Anda di halaman 1dari 24

23 November 2021

18.52

Halo, selamat malam semua. Malam ini, sebelum aku menceritakan kisahku beberapa tahun
silam. Aku ingin mengenalkan diriku terlebih dulu, perkenalkan namaku Araa Clarissa. Aku
merupakan putri tunggal dari sepasang suami-istri mantan preman dan mantan playgirl haha. Aku
tinggal di Jawa Timur, tidak usah dicari daerah mana karena aku tidak akan menyebutkan kota
tempat tinggalku. Umurku saat ini 25 Tahun dan aku belum menikah, sebenarnya aku akan baru
menulis pagi tadi tapi berhubung hujan seharian dan aku juga harus menyelesaikan deadline
pekerjaanku maka malam ini aku akan memulai mengingat kembali kenangan-kenangan yang masih
aku simpan rapi didalam memoriku. Berbekal angsle yang baru saja aku beli sepulang dari kantor, ya
aku kantorku saat ini sudah menerapkan WFO tapi sistemnya bergantian dan tidak full. Mungkin
bulan depan aku akan WFH lagi mengingat pandemi masih belum sepenuhnya membaik di
Indonesia. Semoga lekas selesai ya! Aku sudah lelah jika harus WFH seharian menghadap laptop
tanpa teman ngobrol.

Oke saatnya aku akan bercerita


BAB 1

KENAL

2016

Sebenarnya pagi ini aku malas jika harus berangkat untuk jalan sehat dalam acara ulang
tahun hari jadi kotaku, tapi jika tidak melakukannya maka aku akan diberi sanksi oleh pihak sekolah
dan juga selesai acara jalan sehat aku harus pergi ke gedung kesenian untuk latian bersama teman-
temanku. Belum lagi sorenya aku harus rapat bersama teman-teman organisasi Osisku dan malamya
aku harus latihan band untuk festival musik. Ya, aku memang sangat sibuk karena aku mengikuti
lebih dari 2 eskul disekolahku dan aku juga merupakan anggota osis. Bayangkan saja selain jadi
anggota osis yang sangat sibuk, aku juga mengikuti eskul paduan suara, ngeband, musik tradisional
dan musikalisasi puisi. Kalau kalian bertanya kenapa semua musik, karena aku tertarik dengan musik
meskipun tidak begitu menguasai alat musik setidaknya aku memiliki suara yang bagus haha.

Aku berangkat dari rumah jam 5.15 karena jalan sehat diadakan pukul 06.00 di alun-alun
kota dan aku masih harus mencari teman-temanku karena semua sekolah dari SD-SMA berkumpul
disana, bayangkan betapa ramainya disana nanti dan untungnya aku sudah mengabari teman
sebangkuku Dian untuk bertemu di alun-alun pintu utara karena lebih dekat di garis start. Sesampai
disana aku masih belum menemukan batang hidung Dian, dan sesuai dugaanku dia akan datang telat
karena ke sekolah saja sudah sering telat apalagi acara seperti ini

“Dian, suwene kon astaga” ( Dian, lamanya sekali kamu astaga)

“Hehe yaopo maneh, aku mager kate budal. Kon pisan laopo keisuken jare. Kate ngancani
tukang sound ta?” ( hehe yaapa lagi, aku mager mau berangkat. Lagian kamu terlalu pagi.
Mau nemenin tukang sound?)

Setelah perdebatan kecil yang biasa aku lakukan bersama Dian, akhirnya kami memutuskan
untuk mencari teman-teman kelasku dan berkumpul bersama mereka. 5 menit aku dan Dian
mencari keberadaan temanku akhirnya kami menemukannya, pas didepan masjid alun-alun
bersegaram biru laut dan putih. Salah satu teman sekelasku melambaikan tangannya untuk memberi
sinyal bahwa mereka berkumpul disana.

“Nang ndi ae awakmu rek, suwene” (kemana saja kalian, lama sekali) ucap salah satu
temanku bernama Lita

“Yo iki ngenteni tuan putri” (ya ini nungguin tuan putri) kataku dengan melirik dian dan dian
memamerkan senyum khasnya

Dan kamipun mengakhiri pembicaraan dengan bercanda sebelum salah satu temanku bernama
Sadid memanggilku

“Ar, ara mreneo lah” (Ar, ara kesini lah)

“Haa opo??” (haa, apa?)

“Eh aku dikandani rifqi, jarene musik kolaborasine kene kate dimelokno festival far, kon
gelem ta?” (eh aku diberitahu rifqi, katanya band kita akan diikutkan festival far, kamu
mau?)
“Loh kok ndadak, did” (loh kok mendadak, Did)

“ Yo embo, ojok takon aku, takono Rifqi ae. Yaopo? Gelem gak? Gelem yo? Yo? Oke?” (ya
gatau, jangan tanya aku, tanya Rifqi saja. Bagaimana? Mau gak? Mau ya? Ya? Oke?)

“Iyowes oke, tapi susulen koyok biasane” (Oke, tapi jemput aku seperti biasa ya)

“Oke siap nyonya”

P.S Sekedar informasi, bahwa aku dan sadid adalah teman baik, aku mengenalnya pada saat kelas 10
saat pembentukan anggota lomba musik tingkat provinsi. Dan kebetulan rumahku dekat dengan
rumah Sadid, jadi aku suka nebeng dengannya haha. Kelas 11-12 SMA kita juga sekelas, jadi bisa
dibayangkan bagaimana pertemanku dengan Sadid hingga saat ini. Dia adalah salah satu teman
terbaikku.

Setelah acara jalan selesai, langsung pergi bersama Sadid dengan menggunakan motor
repsolnya yang saat itu menjadi motor dambaan para laki-laki. Saat aku melewati segerombolan
anak-anak bersama Sadid, sontak mereka melihatku dengan tatapan iri. Pertemananku dengan Sadid
sering disalah artikan oleh teman 1 sekolah. Mereka mengira aku memiliki hubungan dengannya
apalagi dengan status Sadid sebagai anak tunggal dan akupun begitu. Dan juga, Sadid merupakan
anak orang kaya yang memiliki minimarket dan rumah makan yang semakin meyakinkan mereka
bahwa aku memang memiliki hubungan dengan Sadid, padahal tidak! Argh!

Setelah sampai digedung kesenian, aku masih belum menemukan teman-teman yang artinya
mereka belum datang. Hanya aku dan Sadid, akhirnya kami memutuskan untuk membeli beberapa
cemilan seperti cilok, cireng dan berbagai macam awalan “ci” lainnya, jangan lupa es susu kedelai
selalu jadi andalan. Setelah puas menjajaki setiap jajanan yang berada di sekitar gedung kesenian,
akhirnya aku kembali lagi ke gedung kesenian dan disana sudah ada beberapa anak yang sudah
berdatangan

“Teko endi?” (dari mana) tanya Arief kepadaku dan Sadid

“Yo njajan le, wong aku gowo jajan berarti mari njajan” (Ya cari kue la, sudah tahu aku bawa
kue berarti habis cari kue

“Awuh, biasa le” (aduh, biasa dong)

“Hahaha iyo iyo guyon aku rief, tututu arief rek ngamok” (hahaha, iya iya bercanda aku rief,
tututu Arief ngambek ini)

“C*k gilani kon did” (c*k menjijikkan kamu did)

Aku menatap mereka berdua terasa geli, ya memang Sadid dan Arief bisa dibilang salah satu
anggota yang sering bertengkar karena hal-hal yang sepele. Mereka sama-sama tempramental dan
gampang marah tapi yang membuat aku heran, pertemanan mereka tetap berjalan hingga saat ini.
Ya, meskipun dibalik lama pertemanan itu sudah banyak pertengkara yang mereka lalui dan aku
menjadi saksi dari pertengakaran mereka. Setelah menyaksikan kegelian yang cukup membuat
perutku mulas, akupun bergegas masuk kedalam gedung kesenian disusul dengan teman-temanku
yang lainnya. Setelah menunggu sekitar 10 menit, pelatih kami akhir pun datang bersamaan dengan
ketua musikku yang bernama Rifqi dan 1 anak laki-laki berhoodie merah!
Tunggu siapa itu?! Batiknku saat melihat dia, ya karena aku baru pertama kali melihat laki-
laki itu dan aku pikir Rifqi sedang menyewa seseorang untuk memainkan salah satu alat musik
tradisional, mengingat hanya Arief dan Tama yang mampu memainkan alat musik tradisional dan
sisanya ZONK ! hahaha

“Rif, iku rifqi gowo arek teko sekolah liyo ta?” (rif, itu Rifqi membawa anak dari sekolah
lain?) bisikku pada Arief

“Matamu ra, iku Alfa teko MIPA 5 konco sak kelasku, mosok kon gaero ta ra?” (matamu ra,
Alfa dari MIPA 5 teman sekelasku, kamu gak tahu?)

“Engga, aku baru ero saiki” ( Engga, aku baru tahu sekarang)

“Oiyo seh, kon kan arek IPS gakiro eroh” (Oiya deng, kamu kan anak IPS gak mungkin tahu)

“Ih anjir” (ih anjir

“Lah kan bener, kon arek IPS kan” (lah kan bener, kamu anak IPS)

“Iyo seh” (Iya deng)

“Laiyo bener, pisan dee gak pencilakan koyok awakmu dadi gaonok sg ero” (lah bener kan,
dia juga gak banyak tingkah gak kayak kamu jadi gaada yang begitu kenal dia)

“AAARRIEEFF megelnoo kah” (arieff nyebelin)

“hahaha”

Dan tiba-tiba saja saat laki-laki itu mulai duduk

“Fa, Alfa, araa jaluk kenalan” (alfa, alfa, ara minta kenalan)

“Ariefff setan!!

Dan, percakapanku dengan arief berakhir dengan aku marah kepadanya karena sudah menjailiku.
Pantas saja Sadid suka jengkel dengannya karena dia sangat jahil hih, sebal.

Dan tidak sengaja aku dan laki-laki itu saling memandang, 10 detik.
BAB II

Hoddie merah

Januari 2022

Halo semua, maafkan aku terlalu lama untuk melanjutkan cerita ini. Aku benar-benar sibuk
dan aku sempat melakukan self healing karena hari-hariku sungguh buruk. Sepertinya aku akan
resign dari kantorku dan mencoba mencari pekerjaan baru. Aku tertarik untuk menjadi guru les
privat, berinteraksi dengan anak-anak adalah hal yang sangat menyenangkan untukku

Kalian apa kabar? Tetap jaga kesehatan ya, karena covid masih belum menghilang dari Indonesia

Aku ingin sedikit bercerita sebelum aku melanjutkan kisah ini, akhir-akhir ini aku kecanduan
lagu-lagu dari BTS dan sepertinya aku akan menjadi seorang Army. Memang sangat telat bagiku
mengenal BTS karena aku dari dulu tidak tertarik sama sekali dengan dunia Kpop, aku lebih
menyukai Kdrama. Tapi, BTS sering lewat di FYP tiktokku dan sepertinya aku Army jalur fyp tiktok.
Aku mulai menonton beberapa video dari mereka dan hampir semuanya membuat aku tersentuh
dan perjuangan mereka membuat aku termotivasi

Aku harap kalian pun begitu, menyukai idola kalian dan termotivasi untuk sukses seperti
mereka. Aku berdoa yang terbaik untuk kalian semua, semangat dan bahagia selalu ya ! <3

Oke sepertinya sudah cukup curhatnya. Aku akan kembali bercerita

Setelah 2 jam latian akhirnya kami memutuskan untuk berhenti dan dilanjutkan besok siang
seperti biasa. Aku sampai rumah pukul 15.00 karena aku masih berkeliling untuk membeli beberapa
cemilan dirumah nanti haha. Oiya, aku pulang bersama Sadid karena seperti yang aku bilang,
rumahku dengannya cukup dekat dan kamipun teman sekelas dan sangat akrab jadi aku
memanfaatkan keakraban itu untuk menebeng, sebenarnya aku bisa saja nebeng Alfa karena dari
yang aku dengar rumah Alfa jauh lebih dekat dari rumahku daripada dengan rumah Sadid , tapi aku
tidak cukup kenal dengan dia, tahu wajahnya saja tadi siang saat latihan.

Sesampainya dirumah, aku disambut oleh ibuku. Seperti biasa, dia berjalan kedepan pagar
untuk membukakanku pagar padahal aku bisa sendiri dan dia mengucapkan terimakasih kepada
Sadid karena sudah mengantarkan aku. Akupun langsung masuk ke kamar untuk berganti baju lalu
mandi dan makan. Malamnya aku menikmati kegabutanku dengan rebahan di kamarku sambil
melihat chat Line. Yahhhh beginilah aku setiap malam kalau tidak ada tugas, mau belajarpun kadang
aku bingung apa yang harus aku pelajari, apakah kalian ada yang sama denganku? Jika ada mari kita
berpegangan tangan. Notif HPku cukup rame dengan chat grup kelas, angkatan, osis dan eskul
kolaborasi. Asal kalian tahu, grup eskul ini baru saja dibentuk tadi siang karena untuk kepentingan
informasi latihan festival nanti. Aku selalu nimbrung di grup chat kecuali di grup osis karena aku tidak
bisa menggapai percakapan mereka yang sangat sulit untuk diterjemahkan di otakku. Semakin
malam grup chatnya semakin ramai dan tiba-tiba ada chat personal yang masuk di lineku dan itu dari
Alfa

“Foto profilmu lucu ar”

“Iya makasi Alfa”


Aku tidak terlalu memperdulikan chat Alfa karena bagiku tidak terlalu penting dan setelah
dia mengirim pesan seperti itu dan aku membalasnya, kamipun tidak ada pembicaraan apapun. Dan
malam itu berlalu begitu saja

Hari-hari berikutnya akupun melaksanakan aktivitas seperti biasa, latihan eskulpun hanya
dilakukan seminggu 2 kali karena jadwal bertabrakan dengan even disekolahku dan sebagian besar
anak eskul kolaborasi adalah anak Osis dan MPK. Jadi kamipun harus membagi tugas dengan baik
dan untungnya juga jadwal festival masih lama diadakan jadi kami masih bisa fokus untuk mengurus
event sekolah. Semua begitu lancar dan jangan lupa selain menjadi panitia osis akupun ikut andil
dalam memeriahkan event haha,. Ya, aku dan bandku dipilih untuk mengisi acara dan semua begitu
lancar akan tetapi ada 1 hal yang sempat mengangguku saat menyanyi dipanggung. Kehadiran Alfa
tepat didepanku, karena selama aku menjadi pengisi acara aku tidak pernah melihat dia di barisan
penonton. Hal itu tentu saja berbeda saat itu karena dia benar-benar ada dibarisan penonton
dengan hoddie merahnya, dia berdiri dengan menyilangkan tangannya dan tersenyum tipis
kepadaku. Entah kenapa, saat itu hatiku tiba-tiba bergetar begitu cepat sampai selesai mengisi acara
akupun langsung berlari ke kamar mandi karena perutku mulas. Ya, kalian tahu kan kalau hati kita
bergetar hebat perut kita tiba-tiba mulas, seperti itulah yang aku rasakan waktu itu. Lana,
merupakan anggota bandku menyadari itu ,menyusulku ke kamar mandi dan menunggu diluar

“Gapapa ar?” (tanyanya dengan begitu khawatir)

“Gapapa kok lan, santuy” (jawabku dengan sedikit candaan )

Lana masih melihatku dengan tatapan khawatir, karena dialah orang paling
mengkhawatirkan aku. Kami berteman sejak SMP karena kami 1 SMP dan ternyata 1 SMA dan
hebatnya 1 Jurusan yaitu jurusan IPS. Ahhh, mungkin Tuhan sengaja mengirimkan Lana ke
kehidupanku karena sampai saat ini dia masih menanyakan kabarku, apalagi saat aku mulai
membuat tweet yang membuat dia khawatir. Setelah aku mengatakan bahwa aku baik-baik saja,
Lana tidak serta merta meninggalkan aku, dia mengajakku ke kantin belakang dan kami berdua
memesan mie goreng dan teh hangat untukku dan es teh untuk lana

“Aku maeng delok Alfa delokno awakmu” ( Ar, aku tadi iat Alfa. Dia ngeliatin kamu)

“Loh awakmu ero Alfa ta?” (Loh, kamu tahu Alfa)

“Iyo erolah, dee konco SDKu” ( Iya tahu lah, dia teman SDku)

“oalah”

“Koyoke Alfa seneng ng awakmu Ar, dee loh atau delokan koyok ngunu. Mesti meneng ng
kelas” (Sepertinya Alfa suka ke kamu Ar, dia loh gak pernah liat kayak begitu, kalau ada cara
event dia selalu diam di kelas”

Aku akui, perkataan Lana memang benar, karena aku saja baru melihat dia saat berada di panggung
tadi. Dan aku juga selama ini tidak tahu jika aku memiliki teman seangkatan bernama Alfa. Entah
bagaimana awalnya mulanya tapi sejak kejadian ini, perjalananku dengan Alfa baru saja dimulai.
Bab III

Bergoncengan

Sejak Lana mengatakan hal seperti itu padaku, aku merasa sedikit aneh. Maksudku, aku sering
mendengar kalimat seperti itu dari Lana ataupun dari teman-teman bandku kalau ada yang
menyukaiku, memperhatikanku diam-diam atau sebagainya tapi aku tidak pernah merasa seaneh ini.
Terlebih kepada laki-laki yang baru aku kenal, bahkan saat aku sedang bersantai di ayunan sekolah.
Aku melihat Alfa baru datang dengan motornya, hoddie merah dan helm putih dan saat momen
itulah mata kami bertemu, Alfa sekilas melirikku dari jauh dan matanya langsung tertuju kearahku
seakan-akan dia sudah tahu dimana tempat favoritku. Kejadian seperti itu terus berulang tiap pagi
dan anehnya aku menikmati saat Alfa melihatku seperti itu, seperti sedang mengabsenku. Sejauh ini
Alfa tidak pernah lagi mengirimiku pesan, padahal kami lumayan sering berinteraksi meskipun
sekedar lirik-lirikan jika kami bertemu tapi kami tidak pernah melanjutkan interaksi itu ke via
personal chat. Dan saat latihanpun Alfa sering melihatku diam-diam, tidak bukannya aku sedang ge
er atau bagaimana, tapi kalian mengerti kan kalau kalian sedang diperhatikan diam-diam dengan
seseorang sampai pada suatu ketika saat kami sedang latihan musik kolaborasi, Alfa menghampiriku
untuk pertama kalinya

“Mau ikut ke toko depan? Beli minum” (dia menatapku tanpa ekspresi)

“oh oke”

Akhirnya aku mengikuti dia dari belakang, tokonya terletak diseberang tempat latihan jadi kami
harus menyebrang terlebih dahulu. Asal kalian tahu, aku tidak begitu pandai jika harus menyebrang
jalan bahkan bisa dikatakan sangat bodoh tapi disini tanpa menunggu persetujuanku, Alfa langsung
mengenggam tanganku untuk menyebrang dan sejujurnya aku sangat terkejut karena baru ini ada
laki-laki yang memperlakukan aku seperti itu. Bahkan, saat aku bersama Lana ataupun Sadid mereka
tidak pernah seperti itu kepadaku, ketika kami menyebrang kami jalan berjalan beriringan seperti
biasa tidak sampai berpegangan tangan

“Kamu mau beli apa ar? kopi?”

“Aku gasuka kopi fa, perutku gak bersahabat”

“oke berarti coklat aja ya”

Tanpa menunggu aku mengatakan iya atau tidak, dia langsung mengambil minuman coklat itu dan
langsung ke kasir untuk membayarnya dan kamipun langsung kembali ke tempat latihan. Dan saat
pulang latihan tiba-tiba Sadid memberitahuku kalau dia tidak bisa mengantarkan aku pulang karena
dia ingin berkencan dengan pacarnya yang merupakan adik kelas di SMAku

“Ar, ara, sorry gaiso ngenterno aku. Aku kate kencan karo pacarku” ( Ar, ara, maaf gak bisa
nganterin kamu pulang, aku mau kencan sama pacarku)

“Terus aku karo sopo?” (terus aku sama siapa?)

“Karo Alfa iku, cedek omahe karo awakmu” (sama Alfa, dia rumahnya deket sama kamu)

“Ih iyo cedek tapi aku gak kenal” (ih, iya tahu deket tapi kan aku gak kenal)

“Yo kenalan age ben akrab” (ya kenalan sana biar akrab)
Setelah Sadid mengatakan hal seperti itu, aku langsung masuk ke ruang latihan dan memainkan HP
sambil memikirkan cara untuk pulang. Sebenarnya bisa saja aku menelepon ibuku agar
menjemputku tapi sepertinya itu hal yang sangat mustahil dilakukan karena ibuku sangat mager dan
ujung2nya dia akan mengatakan “Nebeng temenmu aja, siapa begitu”. Aku masih memainkan ponsel
dan otakku berpikir bagaimana aku pulang nanti. Apakah aku harus nebeng Arief? Ahh laki-laki itu
sedikit membuatku takut karena mukanya sangat mesum, meskipun kenyataannya tidak begitu
tetap saja ketika dia menatapku, tatapannya tidak pernah biasa saja.

“Ar, nanti pulang sama aku ya?” (Alfa tiba-tiba duduk disampingku tapi tatapannya tetap
mengarah ke depan)

“Ah iya, aku baru aja mau minta nebeng kekamu”

“Oke, aku ke anak-anak dulu”

“Iya”

Ah, sebenarnya aku sedikit heran dengan Alfa. terkadang dia membuatku merasa asing karena dia
sangat dingin dan cuek, kadang juga aku merasa diperhatikan saat dia diam-diam melihatku. Rasanya
seperti campur aduk. Selesai pulang latihan, aku menunggu didepan gerbang dan Alfa
menghampiriku

“Ayo naik”

Tanpa menjawab pertanyaan Alfa, aku langsung menaiki motornya dan hal yang pertama aku
rasakan adalah aroma tubuhnya. Ah ya, aku hampir lupa menceritakan kepada kalian, Alfa sangat
wangi dan memiliki bau yang khas bahkan dari jauhpun aku bisa merasakan bahwa itu adalah bau
wangi Alfa. Selama perjalanan kamipun lebih banyak diam, sejujurnya aku heran dengannya, apakah
dia tipe laki-laki yang irit bicara atau memang dia mager untuk mengeluarkan suara, Alfa sangat
berbeda dengan Sadid ataupun Lana. Mereka laki-laki yang banyak bicara bahkan hampir selevel
dengan perempuan apalagi kalau sudah menceritakan tentang pacarnya. Akhirnya akupun membuka
obrolan agar kami tidak canggung

“Alfa, kamu tahu rumahku?”

“iya tahu, aku sering lewat rumahmu kalau berangkat sekolah”

“Aaaa iya-iya”

“Besok berangkat latihannya sama aku aja, aku udah bilang kok ke Sadid”

“HA?!”

“Iya, aku udah bilang ke Sadid, lagian rumahku lebih deket daripada rumahnya Sadid”

“Aa okedeh, terserah”

Setelah percakapan singkat itu kami kembali terdiam, Alfa fokus menyetir dan aku fokus dengan
pikiranku sendiri. Aku mencoba mencerna kata-kata Alfa tapi tetap saja itu tidak masuk di otakku
sampai aku tidak sadar kalau aku sudah ada didepan rumah.

“Ara, udah sampe”

“Astaga, iya makasi ya Alfa, ati-ati pulangnya”


Dan ibuku tiba-tiba keluar tapi kali ini ekspresinya terlihat kaget, mungkin wajah karena wajah Alfa
baru pertama kali dilihat ibuku

“Tante pamit dulu”

“Iya, ati-ati mas ya, makasi lo”

“Iya tante sama-sama”

Setelah Alfa berpamitan, ibuku langsung menyambar dengan berbagai pertanyaan. Mulai dari laki-
laki itu siapa, kenapa dia mengantarku sampai bertanya apakah dia adalah pacarku. Aku sungguh
harus menjawabnya dengan sedetail mungkin karena ibuku sangat cerewet dan itu sudah mendarah
daging. Sejak saat itu Alfa menggantikan tugas Sadid untuk mengantar dan menjemputku pulang,
Sadid tidak keberatan dengan itu dan sepertinya dia akan lebih sering berkencan setelah latian. Aku
dan Alfa semakin dekat tapi kami tidak melanjutkan obrolan kami ke personal chat. Kami mengobrol
hanya saat latihan dan ketika disekolah kami seakan-akan tidak kenal, lebih tepatnya Alfa yang
seakan-akan tidak mengenalku tapi aku tahu dia diam-diam memperhatikanku dari jauh tapi ketika
aku ingin menyapanya dia langsung membuang muka. Hah dasar!
BAB IV

Tarik Ulur

Festival kolaborasi semakin dekat, kami yang awalnya latihan seminggu 1 kali berubah menjadi
setiap hari, H-1 bulan bukanlah waktu yang lama apalagi untuk para pemusik. Kami harus berlatih
lebih giat lagi mengingat grup kolaborasi kami masih belum lihai memainkan alat tradisional,
mungkin hanya Arief dan Tama yang lihai dalam memainkan alat musik tradisional tapi tidak dengan
yang lainnya. Tapi hebatnya, tim kami mampu belajar dengan cepat dan hal itu membuat optimis
untuk menang haha. Eskul kolaborasi adalah eskul baru disekolahku, baru aktif maksudnya karena
tahun-tahun sebelumnya eskul ini seperti eskul ghaib hahaha, ada tapi terasa tidak ada. Kegiatannya
pun hanya sekedar pelantikan anggota dan setelah itu kami tidak melakukan kegiatan apapun
seperti yang dilakukan eskul lainnya. Selama 1 bulan itu aku lebih sering pulang bersama Alfa
daripada bersama Sadid. Alfa benar-benar membuktikan perkataannya perihal dia ingin menjemput
dan mengantarkan aku pulang selama latihan kolaborasi dan selama itu percakapan labih lebih
intens. Sesekali aku dan Alfa pernah melanjutkan percakapan kami lewat personal chat, ya sesekali
tidak lebih karena Alfa bukan tipe orang yang memegang HP 24 jam penuh tidak seperti aku. Aku
masih ingat bagaimana lelucon Alfa malam itu saat mengantarkan aku pulang, kalau tidak salah itu
terjadi pada malam sabtu sekitar pukul 22.00 saat aku dan Alfa perjalanan pulang, kebetulan salah
satu jalan utama menuju rumahku dan rumah alfa sedang ada perbaikan, dan terpaksa kami
melewati jalan yang sudah disediakan tapi jalannya tidak beraspal, samping kanan kiri pohon pisang,
sepanjang jalan hanya ada beberapa lampu jalan itupun lampunya sangat minim penerangan dan
sepi. Akhirnya terpaksa malam itu kami melewati jalan itu

“Alfa, kamu tau gak? Pohon pisang itu rumahnya pocong lo”

“Iya?”

“Iya, aku pernah liat di youtube”

Dan saat aku selesai mengatakan itu, Alfa tiba-tiba menghentikan motornya seketika dan
menoleh kebelakang, ke arahku

“Loh Alfa kok berhenti, jalan ih”

“Katanya rumahnya pocong”

“Alfa gak lucu, aku takut”

“Hahahaha”

Akhirnya Alfa menghidupkan motornya dengan tertawa, sepanjang perjalanan Alfa masih saja
mengejekku dan dia tidak berhenti tertawa, dia melihatku lewat spion sepeda motor. Sejujurnya aku
baru ini melihat Alfa tertawa seperti itu, dan entah kenapa saat melihatku dari spion aku tiba-tiba
tersenyum padanya dan akhirnya kami tertawa disepanjang jalan. Sejauh ini hubunganku dengan
Alfa sangat baik, ya meskipun kami jarang mengobrol via personal chat tapi saat perjalanan menuju
gedung latihan atau saat dia mengantarkanku kerumah kami membicarakan banyak hal. Pernah satu
waktu dia ingin kesekolah bersamaku, ya goncengan ke sekolah tapi aku menolaknya karena aku
belum terbiasa.

H-seminggu sebelum festival dimulai, kami lebih giat latihan. Yang awalnya kami latian dari jam 3
sore – 10 malam. Untuk seminggu ini kami latihan dari jam 3 sore – 11/12 malam. Dan aku sebagai
vokalis harus lebih memperhatikan detail setiap nada yang aku ambil. Menembangkan lagu jawa
bukan hal yang mudah ternyata, aku kira seperti menyanyikan lagu pop biasa ternyata sangat susah.
Aku juga mengurangi dan hampir tidak memakan sambal, gorengan dan minum es untuk menjaga
suaraku. H-3 aku dan pendamping eskulku yang merupakan guru Bahasa Indonesia pergi ke
penyewaan baju kebaya untuk acara festival nanti. Ya aku nanti memakai baju kebaya dan ini adalah
momen yang sangat aku tunggu-tunggu, aku sangat suka dengan baju kebaya entah kenapa setiap
aku mengenakan baju kebaya, aku merasa bahwa aku seperti putri keraton Jogja, cantik dan anggun
wkwk. Baju kebaya yang dipilih adalah baju kebaya bali. Tapi ada satu hal yang aku kurang nyaman
dari baju kebaya itu, terlalu terbuka! Huh! Tapi bagaimanapun juga aku harus profesional kan

Hari festival sudah tiba, pukul 4 subuh aku sudah berangkat ke salon penyewaan untuk dirias, pukul
set 7 pagi aku selesai dirias dan aku berangkat menuju gedung kesenian dengan ibuku. Kami menaiki
sepeda motor dan aku memakai jaket dan masker tentunya. Rambutku diikat mirip seperti wanita-
wanita bali. Ah aku merasa sangat cantik saat itu haha! Setelah sampai gedung kesenian, aku
ditemani oleh panitia penyelenggara untuk menuju ruang tunggu pengisi acara yang disediakan dan
disinilah letak ketelodaranku, aku melepas jaket yang aku pakai, aku berikan ke ibuku dan naasnya
ibuku langsung pulang saat itu. Sampai di ruang tunggu bersama teman-teman, aku baru menyadari
bahwa aku tidak memakai jaket, ruangan itu sangat dingin dan tentunya aku sangat kedinginan saat
itu, terlebih baju kebayaku terlalu terbuka. Sampai akhirnya Alfa mengalungkan hoddie merahnya
kepadaku

“Pakek hoddieku, belahan dadamu keliatan. Aku gasuka” (Alfa berbisik kepadaku)

Setelah Alfa mengatakan itu, dia langsung berjalan melewatiku dan meninggalkanku di ruang tunggu
sendirian.

Deg!

Aku mematung seketika, tidak aku sangka Alfa akan sevulgar itu mengatakan sesuatu. Semenjak
kami sering bergonceng bersama, aku memang sering menanyakan ke temanku tentang Alfa dan
kebetulan dia sekelas dengan Alfa. Alfa memang terkenal dingin dan savage, Alfa bukan tipe orang
yang suka basa-basi dan dia tidak suka diperintah. Tidak heran teman-temannya sering memanggil
dia dengan sebutan “Bos”. Alfa sangat irit bicara seperti yang aku katakan sebelumnya, aku pernah
melihat dia ketika disekolah, dia diajak berbicara dengan temannya dan Alfa hanya meresponnya
dengan mengangkat alisnya sebelah mata.

Saat penampilan selesai, aku dan teman-teman berfoto bersama dan saat prosesi foto aku tidak
memakai hoddie dari Alfa karena aku pikir untuk apa, toh aku ingin foto-foto. Berfoto memakai
kebaya dan memakai hoddie merupakan ide yang sangat konyol, akhirnya aku meletakkan hoddie itu
di kursi tunggu dan berlari ke anak-anak untuk berfoto. Dan selesai berfoto, Alfa menghampiriku

“Kamu itu, pakek hoddienya” (Alfa menghampiriku dengan tatapan dingin)

“Aku habis foto-foto fa”

“Pakek hoddienya, kalau foto dilepas gapapa. Habis foto dipakek lagi”

Percakapanku dengan Alfa seketika membuat teman-teman kolaborasi diam seketika dan
memandang kami berdua. Untungnya momen itu tidak berlangsung lama karena pendamping eskul
kolaborasi langsung memanggil kami semua untuk berfoto bersama dan setelah itu makan siang
bersama.
“Ara, awakmu onok hubungan opo karo Alfa?” ( Ara, kamu ada hubungan apa sama Alfa?)

Sadid duduk disebelahku, sambil menaruh nasi kotak yang dibagikan ke meja

“Gaonok hubungan opo-opo” (Gaada Hubungan apa-apa)

“Aku baru iki lo delok Alfa koyok ngunu ng arek wedok” (Aku baru ini lo liat Alfa kayak begitu ke anak
cewek)

“Maksudmu?”

“Kon gak nyadar ta? Alfa seneng neng awakmu, dee gatau far koyok ngunu ng arek wedok. Awakmu
foto-foto karo larek-arek maeng lo dideloki tok karo Alfa” (Kamu gak sadar? Alfa suka ke kamu, dia
gak pernah kayak begitu ke anak cewek. Kamu foto-foto sama anak-anak tadi diliatin terus sama dia)

Setelah Sadid mengatakan itu, tiba-tiba Alfa datang ke arahku dan saat itupun Sadid pergi
meninggalkanku dan Alfa

“Nanti pulang sama aku ya?”

“Eh iya fa”

“hm Ar, aku boleh tanya ga?”

“Ya? Tanya apa?”

“Kamu sama mas itu sudah putus?”

“Mas siapa?”

“Itu, ehm mantanmu”

Kenapa tiba-tiba tanya mantanku - batinku

“Udah kok Fa, sudah dapet setahun”

“Iya? Hm lama juga berarti”

“Kenapa Fa?”

“Hm, gapapa tanya saja”

Dan percakapan kamipun berakhir dengan pikiran masing-masing

Sebelum mengenal Alfa, aku memang sempat menjalin hubungan dengan kakak kelasku. Aku dan dia
selisih 2 tingka. Hubunganku dengannya menyebar sangat cepat karena kakak kelasku cukup populer
dikalangan SMAku bahkan dikalangan SMA lain. Bisa dibilang, aku menjalin hubungan dengan laki-
laki yang memiliki popularitas dan sejak aku menjadi pacarnya, akupun mulai dikenal banyak orang
sebagai “Nyonya Dhika”. Namun, hubunganku dengan Mas Dhika tidak berlangsung lama, mas Dhika
yang memiliki termpramen yang tinggi, posesif dan kasar

Tanpa aku sadari, mungkin aku juga mulai menyukai Alfa tapi laki-laki itu terkesan menarik ulur
hubungan kita berdua. Yaa semacam tarik tambang, mungkin karena Alfa tipe laki-laki yang dingin
atau mungkin aku yang ragu menunjukkan rasa sukaku dan terkesan ragu. Aku sendiri bingung
dengan perasaanku saat itu. Bagaimana perasaanku dengan Alfa, aku hanya tidak ingin terkesan
terlalu terburu-buru dan aku rasa Alfapun begitu. Mengingat dia adalah orang yang paling realistis
yang pernah aku temui. Dari yang aku dengar, Alfa adalah orang ter-savage ketika berbicara. Dia
pendiam tapi sekali berbicara maka semua perkataannya menusuk.
BAB V

Menjelang Pensi

Aku masih ingat masa-masa itu, masa dimana hubunganku dengan Alfa semakin membaik, kami
lebih sering berinteraksi baik lewat chat atau hanya sekedar menyapa. Tapi teman-temanku tidak
mengetahui hal tersebut karena Alfa sangat pandai menutupi semuanya dan aku hanya mengikuti
alur yang sudah Alfa siapkan. Jujur, aku mulai menyukainya, perasaanku tumbuh dengan begitu
lambat bahkan jika diingat sampai saat ini aku masih lupa bagaimana aku menyukainya dan jatuh
hati padanya. Dia laki-laki yang banyak berbicara, pembawaan Alfa begitu dalam dan membuat
orang disekitarnya merasa terintimidasi. Berbulan-bulan aku sedikit ragu dengannya, lebih tepatnya
dengan diriku sendiri. Aku tidak mau terlalu larut dalam perasaanku jika ternyata dia hanya
penasaran denganku dan meninggalkanku jika rasa penasaran itu telah usai. Aku dan alfa cukup baik
dalam menjalin hubungan ini dan kali ini aku akan menceritakan beberapa hal indah yang masih aku
ingat betul setiap detailnya. Aku bersyukur dan tidak menyesali itu. Aku akan mengetiknya dengan
mendengarkan lagu dari Hivi dengan judul Pelangi dan Siapkah Kau Tuk Jatuh Cinta Lagi

Pagi itu hari kamis bulan Agustus 2016, memasuki musim hujan dan kotaku dilanda gerimis sejak
pukul 4 subuh. Tapi untungnya, hujannya reda jam setengah enam dan aku seperti biasa aku
berangkat ke sekolah. Tapi entah hari ini rasanya aku sangat semangat untuk berangkat, mungkin
selain akan bertemu dengan Alfa, aku rasa suasana kotaku saat ini sangat menyejukkan dan aku
menyukainya. Aku pergi ke sekolah diantar oleh ibuku dan sesampai disekolah seperti biasa
sekolahku sangat sepi karena aku menjadi orang pertama yang datang ke sekolah setelah tukang
kebun. Kelasku masih terkunci dan tukang kebun masih membersihkan lapangan belakang sekolahku
yang sangat luas, tidak enak jika harus mengganggunya dan aku memutuskan untuk menunggu di
ayunan depan kelasku sambil mendengarkan lagu di HP. Sedikit infomasi sekolahku
memperbolehkan siswa-siswinya untuk membawa HP, mungkin dari kalian ada beberapa yang
melarang siswa-siswinya untuk membawa HP tapi untungnya di sekolahku memperbolehkan. Sudah
setengah jam aku menunggu tapi tukang kebungku masih belum membukakakn pintu kelasnya, ah..
sebenarnya tidak masalah juga, suasana diluar kelas sambil duduk santai di ayunan cukup
menenangkan. Kelasku berhadapan langsung dengan lapangan depan sekolah yang biasanya
digunakan untuk upacara, bermain basket dan voli. Aku melihat beberapa siswa mulai berdatangan,
ada yang berjalan dari arah gerbang, ada yang mengendarai sepeda motor, dan ada juga yang
bergoncengan. Pintu kelas sudah dibuka dari 15 menit yang lalu tapi aku enggan masuk karena aku
masih ingin menikmati suasana dibawah ayunan, aku melihat satu persatu sekolahku mulai ramai
dan aku masih belum melihat Alfa lewat sedikitkpun, kemana dia? Apa dia tidak masuk sekolah?

Akhirnya aku memutuskan untuk masuk kelas dengan perasaan sedikit kecewa, harusnya pagi ini aku
bisa melihat Alfa dengan motor, hoddie merah dan helm putihnya. Tapi aku tidak mendapatkannya.
Aku melangkahkan kaki dengan lemas menuju kelas yang sebenarnya sangat dekat dengan ayunan
tapi rasanya kakiku sangat berat. Sampai dikelas, aku melihat Dian seperti biasanya dia tidur saat agi
hari karena semalam dia maraton drakor sampai mampus haha. Aku dan Dian duduk di bangku
paling depan, kami duduk paling depan bukan karena kami adala duo anak rajin atau anak pintar,
melainkan kami sama-sama berkacamata dan kami selalu kesulitan jika melihat tulisan di papan tulis
haha. Ahh untuk rajin dan pintar, kami jauh dari kata itu apalagi Dian, dia perempuan 2x lipat lebih
malas dari aku haha.

“Dian, hai bestie”


“Bacot, ngantuk aku Ar”

“Mari laopo kon?” ( Habis ngapain kamu?)

“Delok drakor aku, nangis ngejer” (Habis liat drakor, nangis gak berhenti)

“pancet ae” (Kebiasaan)

Aku meletakkan tasku dan membuka HPku, tiba-tiba aku melihat ada notifikasi dan ternyata ada
pesan dari Alfa

“Kamu kemana? Kok aku lihat gaada di ayunan”

“Aku udah masuk kelas, Fa. Baru aja”

“Oalah, aku baru saja masuk kelas. Sepedaku bocor tadi jadi agak siang sampe sekolah”

“Oalah, aku kira kamu gak masuk sekolah”

“Kamu nunggu aku?”

“Ih enggak”

“Wkwk, okedeh. Eh, nanti mau pulang bareng ga?”

Aku kaget setengah mati melihat pesan dari Alfa, dia menawariku untuk pulang bareng setelah
beberapa bulan kami melakukan pendekatan? Demi apa? Ini suatu kemajuan yang seharusnya aku
ingat betul. Aku hanya melihat pesan dari Alfa dan masih tidak percaya dan aku memutuskan untuk
tidak membalas untuk menetralisir hatiku yang berkecamuk. 3 jam aku mengikuti kelas dengan
pikiran tidak karuan, akhirnya bel pertanda istirahat telah berbunyi. Aku dan anak-anak lainnya
sama-sama menghembuskan nafas lega lantaran pelajaran yang kami hadapi kali ini benar-benar
menguras otak, yaitu matematika dan Bahasa Jepang. Setelah guru kami meninggalkan kelas, aku
segera membereskan semua buku, ada yang aku masukkan kedalam tas dan ada yang aku masukkan
kedalam loker. Aku bergegas keluar kelas untuk membeli beberapa cemilan dikantin dan saat aku
melangkahkan kakiku kepintu kelas tiba-tiba

*Brak* aku menabrak seseorang bertubuh tinggi

“Alfa?”

“Kamu kok gak bales chatku?”

“Ha? Aku baru selesai pelajaran”

“Oalah iyata? Aku kira jamkos, soalnya kelasku jamkos”

“Iya kelasmu jaskos, lah kelasku?”

“Kamu mau kemana?”

“Ke kantin”

“Yaudah ayo bareng”

Tanpa menunggu persetujuanku, Alfa tiba-tiba menarik tanganku menuju kantin, siapa sangka
perbuatan Alfa mampu membuat semua anak yang melihat kami berdua sontak kaget bahkan ada
yang melihat kami sepanjang jalan dari kelasku menuju kantin yang lumayan jauh. Aku heran kenapa
Alfa melakukan hal seperti ini. Maksudku, seperti yang kalian tau diawal bahwa dia bukan tipe laki-
laki yang agresif apalagi menunjukkan didepan umum kalau dia memiliki pasangan.

“Kamu mau beli apa?”

“Kok aku pingin bakso ya, Fa”

“Yaudah ayok beli, aku juga pingin bakso”

Kami berdua memutuskan untuk membeli bakso dan memakannya dengan hening sampai tiba-tiba

‘Aku gasuka kalau kamu deket-deket sama Ikbram”

Deg!
BAB VI

Flashback

Saat menjelang pensi, aku sebagai panitia acara sekaligus pengisi acara beberapa penampilan
sangat sibuk. Mulai dari pembuatan video klip untuk lagu bandku, foto band dan foto untuk
beberapa cover yang akan ditampilan dilayar pentas nantinya. Ya, sekolahku memang tidak main-
main dalam mengerjakan acara Pensi (Pentas Sekolah). Pihak sekolahpun mempercayakan 100%
acara pensi kepada panitia dan karena kebijakan itulah kami selaku panitia lebih bebas
mengeskplore beberapa ide yang nantinya akan kami kembangkan. Hal itu juga berlaku pada
Bandku, pihak panitia memberikan kebebasan untuk tema video clip bandku yang nantinya akan
ditayangkan. Aku dan teman-teman bandku memutuskan untuk memilih tema semacam mafia-
mafia ala-ala haha dan kami melakukan syuting di salah satu daerah pegunungan di kotaku yang
penuh dengan hutan pinus. Ya kami syuting disana, aku masih ingat waktu itu hari selasa, untuk
bulan tanggal aku lupa yang jelas itu pukul 2 siang kami berkumpul disekolah. Disitu sudah teman-
teman bandku berjumlah 6 orang termasuk aku dan ada 2 kameramen yang kebetulan teman satu
sekolah, 2 kameramen tersebut merupakan anak dari eksul Fotografi dan Videografi yang dipercaya
oleh panitia untuk membantu panitia mengerjakan beberapa video dan foto untuk acara pensi nanti.
Ikbram adalah salah satu dari 2 kameramen tersebut.

“Aku gonceng sopo?”

“Ikbram ae yo, Ar, soale aku gonceng Boly” (Ikbram ae yo, Ar. Soalnya aku gonceng Boly) Ucap Lana

“Hm.. oke”

Sejujurnya aku tidak begitu akrab dengan Ikbram, akupun hanya sebatas tahu kalau dia adalah salah
satu teman seangkatanku dan tidak lebih dari itu. Sepanjang perjalananpun aku dan Ikbram hanya
membicarakan hal-hal yang terlihat basa-basi. Akhirnya kami ber delapan tiba di sebuah warung
kecil untuk membeli beberapa camilan karena katanya perjalanan masih jauh, teman-teman bandku
seperti Lana, Boly, Wahyu, Randa, Paulum dan Ikbram dan satu kameramen satunya yang tidak aku
tahu namanya hingga sekarang. Namun, teman-teman memanggilnya dengan sebutan “Ucok” yaa
aku juga memanggilnya demikian. Mereka bertuju kecuali aku memesan kopi sambil merokok. Ya
jangan salah, mereka sudah menjadi perokok aktif sudah sejak SMA dan tidak jarang Boly
menyematkan rokoknya di gitar saat manggung tapi mereka selalu menjauh jika ingin merokok
karena mereka aku aku tidak suka dengan asap rokok. Jarakku dan mereka saat ini cukup jauh dan
aku tidak menciu bau asap rokok sama sekali. Kurang lebih 30 menit berlalu, kamipun melanjutkan
perjalanan. Cuaca tiba-tiba tidak mendung dan semoga saja tidak hujan karena kami sudah jauh-
jauh kesini hanya untuk syuting video clip. Sampai lokasi, ikbram dan Ucok memberi arahan
bagaimana dan seperti apa seharusnya kami berpose. Dimulai dari jam 2 siang sampai pukul 6 Sore
akhirnya kami turun dan sepanjang perjalanan sangat gelap! Yaaa sangaatt gelap, bayangkan saja
kami ber delapan dengan 4 sepeda motor melintasi hutan pinus yang sangat menjulang tinggi dan
hanya aku perempuannya. Saat itu aku hanya berdoa semoga saja kami dapat pulang dengan
selamat dan sepanjang perjalanan itupun aku memakai jaket Ikbram karena aku tidak membawa
jaket dan posisi saat itu sangat dingin. Sejak kejadian itu, Ikbram suka menghubungi aku sekedar
mengirim foto-foto saat syuting atau sekedar menanyakan hal-hal yang biasa ditanyakan laki-laki
saat mendekati perempuan seperti

‘Lagi apa?’

‘Udah makan?’
Dsb...

*Flashback off*

Aku kaget saat Alfa mengatakan hal seperti itu, sepertinya tidak ada yang tahu tentang kabar bahwa
Ikbram dalam tahap mendekati aku, mungkin tidak ada yang tahu atau mungkin Ikbram sedang
mengorek-ngorek informasiku dari Lana dan Lana memberitahu kepada Alfa, mengingat Lana
merupakan teman masa kecil Alfa jadi tidak menutup kemungkinan, bukan?

“Aku gak deket sama Ikbram”

“Tapi kamu chat sama dia kan?”

“Iya sih, tapi cuman chat biasa”

“Iya biasa buat kamu tapi gak biasa buat Ikbram”

Aku menghembuskan nafas ketika melihat raut wajah Alfa menunjukkan tidak sukaan terhadap
Ikbram

“Maaf far, aku cuman gasuka liat orang yang aku suka dideketin orang lain”

Dan begitulah pernyataan perasaan singkat Alfa kepadaku saat ini di warung bakso. Ingat

‘Warung Bakso’

“Terus bagaimana fa?”

Aku menanyakan kelanjutan dari pernyataan perasaan singkat Alfa kepadaku, biasanya selesai
menyatakan perasaan, kaum adam akan mengajak kaum hawa berpacaran

“Apanya yang terus?”

“Ya itu tadi, kamu bilang suka sama aku terus kelanjutannya bagaimana?”

“Ya iya, aku suka sama kamu. Aku suka sama kamu Ara”

“Sudah begitu saja?”

“Iya”

Aku diam terpatuk melihat Alfa, aku mencoba melihat kebohongan-kebohongan yang mungkin
muncul dimatanya, tapi nihil. Aku tidak menemukan apapun selain wajahnya yang meyakinkanku.
Aku kembali melihat kearah bakso yang kumakan setengah tapi setengahnya lagi aku tidak mood
memakannya. AKu hanya megaduk-ngaduk kuah bakso dan setengah gigitan pentol besar

‘Ayo Araaaa jangan tunjukkan kepada Alfa kalau kamu kecewa, jungjung harga dirimu Ara, jangan
sampai lengah hanya karena tidak diajak berpacaran’

Ucapku dalam hati

Akhirnya aku memutuskan untuk menghabiskan sisa-sisa bakso dan sesekali melirik Alfa yang tengah
menikmati baksonya tanpa ada rasa sedikitpun dan ..

“Nanti kelasmu pulang jam berapa?”

“Jam 2 siang” (Jawabku dengan sedikit malas)


“Yaudah sama, bareng sama aku ya. Gabole nolak”

Dan aku Ara tidak bisa menolak permintaan Alfa begitu saja. Akhirnya aku mengiyakannya
BAB VII

PASCA PERNYATAAN CINTA

Sejak insiden waktu itu, aku pikir hubunganku dengan Alfa semakin lengket. Minimal setara dengan
orang yang berpacaran meskipun sebenarnya aku tidak ada status dengan dia dan tidak mungkin kan
aku menanyakan hal seperti itu. Aaahh aku masih ingat bagaimana bingungnya aku waktu itu, sejak
Alfa mengatakan kepadaku untuk menjauhi Ikbram, aku tidak serta merta menuruti keinginannya
karena aku juga tidak tau pasti bagaimana hubunganku dengan Alfa. Maksudku, aku ingin menjalin
hubungan lebih dari hanya sekedar pendekatan, setidaknya ada kemajuan selama beberapa bulan
terakhir tapi nyatanya tidak ada dan ya aku memutuskan untuk tetap membalas chat Ikbram.

Tiba disuatu waktu, saat aku menjadi panitia eskul di sekolahku, tidak aku tidak menjadi panitia eskul
musik kolaborasi melainkan aku menjadi panitia eskul lain yang tidak akan aku sebutkan haha. Aku
menjadi panitia disana dan kebetulan aku menjadi panitia sie acara dan yaa aku harus mengatur
jalannya acara sampai selesai. Oiya, kegiatan ini dimulai hari sabtu pagi dan selesai minggu siang
yang artinya aku harus menginap disana, dan selama acara berlangsung aku tidak sempat memegang
HP sama sekali dan aku tidak tahu kalau disana sudah banyak sekali chat masuk, baik dari grup kelas,
eskul kolaborasi, Alfa dan juga Ikbram. Setelah dari pagi-sore panitia melakukan semua
pekerjaannya, tibalah waktu untuk beristirahat. Aku memilih untuk memejamkan mataku di ayunan
favoritku, didepan kelasku karena disana sepi, semua kegiatan dilakukan di lapangan belakang,
otomatis peserta dan panitia berkumpul disana, mungkin mereka sedang asyik bercanda aku
menggibahkan sesuatu, entahlah yang penting aku sangat lelah hari ini.

Cukup lama aku memejamkan mataku diatas ayunan sampai akhirnya aku merasakan ada sesuatu
yang menggerakkan ayunan tersebut, aku membuka mataku dengan menyipit dan ternyata itu
adalah Ikbram

“Sudah bangun?” Ikbram melihatku dengan senyum manisnya

Ahh aku lupa, sepertinya aku harus mendeskripsikan seorang Ikbram Bramastya, dia adalah laki-laki
keturunan arab, kulitnya tidak putih seperti keturunan arab pada umumnya, kulit Ikbram lebih ke
sawo matang dan dia memiliki alis yang tebal dan bulu mata yang lentik, dia juga memiliki lesung
pipi. Ikbram sangat berbeda dengan Alfa, jika Alfa memiliki tatapan mengintimidasi bagi siapapun
lawan bicaranya, Ikbram memiliki tatapan teduh dan kesan yang nyaman bagi lawan bicaranya. 1
lagi, ternyata Ikbram adalah laki-laki yang sangat sangat suka bergurau dan dia sangat receh (suka
menertawakan hal-hal sepele) segitu kiranya aku mendeskripsikan tentangnya

“Ahh Ikbram, kaget aku”

“Kamu keenakan tidur, ra. Memang acaranya udah selesai?”

“Belum, ini masih istirahat, besok baru dilanjut lagi”

“Sampai minggu siang?”

“Iya, kok tahu?”

“Iya, aku juga pernah jadi panitia eskul, biasanya sampai minggu siang sih. Kalau molor yang
maksimal sampai minggu sore”

“Hmm semoga gak molor saja, aku capekk puol”

“Hahaha, iyaa semoga aja”


“Eh, kamu kok tiba - tiba ada disini? Ada urusan ta?”

“Iya ada urusan sama kamu”

“Yang benerr”

“Hahaha, aku mau ke temenku, dia panitia juga”

“Siapa?”

“Kepooo”

“Huh, mbo”

“Hahaha, aku mau ambil kamera di temenku soalnya dia pinjam kameraku. Aku ws disini tapi diane
sek keluar cari makan katane”

“Oalahh”

“Ini martabak buat kamu, dimakan sendiri lo. Jangan dibagi-bagi ke temene”

“Ini buat aku? Kok tiba – tiba?”

“Iyaa, tadi pas aku chat temenku, dia kirim fotonya dia. Kebetulan difotone ada kamu, terus aku
tanya kok ada kamu, dia bilang ke kamu jadi panitia juga. Yaudah sekalian aja aku samperin”

“Hummzz, makasiiii aaaa kebetulan aku laper pol, belum makan”

“Loh kok gk titip temenku aja, tadi dia bilang keluare agak lama soale anak-anak panitia juga banyak
yang nitip makanan”

“Aku disini dari tadi soalnya kepalaku pusing”

“Hmmm yaudah makan martabaknya, kalau masih kurang, aku anterin beli makan diluar, kan jam
istrirahatmu masih lama”

“Okee”

Akhirnya aku membuka martabak yang masih panas dan aku memakannya, aku tidak sadar jika aku
memakannya dengan sangat lahap dan membuat Ikbram melihatku terus. Aaa aku sangat malu
waktu itu jika mengingatnya kembali, aku seperti anak kecil yang tidak pernah memakan martabak
hadehh memalukan. Setelah martbakanya habis, aku kira aku akan kenyang ternyata tidak dan arghh
kenapa diriku tiba-tiba menjelma seperti babi, Tuhan aku maluu

“Udah kenyang?”

“Hm belum hehe”

“Hahaha, sudah kuduga. Yaudah ayok keluar, beli makan”

“Oke, tapi tunggu dulu aku mau ambil tasku sama ambil jaket”

“Oke, aku tunggu di parkiran depan”

Setelah mengatakan itu, aku dan Ikbram langsung berjalan ke arah yang berlawanan dan saat aku
ingin memasuki salah satu kelas yang ditempati panitia untuk tidur, aku melihat Alfa tengah
menatapku didepan pintu
“Enak martabaknya?”

“A-a-a-lfaa”

“Kenapa? Kok wajahmu 11 12 mirip sama orang yang kepergok selingkuh”

Aku terdiam saat Alfa mengatakan hal seperti itu, komunikasi kami akhir-akhir ini kurang baik. Aku
yang memutuskan untuk jarang membalas pesannya karena aku tidak ingin seperti dipermainkan
oleh Alfa, aku sudah terlewat baper, bisa-bisanya dia tidak mengajakku berpacaran seperti yang lain

“Permisi, fa. Aku mau ambil tas sama jaket?”

Ketika aku akan masuk ke dalam kelas, Tangan Alfa tiba-tiba mencengkramku dan menarikku keluar
kelas menuju lorong yang sepi

“Kamu kanapa ga bales chatku?”

“Aku sibuk fa, tahu sendiri aku panitia”

“Sibuk, tapi bisa berduaan ketawa-ketawa sama Ikbram?”

“Aku aja gatau kalau Ikbram kesini”

“Aku sudah bilang kan, aku gasuka kamu sama dia, kurang paham, hm?”

“Alfa, plis aku mau pergi, aku laper dari pagi belum makan nasi”

Aku memutuskan untuk mengakhiri perdebatanku dengan Alfa, dengan harapan dia
memperbolehkan aku pegi dan mencari makan bersama Ikbram

Namun, semua itu sia-sia. Afla tidak melepaskan cengkramannya, dia mengambil sesuatu dari
sakunya dan ternyata itu adalah sebuah Handphone

“Halo Ikbram? Araa bilang gajadi keluar soalnya ngurusin peserta”

‘oalahh oke oke, kau juga panitia fa?”

“Yoe bruh”

Alfa menutup telponnya dan dia kembali menatapku

“15 menit lagi kita keluar, tunggu di ayunan”

Dan alfa pergi begitu saja meninggalkanku di lorong


BAB VIII

Malam Pensi

H-1 menjelang Pensi, aku dan para panitia pensi sangat disibukkan untuk mempersiapkan
segalanya. Kami melaksanakan pensi di gedung yang sudah kami sewa karena hal itu semacam
tradisi yang sekolah kami lakukan, di kotaku hanya sekolahku saja yang mengadakan pensi di
gedung, tidak, bukan karena lahan sekolah kami sempit, lahan sekolah kami justru sangat luas.
Namun, demi menjaga tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun saja dan memang sekolah
kami menjunjung tinggi gengsi haha. Dekorasi gedung sudah sepenuhnya selesai, bisa dikatakan
hampir selesai hmm mungkin 95%. Dekrorasi tidak dikerjakan oleh panitia, melainkan kami
menyewa jasa dekor, tapi kami yang mendesain dekor dan mereka hanya melaksakan. Sebenarnya
aku tidak sepenuhnya membantu karena aku juga sebagai pengisi 5 acara sekaligus dan itu lumayan
membuat aku lelah. Aku bolak-balik naik panggung hanya untuk gladih bersih dan cek sound

“Yoo inilah artis kita Araa Clarissa” Ucap ketua osisku bernama Udin

Udin memang gemar sekali menggoda anggota osisnya terlebih di cantik Mira. Mira adalah anak osis
dan dia teman seangkatanku, dia memiliki paras blasteran Indo-Belanda. Wajahnya sangat cantik
dan tidak membosankan, dia juga anak dance di sekolahku.

“Araa, semangat”

“Kon gak kesel ta Ar ngisi acara 5?” (Kamu gak capek Ar ngisi 5 acara?

“Araa kalau semaput, aku siap menggendong kamu”

Dan berbagai macam lelucon yang dilontarkan anak-anak pantiia terutama sub sie perlengkapan dan
keamanan. Siapa yang diatas panggung, dialah yang digoda oleh mereka dan sekarang giliranku. Aku
tidak terlalu memperdulikan gurauan mereka. Gladih bersihkku tidak sepenuhnya selesai, karena aku
masih harus menunggu giliran untuk gladih bersih musik Kolaborasi, musik kolaborasi mendapatkan
urutan terakhir sesuai dengan urutan saat pensi nanti karena musik kolaborasi memiliki
perlengkapan paling banyak jadi penampilannya diakhir dan karena musik kolaborasi semacam
puncak acara atau acara inti dari pensi ini. Hmm aku cukup bangga menjadi vokalis utamanya. Saat
musik kolaborasi mulai gladi bersih dan aku naik ke panggung lagi untuk check sound dan
sebagainya. Tapi saat aku dan anak musik kolaborasi termasuk Alfa naik ke panggung, mendadak
aura panggung menjadi mistis, mungkin karena kehadiran Alfa yang begitu dingin hm. Anak-anak
pun yang biasanya melontarkan lelucon kepada mereka yang naik ke panggung mendadak diam dan
memilih untuk melanjutkan pekerjaan mereka, aku melihat tatapan mengintimidasi dari Alfa yang
memandang mereka satu persatu, sebenarnya hubunganku sudah diketahui banyak orang termasuk
Ikbram, dan ikbram memilih untuk mundur karena dia tidak mau berurusan dengan Alfa. Aku sendiri
tidak memahami kenapa dia memilih mundur, padahal kalau dipikir—pikir ikbram lumayang cukup
baik daripada Alfa yang sangat dingin dan suka mengintimidasi orang.

Anda mungkin juga menyukai