Anda di halaman 1dari 90

KUMPULAN TILIK CSL SEMUA BLOK

A. Muskulo
1. Anamnesis Sistem Muskuloskeletal
Riwayat Penyakit Sekarang
1. Menanyakan dan menentukan keluhan utama dari pasien (nyeri, kaku, pegal, kesemutan, baal)
2. Gali riwayat penyakit yang dapat membantu menegakkan diagnosa:
• Lokasi nyeri: tepatnya nyeri terletak disebelah mana? Satu sisi atau dua sisi?
• Onset nyeri: akut, subakut, kronis
• durasi nyeri: menetap, hilang timbul
• Intensitas nyeri (mengganggu konsentrasi bekerja), berat (tidak masuk kerja/tidak bisa beraktivitas)
• Kualitas nyeri: seperti ditusuk, berdenyut, disayat
• Penjalaran nyeri (misal bahu, lengan, paha, betis sampai kaki)
• Faktor/aktivitas duduk ke berdiri, saat sholat, memasak, naik turun tangga, jalan, angkat beban berat,
dan lain-lain
• Faktor/aktivitas yang memperberat dan memperingan nyeri, misal : nyeri bertambah saat berjalan
dan membaik saat duduk/istirahat
3. Tanyakan gejala neurologis yang menyertai rasa nyeri tersebut:
• Rasa kram/kesemutan pada jari-jari
• Rasa tebal/baal (hilangnya sensibilitas/rasa pada kulit/telapak tangan/kaki/jari-jari)
• Kelemahan/kelumpuhan/pengecilanotot/ekstremitas
4. Tanyakan adakah gangguan/keterbatasan bergerak pada fungsi organ, misal:
• Gangguan pada saat membuka pakaian
• Gengguan pada saat mandi
• Gangguan saat berjalan
• Gangguan pada saat naik turun tangga
• Gangguan pada saat sholat
5. Tanyakan gejala yang timbul pada sistem lain yang timbul selama menderita penyakit ini :
• gangguan pada sistem indra : mata, telinga, hidung mulut, gigi
• apakah disertai nyeri kepala atau pusing berputar
• Gangguan sistem respirasi : batuk, pilek, sesak nafas
• Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler): berdebar-debar, nyeri dada
• Gangguan pada sistem pencernaan (gastrointestinal) : mual, muntah, BAB lancar/konstipasi
• Gangguan pada sistem urigenital : BAK lancar? Atau ada gangguan? Nyeri pinggang?
Riwayat Pengobatan
6. Tanyakan riwayat pengobatan :
•Apakah selama menderita penyakit ini pasien sudah minum obat/kedokter ? Kalau sudah obat apa
yang diminum? Lama dan frekwensi minum obat? Apa kata dokter yang merawatnya tentang penyakit
pasien? Bagaimana efek dari obat yang sudah diminumnya?
•Apakah saat ini pasien sedang minum obat tertentu?
•Apakah ada alergi obat? Misal : gatal seluruh tubuh setelah minum obat, syok setelah minum obat
Riwayat Penyakit Dahulu
7. Tanyakan Penyakit sistem lain yang dapat menunjang diagnosa dan menentukan pengobatan dari
pasien :
• Apakah pasien pernah menderita penyakit dengan gejala seperti ini sebelumnya?
• Adakah riwayat diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung, stroke, penyakit asam urat, Artritis,
miksedema, riwayat kehamilan, trauma, neoplasma, osteoartritis, gastritis, penyakit ginjal,
asma,TBC,
• Apakah ada riwayat trauma pada lokasi nyeri
Riwayat Penyakit Keluarga
8. Tanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit/gangguan seperti yang dialami oleh pasien?
Riwayat Psikososial
• Tanyakan aktifitas (kebiasaan, pekerjaan, hobi) pasien sehari-hari yang sekiranya mempengaruhi
atau berhubungan dengan penyakit/gangguan yang dialami pasien sekarang

1
• Tanyakan makanan/minuman yang sering dikonsumsi oleh pasien yang sekiranya dapat
menyebabkan atau memperburuk kondisi pasien saat ini?
• Tanyakan mengenai kondisi lingkungan rumah (rumah tingkat yang memerlukan naik turun
tangga, lingkungan rumah di pegunungan/dataran tinggi, keluarga yang membantu pasien dalam
aktivitas sehari-hari)

2. Teknik Pemeriksaan Sistem Gals


Indikasi :
- Parkinson’s Disease
- Rheumatoid Artritis
- Osteo Arthritis
- Gout
- Ruptur Tendo Achilles
- Kelainan tulang belakang
Menilai Gaya Berjalan Pasien (Gait)
1. Memperhatikan dan menentukan cara atau gaya berjalan pasien : trendelenburg gait, spastic gait,
antalgic gait dll.
Perhatikan simetrisitas gerakan pada kedua bahu, panggul, paha, tungkai dan kaki.
Menilai lengan pasien (Arm)
2. Inspeksi
Memperhatikan adanya tanda-tanda peradangan pada sendi-sendi di lengan (bahu, siku, pergelangan
tangan & sendi-sendi jari) yaitu pembengkakan, kelainan bentuk (deformitas) dan kemerahan
3. Palpasi
Setelah itu lakukan penekanan pada masing-masing sendi dengan jari-jari tangan. Pada orang normal
tidak merasakan nyeri. Jika terjadi peradangan maka pasien akan merasa nyeri.
4. Perintahkan pasien untuk meluruskan kedua lengannya dan melakukan gerakan supinasi dan pronasi
pada sendi siku pasien, tanyakan ada rasa nyeri/tidak dan perhatikan adanya gangguan pada
pergerakannya
5. Perintahkan kepada pasien untuk mengepalkan tangannya lalu menilai kekuatan menggengamnya,
tanyakan ada rasa nyeri/tidak dan perhatikan adanya gangguan pada pergerakannya
6. Perintahkan kepada pasien untuk melakukan oposisi ibu jari dengan jari II-V dengan cara
menyentuhkan ujung ibu dengan ujung jari lainnya (jari II-V), lalu nilailah tingkat ketepatan dan
oposisi, tanyakan ada rasa nyeri/tidak dan perhatikan adanya gangguan pada pergerakannya
7. Perintahkan kepada pasien untuk mengangkat kedua lengannya dan menarik/meregangkan kebelakang
sampai ke bahu, tanyakan ada rasa nyeri/tidak dan perhatikan adanya gangguan pada pergerakannya
Menilai Tungkai Pasien (Leg)
8. Memperhatikan adanya tanda—tanda peradangan pada sendi-sendi tungkai bawah (art.coxae, genu,
sendi pergelangan kaki & jari-jari kaki).
9. Melakukan penekanan ringan pada sendi-sendi tungkai
10. Khusus untuk articulatio genu, perhatikan ada tidaknya efusi yaitu dengan cara melakukan penekanan
pada sisi lateral art. Genu dan pada sisi yang lain kita lakukan palpasi. Jika terasa adanya balloon sign
maka tanda terdapatnya efusi Perhatikan pula adanya pembengkakan atau deformitas lutut
11. Memperhatikan tonjolan otot quadriceps, normal atau tidak
12. Mengangkat kaki pasien dengan tangan kanan, kemudian tekuk 90˚ sambil telapak tangan memegang
lutut pasien dan lakukan gerakan ekstensi dan fleksi. Periksa apakah ada tanda-tanda krepitasi atau tidak
13. Jika terdapat ruptur pada tendo achilles maka terlihat adanya pengumpulan otot pada betis
14. Pada Metatarsophalangeal –I (MTP-I) pada penderita artritis gout, biasanya terdapat tanda-tanda
peradangan yang hebat seperti kemerahan, bengkak dan nyeri yang hebat
Menilai tulang belakang (Spine)
15. Memperhatikan bentuk tulang belakang seperti ada tidaknya skoliosis, kifosis, lordosis.
16. Menilai tulang ruas tulang belakang apakah ada gangguan/ bamboo sign sebagai tanda adanya penyakit
Spondylitis Ankylosa
17. Membandingkan hasil pemeriksaan kedua sisi kanan dan kiri
18. Menutup pemeriksaan

2
3. Pemeriksaan Sindroma Jebakan
Pemeriksaan Sindroma Jebakan N.Medianus
1. Tinel’s test
- Kedua lengan pasien supinasi dengan sedikit hiperekstensi, rileks di atas meja atau di atas pangkuan.
- Pemeriksa mengetukkan kepala palu reflex atau menggunakan jari tangan pada pertengahan
ligamentum carpi transversum (volare).
- Tinel’s test positif jika timbul sensai nyeri atau kesemutan yang sesuai saraf Medianus yaitu jari tangan I-
III dan sisi volar jari ke IV.
2. Phalent’s test
- Kedua telapak tangan pasien menghadap ke bawah lalu difleksikan di depan dada sementara
punggung tangan saling menghimpit.
- Tahan maneuver ini selama 1 menit
- Hasil positif jika timbul nyeri atau kesemutan yang sesuai dengan N. Medianus yaitu yaitu jari tangan I-III
dan sisi volar jari ke IV.
3. Reverse Phalen test
- Kedua telapak tangan pasien ditekuk hiperekstensi di depan dan sementara kedua telapak tangan
saling menghimpit
- Pasien menahan posisi tersebut selama1 menit.
- Hasil positif jika timbul nyeri atau kesemutan pada persarafan N. Medianus yaitu yaitu jari tangan I-III
dan sisi volar jari ke IV.
4. Gangguan sensibilitas
(Pasien menutup mata selama pemeriksaan sensorik)
- Lakukan pemeriksaan sensibilitas pada jari I, II, III dan ½ jari IV pada bagian volar manus dengan
menggunaan serabut pada reflex hammer atau menggunakan kapas yang dipilin
- Lakukan pemeriksaan pada kedua tangan secara bergantian, pemeriksaan awal dilakukan pada tangan
yang mengalami keluhan
- Mintalah pasien untuk menjawab ‘ya’ atau ‘tidak’ pada saat pemeriksaan, dan menyebutkan lokasi
yang dirangsang
Pemeriksaan Sindroma Jebakan N.Ulnaris
5. Tinel’s test
- Kedua lengan pasien supinasi, rileks di atas meja
- Pemeriksa mengetukkan kepala palu refleks atau menggunakan jari tangan pada pada sulcus n.ulnaris
yaitu dibagian posterior epicondylus medialis humeri.
- Tinel’s test positif jika timbul sensasi nyeri atau kesemutan yang sesuai saraf ulnaris yaitu setengah jari
IV sisi ulnar dan V
6. - Tinel’s test dapat juga dilakukan dengan mengetukkan kepala palu refleks atau jari tangan pada tepi
lateral os pisiformis (Guyan’s canal),
- Tinel’s test positif jika timbul sensasi nyeri atau kesemutan yang sesuai saraf ulnaris yaitu setengah jari
IV sisi ulnar dan V
7. Gangguan sensibilitas
(Pasien menutup mata selama pemeriksaan sensorik)
- Lakukan pemeriksaan sensibilitas pada tepi ulnar tealapak tangan jari IV dan V.
- Lakukan pemeriksaan pada kedua tangan secara bergantian, pemeriksaan awal dilakukan pada tangan
yang mengalami keluhan
- Mintalah pasien untuk menjawab ‘ya’ atau ‘tidak’ pada saat pemeriksaan, dan menyebutkan lokasi yang
dirangsang
Pemeriksaan Sindroma Jebakan N.radialis
8. Tinel’s test
- Kedua lengan pasien pronasi, rileks di atas meja atau di atas pangkuan.
- Pemeriksa mengetukkan kepala palu refleks atau menggunakan jari tangan pada bagian proximal dari
processus styloideus os radii.
9. Gangguan sensibilitas
(Pasien menutup mata selama pemeriksaan sensorik)

3
- Lakukan pemeriksaan sensibilitas pada kulit lengan bawah bagian posterior, kulit ibu jari, jari telunjuk,
jari tengah dan separuh bagian lateral jari manis (dorsum manus)
- Lakukan pemeriksaan pada kedua tangan secara bergantian, pemeriksaan awal dilakukan pada tangan
yang mengalami keluhan
- Mintalah pasien untuk menjawab ‘ya’ atau ‘tidak’ pada saat pemeriksaan, dan menyebutkan lokasi yang
dirangsang

Gambar 1. Inervasi regio manus Gambar 3. Tinel test N. medianus

Gambar 4. Phalen test Gambar 5. Reverse phalen test

Gambar 6. Sulcus N ulnaris Gambar 7. Tempat tinel test N. ulnaris

Gambar 8. Guyon’s canal Gambar 9. Area pemeriksaan sensibilitas

B. Respirasi
1. Anamnesis Keluhan Utama Batuk
LANGKAH KLINIK
PERSIAPAN PERTEMUAN
- penampilan pemeriksa
- waktu yang cukup
- tempat yang aman
SAAT ANAMNESIS
1. Memperlihatkan sikap yang ramah, mengucapkan salam
4
2. Perkenalkan diri melalui jabat tangan
3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan mendapatkan inform consent (tujuan, kerahasiaaan, persetujuan)
4. Menciptakan suasana yang bersahabat dalam rangka membina sambung rasa
5. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami
6. Menjadi pendengar yang baik
7. Memberikan kesempatan kepada penderita untuk memberikan respon
8. Anamnesis dimulai dengan menanyakan identitas yaitu :
9. Menanyakan keluhan utama (batuk) dan menggali riwayat penyakit sekarang. Menanyakan
• Onset dan lamanya keluhan batuk
• Sifat dari batuk (kering atau produktif)
• Warna lendir dan apakah disertai darah
• Keluhan lain yang menyertai batuk
• Sudah pernah berobat atau belum, bila sudah, bagaimana hasilnya.
10. Riwayat penyakit masa lalu
• Apakah pernah menderita penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya?
• Tanyakan penyakit lain yang pernah diderita
11. Mengenal riwayat psikososial
• Tanyakan kebiasaan-kebiasaan yang berkaitan/berpengaruh dengan keluhan sekarang. Misalnya
riwayat merokok, riwayat pekerjaan, alergi akan binatang peliharaan, makanan atau obat, dll
12. Riwayat penyakit dalam keluarga dan lingkungan
• Apakah ada anggota keluarga atau lingkungan yang menderita penyakit/keluhan yang sama, bila ada
ditanyakan kedekatannya dengan yang menderita (adanya penyakit keturunan / tertular
keluarga/lingkungan)
MELAKUKAN ANAMNESIS SISTEM LAIN
Menanyakan fungsi fisiologis sistem lain , mulai dari kepala sampai kaki. Bila ada keluhan, lanjutkan anamnesis
berdasarkan keluhan tersebut.
PENUTUP
Melakukan pengulangan hasil wawancara/cross check Mengakhiri pembicaraan dengan ucapan terima kasih dan
akan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.

2. Pemeriksaan Fisik Diagnostik Gangguan Respirasi


Persiapan
• Penderita diminta melepaskan pakaian
• Mempersilahkan penderita berbaring terlentang
• Pemeriksa berdiri disamping kanan penderita
INSPEKSI
1. Melakukan pemeriksaan awal dengan memperhatikan
Rambut (tampak kering atau tidak, mudah rontok atau tidak)
Mata (konjugtiva terlihat anemis atau tidak, sklera terlihat ikterik atau tidak)
Hidung (sekret, bekuan darah, massa atau benjolan)
Mulut (mukosa, tonsil, faring, sekret)
Leher (Trakhea di tengah atau tidak, pembesaran KGB)
2. Perhatikan bentuk dada
• Simetris atau tidak
• Cekung atau cembung salah satu sisi atau kedua-duanya
• Apakah penderita menggunakan otot-otot tambahan untuk bernafas
• Perhatikan apakah terdapat daerah-daerah yang menonjol atau retraksi local
• Apakah terdapat bagian yang menonjol pada dinding dada waktu bernapas, pelebaran pembuluh
darah vena (venectasis)
PALPASI
3. Palpasi, dengan menggunakan kedua telapak tangan untuk memastikan
Apakah terdapat nyeri tekan lokal
Apakah terdapat massa atau krepitasi
4. Meletakkan kedua telapak tangan pada dinding anterior dan lateral dada
5. Mempersilahkan menarik nafas panjang dan melihat ekspansi dada saat dinamis simetris
atau tidak
5
6. Mempersilahkan mengucapkan kata “tujuh-tujuh“ atau “iii iii iii“
7. Menentukan perbedaan vokal fremitus kiri dan kanan
PERKUSI (mengetok jari tengah dengan jari tengah yang lain di atas bagian badan yang diperiksa)
8. Melakukan perkusi dari atas kebawah pada dada depan merata di seluruh dada
membentuk pola huruf S.
9. Membandingkan tempat-tempat yang sama pada kedua sisi kanan dan kiri
Menentukan batas paru – hepar (anterior) dan batas bawah paru kiri –kanan
AUSKULTASI
10. Stetoskop diletakkan pada anterior, lateral dan posterior dada secara sistematis
11. Penderita diminta untuk menarik nafas panjang
12. Lakukan auskultasi secara sistematis dan bandingkan bunyi yang terdengar pada tiap sisi
13. Menentukan jenis suara napas dasar: Vesikuler, Bronkovesikuler dan Bronkial
14. Menentukan suara napas tambahan : Rhonki, Wheezing, Stridor dan pleural friction rub
POSTERIOR
Melakukan pengulangan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi bagian posterior tubuh

3. Teknik Penilaian Foto Thorax


Foto thorax adalah foto X-ray pada thorax yang dibuat untuk membantu melihat kelainan-kelainan yang ada
pada rongga thorax. Pemeriksaan ini merupa kan pemeriksaan yang cukup penting dalam penegakan diagnosis
penyakit, utama nya sistem respirasi. Pada foto thorax ini kita dapat melihat kelainan-kelainan yang ada pada paru,
pleura, organ-organ mediastinum, tulang-tulang dan pada jaringan lunak sekitarnya. Dalam pembuatan foto thorax
haruslah diperlihatkan beberapa keadaan sehingga foto thorax yang dihasilkan dapat memenuhi syarat.
Indikasi Foto Thorax
1. Pasien dengan riwayat batuk.
2. Pasien dengan sesak
3. Nyeri dada
4. Untuk check up
5. Kelainan-kelainan pada dinding thorax
LANGKAH KLINIK
1. Melalukan pemeriksaan identitas pasien sesuai nomor register foto
• Nama
• Umur
• Jenis Kelamin
• Tanggal
2. Melakukan pemeriksaan identitas foto yaitu
• No foto
• Marker dari foto ➔ berupa R – L atau D – S
3. Memasang foto di light – box dengan beranggapan pasien berhadapan dengan pemeriksa
4. Menentukan posisi foto apakah PA, AP, Lateral (R/L), Lateral dekubitus (R/L) atau oblik
5. Menentukan foto memenuhi syarat atau tidak, dengan menilai :
- Inspirasi cukup dilihat dari posisi kedua diagfragma (kanan setinggi intercostal IX – X posterior, dan
diafragma kanan lebih tinggi dari pada kiri)
- Posisi simetris, dapat dilihat dari projeksi tulang corpus vertebra thoracal yang terletak ditengah
sendi sternoclaviculer kanan dan kiri.
- Film meliputi seluruh cavum thorax mulai dari puncak cavum thorax sampai sinus phrenico-costalis
kanan kiri dapat terlihat pada film tersebut.
- Vertebra thoracal biasanya terlihat hanya sampai Th. 3-4.
6. Melakukan penilaian terhadap foto thorax :
- Periksa vaskuler parenkim paru, hili, mediastinum dan kedua sinus/diafragma.
- Karakteristik kelainan/lesi pada paru-paru, pleura, diafragma atau mediastinum
- Periksa, apakah ada efek dari kelainan/lesi berupa pendorongan atau penarikan terhadap hili,
diafragma, mediastinum dan penyempitan/pelebaran sela iga.
6
- Pada anak-anak, periksa, apakah ada pembesaran kelenjar paratrakeal/parahiler.
- Periksa, apakah ada organ abdomen dalam rongga thorax. Periksa keadaan soft tissue dantulang-
tulang iga/clavicula
7. Menentukan diagnosa berdasarkan kelainan yang ditemukan
8. Mengusulkan tambahan foto thorax posisi lain untuk lebih memperkuat diagnosa (bila perlu).

4. Teknik Nebulizer
- Bronkodilator : salbutamol dll
Indikasi nebulizer
- Mukolitik: bromheksin, N-
1. Asma Bronkial
acetilsistein dll
2. Penyakit Paru Obstruksi Kronik Eksaserbasi
- NaCl ( 0.9 % dan 3% )
3. Sindroma Obstruksi Post TB
4. Untuk mengencerkan dahak
5. Hiperreaktivitas bronkus

1. Buka tutup tabung obat, masukkan cairan obat kedalam alat penguap sesuai dosis yang telah
ditentukan.
2. Gunakan mouth piece atau masker (sesuai kondisi pasien) tekan tombol on pada nebulizer. Jika
memakai masker, maka uap keluar dihirup perlahan-lahan dan dalam inhalasi ini dilakukan terus
menerus sampai obat habis. Jika memakai mouth piece, maka tombol pengeluaran aerosol
ditekan sewaktu inspirasi, hirup uap yang keluar, perlahan-lahan dan dalam. Hal ini dilakukan
berulang-ulang sampai obat habis (+ 10 – 15 menit)

- Bronkospasme berkurang atau menghilang (auskultasi: wheezing berkurang / hilang)


- Dahak berkurang (suara stridor berkurang / hilang)
Catatan :
 Kumur daerah tenggorok pra penggunaan.
 Pasien harus dilatih menggunakan alat secara benar
 Perhatikan jenis alat yang digunakan
Pada alat tertentu maka uap obat akan keluar pada penekanan tombol, pada alat lain obat akan
keluar secara continue
Persiapan alat
1. Mempersiapkan alat sesuai yang dibutuhkan :
- Main unit
- Nebulizer kit,
- masker, mouthpiece
- Air hose
- Obat-obatan
2. Memperhatikan jenis alat nebulizer yang akan digunakan ( sumber tegangan, tombol Off/On,
memastikan air hose , masker ataupun mouthpiece terhubung dengan baik, cara pengeluaran
obat)
Persiapan Penderita
3. Meminta penderita untuk kumur terlebih dahulu
4. Mempersilakan penderita untuk duduk, setengah duduk atau berbaring
(menggunakan bantal, umumnya untuk anak) senyaman mungkin.
5. Meminta penderita untuk santai dan menjelaskan cara penggunaan masker (yaitu menempatkan
masker secara tepat sesuai bentuk dan mengenakan tali pengikat). Bila mengguna kan mouthpiece
maka mouthpiece tersebut dimasukkan ke dalam mulut dan mulut tetap tertutup
6. Menjelaskan kepada penderita agar penderita menghirup uap yang keluar secara perlahan-
lahan dan dalam hingga obat habis
7. Melatih penderita dalam penggunaan masker atau mouthpiece

7
8. Memastikan penderita mengerti dan berikan kesempatan untuk bertanya.
Pelaksanaan Terapi Inhalasi
9. Menghubungkan dengan sumber tegangan
10. Menghubungkan air hose, nebulizer dan masker/mouthpiece pada main kit
11. Mengaktifkan nebulizer dengan menekan tombol On pada main kit.
12. Buka nebulizer kit (tutup tabung obat), masukkan cairan obat ke dalam alat penguap sesuai dosis
yang telah ditentukan
13. Gunakan mouthpiece atau masker sesuai kondisi pasien kemudian tekan tombol
pengeluaran obat pada nebulizer kit
14. Mengingatkan penderita, jika memakai masker atau mouthpiece, uap yang keluar
dihirup perlahan-lahan dan dalam secara berulang hingga obat habis (kurang lebih
10-15 menit)
15. Membereskan alat dengan menekan tombol off pada main kit, melepas
masker/mouthpiece, nebulizer kit, air hose, menekan tombol off main kit.
16. Membersihkan mouthpiece dan nebulizer kit dari obat-obatan yang telah dipakai
17. Menjelaskan kepada penderita bahwa pemakaian nebulizer telah selesai dan
meminta kepada penderita apakah pengobatan yang dilakukan memberikan
perbaikan/mengurangi keluhan.

5. Terapi Oksigen
Indikasi Terapi Oksigen Tujuan Utama terapi oksigen
- Hipoksemia 1. Mencegah terjadinya hipoksia sel dan jaringan
- Dyspnea 2. Menurunkan kerja pernapasan
- Keracunan gas CO 3. Menurunkan kerja otot jantung
- Syok
- Infark miokard akut
- Pasca anestesi

Cara mengetahui kondisi hipoksemia :


1. Gejala Klinik :
Sianosis, kelelahan, disorientasi, takipneu, dyspnea, takikardi atau bradikardi, aritmia, clubbing dll
2. Pemeriksaan analisa gas darah
3. Pulse oxymetri
4. Transcutaneus partial pressure of oxygen
Efek samping terapi Oksigen dengan penggunaan dosis tinggi dan lama :
1. CNS : twitching, confusion, kejang
2. Respirasi : trakeobronkitis, atelektasis, kerusakan jaringan
3. Mata : kerusakan retina dan myopia
4. Renal : kerusakan sel tubular

ALAT OKSIGEN (L/MNT) FIO2

Kanula hidung 1-2 0.21-0.24

2 0.23-0.28

3 0.27-0.34

4 0.31-0.38

5-6 0.32-0.44

8
Venturi 4-6 0.24-0.28

8-10 0.35-0.40

8-12 0.50

Simple Mask 5-6 0.30-0.45

7-8 0.40-0.60

Rebreathing Mask 7 0.35-0.75

10 0.65-1.00

Non Rebreathing Mask 4-10 0.40-1.00

Pemilihan Metode pemberian oksigen tergantung dari


1. Fraksi inspirasi oksigen yang dibutuhkan
2. Kenyamanan pasien
3. Tingkat kelembaban yang dibutuhkan
4. Kebutuhan terapi nebulisasi
No. Langkah/Kegiatan
1. Mempersiapkan alat dan bahan sesuai dengan yang dibutuhkan.
Tabung oksigen
Nasal kanul dan masker oksigen
Pulse oximeter
2. Memastikan alat dan bahan dapat berfungsi dengan baik.
Memastikan tabung oksigen dalam kondisi baik dan terisi
Memeriksa peralatan tidak ada yang bocor
Memastikan pulse oxymeter berfungsi dengan baik.
3. Melakukan penilaian awal terhadap pasien
Menilai kondisi pasien saat masuk ke ruang pemeriksaan, apakah terlihat sesak,
sadar dan berjalan dengan bantuan atau tidak
Melakukan anamnesis singkat tentang penyebab kondisi pasien
Melakukan pemeriksaan awal ; kesadaran , frekuensi napas, sianosis.
Memastikan tidak ada sumbatan dijalan napas. Jika terdapat sumbatan benda
padat maka dilakukan penyisiran dengan dua jari, jika sumbatan berbentuk cair
atau dahak maka dilakukan pembersihan jalan napas.
4. Memasang alat saturasi oksigen pada jari telunjuk pasien
5. Memberikan oksigen dengan menggunakan nasal kanul atau simple mask
6. Meminta pemeriksaan analisa gas darah arteri.
7. Menghitung tekanan parsial oksigen di alveolar dengan menggunakan rumus
PAO2 = (713xFiO2) – (1.25 x PaCO2astrup)
PAO2: Tekanan Oksigen di alveolar
FiO2 : Fraksi oksigen yang dberikan kepada pasien
PaCO2astrup: Tekanan parsial karbondioksida dari hasil analisa gas darah
8. Menghitung perbedaan tekanan oksigen di alveolar dan arteri
PaO2astrup : PAO2didapat = PaO2 yang diinginkan : PAO2 baru
9. Menghitung kebutuhan oksigen pasien saat ini
PAO2 = (713xFiO2) – (1.25 x PaCO2)
10. Menentukan alat yang akan digunakan dan dosis nya
9
6. Edukasi Berhenti Merokok
Manfaat berhenti merokok :
1. Manfaat kesehatan ; memperlambat penurunan VEP1, menurnkan resiko infeksi, stroke , penyakit
jantung dan kematian
2. Manfaat sosial dan mental : menjadi lebih disiplin, percaya diri dan menjadi lebih menarik
3. Manfaat ekonomi : dapat lebih berhemat, menjaga stabilitas keuangan keluarga dll

Kendala Berhenti merokok :


1. Biologis
a. Adiksi Nikotin
b. Efek withdrawal ; cemas mudah tersinggung, insomnia dll
2. Psikologis dan prilaku
3. Lingkungan Sosial

1. PERSIAPAN PERTEMUAN
Penampilan pemeriksa
Waktu yang cukup
Tempat yang aman
Memperlihatkan sikap yang ramah, mengucapkan salam
Perkenalkan diri melalui jabat tangan

2. SAAT EDUKASI
1. Menanyakan riwayat berhenti keluarga yang merokok
2. Mengidentifikasi status pasien apakah seorang perokok atau bekas perokok
3. Menjelaskan manfaat berhenti merokok
4. Menanyakan berapa lama pasien merokok
5. Menanyakan jenis rokok yang dihisap pasien
6. Menanyakan dua pertanyaan untuk menilai tingkat ketergantungan nikotin dengan HSI
(heavy smoking index)
a. Berapa batang rokok yang dihisap dalam 1 hari
i. 1-10 (skor 0)
ii. 11-20 (skor 1)
iii. 21-30 (skor 2)
iv. > 30 (skor 3)
b. Berapa lama setelah bangun tidur merokok?
i. 5 menit (skor 3)
ii. 6-30 menit (skor 2)
iii. 31-60 menit (skor 1)
iv. >60 (Skor 0)
Jika skor HIS > 4 , pasien memerlukan strategi khusus karena memiliki resiko untuk timbul
gejala withdrawal seperti anxietas dan cepat marah, gelisah dan gangguan tidur.
Atau dapat juga menanyakan dengan menggunakan Fagerstom Test :
7. Menanyakan berapa kali pasien mencoba untuk berhenti merokok
8. Menanyakan apakah pasien sudah mulai mengalami gangguan kesehatan
Advice
9. Menanyakan tingkat kesiapan pasien untuk berhenti merokok
10. Menanyakan tingkat motivasi pasien dengan angka 1- 10, jika pasien kurang motivasi maka
motivasi dapat diberikan kepada pasien yang ingin berhenti merokok seperti
Jelas : Bapak sangat penting bagi bapak untuk berhenti merokok, kami dapat
membantu bapak untuk berhenti merokokdengan program yang ada di RS ini
Kuat : Sebagai dokter bapak, saya sangat menekankan bahwa berhenti merokok
merupakan usaha yang terbaik untuk meningkatkan kualitas kesehatan bapak pada
masa sekarang dan yang akan dating, saya pribadi dan seluruh staf siap membantu
bapak untuk berhenti merokok Personal : Jika bapak terus merokok ini akan
berakibat buruk terhadap kesehatan bapak atau bisa juga dengan bahasa sebagai

10
berikut : Sebagai seorang dokter yang perduli terhadap anda dan kesehatan anda,
saya akan membantu anda untuk dapat berhenti merokok, karena keputusan yang
anda ambil merupakan jalan terbaik untuk kesehatan anda dan orang orang disekitar
anda
11. Menanyakan alasan berhenti merokok
12. Menanyakan tanggal berhenti merokok
Assess
13. Melakukan evaluasi terhadap keinginan pasien untuk berhenti merokok
Langkah ini dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan sebagai berikut ;
“ Apakah bapak/ibu mau untuk berhenti merokok sekarang?”
Assist
14. Membantu pasien dengan memberikan motivasi jika pasien belum siap untuk berhenti
merokok.
15. Membantu pasien menyusun rencana untuk berhenti merokok jika menjawab pertanyaan
diatas ya.
16. Menanyakan kepada pasien cara berhenti merokok seperti apa yang akan dipilih : seketika,
bertahap atau penundaan
17. Menentukan apakah dibutuhkan terapi farmakologi
Arrange
18. Menentukan tanggal pertemuan berikutnya

7. Spirometri
Spirometri adalah tes fosiologi yang digunakan untuk mengukur volume dan kapasitas udara inhalasi dan
ekhalasi. Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat kelainan secara fungsional dari paru, seperti kelainan restriksi dan
obstruksi. Pemeriksaan ini juga digunakan sebagai skrining kelainan paru pada orang orang yang bekerja di pabrik-
pabrik. Dalam pemeriksaan spirometri yang perlu diperhatikan adalah bagaimana alat yang digunakan, apakah sudah
di kalibrasi. Teknisi yang akan melakukan pemeriksaan apakah sudah menjalani pelatihan dan mengerti dengan
manouver dan tujuan pemeriksaan. Subjek yang akan diperiksa harus memahami tujuan pemeriksaan, bebas rokok
sekurangnya 2 jam sebelum pemeriksaan, tidak menggunakan obat-obatan bronkodilator selama 8 jam dan kondisi
lambung tidak terlalu penuh
Indikasi Spirometri
- Mengevaluasi hasil pemeriksaan yang abnormal
- Mengukur efek penyakit terhadap fungsi paru
- Menyaring individu dengan risiko penyakit paru
- Menilai risiko prabedah
- Menilai prognosis
- Menilai status kesehatan sebelum masuk program dengan aktivitas fisik berat
Setelah didapatkan hasil yang acceptable maka diambil hasil yang reproducible yaitu :

1. Nilai KVP dan VEP1, diambil dua nilai terbesar dengan perbedaan diantaranya kurang dari 5% atau
0,1 liter
2. Jika tidak memenuhi kriteria ulangi pemeriksaan
3. Jika tidak didapat setelah 8 kali pemeriksaan maka pemeriksaan dihentikan dan interpretasi hasil yang
didapat dengan menggunakan 3 hasil terbaik yang acceptable

11
No. Keterangan
A Persiapan Subjek
1 Melakukan Informed consent kepada subjek
2 Melakukan Anamnesis (konsumsi makanan terakhir , merokok dan
penggunaan obat-obatan bronkodilator sebelum pemeriksaan) kepada
pasien.
3 Melakukan pengukuran TB dan BB
4 Mamasukkan data pasien ke alat spirometri
B Manouver pemeriksaan KV
5 Subjek dalam posisi berdiri (duduk bagi pasien yang tidak mampu
berdiri)
6 Menjelaskan cara melakukan manouver pemeriksaan kepada subjek
7 Pasangkan mouthpiece, rapatkan bibir, jepit hidung dan cegah
kebocoran
Subjek bernapas tenang 3 kali dan kemudian minta subjek untuk
menghirup udara semaksimal mungkin dan menghembuskan udara
semaksimal mungkin dan menghembuskan perlahan-lahan sampai
volume residu, menekan tanda stop dan memenuhi kriteria akhir
8. pemeriksaan
Pastikan subjek telah melakukan dengan benar dan tidak ada
9 kebocoran
C Manouver pemeriksaan KVP dan VEP1
10 Pasien dalam posisi berdiri atau duduk
11 Menjelaskan cara melakukan manouver pemeriksaan kepada subjek
Pasangkan mouthpiece, rapatkan bibir, jepit hidung dan cegah
12 kebocoran
Subjek bernapas tenang 1 kali dan kemudian minta subjek untuk
menghirup udara semaksimal mungkin dan menghembuskan udara
semaksimal mungkin dan menghembuskan secepat-cepatnya
13 sampai volume residu dan memenuhi kriteria akhir pemeriksaan
Pastikan subjek telah melakukan dengan benar dan tidak ada
14 kebocoran
D Membaca hasil spirometri
15. Melihat kurva spirometri apakah hasil dapat diterima (acceptable)
16. Menilai apakah hasil pemeriksaan spirometri sudah reproducable
17. Menentukan nilai spirometri berdasarkan GOLD :

12
Normal : KVP dan VEP1 diatas 0.8 dari nilai prediksi, rasio VEP1/KVP
> 0.7
Restriksi : KVP < 0.8 , VEP1 < 0.8 dan rasio VEP1/KVP >0.7
Obstruksi: KVP normal atau kurang dari 0.8, VEP1 < 0.8 dan rasio
VEP1/KVP <0.7

C. Hematologi
1. Anamnesis Sistem Hematologi
No. Langkah Klinik
1. Informed consent & identitas pasien
2. Menggali riwayat penyakit sekarang dengan secara kronologis (onset, durasi, intensitas,
frekuensi, faktor memperberat dan memperingan, dll) berkenaan dengan perkembangan penyakit
yang diderita, mulai dari timbulnya gejala sampai sekarang.
3. Memperluas anamnesis yang kemungkinan berkaitan dengan sistem lain
- Sistem kulit (petechiae, echimosis, purpura, hematom, ikterik, tanda perdarahan lain pada kulit)
- Sistem saraf dan indera (nyeri kepala, pusing berkunang-kunang,mimisan, dll)
- Sistem otot, tulang, dan sendi (lemas, ngilu, edema sendi, nyeri tulang, dll)
- Sistem endokrin (status gizi, dll)
- Sistem respirasi (sesak nafas,
- Sistem kardiovaskuler (palpitasi, lelah saat beraktifitas, nyeri dada, dll)
- Sistem reproduksi (riwayat menstruasi, riwayat persalinan, abortus, nifas, dll)
- Sistem urogenital (Kencing berdarah, dll)
- Sistem Gastroenterohepatologi (tinja berdarah, muntah darah, benjolan dianus, hemoroid dll)
4. Menggali riwayat penyakit terdahulu
5. Menelusuri penyakit keluarga
- Menanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita/pernah menderita gangguan yang
sama.
- Menanyakan apakah ada anggota keluarga dengan riwayat kelainan bawaan yang berhubungan
dengan sistem hematologi (Hemofilia, thalasemia, Hb variant dll)
6. Menggali riwayat psikososial (asupan zat gizi yang mengandung: Fe, B12, I, alkohol, merokok, teh,
kopi, dll)
7. Menggali riwayat pengobatan, obat-obat yang sering dikonsumsi (NSAIDs, kortikosteroid, sukralfat,
antasida, dll) dan alergi
8. Cross check, rangkuman anam, Menentukan diagnosis differential dan edukasi pasien bila ada
riwayat kelaianan bawaan (thalasemia, Hb varian, anemia sideroblastik, dll)

2. Pemeriksaan Fisik Hematologi


NO. Langkah Klinik
Pasien dibaringkan mendatar, kepala disangga satu bantal, pemeriksa berada disebelah kanan
pasien.
Melihat penampilan umum dari kepala sampai ujung kaki. Perhatikan apakah pasien pucat, ikterus,
ada tanda-tanda perdarahan dan bekas garukan.
Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
- Tekanan darah (normal, prehipertensi, hipertensi) (standar JNC-7)
- Nadi (adakah ditemukan takikardi)
- Suhu (adakah ditemukan hipotermi)
- Respiratory rate (adakah ditemukan takipnea)
Pada saat melakukan pemeriksaan tekanan darah, bila ditemukan dugaan trombositopenia atau
gangguan fragilitas kapiler maka dilakukan tes pembendungan sbb:
- Pasang manset di lengan atas.
- Ukur tekanan darah sistolik dan diastolik pasien
- Pompa sampai kira-kira ½ TD sistolik + diastolik.
- Pertahankan selama 5 menit.
13
Dilihat adanya petechiae di 1/3 atas volair lengan bawah, diameter 10 cm.
Kepala/wajah
- Perhatikan rambut (rambut rontok saat dipegang, rambut merah jagung), kedua belah mata dan
mulut.
- Catat apakah ditemukan tanda-tanda anemia (konjungtiva pucat, sklera ikterus, injeksi siliaris
dan perdarahan), tanda pucat di lidah (papilla lidah atrofi/papilla tampak kecil dan kemerahan)
Pemeriksaan kelenjar pada bagian leher.
Lakukan identifikasi setiap kelompok kelenjar dengan jari-jari tangan dengan urutan sebagai
berikut:
- Lakukan palpasi kelenjar submental yang terletak tepat di bawah dagu, lalu kelenjar
submandibula yang teraba di bawah sudut rahang.
- Palpasi rantai juguler yang terletak anterior dari m. sternokleidomastoideus dan kemudian
kelenjar triangularis posterior yang terletak di bagian posterior m. sternokleidomastoideus.

- Palpasi regio oksipital untuk menentukan kelenjar oksipital.


- Selanjutnya palpasi kelenjar post aurikuler di belakang telinga dan pre aurikuler di depan telinga

- Pemeriksa berpindah ke depan pasien. Mintalah pasien untuk sedikit mengangkat bahu, lalu
pemeriksa meraba fossa supraklavikula dan nodus supraklavikula pada dasar m.
sternomastoideus.
Thorax
Lakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi paru dan jantung.
- Pada jantung, perhatikan adanya kardiomegali, ictus cordis, bunyi Jantung 1 dan 3 ireguler,
murmur/gallop (instruktur memberikan penjelasan sederhana, karena mahasiswa belum
mengikuti pembelajaran Sistem Kardiologi)
- Pada paru perhatikan adanya bunyi redup saat perkusi.
Nyeri Tekan Tulang:
- Periksa nyeri tulang bahu dengan menekan kedua bahu kearah satu sama lain dengan kedua
tangan.
- Lakukan rangsang nyeri sternum ringan pada tulang sternum (ditemukan nyeri pada multiple
myeloma)
- Pasien diminta untuk posisi tidur miring, lakukan ketokan pada tulang belakang dengan kepalan
tangan untuk menentukan nyeri tekan tulang.
Axilla:
Periksa kelenjar axilla pasien dengan cara mengangkat lengan pasien , dan palpasi dilakukan dengan
tangan kiri pemeriksa pada axilla kanan. Pemeriksa meraba dengan jari-jarinya sedalam mungkin ke
dalam axillla. Pemeriksaan pada axilla kiri dilakukan dengan cara yang sama
Pemeriksaan Abdomen
- Pasien dibaringkan mendatar, kedua kaki di tekuk
- Memeriksa abdomen secara cermat dan berurutan: inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi.
- Pemeriksaan terutama ditujukan untuk menentukan splenomegali, hepatomegali, pembesaran
kelenjar para-aorta (biasanya pada ALL, CLL, limfoma maligna) dan palpasi kelenjar inguinal.
- Perhatikan bentuk abdomen yang cembung/gambaran asites, dilanjutkan pemeriksaan
hepatomegali, dan pemeriksaan schuffner untuk splenomegali.
Lengan
Perhatikan secara cermat:
- Koilonikia kuku, inspeksi lipatan palmaris untuk menunjukkan kepucatan.
- Apabila terdapat purpura, perhatikan luas dan distribusinya (dari petekia sampai ekimosis).
- Petekia teraba atau tidak. Purpura yang teraba menunjukkan vaskulitis sistemik.
- Perhatikan adanya kelainan arthritis rematoid atau arthritis gout.
- Pemeriksaan capillary refill time (CRT)
Tungkai
- Inspeksi tungkai apakah terdapat memar, pigmentasi atau bekas garukan. Purpura yang
menonjol (teraba) ditemukan pada purpura Henoch-Schonlein.
- Perhatikan adanya ulkus pada tungkai, biasanya di atas maleolus medial atau lateral
Pemeriksaan capillary refill time (CRT)
14
PEMERIKSAAN SPLENOMEGALI
Pengukuran splenomegali dapat dilakukan dengan m enggunakan metode Schuffner yang lebih sering
digunakan dalam klinik. Metode ini membagi splenomegali menjadi 8 ukuran dan dilakukan dengan langkah sebagai
berikut:
1. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua lutut.
2. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan menggunakan bagian pinggir dalam palmar dan jari
tangan pada abdomen sampai sedalam 4-5 cm dari arah SIAS (Spina Iliaca Anterior Superior) ke arah arcus
costa kiri.
3. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi, dan berikan penilaian mengenai ukuran, pinggir,
konsistensi, dan rasa nyeri.
4. Metode Schuffner membagi splenomegali menjadi 8, dimana pembesaran mulai dari arcus costa kiri sampai
umbilicus adalah Scuffner I – IV dan umbilicus sampai SIAS adalah Scuffner V – VIII
PEMERIKSAAN HEPATOMEGALI
1. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua
lutut.
2. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan
menggunakan bagian pinggir dalam palmar dan jari tangan pada
abdomen sampai sedalam 4-5 cm dari arah kaudal ke kranial di bawah
arcus costa kanan
3. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi, dan berikan
penilaian mengenai ukuran, pinggir, konsistensi, nyeri
4. Hepatomegali diintepretasikan dengan mengukur pembesaran hepar
sampai sekian sentimeter dibawah arcus costa kanan

3. Teknik Pengambilan Darah


Tehnik pengambilan darah atau disebut juga flebotomi adalah suatu prosedur untuk memperoleh spesimen
darah melalui tusukan pada vena (venipuncture), tusukan pada arteri (arterial puncture), serta tusukan pada kulit
(skin puncture).
Pemilihan tehnik pengambilan darah yang dilakukan, disesuaikan dengan macam kebutuhan sampel, faktor
kemudahan, dan efek samping. Pengambilan darah vena merupakan tehnik yang paling sering dilakukan oleh
flebotomis, untuk menyediakan spesimen darah lengkap, serum maupun plasma.
Pembuluh darah vena adalah pembuluh darah yang membawa darah menuju jantung, mengandung banyak CO2,
dan sebagian diantaranya terletak dekat permukaan tubuh dengan warna kebiruan. Pilihan lokasi venipunture
umumnya dengan mempertimbangkan letak vena yang paling superfisial, besar dan relatif tidak mudah bergerak
saat dilakukan tusukan.
Vena-vena di fossa antecubital (NCCLS 1998), adalah lokasi pilihan utama tempat venipuncture, yaitu:
• v. mediana cubiti, terletak pada bagian anterior lengan didaerah fossa cubiti, dekat permukaan kulit, cukup
besar, tidak dekat dengan persyarafan sehingga meminimalkan rasa nyeri saat tindakan penusukan.
• v. cephalica, terletak inferolateral dari v. mediana cubiti, cukup besar, tetapi kadang tidak begitu terlihat
dari permukaan, dan lebih sering menimbulkan rasa nyeri saat tindakan.penusukan.
• v. basilica, terletak superomedial dari v. mediana cubiti, cukup besar, tetapi tidak mudah terlihat. Vena
tersebut terletak dekat dengan a. brachialis dan n. medianus, sehingga penusukan pada vena tersebut,
harus dilakukan dengan hati-hati.
Pada suatu kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan venipuncture pada vena-vena di fossa cubital,
maka pilihan vena lain yang direkomendasikan secara berurutan oleh NCCLS 1998 yaitu vena di pergelangan tangan,
vena punggung tangan, dan vena ekstremitas bawah. Pengambilan darah di lokasi tersebut biasanya menggunakan
wings needle dengan jatum berdiameter kecil.

15
Gambar 2. Pembuluh darah vena pada fossa cubiti

Gambar 3. Prosedur penusukan pada venipuncture


Pada suatu kondisi pasien terdapat kesulitan pemeriksaan dengan sampel standar atau adanya efek samping
akibat pengambilan darah vena yang berulang, maka alternatif pengambilan darah kapiler bisa menjadi pilihan.
Contoh kasus yaitu uji penyaring berbagai kelainan penyakit yang dilakukan dari lokasi yang tidak terjangkau fasilitas
laboratorium, kebutuhan akan hasil pemeriksaan darurat, ataupun pemeriksaan kadar suatu zat dalam darah yang
dibutuhkan dalam pembuatan kurva harian. Pada kasus khusus seperti pengumpulan spesimen darah pada bayi,
maka pengambilan darah kapiler (skin puncture) bisa merupakan suatu pilihan utama. Hal ini dikarenakan besarnya
resiko anemia iatrogenic akibat pengambilan darah dalam jumlah banyak atau berulang pada neonatus.
Pada pasien dewasa, pengambilan darah kapiler dilakukan pada kedua sisi lateral ujung jari palmar manus,
sedangkan pada bayi WHO merekomendasikan dua lokasi pengambilan, yaitu tumit (heel prick) dan jari (finger
prick). Pemilihan lokasi pengambilan darah bayi dari tumit atau jari tergantung pada umur dan berat badan. Pada
usia bayi kurang dari 6 bulan atau berat badan 3-10 kg, WHO merekomendasikan pengambilan darah kapiler pada
tumit, sedangkan pada usia lebih dari 6 bulan atau berat badan lebih dari 10 kg, pengambilan darah kapiler dilakukan
pada ujung jari.

Gambar 4. Lokasi pengambilan darah kapiler pada bayi dan anak


Rekomendasi WHO pada pengambilan darah kapiler pada neonatus juga mengenai kedalaman dan lebar lanset
yang digunakan untuk penusukan. Kedalaman tusukan pada heel prick tidak boleh lebih dari 2,4 mm.
Volum sampel yang dapat diperoleh dari tumit sangat terbatas, sehingga diperlukan perlakuan tambahan, yaitu
penghangatan tumit (prewarming) yang bertujuan untuk meningkatkan aliran darah ke tumit. Suhu yang dipakai
tidak boleh terlalu panas, mengingat kondisi kulit bayi yang masih tipis dan mudah mengalami trauma akibat panas.
Tehnik pengambilan darah selain vena dan kapiler yang rutin dilakukan yaitu pengambilan darah arteri.
Tehniknya lebih sulit dan umumnya dimanfaatkan untuk tujuan pengambilan sampel darah dengan tujuan khusus
yaitu menegetahui status respiratorius dan keseimbangan asam basa, kadar oksigen, dan kadar karbondioksida
dalam darah.
Lokasi pengambilan darah arteri yang biasa dilakukan yaitu dari a. radialis dan a. femoralis, sedangkan
pengambilan di a. brachialis kurang dianjurkan karena adanya trauma terhadap persyarafan disekitarnya. Hal
penting yang perlu dicermati pada saat pengambilan darah arteri radialis adalah melakukan uji perfusi kolateral

16
pembuluh darah ulnaris yang disebut tes Allen. Tehnik melakukan tes Allen secara berurutan sebagai berikut:
melakukan palpasi denyut a. radialis dan a. ulnaris, menekan dan menutup kedua arteri tersebut, pasien diminta
menggenggam tangan dengan kuat selama 30 detik, melepaskan genggaman tangan dan mengamati telapak tangan
yang pucat, melepaskan tekanan pada a. ulnaris. (Gambar 7.)
Pada keadaan normal, setelah tekanan dilepaskan maka telapak tangan akan memerah kembali dalam waktu 5-
10 detik. Kondisi tersebut disebut tes Allen negatif, dan prosedur pengambilan darah a radialis dapat dilakukan. Tes
Allen positif merupakan kontraindikasi untuk pungsi a. radialis. Kondisi lain yang merupakan kontraindikasi pungsi a.
radialis yaitu: insufisiensi sirkulasi kolateral ekstremitas atas bagian distal, pulsasi a. radialis tidak teraba, selulitis,
dan pasien dengan terapi antikoagulan.

Gambar 5. Pembuluh darah arteri di pergelangan tangan Gambar 6. Pulsasi arteri radialis

1 2 3
PENGAMBILAN DARAH VENA
1. Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan: spuit, jarum dan holder, vacutainer, alkohol swab, kapas atau kasa
steril, plester, tabung vakum, rak tabung, torniquet, sarung tangan, kertas label, tempat sampah (tajam,
medis, dan non medis), air mengalir, tissue.
2. Melakukan cuci tangan rutin, dan memakai sarung tangan
3. Memasang tourniquet 7.5-10 cm diatas bagian venipuncture. Jangan dieratkan dahulu.
4. Desinfeksi daerah venipuncture dengan alkohol swab, lakukan gerakan memutar dari tengah ke tepi,
biarkan sekitar 30 detik sampai alcohol kering.
5. Kencangkan torniquet yang telah terpasang
6. Fiksasi vena didistal tempat venipuncture dengan ibu jari tangan kiri
7. Tusukkan jarum ke dalam vena dengan tangan kanan, posisi lubang jarum menghadap keatas dengan sudut
kemiringan sekitar 15-30 derajat.
8. Lepaskan tourniquet segera setelah darah mengalir (jangan biarkan tourniquet terpasang lebih dari 1 menit)
9. Ambil kapas atau kasa steril, letakkan diatas tempat tusukan, tarik jarum kemudian tekan ringan diatas
tempat tusukan.
10. Buang jarum di tempat sampah tajam.
11. Amati tempat tusukan dibawah kapas atau kasa steril selama 3-5 menit. Bila sudah tidak tampak adanya
darah dari tempat tusukan, ganti dengan kapas atau kasa steril baru, kemudian plester. Plester boleh
dilepas setelah 15 menit.
12. Bereskan alat dan membuang bahan habis pakai pasien ke tempat sampah medis.
13. Lakukan cuci tangan rutin

PENGAMBILAN DARAH KAPILER


17
1. Menyiapkan posisi pasien. Pasien biasanya bayi, sehingga harus dipastikan ada asisten yang membantu
memposisikan bayi tetap tenang. Bayi sebaiknya digendong untuk menghindari gerakan ekstremitas.
2. Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan: lancet, alkohol swab, kapas atau kasa steril, plester, tabung vakum
0.5 ml, dudukan tabung, sarung tangan, kertas label, tempat sampah (tajam, medis, dan non medis), tissue.
3. Memilih & menentukan lokasi tusukan kapiler (jari/ tumit), disesuaikan dengan umur dan berat badan bayi.
4. Melakukan penghangatan pada daerah tumit yang mempunyai aliran darah kapiler yang lambat, dengan
handuk atau bantalan hangat sekitar 420C selama 3-5 menit. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan aliran
darah kapiler sekitar daerah tumit.
5. Melakukan cuci tangan rutin, dan memakai sarung tangan
6. Desinfeksi daerah lateral ujung jari atau lateral plantar pedis dengan alkohol swab, lakukan gerakan
memutar dari tengah ke tepi, biarkan sekitar 30 detik sampai alkohol kering.
7. Tusuk daerah yang akan diambil darahnya dengan lanset dengan kedalaman kurang dari 2,4 mm.
8. Menghapus darah yang pertama keluar dengan kapas steril
9. Ambil kapas atau kasa steril, letakkan diatas tempat tusukan, minta asisten untuk menekan ringan diatas
tempat tusukan
10. Amati tempat tusukan dibawah kapas atau kasa steril selama 3-5 menit. Bila sudah tidak tampak adanya
darah dari tempat tusukan, ganti dengan kapas atau kasa steril baru, kemudian plester. Plester boleh
dilepas setelah 15 menit.
11. Bereskan alat dan membuang bahan habis pakai pasien ke tempat sampah medis
12. Lakukan cuci tangan rutin

PENGAMBILAN DARAH ARTERI


1. Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan: spuit dengan jarum 18-20G,antikoagulan heparin, alkohol swab,
betadin, kapas atau kasa steril, plester, sarung tangan, kertas label, tempat sampah (tajam, medis, dan non
medis), air mengalir, tissue.
2. Memilih dan menentukan lokasi pembuluh darah arteri yang akan dilakukan pengambilan darah.
Lokasi pengambilan darah arteri yang sering yaitu: a. radialis. terletak di antara processus styloideus os radii
dan tendo m. flexor carpi radialis.
3. Melakukan cuci tangan rutin, dan memakai sarung tangan
4. Melakukan tes Allen:
• Tekan atau tutup aliran darah a.radialis dan a. ulnaris dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan
dan kiri.
• Minta pasien untuk menggenggam kuat tangannya selama 30 detik untuk mengosongkan aliran
darah di tangan.
• Minta pasien untuk melepaskan genggaman tangannya setelah 30 detik, perhatikan telapak tangan
pasien yang tampak pucat.
• Lepaskan tekanan pada a. ulnaris.
5. Melakukan penilaian pada tes Allen.
• Pada keadaan normal, telapak tangan yang tampak pucat sebelumnya, akan memerah dalam
hitungan 5-10 detik setelah tekanan a. ulnaris dilepaskan, disebut tes Allen negatif.
• Bila telapak tangan tetap tampak pucat setelah tekanan pada a. ulnaris dilepaskan, maka hal
tersebut menandakan adanya oklusi atau gangguan kolateral a. ulnaris, disebut tes Allen positif.
Pada penilaian tes Allen negatif, maka prosedur pengambilan darah arteri dapat dilanjutkan.
6. Pergelangan tangan pasien diposisikan telentang (diekstensikan) agar a. radialis pada posisi lebih dangkal
dan dapat terlihat jelas.
7. Meletakkan bantalan dibawah pergelangan tangan agar posisi stabil saat dilakukan tindakan.
Palpasi denyut a. radialis dan tentukan titik pulsasi maksimum.
8. Melakukan anestesi lokal pada daerah sekitar a. radialis dengan lidokain 1% dan tunggu 30-60 detik
9. Desinfeksi daerah a. radialis dengan alkohol swab dengan gerakan memutar dari tengah ke tepi, diikuti
dengan betadin dengan gerakan yang sama. Biarkan sekitar 30 detik sampai alkohol dan betadin mengering.
10. Mengambil spuit yang sudah mengandung antikoagulan heparin. Bila tidak tersedia, bilas spuit dengan
antikoagulan heparin, biarkan heparin membasahi spuit dan jarum, kemudian kosongkan spuit.
11. Melakukan tusukan dengan jarum ukuran 18-20G dengan posisi lubang jarum menghadap keatas dan
kemiringan 30-45 derajat.
Bila udara ikut teraspirasi, maka jarum harus segera dicabut lalu lakukan tusukan ulang
18
12. Pulsasi darah kedalam spuit menunjukkan bahwa darah tersebut berasal dari arteri, biarkan spuit terisi
sendiri secara pasif
13. Isi spuit dengan darah arteri minimal 1-2 ml. Bila tidak memperoleh darah, maka jarum ditarik perlahan
sampai dibawah kulit, dan dilakukan tusukan ulang
14. Tekan kuat dengan kasa/kapas steril pada tempat tusukan setelah jarum ditarik keluar.
15. Tutup ujung jarum dengan karet.
16. Amati tempat tusukan dibawah kapas atau kasa steril selama 3-5 menit. Bila sudah tidak tampak adanya
darah dari tempat tusukan, ganti dengan kapas atau kasa steril baru, kemudian plester. Plester boleh
dilepas setelah 15 menit.
17. Bereskan alat dan membuang bahan habis pakai pasien ke tempat sampah medis
18. Lakukan cuci tangan rutin

4. Perhitungan Dosis Obat Injeksi Parenteral


Ampul dan Vial
Untuk meningkatkan bioavailabilitas, obat dapat diberikan secara parenteral, baik melalui injeksi intravena,
intramuskular, intrakutan, atapun subkutan. Sediaan obat-obat parenteral harus bebas dari sumber infeksi, pirogen,
dan zat lainnya, serta memiliki omolalitas dan pH yang serupa dengan cairan tubuh untuk menghindari kerusakan
jaringan pada saat diberikan.
Obat-obat injeksi parenteral biasanya berbentuk ampul berisi cairan obat dengan dosis tunggal atau
berbentuk vial berisi serbuk kering dengan dosis tunggal dan dosis multipel. Ampul merupakan wadah berbentuk
silindris yang terbuat dari gelas kaca, memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar dengan berbagai volume
ukuran (1-20 ml). Untuk menggunakan ampul, terlebih dahulu di patahkan bagian lehernya.
Sementara vial merupakan wadah yang terbuat dari kaca atau plastik, yang memiliki penutup karet diatasnya,
dengan prinsip sistem tertutup hampa udara sehingga perlu disuntikkan udara terlebih dahulu agar memudahkan
dalam proses pengambilan larutan obat. Pelarut yang biasa digunakan adalah air, NaCl, dan lainnya. Jumlah pelarut
yang digunakan tertera di dalam label kemasan obat, atau disesuaikan dengan kebutuhan, namun tetap
memperhatikan kepekatan.

Perhitungan Dosis Obat Injeksi Parenteral


Hal utama yang harus dilakukan dalam persiapan obat injeksi parenteral adalah membaca kemasan label obat,
karena terdapat perbedaan dosis total antara ampul/vial satu dengan yang lainnya, sebagai contoh :
a. Dalam ampul A yang berisi 2 ml cairan, mengandung obat A 0.25 mg/2 ml
b. Dalam ampul B yang berisi 2 ml cairan, mengandung obat B 5 mg/ml
Dari contoh diatas diketahui bahwa dosis total obat A dari ampul A adalah 0.25 mg. Sementara dosis total
obat B pada ampul B adalah 10 mg. Rumus yang dapat digunakan pada saat perhitungan dosis obat injeksi parenteral
adalah sebagai berikut :

19
Contoh kasus: Seorang pasien jiwa akan diberikan Chlorpromazine sebanyak 12.5 mg secara IM. Sediaan obat yang
ada berupa ampul berisi 1 ml cairan Chlorpromazine, dengan dosis 25 mg/ml. Maka jumlah obat yang diberikan
kepada pasien tersebut adalah;

Catatan : setelah serbuk dalam vial telah dilarutkan, penting untuk memberikan informasipada label tambahan
mencakup jumlah pelarut, dosis obat dalam ml (500 mg/ml, 10 mg/2ml, dsb), waktu pelarutan, dan expired date.
Menyiapkan Obat Suntik dari Vial
1. Melepaskan penutup logam untuk memajan penutup karet vial
2. Mengusap penutup karet dengan kapas alkohol 70%. Isoprophyl alcohol atau ethanol. Membiarkan kering
terlebih dahulu.
3. Mengambil sejumlah cairan pelarut sesuai ketentuan menggunakan spoeit
4. Memasukkan cairan pelarut tersebut ke dalam vial
5. Mengocok perlahan botol vial agar seluruh cairan pelarut homogen dengan serbuk dalam vial
6. Melepaskan penutup jarum, lalu menarik pengisap pelan-pelan ke belakang barrel untuk mengumpulkan
sejumlah udara yang sama dengan volume medikasi yang akan diaspirasikan.
7. Menusuk ujung jarum (bevel mengarah keatas) ke dalam vial menembus bagian tengah penutup karet, dan
mengeluarkan udara tersebut ke dalam vial.
8. Mengambil sejumlah cairan obat di dalam vial ke dalam spoeit dengan mempertahankan posisi vial terbalik
hingga spoeit terisi cairan obat sesuai dosis
9. Mempertahankan bagian ujung jarum dibawah ketinggian cairan, agar tekanan udara bisa secara bertahap
mengisi spoeit dengan cairan obat
10. Memastikan tidak terdapat gelembung udara di dalam spoeit dengan menyentil bagian barrel
11. Mengganti jarum dengan yang baru sebelum di injeksikan ke pasien. Prinsip single hand procedure
12. Membuang botol vial dan bekas jarum ke dalam tempat sampah tajam

Menyiapkan Obat Suntik dari Ampul


1. Menyentil/memutar bagian atas ampul dengan cepat untuk menghindari cairan berkumpul dikepala ampul
2. Meletakkan bantalan kasa kecil mengelilingi leher ampul
3. Mematahkan leher ampul dengan aman ke arah bawah menjauhi badan. Jika leher ampul tidak patah,
menggunakan metal file untuk mengikir salah satu sisi leher. Menjadikan marker disisi ampul sebagai acuan
untuk mematahkan ampul.
4. Mengambil cairan di dalam ampul menggunakan spoeit ke dalam lubang ampul, dengan posisi ampul
terbalik, jarum spoeit tidak menyentuh pinggiran bukaan ampul, dan ujung jarum berada di bawah
permukaan cairan (agar semua cairan masuk ke dalam spoeit)
5. Menarik cairan obat pelan-pelan ke dalam spoeit sesuai dosis
6. Memastikan tidak terdapat gelembung udara di dalam spoeit dengan menyentil bagian barrel
7. Mengganti jarum dengan yang baru sebelum di injeksikan ke pasien. (single hand procedure)

5. Teknik Injeksi Parenteral


Tekhnik injeksi parenteral yang biasa dilakukan adalah melalui suntikan intravena (IV), intramuskular (IM),
subkutan (SK), dan intrakutan (IK). Tujuan dari injeksi parenteral adalah untuk mengurangi eliminasi presistemik (first
pass metabolism), mempercepat absorpsi, sehingga obat dapat terdistribusi lebih baik ke pembuluh darah sistemik.
Hal utama yang pelu diperhatikan, memasukkan obat melalui injeksi parenteral beresiko tinggi terhadap
transmisi blood-borne patogen, berupa virus, bakteri, jamur dan parasit. Contoh Blood-borne virusses transmission
yang masih tinggi angkanya akibat kontaminasi darah suntikan yang tidak aman adalah HIV, Hepatitis Virus B, dan
Hepatitis Virus C. Selain itu resiko lain yang mungkin timbul adalah abses dan reaksi toksik. Untuk menghindari
transmisi patogen, diharapkan seluruh proses injeksi parenteral sesuai dengan aturan yang berlaku (one needle, one
syringe, one patient).

20
Injeksi Intravena
Melalui injeksi intravena, bioavailabilitas dari suatu obat sangat cepat dan paripurna, sehingga respon
farmakologik sangat mudah untuk dilihat, karena seluruh obat yang disuntikkan berada dalam pembuluh darah
tanpa melalui proses eliminasi presistemik. Kecepatan pemberian injeksi harus lambat, untuk menghindari
konsentrasi obat yang terlalu tinggi pada bagian pembuluh darah setempat, dengan tetap memperhatikan respon
penerima. Resiko yang mungkin timbul adalah transmisi infeksi, reaksi toksik, emboli, dan sebagainya. Tempat yang
biasa digunakan untuk melakukan injeksi adalah vena mediana cubiti, vena cephalica, dan vena saphenous, serta
vena jugularis.
Injeksi Intramuskular
Melalui injeksi intramuskular,
obat yang diberikan mencapai pembuluh
darah paling cepat setelah intravena.
Absorpsi obat melalui Intramuskular dan
subkutan tergantung dari kuantitas dan
komposisi dari jaringan ikat sekitar,
jumlah pembuluh darah kapiler, dan laju
perfusi vaskuler di area injeksi masing-
masing. Hal tersebut bisa dipengaruhi
oleh zat-zat tambahan yang ikut terbawa
saat penyuntikan yang bersifat
vasokontriksi ataupun vasodilatasi serta
yang mempengaruhi difusi jaringan.
Resiko yang mungkin terjadi saat penyuntikan ini adalah nyeri, perih, nekrosis jaringan setempat, kontaminasi
mikroba, dan gangguan saraf. Obat-obat yang dapat diberikan secara intravena, biasanya juga dapat diberikan secara
intramuskular. Tempat penyuntikkan intramuskular adalah otot vastus lateralis, otot gluteus (gluteus maksimus dan
ventrogluteal), serta otot deltoid lengan.

21
Injeksi Subkutan
Injeksi subkutan adalah menyuntikkan obat di jaringan ikat jarang antara kulit
dan otot. Absorpsi injeksi subkutan lebih lambat dibandingkan injeksi
intramuskuler, karena tidak mempunyai banyak pembuluh darah. Jaringan
subkutan mengandung banyak reseptor nyeri, jadi hanya obat dalam dosis kecil
yang larut dalam air, yang tidak mengiritasi yang dapat diberikan melalui cara
ini. Contoh obat yang sering diberikan melalui SK adalah heparin dan insulin.
Tempat penyuntikkan injeksi subkutan dapat dilihat dibawah ini.
Injeksi Intrakutan
Injeksi intrakutan adalah injeksi kedalam jaringan kulit. Absorpsi obat lambat,
dan baik untuk melihat respon alergi setempat, mendapatkan kekebalan (vaksin
BCG) dan anastesi lokal.

D. Kardiovascular
1. Anamnesis
1. Informed consent & identitas diri
2. Tanyakan keluhan utama (nyeri dada) dan menggali riwayat penyakit sekarang.
Tanyakan :
• Onset dan durasi nyeri dada : timbul mendadak, kapan dan sudah berapa lama
• Sifat nyeri dada : terus menerus atau intermitten
• Penjalaran nyeri dada : lengan/tangan, punggung, atau menetap didada
• Tanyakan gejala lain yang berhubungan :
- Jantung berdebar-debar, sesak napas, berkeringat, rasa tentindih beban berat, rasa tercekik, masuk angin
- Mual, muntah, nyeri perut/ulu hati
- Kejang, pusing, otot lemah /lumpuh, nyeri pada ekstremitas, edema (bengkak)
- Pingsang, badan lemah/lelah
3. Tanyakan penyakit dahulu serupa dan yang berkaitan, untuk menilai apakah penyakit sekarang ada
hubungannya yang lalu

22
4. Tanyakan penyakit keluarga dan lingkungan dengan:
• Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita/pernah menderita penyakit /ganguan yang
sama
• Mengenai penyakit menular, tanyakan seberapa dekat/sering bertemu dengan anggota keluarga
yang sakit
5. Tanyakan riwayat pengobatan dan alergi
6. Lakukan cek silang

2. Pemeriksaan Fisik Jantung


Inspeksi
Voussure Cardiaque
Merupakan penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di antara sternum dan apeks codis. Kadang-
kadang memperlihatkan pulsasi jantung. Adanya voussure Cardiaque, menunjukkan adanya:
- kelainan jantung organis
- kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna
- hipertrofi atau dilatasi ventrikel

Ictus
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi yang disebut ictus
cordis pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi
kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis
ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada
pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam.
Keadaan ini disebut ictus kordis negatif.
Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal
mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea
sternalis atau daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat dilihat pada
punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada leher bagian bawah dekat scapula ditemukan
pada coarctatio aorta.

Palpasi
Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus dipalpasi untuk lebih memperjelas mengenai lokalisasi punctum
maksimum, apakah kuat angkat, frekuensi, kualitas dari pulsasi yang teraba. Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi
bersifat menggelombang disebut ”vantricular heaving”. Sedang pada stenosis mitralis terdapat pulsasi yang bersifat
pukulan-pukulan serentak disebut ”ventricular lift”. Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill”
yang terasa pada telapak tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising jantung yang
kuat pada waktu auskultasi. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa, demikian pula lokasinya

Perkusi
Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada penderita emfisema paru terdapat
kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain perkusi batas-batas jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah
besar di bagian basal jantung. Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah manubrium
sterni terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar, kemungkinan akibat aneurisma aorta.
Auskultasi Jantung
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan:
- bunyi jantung
- bising jantung
- gesekan pericard

Bunyi Jantung

23
Untuk mendengar bunyi jantung diperhatikan :
1. Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada
tempat-tempat sebagai berikut :
- ictus cordis untuk mendengar bunyi
jantung yang berasal dari katup mitral
- sela iga II kiri untuk mendengar bunyi
jantung yang berasal dari katup pulmonal.
- Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi
jantung yang berasal dari aorta
- Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri
sternum atau ujung sternum untuk
mendengar bunyi jantung yang berasal
dari katup trikuspidal
2. Menentukan bunyi jantung I dan II
Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :
- bunyi jantung I, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan trikuspidal. Bunyi ini adalah tanda
mulainya fase sistole ventrikel.
- Bunyi jantung II, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan pulmonal dan tanda dimulainya fase
diastole ventrikel.
Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan terabanya pulsasi nadi pada arteri carotis
3. Intensitas bunyi dan kualitasnya
Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sebagai berikut:
- tebalnya dinding dada
- adanya cairan dalam rongga pericard
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi yang terdengar. Bunyi
jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal
bunyi jantung II lebih besar daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di ictus (M I) lebih keras dari M 2,
sedang didaerah basal P 2 lebih besar dari P 1, A 2 lebih besar dari A 1. Hal ini karena :
M1 : adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral secara langsung.
M2 : adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang dirambatkan.
P1 : adalah bunyi M 1 yang dirambatkan
P2 : adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara langsung
A1 : adalah penutupan mitral yang dirambatkan
A2 : adalah penutupan katub aorta secara langsung
A 2 lebih besar dari A 1.
Kesimpulan : pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang bunyi jantung II hanya
dirambatkan (tidak langsung). Sebaliknya pada daerah basis jantung bunyi jantung ke 2 merupakan bunyi
jantung langsung sedang bunyi I hanya dirambatkan
Beberapa gangguan intensitas bunyi jantung.
Intensitas bunyi jantung I melemah pada : Intensitas bunyi jantung I mengeras pada:
• orang gemuk • demam
• emfisema paru • morbus basedow (grave’s disease)
• efusi perikard • orang kurus (dada tipis)
• payah jantung akibat infark myocarditis
Intensitas bunyi jantung A 2 meningkat pada : Intensitas bunyi jantung A 2 melemah pada :
• hipertensi sistemik • stenose aorta
• insufisiensi aorta • emfisema paru
• orang gemuk
Intensitas P 2 mengeras pada : Intensitas P 2 menurun pada :
• Atrial Septal Defect (ASD) • Stenose pulmonal
• Ventricular Septal Defect (VSD) • Tetralogy Fallot, biasanya P 2 menghilang
• Patent Ductus Arteriosus (PDA)
24
• Hipertensi Pulmonal
Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya) harus dibandingkan. Bila intensitas bunyi
jantung tidak sama dan berubah ubah pada siklus-siklus berikutnya, hal ini merupakan keadaan myocard yang
memburuk.
Perhatikan pula kualitas bunyi jantung
Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I pecah akibat penutupan katup mitral
dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin ditemukan pada keadaan normal.
Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan normal ditemukan pada waktu inspitasi di mana P 2 lebih lambat
dari A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak menghilang pada respirasi (fixed splitting), maka
keadaan ini biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan Right Bundle branch Block (RBBB).
4. Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV
Bunyi jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar pada akhir pengisian cepat ventrikel,
bernada rendah, paling jelas pada daerah apeks jantung. Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan
dewasa muda. Dalam keadaan patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya payah jantung
dan myocarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi bunyi seperti derap kuda, disebut sebagai protodiastolik
gallop.
Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat kontraksi atrium, paling jelas
terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak dan pada orang dewasa didapatkan dalam keadaan patologis
yaitu pada A – V block dan hipertensi sistemik.
Irama yang terjadi oleh jantung ke 4 disebut presistolik gallo
5. Irama dan frekuensi bunyi jantung
Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi. Normal irama jantung adalah
teratur dan bila tidak teratur disebut arrhytmia cordis. Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam
semenit, kemudian dibandingkan dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing
lebih dari 100 kali per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali per menit disebut
bradycardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi lebih lambat, keadaan ini
disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan rangsang susunan saraf otonom pada S – A node sebagai
pacu jantung.
Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung normal sekali-kali
diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut extrasystole, yang disusul oleh fase diastole
yang lebih panjang (compensatoir pause). Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada
stenosa aorta, atau stenosa pulmonal kadang-kadang didapatkan sistolik dalam fase sistole segera setelah bunyi
jantung I dan lebih jelas pada hypertensi sistemik.
6. Bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.
Disebabkan :
- aliran darah bertambah cepat
- penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah
- getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata
- aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar
- aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit
Hal-hal yang harus diperhatikan bila terdengar bising ;
1. Lokalisasi Bising
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu terdengar paling keras (punctum
maximum). Dengan menetukan punctum maximum dan penyebaran bising, maka dapat diduga asal bising
itu :
- punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral
- punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup pulmonal
- punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta
- punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD atau VSD.
2. Penjalaran Bising

25
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi dimana bising itu terdengar
maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :
- Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis
- Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
- Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke seluruh precordium.
- Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas kesekitarnya.
3. Intensitasi Bising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan :
- Tingkat I : bising yang sangat lemah, hanya terdengar dengan konsentrasi.
- Tingkat II : bising lemah, namun dapat terdengar segera waktu auskultasi.
- Tingkat III : sedang, intensitasnya antara tingkat II dan tingkat IV.
- Tingkat IV : bising sangat keras, shingga terdengar meskipun stetoskp blum menempel di dinding dada.
4. Jenis dari Bising
Jenis bising tergantung pada fase bising timbul:
Bising Sistole, terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2)
Dikenal 2 macam bising sistole :
- Bising sistole tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang dipompakan melalui bagian yang
menyempit dan mengisi sebagian fase sistole. Didapatkanpada stenosis aorta, punctum maximum
di daerah aorta.
- Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik yang melalui bagian jantung yang
masih terbuka dan mengisi seluruh fase systole. Misalnya pada insufisiensi mitral.
Bising Diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 & bunyi jantung 1) dikenal antara lain:
- Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada stenosis mitral.
- Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya pada insufisiensi sorta.
- Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi jantung 1, misalnya pada
stenosis mitral. Bising sistole dan diastole, terdengar secara kontinyu baik waktu sistole maupun
diastole. Misalnya pada PDA
5. Apakah Bising Fisiologis atau Patologis
Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising patalogis. Beberapa sifat bising fungsionil :
- Jenis bising selalu sistole
- Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek
- Pada umumnya terdengar paling keras pada daerah pulmonal, terutama pada posisi telungkup dan
ekspirasi penuh.
- Dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Dengan demikian bising diastole, selalu merupakan bising patalogis, sedang bising sistole, dapat merupakan
merupakan bising patalogis atau hanya fungsionil.
Bising fungsionil dijumpai pada beberapa keadaan :
- demam - anemia
- kehamilan - kecemasan
- hipertiroidi - beri-beri
- atherosclerosis.
6. Kualitas dari bising
Apakah bising yang terdengar itu bertambahkeras (crescendo) atau bertambah lemah (descrescendo).
Apakah bersifat meniup (blowing) atau menggenderang (rumbling).
Gerakan Pericard
Gesekan pericard merupakan gesekan yang timbul akibat gesekan antara pericard visceral dan parietal yang
keduanya menebal atau permukaannya kasar akibat proses peradangan (pericarditis fibrinosa). Gesekan ini
terdengar pada waktu sistole dan diastole dari jantung, namun kadang-kadang hanya terdengar waktu sistole saja.
Gesekan pericard kadang-kadang hanya terdengar pada satu saat saja (beberapa jam) dan kemudian menghllang.
Gesekan pericard sering terdengar pada sela iga 4-5 kiri, di tepi daerah sternum. Sering dikacaukan dengan bising
jantung.
No. Langkah Klinik
26
A. PENGUKURAN TEKANAN DARAH
1. Menempatkan tensimeter dengan membuka aliran air raksa, mengecek saluran pipa dan meletakkan
manometer vertikal
2. Gunakan stetoskop dengan corong bel yang terbuka
3. Pasanglah manset sedemikian rupa sehingga melingkari lengan atas secara rapi dan tidak terlalu ketat (2 cm
di atas siku) dan sejajar jantung
4. Dapat meraba pulsasi arteri brachialis di fossa cubiti sebelah medial
5. Dengan satu jari meraba pulsasi a. Brachialis dengan cepat sampai 30 mmHg di atas hilangnya pulsasi /
melaporkan hasilnya
6. Turunkan tekanan manset perlahan-lahan sampai pulsasi arteri teraba kembali/melaporkan hasil sebagai
tekanan sistolik palpatoir
7. Ambil stetoskop dan pasang corong bel pada tempat perabaan pulsasi
8. Pompa kembali manset sampai 30 mmHg di atas tekanan sistolik palpatoir
9. Dengarkan melalui stetoskop, sambil menurunkan perlahan-lahan / 3 mmHg per detik dan melaporkan saat
mana mendengar bising pertama / sebagai tekanan sistolik
10. Lanjutkan penurunan tekanan manset sampai suara bising yang terakhir sehingga setelah itu tidak
terdengar bising lagi / sebagai tekanan diastolik
11. Laporkan hasil tekanan sistolik dan diastolic. Lepas manset dan mengembalikannya. Alat
tensimeter/pengukur tekanan darah disimpan selalu dalam keadaan air raksa tertutup
B. PEMERIKSAAN DENYUT NADI
12. Gunakan jari telunjuk dan jari tengah untuk meraba a. radialis
13. Hitunglah frekuensi denyut nadi minimal 15 detik (bila denyutan nadi teratur, tetapi bila tidak teratur maka
dihitung dalam 1 menit dan dicocokkan dengan denyut
jantung)
C. PEMERIKSAAN TEKANAN VENA JUGULARIS
14. Meminta pasien untuk tidur terlentang dengan sudut 30° – 45°
15. Meletakkan kepala/ posisi leher dengan benar, pasien diminta menolehkan wajah ke arah kiri. Letak
kepala atau posisi leher harus sedemikian rupa sehingga vena jugularis eksterna dapat tervisualisasi dan
terisi sampai kira-kira pertengahan antara mandibula dan klavikula. Pada kondisi gagal jantung kanan berat
dengan vena jugularis terisi penuh sampai ke mandibula, maka letak kepala pasien harus lebih ditinggikan.
Begitu pula sebaliknya, jika dengan posisi 30° – 45° vena tidak terlihat, maka kepala/ leher penderita dapat
diturunkan.
16. Menekan vena jugularis dengan 1 jari tangan kanan di sebelah atas klavikula kanan
17. Menekan vena jugularis di sebelah atas dekat mandibular dengan jari tangan kiri (tanpa melepaskan jari
yang menekan vena di atas klavikula)
18. Lepaskan jari yang menekan vena jugularis di atas klavikula
19. Perhatikan di mana vena terisi saat pasien inspirasi biasa (jangan meminta pasien untuk menarik nafas
panjang/ dalam, biarkan pasien bernafas spontan seperti biasa)
20. Membuat bidang datar melalui angulus ludovici sejajar lantai
21. Menghitung tingginya tekanan vena
D. PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
22. Inspeksi
1) Inspeksi habitus, bentuk dada, dan kelainan yang ditemukan
2) Menentukan terlihat/ tidaknya iktus kordis
3) Menyebutkan dengan benar letak iktus kordis
23. Palpasi
1) Pasien diminta mengangkat lengan kiri lateral dekubitus
2) Melekatkan seluruh telapak tangan pada dinding thoraks dengan tekanan yang lembut
3) Menyebutkan letak iktus kordis
4) Pada palpasi iktus kordis: adakah thrill, heaving, lifting, atau tapping
24. Perkusi
1) Melakukan perkusi dengan menggunakan jari tengah tangan kiri sebagai plesimeter dengan arah
plesimeter tegak lurus terhadap arah perkusi
2) Menggunakan jari tengah tangan kanan untuk melakukan ketukan perkusi dengan gerakan
bertumpu pada gerakan sendi pergelangan tangan
27
3) Melakukan ketukan perkusi dengan kekuatan yang sama untuk tiap perkusi
25. Batas Jantung Kanan
1) Menentukan batas paru-hati pada linea mid klavikula kanan
2) Pada 2 jari di atas batas paru-hati, dilakukan perkusi kearah medial dengan meletakkan jari
plesimeter pada arah tegak lurus terhadap arah gerak perkusi dengan gentle sampai terdengar
perubahn suara dari sonor menjadi redup
3) Menentukan batas jantung kanan dengan benar (normal antara linea midsternum dan sternum
kanan)
26. Batas Jantung Kiri
1) Menentukan batas paru-lambung pada linea aksilaris anterior kiri
2) Pada 2 jari di atas batas paru-lambung, dilakukan perkusi kearah medial dengan meletakkan jari
plesimeter pada arah tegak lurus terhadap arah gerak perkusi dengan gentle sampai terdengar
perubahan suara dari sonor menjadi redup
3) Menentukan batas jantung kiri dengan benar (normal 1 jari medial dari linea midklavikula kiri)
27. Pinggang Jantung
1) Melakukan perkusi pada linea parasternal kiri kearah bawah sampai terdengar perubahan suara
dari sonor menjadi redup
2) Menentukan pinggang jantung dengan benar (normal terdapat pada ruang sela iga 3 kiri)
28. Auskultasi
1) Melakukan pemeriksaan auskultasi sambil membadingkan dengan meraba pulsasi arteri
2) Auskultasi pada daerah sela iga 4-5 linea midklavikula kiri untuk mendengarkan bunyi katup mitral
3) Auskultasi pada daerah sela iga 2 linea parasternalis kiri untuk mendengarkan bunyi katup pulmonal
4) Auskultasi pada daerah sela iga 2 parasternalis kanan untuk mendengarkan bunyi katup aorta
5) Auskultasi pada daerah sela iga 4-5 lineaparsternalis kanan untuk mendengarkan bunyi katup
trikuspid, dibandingkan antara waktu inspirasi dan ekspirasi

3. EKG

E. Tropis
1. Anamnesis Bercak Kulit
Pasien dengan gejala bercak pada kulit dengan suspek:
- Leprosi - Infeksi bakteri non leprosi
- Infeksi jamur - Infeksi virus
- Infeksi parasite - Kelainan kulit non spesifik (mis. dermatitis)
Anamnesis umum
1. Tanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat, dan pekerjaan. KU
Anamnesis terpimpin
2. Tanyakanlah kapan kelainan kulit tersebut mulai muncul, apakah hilang timbul, menetap, dimana lokasi
awalnya dan kemudian muncul dimana.
3. Tanyakanlah apakah disertai demam atau tidak
4. Tanyakanlah apakah disertai gatal atau tidak.
5. Tanyakan apakah bercak kulit ini ada hubungannya dengan gigitan serangga atau luka (trauma)
6. Tanyakanlah apakah bercak kulit ini disertai kram atau nyeri.
Jika ada tanyakanlah:
- kapan mulai terjadi hal tersebut, apakah terjadi mendadak atau tidak.
- sifat nyeri atau kram: ringan, sedang, berat; intermitten atau terus menerus; lebih tinggi pada pagi,
sore atau malam hari; serangan dengan interval tertentu; hanya pada satu tempat atau terasa seperti
semut bergerak.
- Apakah ada sakit tulang-tulang, anoreksia dan malaise.
- Nyeri tekan pada lengan dan atau kaki.
- Nyeri pada sendi
- Luka di telapak tangan atau kaki
7. Tanyakanlah apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada masa lalu.
8. Tanyakanlah riwayat penyakit yang sama dalam lingkup keluarga atau lingkungan sekitar tempat tinggal.
28
9. Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan gejala yang sama
10. Tanyakanlah riwayat pekerjaan dan riwayat kebiasaan sehari-hari
11. Tanyakanlah riwayat pengobatan yang pernah diterima dari dokter dan obat yang dibeli sendiri oleh pasien
tanpa resep dokter
12. Jelaskan pada pasien bahwa ini hanyalah fase awal dari serangkaian pemeriksaan untuk dapat mengetahui
penyakit yg diderita pasien & masih diperlukan pemeriksaan fisis untuk mempertajam diagnosis.
13. Kelompokkan semua hasil yang didapatkan dalam suatu tabulasi. Membuat satu diagnosis utama dan
diagnosis banding dari hasil anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik Bercak Kulit


Penilaian status pasien secara umum dan tanda vital
1. Lihat dan catatlah keadaan umum pasien: sakit ringan, sakit sedang atau sakit berat.
2. Tentukanlah status gizi: ukur tinggi dan berat badan (sesuai panduan penentuan status gizi).
3. Ukur dan menilailah tanda vital pasien: tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan, suhu, skala nyeri
(menggunakan VAS score 1-10).
4. Periksa ada tidaknya pembesaran hati, edema kaki, luka pada kaki
5. Perhatikanlah seluruh tubuh penderita dari ubun-ubun sampai kaki:
- Dimanakah lokasi bercak yang dimaksud
- Apakah ada penipisan rambut kepala dan alis.
- Apakah ada lagophthalmia pada kelopak mata.
- Apakah hidung pasien merosot (saddle nose).
Pemeriksaan bercak kulit
6. Dimana letak bercak tersebut
7. Perhatikanlah jenis effloresensi (pemeriksaan menggunakan loop / kaca pembesaran) : eritema,
hipopigmentasi, hiperpigmentasi, nodul vesikel, bulla, makula papula, skuama, urtika, ulkus, krusta
8. Bila seluruh permukaan lesi rata, perhatikan apakah permukaan kulit kering atau basah, dan ada tidaknya
rambut halus, bersisik atau tidak.
Uji sensitivitas
9. Menggunakan ujung kapas yang diruncingkan:
- Sentuhlah kulit penderita yang normal dengan ujung kapas yang diruncingkan dan sedikit
dibengkokkan. Biarkan pasien melihat apa dan di mana anda melakukannya.
- Minta pasien melihat kearah lain dan lakukan sentuhan dengan kapas mula-mula pada daerah normal,
lalu di daerah bercak secara berganti-ganti. Tanyakan apakah pasien merasakan sentuhan tersebut.
- Mntalah pasien menunjukkan bagian tubuhnya yang disentuh. Catatlah apakah sesuai atau tidak
dengan bagian yang disentuh.
- Lakukanlah penilaian hasil tes sentuhan tersebut.
10. Melakukan tusukan ringan (membedakan tumpul & tajam) dengan ujung jarum :
- Lakukanlah tes yang sama dengan menggunakan tusukan ringan jarum steril, mula-mula pada daerah
kulit yang normal dengan menusukkan bagian yang tumpul kemudian bagian yang tajam. Biarkan
pasien melihat apa dan di mana anda melakukannya.
- Tutuplah mata pasien dan lakukan tusukan ringan mula-mula pada daerah normal, lalu di daerah
bercak secara berganti-ganti.
- Lakukanlah penilaian hasil tes tusukan yang anda lakukan.
- Pada pasien kusta tusukan tumpul tidak terasa tetapi tusukan tajam terasa seperti tusukan tumpul.
11. Menggunakan tabung panas dan dingin (dengan perbedaan suhu 20℃) :
- Lakukanlah tes yang sama dengan menggunakan dua tabung yang masing-masing berisi air dingin dan
air hangat. Mula-mula lakukanlah pada daerah kulit yang normal dan mintalah pasien melihat apa dan
di mana anda melakukannya.
- Tutuplah mata pasien dan tempelkanlah berganti-ganti kedua tabung tadi mula-mula pada daerah
normal, lalu di daerah bercak secara berganti-ganti.
- Lakukanlah penilaian hasil tes tabung yang anda lakukan.
- Pada pasien kusta interpretasinya terbalik karena tidak dapat membedakan panas dan dingin.
Pemeriksaan saraf tepi
12. N. Auricularis magnum:

29
- Mintalah pasien untuk memalingkan wajahnya ke arah berlawanan dari sisi yang akan diperiksa, sambil
meman-dang ke arah bahu.
- Perhatikanlah apakah nampak atau tidak adanya pembesaran N. Auricularis magnum.
- Bila pembesaran saraf tidak terlihat, lakukanlah palpasi dengan tetap mempertahankan posisi seperti
tadi, telusuri-lah dengan perabaan daerah sisi leher bagian atas pasien, dari arah craniolateral ke
caudo-medial.
- Rasakanah ada tidaknya penebalan saraf ini dengan cara menggulirkan sarafnya sambil diperhatikan
mimik wajah pasien.
- Pada pasien kusta saraf terasa tebal dan kaku seperti kabel
- Bandingkanlah kanan dan kiri pasien.
13. Pemeriksaan N. Radialis:
- Mintalah pasien untuk menekuk lengannya sehingga membentuk sudut 600C pada siku.
- Tenangkanlah pasien dan mintalah ia melemaskan otot-ototnya.
- Raba dan telusurilah daerah lateral sepertiga lengan atas kira-kira antara daerah pertemuan m. Triceps
brachii caput longum dan lateral.
- Rasakanlah ada tidaknya pembesaran saraf ini dengan cara menggulirkan sarafnya sambil diperhatikan
mimik wajah pasien.
- Pada pasien kusta saraf terasa tebal dan kaku seperti kabel.
- Bandingkanlah kanan dan kiri pasien.
14. Pemeriksaan N. Ulnaris:
- Peganglah lengan kanan bagian bawah pasien dengan tangan kanan anda.
- Posisikanlah siku pasien sedikit ditekuk sehingga lengan pasien rileks.
- Gunakanlah jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri anda untuk mencari sambil meraba N. Ulnaris di
dalam sulkus nervi Ulnaris (lekukan antara tonjolan tulang siku dan tonjolan kecil di bagian medial =
epicondylus medialis)
- Rasakanlah apakah ada pembesaran saraf dengan cara menggulirkan sarafnya sambil diperhatikan
mimik wajah pasien.
- Pada pasien kusta saraf terasa tebal dan kaku seperti kabel.atau tidak.
- Bandingkanlah kanan dan kiri pasien
15. Pemeriksaan N.Medianus:
- Mintalah pasien untuk mengepalkan tangan (jangan terlalu erat), sambil sedikit difleksikan.
- Telusurilah daerah antara tendo m. Palmaris longus dan tendo m. Flexor carpi radialis longus dengan
ujung-ujung jari anda.
- Rasakanlah apakah ada pembesaran saraf dengan cara menggulirkan sarafnya sambil diperhatikan
mimik wajah pasien.
- Pada pasien kusta saraf terasa tebal dan kaku seperti kabel atau tidak.
- Bandingkanlah kanan dan kiri pasien
16. Pemeriksaan N. Peroneus Communis (N. Poplitea lateralis)
- Mintalah pasien duduk di tepi tempat tidur dengan kaki rileks berjuntai.
- Duduklah di depan pasien dengan tangan kanan memeriksa kaki kiri pasien dan tangan kiri memeriksa
kaki kanan pasien.
- Letakkanlah jari tengah dan jari telunjuk anda pada bagian luar pertengahan betis pasien.
- Rabalah perlahan-lahan ke arah atas sampai menemukan benjolan tulang (caput fibula).
- Setelah itu rabalah saraf peroneus kira-kira 1 cm dari benjolan tulang tersebut ke arah belakang atas.
- Rasakanlah apakah ada pembesaran saraf dengan cara menggulirkan sarafnya sambil diperhatikan
mimik wajah pasien.
- Pada pasien kusta saraf terasa tebal dan kaku seperti kabel atau tidak.
- Penderita masih diminta duduk berjuntai dengan santai.
- Rabalah N. Tibialis Posterior di bagian belakang bawah dari mata kaki sebelah dalam.
- Rasakanlah apakah ada pembesaran saraf dengan cara menggulirkan sarafnya sambil diperhatikan
mimik wajah pasien.
- Pada pasien kusta saraf terasa tebal dan kaku seperti kabel atau tidak.
- Bandingkanlah kanan dan kiri pasien
17. Pembuatan peta kelainan saraf:
Buatlah gambarannya pada kertas yang telah disediakan, tandai semua saraf yang ditemukan adanya
kelainan (lihat gambar pada halaman 20)
30
18. Pemeriksaan gangguan fungsi saraf:
- Periksalah kelopak mata pasien untuk melihat adanya gangguan motorik dari N. Fasialis
- Periksalah kaki untuk melihat adanya gangguan motorik dan sensoris.
19. Menginformasikan hasil yang ditemukan, pemeriksaan penunjang dan rencana pengobatan
20. Jelaskan pada pasien keluarga pasien tentang hasil pemeriksaan yang ditemukan
21. Jelaskan bahwa untuk diagnosis pasti diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang.
- Diagnosa klinis dengan pemeriksaan BTA. Sampel di ambil pada daerah tepi telinga dan tepi hidung.
Hasilnya cepat.
- Diagnosa pasti dengan pemeriksaan PA. Sampel diambil pada daerah lesi, pada tipe LL hasil BTA (-).
Hasilnya 7-10 hari
22. Jelaskan tentang diagnosis penyakitnya, rencana pengobatan, prognosis dan komplikasi. Pada pasien kusta
pengobatan diberikan selama 1 tahun, gratis dari pemerintah.
23. Lakukanlah konseling dengan menjelaskan tentang penyakit (sesuai diagnosis), terutama tentang
keberhasilan terapi.
24. Jelaskanlah aturan pengobatan dan pastikanlah pasien atau pengantarnya akan mematuhi aturan
pengobatan yang akan diterimanya.
25. Tulislah resume secara keseluruhan (hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisis, pengobatan sementara yang
diberikan dan pemeriksaan penunjang yang diminta) sebagai arsip pasien

NB :
Gangguan saraf ada 3 macam :
- Gangguan motorik, seperti lagoftalmus
- Gangguan sensorik, seperti hilangnya
sensitivitas
- Gangguan otonom, seperti gugurnya rambut/
madarosis, hipopigmentasi
ACUAN PEMERIKSAAN PENDERITA SUSPEK LEPRA
A. Dasar diagnosis lepra (kusta)
Diagnosis penyakit lepra atau kusta hanya dapat ditegakkan bila ditemukan salah satu dari cardinal sign
(gejala-gejala utama). Gejala-gejala utama penyakit lepra adalah:
1. Lesi kulit yang mati rasa
Kelainan kulit pada lepra dapat berbentuk bercak hipopigmentasi atau kemerahan (eritrematous) yang
mati rasa. Bisa bersifat kurang rasa (hipestesi) atau tidak merasa sama sekali (anestesi).
2. Penebalan saraf yang nyata disertai gangguan fungsi saraf Penebalan saraf terjadi sebagai akibat dari
peradangan saraf tepi (neuritis perifer). Neuritis pada lepra dapat disertai atau tanpa disertai gangguan
fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf yang bisa terjadi:
a. gangguan fungsi sensoris: anestesi/hipestesi
b. gangguan fungsi motoris: parese atau paralise
c. gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, dll.
Neuritis pada lepra bisa bergejala nyeri , namun kadang-kadang tidak ada rasa nyeri, yang dikenal
sebagai silent neuritis.
3. Basil tahan asam positif
Bahan pemeriksaan untuk melihat adanya BTA diambil dari cairan kulit yang dibuat sediaan langsung
(skin smear). Bahan ini biasanya diambil dari cuping telinga atau dari bagian aktif (tepi) suatu lesi pada
kulit. Kadang-kadang bahan diambil dengan biopsi kulit atau saraf.
B. Diagnosis
Untuk diagnosis penyakit lepra pada seseorang minimal harus ditemukan satu dari cardinal sign di atas. Bila
tidak menemukan satu cardinal sign, maka hanya boleh didiagnosis sebagai suspek lepra = kusta. Penderita

31
seperti ini harus diamati dan diperiksa ulang setelah 3 – 6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan
atau disingkirkan.
C. Gejala klinis
a. Tanda-Tanda Dini Penyakit Kusta (lepra)
1. Kelainan Kulit
• Perubahan warna kulit berupa bercak putih seperti panu
• Bisa berbentuk infiltrate
• Bisa berbentuk nodul
2. Kelainan Saraf Tepi
Pembesaran saraf yang nyata disertai mati rasa, dan atau kelemahan otot di daerah yang
dipersarafi (mata, tangan, kaki), atau kadang-kadang berupa nyeri tekan.
b. Tanda-Tanda Penyakit Kusta (Lepra) Lanjut.
Bila penyakit lepra dini tidak diobati atau terlambat ditemukan, maka akan ditemukan gejala klinik
yang lebih berat.
- Kelainan Kulit
Jumlah bercak pada kulit banyak, bercak lebih tebal & merah. Kulit menjadi lebih kering.
- Kelainan Saraf
Saraf menebal disertai gangguan fungsi saraf dan nyeri tekan, bisa terjadi pada satu atau lebih
saraf tepi. Oleh karena fungsi saraf tepi sudah terganggu, kulit yang mati rasa bila kena benturan
akan menyebabkan luka (ulkus pada telapak tangan atau kaki), kulit yang kering bisa pecah.
Selanjutnya terjadi gangguan pada otot-otot gerak jari-jari tangan dan kaki (kiting/clawing). Gejala
lanjut: Hidung merosot, madarosis dan lagophthalmus

PEMERIKSAAN FISIK PASIEN SUSPEK LEPRA


Lakukanlah pemeriksaan di ruangan yang mendapat pencahayaan sinar matahari tidak langsung yang cukup.
Pemeriksaan harus dilakukan secara sistematis di mana penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa. Mulailah
pemeriksaan dari kepala sampai kaki, kemudian bagian belakang tubuh mulai dari leher, bahu, tubuh bagian
belakang, lengan dan kaki. Pemeriksaan kulit pada seluruh permukaan tubuh klien dengan memperhatikan batas-
batas privasi klien.
Pemeriksaan mati rasa
Pemeriksaan anestesi (mati rasa) atau uji sensitivitas dengan menggunakan :
- Kapas dan pasien diminta untuk menunjukkan arah gerakan kapas tersebut.
- Tusukan ringan jarum steril untuk menentukan rasa sakit yang dialami pasien.
- Tabung reaksi panas dan dingin untuk menentukan respon terhadap suhu.
- Bandingkan antara satu lesi dengan lesi lainnya.
Uji sensitivitas dilakukan berganti-ganti pada daerah kulit yang normal dan pada lesi kulit. Pastikan pasien tidak
melihat daerah yang disentuh atau ditusuk. Uji sensitivitas digunakan untuk menilai seberapa besar kerusakan saraf
yang terjadi pada pasien. Sedangkan uji pembesaran saraf untuk menilai berapa banyak serabut saraf perifer yang
terlibat dan rusak pada penyakit tersebut. Kedua uji ini sering dilakukan pada pasien tersangka penyakit kusta.
Ballpoin atau terali sepeda, dapat dipakai untuk menilai gangguan saraf tepi berdasarkan daerah persarafannya.
Pemeriksaan pembesaran saraf tepi
Pemeriksaan saraf tepi harus dilakukan sistematis dan dilakukan pada ekstremitas kanan dan kiri.
Meraba atau palpasi saraf harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga tidak menyakiti pasien atau menimbulkan
kesan tidak baik pada pasien. Kuku jari pemeriksa sebaiknya tidak boleh panjang. Pada pemeriksaan ini penderita
harus dalam keadaan tenang dengan otot yang dilemaskan. Tentukanlah tempat saraf tepi yang akan diperiksa.
Kemudian raba dan rasakanlah adanya pembesaran saraf tepi dimaksud. Periksalah sebanyak mungkin saraf tepi
yang sering terlibat pada lepra.
1. Pemeriksaan N. Auricularis magnus
Di samping melalui perabaan, pada sebagian besar kasus, pembesaran N. Auricularis magnus bisa ditemukan
dengan inspeksi.
2. Pemeriksaan N. Radialis

32
Merupakan saraf yang paling sulit diraba karena letaknya tidak superfisial seperti saraf lainnya yang sering
terlibat pada penyakit lepra. Untuk merabanya telusuri bagian lateral sepertiga lengan atas kira-kira antara
daerah pertemuan m. Tricep brachii caput longum dan lateral.
3. Pemeriksaan N. Ulnaris
Saraf ini sukar diraba dari luar, karena itu diperlukan kemahiran dari pemeriksa untuk bisa merabanya.
4. Pemeriksaan N. Medianus

Saraf ini agak sukar dipalpasi karena berada diantara dan di bagian profunda dua tendo (m. Palmaris longus
dan m. Flexor carpi radialis longus).
Untuk dapat membedakan dengan mudah adanya penebalan/pembesaran syaraf diperlukan pengalaman palpasi
saraf yang normal pada orang yang sehat.

3. Anamnesis Demam
Anamnesis umum
1. Tanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat, dan pekerjaan. KU
Anamnesis terpimpin
2. Galilah riwayat penyakit sekarang. Tanyakan tentang hal- hal berikut:
• Keluhan utama (target demam)
• Onset: timbul kapan? Apakah mendadak? Kapan?
• Lama atau durasi demam: sudah berapa lama demam, terus menerus atau naik turun
• Sifat jenis demam: subfebris, tinggi, terus menerus, intermitten, lebih tinggi pada sore dan malam
hari, bersifat serangan dengan interval tertentu.
• Sifat pola demam: naik tiba-tiba atau suhu meningkat secara perlahan? Apakah perbaikan dengan
minum
• obat? Apakah disertai menggigil? Apakah demam hanya dirasakan seperti meriang (demam subfibril)
• Memburuk saat apa?
• Membaik saat apa?
• Pengobatan apa yang sudah dilakukan ?
3. Tanyakanlah tentang gejala lain yang menyertai:
• anoreksia, disfagia, malaise, sakit kepala, artralgia, mialgia, sukar membuka mulut.
• manifestasi perdarahan: peteki, ekimosis, epistaksis, hematemesis, melena
• menggigil
• kejang
• gangguan sistem gigi dan THT
• gangguan sistem respirasi: batuk, sesak
• gangguan gastrointestinal: mual, muntah, nyari abdomen, diare dengan/tanpa lendir/darah,
konstipasi,
• gangguan sistem urogenitalia: warna urin, oliguria, disuria
• ruam kulit: kapan timbulnya, lokasi, penyebaran.
4. Tanyakanlah adanya riwayat peyakit yang sama dalam keluarga atau lingkungan sekitar tempat tinggal.
5. Tanyakanlah tentang riwayat imunisasi (terutama pasien anak)
6. Tanyakanlah riwayat bepergian atau pernah tinggal di daerah endemik penyakit tertentu seperti malaria,
filaria, dan lain lain.
7. Tanyakanlah jenis pekerjaan pasien yang mungkin mengarah kepada infeksi tertentu misalnya
antrakosis, leptospirosis.
8. Tanyakanlah riwayat makan/minum di luar rumah (jajan), jenis makanan/ minuman yang beberapa hari
ini dikonsumsi
9. Tanyakanlah psikososial : minum alkohol, promikuitas, narkoba, merokok
10. Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan gejala demam dan adakah
keluarga terdekat atau lingkungan sekitar yang menderita penyakit dengan gejala demam yang sama.
11. Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan hewan, terutama golongan avian, tikus.
12. Tanyakanlah adanya riwayat luka yang baru saja terjadi
13. Keluhan lain : apakah ada mimisan, gusi berdarah, nyeri otot, nyeri tulang, batuk, sesak nafas

33
14. Jelaskan pada pasien bahwa ini hanyalah fase awal dari serangkaian pemeriksaan untuk dapat mengetahui
penyakit yg diderita pasien & masih diperlukan pemeriksaan fisis untuk mempertajam diagnosis.
15. Kelompokkan semua hasil yang didapatkan dalam suatu tabulasi. Membuat satu diagnosis utama dan
diagnosis banding dari hasil anamnesis

4. Pemfis Demam
Penilaian status pasien secara umum dan pengukuran tanda vital
1. Melihat keadaan umum pasien, menilai status gizi (Berat Badan dan Tinggi Badan) serta tanda vital pasien
dan manifestasi perdarahan (spontan / uji turniket)
2. Menilai kesadaran: GCS dan melihat tanda renjatan, tanda dehidrasi.
Pemeriksaan fisik yang untuk menegakkan diagnosis pasien dengan keluhan utama demam.
3. Menilai wajah : tampak sakit, pucat, rhisus sardonikus
4. Menilai rambut dan alis mudah rontok atau tidak
5. Menilai mata : anemia, ikterus, edema palpebral, releks cahaya/pupil
6. Menilai hidung: deviasi septum, sekret, perdarahan, concha hiperemis
7. Menilai mulut: lidah kotor/coated tongue, hiperemis, gingivitis, karies, tonsillitis, faringitis, detritus
8. Menilai telinga : serumen, membrane tympani (intak)
9. Menilai KGB : kepala dan leher, axilla, lipat paha
10. Menilai fisik toraks ( inspeksi, palpasi, perkus, auskultasi)
11. Melihat adanya status tifosa.
12. Melihat ada tidaknya effloresensi kulit.
13. Melakukan pemeriksaan mulut dan rongga mulut.
14. Melakukan periksaan adanya gag refleks.
15. Melakukan pemeriksaan pembesaran kelenjar
16. Melakukan pemeriksaan pembesaran kelenjar limfe terutama
17. Melakukan pemeriksaan fisik toraks.
18. Menilai adanya opistotonus.
19. Melakukan pemeriksaan abdomen.
20. Melakukan pemeriksaan sistem muskuloskeletal.
21. Cuci tangan rutin
Menginformasikan hasil, pemeriksaan penunjang dan rencana pengobatan kepada pasien dan membuat
resume
22. Menjelaskan pada pasien/keluarganya tentang hasil pemeriksaan yang ditemukan, pemeriksaan penunjang
yang diperlukan dan rencana pengobatan
23. Membuat resume anamnesis dan pemeriksaan fisik.

F. Endokrin
1. Anamnesis
1. Tanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat, dan pekerjaan. KU
Menggali informasi tambahan terkait keluhan utama
Hal-hal yang memperburuk keluhan
Hal-hal yang mengurangi keluhan
Menggali riwayat penyakit sekarang dan informasi yang berkaitandengan sistem lain:
• Sistem Indra:
• Mata: penglihatan kabur, mata terasa perih, mata menonjol keluar, mata tidak bisa menutup rapat,
pandangan doubel
• Kulit: gatal (terutama di daerah lipat paha), luka sulit sembuh, banyak keringat, kulitlembab, kulit kering,
keringat dingin, rambut kulit banyak dan tebal
• Leher: ada benjolan, susah menelan.
• Sistem Respirasi: sesak nafas, batuk, batuk darah
• Sistem Kardiovaskuler: jantung berdebar, hipertensi, claudicatio intermitten dan rasa dingin pada kaki
• Sistem Gastrointestinal: ada gangguan selera makan atau justru banyak makan tapi berat badan
menurun, perasaan cepat lapar, gangguan buang air besar (konstipasi, diare atau sering BAB), mual,
muntah, sering merasa haus, rasa cepat penuh / kenyang jika makan, perut membesar dan timbul striae
34
• Kebidanan: pernah melahirkan anak dengan BB lahir lebih dari 4000 gram, keguguran, dan lahir mati,
belum punya anak
• Ginekologi: keputihan, menstruasi tidak teratur, belum mens
• Sistem Urogenitalia: banyak kencing, sakit jika berkemih, disfungsi ereksi
• Sistem Muskuloskeletal: badan terasa lemas, tremor, muka gembul, kaki terasa pegal jika berjalan
• Sistem Syaraf: baal/kebas, terasa panas/seperti ditusuk tusuk pda ekstremitas, tidak tahan dingin/ panas
Tanyakanlah apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada masa lalu atau penyakit lain yang
mungkin berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat operasi.
Tanyakanlah riwayat penyakit yang sama dalam lingkup keluarga
Tanyakanlah kebiasaan pasien, seperti kebiasaan makan, merokok, minum alkohol, olahraga, dan lain-lain.
Tanyakanlah riwayat pengobatan yang pernah diterima dari dokter, obat yang dibeli sendiri oleh pasien
tanpa resep dokter, riwayat alergi. (nama obat, dosis, frekuensi penggunaan, teratur / tidak)
Melakukan cek silang dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk menambahkan data-data yang
belum didapat ataupun memberikan koreksi terhadap data-data yang kurang tepat.
Jelaskan pada pasien bahwa ini hanyalah fase awal dari serangkaian pemeriksaan untuk dapat mengetahui
penyakit yg diderita pasien & masih diperlukan pemeriksaan fisis untuk mempertajam diagnosis.
Melakukan penulisan status dengan baik yang mencantumkan:
- Resume / kesimpulan dari hasil anamnesis, terutama mencantumkan hal-hal penting yang mengarah ke
penegakan diagnosis
- Membuat beberapa kemungkinan diagnosis sementara (Diagnosis Banding)
- Membuat satu diagnosis utama (Diagnosis Kerja)

2. Pemeriksaan Fisik dan Tiroid


INDIKASI:
Pasien dengan suspek:
- Diabetes Melitus - Penyakit tiroid
- Kegemukan - Sindroma Metabolik
- Cushing syndrome
- Ggg. tumbuh kembang (perawakan pendek/ ggg. pubertas sekunder)

Kelenjar Tiroid :
- Terletak di leher depan bagian bawah (arah distal).
- Berbentuk seperti kupu-kupu,
- Terdiri dari dua lobus (kanan dan kiri) yang dihubungkan oleh isthmus.
- Isthmus menutupi cincin trakhea 2 dan 3,
- Kapsul fibrosus menggantungkan kelenjar ini pada fascia pre tracheal
sehingga pada saat “menelan” kelenjar tiroid terangkat ke arah kranial.

35
1. Informed Consent dan cuci tangan rutin
2. Penilaian status pasien secara umum dan tanda vital
3. Lihat dan catatlah keadaan umum pasien: sakit ringan, sakit sedang atau sakit berat.
4. Tentukanlah status gizi: ukur tinggi dan berat badan (sesuai panduan penentuan status gizi), Indeks Massa
Tubuh (IMT), lingkar pinggang
5. Nilailah tingkat kesadaran: Glasgow coma score (GCS)
6. Ukur dan nilai tanda-tanda vital pasien: suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi dan pernapasan, tipe nafas.
7. Perhatikanlah adanya tanda renjatan, tanda dehidrasi.
8. Perhatikan dan nilailah ada tidaknya kelainan pada mata dan kelopak mata: eksoftalmus, edema kelopak
mata, gerakan kelopak mata, memejamkan mata.
9. Periksalah mulut dan rongga mulut: terutama perhatikan adanya tanda-tanda dehidrasi
Pemeriksaan kelenjar tiroid
10. Persilakanlah pasien duduk atau berdiri menghadap ke sumber cahaya sehingga sumber cahaya cukup
menerangi bagian leher yang diperiksa.
11. Aturlah posisi pasien sehingga posisi mata pemeriksa harus sejajar (horizontal) dengan leher orang yang
diperiksa. Mintalah pasien untuk menunjukkan ruas ibu jarinya sebagai acuan ukuran kelenjar tiroid.
12. Inspeksi kelenjar tiroid dan leher:
• Lakukanlah pengamatan bagian depan leher klien pada posisi normal
• Amatilah adanya pembesaran kelenjar tiroid yang tampak nyata.
• Jika kelenjar tiroid tidak tampak, mintalah klien untuk mengekstensikan kepala dan gerakan menelan.
• Jika kelenjar tiroid tampak jelas pada posisi ekstensi leher penuh, dikatakan pembesaran kelenjar
tiroid tingkat II / Ib.
• Pemberton’s sign
13. Palpasi kelenjar tiroid:
• Identifikasi kartilago tiroid, membran thyrocricoid, dan cartilago cricoid, struktur horizontal dengan
lebar 5 mm, penanda batas superior ithsmus. Palpasi isthsmus (sering tidak teraba meskipun tiroid
membesar).
• Saat berdiri di sisi pasien geser jari anda sehingga bagian palmar berhenti di trachea dan permukaan
dorsal ke arah m. sternocleidomatoideus. Lobus ipsilateral dapat dipalasi secara bersamaan dengan ibu
jari atau dengan jari tangan lain.
• Jika anda berdiri di belakang pasien identifikasi batas dan isthmus dengan satu tangan dan jika sudah
berada di posisi rasakan lobus tiroid pada sisi tersebut, letakkan jari tangan anda yang lain secara
simetris pada sisi lain trakhea. Identifikasi lagi setiap lobus pada saat pasien menelan. Rasakan

36
permukaan, asimetri atau tidak, tekstur, nyeri tekan atau tidak serta perkiraan ukuran tiap lobus
(normal: 7-10 gram). (tingkat 0 atau Ia)
• Jika terdapat Goiter, ukur massa yang teraba dan juga ukur lingkar leher yang terbesar. Gambar garis
goiter untuk catatan perbandingan ke depan. (pembesaran tingkat II atau III)
• Palpasi juga untuk mengidentifikasi adanya limfadenopati atau massa (terutama di linea mediana,
adanya ductus thyroglossus) atau jaringan parut.
14. Auskultasi kelenjar tiroid : apakah terdengar bruit ?
15. Lakukanlah pemeriksaan fisik toraks: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
16. Lakukanlah pemeriksaan fisik abdomen: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
17. Perhatikan ada tidaknya effloresensi kulit terutama di daerah-daerah lipatan. Bila ada, nilailah tipe dan
lokasi effloresensi kulit: makula, papula, vesikel, krusta, polimorf.
18. Periksalah sistem muskuloskeletal, terutama untuk menilai kekuatan otot, rabalah telapak tangan apakah
teraba kering/lembab, hangat/dingin, tremor. Apakah ditemukan luka pada kulit? Lakukan pemeriksaan
reflex ekstremitas. Lakukan pemeriksaan a.dorsalis pedis, a.tibialis posterior, a.poplitea, dan a.femoralis.
19. Melakukan pemeriksaan sensoris
20. Menjelaskan tentang kemungkinan diagnosis, rencana diagnostik, tatalaksana selanjutnya serta prognosis.
21. Tulislah resume hasil pemeriksaan fisik, kemungkinan diagnosis dan rencana pemeriksaan penunjang
diagnostik dan tatalaksana serta prognosis.
PEMERIKSAAN BRUIT
Bruit didefinisikan sebagai suara aliran darah yang terdengar karena adanya turbulensi. Suara ini dapat didengar
melalui auskultasi dengan stetoskop, dan sebagian bruit dapat dideteksi melalui palpasi sebagai thrill. Pemeriksaan
bruit umumnya dilakukan di area kepala, seperti area karotis, area temporal, area orbital, dan area mastoid.
Bruit di area leher paling sering terdengar pada daerah bifurkasio arteri karotis, area karotis komunis proksimal
dan fosa supraklavikular. Terdengarnya bruit pada area ini biasanya menunjukkan adanya oklusi pembuluh darah di
area tersebut. Bruit juga dapat terdengar pada pasien dengan sirkulasi hiperdinamik atau pada pasien dengan
peningkatan curah jantung seperti pada pasien hipertiroidisme atau pasien dalam hemodialisis.
Pemeriksaan bruit karotis, diawali dengan melakukan palpasi ringan pada area karotis untuk mendeteksi adanya
thrill. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dalam posisi berbaring ataupun duduk. Jika pemeriksaan
dilakukan pada posisi duduk, pemeriksa berada di belakang pasien sehingga dapat melakukan palpasi dan auskultasi
secara optimal. Pasien diminta untuk duduk dengan pandangan lurus ke depan dan pemeriksa melakukan auskultasi
di area karotis dengan menggunakan stetoskop sisi lonceng (bell). Secara simultan, tangan pemeriksa yang lain
melakukan palpasi pada area karotis kontralateral. Pasien kemdian diminta untuk menarik nafas dalam dan
menahan nafas. Manuver ini bertujuan untuk meminimalisasi suara nafas yang dapat mengganggu pemeriksa
mendengarkan suara bruit.
Adanya murmur jantung juga dapat ditransmisikan ke pembuluh darah besar sehingga terdengar sebagai bruit.
Seringkali sulit untuk membedakan bruit karotis dan murmur jantung. Murmur jantung biasanya akan terdengar
lebih jelas saat stetoskop digeser mendekati prekordial. Selain itu, murmur jantung jarang menjalar hingga ke area
orbital, sedangkan bruit karotis seringkali dapat terdengar di area orbital.

3. Status Gizi pasien DM


A. PENGUKURAN BERAT BADAN (posisi berdiri)
• Menyiapkan dan memeriksa timbangan apakah kondisinya masih baik untuk digunakan.
• Pastikan jarum penunjuk timbangan pada posisi nol.
Pasien menanggalkan alas kaki, ikat pinggang, seluruh perhiasan/ benda yang dapat mempengaruhi bb
Pasien berdiri di tengah timbangan dengan posisi tegak. Pemeriksa membaca angka yang tertera pada
timbangan dan mencatat pada status pasien
B. PENGUKURAN TINGGI BADAN
Menyiapkan dan memeriksa alat pengukur tinggi badan (microtoise), apakah kondisinya masih baik untuk
digunakan.
• Pilih bidang vertikal yang datar (misalnya tembok) sebagai tempat untuk meletakkan.
• Pasang microtoise pada bidang tersebut dengan kuat dengan cara meletakkannya di dasar
bidang/lantai), kemudian tarik ujung meteran hingga 2 meter ke atas secara vertikal/lurus hingga
microtoise menunjukkan angka nol.

37
• Pasang penguat seperti paku dan lakban pada ujung microtoise agar posisi alat tidak bergeser.
Mintalah subjek yang akan diukur untuk melepaskan alas kaki (sepatu dan kaos kaki).
• Persilahkan subjek untuk berdiri di tengah pita pengukur dengan posisi tegak, dimana garis antara tepi
atas aurikula dengan orbita sejajar dengan lantai.
• Pasien diminta untuk inspirasi.
• Turunkan balok pengukur sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku balok harus lurus menempel
pada dinding.
• Pemeriksa membaca angka yang tertera pada pita pengukur.
• Pastikan posisi mata pemeriksa sejajar balok pengukur.
• Catatlah hasilnya pada lembaran status pasien.
C. PENGUKURAN LINGKAR PINGGANG
Pasien berdiri tegak dengan kaki terbuka sekitar 25-30 cm, menghadap pemeriksa dengan posisi abdomen
relaks, lengan menggantung bebas di sisi tubuh.
Tentukan tempat pengukuran lingkar pinggang yaitu pertengahan antara kosta 12 dengan krista iliaka.
Letakkan pita pengukur sejajar pada tempat yang telah ditentukan. Pasien diminta untuk bernafas seperti
biasanya agar tidak mempengaruhi kontraksi otot abdomen. Pemeriksa membaca angka yang tertera pada
pita pengukur dan mencatat hasilnya.
D. MENETAPKAN STATUS GIZI
Menghitung Indeks Massa Tubuh pasien dengan rumus:
BB (kg)
IMT =
[TB (m)]2
Menentukan status gizi dan risiko komorbid subyek pengukuran berdasarkan kriteria Asia- Pasifik sebagai
berikut:
Risiko komorbid
Klasifikasi IMT (kg/m2) Lingkar perut
< 90 cm (pria)
< 80 cm (wanita)
BB kurang < 18,5 rata-rata
Normal 18,5 – 22,9 meningkat
BB lebih
Pre-obesitas 23 – 24,9 sedang
Obesitas tk. I 25 – 29,9 berat
Obesitas tk.2 ≥ 30 sangat berat
Menentukan status obesitas sentral, dengan acuan lingkar pinggang:
• Laki-laki > 90 cm
• Perempuan > 80 cm
Menentukan Berat Badan Ideal dengan rumus: [(TB-100) – (10% x (TB-100)] x 1 kg
Untuk laki-laki dengan TB < 160 cm dan perempuan dengan TB < 150 cm, rumus: (TB – 100) x 1 kg.
E. MENGHITUNG KEBUTUHAN ENERGI
Menghitung Kebutuhan Energi Basal (K.E.B.) pasien dalam 24 jam, menggunakan rumus Harris-Bennedict:
Perempuan = 655,1 + 9,6 (BB) + 1,9 (TB) – 4,7 (U)
Laki-laki = 66,5 + 13,8 (BB) + 5,0 (TB) – 6,8 (U)
Keterangan:
BB = Berat Badan (dalam Kg) TB = Tinggi Badan (dalam cm) U = Umur (dalam tahun)
Jika status gizi kurang atau normal, gunakan BB aktual.
Jika status gizi lebih: gunakan berat badan ideal pasien.
Menghitung Kebutuhan Energi Total (K.E.T.) sehari: Untuk pasien rawat jalan: K.E.B. x Faktor Aktivitas (F.A.)
Untuk pasien rawat inap : K.E.B. x F.A x Faktor Stress Faktor aktivitas untuk pasien rawat jalan:

38
Tingkat Jenis Kelamin
aktivitas
Laki-laki Perempuan
Sangat ringan 1,3 1,3
Ringan 1,65 1,55
Sedang 1,76 1,7
Berat 2,1 2

Faktor aktivitas dan faktor stress untuk pasien rawat inap:


Faktor aktivitas Faktor stress
Tirah baring 1,2 Luka Pembedahan
saja bakar 1,5 Minor 1,1
≤20% Major 1,2
BSA
(area 1,8
terbakar) 1,8
20 – 40% –
BSA 2,0
> 40%

Dapat 1,3 Infeksi Trauma


bergerak Ringan 1,2 Skeletal 1,2
bebas/bangun Sedang 1,4 Blunt 1,35
dari tempat Berat 1,8 Close Head 1,4
tidur Injury
Tidak 0,85
makan
selama 3
hari atau
lebih
Cara cepat perhitungan energi dengan menggunakan rumus rule of thumb:
Normal tanpa stress metabolik: 25 – 30 kkal/kg berat badan Dengan stress metabolik
• Ringan: 30 – 35 kkal/berat badan
• Sedang –berat: 35 – 45 kkal/kg berat badan
Berat badan yang digunakan sesuai status gizi.
- Gizi kurang atau normal: gunakan berat badan aktual
- Gizi lebih: gunakan berat badan ideal
F. MENGHITUNG KOMPOSISI DAN JUMLAH ZAT GIZI MAKRO
Menentukan komposisi dan jumlah zat gizi makro (Karbohidrat, Protein, Lemak) dengan mengalikan K.E.T
dengan persentase zat gizi makro di bawah ini:
- KH (45 – 65%), dalam latihan ini digunakan 55%:
• KH sederhana maksimal 10% KET
• KH kompleks 45% KET
• Serat: 14 gram per 1000 kkal.
- P 15-20%
- L 25-30% (lemak jenuh maks 7%)
Jika dijumpai penurunan fungsi ginjal akibat penyakit ginjal kronik, asupan protein diturunkan menjadi 0,8
g/kgBB/hari atau 10% KET dan 65% hendaknya bernilai biologi tinggi.
Konversi nilai-nilai tersebut menjadi ukuran gram dengan:
- 1 gr KH = 4 kkal
- 1 gr P = 4 kkal
- 1 gr L = 9 kkal.
Untuk melakukan konversi ke ukuran rumah tangga menggunakan Daftar Satuan Penukar Bahan Makanan

4. Konsling Pasien DM
MELAKUKAN KONSELING (5 pilar Diabetes)

39
Pengetahuan Diabetes secara umum dan memberikan motivasi pasien untuk meningkatkan pengetahuan
diabetes melalui penyuluhan dan seminar dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan untuk selalu
konsisten serta kontrol dengan teratur.
Perencanaan Makan :
Menganjurkan pasien untuk mengikuti pola makan giziseimbang, dengan prinsip 3J :
1. Jumlah Kalori : mengikuti kebutuhan energi dan komposisi zat gizi makro yang dianjurkan dan
sesuai kebutuhan kalori/hari (55% karbohidrat, 15-20% protein, 25-30% lemak), vitamin, mineral,
serat dalam jumlah cukup.
2. Jenis Makanan : memilih jenis makanan yang sehat, yaitu jenis karbohidrat kompleks dan serat,
menghindari/ mengurangi jenis karbohidrat sederhana, memilih jenis lemak baik dan menghindari/
mengurangi jenis lemak jenuh dan lemak trans, lebih mengutamakan jenis protein nabati daripada
protein hewani.
3. Jadwal Makan : 3x makanan utama dan 3x makananselingan
Aktifitas Fisik/Olahraga Teratur (FITT)
Menganjurkan pasien untuk meningkatkan aktivitas fisik danberolahraga secara teratur dengan prinsip :
a. Frekwensi : 3-5 kali per minggu
b. Intensitas : ringan dan sedang yaitu 60%-70% MHR (Max. Heart Rate : 220 – umur dalam tahun)
c. Time/Waktu : 30-60 menit per kali latihan
d. Type/Jenis olah raga : jalan, jogging, berenang, senam, bersepeda.
Intervensi Medikamentosa :
- Obat hipoglikemik oral (OHO)
- Obat hipoglikemik Injeksi (Insulin, GLP-1 agonist)
Target pengendalian tatalaksana Diabetes dan pemeriksaan glukosa darah mandiri (PDGM) :
• Pemeriksaan glukosa darah 7 point (sebelum & 2 jam sesudah makan pagi, siang, & malam sertasebelum
tidur, jika diperlukan pemeriksaan glukosa darah saat dini hari. Target glukosa darah sebelum makan &
sebelum tidur adalah 80-130 mg/dL & glukosa darah 2 jam sesudah makan adalah 80-180 mg/dL.
• Pemeriksaan glukosa darah rerata 3 bulan (Hb A1C). Target yang diharapkan adalah < 7%
Melakukan edukasi tentang komplikasi diabetes :
• Komplikasi Akut (Hipoglikemia) : gejala dan tanda hipoglikemia dan cara mengatasinya
• Komplikasi Kronik :
Makrovaskular : strok, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer
Mikrovaskular : Retinopati, neuropati dan nefropati
Melakukan edukasi tentang perawatan kaki
*Cek HbA1C (Glycated Hemoglobin/Glycosylated Hemoglobin) :
• Memberikan gambaran kondisi glukosa darah 2-3 bulan terakhir.
• Cara kerja: Glukosa darah yang tinggi akan diikat pada molekul hemoglobin (Hb) dalam darah dan akan
bertahan dalam darah sesuai dengan usia hemoglobin, yaitu 2-3 bulan.
• Tes ini dipakai untuk memantau terapi diabetes, serta menilai keberhasilan diet dan olahraga yang dilakukan.

40
5. Insulin
Indikasi Insulin
1. Indikasi mutlak : DM tipe 1
2. Indikasi relatif :
a. Gagal mencapai target dengan penggunaan
kombinasi obat hiperglikemia oral (OHO) dosis
optimal (3 - 6 bulan)
b. DMT2 rawat jalan dengan:
- Kehamilan
- Dekompensasi metabolik, yang ditandai antara
lain dengan: gejala klasik diabetes dan
penurunan berat badan, glukosa darah puasa
(GDP) > 250 mg/dL, glukosa darah sewaktu >
300 mg/dL, HbA1c> 9%, dan sudah
mendapatkan terapi OHO sebelumnya
- Terapi steroid dosis tinggi yang menyebabkan
glukosa darah tidak terkendali
- Perencanaan operasi yang kadar glukosa
darahnya perlu segera diturunkan
- Beberapa kondisi tertentu yang dapat
memerlukan pemakaian insulin, seperti infeksi
(tuberkulosis), penyakit hati kronik, dan
gangguan fungsi ginjal.

Preparat Insulin
1. Basal supplement:
• Preparat kerja menengah – kerja panjang /Intermediate to long-acting (NPH, neutral protamine lispro [NPL],
glargine, detemir, atau degludec)
• Untuk menekan produksi glukosa hati dan mempertahankan glukosa darah puasa mendekati normoglikemia
2. Premeal (prandial)
• Kerja Pendek / short-acting (regular) atau kerja cepat / rapid-acting (lispro, aspart, glulisine)
• Untuk memenuhi kebutuhan setelah makanan diabsorbsi. Mempertahankan glukosa darah setelah makan
mendekati normoglikemia
3. Premixed kombinasi antara of intermediate-acting and short- or rapid-acting insulin

Cara pemberian Insulin


Cara pemberian insulin yang umum dilakukan adalah dengan semprit insulin (1 mL dengan skala 100 unit per mL)
dan jarum, pen insulin, atau pompa insulin (con nuous subcutaneous insulin infusion/CSII). Beberapa tahun yang lalu
yang paling banyak digunakan adalah semprit dengan jarum, tetapi saat ini banyak penyandang yang merasa lebih
nyaman menggunakan pen insulin. Pen insulin lebih sederhana dan mudah digunakan, jarumnya juga lebih kecil
41
sehingga lebih nyaman pada saat diinjeksikan, pengaturan dosisnya lebih akurat, dan dapat dibawa ke mana-mana
dengan mudah. Penggunaan CSII membutuhkan keterampilan. Meskipun demikian, cara ini merupakan cara
pemberian yang paling mendeka keadaan siologis.
Cara penggunaan insulin
1. Insulin disimpan pada suhu 8-25o (insulin yang tidak digunakan harus disimpan dalam kulkas bukan freezer).
Insulin yang baru dikeluarkan dari kulkas diamkan beberapa saat sampai sesuai untuk disuntikkan
2. Pastikan tipe atau jenis insulin yang akan diberikan benar sesuai dengan resep, lihat tanggal kadaluwarsanya,
dan wujud atau tampilan insulin (berubah warna atau keruh)
3. Mempersiapkan insulin pen untuk disuntikkan (lihat gambar)
4. Lokasi dan cara penyuntikkan insulin
5. Cara mengolah sampah medis / jarum
6. Persiapan insulin jika bepergian jauh dan lama

Lepas Penutup Pen Tarik Cartridge holder Masukkan insulin Pasangkan kembali
dari Pen Cartridge kedalam cartridge holder
cartridge holder

Pasang jarum lurus Putar jarum searah


Komponen needle PF dengan Pen Tekan needle jarum jam

Priming:
1. Atur 1-2 unit dosis dengan memutar kenop dosis
2. Arahkan pen ke atas dan Ketuk pemegang catridge agar udara terkumpul di bagian atas
3. Tekan Kenop Dosis sampai angka 0 terlihat, tahan sekitar 5 detik
4. Priming selesai jika muncul buble atau aliran insulin pada ujung jarum

42
G. Reproduksi
1. Anamnesis Kunjungan Antenatal Pertama
PERSIAPAN ANAMNESA ANTENATAL
a) Menyapa pasien.
b) Perkenalkandiripadapasien.
c) MenjelaskanMAKSUD dan TUJUAN dariwawancara.
d) Memintaizinpadapasienuntukmemulaiwawancara.
e) Menanyakan : nama – usia – graviditasdanparitas– perkiraaanusiakehamilansaatini
RIWAYAT KEHAMILAN SEKARANG
a) Menanyakan Hari Pertama Haid terakhir.
b) Menanyakan KELUHAN UTAMA saatini
d) Menanyakan gerakan janin yang dirasakan ibu
e) Melakukan ANAMNESA LANJUTAN mengenai keluhan utama.
RIWAYAT HAID
a) Menanyakan tentang menarche (usiapertamahaid)
b) Menanyakantentang siklus haid(teratur/tidakteratur)
c) Menanyakan HPHT – haripertamahaidterakhir
d) Menanyakan apakah haid terakhir berlangsung SPONTAN atau merupakan PERDARAHAN LUCUT
PER VAGINAM denganobat hormonal (kontrasepsi oral)
e) Menjelaskan bahwa HPHT yang benar dapat digunakan untuk memperkirakan USIA KEHAMILAN
dan menentukan TANGGAL PERSALINAN.
RIWAYAT OBSTETRI
a) Menanyakan tentang pernikahan : menikahatautidak/ lama pernikahan ; Pernikahanke ..
b) Menanyakan tentang RIWAYAT KEHAMILAN dan PERSALINAN - MASA NIFAS yang diperkirakan
dapat berpengaruh terhadap penatalaksanaan kehamilan sekarang
c) MenanyakanKOMPLIKASI PERSALINAN.
d) Menanyakan BERAT BADAN LAHIR – KESEHATAN NEONATUS pada kehamilan yang lalu
e) Menanyakan mengenai jumlah anak hidup saat ini – jenis kelamin dan usia
RIWAYAT GINEKOLOGI
a) Menanyakan tentang R IWAYAT KONTRASEPSI: yang pernah atau sedang diikuti
b) Menanyakan tentang RIWAYAT PEMBEDAHAN GINEKOLOGI: KET – Miomektomi
c) (Bila pernah melakukan) Menanyakan tentang waktu dan Hasil pemeriksaanHAPUSAN SERVIK
(Papaniculoau Smear).
d) Menanyakan tentang RIWAYAT PENYAKIT GINEKOLOGI : PID – Fluor albus
RIWAYAT MEDIS – PEMBEDAHAN UMUM - OBAT- OBATANdan ALERGI
a) Menanyakan RIWAYAT MEDIS : PenyakitJantung – Epilepsi – Asthma Bronchiale – DM dsbnya
b) Menanyakan RIWAYAT PEMBEDAHAN UMUM: Apendektomi– Herniotomi
c) Menanyakan RIWAYAT ALERGI : obat – makanan – debu– tanamandsbnya
d) Menanyakan KebiasaanPENYALAHGUNAAN OBAT
RIWAYAT KELUARGA / SOSIAL / LINGKUNGAN KERJA

43
a) Menanyakan adanya anggauta keluarga dengan KELAINAN atau PENYAKIT HEREDITER
b) Menanyakan tentang kebiasaan MEROKOK - MINUM ALKOHOL
c) Menanyakan tentang RIWAYAT PERAWATAN ANAK danPEMBERIAN ASI
d) Menanyakan tentang PEKERJAAN PASIEN : ibu rumahtangga / karyawati – jenis
pekerjaan/LINGKUNGAN PEKERJAAN

2. Pemeriksaan Fisik Kunjungan Antenatal Pertama


INDIKASI
1. Menentukan status kesehatan ibu hamil
2. Deteksi dini dari kelainan ibu dan anak
3. Memperkirakan usia kehamilan dan tanggal persalinan
4. Mengetahui letak – posisi – presentasi janin
5. Menentukan kapasitas panggul pada primigravida
6. Merencanakan penatalaksanaan kehamilan selanjutnya dan persalinan
7. Bagian dari aktivitas penyuluhan kesehatan bagi ibu hamil
PERSIAPAN AWAL PEMERIKSAAN
1. Mempersilahkan ibu mengosongkan kandung kemih dan mengganti pakaiannya dengan pakaian
khusus.
2. Melihat keadaan umum: nampak sakit/sehat ; tingkat kesadaran : compos mentis.
3. Melihat dan memeriksa: kelenjar TIROID.
4. Mengukur tinggi badan – berat badan – menentukan BMI.
5. Mengukur tekanan darah – frekuensi pernafasan – suhu tubuh.
PEMERIKSAAN FISIK UMUM
1. Mempersilahkan ibu berbaring di tempat tidur pemeriksaan.
2. Memeriksa konjungtiva dan sklera : anemia – ikterus.
3. Melakukan inspeksi dada : simetri/tidak ; hiperpigmentasi areola mammae
4. Melakukan auskultasi jantung & paru.
5. Melakukan inspeksi abdomen : striae gravidarum – jaringan parut – linea alba – pembesaran rahim.
PEMERIKSAAN FISIK OBSTETRI
1. Mempersilahkan ibu menekuk sedikit kedua sendi lutut – kedua telapak kaki menempel pada tempat
tidur pemeriksaan dan baju sedikit disisihkan keatas sehingga bagian perut terbuka dan kedua lengan
ibu disamping tubuh. Menutup bagian paha ibu sampai kebawah dengan kain penutup khusus.
2. Mencuci tangan dan mengeringkan.
3. Melakukan inspeksi tinggi fundus uteri – Mengukur jarak antara puncak fundus uteri dengan tepi atas
simfisis pubis [DALAM SENTIMETER] dengan pita pengukur.
4. Melakukan perkusi : masa abdomen – cairan bebas – meteorismus
5. Melakukan auskultasi detak jantung janin (usia kehamilan > 20 minggu)
PEMERIKSAAN PALPASI
1. Lakukan pemeriksaan LEOPOLD I :
 Pemeriksa berada disisi kanan ibu menghadap ke arah kepala ibu
 Memberitahu kepada ibu bahwa proses pemeriksaan akan dimulai
 Meletakkan sisi lateral telunjuk kiri pada puncak fundus uteri untuk menentukan tinggi fundus uteri.
 Meletakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada fundus uteri dan merasakan bagian bayi yang
ada pada bagian tersebut dengan jalan menekan secara lembut dan menggeser telapak tangan kiri
dan kanan secara bergantian.
2. Lakukan pemeriksaan LEOPOLD II :
 Pemeriksa berada disisi kanan ibu menghadap ke arah kepala ibiu
 Meletakkan telapak tangan kiri pada dinding perut lateral kanan dan telapak tangan kanan pada
dinding perut lateral kiri ibu secara sejajar dan pada ketinggian yang sama (setinggi umbilkus)
 Dimulai dari bagian atas abdomen , tekan secara bergantian atau serempak (simultan) dengan
telapak tangan kiri dan kanan, kemudian geser ke arah bawah dan rasakan adanya bagian yang rata
dan memanjang (punggung) atau bagian-bagian kecil (ekstremitas janin).
3. Lakukan pemeriksaan LEOPOLD III:
 Pemeriksa berada disisi kanan ibu menghadap ke arah kepala ibiu

44
 Mencekap bagian terendah janin diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan untuk menentukan
bagian terendah janin.
 Menententukan apakah bagian terendah tersebut sudah masuk PAP – pintu atas panggul atau
belum dengan menggoyangkan kepala diatas PAP
4. Lakukan pemeriksaan LEOPOLD IV (pada kehamilan aterm)
 Pemeriksa berada disisi kanan ibu menghadap kearah kaki ibu.
 Meletakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada lateral kiri dan kanan abdomen bagian
bawah, ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan berada pada tepi atas simfisis.
 Mempertemukan kedua ibu jari kiri dan kanan, kemudian rapatkan semua jari-jari tangan yang
meraba dinding bawah uterus.
 Memperhatikan sudut yang dibentuk oleh jari-jari kiri dan kanan (konvergen atau divergen)
PEMERIKSAAN AUSKULTASI
1. 1.Meletakkan Stetoskop monoaural LAENEC pada dinding perut dan dengan telinga kiri, pemeriksa
mencari dan kemudian mendengarkan detak jantung janin pada punctum maksimum pada
presentasi belakang kepala , sekitar 3 cm subumbilikus)
2. Mendengarkan dan menghitung hitung bunyi jantung bayi dalam 60 detik (1 menit ) penuh
(normal 120 – 160 kali / menit)
3. Meletakkan semua peralatan yang telah digunakan pada tempat semula.
4. Memberitahukan kepada ibu bahwa pemeriksaan telah selesai, rapikan kembali pakaian ibu dan
ambil kain penutup.
5. Mempersilahkan ibu untuk mengganti pakaian dan duduk kembali serta catat hasil pemeriksaan
pada lembar yang telah tersedia di dalam status pasien
PENJELASAN HASIL PEMERIKSAAN ANTENATAL
1. Memberitahukan kepada ibu tentang PERKIRAAN USIA KEHAMILAN dan TANGGAL PERSALINAN.
2. Memberitahukan kepada ibu mengenai LETAK - KONDISI JANIN
3. Menjelaskan rencana PENATALAKSANAAN KEHAMILAN, termasuk penentuan JADWAL
PEMERIKSAAN antenatal lanjutan dan menanyakan mengenai RENCANA PERSALINAN yang
diinginkan pasien.
4. MENCATAT : semua hasil pemeriksaan – penjelasan pada pasien dan penjadwalan kunjungan ulang
pemeriksaan antenatal berikutnya kedalam Buku Kontrol Ibu Hamil
5. MENYERAHKAN Buku Kontrol Ibu Hamil kepada pasien dan
UCAPKAN SALAM

3. Pemeriksaan ginekologi
INDIKASI
1) Sebagai bagian dari “Medical CheckUp” pada wanita dimana harus dilakukan juga pemeriksaan Hapusan
Papaniculoau
2) Deteksi infeksi vagina : infeksi candida atau vaginosis bakterial
3) Deteksi Infeksi Menular Seksual : klamidia – herpes – gonorrhoea – trikomonas vaginalis dan infeksi HPV-human
papiloma virus
4) Menentukan etiologi perdarahan uterus abnormal.
5) Menilai abnormalitas organ panggul : mioma uteri – kista ovarium - prolapsus uteri.
6) ―staging‖ pada kasus keganasan ginekologi.
7) Sebelum memberikan resep kontrasepsi – melakukan pemasangan AKDR.
8) Sebagai bagian dari pengumpulan barang bukti forensik.
PERSIAPAN ALAT PEMERIKSAAN
- Kapas dan larutan antiseptic - Lampu sorot
- Tampon tang - Sarung tangan DTT
- Spekulum cocor bebek (Grave’s speculum) - Apron dan baju periksa
- Meja instrumen - Sabun dan air bersih
- Ranjang ginekologi dengan penopang kaki - Kertas Tisue
PERSIAPAN PEMERIKSAAN
1. Meminta pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih
2. Meminta pasien untuk mengganti pakaian dengan pakaian khusus
45
3. Mempersilahkan pasien untuk berbaring di ranjang ginekologi
4. Mengatur pasien pada posisi litotomi.
5. Menghidupkan lampu sorot, arahkan dengan benar pada bagian genitalia eksterna
PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
1. Duduk pada kursi pemeriksa, menghadap kearah vulva
2. Mengambil kapas, basahi dengan larutan antiseptik kemudian usapkan pada daerah vagina, vulva dan
perineum.
3. Melakukan periksa pandang (inspeksi) pada daerah vulva dan perineum
4. Membuka celah antara kedua labium mayus dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri,
memperhatikan dan mencatat keadaan muara uretra dan introitus
5. Meraba dan menelusuri labium mayus kanan dan kiri (terutama dibagian kelenjar Bartolin) dengan ibu
jari dan ujung telunjuk (memperhatikan dan catat kelainan-kelainan yang ditemukan).
6. Mengambil spekulum dengan tangan kanan, memasukkan ujung telunjuk kiri pada introitus,
memasukkan ujung spekulum dengan arah sejajar introitus dan meyakinkan bahwa tidak ada bagian
yang terjepit, kemudian mendorong bilah ke dalam lumen vagina.
7. Setelah masuk setengah panjang bilah, putar spekulum 90º hingga tangkainya mengarah ke arah
bawah. Atur bilah atas dan bawah dengan membuka kunci pengatur bilah atas bawah (hingga masing-
masing bilah spekulum menyentuh dinding atas dan bawah vagina).
8. Menekan pengungkit bilah sehingga lumen vagina dan serviks tampak jelas (memperhatikan ukuran
dan warna porsio, dinding dan sekret vagina atau forniks).
9. Setelah periksa pandang selesai, lepaskan pengungkit dan pengatur jarak bilah, kemudian keluarkan
spekulum.
10. Meletakkan spekulum pada tempat yang telah disediakan
11. Berdiri untuk melakukan pemeriksaan vaginal, membuka labium mayus kiri dan kanan dengan ibu jari
dan telunjuk tangan kiri, memasukkan jari telunjuk dan tengah tangan kanan dalam keadaan rapat dan
lurus ke dalam vagina (vaginal toucher).
12. Meletakkan ujung-ujung jari tangan kiri pada suprasimfisis, menentukan tinggi fundus uteri
13. Memeriksa dinding vagina dengan tangan yang didalam, kemudian secara bimanual menentukan
besar, konsistensi dan arah uterus.
14. Memeriksa konsistensi serviks dan keadaan parametrium kiri dan kanan.
15. Memindahkan jari-jari tangan luar dan dalam ke bagian isthmus (tentukan apakah ada tanda Hegar,
dengan mencoba untuk mempertemukan kedua ujung jari tangan luar dan dalam).
16. Tangan kiri menahan uterus pada bagian suprasimfisis, keluarkan jari tengah dan telunjuk tangan
kanan.
17. Mengangkat tangan kiri dari dinding perut, usapkan larutan antiseptik pada bekas sekret/cairan di
dinding perut dan sekitar vulva/perineum.
18. Memberitahu ibu bahwa pemeriksaan sudah selesai dan persilahkan ibu untuk mengenakan bajunya
sendiri dan kembali mengambil tempat duduk.
PENCEGAHAN INFEKSI
1. Mengumpulkan semua peralatan yang telah dipergunakan kemudian masukkan dalam wadah yang
berisi larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
2. Memasukkan sampah bahan habis pakai pada tempat yang telah disediakan (tempat sampah medis).
Seka bagian-bagian yang dicemari sekret/cairan tubuh dengan larutan klorin 0,5%.
3. Memasukkan tangan ke dalam lauratan klorin 0,5%, bersihkan dari sekret/cairan tubuh, kemudian
lepaskan sarung tangan secara terbalik dan rendam dalam larutan tersebut selama 10 menit.
4. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
5. Mengeringkan tangan dengan kertas tisue
PENJELASAN HASIL PEMERIKSAAN
1. Menjelaskan pada pasien tentang hasil pemeriksaan
2. Menjelaskan tentang diagnosis sementara dan rencana pemeriksaan dan penatalaksanaan
3. Memastikan pasien mengerti apa yang telah dijelaskan dan memberi kesempatan pasien untuk
bertanya dan menjawabnya
4. Meminta persetujuan tertulis (apabila akan dilakukan pemeriksaan atau tindakan lanjutan).
5. Mempersilahkan ibu ke ruang tunggu (apabila pemeriksaan selesai) atau ke ruang tindakan (untuk
proses/tindakan lanjutan).

46
4. Pengambilan Sekret Endoserviks
INDIKASI :

1. Pada pasien RESIKO TINGGI menderita Infeksi Menular Seksual (usia kurang dari 25 tahun dengan aktivitas
seksual tinggi – memiliki pasangan seksual baru sekurangnya selama 12 bulan – pekerja seksual komersial)
2. Keluhan keputihan yang disebabkan oleh infeksi
a. Servisitis
b. Penyakit Radang Panggul — keputihan yang berkaitan dengan perdarahan pasca coitus atau
perdarahan antar siklus haid, disuria , dispareunia atau nyeri abdomen bagian bawah.
c. Kandidiasis Vulvovaginal — keputihan akibat infeksi jamur , tidak berbau dan tidak disertai dengan
rasa gatal-pedih , disertai dengan kelainan vulva dan mukosa servik-vagina.
d. Vaginosis Bakterial (BV) — keputihan dengan bau amis dan tidak disertai rasa gatal atau pedih , tidak
pula disertai dengan kelainan vulva – mukosa vagina-servik
e. Trichomoniasis — Keputihan berbau amis yang disertai rasa gataldisuria dan kelainan vulva dan
munkosa vagina-servik.
f. Infeksi Klamidia dan Neisseria Gonorrhoea
3. Keluhan keputihan yang bukan disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
4. Evaluasi 6 bulan pasca abortus septik
5. Ketuban Pecah Dini
PERSIAPAN BAHAN DAN ALAT
- Sabun - air mengalir - Lampu spiritus/bunsen
- Peralatan Pemeriksaan Ginekologi - Stuart medium
- NaCl fisiologis steril dalam tabung - Baskom berisi larutan khlorin 0,5%
bersekrup - Larutan Hipochlorit
- Kapas lidi steril (3-4 btg) - Kertas Tisue
- Kapas alkohol 70% - Tempat sampah medis
- Gelas Objek - Tempat sampah non-medis
PENGAMBILAN SEKRET VAGINA dan PEMBUATAN PREPARAT HAPUS
1. Pemeriksa duduk dikursi pemeriksa, menghadap kearah vulva
2. Mengambil kapas, basahi dengan larutan antiseptik kemudian usapkan pada daerah vagina, vulva dan
perineum.
3. Mengambil spekulum dengan tangan kanan, masukkan ujung telunjuk kiri pada introitus (agar
terbuka), masukkan ujung spekulum dengan arah sejajar introitus (yakinkan bahwa tidak ada bagian
yang terjepit) lalu dorong bilah ke dalam lumen vagina.
4. Setelah masuk setengah panjang bilah, putar spekulum 90º hingga tangkainya mengarah ke arah
bawah. Mengatur bilah atas dan bawah dengan membuka kunci pengatur bilah atas bawah (hingga
masing-masing bilah spekulum menyentuh dinding depan dan belakang vagina).
5. Menekan pengungkit bilah sehingga lumen vagina dan serviks tampak jelas
6. Melakukan inspeksi porsio, kemudian membersihkan orificum cervicalis dengan KAPAS LIDI STERIL
yang telah dibasahi dengan air garam fisiologis steril
7. Memasukkan KAPAS LIDI BASAH PERTAMA dan usapkan kapas lidi tersebut dari fornix posterior sambil
memutar kapas lidi, kapas lidi digerakkan dari bagian kanan ke bagian kiri fornix posterior, kemudian
menarik kapas lidi keluar tanpa menyentuh spekulum.
8. Mengusapkan secara melingkar kapas lidi ini pada bagian tengah permukaan GELAS OBJEK yang bersih.
Biarkan terletak di meja sampai mengering.
9. Memasukkan KAPAS LIDI BASAH KEDUA dan usapkan kapas lidi tersebut dari fornix posterior sambil
memutar kapas lidi, kapas lidi digerakkan dari bagian kanan ke bagian kiri fornix posterior, kemudian
kapas lidi ditarik keluar.
10. Masukkanlah hapusan kapas lidi kedua ini ke dalam MEDIUM TRANSPORT hingga seluruh bagian kapas
terbenam dalam medium. Kemudian patahkanlah lidi tersebut dengan cara membakarnya pada api
bunzen.
PENGAMBILAN SEKRET ENDOSERVIK dan PEMBUATAN PREPARAT HAPUS

47
1. Memasukkan kapas lidi basah perlahan-lahan kedalam Kanalis Servikalis sedalam 2 cm sambil diputar
perlahan-lahan, dan dibiarkan 2 detik dalam canalis cervicalis, kemudian ditarik keluar tanpa
menyentuh spekulum.
2. Menyapukanlah melingkar kapas lidi ini pada bagian tengah permukaan GELAS OBJEK yang bersih.
Biarkan terletak di meja sampai mengering.
3. Memasukkan KAPAS LIDI BASAH KEDUA secara perlahan, kedalam Kanalis Servikalis sedalam kira-kira 2
- 3 cm sambil diputar searah jarum jam, kemudian kapas lidi ditarik keluar.
4. Memasukkan kapas lidi kedua ini ke dalam MEDIUM TRANSPORT hingga seluruh bagian kapas
terbenam dalam medium. Kemudian patahkanlah lidi tersebut dengan cara membakarnya pada api
bunzen.
AKTIVITAS PASCA PENGAMBILAN dan PEMBUATAN PREPARAT HAPUS
1. Melepaskan spekulum dengan hati-hati dan rendam dalam larutan hipoklorit
2. Menutup botol médium transport dengan rapat dan disegel
3. Memberi label yang mencantumkan data penderita pada botol médium tersebut
4. Melakukan fiksasi preparat hapus tadi setelah kering.
5. Membungkus preparat dalam kertas tissue atau masukkan dalam kotak preparat.
6. Menyimpan kedua botol medium transpor dan kedua preparat hapus pada suhu kamar.
PENGIRIMAN SPESIMEN SEKRET VAGINA & ENDOSERVIK
1. Menulis surat pengantar pemeriksaan laboratorium yang lengkap berisi:
- Tanggal pengiriman
- Tanggal dan jam pengambilan specimen
- Data penderita (nama, umur, jenis kelamin, alamat, nomor rekam medik)
- Identitas pengirim
- Jenis spesimen: sekret endoservix/vagina o Pemeriksaan laboratorium yang diminta
- Transport media/pengawet yang digunakan o Keterangan klinis.
2. Menuliskan pada label tabung medium transpor:
- Data penderita
- Tanggal pengambilan sekret endoservix dan vagina
3. Memasukkanlah botol/tabung medium transpor ke dalam tabung lain dan segeralah kirim ke
laboratorium dalam suhu kamar.

5. Pemasangan IUD
KONSELING UMUM
WAWANCARA PENDAHULUAN :
1) Menyapa klien - perkenalkan diri saudara - tanyakan maksud kunjungan klien
2) Memberikan informasi umum mengenai Keluarga Berencana
3) MenJelaskan apa yang dapat diperoleh dari kunjungan ini
4) Menanyakan tujuan pemakaian alat kontrasepsi yang dikehendaki pasien (mengatur jarak kelahiran atau
membatasi jumlah anak)
5) Menanyakan sikap atau pandangan agama yang dianut klien yang dapat mendukung atau menolak salah
satu/lebih dari metode KB yang tersedia.

METODE KONSELING :
1) Memberikan jaminan kerahasiaan atas wawancara dan tindakan yang dilakukan.
2) Mengumpulkan data pribadi (nama,alamat,umur,pekerjaan dsb)
3) Memberikan informasi mengenai pilihan jenis kontrasepsi yang tersedia berikut keuntungan dan
kerugian serta keterbatasan masing-masing pilihan
4) Membahas mengenai kebutuhan, pertimbangan dan kekhawatiran klien dengan sikap yang simpatik.
5) Membantu klien memilih metode KB yang paling sesuai.

BILA KLIEN MEMILIH JENIS KONTRASEPSI AKDR :


1) Meneliti dengan seksama untuk meyakinkan bahwa klien tidak memilki masalah kesehatan yang dapat
menimbulkan masalah dan tulis data yang diperoleh dalam catatan medik.
2) Menunjukkan dimana dan bagaimana AKDR dipasang.
3) Menjelaskan bagaimana cara kerja AKDR.

48
4) Menjelaskan kemungkinan efek samping atau masalah kesehatan lain yang dapat terjadi pada
pemasangan AKDR.
5) Menjelaskan efek samping yang sering terjadi.
KONSELING PRA PEMASANGAN AKDR
1) Memeriksa ulang catatan medik untuk memastikan bahwa klien sesuai dengan pilihan pemasangan
AKDR dan apakah terdapat masalah khusus yang harus terus diawasi selama pemasangan AKDR.
2) Menjelaskan pada klien mengenai perlunya pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan panggul sebelum
pemasangan.
3) Memastikan bahwa klien sedang dalam masa 7 hari setelah haid terakhir.
4) Menyingkirkan kemungkinan kehamilan bila klien berada diluar masa 7 hari haid terakhir.
5) Menjelaskan proses pemasangan AKDR dan apa yang akan dirasakan klien pasca pemasagan.
PEMERIKSAAN PRA PEMASANGAN AKDR
SELEKSI AKSEPTOR :
Menanyakan kembali apakah klien sudah memperoleh konseling mengenai prosedur pemasangan AKDR.

RIWAYAT KESEHATAN REPRODUKSI:


Menanyakan dan mencatat pertanyaan dibawah ini untuk menentukan apakah klien cocok untuk menjadi
akseptor AKDR :
1) Tanggal haid terakhir, lama dan pola haid.
2) Paritas dan riwayat persalinan.
3) Riwayat kehamilan ektopik.
4) Riwayat dismenorrhoe hebat.
5) Anemia berat.
6) Infeksi saluran air kemih, penyakit menular seksual atau penyakit radang panggul.
7) Kwalitas dan kwantitas pasangan seksual.
8) Kanker servik.

PEMERIKSAAN FISIK UMUM:


1) Memastikan klien sudah mengosongkan kandung kemih
2) Menjelaskan apa yang akan saudara lakukan, beri kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan dan
jawab dengan baik
3) Melakukan palpasi perut untuk memeriksa adanya tumor abdomen, nyeri tekan dan kelainan rongga
abdomen lain

PEMERIKSAAN GINEKOLOGI:
Lihat : KETERAMPILAN PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
PEMASANGAN AKDR
TINDAKAN PERSIAPAN PEMASANGAN :
1. Menuci tangan dengan dengan sabun dan air mengalir da kemudian keringkan dengan kertas tisue.
2. Mengenakan sarung tangan dan minta asisten untuk membuka kemasan AKDR.
3. Memasukkan tangkai pendorong kedalam tabung inserter.
4. Memegang kedua ujung lengan AKDR dan dekatkan satu sama lain.
5. Memasukkan AKDR dengan kedua lengan yang terlipat kedalam inserter dan kemudian letakkan inserter
berikut AKDR yang sudah berada didalamnya ditempat yang datar.
6. Melakukan pemeriksaan VT untuk menentukan besar dan arah uterus serta keadaan adneksa.
7. Melepaskan sarung tangan dan ganti dengan sarung tangan steril yang baru.

LANGKAH-LANGKAH PEMASANGAN AKDR


1. Mengenakan kembali sarung tangan baru steril .
2. Memasang spekulum Sims pada dinding vagina bagian bawah untuk memaparkan portio, minta asisten
untuk memegang tangkai spekulum.
3. Memasang spekulum Sims pada dinding vagina bagian atas untuk memaparkan portio lebih jelas,
pegang tangkai spekulum dengan tangkai mengarah keatas menggunakan tangan kiri.
4. Mengusap mulut portio dengan larutan antiseptik.
5. Menjepit bibir depan servik dengan tenakulum yang dipegang dengan tangan kanan.
49
6. Melepaskan spekulum Sim atas dan tangan kiri ganti memegang tangkai cunam tenakulum dan
menariknya keatas untuk meluruskan kanalis servikalis.
7. Melakukan sondase uterus dengan hati-hati untuk melihat arah dan kedalam uterus (gagang sonde
dijepit diantara ibu jari dan jari telunjuk dan bukan digenggam).
8. Mengambil inserter dan sesuaikan batas penahannya (berwarna biru) dengan kedalaman uterus .
9. Memasukkan batang pendorong kedalam inserter secara hati-hati agar AKDR tidak terdorong keluar
inserter.
10. Menjepit inserter diantara ibu jari dan jari telunjuk dan masukkan secara hati-hati kedalam canalis
servikalis sampai ―batas penahan‖ yang telah disesuaikan menyentuh servik.
11. Menjepit ―batang pendorong‖ diantara ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan pertahankan pada
posisinya ( jangan ditarik atau didorong).
12. Menarik keluar inserter dari kanalis servikalis dengan masih tetap mempertahankan posisi batang
pendorong (dengan gerakan ini, AKDR berikut benang tertinggal dalam cavum uteri).
13. Setelah inserter berada diluar canalis servikalis, inserter berikut batang pendorong dikeluarkan secara
keseluruhan dari vagina.
14. Menggunting benang sampai tersisa 3 cm dari servik
15. Melepaskan tenakulum secara hati-hati
16. Mengeluarkan spekulum Sims secara hati-hati
TINDAKAN PASCA PEMASANGAN
- Dengan masih mengenakan sarung tangan, kemas seluruh peralatan yang telah dipakai dan rendam
kedalam lar.Klorin dan buang seluruh peralatan / bahan habis pakai kedalam wadah yang sudah
disiapkan
- Membersihkan tangan yang masih mengenakan sarung tangan di air yang mengalir.
- Merendam tangan yang masih mengenakan sarung tangan kedalam lar.Klorin dan kemudian
melepaskannya secara terbalik dan meninggalkan sarung tangan didalam lar.Klorin tersebut
- Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir Keringkan tangan dengan kertas tisue
- Memberitahukan pada pasien bahwa proses pemasangan AKDR sudah selesai.
- Mencatat semua prosedur pemasangan kedalam CATATAN MEDIK. Membuat KARTU KONTROL dan
serahkan pada klien dengan penjelasan saat kontrol harus dilakukan
KONSELING PASCA PEMASANGAN
1. Melengkapi catatan medik
2. Menjelaskan pada akseptor, apa yang harus dilakukan bila mengalami efek samping
3. Memberitahukan jadwal pemeriksaan kontrol ( 1 minggu – 1 bulan – 6 bulan – 1 tahun pasca
pemasangan )
4. Memberitahukan masa pemakaian AKDR
5. Meyakinkan bahwa akseptor dapat mengunjungi klinik KB setiap saat bila dirasakan adanya keluhan
atau masalah.
6. Meminta akseptor untuk mengulangi pesan yang diberikan
7. Memberikan kesempatan kepada akseptor untuk bertanya mengenai hal-hal yang tidak dimengerti
8. Melakukan observasi selama 15 menit sebelum akseptor diperkenankan pulang
TINDAKAN MELEPAS AKDR
1. Memastikan bahwa pasien sudah jelas mengetahui dan memahami indikasi pelepasan AKDR
2. Meminta klien untuk mengosongkan kandung kemih
3. Menjelaskan apa yang akan saudara lakukan dan pastikan bahwa klien sudah memahami penjelasan
saudara
4. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
5. Mengeringkan tangan dengan handuk kering dan bersih
6. Meminta pasien agar berada pada posisi Lithotomi dan menutup genitalia eksterna dengan kain
penutup.
- Siapkan peralatan agar mudah terjangkau
- Nyalakan lampu sorot untuk menerangi genitalia eksterna
7. Mengenakan sarung tangan steril
8. Memasang spekulum cocor bebek
9. Menjepit benang AKDR dan menarik keluar
10. Menunjukkan AKDR yang telah diambil pada klien
11. Keluarkan speculum. Sampaikan bahwa prosedur tindakan sudah selesai dilakukan.
50
12. Dan seterusnya sama dengan Tindakan Pasca Pemasangan

H. Urogenetalia
1. Anamnesis
No. Langkah Klinik
1. Informed Consent dan menanyakan identitas diri
2. Menanyakan keluhan utama: sakit pinggang, bengkak pada wajah dan perut, air kencing berwarna merah,
air kencing berwarna putih susu/ keruh, nyeri saat berkemih, tidak bisa kencing, anyang-anyangan,
gangguan kencing: tidak lampias, BAK sering tapi sedikit-sedikit, nyeri perut bagian bawah, luka pada alat
kelamin, kencing nanah, pembengkakan kantong kemaluan, nyeri pada buah zakar
3. Menanyakan riwayat penyakit sekarang:
- onset dan durasi keluhan utama: sejak kapan ?
- bentuk, warna dan jumlah urin, ada batu atau tidak,
- kencing berpasir, hematuria, kapan mulai bengkak pada wajah
- -gejala lain yang berhubungan (masuk ke keluhan tambahan):
- mual, muntah, nyeri pinggang dan tipe nyeri pinggang menetap atau menjalar ke perut bawah,nyeri
kolik (melilit, sangat nyeri), nyeri saat buang air kecil, rasa tidak enak pada perut, nyeri tekan pada
perut bagian bawah
4. Keluhan tambahan yang berhubungan dengan keluhan utama: mual, muntah, nyeri pinggang dan tipe
nyeri pinggang menetap atau menjalar ke perut bawah, nyeri kolik (melilit, sangat nyeri), nyeri saat buang
air kecil, rasa tidak enak pada perut, nyeri tekan pada perut bagian bawah
5. Menyakan keluhan pada sistem lain
6. Menggali penyakit dahulu dan yang berkaitan: pernah BAK merah sebelumnya, riwayat kencing batu
sebelumnya, luka pada alat kelamin/bengkak pada wajah dan perut/nyeri perut bagian kanan, riwayat
diabetes mellitus, riwayat hipertensi
7. Menanyakan riwayat penyakit keluarga: riwayat Diabetes Mellitus dalam keluarga,riwayat Hipertensi
dalam keluarga, riwayat kencing batu dalam keluarga
8. Menanyakan riwayat psikososial: Riwayat kebiasaan: makan jengkol/jeroan, menggunakan obat non-
steroid, antibiotik, antiinflamasi atau jamu dalam jangka lama.
9. Menggali riwayat pengobatan sebelumnya dan riwayat alergi
10. Melakukan cek silang
11. Menarik kesimpulan dari anamnesis untuk mendapatkan beberapa diagnosis sementara
12. Merencanakan pemeriksaan fisik dan penunjang selanjutnya

2. Pengambilan Sekret Uretra


INDIKASI :
Dilakukan pada pasien laki-laki dengan dugaan menderita urethritis atau prostatitis
Cara pengambilan:
semua dilakukan secara steril (bebas hama) dan memakai alat yang juga steril. Tangan petugas dicuci secara asepsis
dan memakai sarung tangan yang steril. Alat dan bahan yang dipakai, kapas lidi, air garam fisiologis, semuanya steril.
No. Langkah Klinik
1. Informed Consent dan menanyakan identitas diri
2. Sampel diambil paling sedikit 1 jam setelah penderita berkemih.
MENYIAPKAN ALAT DAN BAHAN YANG AKAN DIPAKAI
3. Letakkan semua alat dan bahan yang diperlukan di tempatnya yang mudah dicapai.
4. Bersihkanlah kaca benda yang akan dipakai dengan kapas alkohol dan sterilkan dengan melewatkan kaca
benda tersebut pada nyala api.
5. Tulislah identitas penderita dengan spidol permanen pada bagian kaca benda tersebut: nama atau nomor
register penderita.
6. Letakkan kaca benda tersebut mendatar di atas meja.
MENYIAPKAN DIRI UNTUK PENGAMBILAN SPESIMEN
7. Lakukanlah cuci tangan rutin
8. Pakailah sarung tangan
9. Berdirilah disebelah kanan penderita
51
MENGAMBIL SEKRET URETHRA
10. Pasien diminta melepaskan celana yang menutupi organ genitalnya dan diminta untuk tidur
tertelentang.Pasang duk steril
11. Bila pasien tidak disirkumsisi, tariklah preputium kearah pangkal.
12. Dengan pincet, bersihkanlah glans penis dan OUE dengan kasa steril yang dibasahi air garam fisiologis steril.
Buanglah kasa bekas pakai ini ke dalam tempat sampah medis. Pincet yang telah dipakai dimasukkan ke
dalam baskom yang berisi chlorin 0,5%.
13. Masukkanlah kapas lidi steril yang telah dibasahi NaCl fisiologis steril sedalam kira-kira 1 cm sambil
diputar untuk membersihkan orificium urthrae eksterna dan bagian distal dari urethra. Buanglah kapas
lidi ini ke tempat sampah medis
14. Lakukan massage ringan pada penis 2- 3 kali agar sekret keluar lalu secara pelan-pelan masukkanlah
kapas lidi steril kedua yang dibasahi air garam fisiologis steril, kedalam urethra sampai sedalam kira-kira
2 - 3 cm sambil diputar searah jarum jam, kemudian sambil memutar, tarik kapas lidi tersebut pelan-pelan
keluar.

15. Sapukanlah melingkar kapas lidi steril ini pada bagian tengah permukaan satu kaca benda bersih yang
telah disiapkan. Biarkan terletak di meja sampai mengering.
16. Buanglah kapas lidi steril kedua ini ke dalam tempat sampah medis.
17. Masukkanlah lidi kapas steril basah ketiga ke dalam urethra sampai sedalam kira-kira 2 – 3 cm sambil
diputar searah jarum jam
18. Masukkanlah hapusan kapas lidi steril ketiga ini ke dalam medium transport hingga seluruh bagian kapas
terbenam dalam medium. Kemudian patahkanlah lidi tersebut dengan cara membakarnya pada api bunzen
19. Tutuplah botol medium transport dengan rapat dan disegel
20. Berikanlah label yang berisi data penderita pada botol medium:
a. Data penderita
b. Tanggal pengambilan sekret uretra
21. Fiksasilah preparat hapus tadi setelah kering (dilidah apikan sebanyak 3x)
PENGIRIMAN SPESIMEN KE LABORATORIUM
22. Tulislah surat pengantar pemeriksaan laboratorium yang lengkap berisi:
a. Tanggal pengiriman
b. Tanggal dan jam pengambilan spesimen
c. Data penderita (nama, umur, jenis kelamin, alamat, nomor rekam medik)
d. Identitas pengirim
e. Jenis spesimen: sekret uretra
f. Pemeriksaan laboratorium yang diminta
g. Transport media atau pengawet yang digunakan
h. Keterangan klinis
23. Masukkanlah tabung medium transport ke dalam box berlabel “biohazard”
24. Bungkus preparat hapus dengan kertas tissue dan masukkan ke dalam amplop dengan data penderita, dan
masukkan ke dalam box biohazard
25. Bawalah botol medium transport dan preparat hapus tadi ke laboratorium pada suhu kamar

3. Teknik Pemasangan Kateter


INDIKASI
1) Retensi urine
2) Obstruksi urethra akibat perubahan anatomis : Hipertrophy prostat, Kanker prostat, atau penyempitan
urethra (menggunakan kateter yang lebih kecil)
52
3) Kondisi untuk memonitor urine pada pasien-pasien trauma/kritis
4) Pengumpulan urine untuk tujuan diagnostic
5) Nerve-related bladder dysfunction/Neurogenic bladder misalnya pada pasien trauma medulla spinalis
6) Kepentingan Imaging pada traktus UG bagian bawah
7) Sebelum operasi besar
TEKNIK MEMASANG KATETER NON-LOGAM PADA PRIA
No. Langkah Klinik
Persiapan Pasien
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya
2. Berikan informasi umum pada klien atau keluarganya tentang pemasangan kateter, dan tujuan dan manfaat
pemasangan kateter untuk keadaan klien
3.
Berikan penjelasan dengan bahasa awam pada klien atau keluarganya tentang:
a. jenis kateter yang akan dipakai
b. dimana kateter akan dipasang
c. bagaimana cara memasang kateter
d. Jelaskan kemungkinan risiko pemasangan kateter, tetapi beri jaminan bahwa bahaya
itukemungkinannya sangat kecil, karena anda sudah mahir melakukan dan anda memakai alat yang
tepat dan steril.
4. Lakukan Inform Consent
Melakukan Persiapan Diri
5. Lakukanlah cuci tangan rutin
6. Pasanglah sarung tangan steril pada kedua tangan
7. Pemeriksa berdiri di samping kanan pasien
Menyiapkan Penderita
8. Mintalah penderita untuk berbaring tertelentang dengan kedua tungkai ditekuk/lurus dan terpisah satu
sama lain dengan sudut yang menyenangkan.
9. Dengan bantuan pasangannya bersihkanlah dan lakukanlah antisepsis daerah genitalia eksterna dengan
betadine. (Oleskan betadine pada seluruh bagian penis, OUE dan sekitar mon pubis).
10. Tutuplah daerah sekitar genitalia eksterna dengan doek steril sehingga daerah yang terbuka hanyalah yang
dibutuhkan untuk pemasangan kateter
Melakukan Pemasangan Kateter
11. Xylocain jelly disemprotkan ke uretra dengan spuit 3 cc/5cc
12. Tunggulah kira-kira 5 menit, agar penderita tidak merasa sakit ketika pemasangan kateter
13. Peganglah penis dengan tangan kiri dimana ibu jari di satu pihak dan telunjuk dan jari tengah di pihak lain.
(Bila penis licin dapat dipegang dengan memakai kasa steril)
14. Bukalah orificium urethra externa (OUE) dengan ibu jari dan jari telunjuk dan tariklah penis lurus ke atas
agar urethra meregang.
15. Ujung kateter dijepit dengan klem atau pinset yang dipegang dengan tangan kanan, sedang pangkal kateter
dijepit antara jari.
16. Doronglah kateter perlahan-lahan kedalam urethra dengan tekanan sekecil mungkin sampai urine keluar,
dorong kateter sampai percabangan kateter berada di ujung penis.
17. Setelah urine keluar, kateter didorong masuk sampai dekat percabangan kateter. Urine yang mengalir
ditampung pada wadah yang telah disiapkan. Balon kateter diisi/disuntikkan dengan air steril/larutan NaCl
0,9%, sebanyak 5-20 cc tergantung kapasitas balon, kemudian kateter ditarik keluar sampai tertahan
pada balonnya. Hal ini penting untuk mencegah pengisian balon sementara ujung kateter masih di
dalam urethra yang dapat menyebabkan ruptura urethra
18. Bukalah doek yang terpasang
19. Hubungkanlah kateter yang telah terpasang ini dengan urine bag.
20. Penis difiksasi ke perut bawah, kateter difiksasi ke kranial pada perut bawah
21. Berilah zalf antibiotik/kassa dengan povidone iodine pada Orificium urethra eksterna kemudian ditutup
dengan kasa steril untuk mencegah infeksi, dan kasa diganti setiap 12 jam.
Setelah Pemasangan Selesai
22. Lepaskanlah sarung tangan dan masukkan ke dalam tempat sampah medis
23. Lakukan cuci tangan rutin
53
TEKNIK MEMASANG KATETER NON-LOGAM PADA WANITA
No. Langkah Klinik
Persiapan Pasien
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya
2. Berikan informasi umum pada klien atau keluarganya tentang pemasangan kateter, dan tujuan dan manfaat
pemasangan kateter untuk keadaan klien
3.
Berikan penjelasan dengan bahasa awam pada klien atau keluarganya tentang:
a. jenis kateter yang akan dipakai
b. dimana kateter akan dipasang
c. bagaimana cara memasang kateter
d. Jelaskan kemungkinan risiko pemasangan kateter, tetapi beri jaminan bahwa bahaya
itukemungkinannya sangat kecil, karena anda sudah mahir melakukan dan anda memakai alat yang
tepat dan steril.
4. Lakukan Inform Consent
Melakukan Persiapan Diri
5. Lakukanlah cuci tangan rutin
6. Pasanglah sarung tangan steril pada kedua tangan
7. Pemeriksa berdiri di samping kanan pasien
Menyiapkan Penderita
8. Penderita berbaring terlentang dengan kedua tungkai difleksikan pada lutut dan kedua paha dalam
keadaan abduksi selebar-lebarnya (Lithothomi).
9. Dengan bantuan pasangannya genitalia eksterna dan sekitarnya dilakukan antisepsis dengan betadine .
Oleskan betadine pada daerah sekitar OUE , vulva dan mons veneris (diusap dengan kassa dari atas sampai
bawah, lalu labia mayor dibuka, diusap lagi dengan kassa baru diusap lagi dari atas sampai bawah)
10. Tutuplah daerah sekitar genitalia eksterna dengan doek steril sehingga daerah yang terbuka hanyalah yang
dibutuhkan untuk pemasangan kateter
Melakukan Pemasangan Kateter
11. Peganglah kateter diantara ibu jari dengan telunjuk dan masukkan ke dalam orificium urethra eksterna
(OUE)
Ujung kateter dijepit dengan klem atau pinset yang dipegang dengan tangan kanan, sedang pangkal kateter
dijepit antara jari
12. Xylocain jelly disemprotkan ke uretra dengan spuit 3 cc/5cc, tunggu beberapa menit, lalu Kateter didorong
masuk sampai urine keluar
13. Setelah urine keluar, urine yang mengalir ditampung pada wadah yang telah disiapkan. Balon kateter
diisi/disuntikkan dengan air steril/larutan NaCl 0,9%, sebanyak 5-20 cc tergantung kapasitas balon,
kemudian kateter ditarik keluar sampai tertahan pada balonnya. Hal ini penting untuk mencegah
pengisian balon sementara ujung kateter masih di dalam urethra yang dapat menyebabkan ruptura
urethra
14. Bukalah doek yang terpasang
15. Hubungkanlah kateter yang telah terpasang ini dengan urine bag
16. Kateter difiksasi ke kranial pada pangkal paha sampai ke pinggang
Setelah Pemasangan Selesai
17. Lepaskanlah sarung tangan dan masukkan ke dalam tempat sampah medis
18. Lakukan cuci tangan rutin

4. Teknik Pemeriksaan Prostat dengan Colok Dubur


INDIKASI
1. Untuk mendiagnosis pembesaran prostat, dan menilai tonus sfingter ani
2. Untuk mendiagnosis adanya kelainan-kelainan rectum
No. Langkah Klinik
1. Informed consent dan menanyakan identitas diri
Persiapan penderita dan alat/bahan

54
2. Periksa dan aturlah alat yang dibutuhkan
3. Mintalah penderita mengosongkan kandung kencingnya. Bila pasien tidak mampu mengosongkan kandung
kencingnya sendiri, lakukan kateterisasi urine. Kemudian bantu klien dalam posisi lithothomi/knee chest
position/menungging
Persiapan untuk melakukan colok dubur
4. Lakukan cuci tangan rutin
5. Pasanglah sarung tangan non-steril pada kedua tangan.
Pemeriksaan colok dubur
6. Penderita berada dalam posisi lithothomi/knee chest position/menungging (tergantung teknik pemeriksaan
lihat gambar) (posisi terbaik untuk menilai prostat adalah litotomi)
7. Lakukan inspeksi daerah perineum dan anus, perhatikan apakah ada tanda-tanda hemorrhoid atau
penonjolan/nodul, fistel (fisura ani) atau ada bekas operasi
8. Oleskan jelly pada jari telunjuk yang menggunakan sarung tangan
9. Masukkan jari telunjuk ke anus, perlahan-lahan sentuhlah spinkter ani dan mintalah penderita untuk
bernapas seperti biasa, sambil menilai tonus spinkter ani tersebut. Tangan yang satu berada di atas
suprapubis dan tekanlah ke arah vesica urinaria. (Bila vesica urinaria kosong, maka kedua ujung jari dapat
bertemu (terasa)
10. Doronglah jari telunjuk ke arah dalam anus sambil menilai ampulla dan dinding rectum apakah dalam
keadaan kosong/ada massa feses, terdapat tumor/hemorrhoid, atau adanya batu urethra (pars
prostatica, bila ada akan ada krepitasi).
Tambahan: menilai reflex bulbocavernosus: saat jari masih di dalam rectum, glands penis dipencet maka
aka nada reaksi spasme dari rectum (reflex positif). Bila ada gangguan saraf: reflex negative
11. Tempatkanlah jari telunjuk pada jam 11sampai 13 , untuk meraba kelenjar prostat pada posisi
lithothomi. (Kelenjar prostat teraba pada posisi jam 11sampai 13)
12. Raba massa tersebut, dan nilai hal-hal berikut:
1) Permukaannya atau keadaan mucosa rektum pada prostate,
2) Pembesarannya : pole atas bisa/tidak teraba dan penonjolannya kedalam rectum,
3) Konsistensi : kenyal, keras, atau lunak,
4) Simetris atau tidak,
5) Berbenjol-benjol atau tidak,
6) Terfiksir atau tidak,
7) Nyeri tekan atau tidak,
8) Adanya krepitasi (batu prostat) atau tidak
13. Keluarkan jari tangan dengan sedikit melengkungkan ujung jari, dan periksalah apakah ada darah, lendir dan
feses pada sarung tangan
Setelah Pemasangan Selesai
14. Lepaskanlah sarung tangan dan masukkan ke dalam tempat sampah medis
15. Lakukan cuci tangan rutin

5. Sirkumsisi
1. Batasan
Sirkumsisi (khitan, sunat) adalah tindakan pembuangan dari sebagian atau seluruh kulup (prepusium) penis
dengan tujuan tertentu.
2. Indikasi
a. Agama
b. Sosial
c. Medis :
- Fimosis adalah keadaan dimana prepusium tidak dapat ditarik kebelakang (proksimal)/ membuka. Kadang-
kadang lubang pada ujung prepusium hanya sebesar ujung jarum, sehingga urin sulit keluar. Keadaan yang
dapat menimbulkan fimosis adalah : bawaan (congenital), peradangan (balanopostitis).
- Parafimosis adalah keadaan dimana preputium tak dapat ditarik ke depan (distal)/ menutup. Keadaan ini
biasanya menyebabkan glans penis tertekan akibat terjepit oleh prepusium yang membengkak akibat
peradangan.
- Pencegahan tumor, dimana smegma adalag zat karsinogenik
55
- Kondiloma akuminataal
- Kelainan-kelainan lain yang terbatas pada prepusium.
3. Kontraindikasi
a. K.I. Mutlak :
- Hipospadia adalah keadaan dimana muara uretra (meatus urethrae externus) terletak pada
tempat yang tidak semestinya. Tempat abnormal ini dapat berada di sepanjang ventral penis
hingga perineum. Menurut lokasinya terdiri dari :
1) Glanduler, pada glans penis
2) Frenal, padafrenulum
3) Penil, pada batang penis
4) Penoskrotal, antara penis dan skrotum
5) Skrotal,pada skrotum
6) Perineal, pada perineum
- Hemofilia
- Kelainan darah (diskrasia darah)
b. K.I. Relatif :
1) Infeksi lokal pada penis dan sekitarnya
2) Infeksi umum
3) Diabetes mellitus
No. Langkah Klinik
1. Informed consent dan menanyakan identitas diri
Persiapan penderita dan alat/bahan
2. Melakukan cuci tangan rutin
3. Memasang sarung tangan steril
4. Memposisikan pasien dengan posisi telentang
5. Inspeksi genitalia eksterna
6. Lakukan tindakan asepsis dengan betadine pada genitalia eksterna dan sekitarnya
7. Tutup dengan dock lubang kecuali genitalia
8. Anestesi lokal pada pangkal penis dan subkutis keliling ± 4 cc Xylocain 2 %.
9. Operator berdiri dan duduk di sisi kanan penderita
Tindakan Sirkumsisi
10. Dilatasi preputium, smegma dibersihkan, mukosa yang lengket diglans penis dibebaskan
11. Mula – mula dorsumsisi sampai mukosa ± 1 cm tepi sulkus coronarius
12. Kulit dan mukosa di ujung dorsumsisi dijahit (arah jam 12)
13. Kulit dan mukosa dipotong melingkar ke ventral sampai frenulum penis dan mukosa tersisa ± 0,5 - 1 cm di
sulkus coronarius.
14. Kontrol perdarahan. Kulit dan mukosa dijahit satu – satu atau jelujur dengan cat gut 3/0. (arah jam 3,9
dan 6) atau (arah jam 2+4, 8+11 dan 6)
15. Perhatikan simetri penis → jangan terputar
16. Beri salep antibiotik / povidone iodine. Beri verban pengaman di atas pangkal penis
17. Melepas sarung tangan dan buang sarung tangan ke tempat sampah medis
18. Cuci tangan rutin

I. GEH
1. Anamnesis
1. Informed consent dan menanyakan identitas diri
2. Menanyakan keluhan utama (onset, durasi, dsb) dan menggali riwayat penyakit saat ini.
3. Menanyakan riwayat penyakit sekarang:
• Keluhan tambahan (onset, durasi dsb)
• Keluhan yang berkaitan / relevan (onset, durasi, dsb)
4. Menanyakan adakah nyeri ulu hati atau dada seperti terbakar
5. Menanyakan adakah perut kembung atau terasa penuh/tidak nyaman
6. Menanyakan adakah mual atau muntah, menanyakan adakah muntah darah
56
7. Menanyakan adakah nyeri perut.
• Di mana asal nyeri
• Apakah menjalar
• Apakah nyeri terasa seperti ditusuk, terbakar, dipelintir
• Tanyakan skala nyeri dengan menggunakan Visual Analogue Scale 1-10
• Kapan nyeri dirasakan
8. Menanyakan adakah sulit menelan, atau saat menelan makanan terasa sulit turun.
Menanyakan adakah nyeri telan.
Menanyakan apakah nyeri atau sulit telan dirasakan saat makan makanan padat saja atau juga dirasakan
saat menelan air.
9. Menanyakan pola buang air besar
• Apakah terasa sulit buang air besar
• Frekuensi buang air besar
• Adakah perubahan konsistensi feses (lebih cair atau lebih keras)
• Menanyakan apakah pasien masih bisa flatus
10. Menanyakan adakah darah pada feses, menanyakan warna feses dan bentuk feses (apakah ada buang air
besar kecil seperti tahi kambing yang membawa ke kecurigaan keganasan)
11. Menanyakan pola buang air kecil
• Frekuensi buang air kecil
• Apakah buang air kecil pancarannya terputus
• Adakah nyeri saat buang air kecil
• Warna urine
12. Adakah gejala nyeri pada perut bagian bawah , Pada perempuan waktu haid nyeri/tidak.
13. Menggali riwayat penyakit dahulu yang berkaitan / relevan
• Menanyakan apakah sudah vaksinasi hepatitis
• Menanyakan riwayat operasi pada perut sebelumnya
• Menanyakan apakah pernah mengalami penyakit kuning
14. Menggali riwayat penyakit keluarga, adakah kanker saluran cerna pada keluarga
15. Menggali riwayat pengobatan: apakah mengkonsumsi obat steroid, ascardia, clopidogrel
16. Menggali riwayat psokososial (kebiasaan), Apakah makan sayur dan buah dengan teratur, apakah ada
gangguan tidur, apakah ada kecemasan, apakah ada riwayat minum jamu, apakah ada riwayat minum
alkohol, apakah ada riwayat merokok
17. Catat hasil anamnesis dan membuat diagnosis sementara / awal

2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Pasien dibaringkan pada posisi supine dengan sumber cahaya yang cukup.
Pemeriksa berada di sisi kanan pasien
Melihat apakah dinding perut terlihat simetris dalam posisi terlentang untuk menilai adanya
massa/tumor, abses, atau pelebaran lumen usus setempat.
Menilai umbilikus : kontur, lokasi, inflamasi, penonjolan
Menilai apakah gerakan peristaltik ada atau tidak (normalnya tidak terlihat)
Menilai bentuk abdomen: rata, cekung/scaphoid atau membuncit (pada obesitas, ileus paralitik, obstruksi
usus, asites, kista ovarium, graviditas), adakah penonjolan pada area tertentu
Menilai kelainan kulit : sikatriks, bekas operasi, adanya hernia insisialis, striae alba, pulsasi arteri
abdominalis, pulsasi pada epigastrium
Melihat pelebaran vena : kaput medusae, pelebaran vena kava inferior
Catat hasil inspeksi
Auskultasi
Penderita diminta rileks
Letakkan diafragma stetoskop pada abdomen, dengarkan bising usus Bising usus abnormal dapat
(peristaltik), catat frekuensi dan karakternya. Bising normal terdiri dari ditemukan pada kasus diare,
“klik dan gemuruh” dengan frekuensi sekitar 5 – 34 X / menit. Karena obstruktif usus meningkat,
bising usus disebarkan secara merata, bising usus dapat didengarkan di terdengar metallic sound yaitu
bunyi didentingkan, paralitik
57
kuadran kanan bawah, biasanya sudah cukup. Bising usus abnormal (bising usus menghilang
misalnya borborygmi (suara gemuruh yang lebih panjang) menurun)

Mendengarkan bruit di regio epigastrium dan kuadran atas yaitu regio epigastrium, hipokondrium kanan
dan hipokondrium kiri (jika pasien hipertensi). Menilai bruit di titik aorta abdominalis, arteri renal, arteri
iliaka, dan arteri femoral
Jika mencurigai tumor hepar, infeksi hepar, infark spleen, dengarkan di atas hepar atau spleen friction rub
Catat hasil auskultasi
Perkusi
Menilai jumlah dan distribusi gas dalam abdomen, dan mengidentifikasi kemungkinan masa solid atau
cairan, serta mengidentifikasi adanya nyeri ketok.
Digunakan untuk memperkirakan ukuran hepar atau spleen (didiskusikan tersendiri).
Lakukan perkusi ringan pada keempat kuadran untuk menilai distribusi timpani (gas) dan dullness /
pekak/ redup (massa atau cairan / feses).
Jika menemukan area pekak yang mengindikasikan masa, penemuan ini akan memandu pada saat palpasi.
Palpasi
Memberi tahu pasien bahwa dokter akan meraba dan menekan dinding perut.
Meminta pasien melakukan fleksi panggul dan lutut, kaki membentuk sudut 45-60°
Melakukan palpasi superfisial.
Tangan dan lengan dalam posisi horisontal, dengan jari-jari merapat dan rata, letakkan di atas abdomen.
Penekanan dilakukan menggunakan ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari(bukan dengan ujung jari). Palpasi
dengan ringan, lembut dengan gerakan menekan. Berikan rasa nyaman dan rileks pada pasien, lakukan
palpasi ringan pada keempat kuadran abdomen
Mengidentifikasi nyeri dan lokasi nyeri, tahanan otot, dan pembesaran Spasme otot yang involunter
organ atau massa yang mungkin teraba Identifikasi adakah nyeri di titik biasa ditemukan pada
McBurney (titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang terletak inflamasi peritoneal (spasme
pada 1/3 lateral dari garis yang menghubungkan Spina Illiaca Anterior otot tetap positif
Superior dengan umbilikus) Meskipun dengan maneuver
Adakah Murphy’s sign (nyeri pada batas lateral muskulus rectus abdominis rileks.
dengan pinggir costae) Murphy`s sign : kolesistitis
Adakah obturator sign. Pasien fleksi tungkai atas, lutut menekuk, lalu rotasi Obturator sign : apendisitis
internal tungkai pada panggul. Positif bila ada nyeri. McBurney : apendisitis
Lakukan manuver rileks, seperti pasien diminta bernafas lewat mulut dengan rahang terbuka (jika ada
tahanan otot)
Palpasi dalam. Gunakan dengan permukaan palmar jari jari, rasakan pada keempat kuadran.
Jika ada massa, catat lokasi, ukuran, permukaan, konsistensi, nyeri tekan, pulsasi, dan mobilitas seiring
dengan nafas.
Kaitkan penemuan pada palpasi dengan perkusinya
Pengkajian inflamasi peritoneum. Nyeri perut dan
• Sebelum palpasi, minta pasien untuk batuk dan menentukan lokasi yang sakit saat nyeri tekan
batuk, kemudian palpasi dengan lembut dengan satu jari pada lokasi yang sakit. terutama ketika
• Perkusi ringan pada lokasi yang sama, akan menimbulkan nyeri. Manuver ini dihubungkan
diperlukan untuk menentukan area inflamasi peritoneum. dengan spame

58
• Jika tidak timbul nyeri, cari adanya “rebound tenderness”. Tekan secara mantap dan
pelan dengan jari tangan kemudian lepas secara tiba tiba. Lihat dan dengarkan respon
nyeri. Jika nyeri lebih terasa pada saat dilepas artinya rebound tenderness positif.

3. Pemeriksaan Hepar
Perkusi
Pengukuran panjang vertikal pekak (dullness) hepar di linea mid klavikularis kanan. Penurunan pekak
• Tentukan batas atas hepar. Lakukan perkusi ringan dari area resonan paru ke hepar menunjukkan
caudal ke arah hepar, dan tentutan batas atas pekak hepar di linea mid klavikularis ukuran hepar kecil.
kanan. Efusi pleura kanan
• Tentukan batas bawah hepar. Lakukan perkusi ringan dari area timpani ke atau konsolidasi
proksimal ke arah hepar, dan tentukan batas bawah pekak hepar di linea mid paru jika berdekatan
klavikularis kanan. dengan hepar
• Ukur dalam sentimeter jarak antara 2 titik panjang vertikal pekak hepar (pekak), peningkatan
ukuran pekak hepar
Gambar 3. palsu. Gas kolon
Perkusi untuk menyebabkan suara
menentukan timpani
batas atas dan Kuadran kanan atas,
penurunan
bawah pekak
ukuran pekak hepar
hepar.
palsu.

Palpasi
• Mengingatkan pasien untuk tetap santai, tempatkan tangan kiri pemeriksa di Dicurigai kelainan
belakang pasien, sejajar dengan dan menopang kosta 11 dan 12 kanan. Tangan hepar jika
kiri menekan ke arah depan, maka hepar akan lebih mudah teraba oleh tangan ditemukan
kanan gambaran sbb:
• Palpasi menggunakan sisi palmar radial jari tangan kanan dengan posisi ibu jari Hepar Firmness atau
terlipat di bawah palmar manus. keras, tepi tumpul
• Arah jari membentuk sudut 45°dengan garis median. dan kontour yang
• Mulai dari regio iliaka kanan menuju ke tepi lengkung iga kanan. ireguler.
• Minta pasien menarik nafas panjang, lalu pada saat ekspirasi maksimal jari Kandung Empedu
ditekan ke bawah. Kemudian pada awal inspirasi jari bergerak ke kranial dalam yang distended
arah parabolik. Pada saat inspirasi tersebut, rasakan tepi hepar saat jari-jari Membentuk suatu
tangan menyentuh tepi hepar, ringankan tekanan sehingga hepar mengenai masa oval terletak
permukaan jari jari dan rasakan permukaan anteriornya. dibawah tepi hepar
(pada langkah ini, mahasiswa memberi aba-aba pada pasien untuk inspirasi dan dan menempel.
ekspirasi)
• Kaitkan hasil perkusi dan palpasi hepar, Catat kesimpulan pemeriksaan hepar.
• Deskripsi pemeriksaan hati: berapa lebar jari tangan di bawah lengkung iga
kanan, bagaimana tepi hati(tajam atau tumpul), konsistensi(kenyal atau keras),
permukaan (rata atau berbenjol)
Jika teraba semua, tepi hepar normal adalah lembut, tajam dan reguler.
Permukaannya halus. Hepar normal mungkin sedikit nyeri tekan.
• Pada saat inspirasi, hepar dapat teraba 3 cm dibawah tepi kosta kanan di linea
mid klavikularis.

59
4. Pemeriksaan Spleen
1. - Ketika spleen membesar, meluas ke depan bawah dan ke medial, sering menutupi timpani dari gaster
dan kolon menjadi organ solid yang pekak
- Teraba pada tepi bawah kosta kiri. Perkusi tidak dapat mengkonfirmasi pembesaran spleen tetapi dapat
meningkatkan kecurigaan pembesaran

2. • Perkusi dinding dada anterior kiri bawah pada area Traube( area di batas antara area sonor paru di
sebelah superior dengan batas costae). Perkusi dengan arah ke linea axilaris anteior. Jika terdengar
suara timpani, artinya tidak ada splenomegali.
• Perkusi di spasium intercostalis di sebelah kiri linea axillaris anterior. Area ini biasanya timpani. Minta
pasien tarik nafas panjang lalu perkusi lagi. Bila terdengar suara timpani, maka artinya tidak ada
splenomegali.
• Catat adanya nyeri tekan, kontur spleen, dan ukur panjang limpa dari tepi bawah kosta sampai dengan
ujung limpa.
• Mengukur panjang vertikal pekak spleen.
• Tangan kiri berada di bawah kosta kiri, menopang dan menekan kosta kiri terbawah ke anterior dan
tangan kanan berada di tepi bawah kosta kiri menekan ke proksimal ke arah limpa.
• Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan, melewati umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengung
iga kiri.
• Mengidentifikasi adanya nyeri tekan, kontur spleen, dan ukur panjang limpa dari tepi bawah kosta
sampai dengan ujung limpa.
• Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner yaitu garis yang dimulai dari titik di
lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan diteruskan sampai di spina iliaka anterior superior kanan.
Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama.
• Catat hasil pemeriksaan limpa.
• Deskripsi : ukuran limpa, Schuffner berapa? (S1- SVIII), konsistensi limpa kenyal atau keras

5. Ballotement Ginjal
1. Salah satu tangan pemeriksa diletakkan di bagian baawah sudut ginjal, satu tangan yang lain ditempatkan di
atas perut di kuadran anterior kanan atau kiri ginjal.
2. Tangan pemeriksa yang berada di bagian bawah digerakkan ke atas untuk menggoncangkan ginjal,
sementara tangan yang berada di bagian atas perut menunggu dan merasakan pergerakan ginjal ke atas
dan melayang kembali ke bawah, ballotement positif bila ginjal teraba oleh tangan yang berada di atas
perut ketika ginjal digoyangkan

60
6. Pemeriksaan Khusus Ascites
No. Langkah Klinik
1. Shifting dullness :
- Melakukan perkusi dari daerah mid-abdomen ke arah lateral kanan
- Menentukan batas bunyi timpani dan redup
- Meminta pasien berbaring pada posisi menghadap lateral kiri
- Tunggu beberapa saat lalu melakukan perkusi untuk menentukan kembali batas bunyi timpani dan
redup
- Shifting dullness positif bila titik yang tadi redup menjadi timpani oleh karena cairan asites mengalir ke
abdomen kiri.
2. Fluid Wave (undulasi test) :
- tangan pemeriksa atau tangan pasien sendiri diletakkan di bagian tengah abdomen secara vertikal
- Menekan tangan tersebut pada dinding abdomen
- Mengetuk salah satu pinggang, sementara tangan yangsatu mempalpasi sisi yang lain
- Merasakan ada tidaknya gelombang cairan
3. Puddle sign :
- pasien berbaring dengan prone posisi (tiarap) selama 5 menit dengan siku dan lutut naik
- diafragma stetoskop diletakkan pada bagian tengah bawah perut
- Pemeriksa kemudian mendengarkan suara yang dibuat oleh jari-jari yang diketukkan pada sisi lateral
abdomen
- Ketukan jari dilanjutkan terus sambil sementara steteskop digerakkan menjauhi pemeriksa
- Apabila pinggiran dari kumpulan (puddle) cairan dicapai, intensitas suara akan lebih keras

7. Rectal Touch (colok dubur)


No. Langkah Klinik
1. Informed Consent (tujuan, Prosedur, kerahasiaan, keamanan, hak pasien , kesediaan untuk diperiksa)
2. Persiapan penderita (pasien melepas celana, berbaring ditempat tidur, posisi litotomi) dan persiapan alat
3. Persiapan pemeriksa (cuci tangan, memakai sarung tangan, berdiri dikanan pasien)
Pemeriksaan Colok Dubur
4. Inspeksi anus dibawah penerangan yang baik
5. Meminta penderita untuk ”mengejan” seperti pada saat defekasi, untuk memperlihatkan desensus perineal,
prolapsus hemoroid atau lesi-lesi yang menonjol seperti prolaps rekti dan tumor.
6. Jari telunjuk tangan kanan yang memakai sarung tangan dilubrikasi dengan K_Y jelly, disentuhkan
perlahan ke anus.
7. Meminta penderita bernafas biasa sambil pemeriksa memberi tekanan yang lembut sampai sfingter terbuka
dan jari dimasukan ke anus.
Cara memasukkan jari yaitu letakkan bagian palmar ujung jari telunjuk kanan pada tepi anus dan secara
perlahan tekan agak memutar sehingga jari tangan masuk ke dalam lumen anus

61
Evaluasi keadaan ampula rekti
8. Rasakan ampula recti, kolaps atau tidak . Pada ampula recti kolaps dicurigai adanya ileus paralitik.
9. Minta pasien mengkontraksikan otot sphingter ani. Nilai tonusnya, baik atau tidak.
10. Masukkan jari lebih dalam lalu nilai adakah :
- Massa
- Nyeri
- Mukosa yang teraba iregular, hemoroid
Deskripsikan lokasi kelainan yang ditemukan dengan membandingkan terhadap angka sebuah jam, yaitu
titik yang paling ventral terhadap pasien adalah tepat angka 12, yang paling dorsal adalah angka 6. Angka 3
dan 9 masing-masing untuk titik yang paling lateral di kiri dan kanan pasien.
11. Prostat dan Serviks diperhatikan, bersama-sama dengan beberapa lesi luar rektum. Bila ada kelainan
dideskripsikan
12. Keluarkan jari telunjuk sambil dilengkungkan ujungnya untuk mengamati kemungkinan massa/ benda yang
terbawa.
13. Mengevaluasi hasil colok dubur (aroma feses, kemungkinan adanya massa, darah, lendir, parasit yang
terbawa)
14. Membersihkan anus pasien dengan kasa yang dicelup NaCl fisiologis
15. Setelah pemeriksaan colok dubur selesai (lepas sarung tangan, buang ketempat sampah medis,cuci tangan)
16. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada pasien
17. Mengungkapkan kemungkinan diagnosa dan merencanakan pemeriksaan lanjutan serta penatalaksanaan
18. Mampu mencatat hasil pemeriksaan colok dubur/ interpretasi pemeriksaan dengan benar.

8. Teknik Pengambilan dan Pengiriman Usap Dubur


Indikasi Kontraindikasi
1. Pasien tidak dapat menelan oleh karena berbagai sebab •Pasien tidak kooperatif
2. Perdarahan saluran cerna bagian atas : •Trauma facial berat
- Untuk mengetahui sumber perdarahan
- Untuk mengetahui volume perdarahan. Komplikasi
- Untuk evaluasi. -Aspirasi
3. Pasien ileus obstruktif / ileus paralitik dan pankreatitis -Cedera jaringan
akut untuk dekompresi / menyalurkan cairan lambung -Muntah
keluar.
4. Pasien tidak dapat makan Penyulit
5. Mengambil spesimen di lambung Erosi pada esophagus atau lambung
No. Langkah Klinik
1. Memberikan informed consent kepada pasien dan keluarga mengenai tindakan yang akan dilakukan
2. Membaringkan pasien dalam posisi fowler atau semi fowler dengan leher / kepala sedikit di tekuk ke
depan.(ante elevasi =sniffing).
3. Memeriksa rongga hidung pasien.
4. Persiapan pemeriksa (cuci tangan asepsis, pasang sarung tangan dan berdiri di kanan pasien).
5. Melakukan pengukuran/perkiraan batas lambung mulai dari hidung ke telinga,lalu dari telinga ke processus
xiphoideus dengan teknik tanpa sentuh dan tandai dengan plester. Pasang klem di bagian distal NGT.
6. Olesi ujung selang NGT dengan xylocain jelly, lalu masukkan selang melalui hidung disertai perintah untuk
menelan saat selang NGT mulai masuk lubang hidung.
7. Posisi kepala pasien dimiringkan saat selang NGT masuk lobang hidung sampai dagu pasien mencapai bahu.
Posisi kepala miring sesuai dengan posisi masuknya selang NGT ke lobang hidung (bila masuk lobang hidung
kanan maka kepala miring ke kanan).
8. Periksa orofaring dengan menggunakan spatel untuk memastikan NGT sudah masuk (tidak bergulung
/coilling).
9. Memeriksa patensi dengan cara:
a. memasukkan ujung NGT ke dalam wadah yang berisi cairan, jika muncul gelembung udara berarti
masuk trakea
b. memasukkan udara melalui selang dengan menggunakan spuit 5- 20 cc dan mengecek dengan
meletakkan steteskop kira-kira di atas lambung (perut kiri atas/sedikit agak ke epigastrium).
c. menarik sedikit NGT untuk melihat isi cairan lambung
62
10. Fiksasi selang NGT (di hidung dan di pipi) dan catat tanggal pemasangan untuk kontrol durasi
pemasangan NGT (tergantung tujuan: bila untuk memasukkan makanan ujung selang ditutup, bila untuk
bilas lambung dibiarkan di luar dan ditampung)

J. Geriatri dan Tumbuh Kembang


1. Menentukan status gizi anak dengan kurva WHO dan menetukan kebutuhan kalori anak
No. Langkah Klinik
1. Tentukan umur, panjang badan (anak bawah 2 tahun)/tinggi badan (anak di atas 2 tahun), berat badan anak
2. Ambil Kurva WHO
3. Memplot titik berat badan terhadap umur gunakan kurva weight for age
a. Lihat garis horizontal yang menunjukkan umur, letakan titik umur anak pada garis tersebut .
b. kemudian lihat ke garis vertikal yang berada di sebelah kiri , yang menunjukkan berat badan kemudian
letakkan titik berat badan aktual anak .
c. tarik garis tegak lurus dari titik umur ke atas , dan dari titik berat badan tegak lurus ke arah kanan hingga
berpotongan
d. lihat titiik potong ada di persentil mana ( <-3,-2-3, -2-1, -1-0, 0-1, 1-2,2-3,>3)
e. lihat tabel berwarna di bawah, tentukan kategori status gizi anak (BB/U)
4. Memplot titik tinggi badan terhadap umur gunakan kurva height for age
a. Lihat garis horizontal yang menunjukkan umur, letakan titik umur anak pada garis tersebut.
b. kemudian lihat ke garis vertikal yang berada di sebelah kiri , yang menunjukkan tinggi badan kemudian
letakkan titik tinggi badan anak .
c. tarik garis tegak lurus dari titik umur ke atas , dan dari titik tinggi badan tegak lurus ke arah kanan
hingga berpotongan .
d. lihat titiik potong ada di persentil mana ( <-3,-2-3, -2-1, -1-0, 0-1, 1-2,2-3,>3)
e. lihat tabel berwarna di bawah , tentukan kategori status gizi anak (TB/U)

5. Memplot titik berat badan terhadap tinggi badan gunakan weight for height
a. Lihat garis horizontal yang menunjukkan panjang badan letakan titik panjang badan anak pada garis
tersebut .
b. kemudian lihat ke garis vertikal yang berada di sebelah kiri , yang menunjukkan berat badan kemudian
letakkan titik berat badan aktual anak .
c. tarik garis tegak lurus dari titik panjang badan ke atas , dan dari titik berat badan tegak lurus ke arah
kanan hingga berpotongan .
d. lihat titiik potong ada di persentil mana ( <-3,-2-3, -2-1, -1-0, 0-1, 1-2,2-3,>3)
e. lihat tabel berwarna di bawah , tentukan kategori status gizi anak (BB/TB)
Memplot titik berat badan terhadap tinggi badan gunakan IMT for age
6. a. Hitung rumus IMT = BB / (TB (m) x TB(m) )
b. Lihat garis horizontal yang menunjukkan umur letakan titik umur anak pada garis tersebut
c. Kemudian lihat ke garis vertikal yang berada di sebelah kiri , yang menunjukkan IMT kemudian letakkan
titik IMT anak,
d. Kemudian tarik garis tegak lurus dari titik umur ke atas , dan dari titik IMT tegak lurus ke arah kanan
hingga berpotongan .
e. lihat titik potong ada di persentil mana ( <-3,-2-3, -2-1, -1-0, 0-1, 1-2,2-3,>3) lihat tabel berwarna di
bawah , tentukan kategori status gizi anak (IMT/U)

63
7. Cara Menginterpretasikan Kurva Pertumbuhan WHO
1. Garis 0 pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan median, atau rata-rata
2. Garis yang lain dinamakan garis z-score. Pada kurva pertumbuhan WHO garis ini diberi angka positif
(1, 2, 3) atau negatif (-1, -2, -3). Titik temu yang berada jauh dari garis median menggambarkan
masalah pertumbuhan.
3. Titik temu yang berada antara garis z-score -2 dan -3 diartikan di bawah -2.
4. Titik temu yang berada antara garis z-score 2 dan 3 diartikan di atas 2.
5. Untuk menginterpretasikan arti titik temu ini pada kurva pertumbuhan WHO dapat menggunakan
tabel berikut ini.

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI ANAK


No. Langkah Klinik
1. Tentukan BB ideal berdasarkan TB anak , gunakan kurva Z Score WHO weight for height
a. Lihat garis horizontal yang menunjukkan panjang badan anak , pilih angka yang menunjukkan TB aktual
anak (A).
b. Kemudian tarik garis tegak lurus ke atas hingga berpotongan pada garis Z score O ( hijau), titik
pertemuan merupakan berat badan idealnya (B)
c. Kemudian tarik garis dari titik perpotongan (B) tersebut ke arah kiri hingga ke garis horizontal di sebelah
kiri yang menunjukkan angka Berat Badan (BB) ideal anak (C) kg
2. Tentukan usia anak berdasarkan TB anak , gunakan kurva WHO height for age
a. cari angka di garis vertikal sebelah kiri yang menunjukkan tinggi badan anak ( D) buat titik di angka
tersebut ,
b. kemudian tarik garis ke arah kanan ( horizontal) hingga berpotongan dengan titik Z score O (garis hijau)
buat titik potong (E)
c. tarik garis lurus vertical ke bawah hingga berpotongan dengan garis horizontal bagian bawah yang
menunjukkan umur (F)
Jadi D adalah tinggi badan untuk anak umur F
3. Berapakah kebutuhan kalori anak umur F tersebut ? lihat tabel kebutuhan kalori  range min-maksimal
(G) Kalori
4. Kebutuhan kalori pada anak adalah C X G = H Kkal
5. Kebutuhan kalori KH 50% Lemak 20-30% Protein 20-30%

2. Menentukan status gizi anak beradsarkan kurva CDC-NCHS dan menentukan kebutukan kalori anak
No. Langkah Klinik
1. Menyiapkan kurva CDC –NCHS berat badan (BB) , tinggi badan (TB), Lingkaran Kepala (LK) berdasarkan
umur dan jenis kelamin serta berat badan (BB) terhadap tinggi badan (TB) berdasarkan umur dan jenis
kelamin
2. Tentukan nama, umur / tanggal lahir, jenis kelamin , BB,TB anak
64
3. Mengukur TB dan BB atau sesuai yang disebutkan dlm skenario
4. Memplot titik berat badan terhadap umur gunakan kurva CDC NCHS
a. Lihat garis horizontal yang menunjukkan umur, letakan titik umur anak pada garis tersebut .
b. kemudian lihat ke garis vertikal yang berada di sebelah kiri , yang menunjukkan berat badan kemudian
letakkan titik berat badan aktual anak pada kurva berat badan
c. tarik garis tegak lurus dari titik umur ke atas , dan dari titik berat badan ke arah kanan hingga
berpotongan . dengan garis umur
d. lihat titiik potong ada di persentil berapa
e. (< P5, P5, P5-P10,P10,P10- P25, P25, P25-P50,P50, P50- P75,P75, P75- P90, P90, P90-P95.,P95 , >P95)
f. lihat pada kurva berat badan tersebut ,,titik potongnya garis umur dengan garis P50 kurva berat badan ,
kemudian lihat ke arah kiri berapa beart badan di titik potong tersebut (X) . ini adalah berat badan sesuai
umur
maka BB/U = BB aktual / X x 100% = .... %
5. Memplot titik tinggi badan terhadap umur gunakan kurva CDC NCHS
a. Lihat garis horizontal bagian atas yang menunjukkan umur, letakan titik umur anak pada garis tersebut
b. kemudian lihat ke garis vertikal yang berada di sebelah kiri , yang menunjukkan tinggi badan pada kurva
tinggi badan , kemudian letakkan titik tinggi badan anak .
c. tarik garis tegak lurus dari titik umur ke bawah, dan dari titik tinggi badan ke arah kanan hingga
berpotongan dengan garis umur
d. lihat titiik potong ada di persentil berapa
e. (< P5, P5, P5-P10,P10,P10- P25, P25, P25-P50,P50, P50- P75,P75, P75- P90, P90, P90-P95.,P95 , >P95)
f. lihat pada kurva tinggi badan tersebut, titik potongnya garis umur dengan garis P50 ,kurva tinggi badan
, kemudian lihat ke arah kiri berapa tinggi badan di titik potong tersebut (Y) . ini adalah tinggi badan
sesuai umur
maka TB/U = TB / Y x 100% = ..... %

6. Memplot titik berat badan terhadap tinggi badan kurva CDC NCHS
a. Lihat titik berat badan yang sudah dibuat di langkah no 4 d, ini adalah berat badan aktual
b. kemudian lihat titik tinggi badan yang sudah dibuat di langkah no 5 d.
c. dari titik tinggi badan tersebut (b) tarik garis sejajar hingga memotong garis kurva tinggi badan persentil
P50 ( bisa ke arah kanan atau ke arah kiri titik tadi (b) tergantung letak garis P50
d. kemudian dari titik perpotongan tersebut (c) tarik garis ke bawah menuju kurva berat badan hingga
memotong garis kurva berat badan persentil P50 , ini adalah Z
e. tarik garis horizontal ke arah kanan atau kiri hingga memotong garis vertikal yang menunjukkan angka
berat badan ( ini berat badan ideal berdasarkan tinggi badan)
f. maka BB./TB = BB aktual / Z ( berat badan ideal ) x 100% = ..... %
7. Intrepetasi status gizi beradasarkan
Klasifikasi dari standar Harvard yang sudah dimodifikasi tersebut adalah sebagai berikut :
1) BB/U : gizi baik (BB/U > 80%) gizi kurang (BB/U 60,1-80%) gizi buruk (BB/U < 60%)
2) TB/U : normal (TB/U > 90%) pendek (TB/U 70,1-90%) sangat pendek (TB/U <70%)
3) BB/TB : gizi baik (BB/TB >90%) gizi kurang (BB/TB 70,1-90%) gizi buruk (BB/TB≤70%)
8. Tentukan Status gizi berdasarkan klasifikasi Harvard
BB/U :
TB/U :
BB/TB :

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI ANAK


No. Langkah Klinik
1. Tentukan BB ideal berdasarkan TB anak actual
Z adalah berat badan ideal
2. Tentukan RDA berdasarkan usia ( lihat table kebutuhan kalori )
Tabel Kebutuhan Kalori Sesuai Umur
Usia ENERGI

65
Prematur 120‐150 kcal/kg/hari

0-12 bulan 110-120 kcal/kg/hari

1‐3 tahun 100-110 kcal/kg/hari


4 -6 tahun 100 kcal/kg/hari
7‐12 tahun 75‐90 kcal/kg/hari
12‐18 tahun 60‐75 kcal/kg/hari
Usia PROTEIN
Bayi: 1,6‐2,2 gram/kg/hari
Anak 1‐10 1,0‐2 gram/kg/hari
Anak >10 0,85‐0,95
gram/kg/hari
l
3. RDA sesuai usia berdasarkan TB nya
lihat langkah 6 c
6. c. dari titik tinggi badan tersebut (b) tarik garis sejajar hingga memotong garis kurva tinggi badan
persentil P50 ( bisa ke arah kanan atau ke arah kiri titik tadi (b) tergantung letak garis P50
d. kemudian dari titik perpotongan tersebut (c) tarik garis ke bawah menuju kurva berat badan hingga
memotong garis kurva berat badan persentil P50 , e. tarik terus ke bawah hingga ke garis horizontal paling
bawah yang menunjukkan usia anak ( TB pasien sesuai anak usia.... (O)
4. Tentukan Kebutuhan kalori Anak
BB ideal (Z) x RDA (TB anak seperti anak usia berapakah (0)
BB x .... kcal /kg/hari

3. Vaksinasi pada Anak


No. Langkah-Langkah / Kegiatan
Melakukan Persiapan
1. Berikan penjelasan dan informed consent

2. Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan dan kit anafilaksis


Kapas alcohol single use
Spuit 1 cc dengan needle no 27
Spuit 3 cc dengan needle no 27 atau no 25
Spuit 5 cc untuk melarutkan
Adrenalin 1 : 1000 dengan jarum 1 cc dan jarum 25 mm
3. Cold chain yang baik dalam membawa, penyimpanan dan mempersiapkan vaksin (suhu antara +2°C - +8°C).
4. Melakukan cuci tangan rutin
Menyiapkan Vacsin
6. Membaca label vial. Memastikan kemasan tidak kadaluarsa dan tidak rusak.
7.A Vacsinasi BCG dan Campak ada pelarut dan vacsin kering
a.Melarutkan vacsin
1. Menyentil/memutar bagian atas ampul dengan cepat untuk menghindari cairan berkumpul dikepala
ampul
2. Meletakkan bantalan kasa kecil mengelilingi leher ampul
3. Mematahkan leher ampul dengan aman ke arah bawah menjauhi badan.
4. Jika leher ampul tidak patah, menggunakan metal file untuk mengikir salah satu sisi leher.
5. Menjadikan marker disisi ampul sebagai acuan untuk mematahkan ampul.
6. Mengambil cairan di dalam ampul pelarut menggunakan spoeit 5 cc ke dalam lubang ampul, dengan
posisi ampul terbalik, jarum spoeit tidak menyentuh pinggiran bukaan ampul, dan ujung jarum
berada di bawah permukaan cairan (agar semua cairan masuk ke dalam spoeit)
7. Menarik cairan pelarut pelan-pelan ke dalam spoeit sesuai jumlah yang ada

66
8. Mengusap penutup karet dengan kapas alkohol 70%
9. Memasukkan cairan pelarut tersebut ke dalam vial vacsin kering secara perlahan untuk mencegah
terbentuknya gumpalan
10. Mengocok perlahan botol vial agar seluruh cairan pelarut homogen dengan serbuk vacsin kering
dalam vial
11. Mengambil sejumlah cairan obat di dalam vial ke dalam spoeit dengan mempertahankan posisi vial
terbalik hingga spoeit terisi cairan obat sesuai dosis (0.05 ml u BCG ) dan (0.5 ml untuk Campak)
12. Memastikan tidak terdapat gelembung udara di dalam spoeit dengan menyentil bagian barrel
13. Mengganti jarum dengan yang baru sebelum di injeksikan ke pasien
14. Membuang botol ampul dan bekas jarum ke dalam tempat sampah tajam
7.B Vacsinasi DPT HiB Hep B Combo (Pentabio) dan Polio IPV
1. Mengocok perlahan botol vial agar homogen larutan dengan serbuk vacsin dalam vial
2. Melepaskan penutup logam untuk memajan penutup karet vial
3. Mengusap penutup karet dengan kapas alkohol 70%
4. Mengambil sejumlah cairan obat di dalam vial ke dalam spoeit dengan mempertahankan posisi vial
terbalik hingga spoeit terisi cairan obat sesuai dosis (0.05 ml u BCG ) dan (0.5 ml untuk Campak)
5. Memastikan tidak terdapat gelembung udara di dalam spoeit dengan menyentil bagian barrel
6. Mengganti jarum dengan yang baru sebelum di injeksikan ke pasien
7. Membuang botol ampul dan bekas jarum ke dalam tempat sampah tajam
7.C Vacsinasi Polio Oral
1. Melepaskan penutup logam untuk memajan penutup karet vial
2. Melepaskan penutup karet vial
3. Memasangkan penutup plastic pada bagian atas vial vacsin
4. Pastika penutup plastic kuat dan erat
Penyuntikan intramuscular
1. Lokasi pada otot vastus lateralis (paha daerah anterolateral) untuk bayi atau anak dibawah 36 bulan atau
otot deltoid (bagian atas lengan atas) untuk anak yang lebih besar
2. Atur posisi anak , pastikan memegang anak atau bayi jangan bergerak saat disuntik
3. Bebaskan daerah suntikan dari baju/ penutup
4. Periksa apakah ada kelainan kulit atau peradangan jika ada cari lokasi yang sama di sisi lainnya.
5. Bersihkan daerah kulit denga kapas antiseptic biarkan hingga kering
6. Jarum suntuk harus disuntikkan dengan susdut 60-90° ke dalam otot
Catt Untuk otot vastus lateralis diarahkan ke lutut dan untuk otot deltoid idarahkan ke pundak.
Hindari lokasi yang banyak pembuluh darah besar dan saraf saat arah suntikan 90
7. Ucapkan Bismillahirrohmaanirrohim
Injeksikan kemudian aspirasi spuit sebelum disuntikkan
8. Tutup daerah suntikan dengan alcohol swab kembali dan plester
Penyuntikan subkutan
1. Lokasi pada otot vastus lateralis (paha daerah anterolateral) untuk bayi atau anak dibawah 36 bulan atau
otot deltoid (bagian atas lengan atas) untuk anak yang lebih besar
2. Atur posisi anak , pastikan memegang anak atau bayi jangan bergerak saat disuntik
3. Bebaskan daerah suntikan dari baju/ penutup
4. Periksa apakah ada kelainan kulit atau peradangan jika ada cari lokasi yang sama di sisi lainnya.
5. Bersihkan daerah kulit denga kapas antiseptic biarkan hingga kering
6. Jarum suntuk harus disuntikkan dengan sudut 45 °terhadap permukaan kulit
7. Cubit tebal untuk suntikan subkutan
8. Ucapkan Bismillahirrohmaanirrohim
Injeksikan kemudian aspirasi spuit sebelum disuntikkan
9. Tutup daerah suntikan dengan alcohol swab kembali dan plester
Vacinasi Polio Oral
1. Bayi sehat
2. Bayi membuka mulut
3. Diteteskan 2 tetes polio
Vacsinasi BCG
1. Lokasi pada lengan kanan atas pada insersio m. deltoideus
67
2. Atur posisi anak , pastikan memegang anak atau bayi jangan bergerak saat disuntik
3. Bebaskan daerah suntikan dari baju/ penutup
4. Periksa apakah ada kelainan kulit atau peradangan jika ada cari lokasi yang sama di sisi lainnya.
5. Bersihkan daerah kulit denga kapas antiseptic biarkan hingga kering
6. Ucapkan Bismillahirrohmaanirrohim
Injeksikan secara intrakutan

K. Sistem Indra
1. Pemeriksaan Fisik Telinga, Hidung, dan Tenggorokan dan Ekstrasi Serumen
No. Langkah Klinik
1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Menyiapkan alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan
3. Mengatur posisi duduk dengan pasien
4. Mengatur posisi lampu kepala di kepala
5. Mengatur fokus cahaya lampu kepala
Pemeriksaan Telinga
6. Inspeksi
Tampak memperhatikan keadaan telinga luar
7. Palpasi
Tampak menekan dengan jari telunjuk pada daerah depan dan belakang telinga untuk menilai adanya
kelainan-kelainan pada telinga
8. Otoskopi
Melakukan pemilihan spekulum telinga yang tepat
9. Mengarahkan sorotan lampu kepala ke dalam liang telinga
10. Menilai keadaan liang telinga
11. Memasukan spekulum telinga ke dalam liang telinga
12. Menilai keadaan gendang telinga
13. Mengeluarkan spekulum telinga dari dalam liang telinga
14. Lakukan ekstraksi serumen :
a. Bila serumen cair : gunakan aplikator kapas.
- ambil kapas secukupnya, letakkan di ujung jari telunjuk.
- Letakkan apliaktor di atas kapas kira-kira 1/3 bagian bawah kapas
- Kapas dilipat 2 samap membungkus aplikator
- Jepit kapas dengan ujung jari telunjuk dan ibu jari, sambil aplikator di putar ke arah jarum jam. Ujung
aplikator harus terbungkus erat dengan kapas.
- Lakukan pengecekan apakah ujung aplikator yang tajam tidak melampaui ujung kapas.
- Lakukan pengecekan apakah ujung aplikator yang tajam tidak melampaui ujung kapas
- Lewatkan aplikator kapas di api bunsen.
- Bersihkan serumen dengan memasukkan aplikator ke liang telinga kira-kira 1 ½ cm – 2 cm, sampai
bersih
b. Bila serumen lunak, gunakan serumen spoon :
- Serumen spoon dimasukkan dari arah superior dengan posisi spoon menghadap ke bawah.
- Serumen ditarik dari dalam ke luar sampai bersih.
- Cek kembali bila masih ada yang tersisa dilakukan pembersihan kembali dengan menggunakan
aplikator kapas.
c. Bila serumen keras (bila memungkinkan) : gunakan serumen hook
- Masukan hook secara melintang di antara serumen dengan meatus dari arah posterior
- Setelah kira-kira hook melewati serumen 1-2 mm, alat hook di putar sehingga serumen keluar dari
liang telinga
- Evaluasi liang tulinya apakah ada tanda-tanda peradangan atau tidak. Bila ada beri tampon burowi.
Bila tidak bersihkan kembali dengan aplikator kapas.
d. Bila serumen keras tidak memungkinkan diekstraksi :
- Tetesi serumen dengan pelunak serumen (karbogliserin/waxel) selama 2 – 3 hari hingga kotoran
lunak.
- Setelah lunak, serumen dikeluarkan dengan cara di bilas (spooling) air hangat (sesuai suhu tubuh)
68
Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasalis
15. Inspeksi
Mengatur fokus cahaya lampu kepala
16. Tampak memperhatikan keadaan hidung luar dan sekitarnya
17. Palpasi
Tampak menekan dengan jari telunjuk tangan kanan pada daerah pangkal hidung, pipi, supra orbitalis dan
daerah interkantus untuk menilai adanya kelainan-kelainan pada hidung dan sinus paranasalis
18. Rinoskopi anterior
Melakukan pemilihan spekulum hidung yang tepat
19. Memegang dan memasukkan spekulum hidung ke dalam rongga hidung
20. Mengarahkan sorotan lampu kepala ke dalam rongga hidung
21. Menilai struktur di dalam rongga hidung
22. Melihat fenomena “palatum molle”
23. Mengeluarkan spekulum hidung dari rongga hidung
24. Rinoskopi posterior
Melakukan pemilihan cermin nasofaring yang tepat
25. Menyuruh penderita membuka mulut
26. Melakukan penekanan lidah dengan spatel lidah
27. Melidah apikan cermin nasofaring sebelum dimasukkan ke dalam orofaring
28. Memposisikan cermin nasofaring di dalam orofaring
29. Menilai struktur di dalam nasofaring
30. Meletakkan alat-alat pemeriksaan ke tempat semula
Pemeriksaan Faring dan Laring
31. Inspeksi
Mengatur fokus cahaya lampu kepala
32. Penderita diinstruksikan membuka mulut
33. Lakukan penekanan lidah dengan spatel lidah
34. Tampak memperhatikan keadaan cavum oris sampai orofaring
35. Laringoskopi indirek
Melakukan pemilihan cermin laring yang tepat
36. Instruksikan penderita untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah sejauh mungkin
37. Pegang lidah dengan kasa steril . Pasien diinstruksikan untuk bernafas secara normal
38. Masukkan cermin laring yang telah dilidah apikan ke dalam orofaring
39. Posisikan cermin laring sedemikian rupa hingga tampak struktur di daerah hipofaring
40. Menilai mobilitas plika vocalis dengan menyuruh penderita mengucapkan huruf i berulang kali
41. Meletakkan alat-alat pemeriksaan ke tempat semula
42. Mencatat hasil pemeriksaan fisis THT dan interpretasinya

2. Garputala
No. Langkah Klinik
Tes Bisik
1. Terangkan cara dan tujuan pemeriksaan
• Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk pemeriksaan
• Atur posisi duduk dengan pasien
• Dengan menggunakan sisa udara ekspirasi pemeriksa membisikan beberapa kata bisyllabic pada jarak 6m
2. Bila tidak menyahut pemeriksa maju 1 meter (5 m dari penderita) dan test ini dimulai lagi. Bila masih belum
menyahut pemeriksa maju 1 meter, dan demikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-
kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan
3. Catat hasil yang diperoleh dan interpretasinya
Tes Garpu Tala
Tujuan test ini adalah untuk mengetahui batas bawah dan batas atas ambang pendengaran. Telinga kanan dan kiri
diperiksa secara terpisah
1. Terangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Persiapkan alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan. Atur posisi duduk dengan pasien

69
Garis Pendengaran
1. Getarkan garpu dengan lembut, kemudian posisikan kira- kira 2,5 – 3 cm di depan telinga penderita
2. Penderita diinstruksikan untuk mengangkat tangan bila mendengar bunyi dari garputala
3. Lakukan mulai dari garputala frekwensi rendah sampai tinggi
4. Tes dilakukan pada kedua telinga
5. Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan
Bila penderita mendengar, diberi tanda (+) pada frekwensi yang bersangkutan dan bila tidak mendengar
diberi tanda (-) pada frekwensi yang bersangkutan.
Tes Rinne
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga. Pada telinga
normal hantaran udara lebih panjang dari hantaran tulang
1. Getarkan garpu tala frekwensi 256 atau 512 Hz dengan lembut
2. Letakkan pada planum mastoid
3. Penderita diinstruksikan untuk mengangkat tangan bila sudah tidak mendengar bunyi dari garputala atau
sebaliknya
4. Pindahkan garputala ke depan telinga yang sedang diperiksa bila penderita sudah tidak mendengar
5. Tes dilakukan pada kedua telinga
6. Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan
Rinne positif berarti normal atau tuli sensorineural.
Rinne negatif berarti tuli konduktif.
Pada waktu meletakkan garpu tala di Planum mastoideum getarannya di tangkap oleh telinga yang baik dan
tidak di test (cross hearing). Kemudian setelah garpu tala diletakkan di depan meatus acusticus externus
getaran tidak terdengar lagi sehingga dikatakan Rinne negative
Tes Weber
Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan. Telinga normal hantaran tulang kiri
dan kanan akan sama.
1. Getarkan garpu tala frekwensi 256 atau 512 Hz dengan lembut
2. Letakkan pada dahi atau vertex
3. Penderita diinstruksikan untuk menyebutkan telinga mana yang lebih jelas mendengar bunyi
4. Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan
Bila mendengar langsung ditanyakan di telinga mana didengar lebih keras. Bila terdengar lebih keras di
kanan disebut lateralisasi ke kanan.
Evaluasi Tes Weber. Bila terjadi lateralisasi ke kanan maka ada beberapa kemungkinan
1. Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal
2. Telinga kanan tuli konduktif, kiri tuli sensory neural
3. Telinga kanan normal, kiri tuli sensory neural
4. Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih berat
5. Kedua telinga tuli sensory neural, kiri lebih berat
Tes Schwabach
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita dengan hantaran tulang pemeriksa dengan
catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal.
1. Getarkan garpu tala frekwensi 256 atau 512 Hz dengan lembut
2. Letakkan pada planum mastoid
3. Penderita diinstruksikan untuk mengangkat tangan bila sudah tidak mendengar bunyi dari garpu tala atau
sebaliknya
4. Pindahkan garpu tala ke planum mastoid pemeriksa bila penderita sudah tidak mendengar
5. Tes dilakukan pada kedua telinga
6. Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan
Evaluasi test schwabach
1. Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar dengungan dan
keadaan ini ditemukan pada tuli sensory neural
2. Schwabach memanjang berarti penderita masih mendengar dengungan dan keadaan ini ditemukan
pada tuli konduktif
3. Schwabach normal berarti pemeriksa dan penderita sama-sama tidak mendengar dengungan. Karena
telinga pemeriksa normal berarti telinga penderita normal juga.
70
3. Tes Fungsi Keseimbangan, Tes Penghidu, dan Tes Pengecapan
Tes Fungsi Penghidu
Pemeriksaan ini:
- Sangat baik untuk skrining
- Penderita diinstruksikan untuk mengendus bau dari beberapa bahan yang disediakan (kopi atau teh) dengan
mata tertutup.
- Bahan-bahan tersebut didekatkan perlahan-lahan ke hidung penderita. Dimulai kira-kira 20 – 30 cm dari mid
sternum.
- Normosmik : dapat menghidu dari jarak > 10 cm
- Hiposmik : 0 – 10 cm ( 1, 2, 3 dan 4 cmm : berat )
- Anosmik : tidak dapat mencium sama sekali

Tes Fungsi Pengecapan


Nilai normal diperoleh bila penderita dapat merasakan sensasi rasa manis 50 detik setelah diletakkan dan mencapai
puncaknya dalam waktu 2 menit. Untuk sensasi rasa asin sensasi dirasakan pada saat substansi diletakkan dan
menurun dalam waktu 2 menit. Untuk sensasi asam dan pahit nilai normal didapatkan bila penderita merasakan
sensasi tersebut dalam 2 menit. Dikatakan Hipogeusia bila sensasi dirasakan setelah 2 menit dan Ageusia bila
penderita tidak merasakan apa-apa

No. Langkah Klinik


TES PENGHIDU
1. Terangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk pemeriksaan
3. Atur posisi duduk dengan pasien
4. Penderita diinstruksikan untuk menutup mata dan lubang hidung yang tidak akan di tes
5. Letakkan bahan tes (kapas alkohol) di depan mid sternum, kira-kira 20-30 cm dari lubang hidung yang akan
diperiksa
6. Perlahan-lahan gerakkan bahan tes dari bawah ke atas menuju lubang hidung yang akan diperiksa
7. Tanyakan kepada penderita apa sudah mencium bau
8. Catat hasil dan interpretasi
TES PENGECAPAN
1. Terangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2.  Persiapkan alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan
Atur posisi duduk dengan pasien
3. Penderita diinstruksikan menjulurkan lidah sementara hidung ditutup.
4. Letakkan bahan tes sebagai berikut : untuk rasa manis letakkan pada ujung lidah, rasa asam pada kedua tepi
lidah, rasa asin pada ujung dan tepi lidah, rasa pahit pada belakang lidah.
5. Catat waktu yang dibutuhkan pada saat meletakkan bahan tes sampai terjadi sensasi, catat sensasi yang
dirasakan oleh penderita
6. Penderita disuruh berkumur-kumur setiap selesai satu tes sebelum dilanjutkan ke tes berikutnya
7. Mencatat hasil yang diperoleh kemudian diinterpretasikan.

4. Pemeriksaan Mata Sederhana


No. Langkah Klinik
Melakukan Anamnesis Lengkap Pada Penderita dengan Kelainan Mata
1. Beri salam/ memperkenalkan diri dengan cara yang sopan.
2. Atur posisi duduk penderita.
3. Tanyakan identitias penderita
4. Tanyakan keluhan utama
5. Tanyakan lebih detil hal yg berhubungan dengan keluhan utama al., lamanya, serta gejala penyerta bila ada.
6. Tanyakan kelainan mata yang pernah diderita.
7. Tanyakan riwayat penyakit yang lain.
71
8. Tanyakan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga/ lingkungan
Melakukan Persiapan untuk Pemeriksaan Visus yang Baik
9. Mintalah penderita duduk pada jarak 5/6 m dari optotipe Snellen
10. Minta penderita untuk menutup satu matanya tanpa menekan bola mata
11. Minta penderita untuk melihat ke depan dengan santai tanpa melirik dan mengerutkan kelopak mata
12. Minta penderita untuk menyebut angka/ simbol yang ditunjuk
13. Tunjuk angka/ simbol pada optotip Snellen dan atas ke bawah.
14. Tentukan visus penderita sesuai dengan hasil pemeriksaan dan tulis hasis visus
Melakukan Pemeriksaan Segmen Anterior Bola Mata/ Iluminasi Obliq
15. Pemeriksa duduk di depan penderita pada jarak jangkauan tangan
16. Ruangan dibuat setengah gelap
17. Gunakan senter yang diarahkan ke mata pendertia dengan posisi senter 45-60o dari temporal mata
yang akan diperiksa, dimulai pada mata kanan.
18. Lakukan pemeriksaan segmen anterior bola mata dimulai dari kelopak mata, lebar fisura palpebra, posisi
bola mata.
19. Lakukan pemeriksaan bulu mata atas dan bawa, konjungtiva palpebra superior dan inferior,
konjungtiva bulbi, kornea, kamera okuli anterior, iris, lensa dan vitreus anterior
Melakukan Pemeriksaan Tekanan Bola Mata dengan Metode Palpasi
20. Pemeriksa duduk berhadapan dengan penderita dengan jarak jangkauan tangan pemeriksa, (25 – 30 cm).
21. Mintalah penderita diminta untuk melirik ke bawah.
22. Mulailah pemeriksaan dari mata kanan.
23. Kedua jari telunjuk berada pada palpebra superior, Jari kelingking, tengan dan jari manis memfiksasi
didaerah tulang sekitar orbita.
24. Jari telunjuk secara bergantian menekan bola mata melalui palpebra dan merasakan besarnya tekanan bola
mata.
25. Besarnya tekanan dilambangkan dengan Tn, Tn-1, Tn-2, Tn+1, Tn+2, Tn+3. Prosedur yang sama dilakukan
pula pada mata kiri
Melakukan Pemeriksaan Tekanan Bola Mata dengan Cara Indentasi Menggunakan Tonometer Schiotz
26. Baringkan penderita di tempat tidur.
27. Teteskan pda kedua mata dengan tetes mata Pantocain 0,5%
28. Gunakan beban tonometer yang terendah, 7,5 gr.
29 Desinfeksi indentesi dengan alkohol 70%, biarkan samapi alkohol mengering. Saat mata kanan diperiksa
perintahkan ibu jari tangan kirimenunjuk ke atas. Mata kanan yang diperiksa difiksasi pada ibu jari tangan
kiri yang menunjuk ke atas tadi, demikian sebaliknya.
30 Letakkan tonometer dengan hati-hati pada kornea, selanjutnya baca skala yang ditunjukkan. Lakukan
sebanyak 3 kali pada masing-masing mata dan tentukan nilai rata-rata dari ketiga pemeriksaan tersebut.
31. Konfersi ukuran dengan tabel yang tersedia.
Melakukan Pemeriksaan Segmen Posterior
32. Persiapkan alat untuk pemeriksaan segmen posterior bola mata. Ruangan dibuat setengah gelap, penderita
diminta melepas kacamata dan pupil di midriasis dengan tetes mata mydriatil
33. Sesuaikanlah lensa oftalmoskop disesuaikan dengan ukuran kaca mata penderita
34. Mata kanan pemeriksa memeriksa mata kanan penderita, mata kiri pemeriksa memeriksa mata kiri
penderita.
35. Mintalah penderita untuk melihat satu titik di belakang
36. Arahkan ke pupil dari jarak 25-30 cm oftalmoskop untuk melihat refleks fundus dengan posisi/cara pegang
yang benar
37. Periksa secara perlahan maju mendekati penderita kurang lebih 5 cm.
38. Sesuaikan fokus dengan mengatur ukuran lensa pada oftalmoskop.
39. Amati secara sistematis struktur retina dimulai dari pupil N. optik, arteri dan vena retina sentral, area
makula, dan retina perifer.
40. Catalah hasil yang didapat dalam status penderita
Melakukan Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata
41. Pemeriksa duduk berhadapan dengan penderita dengan jarak jangkauan tangan (30-50 cm)
42. Jelaskan maksud pemeriksaan

72
43. Mintalah kepada pasien untuk memandang lurus ke depan.
44. Arahkan senter pada bola mata dan amati pantulan sinar pada kornea, kemudian gerakkan senter dengan
menyerupai huruf H dan berhenti sejenak pada waktu senter berada di lateral dan lateral atas, dan
lateran bawah (mengikuti six cardinal of gaze).
45. Posisi dan pasangan bola mata diamati selama senter digerakkan.
46. Gunakan jari mata penderita difiksasi kemudian diminta untuk mengikuti/ melihat ujung pensil yang
digerakkan mendekat ke arah hidung penderita.
47. Hasil interpretasi dicatat dalam status.
Melakukan Pemeriksaan Lapang Pandangan dengan Konfrontasi
48. Mintalah penderita untuk duduk berhadapan posisi bola mata antara penderita dan pemeriksa selaras
dengan jarak 30 – 50 cm.
49. Terangkan maksud pemeriksaan dimulai dari mata kanan. Mata yang tidak diperiksa ditutup.
50. Tutuplah mata di sisi yang sama dengan mata penderita yang ditutup.
51. Difiksasi pada mata pasien yang tidak ditutup.
52. Mintalah penderita agar memberi respons bila melihat objek yang digerakkan pemeriksa di mana
mata tetap terfiksasi dengan mata pemeriksa.
53. Gerakkan obyek dari perifer ke tengah dari arah superior, superior temporal, temporal, temporal inferior,
inferior, inferior nasal, nasal, nasal superior
54. Catatlah hasil pemeriksaan dalam status penderita
55. Diagnosa dan rencanakan tatalaksananya
56. Tetapkan Prognosis

5. Pemeriksaan Fungsi Sensorik


No. Langkah Klinik
A. PEMERIKSAAN SENSASI TAKTIL
Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
Memilih dengan benar alat yang akan digunakan
Memberikan rangsangan secara ringan tanpa memberi tekanan jaringan subkutan
Meminta penderita untuk menyatakan “YA” atau “TIDAK” pada setiap perangsangan
Meminta penderita untuk menyebutkan daerah yang dirangsang
Meminta penderita untuk menjelaskan deskriminasi dua titik yang dirangsang, menggunakan alat ‘jangka’
dengan jarak dua titik tersebut maksimal 2 cm
B. SENSASI NYERI SUPERFISIAL
Mata penderita tertutup
Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum tadi terhadap dirinya sendiri
Tekanan terhadap kulit penderita seminimal mungkin jangan sampai menimbulkn perlukaan.
Penderita jangan ditanya: apakah Anda merasakan ini atau apakah ini runcing?
Rangsangan terhadap kulit dikerjakan dengan ujung jarum dan kepala jarum secara
bergantian, sementara itu penderita diminta untuk menyatakan sensasinya sesuai dengan
pendapatnya.
Penderita juga diminta untuk menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas ketajaman rangsangan di
daerah yang berlainan
Apabila dicurigai ada daerah yang sensasinya menurun maka rangsangan dimulai dari daerah tadi menuju
ke arah yang normal
C. PEMERIKSAAN SENSASI SUHU
Penderita lebih baik dalam posisi berbaring.
Mata penderita tertutup
Tabung dingin/panas terlebih dahulu dicoba terhadap diri pemeriksa. Tabung ditempelkan pada kulit
penderita, dan penderita diminta untuk menyatakan apakah terasa dingin atau pa nas.
Sebagai variasi, penderita dapat diminta untuk menyatakan adanya rasa hangat
Pada orang normal, adanya perbedaan suhu 2-5 oC sudah mampu untuk mengenalinya.
D. PEMERIKSAAN SENSASI GERAK DAN POSISI
Mata penderita tertutup. Penderita dapat duduk atau berbaring

73
Jari-jari penderita harus benar-benar dalam keadaan relaksasi dan digerakkan secara pasif oleh pemeriksa,
dengan sentuhan seringan mungkin sehingga dihindari adanya tekanan terhadap jari-jari tadi.
Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan posisi jari ataupun apakah ada
gerakan pada jarinya.
Apabila diperoleh kesan adanya gangguan sensasi gerak dan posisi, maka dianjurkan untuk memeriksa
bagian tubuh lain yang ukurannya lebih besar, misalnya tungkai bawah atau lengan bawah.
Cara lain ialah dengan menempatkan jari-jari salah satu tangan penderita pada posisi tertentu, sementara
itu, mata penderita tetap tertutup; kemudian penderita diminta untuk menjelaskan posisi jari-jari tadi
ataupun menirukan posisi tadi pada tangan yang satunya lagi
E. PEMERIKSAAN SENSASI GETAR / VIBRASI
Getarkan garpu tala terlebih dahulu, dengan jalan ujung garpu tala dipukulkan pada benda
padat/keras yang lain.
Kemudian pangkal garpu tala segera ditempelkan pada bagian tubuh
Yang dicatat ialah tentang intensitas dan lamanya vibrasi.
Kedua hal tersebut bergantung pada kekuatan penggetaran garpu tala dan interval antara penggetaran
garpu tala tadi dengan saat peletakan garpu tala pada bagian tubuh yang diperiksa.
F. PEMERIKSAAN SENSASI TEKAN
Penderita dalam posisi terbaring dan mata tertutup.
Ujung jari atau benda tumpul ditekankan atau disentuhkan lebih kuat terhadap kulit.
Di samping itu, dapat diperiksa dengan menekankan struktur subkutan, misalnya massa otot,
tendo, dan saraf itu sendiri, baik dengan benda tumpul atau dengan ’’cubitan’’ dengan skala yang
lebih besar.
Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada tekanan dan sekaligus diminta untuk
mengatakan daerah mana yang ditekan tadi.
G. PEMERIKSAAN SENSASI NYERI DALAM ATAU NYERI TEKAN
Massa otot, tendo atau saraf yang dekat permukaan ditekan dengan ujung jari atau dengan
“mencubit” (menekan di antara jari telunjuk dan ibu jari). Penderita diminta untuk menyatakan
apakah ada perasaan nyeri atau tidak; pernyataan ini dicocokkan dengan intensitas tekanan atau
cubitan.

L. Onkologi
1. Anamnesis
No. Langkah Klinik
Informed consent dan menanyakan identitas diri
Menanyakan keluhan tambahan yang berhubungan dengan keluhan utama :
- Cachexia
- Demam
- BB menurun
- Pendarahan
Melakukan anamnesis yang berkaitan dengan sistem :
- Syaraf : Cephalgia, vertigo, nyeri, lateralisasi, lupa, muntah projektil
- Spesial sense : Susah menelan, hidung tersumbat, mimisan, tinitus, gangguan penglihatan
- KGB : Nyeri, pembesaran KGB (sengkelan)
- Saluran pernafasan : sesak nafas, batuk berdarah, perubahan suara, gangguan bicara,
- Saluran pernafasan : sesak nafas, batuk berdarah, perubahan suara, gangguan bicara,
- Kulit : Effloresensi kulit
- Ginekologi : Vagina : discharge, post coital bleeding, benjolan, nyeri/nyeri menstruasi/nyeri saat
coitus, meno/metrorhagia
- Payudara : perubahan warna kulit dipayudara, nipple discharge, peau d’ orange, lesi satelit, ulkus,
dimpling, benjolan.
- Saluran cerna : BAB berdarah, perubahan BAB, Berlendir,
- Saluran kemih : BAK berdarah, Perubahan BAK, rasa nyeri
- Musculosceletal : Nyeri tulang, fraktur patologis
Menggali penyakit dahulu dan yang berkaitan dengan keluhan (contoh: riwayat jatuh dan di urut)

74
Menggali penyakit keluarga
Riwayat Psikososial
Menggali riwayat pengobatan/pemeriksaan penunjang sebelumnya.
Membuat resume secara tertulis. DD, pemeriksaan lanjutan

2. Pemeriksaan Payudara
INDIKASI :
Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) diperiksa secara rutin setiap bulan, seminggu setelah menstruasi dimulai
usia 20 tahun
No. Langkah Klinik
A. MELAKUKAN PEMERIKSAAN SADARI
1. Berdiri di depan cermin dengan posisi :
a. kedua tangan menekan punggung
b. kedua tangan diangkat lurus ke atas
2. Inspeksi yang diperhatikan adalah :
a. apakah kedua payudara simetris (jarak kedua puting susu ke garis tengah tubuh sama kiri & kanan)
b. apakah ada retraksi papila
c. apakah ada perubahan warna kulit payudara
d. apakah ada benjolan, cekukan atau kulit seperti kulit jeruk di payudara.
3. Palpasi :
- Palpasi seluruh area payudara kanan dan kiri dengan cara payudara kanan di palpasi dengan tangan
kiri dan payudara kiri di palpasi dengan tangan kanan secara bergantian
- Memencet papila dengan ibu jari dan telunjuk untuk melihat apakah ada keluar cairan
B. MELAKUKAN PEMERIKSAAN PAYUDARA PASIEN
1. Ucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Mintalah penderita untuk duduk
3. Ciptakan suasana yang menyenangkan
4. Tanyakan identitas lengkap penderita dan keluhan utamanya
5. Jelaskan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan pada Penderita (informed consent)
6. Penderita dipersilahkan membuka baju kemudian berbaring diatas tempat tidur dengan kedua tangan
menekan punggung atau kedua tangan menekan belakang kepala atau kedua tangan lurus ke atas sehingga
m.Pectoralis mayor meregang.
7. Pemeriksa cuci tangan rutin
C. MELAKUKAN PEMERIKSAAN
8. Inspeksi : perhatikan
- Simetris
- Retraksi papila
- Dimpling
- Peau de’orange
- Warna kulit/pelebaran vena
- Ulkus
- Lecet pada areola mamma
- Benjolan
- Satelit
9. Pemeriksa Palpasi area payudara, axilla, supraklavikula dextra dan sinistra
- Lokasi
- Ukuran/jumlah tumor
- Konsistensi
- Perlengketan ke jaringan sekitar
- Permukaan tumor (licin/berbenjol)
- Nyeri
- Pembesaran kelenjar axilla, supraklavikuler
D. SELESAI PEMERIKSAAN
10. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada penderita
75
11. Menutup dan mengucapkan salam
12. Pemeriksa cuci tangan asepsis

3. Pemeriksaan Palpasi Kelenjar Limfe Leher


INDIKASI
Untuk mengetahui sifat-sifat dari suatu pembesaran kelenjar limfa massa pada leher yang mana sangat berhubungan
dengan suatu tumor ganas maupun jinak atau suatu infeksi.
No. Langkah Klinik
1. Informed consent dan cuci tangan
PEMERIKSAAN KELENJAR LIMFE
2. Dengan sopan persilahkanlah penderita duduk tegak menghadap pemeriksa
3. Berdirilah didepan atau dibelakang penderita
4. Palpasi dilakukan secara sistematis, dimulai pada daerah yang diindikasi oleh pemeriksaan inspeksi.
5. Palpasi kelenjar limf submental dan submandibular yaitu pemeriksa berada di belakang penderita
kemudian palpasi dilakukan dengan kepala penderita condong ke depan sehingga ujung jari-jari meraba di
bawah tepi mandibula. Kepala dapat dimiringkan dari satu sisi kesisi yang lain sehingga palpasi dapat
dilakukan pada kelenjar yang superficial maupun yang profunda. Dapat juga dilakukan palpasi bimanual dari
luar dan dalam mulut. Gambar 2,3,4.
6. Palpasi rantai kelenjar jugularis dapat dimulai di uperficial dengan melakukan penekanan ringan dengan
menggerakan jari-jari sepanjang m.sternocleido mastoideus. Pada palpasi yang lebih dalam, ibu jari ditekan
di bawah m. Sternocleido mastoideus pada kedua sisi sehingga dapat dipalpasi kelenjar yang terdapat di sub
atau retro dari muskulus ini. Bila pemeriksaan ini negatip atau meragukan, maka pemeriksa harus berdiri
dibelakang penderita kemudian ibu jari digunakan untuk menggeser m. Sternocleido mastoideus ke depan
sementara jari yang lain meraba pada tepi anterior muskulus tersebut. Perabaan secara bilateral dan
simultan selalu dianjurkan untuk menilai perbedaan antara kedua sisi. Palpasi kelenjar leher ini agak sulit
pada orang gemuk, leher pendek dan leher yang berotot, terutama bila kelenjarnya masih kecil. Gambar
5,6,7.
7. Palpasi kelenjar limfa asesorius dilakukan dengan menekan ibu jari pada tepi posterior m. trapezius ke
depan dan jari-jari ditempatkan pada permukaan anterior muskulus ini. Gambar 8
8. Palpasi kelenjar limfa supraklavikular dapat dilakukan dengan duduk di depan atau berdiri dibelakang
penderita dimana jari-jari digunakan untuk palpasi fosa supraklavikular. Gambar 9,10.
SELESAI PEMERIKSAAN
9. Jelaskanlah hasil pemeriksaan kepada penderita. Ucapkanlah terima kasih dan salam ke pada penderita.
Cuci tangan.

4. PAP SMEAR dan IVA


Indikasi
• Riwayat keputihan
• Riwayat perdarahan kontak
• Tumor pelvik
• Pemeriksaan rutin untuk penapisan awal
Syarat pemeriksaan : Tiga hari sebelumnya pasien tidak melakukan koitus dan tidak sedang menstruasi.
No. Langkah Klinik
A. PERSETUJUAN PEMERIKSAAN (INFORM CONSENT)
1. a. Jelaskanlah tentang prosedur pemeriksaan
76
b. Jelaskanlah tentang tujuan pemeriksaan
c. Jelaskanlah bahwa proses pemeriksaan mungkin akan menimbulkan perasaan khawatir atau kurang
menyenangkan tetapi pemeriksa berusaha menghindarkan hal tersebut
d. Pastikan bahwa pasien telah mengerti prosedur dan tujuan pemeriksaan
e. Mintakan persetujuan lisan untuk melakukan pemeriksaan
f. Menjaga kerahasiaan pasien
B. PERSIAPAN PERALATAN
2. ALAT YANG AKAN DIPAKAI PADA KLIEN - Spray atau staining jar + etil alkohol 96%
- Kapas dan larutan NaCl - Meja instrument + doek hijau
- Spekulum cocor bebek (Grave’s speculum) - Ranjang ginekologi dengan penopang kaki
- Penjepit kasa - Lampu sorot
- Spatula Ayre - Label gelas objek
- Cyto brush - Kursi Pemeriksa
- Gelas objek
3. ALAT YANG AKAN DIPAKAI PEMERIKSA
- Sarung tangan bersih (bukan steril) - Tissue towel
- Apron dan baju periksa - Kacamata pelindung
- Sabun dan air bersih
C. MEMPERSIAPKAN PASIEN
4. Minta pasien untuk mengosongkan kandung kemih dan melepas pakaian dalam
5. Persilahkan pasien untuk berbaring di ranjang ginekologi
6. Atur pasien pada posisi litotomi.
7. Hidupkan lampu sorot, arahkan dengan benar pada bagian yang akan diperiksa
D. MEMPERSIAPKAN DIRI
8. a. Cuci tangan kemudian dikeringkan dengan tissue towel.
9. b. Pakai sarung tangan
E. PEMERIKSAAN
Inspeksi
10. a. Pemeriksa duduk pada kursi yang telah disediakan, menghadap ke aspekus genitalis.
b. Periksa pandang (inspeksi) pada daerah vulva dan perineum : apakah ada tumor, luka, cairan
(discharge), perubahan warna kulit.
Penggunaan spekulum
11. a. Ambil spekulum dengan tangan kanan, masukkan ujung telunjuk kiri pada introitus vagina (agar
terbuka), masukkan ujung spekulum dengan arah sejajar introitus (yakinkan bahwa tidak ada bagian
yang terjepit) lalu dorong bilah ke dalam lumen vagina.
b. Setelah masuk setengah panjang bilah, putar spekulum 90º hingga tangkainya ke arah bawah. Atur bilah
atas dan bawah dengan membuka kunci pengatur bilah atas bawah (hingga masing-masing bilah
menyentuh dinding atas dan bawah vagina).
c. Tekan pengungkit bilah sehingga lumen vagina dan porsio tampak jelas (perhatikan ukuran dan warna
porsio, dinding dan sekret vagina atau forniks).
Persiapan dan prosedur pengambilan sampel
12. Jika sekret vagina banyak, bersihkan secara hati-hati (supaya pengambilan epitel tidak terganggu).
13. Melakukan pengambilan sampel pada permukaan porsio (ektoserviks) dengan menggunakan spatula ayre
yang diputar 360.
14. Mengusapkan sampel pada gelas objek dengan benar (yaitu sesuai dengan sisi spatula yang dipergunakan
untuk menghapus permukaan serviks ketika mengambil sampel).
15. a. Melakukan pengambilan sampel endoserviks (di kanalis servikalis) mempergunakan cytobrush dengan
memutar 360 sebanyak satu atau dua putaran.
16. b. Mengusapkan pada gelas objek yang sama pada tempat yang berbeda dengan sampel yang pertama,
sehingga tidak sampai tertumpuk.
17. Sampel segera difiksasi sebelum mengering. Bila menggunakan spray usahakan menyemprot dari jarak 20 –
25 cm atau merendam pada wadah (staining jar) yang berisi etilalkohol 95% selama 15-30 menit, kemudian
diangkat dan biarkan mengering sendiri serta diberi label
Pengakhiran prosedur pengambilan sampel

77
18. a. Setelah pemeriksaan selesai, lepaskan pengungkit dan pengatur jarak bilah, kemudian keluarkan
spekulum.
19. b. Letakkan spekulum pada tempat yang telah disediakan
20. Pemeriksa berdiri untuk melakukan periksa bimanual untuk tentukan konsistensi porsio, besar dan arah
uterus serta keadaan parametrium
21. - Angkat tangan kiri dari dinding perut, usapkan larutan NaCl pada bekas sekret/cairan di dinding perut
dan sekitar vulva/perineum.
22. - Beritahukan pada ibu bahwa pemeriksaan sudah selesai dan persilahkan ibu untuk mengambil tempat
duduk.
F. PENCEGAHAN INFEKSI
23. a. Kumpulkan semua peralatan dan lakukan dekontaminasi
24. b. Buang sampah pada tempatnya
25. c. Bersihkan dan lakukan dekontaminasi sarung tangan
26. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir dan keringkan dengan tissue towel
G. RENCANA LANJUTAN
27. a. Catat hasil pemeriksaan pada rekam medis
28. b. Buat pengantar pemeriksaan ke ahli patologi anatomi
29. c. Buat jadwal kunjungan ulang

IVA (inspeksi visual dengan asam asetat)


Syarat pemeriksaan IVA:
- Sudah pernah melakukan hubungan seksual
- Tidak sedang datang bulan/haid
- Tidak sedang hamil
- 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Tujuan
Untuk mendeteksi kelainan yang terjadi pada serviks sedini mungkin.
No. Langkah Klinik
PERSETUJUAN PEMERIKSAAN (INFORM CONSENT)
1. a. Jelaskanlah tentang prosedur pemeriksaan
b. Jelaskanlah tentang tujuan pemeriksaan
c. Jelaskanlah bahwa proses pemeriksaan mungkin akan menimbulkan perasaan khawatir atau kurang
menyenangkan tetapi pemeriksa berusaha menghindarkan hal tersebut
d. Pastikan bahwa pasien telah mengerti prosedur dan tujuan pemeriksaan
e. Mintakan persetujuan lisan untuk melakukan pemeriksaan
f. Menjaga kerahasiaan pasien
B. PERSIAPAN PERALATAN
2. ALAT YANG AKAN DIPAKAI PADA KLIEN
- Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan - Asam asetat (3-5%)
posisi litotomi. - Swab-lidi berkapas
- Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan - Sarung tangan
pasien berada pada posisi litotomi
- Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks
- Spekulum vagina
3. ALAT YANG AKAN DIPAKAI PEMERIKSA
- Sarung tangan bersih (bukan steril) - Tissue towel
- Apron dan baju periksa - Kacamata pelindung
- Sabun dan air bersih
C. MEMPERSIAPKAN PASIEN
4. Minta pasien untuk mengosongkan kandung kemih dan melepas pakaian dalam
5. Persilahkan pasien untuk berbaring di ranjang ginekologi
6. Atur pasien pada posisi litotomi.
7. Hidupkan lampu sorot, arahkan dengan benar pada bagian yang akan diperiksa
D. MEMPERSIAPKAN DIRI

78
8. a. Cuci tangan kemudian dikeringkan dengan tissue towel.
9. b. Pakai sarung tangan
E. PEMERIKSAAN
Inspeksi
10. a. Pemeriksa duduk pada kursi yang telah disediakan, menghadap ke aspekus genitalis.
b. Periksa pandang (inspeksi) pada daerah vulva dan perineum : apakah ada tumor, luka, cairan
(discharge), perubahan warna kulit.
Penggunaan spekulum
11. a. Ambil spekulum dengan tangan kanan, masukkan ujung telunjuk kiri pada introitus vagina (agar
terbuka), masukkan ujung spekulum dengan arah sejajar introitus (yakinkan bahwa tidak ada bagian
yang terjepit) lalu dorong bilah ke dalam lumen vagina.
b. Setelah masuk setengah panjang bilah, putar spekulum 90º hingga tangkainya ke arah bawah.
Atur bilah atas dan bawah dengan membuka kunci pengatur bilah atas bawah (hingga masing-masing
bilah menyentuh dinding atas dan bawah vagina).
c. Tekan pengungkit bilah sehingga lumen vagina dan porsio tampak jelas (perhatikan ukuran dan warna
porsio, dinding dan sekret vagina atau forniks).
Persiapan dan prosedur pengambilan sampel
12. Jika sekret vagina ditemukan banyak, bersihkan secara hati-hati (supaya tak mengganggu pandangan).
Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai kapas steril basah untuk menyerapnya.
13. Dengan menggunakan pipet atau kapas, larutan asam asetat 3-5% diteteskan ke leher rahim.
14. Dalam waktu kurang lebih satu menit, perhatikan reaksinya pada leher rahim.
15. Menganalisa hasil:
Mlihat ada/tidaknya white appearence.
Bila warna leher rahim berubah menjadi keputih-putihan, kemungkinan positif terdapat kanker.
16. Bila tidak didapatkan gambaran epitel putih pada daerah transformasi berarti hasilnya negatif.
17. INTERPRETASI IVA
- IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
- IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip serviks).
- IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epitelium)
Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan
ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks, masih
akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif
dini (stadium IB-IIA).
Pengakhiran prosedur pengambilan sampel
18. Setelah pemeriksaan selesai, lepaskan pengungkit dan pengatur jarak bilah, kemudian keluarkan spekulum.
19. Letakkan spekulum pada tempat yang telah disediakan
20. Pemeriksa berdiri untuk melakukan periksa bimanual untuk tentukan konsistensi porsio, besar dan arah
uterus serta keadaan parametrium
21. Angkat tangan kiri dari dinding perut, usapkan larutan NaCl pada bekas sekret/cairan di dinding perut dan
sekitar vulva/perineum.
22. Beritahukan pada ibu bahwa pemeriksaan sudah selesai dan persilahkan ibu untuk mengambil tempat
duduk.
F. PENCEGAHAN INFEKSI
23. Kumpulkan semua peralatan dan lakukan dekontaminasi
24. Buang sampah pada tempatnya
25. Bersihkan dan lakukan dekontaminasi sarung tangan
26. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir dan keringkan dengan tissue towel
G. RENCANA LANJUTAN
27. Catat hasil pemeriksaan pada rekam medis
28. Buat pengantar pemeriksaan ke ahli patologi anatomi
29 Buat jadwal kunjungan ulang

79
M. Neuropsikiatri
1. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran
No. Langkah Klinik Skor
A. RESPONS MATA (E)
Membuka mata spontan 4
Mata terbuka dengan rangsang suara (perintah).Meminta klien membuka mata. 3
Mata terbuka terhadap rangsang nyeri. Tekan pada daerah supraorbital/ suprasternal/
kuku jari. 2
Tidak ada reaksi (mata tidak terbuka).Dengan rangsang nyeri klien tidak membuka mata. 1
B. RESPONS MOTORIK (M)
Mengikuti perintah. Menyuruh klien angkat tangan. 6
Melokalisasi nyeri. Berikan rangsang nyeri dengan menekan jari pada supra orbita. Bila 5
klien mengangkat tangan sampai melewati dagu untuk menepis rangsang nyeri tersebut
berarti dapat mengetahui lokasi nyeri.
Reaksi menghindar. Menjauh dari rangsang nyeri. 4
Reaksi fleksi (dekortikasi). Memberikan respons fleksi saat diberikan rangsang nyeri. 3
Ektensi (deserebrasi). Memberikan respons ekstensi saat diberikan rangsang nyeri. 2
Tidak ada respons. Tidak ada gerakan/reaksi saat diberikan rangsang nyeri. 1
C. RESPONS VERBAL (V)
Berorientasi baik. Menjawab dengan orientasi yang baik ( waktu, tempat, dan orang). 5
Bingung (confused). Menjawab namun dengan orientasi yang tidak baik. 4
Tidak tepat (Menjawab namun dengan kata-kata tidak sesuai). 3
Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat dan tidak tepat
Mengerang. (mengeluarkan suara yang tidak punya arti) Tidak mengucapkan kata 2
Tidak ada jawaban / tidak ada respons verbal 1

2. Tanda Rangsang Meningen


Tanda rangsang meningen/ iritasi meningen dapat muncul pada keadaan inflamasi meningen, baik pada infeksi
intrakranial (menigitis) dan adanya benda asing ( contoh adanya darah pada perdarahan subaraknoid, zat
kimia/kontras), dan invasi neoplasma (meningitis carcinoma). Manifestasi klinis pada pasien dengan iritasi meningen
dapat berupa nyeri kepala, kaku kuduk, irritability, fotofobia, mual, muntah dan menifestasi infeksi lainnya berupa
demam. Berbagai manuver digunakan untuk memunculkan tanda rangsang meningen, menghasilkan tension pada
radiks nervus spinalis yang hipersensitif, sehingga menghasikan kontraksi otot protektif, atau gerakan lain untuk
meminimalisis peregangan dan distorsi meningen dan radiks saraf. Pemeriksaan untuk menilai tanda rangsang
meningen adalah kaku kuduk, Kernig, dan Brudzinski
No. Langkah Klinik
KAKU KUDUK
1. Pemeriksa berada di sebelah kanan klien. Klien berbaring telentang tanpa bantal.
2. Tempatkan tangan kiri pemeriksa di bawah kepala klien yang sedang berbaring,
3. Rotasikan kepala klien ke kiri dan ke kanan. Letakkan tangan pemeriksa pada bahu klien, kemudian bahu
klien diangkat sedikit untuk memastikan gerakan bebas dan memastikan klien sedang dalam keadaan rileks.
Catatan: pada kuduk kaku ( meningismus) didapatkan gerakan rotasi kepala ke kiri dan ke kanan kaku.
Kuduk kaku ditemukan pada pasien tetanus.
4. Tempatkan tangan kiri pemeriksa di bawah kepala klien, tangan kanan berada diatas dada klien. Kemudian
tekuk (fleksikan) kepala secara pasif dan usahakan agar dagu mencapai dada.
5. Interpretasi:
- Normal bila kaku kuduk negatif.
- Abnormal bila terdapat tahanan atau dagu tidak mencapai dada
(kaku kuduk positif).
Catatan:
Kontraindikasi pemeriksaan kaku kuduk: cedera servikal
KERNIG’S SIGN
1. Klien berbaring telentang.

80
2.
Fleksikan paha klien pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
3. Tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membuat sudut 135 derajat atau lebih.
4. Interpretasi:
Normal bila ekstensi lutut mencapai minimal 135 derajat
(kernig’s sign negatif)
Abnormal bila tidak dapat mencapai 135 derajat atau terdapat
rasa nyeri (kernig’s sign positif).

BRUDZINSKI I (Brudzinski’s Neck Sign)


1. Klien berbaring telentang.
2. Tangan kiri diletakkan di bawah kepala, tangan kanan di atas dada kemudian dilakukan fleksi kepala dengan
cepat kearah dada klien sejauh mungkin.
3. Tangan yang satunya lagi ditempatkan di dada klien untuk mencegah diangkatnya badan.
4. Interpretasi : Tanda ini positif bila kedua tungkai mengalami
fleksi involunter (fleksi panggul dan lutut bilateral). Tanda
positif dikatakan abnormal. Catatan : Pemeriksaan Brudzinski
I dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan kaku kuduk

BRUDZINSKI II ( Brudzinski’s contralateral leg sign)


1. Klien berbaring telentang.
2. Satu tungkai difleksikan secara pasif pada persendian panggul, sedangkan tungkai yang satu berada dalam
kedaan ekstensi (lurus).
3. Interpretasi : tanda ini positif bila tungkai yang satu terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontraleteral. Tanda positif dikatakan abnormal.
BRUDZINSKI III ( Brudzinski’s cheek sign)
1. Klien berbaring telentang.
2. Tekan tulang zigomatikus.
3. Terjadi fleksi involunter pada kedua ekstremitas atas (fleksi pada siku) (Brudzinski III positif ). Tanda positif
dikatakan abnormal.
BRUDZINSKI IV (Brudzinski’s symphysis sign) (untuk diketahui, tidak untuk dilakukan pada csl ini)
1. Klien berbaring telentang.
2. Tekan di tulang simphisis pubis.
3. Terjadi fleksi involunter pada kedua ekstremitas inferior (Brudzinski IV positif). Tanda positif dikatakan
abnormal.

3. Pemeriksaan Iritasi Radiks


Pemeriksaan untuk menilai adalah iritasi radiks saraf dapat dilakukan dengan pemeriksaan Lasegue ( straight
leg-raising test/ SLR). Nyeri punggung bawah ( low back pain) yang menjalar dibawah lutut lebih berasal dari radiks,
dibandingkan dengan nyeri yang menjalar sampai ke bagian paha belakang. Nyeri pada HNP biasanya memberat saat
pasien duduk dibandingkan berdiri dan diperberat dengan aktivitas seperti membungkuk, gerakan memutar, dan
gerakan mengangkat. Penyebab lain dari nyeri punggung bawah seperti muscle strain, osteoartritis, stenosis spinal
menimbulkan nyeri yang diperberat saat posisi berdiri
No. Langkah Klinik
Pasien diminta berbaring telentang
Pemeriksa mengangkat salah satu tungkai pasien dengan sendi lutut ekstensi hingga mencapai sudut 700 (
Gambar 1).

81
Hasil pemeriksaan positif apabila timbul nyeri radikular pada saat tungkai diekstensikan dan tidak dapat
mencapai sudut 700.
Lasegue positif artinya terdapat lesi/ iritasi radiks. Pemeriksaan Lasegue dapat memberikan hasil positif
pada kondisi inflamasi meningen.
Lakukan pemeriksaan ini pada sisi kontralateral

4. Pemeriksaan Fungsi Luhur


Pemeriksaan status mental merupakan evaluasi fungsi kognitif dan emosi yang harus dilakukan secara runtut dan
sitematis. Mulai dengan fungsi dasar tingkat kesadaran, kemudian fungsi kognitif dasar seperti berbahasa dan
pemeriksaan yang lebih kompleks seperti berhitung, pertimbangan dsb.
No. Langkah Klinik
I. ORIENTASI
1. Klien diminta menyebutkan
- Tanggal
- Hari
- Bulan
- Tahun
- Musim
- Ruangan (klinik, lantai)
- Rumah sakit/kampus,
- Kota
- Propinsi
- Negara
2. Mencatat kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh klien.
3. Adanya kesalahan-kesalahan menunjukkan gangguan orientasi.
II. REGISTRASI
4. Meminta klien mengingat 3 kata :
- Bola
- Melati
- Kursi
III. ATENSI/KALKULASI
5. Meminta mengurangi angka sebanyak lima seri: 100-7; / menyebutkan urutan huruf dari belakang, WAHYU
IV. REKOL (MEMORI)
6. Meminta klien mengingat kembali ketiga kata tadi.
- Bola
- Melati
- Kursi
V. BAHASA
7. Klien diminta menyebutkan jam tangan (arloji), pensil.
8. Kemudian meminta mengulang kata: namun, tanpa dan bila.
9. Menilai pengertian verbal : Meminta klien mengambil kertas ini dengan tangan kanan. Lipatlah menjadi dua
dan letakkan di lantai.
10. Menilai kemampuan membaca dan pengertian bahasa tulisanMeminta pasien untuk membaca dan
mengerjakannya tulisan sbb:
TUTUP MATA ANDA
82
11. Meminta klien untuk menulis kalimat lengkap.
Catatan :
Gangguan menulis disebut agrafia.
VI. KONSTRUKSI
12. Klien diminta meniru gambar ini

Interpretasi hasil MMSE


26-30 = Normal
20-25 = mild cognitive impairement
10-19 = moderate cognitive impairement
0-9 = severe cognitive impairement

5. Pemeriksaan Keseimbangan dan Koordinasi


Fungsi serebelum utama adalah mengatur koordinasi pergerakan. Lesi pada serebelum tidak menyebabkan
kelemahan (weakness) namun hilangnya koordinasi dan kemampuan untuk mengatur pergerakan. Kemampuan
mensinergiskan secara normal faktor motorik, sensorik dalam melakukan gerakan normal. Serebelum digunakan
untuk gerakan sinergistik tersebut, oleh sebab itu serebelum adalah pusat koordinasi. Gangguan koordinasi dapat
disebabkan oleh disfungsi serebelum, sistem motorik, sistem ekstrapiramidal, gangguan psikomotor, gangguan
tonus, gangguan sensorik (fungsi proprioseptik), dan sistem vestibular. Gangguan koordinasi dibagi menjadi
gangguan equilibratory dan non equilibratory. Ekuilibrium menunjukkan funsi mempertahankan keseimbanagn dan
koordinasi seluruh tubuh. Nonekuilibrium menilai kemampuan pasien untuk melaukan gerakan ekstremitas yang
halus. Manifestasi klinis disfungsi serebelum berupa tremor, inkoordinasi, kesulitan berjalan, disartria, nistagmus,
dan ataksia serebelar. Ataksia terdiri dari berbagai derajat dissinergia, dismetria, gangguan koordinasi agonis dan
antagonis, dan tremor.
No. Langkah Klinik
A. TES-TES EQUILIBRIUM
TES ROMBERG
1. Klien diminta berdiri dengan kedua kaki saling merapat pada bagian tumit, pertama kali dengan mata
terbuka ( selama 30 detik) kemudian dengan mata tertutup (selama 30 detik).
2. Interpretasi:
Tes ini untuk membedakan lesi propriseptif (sensori ataksia) atau lesi serebelum.
Pada gangguan proprioseptif jelas sekali terlihat perbedaan antara membuka dan menutup mata. Pada
waktu membuka mata klien masih sanggup berdiri tegak, tetapi begitu menutup mata klien langsung
kesulitan mempertahankan diri dan jatuh. Pada lesi serebelum waktu membuka dan menutup mata klien
kesulitan berdiri tegak dan cenderung berdiri dengan kedua kaki yang lebar (wide base)
TES ROMBERG DIPERTAJAM
1. Klien diminta berdiri dengan tumit kaki yang satu di depan ibu jari kaki berlawanan. Pertama kali dengan
mata terbuka (selama 30 detik) kemudian dengan mata tertutup (selama 30 detik). Interpretasi
pemeriksaan sama dengan tes romberg.
TANDEM GAIT
1.
Klien diminta berdiri, tempatkan tumit yang satu didepan jari-jari kaki berlawanan.
2. Klien diminta berjalan pada satu garis lurus di atas lantai dengan pandangan ke depan.
B. TES-TES NON EQUILIBRIUM
FINGER TO FINGER TEST
1.
Dengan posisi duduk meminta klien untuk merentangkan kedua lengannya.
83
2. Mintalah klien untuk mempertemukan kedua telunjuknya di tengah
3. Dengan mata tertutup, kien diminta mempertemukan kedua jari telunjuknya dengan gerakan cepat.
4. Catat apakah terdapat dismetria. Dismetria ditemukan pada lesi serebelum.
FINGER TO NOSE
1. Klien dalam posisi duduk
2. Klien diminta meletakkan telunjuknya di hidung klien, kemudian meletakkan telunjukknya di telunjuk
pemeriksa.
3. Catat apakah terdapat dismetria dan tremor.
Gejala lesi serebelum adalah ditemukannya dismetria dan tremorintensi.
RAPID ALTERNATING MOVEMENT
1. Klien diminta menggerakkan kedua tangannya bergantian, pronasi dan supinasi dengan posisi siku diam
2. Mintalah klien melakukan gerakan tersebut secepat mungkin, baik dengan mata terbuka maupun dengan
mata tertutup
3. Gangguan diadokinesia disebut disdiadokokinesia (Abnormal)ditemukan pada lesi serebelum.
4. SETELAH SELESAI PEMERIKSAAN
Mampu menjelaskan pada klien tentang hasil pemeriksaan
Syarat pemeriksaan fungsi koordinasi adalah tidak terdapatnya kelemahan sesisi (hemiparesis)
Pemeriksaan lain untuk menilai fungsi keseimbangan adalah pemeriksaan nistagmus.
LANGKAH KLINIK
PEMERIKSAAN NISTAGMUS
1. Mata pasien diminta untuk mengikuti jari pemeriksa ke arah kiri dan kanan sejauh 300 kemudian diamati
apakah timbul nistagmus horizontal.
2. Mata pasien diminta untuk mengikuti jari pemeriksa kearahatas dan bawah, kemudian diamati apakah
muncul nystagmus vertikal.
3. Catatan :
Pada vertigo vestibuler perifer ditemukan nistagmushorizontal,dan rotatoar. Pada vertigo vestibuler
sentraldidapatkan nistagmus vertikal, rotatoar, dan horizontal.

6. Pemeriksaan Motorik
Gangguan pergerakan meliputi kelainanan yang bersifat primer misalnya pada lesi upper motor neuron (UMN)
atau lower motor neuron (LMN) dan sekunder misalnya pada ganglia basalis dan serebelum. Pasien sering datang ke
dokter karena tubuh bagian tertentu tidak bisa bekerja dengan baik. Sebagian besar manifestasi obyektif kelainan
saraf tampak dalam bentuk gangguan gerak otot. Oleh karena itu memeriksa sistem motorik harus dilakukan dengan
mahir.
A. UKURAN OTOT
Lakukanlah inspeksi pada seluruh otot extremitas superior dan inferior.
Bandingkan kiri dan kanan.
Periksalah perubahan bentuk otot (eutrofi, hipertrofi, hipotrofi, atau
atrofi).
Carilah ada atau tidaknya fasikulasi otot.
B. TONUS OTOT
Mintalah klien berbaring dengan santai.
Alihkanlah perhatian klien dengan mengajaknya berbicara.
Angkatlah lengan klien dalam posisi fleksi pada siku dan tangan secara
pasif, kemudian jatuhkanlah lengan tersebut.
Fleksikanlah tungkai bawah pada sendi panggul secara pasif dan
jatuhkanlah.
Lakukanlah pemeriksaan pada anggota gerak kanan dan kiri, pemeriksaan
dapat dilakukan secara bersamaan.
Periksalah tonus otot
- Normal atau
- Abnormal: spastis, flaccid, dan rigid
C. KEKUATAN OTOT
Kekuatan otot ekstremitas atas
84
- Klien diminta melakukan abduksi bahu dan pemeriksa menghalanginya
(shoulder abductors).
- Klien diminta melakukan fleksi lengan bawahnya dan pemeriksa
menghalangi (elbow flexors).
- Klien diminta melakukan ekstensi pergelangan tangan (wrist extensors)
dan pemeriksa menghalanginya.
- Klien diminta melakukan fleksi jari tangan dan pemeriksa
menghalanginya.
Kekuatan otot ekstremitas bawah
Klien diminta untuk memfleksikan panggulnya dan pemeriksa
menghalanginya (hip flexors)
Klien diminta untuk mengekstensikan lututnya dan pemeriksa
menghalanginya (knee extensors)
- Klien diminta untuk malakukan dorsofleksi kaki dan pemeriksa
menghalanginya (foot dorsoflexors)
Klien diminta untuk mengekstensi jari kaki dan pemeriksa
menghalanginya
Menentukan kekuatan otot ektremitas atas dan bawah klien.
Nilai/ skor Deskripsi
5 Kekuatan normal
4 Pergerakan aktif melawan gravitasi dan mampu
melawan tahanan minimal
3 Pergerakan aktif melawan gravitasi, namun tidak
mampu melawan tahanan
2 Pergerakan aktif ekstremitas namun tidak mampu
melawan gravitasi (hanya mampu bergeser)
1 Kontraksi otot yang terlihat tanpa pergerakan
ektremitas
0 Tidak ada kontraksi yang terlihat

7. Pemeriksaan Refleks
Refleks adalah jawaban terhadap suatu perangsangan. Gerakan yang timbul disebut gerakan reflektorik. Seluruh
gerakan reflektorik merupakan gerakan yang bangkit untuk penyesuaian diri, baik untuk menjamin ketangkasan
gerakan volunter, maupun untuk membela diri. Bila suatu perangsangan dijawab dengan bangkitnya suatu gerakan,
menandakan bahwa daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak secara reflektorik terdapat suatu hubungan.
Lintasan yang menghubungkan reseptor dan efektor itu dikenal sebagai busur reflex
KETERAMPILAN MEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
No. Langkah Klinik
A. PEMERIKSAAN REFLEK BISEPS
Mintalah klien duduk dengan santai, alihkan perhatian klien.
Fleksikanlah lengan klien dan lengan bawah dalam posisi antara fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi
Letakkanlah siku klien pada tangan pemeriksa
Letakkanlah ibu jari pemeriksa pada tendo biseps klien lalu pukullah tendo tersebut dengan refleks hammer
Pemeriksaan dilakukan pada kanan dan kiri
Menentukan hasil pemeriksaan (normal, hiperrefleksi, atau hiporefleksi)

B. PEMERIKSAAN REFLEKS TRISEPS


85
Mintalah klien duduk dengan santai
Tempatkanlah lengan bawah klien dalam posisi antara fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi
Mintalah klien merelaksikan lengan bawahnya sepenuhnya
Pukullah tendo otot triseps pada fosa olekrani
Menentukan hasil pemeriksaan (normal, hiperrefleksi, atau hiporefleksi)

C. PEMERIKSAAN REFLEKS BRAKHIORADIALIS


Mintalah klien duduk dengan santai
Tempatkanlah lengan bawah klien dalam posisi antara fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi
Letakkanlah lengan bawah klien di atas lengan bawah pemeriksa
Mintalah klien untuk merelaksasikan lengan bawahnya sepenuhnya
Pukullah tendo brakhioradialis pada radius bagian distal dengan memakai refleks hammer yang datar
Menentukan hasil pemeriksaan (normal, hiperrefleksi, atau hiporefleksi)

D. PEMERIKSAAN REFLEKS PATELLA


Mintalah klien duduk dengan tungkai menjuntai
Palpasilah daerah kanan-kiri tendo patella untuk menetapkan daerah yang tepat.
Peganglah paha bagian distal dengan satu tangan dan dengan tangan yang lain pukullah tendo patella
dengan cepat menggunakan hammer.
Menentukan hasil pemeriksaan (normal, hiperrefleksi, hiporefleksi).
Cara lain : Pemerikasaan refleks patella saat pasien berbaring

E. PEMERIKSAAN REFLEKS ACHILLES


Mintalah klien duduk menjuntai, berbaring, atau berlutut sebagian tungkai bawah terjulur.
Regangkanlah tendo achilles dengan menahan ujung kaki ke arah dorsofleksi.
Pukullah tendo achilles dengan ringan tapi cepat.

Menentukan hasil pemeriksaan (normal, hiperrefleksi, atau hiporefleksi).

86
KETERAMPILAN MEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS
PEMERIKSAAN REFLEKS BABINSKI
Meminta klien berbaring dan istirahat dengan tungkai di luruskan.
Pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya.
Dengan sebuah benda yang berujung agak runcing, telapak kaki digores dari tumit menyusur bagian lateral
menuju pangkal ibu jari.
Positif: dorsofleksi ibu jari kaki, jari-jari lain plantarfleksi meregang (positif menunjukkan kondisi
abnormal).

PEMERIKSAAN REFLEKS OPPENHEIM


Meminta klien berbaring dan istirahat dengan tungkai di luruskan.
Mengurut dengan kuat tulang tibialis anterior ke arah distal dengan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah
Positif: dorsofleksi ibu jari kaki (positif menunjukkan kondisi abnormal).
PEMERIKSAAN REFLEKS HOFFMANN-TROMNER
Mintalah klien berbaring atau duduk
Peganglah pergelangan tangan klien dengan jari-jari difleksikan.
Gunakalah ibu jari untuk menggores dengan kuat ujung jari tengah klien (Snap) (Hoffmann sign)
Positif: gerakan menggenggam pada jari I, II, IV, atau V (positif menunjukkan kondisi abnormal).
Tromner sign : Pemeriksa memegang jari tengah klien dalam posisi ekstensi pasial, kemudian dengan
tangan yang lain, pemeriksa melakukan thumps or flicks the finger pad. Positif: gerakan
menggenggam pada jari I, II, IV, atau V (positif menunjukkan kondisi abnormal)

A. Hoffmann sign B. Tromner sign

8. Pemeriksaan Saraf Kranialis


Seluruh saraf kranialis, kecuali N. I (olfaktorius) dan N. II (optikus), berasal dari batang otak. Serabut-serabut
saraf kranialis ini keluar dari sisi bawah otak dan melewati foramina di basis cranii. Gangguan fungsi pada salah satu
atau beberapa saraf kranialis mengindikasikan adanya lesi yang terlokalisasi di otak, misalnya karena tumor ataupun
perdarahan. Disfungsi saraf kranialis juga dapat mengindikasikan terjadinya gangguan yang lebih luas pada otak,
misalnya adalah peninggian tekanan intrakranial, meningitis atau infeksi generalisata. Dengan demikian,
pemeriksaan fungsi saraf kranial berfungsi memberikan informasi yang dapat membantu menegakkan diagnosis dan
letak terjadinya gangguan.
87
Daftar Isi

KUMPULAN TILIK CSL SEMUA BLOK ........................................................................................................................... 1


A. Muskulo......................................................................................................................................................... 1
1. Anamnesis Sistem Muskuloskeletal .......................................................................................................... 1
2. Teknik Pemeriksaan Sistem Gals ............................................................................................................... 2
3. Pemeriksaan Sindroma Jebakan ............................................................................................................... 3
B. Respirasi ........................................................................................................................................................ 4
1. Anamnesis Keluhan Utama Batuk ............................................................................................................. 4
2. Pemeriksaan Fisik Diagnostik Gangguan Respirasi ................................................................................... 5
3. Teknik Penilaian Foto Thorax .................................................................................................................... 6
4. Teknik Nebulizer........................................................................................................................................ 7
5. Terapi Oksigen ................................................................................................................................................ 8
6. Edukasi Berhenti Merokok ........................................................................................................................... 10
7. Spirometri ............................................................................................................................................... 11
C. Hematologi .................................................................................................................................................. 13
1. Anamnesis Sistem Hematologi................................................................................................................ 13
2. Pemeriksaan Fisik Hematologi ................................................................................................................ 13
3. Teknik Pengambilan Darah ..................................................................................................................... 15
4. Perhitungan Dosis Obat Injeksi Parenteral ............................................................................................. 19
5. Teknik Injeksi Parenteral ......................................................................................................................... 20
D. Kardiovascular ............................................................................................................................................. 22
1. Anamnesis ............................................................................................................................................... 22
2. Pemeriksaan Fisik Jantung ...................................................................................................................... 23
3. EKG .......................................................................................................................................................... 28
E. Tropis........................................................................................................................................................... 28
1. Anamnesis Bercak Kulit ........................................................................................................................... 28
2. Pemeriksaan Fisik Bercak Kulit ................................................................................................................ 29
3. Anamnesis Demam ................................................................................................................................. 33
4. Pemfis Demam ........................................................................................................................................ 34
F. Endokrin ...................................................................................................................................................... 34
1. Anamnesis ............................................................................................................................................... 34
2. Pemeriksaan Fisik dan Tiroid................................................................................................................... 35
3. Status Gizi pasien DM ............................................................................................................................. 37
4. Konsling Pasien DM ................................................................................................................................. 39
5. Insulin ...................................................................................................................................................... 41
G. Reproduksi .................................................................................................................................................. 43
1. Anamnesis Kunjungan Antenatal Pertama ............................................................................................. 43
2. Pemeriksaan Fisik Kunjungan Antenatal Pertama .................................................................................. 44
3. Pemeriksaan ginekologi .......................................................................................................................... 45
4. Pengambilan Sekret Endoserviks ............................................................................................................ 47
5. Pemasangan IUD ..................................................................................................................................... 48
H. Urogenetalia................................................................................................................................................ 51
1. Anamnesis ............................................................................................................................................... 51
2. Pengambilan Sekret Uretra ..................................................................................................................... 51
3. Teknik Pemasangan Kateter.................................................................................................................... 52
4. Teknik Pemeriksaan Prostat dengan Colok Dubur .................................................................................. 54
5. Sirkumsisi ................................................................................................................................................ 55
I. GEH.............................................................................................................................................................. 56
1. Anamnesis ............................................................................................................................................... 56
2. Pemeriksaan Fisik .................................................................................................................................... 57
3. Pemeriksaan Hepar ................................................................................................................................. 59
4. Pemeriksaan Spleen ................................................................................................................................ 60
5. Ballotement Ginjal .................................................................................................................................. 60
6. Pemeriksaan Khusus Ascites ................................................................................................................... 61
7. Rectal Touch (colok dubur) ..................................................................................................................... 61
8. Teknik Pengambilan dan Pengiriman Usap Dubur .................................................................................. 62
J. Geriatri dan Tumbuh Kembang ................................................................................................................... 63
1. Menentukan status gizi anak dengan kurva WHO dan menetukan kebutuhan kalori anak .................. 63
2. Menentukan status gizi anak beradsarkan kurva CDC-NCHS dan menentukan kebutukan kalori anak 64
3. Vaksinasi pada Anak ................................................................................................................................ 66
K. Sistem Indra ................................................................................................................................................ 68
1. Pemeriksaan Fisik Telinga, Hidung, dan Tenggorokan dan Ekstrasi Serumen ........................................ 68
2. Garputala ................................................................................................................................................ 69
3. Tes Fungsi Keseimbangan, Tes Penghidu, dan Tes Pengecapan ............................................................. 71
4. Pemeriksaan Mata Sederhana ................................................................................................................ 71
5. Pemeriksaan Fungsi Sensorik .................................................................................................................. 73
L. Onkologi ...................................................................................................................................................... 74
1. Anamnesis ............................................................................................................................................... 74
2. Pemeriksaan Payudara ............................................................................................................................ 75
3. Pemeriksaan Palpasi Kelenjar Limfe Leher ............................................................................................. 76
4. PAP SMEAR dan IVA ................................................................................................................................ 76
M. Neuropsikiatri.............................................................................................................................................. 80
1. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran ............................................................................................................. 80
2. Tanda Rangsang Meningen ..................................................................................................................... 80
3. Pemeriksaan Iritasi Radiks ...................................................................................................................... 81
4. Pemeriksaan Fungsi Luhur ...................................................................................................................... 82
5. Pemeriksaan Keseimbangan dan Koordinasi .......................................................................................... 83
6. Pemeriksaan Motorik .............................................................................................................................. 84
7. Pemeriksaan Refleks ............................................................................................................................... 85
8. Pemeriksaan Saraf Kranialis .................................................................................................................... 87

Anda mungkin juga menyukai