Anda di halaman 1dari 3

SAHABAT?

Saat ini aku duduk dibangku kelas 1 SMA semester 2, setiap hari ku jalani hari demi
hari bersama dua sahabatku, Jeni dan Rea. Kita bertiga sudah bersahabat sejak SMP. Pergi ke
sekolah, pulang sekolah, makan, jalan-jalan, ibadah, belajar, kita lakukan bersama-sama
sampai sekarang.

Suatu hari ketika liburan, Jeni mengatakan bahwa kita harus bersahabat sampai kita tua.
Bahkan Jeni sudah rencanakan kita akan ngekos bareng-bareng, liburan bersama dan sekolah
di universitas yang sama. Tentu saja aku dan Rea mengiyakan Jeni tanpa memikirkannya
lagi.

Di suatu hari, sekolah kami mendapatkan undangan untuk berkunjung ke sekolah lain.
Jeni dan Rea mendaftarkan diri untuk berkunjung ke sekolah tersebut.

“Nia, kamu gak ikut berkunjung?” ucap Jeni

“Enggak Jen” ucapku

“Kenapa? Bukannya besok kita tak belajar juga kan? Mendingan kita berkunjung ke
sekolah lain”

“Gak kenapa-napa Jen, aku cumin bosan aja”

“Ooo, yalah.. Oh iya Rea pergi?”

“Rea pergi Jen, kenapa?”

“Aku mau nebeng Rea lahh..”

“Re, besok kamu ikut kan? Kamu bonceng aku ya”

“Keknya kita gak bisa bareng deh, soalnya aku ada bonceng teman sekelas aku maaf ya
Jen” ujar Rea

“Ooo, yalahh..”

“Nia, kamu nyadar gak akhir-akhir ini aku dan Rea tak begitu akrab”

“Gak terlalu nyadar si,.. emang kenapa? Kalian kelahi?”

“Tak tau ya.. aku ngerasa kalau aku dan Rea dari awal kita sahabatan itu selalu beda
pendapat. Tapi aku ngalah aja, kan kamu tau aku orangnya gimana”
Aku cuman bisa tersenyum mendengar perkataan Jeni. Kemudian Jeni pergi ke kantin
untuk jajan, sedangkan aku lagi temani Rea antri di depan perpustakaan. Gak lama kemudian,
ada orang mencekik aku dari belakang ketika aku lagi minum dan berakhir aku tersedak.

“HAHAHAHAHA”

“Apasih Jen?? Aku lagi minum air lohh untuk tak nyembur” ujarkan kepada Jeni
dengan perasaan kesel dan tak nyangka atas perbuatan dia

“Sorry lah aku tak tau” dengan nadanya yang ngeselin

Keesokan harinya, hujan sangat deras.. jam menunjukkan pukul 7 pagi serta bunyi bel
yang merdu tetapi Jeni masih saja belum datang sekolah. Tak lama kemudian teman sekelas
Jeni mengatakan kepada aku dan Rea bahwa Jeni kecelakaan. Tanpa pikir panjang, pulang
sekolah aku dan Rea segera menjenguk Jeni. Setiba dirumah Jeni

“Jen!! Kenapa kamu bisa kecelakaan?? Kamu bawa motor laju-laju ya? Rem depan
ya?” ujar aku, karena kami semua tau bahwa Jeni ketika membawa motor itu sangat laju dan
kalau rem, dia selalu rem depan

Jeni hanya menatap ku dengan tatapan yang sangat kosong

“Lain kali hujan-hujan gini jangan bawa motor laju-laju tak papa telat ke sekolah
biasanya kalau hujan-hujan kita datang telat pasti ditoleransi sama guru. Trus bawa motor
jangan pakai rem depan, rem belakang. Kamu kan tau bahayanya bawa motor laju-laju trus
rem depan kan?” ujar aku lagi

Dengan secepat kilat ada tangan yang melayang dipipiku, ternyata tangan tersebut
adalah tangan Jeni. Dia menamparku dengan penuh amarah, tatapannya yang penuh api.

Aku terdiam, merenung, dan memikirkan apakah ada yang salah dengan perkataanku
kepada dia. Gak lama kemudian aku dan Rea pulang dari rumah Jeni

“Re, kamu sadar gak pas Jeni menamparku dia terlihat bukan dirinya, seperti ada
sesosok yang merasuki tubuhnya?’’ tanyaku kepada Rea

“HA??? Jeni tampar kamu? Aku tak nyadar sama sekali mungkin karna aku asik
minum?”
Beberapa hari kemudian sekolah kami ada acara, aku dan teman-teman sekelas aku
menonton acara tersebut di koridor. Tiba-tiba ada yang mencekik ku dengan sangat kuat. Aku
langsung menoleh ke belakang ternyata itu adalah Jeni.

“Kok Jeni mencekik aku lagi ya? Mana sambil senyum-senyum cekik aku” ujar aku
dalam hati

“Jen, jangan gini lagi lah.. bahaya tau cekik-cekik gini”

Tanya mengatakan sepatah kata, Jeni pergi meninggalkan aku di koridor tersebut.
Keesokan harinya lagi, Jeni dengan dingin mengatakan kepada ku bahwa dia mau menjauhi
aku dan Rea untuk sementara. Karna dia merasa dia dengan Rea makin hari makin beda
pendapat yang akan menyebabkan mereka berdua adu mulut.

Tiba pada suatu pagi, kami melakukan ibadah bersama. Di keramain aku mendapatkan
perlakuan kasar lagi dari Jeni. Aku langsung kesel, memikirkan cara agar aku tidak
mendapatkan perlakuan kasar dari Jeni lagi. Aku mengatakan kepada Jeni bahwa aku sangat
emosi ketika mendapatkan perlakuan tersebut, padahal aku tidak berbuat salah kepada dia,
kalau begini terus aku akan memutuskan hubungan dengan dia. Dengan penuh amarah aku
mengatakan semua isi hatiku kepada dia.

Malam harinya kami ada kegiatan ibadah, dia memanggilku dan melihatku dengan
sikap yang sombong dan angkuh.

“Serius kamu mau putus hubungan persahabatan kita?”

“Iya. Aku serius, aku gak bisa begini terus”

Jeni mengulang pertanyaan yang sama lagi kepadaku, dan aku menjawab hal yang sama
lagi kepada dia. Jeni menjadi panik, mata dia mulai berkaca-kaca sambil bertanya ulang serta
memohon kepadaku.

“Nia, aku minta maaf. Aku tak akan mengulanginya lagi, maafkan aku Nia. Susah
payah kita jalani persahabatan kita sejak SMP Nia, kamu yakin? Please maafkan aku Nia, aku
akan intropeksi diri Nia!! Maaf kan aku!!”

Dengan tegas aku mengatakan kepada dia “Iya, aku yakin” lalu aku memutar badanku
dan berjalan meninggalkan dia.

Anda mungkin juga menyukai