Tengah
Instagram : @dyhpn_24

Anda mungkin juga menyukai