Anda di halaman 1dari 10

BunDir

Cerpen Karangan: Delldera

Kategori: Cerpen Motivasi, Cerpen Persahabatan, Cerpen Remaja

Lolos moderasi pada: 28 July 2022

Nugi meninggalkan joran pancingnya sesaat setelah ia melempar


umpan.

Nugi berjalan menuju dua temannya dan pada saat itu juga Rega
melompat ke sungai.

“Jancoook..” kata Rega kesenangan.

Evan menghisap sekali lagi rok*knya dan setelah itu ia ikut melompat
untuk berenang.

“Seger bat airnya. Mandi di sungai aja udah seneng banget ya apalagi di
kolam renang.”

Evan lalu menenggelamkan tubuhnya sepersekian detik. Lalu ia menepi.

“Lu ga renang?” Tanya rega.

“Takut buaya gua mah.” Sahut Nugi.

“Gua maksud lu?” Rega berkelakar.

Nugi dan Evan hanya menonton Rega yang asik berenang.


“Tidur bentar ah. Eh, jagain pancing gua yak.”

Evan mengangkat alisnya menandakan iya.

Rega menyelam tapi bokongnya mengapung.

Evan tersenyum kecut melihatnya.

Evan memandang ke sekeliling. Rumput bergoyang dan cahaya


matahari menyerukan suasana. Matanya lalu melihat kearah jembatan.
Nampak seseorang sedang berdiri disana. Evan memperhatikannya.
Cukup lama orang itu berdiri sampai ia mengangkat kakinya memanjat
penghalang jembatan.

“Woi…” Desis Evan. Keningnya mengkerut.

“Liat apaan bro? Buaya?” Kata Rega.

“Itu orang kayaknya mau lompat deh.”

Rega menoleh kearah tersebut.

“Ntar juga hanyut gua tangkap dari sini” kata Rega.

“Kalau dia ga bisa berenang gimana? Trus tenggelam?” Evan berdiri.


Wajahnya nampak khawatir.

“Mba..! Jangan lompat dulu! Saya kesitu…!!” Rega berenang melawan


arus sungai.

Orang itu melompat dari jembatan. Evan berlari sangat kencang. Ia


langsung menceburkan diri setelah berada cukup dekat.

Nugi duduk dan melihat Rega yang berenang disitu situ saja.

2
“Edan.” Gumamnya melihat tingkah Rega.

Evan bersusah payah menarik wanita itu dari sungai. Ia sampai terbatuk
batuk. Evan menarik nafas beberapa kali hingga merasa jantungnya
sudah stabil kembali.

Sementara orang yang ia selamatkan itu berteriak histeris.

“Mbak e kesurupan to?” Tanya rega membentak. Sekaligus membuat


gadis itu diam.

“Kalau mau bunuh diri jangan disini. Ini tempat kami berenang. Jadi
angker nanti.” Kata Evan. Matanya menatap tajam.

Nugi mendekat, baru mau bicara tapi gadis itu mendahuluinya.

“Gua juga ga sudi ditolong sama kalian. Jangan harap gua berterima
kasih! Gua cuma mau mati!” Gadis itu menendang nendang batu
disekitarnya.

“Mba jangan seperti itu. Kita ini berniat baik loh mba. Ada masalah apa
sampai segitunya? Coba cerita, cari solusi sama sama hibur diri. Jangan
lemah jangan bundir.” Nugi memegang pundaknya.

“Kasian. Cantik cantik stress.” Ketus Rega. Gadis itu menoleh seakan
mau menyerangnya. Rega memegang mulut.

“Maksudnya, mba mungkin kurang hiburan atau mau gua hibur?” Lanjut
Rega.

Tiba tiba Evan menarik tangan gadis itu.

“Lepasin.!!” Pekiknya.

3
Evan menyeretnya.

“Mau dibawa kemana pan?” Tanya Nugi.

“Kita lapor pak RT.”

Ketiganya pun membawa gadis itu menuju rumah pak RT.

Seorang petani yang berjalan dari arah berlawanan melihat dengan


antusias.

“Hei, ngapain kalian?” Petani berhenti didepan mereka.

“Ini pak, ni cewe mau bunuh diri tapi untungnya berhasil kita selamatin.
Sekarang kita mau lapor ke pak RT.” Jelas Rega. Petani mangut mangut
melihat pakaian mereka yang basah.

“Ooo ya sudah. Pak RT tadi saya lihat ada di rumahnya kok.”

Setelah berpamitan para pemuda itu berlalu sambil si gadis masih


berusaha melepaskan diri.

Petani itu memperhatikan dari belakang.

“Ckckk kasihan cantik cantik ingin bunuh diri. Anak saya aja jelek masih
betah hidup.” Kata petani. Lalu bapak tua itu melanjutkan
perjalanannya.

Nugi mulai resah karna gadis itu terus memberontak.

“Rega, pan, gua males kalau itu cewek teriak-teriak depan rumah.”

Kedua temannya menyadari itu.

4
Tepat di depan mereka rumah orangtua Nugi berdiri tegak.

“Lepasin gua!! Kalian apa apaan sih!!?”

Gadis itu memberontak tapi tetap saja kekuatan lengan kedua lelaki di
sampingnya tak mampu ia kalahkan.

“Kek anak monyet” kata Rega melihatnya.

“Lepasin nggak?!”

“Bisa diam nggak?” Kata Evan yang memegangi tangannya.

Tiba-tiba Gadis itu menangis lagi.

Mereka berempat tak beranjak dari bayangan pohon di tepi jalan.

“Kalian nggak tahu apa-apa bego!” Gadis itu menangis pelan.

“… Lu tau gak ada yang lebih najis daripada ludah anjing? yaitu mulut
wanita yang bicara kotor Kayak lu!” Rega mulai geram.

Gadis itu mengelap air matanya.

“jangan bawa gua ke Pak RT. Malu-maluin tahu nggak. Apa kata orang
nanti. Apa kata keluarga gua kalau mereka tahu gua mau bunuh diri.”

Nugi berjongkok menyamakan posisi Gadis itu yang terduduk.

“Ya udah. Nona maunya apa? mau dianterin pulang aja?” Tanya Nugi
baik-baik.

Karena Gadis itu diam saja Nugi menganggap iya.

5
Nugi berjalan ke rumahnya dan datang lagi membawa motor.

“Anterin aja ke rumahnya Pan. Kalian bawa berdua ya. Nih motor. Gua
mau lanjut mancing lagi. Joran masih di sungai.” Nugi memberikan
motornya.

Evan menaikinya. Dilanjut oleh gadis itu yang masih membisu. Lalu Rega
dibelakangnya.

“rumahnya di mana?” Tanya Evan lagi.

“Arah Pondok Jati.” Jawab gadis itu pelan.

Berarti satu persimpangan lagi dan jalan sudah lurus.

“Nanti bilang stop aja ya” kata Evan merasa dirinya sopir angkot.

Gadis itu mengibas bahunya. Ia risih dengan tangan Rega yang dari tadi
menapak di situ.

“Nggak usah dipegang terus juga kali, gua gak bakal lompat juga.”

Rega menyadari bahwa dari tadi Ia seperti polisi yang menangkap


penjahat.

“Ya… Bisa jadi Kan lu bunuh diri lompat dari motor.” Tangannya
melepaskan percaya.

Sudah 20 menit mereka di atas motor. Bahkan sudah melewati daerah


Pondok Jati. Evan berdecak kesal. Ia menghentikan motor.

“Rumahmu di mana sih?” Evan membalikkan badan menghadap gadis


itu.

6
“Mbak, bisa jawab? Atau kesurupan lagi?” Kata Rega greget yang
ditanya dari tadi diam.

“Aku nggak mau pulang.” Jawabnya dengan suara lembut.

Rega menghembus nafas dengan kasar mengenai telinga gadis itu.


Membuatnya sedikit takut. Ia sadar sudah banyak merepotkan para
pemuda itu.

“Kita hubungi keluargamu. Tahu nomornya kan? Rega bawa HP?”

“HP kan ditinggal di rumah Nugi karena tadi mau berenang.” Kata Rega.

Evan sangat kesal begitu tahu ketiganya tidak ada yang membawa
telepon genggam.

“Mbak, Selagi saya dan kawan saya masih sabar nih ya. Sebutkan aja
rumah Mbak di mana.” Tanya Evan sekali lagi.

“kalian tinggalin aja saya di sini. Saya kan sudah bilang nggak mau
pulang.”

Mendengar itu Rega langsung turun dari motor, ia melangkah agak jauh.

“Lu.. kalau bukan cewek dah abis lu gua seret ke setiap rumah di
Pondok Jati.”

Rega menunjuk. Evan mengibaskan tangannya.

Nugi menyeruput kopinya.

Ia duduk di ruang tengah menanti kedua temannya itu.

7
Suara motor yang dikenalinya itu terdengar. Nugi bangun sambil
tangannya masih memegang kopi.

“Loh… Kenapa gak dianterin pulang?” Tanyanya ke Evan. Matanya


beralih ke gadis itu.

“Dia katanya mau nikah aja sama Epan.” Rega nyeletuk. Nugi melongo.

“Kunci motornya masih di situ?” Tanya Rega.

“Iya. Mungkin.” Kata gadis yang diketahui namanya Rista. Rega berjalan
pergi mengambil motor Rista yang ditinggal di jembatan.

“Ada apa, Pan?” Tanya Nugi melihat Evan turun dari motor dengan
santai. Tanpa was-was Gadis itu bakal kabur.

Evan pun menceritakan bahwa Rista akhirnya mau dirujuk pulang tapi
tidak dengan mereka karena ia takut dimarahi jika pulang bersama pria
dengan keadaan mereka yang baru saja kering dan sangat berantakan.

“Aku mau pulang dengan baik-baik. Boleh pinjam sisirmu?” Kata Arista.

Nugi menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Tak lama setelah itu Rega
datang dengan motor Scoopy merah milik Rista.

Rista langsung keluar ketika selesai menata rambutnya. Rambutnya


dikuncir dengan rapi. Dan tidak terlihat seperti gadis yang stres lagi.

“Kayak gitu kan cantik.” Kata Evan dalam hati.

Rista memakai sendalnya.

8
“Makasih ya semuanya. Nugi.. maaf sudah ngerepotin. Aku mau pulang
dan kalian jangan khawatir aku akan bunuh diri lagi. Jujur melihat cara
kalian memperlakukan aku tadi, membuat aku sadar bahwa jika setiap
masalah harusnya cari solusi bukan cari mati.”

Rista menyalami ketiganya.

“Ya. Jangan mati Rista. Hidupmu berharga tahu nggak. Mungkin lu


emang punya masalah yang berat tapi di lain sisi ada orang yang nggak
seberuntung lo. Ada orang lain yang ingin jadi lu, kita nggak pernah tahu
kan?” ucap Evan.

“Kalau butuh teman kita bisa jadi teman cerita Lu kok. kita hibur, kita
layani. Ibarat tanaman hias kita siram tiap hari.”

Kata Rega saat Rista menyalaminya.

Rista tersenyum.

“Janji ya. Jangan pakai cara gitu lagi. Rista bukan pengecut kan?” Nugi
mengakhiri kalimatnya dengan senyum.

Rista merasakan kehangatan dari ketiga pemuda yang menolongnya itu.


Tangannya membuka jok motor. Ia mengeluarkan hp.

“Boleh kuminta nomor kalian?”

Evan meraih ponsel itu dan jarinya langsung sibuk bermain di layar
ponsel.

“Ini nomor Evan. Kamu bisa hubungi kita lewat situ. Kita selalu bertiga
kok.”

Evan mengembalikan ponsel Rista.

9
“iya. 24 jam ada kok buat Rista. Nugi tersenyum lalu menyeruput
kopinya lagi.

“beneran pulang ya, Awas kalau macam-macam lagi.”

Rega menggoyangkan rambut Rista. Rista tersenyum mengokohkan


kembali rambutnya. Entah kenapa hatinya merasa tenang. Ketiga
pemuda itu meneguhkan kepercayaannya pada Rista.

Hanya itu yang bisa kita lakukan pada hati yang patah.
Mengokohkannya kembali. Karena kita tidak bisa mengawasi seseorang
yang ingin mengakhiri hidupnya karena yang sudah berniat ingin mati ia
bisa membunuh dirinya kapan saja dengan cara apapun. Itulah yang
dilakukan ketiga pemuda yang kini telah menjadi teman Rista.

Rista pun pulang ke rumahnya dengan suasana hati yang lumayan


damai. Apapun yang akan terjadi nanti ia akan menghadapinya. Karna ia
sadar, ia dan hidupnya sangat berharga.

10

Anda mungkin juga menyukai