Anda di halaman 1dari 6

KOMPLIMASI HUKUM EKONOMI SYARIAH (KHES)

A. Payung hukum berlakunya KHES

Payung hukum beralkunya KHES adalah peraturan mahkamah agung (PERMA) No. 2 tahun 2008
tentang KHES. Bunyi PERMA tersebut sebagai berikut.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 02 TAHUN 2008
TENTANG
KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

a. Bahwa untuk kelancaran pemeriksaan dan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah


sebagaimana dimaksud pasal 49 huruf I beserta penjelasan, undang-undang nomor 3 tahun
2006 temntang peradilan agama, undang-undang nomor 19 tahun 2008 tentang surat berharga
syari’ah Negara, pasal 55 undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syari’ah,
perlu dibuat pedoman bagi hakim mengenai hukum ekonomi menurut prinsip syari’ah.
b. Bahwa beerdasar pertimabngan pada huruf a perlu menetapkan peraturan mahkamah agung
republic Indonesia tentang kompilasi hukum ekonomi syar’ah.
Menetapkan
MEMUTUSKAN
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYAR’AH

Pasal 1
1) Hakim pengadilan dalam lingkungan peradilan agama yang memeriksa, mengadili dan
menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan ekonomi syari’ah, mempergunakan sebagai
pedoman prinsip syari’ah dalam kompilasi hukum ekonomi syari’ah.
2) Mempergunanakan sebagai pedoman prinsip ekonomi syari’ah dalam kompilasi hukum
ekonomi syari’ah sebagaimana maksud ayat 1, tidak mengurangi tanggung jawab hakim
untuk mengadili dan menemukan hukum untuk menjamin putusan yang adil dan benar
Pasal 2
Kompilasi hukum ekonomi syari’ah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 adalah kompilasi
hukum ekonmi syari’ah yang menjadi lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari peraturan mahkamah agung.
Pasal 3
Peraturan mahkamah agung ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

B. PERTIMBANGAN PENYUSUNAN KHES

Pertimabnagan penyusunan KHES adalah sebagai berikut:


1. Amanat UU no.3 tahun 2006 tentang peradilan agama, khususnya pasal 49. Bunyi pasal
tersebut sebagai berikut: pasal 49: “ pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan masalah ditingkat pertama. Orang-orang yang beragama islam

1|SEFYANDI
dibidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sedekah dan ekonomi syari’ah.
Dalam UU tersebut kewenangan peradilan agama ditambah dengan perkara ekonomi syari’ah.
2. Amanat UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syari’ah, khususnya IX tentang penyelesaian
senketa, pasal 55. Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut.

Pasal 55

 Penyelsean sengketa perbankan syari’ah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan
agama.
 Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelsean sengketa selain sebagai mana dimaksud
pada ayat (1),penyelsean sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad.
 Penyelsean sengketa sebagai mana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan
prinsif syari’ah.

3. Amanat UU No. 19 tahun 2008 tentang surat berharga syari’ah Negara.

C. PROSES PENYUSUNAN KHES

Mahkmah Agung RI dalam merealisasikan kowenangan baru peradilan agama tersebut telah
menetapkan beberapa kebijakan antara lain, pertama memperbaiki sarana dan prasarana lembaga
peradilan agama baik dalam hal-hal yang menyangkut fisik gedung maupun hal-hal yang
menyangkut peralatan, kedua meningkatkan kemampuan teknis sumber daya manusia atau SDM
peradilan agama dengan mengadakan kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi untu mendidik
para aparat peradilan agama terutama para hakim dalam bidang ekonomi syari’ah, ketiga
membentuk hukum formil dan materil agar menjadi pedoman bagi aparat peradilan agama dalam
memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara ekonomi syari’ah, keempat memenuhi ssitrem dan
prosedur agar perkara yang menyangkut Ekonomi Syari’ah dapat dilaksanakan secara sederhana,
mudah dan biaya ringan.
Kegiatan yang menyakut hukum formil dan materil ekonomi syari’ah, ketua mahkamah agung telah
membentuk tim penyusun KHES berdasarkan surat keputusan No: KMA/097/SK/X/2006 tanggal 20
october 2006 yang diketahui oleh Prof Dr. Abdul Manan

Tugas tim penyusun KHES, yaitu sebagai berikut.


1. Menghimpun dan mengelola bahan-bahan atau materi yang diperlukan.
2. Menyusun Draf KHES.
3. Menyelenggarakan diskusi dan seminar yang mengkaji Draf naskah tersebut dengan lembaga
ulama, dan para pakar ekonomi syari’ah.
4. Menyempurnakan naskah KHES.
5. Melaporkan hasil penyusunan tersebut kepada ketua MA.

Langkah-langkah awal yang dilaksanakan oleh tim penyusun KHES sebagai berikut:
1. Menyusuaikan pola piker ( UNITED LEGAL OPINION)
Untuk mencari keputusan pola pikir dilakukan melalui seminar dengan pembicara dari para
pakar ekonomi syari’ah baik dari dalam perguruan tinggi MUI atau dewan syari’ah Nasional,
badan arbitrasi syari’ah ( Basarnas) dan para praktisi perbankan syari’ah serta para hakim
baik dilakukan peradilan umum maupun dari peradilan agama.

2|SEFYANDI
2. Mencari format yang ideal (United Legal Primiwork)
Untuk mencari format ideal dalam menyusun komplikasi hukum ekonomi syari’ah, maka
tim penyusun telah diadakan pertemuan dengan bank Indonesia dalam rangka mencari
masukkan tentang segala hal yang berlaku pada bank Indonesia terhadap Ekonomi syari’ah
dan sejauh mana pembinaan yang telah dilakukan bank Indonesia terhadap perbankan
syari’ah.
3. Melaksanakan kajian pustakan(library research)
Tim penyusun telah mengadakan kajian terhadap barbagai leteratur ekonomi kontemporer,
baik yang di tulis oleh para ahli hukum ekonomi syariah maupun yang di tulis oleh para ahli
hukum ekonomi konfensianal, baik dari dalam negri maupun luar negri .

D. TUJUAN PENYUSUN KHES

Tujuan penyusun KHES, yaitu sebagai sumber materiil beracara peradilan agama untuk perkara
ekonomi syariah. Atau pedoman hakim dalam memeriksa, memutus perkara ekonomi syariah.
Namun demikian tidak menggurangi tanggung jawab hakim untuk menggali dan menemukan
hukum untuk menjamin putusan yang dan benar.

Menurut Suharto, dan beberapa nilai positif di implementasikannya fikih muamalah dalam bentuk
kompilasi hukum ekonomi syariah.
1. Memudahkan para praktisi hukuk merujuk hukum yang sesuai dengan keinginannya. Kitab-kitab
fikih yang tersebar di dunia tersebar di dunia islam penuh dengan perbedaan pendapat (ikhtilaf)
yang terkadang mmbinggunkan atau menyulitkan.
2. Mengukuhkan fikih islam dengan mengemukakan pendapat yang paling kuat.
3. Menghindari sikap taklid/ta’asub mazhab di kalangan praktisi hukum/praktisi ekonomi syariah.
4. Menciptakan unifikasi hukum bagi lembaga peradilan.
5. Mempuinyai kekuatan memaksa dan mengikat para hakim untuk menggunakan kompilasi
hukum ekonomi syariah sebagai sumber materiil/substansial beracara di peradilan.

E. KEDUDUKAN KHES
Kedudukan KHES, yaitu sebagai berikut.
1. KHES melengkapi pilar peradilan agama
2. Lahirnya undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 9 Tahun 1989
tentang peradilan agama telah membawa perubahan besar terhadap kedudukan dan eksistensi

F. RUANG LINGKUP MATERI KHS


Materi Komplikasi Hukum Ekonomi Syari’ah meliputi sistematika KHES yang terdiri dari empat buku
yang terdiri dan 796 pasal yaitu:
1. Buku I : Tentang Subjek Hukum dan Harta (amwal) yang terdiri dari 3 bab dan 19 pasal;
2. Buku II : Tentang Akad, yang terdiri 29 bab pasal dengan 655 pasal:
3. Buku III : Tentang Zakat dan Hibah, yang terdiri 4 bab dengan 60 pasal;
4. Buku IV : Tentang Akuntasi Syari’ah, yang terdiri 7 bab dengan 62 pasal

Berdasarkan dari materi –materi yang ada di dalam KHES, mnaka dapat disimpulkan
bahwa KHES dapat dikatkan sebagai buku fiqih muamalah ala Indonesia yang disusun dalam
bentuk taqnin ( perundang-undangan modern) sebagai pedoman berbisnis di Indonesia.

3|SEFYANDI
Dalam Buku I yang terdiri dari 3 Bab ini diterangkan mengenai subjek hukum pada bab I diatur
oleh ketentuan umum. Pada Bab II dijelaskan mengenai kecakapan subjek hukum yang dapat
atau tidak dapat melakukan perbuatan hukum, yang kemudian juga diterangkan mengenai
ketentuan dalam perwalian, di mana perwalian tersebut terjadi akibat dari orang yang tidak
cakap yang akan melakukan perbuatan hukum. Pada bab III diatur mengenai amwal atau tyang
secara umum disebut juga kebendaan yang mana diatur mengenai asas kepemilikan, cara
menoleh, dan sifat pemilikan dari amwal itu sendiri.

Dalam buku II yang terdiri dari 29 bab,merupakan buku yang paling banyak pasalnya
dalam komplikasi hukum ekonomi syari’ah. Buku ini mengatur mengenai akad yang berkaitan
dengan kesepakatan dalam mengadakan suatu perjanjian. Pada bab I seperti biasa mengatur
mengenai ketentuan umum, kemudian pada bab II diatur mengenai asa-asas dari akad tersebut.

Pada bab III pada bagian pertama diaturn mengenai rukun dan syarat yang harus
dipenuhi dalam melakukan akad. Pada bagian keduanya dijelaskan yang termasuk kategori
hukum akad yaitu, pada bagian ketiga diterangkan aib kesepakatan atau sahnya akad
kesepakatan dalam suatu perjanjian. Pada bagian keempat diterangkan pihak yang dapat
diangap melakukan ingkar janji dan saksinya. Pada bagian kelima diterangkan yang termasuk
dari keadaan memaksa dalam suatu akad.

Pada bab IV pada bagian pertama diterangkan unsure ba’I . ba’I itu sendiri secara umum
disebut juga jual beli. Pada bagian ketiga dijelaskan tempat dan syarat pelaksanaan bai’. Pada
bagian keempat dijelaskan mengenai apa itu ba’I dengan syrat khsusus. Pada bagian kelima
dijelaskan mengenai berakhirnya akad ba’i. pada bagian keenam dijelaskan objek ba’i. pada
bagian ketujuh dijelaskan mengenai hak yang berkaitan dengan harga barang setelah akad ba’i.
pada bagian kedelapan dijelaskan mengenai serah terima pada bai.

Dalam bab V tentang akibat ba’i. dalam bab ini dijelaskan mengenai akibat ba’i-ba’I
salam( jasa pembiayaan dalam jual beli), ba’I isthna’ (jual beli dengan barang dipesan terlebih
dahulu),ba’I ini dilakukan oleh orang yang sedang menderita penyakit keras, ba’I al-wafa (jual
beli dengan hak membeli kembali),jual belih murabbah, dan konversi akad murabbah.

Pada bab VI tentang syirkah, syrkah secara umum dapat dikatakan kerja sama dengan
beberapa orang dalam hal permodalan,keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu.
Pada bab ini diterangkan mengenai ketentuan umum syirjah,syirkah al-amwal,syirkah abdan,
syirkah mufawadhah,syirkah inan, dan syirkah musyatarakah. Dalam bab VII tentang
Mudharabah yaitu berupa kerja sama antara pemilik modal dengan pengelola modal untuk
mengelola usaha tertentu.

Dalam bab VIII tentang Muzara’ah yaitu suatu kerja sama antara pemilik tanah dengan
pengarap untuk memanfaatkan lahan tersebut, sedangkan musaqah merupakan kerja sama
antara pemilik suatu tanaman dengan pihak-pihak pemeliharaan tanaman tersebut. Pada bab
ini menjelaskan mengenai rukun dan syarat musara’ah maupun musazah.

Dalam bab IX tentang khiyar yaitu mengenai hak pejuang maupu pembeli untuk
melanjutkan atau melanjutkan ataupun membatalkan akat jual beli. Pada bab ini jelaskan

4|SEFYANDI
mengenai khiyar syarth, khiyar naqdi, khiyar ru’yah, khiyar aib’ dan khiyar ghabn dan taghrib.
Pada bab X tentang ijarah yang mana secara umum kita kenal dalam masyarakat yaitu sewa
barang dalam jangka tertentu. Pada bab ini jelaskan mengenai ijarah, syarat pelaksanaann,
peneyelsaian ijarah, uang ijarah dan cara pembayarannya. Kemudian juga diterangkan juga
mengenai penggunaan objek ijarah, pemeliharaan objek ijarah, tanggung jawab kerusakan, nilai
sewrta jangka waktu dari kerusakan tersebut.

Dalam bab XI tenbtang kafalah yang mana kita kenal sebagai jaminan atau garansi oleh
penjamin kepada pemberi pinjaman untuk memenuhi kewajiban peminjam. Pada bab ini
dijelaskan mengenai rukun, syarat kafalah, kafalah muthlaqah (garansi tanpa syarat), kafalah
muqayyah (garansi dengan syarat), kafalah atas diri dan harta, kemudia juga diatur mengenai
pembebasan dari akad kafalah.

Dalam bab XII tentang hawalah yang disebut juga apengelihan utang. Pada bab ini juga
dijelaskan mengenai rukun, syarat, syarat dan akibat dari hawalah. Sedangkan dalam bab XIII
tentang rahn ysng disebut juga sebagai gadai. Pada bab ini juga menjelaskan mengenai rukun,
syarat rahn, penambahan, pembagian harta rahn , pembatalan dari akad rahn, kemudia juga
menerangkan rahn harta pinjaman, hak dan kewajiban dalam rahn baik hak rahin (pembeli
gadai) maupun hak murtahin (penerima gadai). Pada bab ini juga menjelaskan mengenai
penyimpanan dan prenjualan harta rahn.

Dalam bab XIV tentang wadi’ah yaitu penitipan dana. Pada ini dijelaskan mengenai
rukun, syarat rukun, syarat Wadi’ah, macam-macam akad wadi’ah, kemudian juga
menerangkan mengenai penyimpanan, pemiliharaan, pengembalian wadi’ah bih (harta
penitipan). Pada bsb XV tentang gashb dan itlaf. Gashb atau disebut juga perampasan dan
perusakan harta secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam bab XVI tentang syirkah. Pada bab ini lwbih dijelaskan mengenai syirkah milk
atau disebut juga hak milik bersama atas harta. Pada bab XVII tentang wakalah (pemberi
kuasa). Pada bab ini menjelaskan tentang rukun, syarat, macam-macam dan ketentuan umum
tentang wakalah.

Dalam bab XVIII tentang shulh atau perdamaian. Pada bab ini dijelaskan mengenai
ketentuan umum shulh, penggantian objek shulh dan gugatan shulh. Sedangkan pada bab IXI
tentang pelepasan hak, yang mana menjelaskan mengenai pelepasan terhadap hak sesseorang
dalam melakukan perbuatan hukum.
Dalam bab XX tentang ta’min yang disebut juga asuransi. Pada bab ini dijelaskan
mengenai I adah ta’min, akad, mudharabah musytarakah, akad non tabungan pada tam’in dan I
adah ta’min.

Dalam bab XXI dijelaskan tentang obligasi syari’ah mudharabah. Sedangkan dalam bab
XXII tentang pasar modal dijelaskan mengenai prinsip pasar modal syari’ah emiten yang
menerbitkan efek syari’ah dan transaksi efek. Dalam XXIII tentang reksadana syari’ah, yang
mana menjelaskan mengenai mekanisme kegiatan reksadana syari’ah, hubungan, hak, dan
kewajiban.

Pada bab XXIV tentang sertifikat bank syari’ah (sbi syari’ah), kemudia bab XXV dijelaskan
tentang obligasi syari’ah. Dalam bab XXVIII diatur tentang pembiayaan rekening skoran syari’ah.

5|SEFYANDI
Kemudian dalam buku III tentang zakat dan hibah. Dalam bab IV tentang hibah, pada bab
inidijelaskan mengnai rukun hibah dan penerimaannya, persyaratan akad hibah, menarik
kembali hibah dan hibah orang yang sedang sakit keras.

Pada buku terakhir yaitu buku IV tentang akutansi syari’ah, buku ini di bab I tentang
cakupan akutansi syari’ah, pada bab II tentang akutansi piutang, pada bab III diatur tentang
akutansi pembiayaan, dalam bab IV diatur tentang kewajiban, pada bab V diatur menngenai
akutansi investasi tidak terkait, dalam bab VI diatur mengenai akutansi equitas, kemudian yang
terakhir pada bab VII diatur tentang akutansi zis dan qiardh.

6|SEFYANDI

Anda mungkin juga menyukai