Anda di halaman 1dari 11

P4.

Konsep Kehilangan dan Kematian


Oleh. Dr. Moudy E.U Djami, MKM., M.Keb

A. Pengertian Kehilangan
 Kehilangan dan kematian adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat
universal dan unik secara individual. Tenaga kesehatan menggunakan pengetahuan
tentang konsep kehilangan dan duka cita untuk secara kreatif menerapkan intervensi
untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, dan memberikan dukungan
kepada klien yang menjelang kematian.
 Loss adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau
terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan (Hidayat, 2012).
 Loss adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Iyus Yosep,
1979).
 Loss merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

B. Faktor yang mempengaruhi kehilangan


Faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan menurut Aiken (1994) antaral lain:
 Hubungan dengan orang yang meninggal
 Kepribadian
 Usia
 Jenis kelamin orang yang ditinggalkan
 Peristiwa ketika terjadi kematian
 Durasi penyakit
 Konteks budaya dimana kematian terjadi

C. Dampak Kehilangan
Dampak kehilangan antara lain:
 Masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang,
kadang-kadang akan timbul perasaan takut saat ditinggalkan / dibiarkan kesepian.
 Masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat menimbulkan disintegrasi dalam
keluarga.
 Masa dewasa tua, kehilangan khususnya karena kematian pesangan hidup, dapat
menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semnagat hidup individu yang
ditingggalkan

D. Sifat-sifat dari Kehilangan


Sifat-sifat kehilangan:
1. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan
dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau
pelalaian diri akan sulit diterima.
2. Berangsur-angsur (dapat Diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang
ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando : 1984).

E. Tipe-tipe dari Kehilangan


1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan
individu yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota badan, uang,
pekerjaan, anggota keluarga.
2. Perceived Loss (Psikologis)
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak dapat
dirasakan/dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan masa remaja, lingkungan yang
berharga.
3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan
perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung.
Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.

F. Lima Kategori Kehilangan


Kategori kehilangan antara lain:
1. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek/kehilangan milik sendiri/bersama-sama misalnya kehilangan karena
kecurian (perhiasan, uang, perabot rumah) atau kehancuran akibat bencana alam.
2. Kehilangan lingkungan yang dikenal.
Bisa diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari
latar belakang dalam waktu satu periode atau digantikan secara permanen. Kehilangan
lingkungan yang dikenal misalnya kehilangan karena bepindah rumah, dirawat dirumah
sakit atau berpindah pekerjaan.
3. Kehilangan sesuatu atau individu yang berarti.
Kehilangan sesuatu atau individu yang berarti misalnya kehilangan pekerjaan, kepergian
anggota keluarga atau teman dekat, kehilangan orang yang dipercaya atau kehilangan
binatang peliharaan.
4. Kehilangan suatu aspek diri.
Kehilangan suatu aspek diri misalnya kehilangan anggota tubuh dan fungsi psikologis
atau fisik.
5. Kehilangan hidup
Dimana seseorang mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada
kegiatan dan orang disekitarnya sampai pada kematian yang sesungguhnya. Kehilangan
hidup misalnya kehilangan karena kematian anggota keluarga, teman dekat atau diri
sendiri.
G. Tahapan-Tahapan Kehilangan
Tahapan kehilangan menurut Sanders (1998) antara lain:
1. Shock
Karakteristik pada tahap ini adalah rasa tidak percaya, kebingungan, gelisah, rasa tidak
berdaya, serta mengambil jarak psikologis dari diri sendiri. Intensitas shock yang dialami
seseorang ketika berhadapan dengan kematian berhubungan dengan banyak hal,
misalnya kelekatan /attachement dengan orang yang meninggal, bagaimana peristiwa
kematian terjadi, dan apakah peristiwa tersebut telah dipikirkan. Keterkejutan
menyebabkan seseorang merasa bingung dan tidak berdaya. Ia akan merasa terluka
ketika mengingat orang yang telah tiada dan berusaha memahami peristiwa yang telah
terjadi. Pada titik tertentu, shock mulai hilang dan seseorang dapat merasakan
intensitas grief. Hal ini menunjukan individu telah memasuki tahap kedua yaitu
awareness od loss.

2. Awareness of Loss
Karakteristik dari tahap ini adalah kecemasan akan perpisahan, konflik emosional, tress
yang berkepanjangan, sensitive yang berlebihan, rasa marah, dan rasa bersalah. Dalam
masa ini seseorang mengalami disorganisasi emosional yang intens, dan sulit menerima
kenyataan bagi orang tua yang kehilangan anaknya. Hilangnya control akan kematian
anak menyebabkan orang tua merasa kehilangan kontrol terhadap hal-hal lain dalam
kehidupannya.
Periode ini mengaktivasi bagian simpatetik dari sistem syaraf otonom, yang melepaskan
jumlah adrenalin berlebihan. Hal ini menyebabkan seseorang mengalami kesulitan tidur
atau bahkan untuk duduk dalam waktu tertentu. Tubuh yang lelah akhirnya mendorong
seseorang masuk ke fase selanjutnya yaitu fase dimana seseorang menyimpan energi
dan secara perlahan menarik diri dari orang lain. Perpindahan ini adalah cara dari tubuh
mengatakan bahwa ini adalah saat untuk menyimpan energi yang dibutuhkan untuk
mengatasi grief secara efektif.

3. Conservation /Withdrawal
Karakteristik dari tahap ketiga antara lain: menarik diri (withdrawal); putus asa
(despair); sistem imun melemah (weakened immune system); lelah (fatigue); hibernasi
(hibernation); dan grief work. Fase ini adalah fase dimana tubuh memberi tanda untuk
beristirahat, dimana individu secara temporer tidak aktif, membutuhkan tidur, waktu
untuk sendiri, dan tidak banyak bergerak. Reaksi ini merupakan langkah yang positif,
meskipun seolah sedang mengalami depresi.
Pada saat seseorang mencapai tahap ini, individu berharap kondisi akan menjadi lebih
baik. Akan tetapi, energi yang ia miliki semakin melemah dan tubuh membutuhkan
istirahat untuk dapat mengembalikan energi seperti semula. Pada fase ini, individu juga
terus menerus memikirkan dan mengingat kembali peristiwa dan kenangan orang yang
telah tiada atau melakukan grief work yang merupakan pusat dari tahap ketiga. Semakin
sering orang yang berduka membicarakan peristiwa kematian dan kenangan mengenai
orang yang telah tiada, kematian tersebut semakin nyata. Individu mulai menerima
fakta bahwa anaknya telah pergi untuk selamanya.
4. Healing
Karakteristik dari tahap keempat adalah: mengambil kendali (taking control);
mengakhiri peran yang lama (giving up old roles); membentuk identitas baru (forming a
new identity); memaafkan dan melupakan (forgiving and forgetting); mencari makna
(searching for meaning); dan menutup lingkaran peristiwa (closing the wound). Pada
tahap ini, seseorang mulai mengambil kendali dalam hidupnya. Selain itu juga terdapat
peran yang harus diakhiri dan identitas baru yang harus dibentuk. Dalam fase ini
seseorang mencari makna dari peristiwa kematian, belajar memaafkan dan melupakan
peristiwa menyakitkan yang telah terjadi. Individu mulai menyadari bahwa masih ada hal
lain yang harus ia perhatikan selain terfokus dengan peristiwa kehilangan.
Kehilangan anak membutuhkan lebih banyak membangun kembali identitas daripada
bentuk kehilangan lainnya. Identifikasi orang tua terhadap anak sangat kuat sehingga
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk melepas hubungan tersebut. Proses
melepaskan itu yang dapat membuat seseorang membentuk identitas baru. Seseorang
mulai membangun minat baru dalam berbagai hal seperti hobi baru, anak- anak yang
masih hidup, dan pernikahan

5. Renewal
Karakteristik dari tahap kelima antara lain: membangun kesadaran diri yang baru
(developing new self-awareness); menerima tanggung jawab (accepting responsibilities);
belajar untuk hidup tanpa kehadiran orang yang telah tiada (learning to live without);
berfokus pada kebutuhan dalam diri (focusing on inner needs); memperhatikan hal-hal
di luar dirinya (reaching out); dan menemukan pengganti (finding substitutes).
Pada tahap ini, kehidupan baru dimulai dimana seseorang bukanlah orang yang sama
lagi. Individu memiliki potensi untuk mengembangkan kekuatan baru yang akan
mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Seseorang menjadi lebih toleran dan memiliki
perasaan yang lebih dalam untuk berbagi dengan orang lain. Fase ini memberi
kesempatan bagi seseorang untuk membangun kesadaran diri yang baru serta
membangun kemandirian emosional. Individu menyadari bahwa ia memiliki tanggung
jawab atas kebahagiaannya sendiri.

H. Konsep kematian dan berduka


Pengertian berduka / grief menurut para ahli antara lain:
 Grief refers to the intense emotional suffering that accompanies our experience of
loss (Atwater, 1999)
 Grief refers to the distress caused by the loss of a loved one through death. Grief
represents one’s emotional reaction to another’s death (Tumer & Helms, 1987)

 Grief is the emotional response experienced in the early phases of bereavement; it


can take many forms, from rage to a feeling of emptiness (Papalia, Stems, Feldman
& Camps, 2007)
 Grief is defined as a person’s emotional reaction to the event of loss and as a process
of realization, of making real inside the self and event that has already occurred in
reality outside (Parkes, 1972, dalam Harvey 1996; DeSpelder and Strickland, 1992)
 Dalam Harvey (1996) dikatakan bahwa reaksi awal yang muncul setelah kematian
orang yang dikasihi adalah rasa terkejut (shock), perasaan hampa atau kosong
(feeling numb) penyangkalan (denial), dan perasaan yang naik turun termasuk
depresi. Pada dasarnya, grief adalah reaksi adaptif yang penting untuk pemulihan
(recover).
 Jadi dapat disimpulkan bahwa grief adalah reaksi emosional yang mendalam akibat
kehilangan seseorang yang dikasihi,yang dapat didahului dengan shok,
penyangkalan dan tidak percaya sampai menerima kenyataan yang dihadapinya.

I. Tanda dan Gejala Berduka


 Efek fisik
Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah, berat badan menurut
 Efek emosional
Mengikari, bersalah, marah, kebencian, depresi, kesedihan, sulit untuk
berkonsentrasi, gagal menerima kenyataan.
 Efek social
Menarik diri dari lingkungan

J. Respon berduka
Respons berduka menurut teori Kubler-Ross antara lain :
1. Tahap pengingkaran Reaksi awal individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya dan tidak mengerti, atau mengikari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar
telah terjadi. Sebagai contoh, orang atau keluarga dari orang yang menerima diagnose
terminal akan terus-menerus mencari informasi tambahan. Pada tahap ini, reaksi fisik
yang terjadi adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernapasan, detak
jantungcepat, menagis, gelisah, dan tidak tahu harus buat apa. Reaksi ini dapat berakir
dalam waktu beberapa menit atau beberapa tahun.
2. Tahap kemarahan Pada tahap ini, individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul
sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami
kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak
pengobatan, dan menuduh petugas kesehatan lainnya yang tidak kompeten. Respon
fisik yang sering terjadi, antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal, dan lain-lain.
3. Tahap tawar-menawar Pada tahap ini, terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan
terjadi kehilangan. Individu bertindak seolah-olah kehilangan tersebut dapat dicegah
dengan mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan.
Individu mungkin berupa melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan Yang Maha Esa.
4. Tahap depresi Pada tahap ini, pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-
kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa
tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang ditunjukkan
antara lain menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun, dan lain-lain.
5. Tahap penerimaan Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi rasa kehilangan. Pikiran
yang selalu bepusat kepada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang
ke depan. Gambaran tentang objek atau individu yang akan mulai dilepaskan secara
bertahap. Perhatiannya akan beralih kepada objek yang baru. Apabila individu dapat
memulai tahap tersebut dan menerima kenyataan dengan perasaan damai, maka dia
dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi rasa kehilangan secara tuntas.
Kegagalan untuk masuk ke tahap penerimaan akan mempengaruhi kemampuan individu
tersebut dalam mengatasi rasa kehilangan selanjutnya.

K. Patological Grief
Grief sebenarnya bukan merupakan penyakit namun efek dari grief yang sangat dalam
dapat menyebabkan suatu penyakit tertentu. Grief yang terus berlangsung seolah masa
berkabung tidak kunjung usai, individu dapat mengalami akibat yang lebih serius dalam
jangka waktu yang lama. Menurut Atwater dalam Lifina (2004) semakin lama penyesuaian
grief tertunda, semakin parah sintom yang dialami. Beberapa jenis phatological grief yang
dikemukakan adalah:
1. Delayed grief: merupakan periode grief yang tertunda, dengan periode penundaan
yang bervariasi antara berminggu-minggu sampai bertahun-tahun. Grief dapat
dinyatakan tertunda jika kemunculannya membutuhkan waktu lebih dari 2 minggu
setelah peristiwa kematian
2. Absent grief: ditunjukan dengan tidak muncul atau tidak adanya ekspresi grief yang
umum, pengingkaran (denial) perasaan terhadap kehilangan, tidak ada tanda-tanda
fisik dari grieving dan bersikap seolah-olah tidak ada apapun yang terjadai. Hal ini
dapat disebabkan oleh hubungan yang tidak disertai kedekatan (attachment) dalam
kualitas yang mendalam.
3. Chronic grief: merupakan periode grief yang berkepanjangan, tidak berakhir dan
tidak menunjukan perubahan, disertai dengan depresi,rasa bersalah, dan
menyalahkan diri sendiri, ditandai dengan kesedihan, menarik diri, preukupasi
berkepanjangan terhadap orang yang sudah meninggal serta disstres yang
berkepanjangan dan tidak berkesudahan, selama bertahun-tahun orang yang
ditinggalkan menunjukan grief yang intentens dan berkepanjangan seolah-olah grief
yang ia alami baru saja terjadi. Hal ini sering terjadi disebabkan bentuk hubungan
yang memiliki kelekatan (clinging) dan ketergantungan (dependent). Chronic grief
merupakan pola yang umum ditemui pada wanita yang mengalami kematian anak
usia remaja karena kematian mendadak dan tidak diperkirakan sebelumnya.
4. Inhibited grief: digambarkan sebagai orang yang ditinggalkan tidak mampu untuk
sepenuhnya membicarakan, menyadari, dan mengekspresikan kehilangan yang
dialami, atau berupa respon grief yang terbatas atau partial. Inhibited grief dapat
merupakan suatu kontinum dari absent grief yang munculnya disorsi seperti
kemarahan atau rasa salah yang berlebihan dengan tidak adanya perilaku grieving
lainnya yang signifikan. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya sejarah depensi atau
ambivalensi dalam hubungan dengan orang yang telah meninggal sehingga
memunculkan sindrom seperti conflicated grief atau clinging grief.
5. Unresolved grief: dapat diekspresikan dalam beberapa bentuk, dari keluhan fisik
yang tidak dapat dijelaskan hingga keluhan psikologis. Hal tersebut berhubungan
dengan kehilangan yang dialami individu tersebut. Orang yang ditinggalkan
mengalami kesulitan bertoleransi dengan hal-hal yang menyakitkan atau tidak
adanya kekuatan dalam diri untuk melalui periode tersebut dan menghadapi grief
yang dialami. Pada beberapa kasus, grief yang tidak terselesaikan dimunculkan lebih
tersamar.

L. Tindakan pada Pasien yang Kehilangan atau Berduka


1. Tindakan pada pasien dengan tahap pengingkaran
a. Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
dengan cara:
 Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan berdukanya
 Meningkatkan kesabaran pasien secara bertahap tentang kenyataan dan
kehilangan apabila sudah siap secara emosional
b. Menunjukkan sikap menerima dengan ikhlas kemudian mendorong pasien untuk
berbagi rasa dengan cara:
 Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai apa yang
dikatakan oleh pasien tanpa menghukum atau menghakimi
 Menjelaskan kepada pasien bahwa sikapnya dapat timbul pada siapapun
yang mengalami kehilangan
c. Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit,
pengobatan dan kematian dengan cara:
 Menjawab pertanyaan pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti, jelas
dan tidak berbelit-belit.
 Mengamati dengan cermat respons pasien selama berbicara
 Meningkatkan kesadaran secara bertahap
2. Tindakan pada pasien dengan tahap kemarahan
a. Mengizinkan dan mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya
secara verbal tanpa melawannya kembali dengan kemarahan. Hal itu dapat
dilakukan dengan cara:
b. Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa sebenarnya kemarahan pasien tidak
ditunjukkan kepada mereka.
c. Mengizinkan pasien untuk menangis
d. Mendorong pasien untuk membicarakan rasa marahnya
e. Membantu pasien dalam menguatkan sistem pendukungnya dan orang lain
3. Tindakan pada pasien dengan tahap tawar-menawar
Membantu pasien dalam mengungkapkan rasa bersalah dan takut dengan cara:
 Mendengarkan ungkapan yang dinyatakan pasien dengan penuh perhatian
 Mendorong pasien untuk membicarakan rasa takut atau rasa bersalahnya.
 Bila pasien selalu mengungkapkan kata “kalau.....” atau “seandainya....”
 Beritahu pasien bahwa petugas kesehatan hanya dapat melakukan sesuatu
yang nyata.
 Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa
takutnya.
4. Tindakan pada pasien dengan tahap depresi
a. Membantu pasien mengidentifitas rasa bersalah dan takut dengan cara:
 Mengamati perilaku pasien dan bersama dengannya membahas
perasaannya
 Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri; sesuai dengan derajat
resikonya.
b. Membantu pasien mengurangi rasa bersalah dengan cara:
 Menghargai perasaan pasien
 Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan
mengaitkannya terhadap kenyataan.
 Memberi kesempatan pada pasien untuk menangis dan mengungkapkan
perasaannya
 Bersama pasien membahas pikiran yang selalu timbul
5. Tindakan pada pasien dengan tahap penerimaan
Membantu pasien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan dengan cara:
 Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teratur
 Membantu keluarga berbagu rasa karena setiap anggota keluarga tidak
berada pada tahap yang sama di saat yang bersamaan.
 Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati
 Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan keluarga

M. Sekarat dan Kematian


1. Definisi Sekarat dan Kematian
Sekarat merupakan suatu kondisi pasien saat sedang menghadapi kematian yang
memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Kematian secara klinis
merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi dan tekanan darah serta hilangnya
respons terhadap stimulus eksternal ditandai dengan aktivitas listrik otak terhenti.
Dengan kata lain, kematian merupakan kondisi terhentinya fungsi jantung, paru-paru,
dan kerja otak secara menetap. Sekarat dan kematian memiliki proses atau tahapan
yang sama seperti pada kehilangan dan berduka. Tahapan tersebut sesuai dengan
tahapan kubler-ross yaitu diawali dengan penolakan, kemarahan, tawar-menawar,
depresi dan penerimaan.

2. Perubahan Tubuh Setelah Kematian


a. Rigor Mortis (kaku) yang dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian
b. Algor Mortis (dingin) yaitu suhu tubuh perlahan-lahan turun 1 derajat celcius
setiap jam sampai mencapai suhu ruangan.
c. Post Mortem Decomposition yaitu terjadi livor mortis (biru kehitaman) pada
daerah yang tertekan dan melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak
bakteri. Ini disebabkan karena sistem sirkulasi hilang, darah/sel-sel darah merah
telah rusak dan terjadi pelepasan HB.
N. Pendampingan Pasien Sakratul Maut
1. Definisi
Perawatan pasien yang akan meninggal dilakukan dengan cara memberi pelayanan
khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal
2. Tujuan
1) Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada pasien dan
keluarganya.
2) Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien disekitarnya.
3) Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara medis bisa
dilihat dari keadaan umum, vital sign dan beberapa tahap-tahap kematian.
3. Persiapan alat
1) Disediakan tempat sendiri
2) Alat-alat pemberian O2
3) Alat resusitasi
4) Alat pemeriksaan vital sighn
5) Pinset
6) Kasa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir
7) Alat tulis
4. Prosedur Kerja
1) Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan.
2) Mendekatkan alat
3) Memisahkan pasien dengan pasien lain
4) Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri.
5) Membersihkan pasien dari keringat
6) Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan penuh
perhatian, serta tidak tertawa-tawa atau bergurau disekitar pasien
7) Membasahi bibir pasien dengan kasa lembab, bila tampak kering menggunakan
pinset
8) Membantu melayani dalam upacara keagamaan
9) Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
10) Mencuci tangan
11) Melakukan dokumentasi

O. Perawatan Jenazah
1. Definisi
Perawatan pasien setelah meninggal dunia.
2. Tujuan
1) Membersihkan dan merapihkan jenazah
2) Memberikan penghormatan terakhir kepada sesama insan 3. Memberi rasa puas
kepada sesama insani
3. Persiapan alat
1) Celemek
2) Verban/kasa gulung
3) Sarung tangan
4) Pinset
5) Gunting perbant
6) Bengkok/Piala ginjal/Nierbeckhen 1
7) Baskom 2
8) Waslap 2
9) Kantong plastik kecil (tempat perhiasan)
10) Kartu identitas pasien
11) Kain kafan
12) Kapas lipat lembab dalam kom
13) Kasa berminyak dalam kom
14) Kapas lipat kering dalam kom
15) Kapas berminyak (baby oil) dalam kom
16) Kapas alkohol dalam kom
17) Bengkok lysol 2-3%
18) Ember tertutup 1

Prosedur Kerja
1) Memberitahukan pada keluarga pasien
2) Mempersiapkan peralatan dan dekatkan ke jenazah
3) Mencuci tangan
4) Memakai celemek
5) Memakai hand scoon
6) Melepaskan perhiasan dan benda-benda berharga kain diberikan kepada keluarga
pasien (dimasukkan dalam kantong plastik kecil)
7) Melepaskan peralatn invasif (selang, kateter, NGT dll)
8) Membersihkan mata pasien dengan kasa, dan ditutup dengan kassa lembab
9) Membersihkan bagian hidung dengan kassa, dan ditutup dengan kapas minyak
10) Membersihkan bagian telinga dengan kasa, dan ditutup dengan kapas berminyak.
11) Membersihkan bagian mulut dengan kasa
12) Merapihkan rambut jenazah dengan disisir
13) Mengikat dagu dari bawah dagu sampai ke atas kepala dengan verban gulung
14) Menurunkan selimut sampai bawah kaki
15) Membuka pakaian bagian bawah, taruh dalam ember
16) Membersihkan genetalia dengan kassa kering dsn waslap
17) Membersihkan bagian anus dengan cara miringkan jenazah ke kiri dengan meminta
bantuan keluarga
18) Memasukan kasa berminyak ke dalam anus jenazah
19) Melepaskan stick laken dan perlak bersamaan dengan membentangkan kain kafan,
lipat stick laken dan tarun dalam ember
20) Mengembalikan ke posisi semula
21) Mengikat kaki dibagian lutut jenazah, pergelangan kaki, dan jari-jari jempol dengan
menggunakan verban gulung.
22) Mengikatkan identitas pada jempol kaki
23) Membuka boven laken bersamaan dengan pemasangan kain kafan
24) Jenazah dirapihkan dan dipindahkan ke brankart
25) Alat-alat tenun dilepas dan dimasukkan ke dalam ember serta melipat kasur
26) Merapihkan alat
27) Melepas handscoen
28) Melepas celemek
29) Mencuci tangan

Anda mungkin juga menyukai