Anda di halaman 1dari 58

HUKUM ACARA

EKONOMI SYARIAH

Oleh
Dr. Muhammad Rum Nessa S.H.,M.H.
(Ketua Pengadilan Tinggi Agama
Surabaya)
A. PENGANTAR
1. Sengketa ekonomi syari’ah menjadi absolut kompetensi Peradilan Agama Pasal
49 UU No. 3 tahun 2006
2. Apakah aparat Peradilan Agama (Utamanya Hakim) sudah siap menerima,
memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara Ekonomi Syari’ah
3. Ada anggapan bahwa PA selama ini dipandang hanya menangani masalah
NTCR (Nikah, Talak, Cerai, Rujuk) sulit dihapus
4. Perluasan kewenangan Pengadilan Agama tentang Ekonomi Syari’ah
memunculkan tantangan tersendiri bagi aparatur Pengadilan Agama terutama
para Hakim
5. Para Hakim dituntut untuk memahami secara mendalam permasalahan terkait
Ekonomi Syari’ah, hal ini dilakukan sebagai sebuah pertanggung jawaban
moral atas klaim bahwa apa yang diputuskan oleh Hakim PA harus dianggap
benar
6. Walaupun para Hakim PA memiliki latar belakang pendidikan Hukum Islam
(Syari’ah) namun karena selama ini Pengadilan Agama tidak menangani
sengketa yang terkait perekonomian syari’ah, maka wawasan dan pengalaman
yang dimiliki oleh para Hakim masih terbatas, oleh karena itu penting kiranya
dilakukan langkah – langkah segera untuk meningkatkan pengetahuan dan
pengalaman para Hakim Peradilan Agama terhadap hal – hal terkait Ekonomi
Syari’ah seperti Pendidikan Formal, Pelatihan – pelatihan, dan Study Banding
7. Menurut KH. Ma’ruf Amin (Ketua Badan Pelaksana Harian Dewan Syari’ah Nasional
Majelis Ulama Indonesia) paling tidak ada dua hal penting yang perlu diketahui
secara mendalam oleh para Hakim PA dalam memutus permasalahan terkait
Ekonomi Syari’ah :
Pertama : Para Hakim PA harus mengetahui secara mendalam hukum
tentang Perekonomian Syari’ah, khususnya yang telah difatwakan
oleh DSN-MUI dan diregulasikan oleh Lembaga Regulator
Kedua : Para Hakim PA harus mempunyai wawasan memadai tentang
produk layanan dan mekanisme operasional dari lembaga
keuangan syari’ah, baik bank ataupun non bank, pasar modal
syari’ah serta lembaga bisnis syari’ah
8. Penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah harus dilaksanakan menurut prinsip
syari’ah dengan mendasarkan pada fatwa DSN-MUI bukan pendapat dari para ahli
Fikh, karena apabila berpedoman pada pendapat para Ahli Fikh akan berpotensi
tidak adanya kepastian hukum
9. Para Hakim dalam mengadili perkara Ekonomi Syari’ah harus memperhatikan
Peraturan MARI No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah
10. Para Hakim dalam memutus perkara harus memperhatikan (Bagir Manan) :
a. Kehati-hatian Hakim dalam proses Peradilan yang akan melahirkan sebuah
putusan
b. Kelalaian dalam meneliti , memeriksa, dan mempertimbangkan semua fakta,
keterangan saksi secara komprehensif, sehingga pertimbangan tidak lengkap
bahkan keliru
c. Menganggap sederhana suatu perkara, maka pemeriksaan pun
seadanya, tidak ada usaha menggali dengan baik dan mendalam agar
kebenaran materiil dapat muncul secara nyata dan sempurna
d. Karena kapasitas Hakim tidak atau kurang memadai dalam menangani
dan memeriksa perkara
e. Sikap dan sifat malas mempelajari dan mendalami perkara
11. Statemen Deputi Gubernur Senior BI : bahwa Pengadilan Umum telah
mengedepankan bisnis dan minim syari’ah, sedangkan Pengadilan Agama
terlalu mengedepankan syari’ah dan minimnya bisnis, untuk itu
Pengadilan Agama harus bisa mensinergikan antara keduanya.
12. Penyelesaian perkara Ekonomi Syariah harus mendasarkan pada hukum
acara sebagaimana diatur dalam PERMA No. 2 tahun 2015 dan PERMA No
14 tahun 2016
13. Tetap mempedomani Hukum Acara Perdata sepanjang tidak diatur secara
khusus dalam PERMA
14. Sebelum jumlah Hakim bersertifikasi Ekonomi Syariah memenuhi
ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 2016 tentang
Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah, dapat ditunjuk Hakim yang telah
mengikuti diklat fungsional Ekonomi Syariah. (Pasal 14 ayat 2 PERMA No
14 tahun 2016)
UUD 1945 Pasal 24 ayat (2) Amandemen ke 3 :
Ayat (1) : Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan Peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan.
Ayat (2) : Kekuasaan Kehakiman di Indonesia dijalankan oleh
Mahkamah Agung RI dan Peradilan dibawahnya dalam lingkungan
B. EKSISTENSI PERADILAN

Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan


Militer, Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan Oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
Eksistensi Peradilan Agama sangat kuat karena dicantumkan dalam
konstitusi UUD 1945 dan memberi Legitimasi Konstitusional untuk
menyelenggarakan Peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
sesuai kewenangan yang diberikan oleh Peratutan Perundang –
Undangan.
UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 18
Peradilan Agama dibentuk :
AGAMA

-Undang – Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama


-Undang – Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan UU No. 7
Tahun 1989
-Undang – Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan kedua atas
UU No. 7 Tahun 1989
Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006:
a.Perkawinan e. Wakaf i. Ekonomi Syari’ah
b.Waris f . Zakat
c.Wasiat g. Infaq
d.Hibah h. Sedekah
C. KOMPETENSI PERADILAN

Penjelasan Pasal 49 UU no. 3 Tahun 2006 pada Huruf i menjelaskan bahwa


yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atas kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain :
a.Bank Syari’ah
b.Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah
c.Asuransi Syari’ah
d.Reasuransi Syari’ah
e.Reksa Dana Syari’ah
f.Obligasi Syari’ah dan Surat Berharga Jangka menengah syari’ah
g.Sekuritas Syari’ah
h.Pembiayaan Syari’ah
i.Pegadaian Syari’ah
AGAMA

j.Dana Pensiun
k.Bisnis Syari’ah

Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah :


1.Penyelesaian sengketa perbankan syari’ah dilakukan oleh Pengadilan
dalam Lingkungan Pengadilan Agama.
2. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaian
sengketa dilakukan sesuai dengan isi perjanjian.
3. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
boleh bertentangan dengan prinsip syari’ah
C. KOMPETENSI PERADILAN

Penjelasan Pasal 52 ayat 2 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan


penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah upaya – upaya sebagai berikut :
a. Musyawarah
b. Mediasi Perbankan
c. Melalui Badan Arbiterasi Syari’ah (Basyarnas) atau Lembaga
Arbitrase Lain dan atau melalui Pengadilan dalam Lingkungan
Peradilan Umum

1. Permasalahan muncul dengan adanya Choice of Forum dalam


AGAMA

penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 yaitu disamping


Peradilan Agama yang memang merupakan Lembaga Khusus untuk
menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah, penyelesaian juga dapat
dilakukan oleh Peradilan Umum, dengan ketentuan bahwa
penyelesaian sengketa tersebut tidak boleh bertentangan prinsip
syari’ah
2. Permasalahan Choice of Forum sudah terjawab dengan putusan
Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 atas pengajuan
permohonan uji materiil terhadap UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syari’ah (penjelasan Pasal 55 ayat (2)) terhadap UUD
Negara RI Tahun 1945 kepada Mahkamah Konstitusi yang diajukan
C. KOMPETENSI PERADILAN

oleh seorang pengusaha di Bogor Jawa Barat (Ir. H. Dadang Ahmadi)


tanggal 12 Agustus 2012
3. Amar putusan Mahkamah Konstitusi :
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian
1.1. Penjelasan pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syari’ah (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2008
bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945)
2.1. Penjelasan pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syari’ah (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2008
No. 94 Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia No. 4867 tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat
AGAMA

2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara


Republik Indonesia sebagaimana mestinya
3. Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya
4. Dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 menjadi
kewenangan mutlak penyelesaian sengketa Perbankan Syari’ah
adalah Pengadilan Agama
PENGERTIAN HUKUM ACARA
EKONOMI SYARI’AH
1. Pada dasarnya Hukum Ekonomi Syari’ah adalah merupakan
bagian tak terpisahkan dari Hukum Acara Perdata
2. Ketentuan Hukum Acara Perdata (Dalam Ekonomi Syari’ah)
tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam
peraturan MA / (PERMA No 14 Tahun 2016 pasal 14)
3. R. Suparmono : Hukum Acara Perdata adalah keseluruhan
peraturan hukum yang mengatur tentang cara-cara
bagaimana mempertahankan, melaksanakan dan
menegakkan Hukum Perdata Matril melalui proses peradilan
4. Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah : Peraturan Hukum yang
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya Hukum
Matril Ekonomi Syari’ah dengan perantaraan Badan Peradilan
(Hakim)
PENGERTIAN EKONOMI SYARI’AH

PERBUATAN ATAU KEGIATAN USAHA YANG


DILAKSANAKAN MENURUT PRINSIP – PRINSIP
SYARI’AH, MELIPUTI : BANK SYARI’AH, ASURANSI
SYARI’AH , REASURANSI SYARI’AH, REKSA DANA
SYARI’AH, OBLIGASI SYARI’AH DAN SURAT
BERHARGA BERJANGKA MENENGAH SYARI’AH,
SKURITAS SYARI’AH, PEMBIAYAAN SYARI’AH,
PEGADAIAN SYARI’AH, DANA PENSIUN, LEMBAGA
KEUANGAN SYARI’AH, BISNIS SYARI’AH, DAN
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARI’AH
ASAS-ASAS HUKUM ACARA EKONOMI
SYARI’AH
1. ASAS KETUHANAN
2. ASAS PERSONALITAS ISLAM DAN PENUNDUKAN DIRI
3. ASAS KEBEBASAN
4. ASAS MENUNGGU
5. ASAS HAKIM PASIF
6. ASAS SIDANG TERBUKA UNTUK UMUM
7. ASAS EQUALITAS
8. ASAS RATIO DECIDENDI
9. ASAS PENGENAAN BIAYA PERKARA
10. ASAS FLEKSIBELITAS
11. ASAS UPAYA PERDAMAIAN
12. ASAS LEGALITAS
13. ASAS AKTIF MEMBERI BANTUAN
14. ASAS INTERPARTES DAN /ATAU ERGA OMNES
SUMBER HUKUM ACARA EKONOMI
SYARI’AH
1. HIR (Herziene Inlandsch Reglement) atau Reglemen Indonesia
yang diperbaharui, Stbl. 1848 No. 16, Stbl. 1941 No. 44, untuk
Daerah Jawa dan Madura; R.Bg. (Rechtsreglement Voor De
Buitengewesten) atau Reglemen Daerah Seberang, Stbl. 1927
No.227 untuk daerah luar Jawa dan Madura.
2. B.Rv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering)
dipruntukkan golongan Eropa yang berperkara di muka Raad
van Justice dan Residentie Gerecht, dengan dihapuskannya
Raad van Justitie dan Hoogerechtshof, maka B.Rv sudah tidak
berlaku lagi, akan tetapi hal-hal yang diatur dalam B.Rv.,
banyak yang masih relevan dengan perkembangan hukum
acara dewasa ini, misalnya tentang formulasi surat gugatan,
perubahan surat gugatan, intervensi dan beberapa ketentuan
hukum acara lainnya;
3. BW (Burgerlijke Wetbook voor Indonesia) yang dalam
bahasa Indonesia disebut dengan KUH Perdata;
4. WvK (Wetboek van Koophandel), dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan Hukum Dagang, yang diberlakukan
berdasarkan Stbl 1847 Nomor 23, khususnya dalam Pasal
7, 8, 9, 22, 23, 32, 225, 258, 272, 273, 274, dan 275, dalam
kaitan ini didalamnya terdapat juga hukum acara
perdata yang diatur dalam Failissements Verordering
(aturan kepailitan) yang diatur dalam Stbl. 1906 Nomor
348;
5. UU No. 20 Tahun 1947 Tentang Acara Perdata dalam hal
Banding bagi Pengadilan Tinggi di Jawa dan Madura.
sedangkan untuk luar Jawa dan Madura diatur dalam
Pasal 199-205 R.Bg.;
6. UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan
Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang Peraturan
Pelaksana UU Perkawinan Tersebut;
7. UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5
Tahun 2004 terakhir UU no 3 Tahun 2009 Tentang
Mahkamah Agung;
8. UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama;
9. UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7
Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama;
10. UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU
No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama;
11. Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Instruksi
Pemasyarakatan Kompilasi Hukum Islam;
12. Perjanjian Internasional;
13. Doktrin atau ilmu pengetahuan, digunakan sebagai
sumber tempat hakim menggali hokum acara perdata;
14. Surat Edaran Mahkamah Agung dan Peraturan Mahkamah
Agung RI sepanjang menyangkut hukum acara perdata
dan hukum perdata materiil;
15. PERMA No. 2 Th 2015 tentang Gugatan Sederhana dan
PERMA No. 14 Th 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian
Sengketa Ekonomi Syari’ah
Sumber Hukum Materil Ekonomi
Syari’ah
a. Nash Al Quran
Dalam al Qur’an terdapat berbagai ayat yang
membahas tentang ekonomi berdasarkan prinsip
syariah yang dapat dipergunakan dalam
menyelesaikan berbagai masalah ekonomi dan
keuangan. Syauqi al Fanjani menyebutkan secara
eksplisit ada 21 ayat yaitu Al Baqarah ayat 188,
275 dan 279, An Nisa’ ayat 5 dan 32, Hud ayat 61
dan 116, al Isra’ ayat 27, An Nur ayat 33, al Jatsiah
ayat 13, Ad Dzariyah ayat 19, An Najm ayat 31, al
Hadid ayat 7, al Hasyr ayat 7, Al Jumu’ah ayat 10,
Al Ma’arif ayat 24 dan 25, al Ma’un ayat 1, 2 dan 3.
b. Nash al Hadist
Hadits Rasulullah SAW yang dapat dijadikan rujukan dapat diambil dalam
beberapa kitab Hadits sebagai berikut :
• Sahih Buchari, Al Buyu’ ada 82 Hadits, Ijarah ada 24 Hadits, As Salam ada 10
Hadits, Al Hawalah ada 9 Hadits, Al Wakalah 17 Hadits, Al Muzara’ah 28
Hadits dan Al Musaqat 29 Hadits.
• Sahih Muslim ada 115 Hadits dalam al Buyu’.
• Sahih Ibn Hiban, tentang al Buyu’ ada 141 Al Hadits, tentang al Ijarah ada 38
al Hadits.
• Sahih Ibn Khuzaimah ada 300 al Hadits tentang berbagai hal yang
menyangkut ekonomi dan transaksi keuangan.
• Sunan Abu Daud ada 290 al Hadits dalam kitab al Buyu’.
• Sunan Al Tarmizi ada 117 al Hadits di dalam kitab al Buyu’.
• Sunan al Nasa’i ada 254 al Hadits di dalam kitab al Buyu’.
• Sunan Ibn Majah ada 170 al Hadits di dalam kitab al Tijarah.
• Sunan al Darimi terdapat 94 al Hadits dalam al Buyu’.
• Sunan al Kubra li al Baihaqi terdapat 1085 al Hadits tentang al Buyu’ dan 60
al Hadits tentang al Ijarah.
• Musannaf Ibn Abi Syaibah terdapat 1000 al Hadits.
• Musanaf Abdul al Razzaq terdapat 13054 al Hadits tentang al Buyu’
• Mustadrah al Hakim terdapat 245 al Hadits tentang al Buyu’.
c. Peraturan perundang –Undangan
Di antara peraturan perundang-undangan yang
harus dipahami oleh Hakim Peradilan Agama yang
berhubungan dengan Bank Indonesia antara lain :
• Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan.
• Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan.
• Peraturan BI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank
Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
• Peraturan BI No. 6/9/PBI/DPM Tahun 2004 tentang
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif bagi Bank
Perkreditan Rakyat Syari’ah.
• Peraturan BI No. 3/9/PBI/2003 tentang Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif bagi Bank Syari’ah.
• Surat Edaran BI No. 6/9/DPM Tahun 2004 tentang Tata Cara Pemberian
Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syari’ah.
• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/Kep/Dir tentang
Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/Kep/Dir tentang
Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 21/53/Kep/Dir./1988
tanggal 27 Oktober 1988 tentang Surat Berharga Pasar Uang (SBPU).
• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 21/48/Kep/Dir./1988
dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/27/UPG tanggal 27
Oktober 1988 tentang Sertifkat Deposito.
• Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995 Jo.
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/Kep/Dir.
tertanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro.
• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/67/Kep/Dir.
tertanggal 23 Juli 1998 tentang sertifikat Bank Indonesia.
• Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/49/UPG tertanggal 11 Agustus
1995 tentang Persyaratan Penerbitan dan Perdagangan Surat Berharga
Komersial (Commercial Paper).
• Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/5/UKU tanggal 28 Februari
1991 tentang Pemberian Garansi Bank.
Sedangkan peraturan perundang-undangan yang lain
yang mempunyai persentuhan dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006/UU No. 50 Tahun 2009 tentang
Peradilan Agama, antara lain :
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Agraria.
• Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 Tentang
BUMN.
• Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982, tentang
Wajib Daftar Perusahaan.
• Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, tentang
Usaha Perasuransian.
• Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, tentang
Perkoperasian.
• Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987, tentang
Dokumen Perusahaan.
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, tentang
Perusahaan Terbatas.
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998, tentang Kepailitan.
• Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan
atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
• Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, tentang Pasar Modal.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, tentang Antimonopoli
dan Persaingan Tidak Sehat.
• Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan
Konsumen.
• Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
• Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, tentang Wakaf.
• Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, tentang Zakat.
• Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, tentang Fidusia.
• Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000, tentang Desain Industri.
• Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, tentang Paten.
• Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, tentang Merek.
• Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, tentang Yayasan.
• Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta.
• Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, tentang
Wakaf Tanah Milik.
• Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, tentang
Pendaftaran Tanah.
• Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998, tentang
Perusahaan Terbatas (Perseroan).
• Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998, tentang
Perusahaan Umum (Perum).
• Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995, tentang
Penyelenggaraan Kegiatan dibidang Pasar Modal.
• Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, tentang Hak
Guna Usaha. Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas
Tanah.
• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005, tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan.
• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2005, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
• Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1999 tentang Badan
Koordinasi Penanaman Modal.
• Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 Tentang
Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan.
• Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal Nomor 38/SK/1999 tentang
Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal
Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing.
• Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 515/Kpts/HK.060/9/2004
Nomor 2/SKB/BPN/2004.
• Keputusan Bersama Menteri Agama dan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 422 Tahun 2004, Nomor
3/SKB/BPN/2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf.
• PERMA No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah.
• PERMA No 1 Tahun 2016 Tentang Mediasi
d. Fatwa-fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN)
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 01/DSN-MUI/IV/2006 Tentang
Giro.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 02/DSN-MUI/IV/2006 Tentang
Tabungan.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 03/DSN-MUI/IV/2006 Tentang
Deposito.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2006 Tentang
Murabahah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 05/DSN-MUI/IV/2006 Tentang
Jual Beli Saham.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 06/DSN-MUI/IV/2006 Tentang
Jual Beli Istishna’.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2006 Tentang
Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 08/DSN-MUI/IV/2006 Tentang
Pembiayaan Musyarakah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2006 Tentang
Pembiayaan Ijarah.
• Dan Lain-lain
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

LITIGASI : PENGADILAN
SYARI’AH

NON LITIGASI :
1.ARBITERASE UU NO 30 TH 1999
2.MEDIASI
3.MUSYAWARAH
1. BAMUI ( BADAN ARBIRETASE MUAMALAT
INDONESIA )
ARDITERASE INDONESIA

2. BASYARNAS ( BADAN ARBITERASE SYARI’AH


NASIONAL )

3. BANI ( BADAN ARBITERASE NASIONAL )


CENDERUNG
MEMILIH ARBITRASE DARI PADA
PENGADILAN
A. M. HUSSEYN UMAR DAN SUPRIYANTO KARDONO
1. Pemilihan arbitrase memberikan prediktabilitas serta
kepastian dalam proses penyelesaian sengketa.
2. Selama arbiternya adalah seorang yang memang ahli dalam
bidang bisnis yang sedang disengketakan, maka para pihak
yang bersengketa memiliki kepercayaan terhadap arbiter dalam
memahami permasalahan yang disengketakan.
3. Privasi adalah faktor penting dalam proses arbitrase dan
masing-masing pihak memperoleh privasi tersebut sepanjang
proses masih merupakan proses yang tertutup bagi umum dan
putusan hanya ditunjukkan kepada para pihak yang
bersengketa.
4. Peranan pengadilan dalam proses arbitrase pada umumnya
terbatas sehingga terjamin penyelesaiannya secara final.
5. Secara ekonomis proses arbitrase dianggap lebih cepat dan
lebih murah dibandingkan proses berperkara di pengadilan.
PROSEDUR PELAKSANAAN ARBITRASE
1. Prosedur arbitrase dimulai dengan didaftarkannya surat
permohonan untuk mengadakan arbitrase dan didaftar
dalam register perkara masuk.
2. Apabila perjanjian arbitrase ada klausula yang mengatakan
bahwa sengketa akan diselesaikan melalui arbitrase, maka
klausula tersebut dianggap telah mencukupi. Dengan hal
tersebut Ketua BANI/BASYARNAS segera mengeluarkan
perintah untuk menyampaikan salinan dari surat
permohonan kepada si termohon, disertai perintah untuk
menanggapi permohonan tersebut dan memberi jawaban
secara tertulis dalam waktu 30 hari.
3. Majelis arbitrase yang dibentuk atau arbiter tunggal yang
ditunjuk menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, akan
memeriksa sengketa antara para pihak atas nama BANI dan
menyelesaikan serta memutus sengketa.
4. Bersamaan dengan itu, Ketua BANI/BASYARNAS memerintahkan
kepada kedua belah pihak untuk menghadap di muka sidang
arbitrase pada waktu yang ditetapkan selambat-lambatnya 14 hari
terhitung mulai hari dikeluarkannya perintah itu, dengan
pemberitahuan bahwa mereka boleh mewakilkan kepada seorang
kuasa dengan surat kuasa khusus.
5. Terlebih dahulu majelis akan mengusahakan tercapainya
perdamaian antara kedua belah pihak yang bersengketa.
6. Kedua belah pihak dipersilahkan untuk menjelaskan masing-masing
pendirian serta mengajukan bukti-bukti yang oleh mereka dianggap
perlu untuk menguatkannya.
7. Selama belum dijatuhkan putusan, pemohon dapat mencabut
permohonannya.
8. Apabila majelis arbitrase menganggap pemeriksaan sudah cukup,
maka ketua majelis akan menutup dan menghentikan pemeriksaan
dan menetapkan hari sidang selanjutnya untuk mengucapkan
putusan yang akan diambil.
9. Biaya pelaksanaan (eksekusi) suatu putusan arbitrase ditetapkan
dengan peraturan bersama antara BANI/BASYARNAS dan
Pengadilan yang bersengketa.
PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE
a. PASAL 59 UU NO 30 TAHUN 1999
30 hari terhutung sejak putusan diucapkan, lembar asli, atau
salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan
oleh arbitrase atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan.
b. apabila ternyata putusan arbitrase tidak dilaksanakan dengan
sukarela, putusan arbritase dilaksanakan berdasarkan perintah
Ketua Pengadilan atas permohonan salah satu pihak yang
bersengketa.
c. pelaksanaan putusan Badan Arbitrase Syari’ah diberikan dalam
waktu paling lama 30 hari setelah permohonan eksekusi
didaftarkan pada Panitera Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat tinggal termohon.
d. Pasal 13 ayat 2 PERMA No 14 Th 2016 Tentang Tatacara
Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah “Pelaksanaan putusan
arbitrase Syariah dan Pembatalannya dilakukan oleh
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama”
PROSES PENYELESAIAN SENGKETA
EKONOMI SYARIAH
3. Pembuktiaanya sederhana
4. Para pihak terdiri dari Penggugat dan Tergugat yang masing-masing
tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang
sama.
5. Tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan
gugatan sederhana.
6. Penggugat dan Tergugat berdomisili daerah hukum Pengadilan yang
sama.
7. Penggugat dan Tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap
persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum.
8. Gugatan diajukan : a. Langsung ke Kepaniteraan PA
b. Melalui pendaftaran elektronik
c. Mengisi blanko
9. Wajib melampirkan bukti surat yang sudah dilegalisir pada saat
pendaftaran.
10. Panitera melakukan pemeriksaan syarat pendaftaran gugatan
sederhana
11. Panitera mengembalikan gugatan yang tidak memenuhi syarat
12. Pendaftaran gugatan sederhana dicatat dalam register khusus untuk
perkara gugatan sederhana)
13. Proses pendaftaran, Penetapan hakim dan Penunjukan PP paling
lambat 2 hari.
14. Dalam pemeriksaan pendahuluan, Hakim menilai sederhana atau
tidaknya pembuktian.
15. Apabila Hakim berpendapat gugatan tidak termasuk sederhana,
Hakim mengeluarkan penetapan :
a. Gugatan bukan sederhana
b. Coret dari register perkara
c. Perintah mengembalikan sisa panjar
16. Terhadap penetapan tersebut, tidak dapat dilakukan upaya hukum.
17. Dalam hal penggugat tidak hadir pada sidang pertama, tanpa alasan
yang sah, gugatan dinyatakan gugur.
18. Tergugat tidak hadir pada sidang pertama, dilakukan panggilan
kedua.
19. Dalam hal Tergugat tidak hadir pada sidang kedua, Hakim memutus
perkara tersebut.
20. Dalam hal Tergugat tidak hadir pada hari sidang kedua, maka Hakim
memutus perkara tersebut.
21. Dalam hal Tergugat pada sidang pertama hadir, pada sidang kedua
tidak hadir tanpa alasan yang sah, gugatan diperiksa dan diputus
secara kontradictoir.
22. Terhadap putusan tersebut, Tergugat dapat mengajukan keberatan.
23. Dalam penyelesaian gugatan sederhana, Hakim wajib berperan
aktif :
a. Memberi penjelasan secara seimbang kepada para pihak
b. Mengupayakan penyelesaian perkara secara damai
c. Dapat menyarankan kepada para pihak untuk melakukan
perdamaian diluar persidangan
d. Menuntun para pihak dalam pembuktian
c. Menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh
24. Perdamaian yang dimaksud, mengecualikan ketentuan yang diatur
dalam PERMA No. 1 / 2016 Tentang Mediasi.
25. Apabila terjadi perdamaian, Hakim membuat Putusan Akta
Perdamaian.
26. Putusan Akta Perdamaian tidak dapat diajukan upaya Hukum apapun.
27. Apabila terjadi perdamaian diluar persidangan, dan tidak dilaporkan
kepada Hakim, maka Hakim tidak terikat dengan perdamaian
tersebut.
28. Gugatan sederhana tidak dapat diajukan provisi, eksepsi, rekonpensi,
interpensi, replik, duplik atau kesimpulan.
29. Penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 hari sejak sidang
pertama.
30. Gugatan yang diakui dan atau tidak dibantah, tidak perlu dilakukan
pembuktian.
31. Terhadap gugatan yang dibantah, pemeriksaan pembuktian
berdasarkan hukum acara yang berlaku.
32. Segala putusan dan penetapan Pengadilan dalam bidang Ekonomi
Syari’ah selain harus memuat alasan dan dasar putusan juga harus
memuat prinsip-prinsip syari’ah yang dijadikan dasar (Dalam
pertimbangan Hukum)
33. Putusan terdiri dari :
a. Kepala Putusan / Penetapan dimulai dengan kalimat
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (aksara arab) diikuti DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
b. Identitas Para Pihak
c. Uraian singkat mengenai duduk perkara
d. Pertimbangan Hukum
e. Amar Putusan
34. Dalam hal para pihak tidak hadir, penyampaian pemberitahuan
putusan, paling lambat 2 hari setelah putusan diucapkan.
35. Apabila para pihak meminta salinan putusan, diberikan paling
lambat 2 hari setelah putusan diucapkan.
36. Diadili Hakim Tunggal.
37. Upaya Hukum, mengajukan keberatan
38. Permohonan keberatan diajukan paling lambat 7 hari setelah
putusan diucapkan / Pemberitahuan.
39. Keberatan diajukan ke Ketua PA dengan mengisi blangko
40. Keberatan yang diajukan melampaui batas waktu, dinyatakan
Tidak dapat diterima dengan Penetapan Ketua Pengadilan
41. Dasarnya Penetapan surat keterangan Panitera
42. Keberatan memenuhi syarat diadili Majelis Hakim
43. Penetapan majelis Hakim untuk memeriksa keberatan, paling
lambat 1 hari setelah permohonan dinyatakan lengkap.
44. Pemeriksaan keberatan atas dasar :
a. Putusan dan berkas gugatan sederhana
b. Permohonan keberatan dan memori keberatan
c. Kontra memori keberatan.
45. Pemberitahuan keberatan beserta memori keberatan
disampaikan pada Termohon dalam waktu 3 hari sejak
diterima Pengadilan.
46. Kontra memori disampaikan ke Pengadilan paling lambat 3 hari
setelah pemberitahuan.
47. Dalam pemeriksaan keberatan, tidak dilakukan pemeriksaan
tambahan.
48. Putusan keberatan paling lambat 7 hari setelah penetapan
majelis Hakim.
49. Pemberitahuan putusan keberatan para pihak, paling lambat 3
hari setelah diucapkan.
50. Putusan keberatan BHT sejak disampaikan pemberitahuannya.
51. Putusan keberatan adalah putusan akhir (tidak ada upaya
Hukum banding, Kasasi dan PK).
52. Putusan yang tidak diajukan keberatan atau setelah putusan
keberatan disampaikan, Putusan berkekuatan hukum tetap.
53. Putusan yang berkekuatan hukum tetap dilaksanakan secara
suka rela.
54. Apabila tidak dapat dilaksanakan secara sukarela, maka
dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum acara yang
berlaku.
55. Ketentuan Hukum Acara Perdata tetap berlaku sepanjang
tidak atur dalam PERMA No 2 Tahun 2015 dan PERMA No
14 Tahun 2016
56. Petunjuk pelaksanaan tatacara penyelesaian gugatan
sederhana, diatur dalam Surat Edaran Dirjen Badilag No. 1
Tahun 2017 tanggal 31 Januari 2017
IV. TATA CARA PEMERIKSAAN PERKARA DENGAN ACARA BIASA
1. Pemeriksaan Ekonomi Syariah berpedoman pada Hukum Acara
yang berlaku, kecuali diatur secara khusus dalam PERMA No 2
Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana,
PERMA No. 14 tahun 2016 tentang Tatacara Penyelesaian Perkara
Ekonomi Syariah
2. Pemeriksaan terhadap Ekonomi Syari’ah dapat dilakukan dengan
bantuan teknologi informasi seperti pendaftaran perkara
3. Waktu penyelesaian perkara Ekonomi Syari’ah acara biasa
berpedoman pada SEMA No 2 Tahun 2014
4. Pemanggilan para pihak dilakukan berdasarkan Hukum Acara
Perdata yang berlaku.
5. Permintaan bantuan pada PA lain berpedoman pada SEMA no 6
Tahun 2014.
6. Hakim yang mengadili perkara Ekonomi Syari’ah harus memiliki
tanda lulus pelatihan sertifikasi Hakim Ekonomi Syari’ah oleh MA.
7. Juga memiliki Surat Keputusan sebagai Hakim Ekonomi Syari’ah
oleh Ketua MARI (PERMA No 5 Tahun 2016)
8. Sebelum jumlah Hakim bersertifikat Ekomoni Syari’ah
belum mencukupi dapat ditunjuk Hakim yang telah
mengikuti Diklat Fungsional Ekonomi Syari’ah (PERMA No
14 Tahun 2016)
9. Pelaksanaan putusan, hak tanggungan dan fidusia
berdasarkan akad syariah dilakukan oleh PA
10. Pelaksanaan putusan arbitrase syariah dan pembatalannya
dilakukan oleh PA
11. Tata cara pelaksanaan putusan arbitrase mengacu pada UU
No 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa
BENTUK-BENTUK SENGKETA BANK SYARI’AH
KARENA ADANYA PELANGGARAN TERHADAP
AKAD
1. Kelalaian bank untuk mengembalikan dana titipan nasabah
dalam akad wadi’ah;
2. Bank mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan, dalam akad mudlorobah;
3. Nasabah melakukan kegiatan usaha minuman keras dan
usaha-usaha lain yang diharamkan menurut syari’at Islam
yang bersumber dari dana pinjaman bank syari’ah, akad
qirdh dan lain-lain;
4. Pengadilan Agama berwenang menghukum kepada pihak
nasabah atau pihak bank yang melakukan wanprestasi yang
menyebabkan kerugian riil (real loss);
5. Wanprestasi 1234 KUHP Perdata
6. Perbuatan Melawan Hukum (PMH);
7. Pasal 1365 KUH Perdata, menyebutkan beberapa syarat
terjadinya Perbuatan Melawan Hukum (PMH), yakni :
a. Adanya suatu perbuatan;
b. Perbuatan tersebut melawan hukum;
c. Adanya kesalahan dari pihak pelaku;
d. Adanya kerugian bagi korban;
e. Adanya hubungan sebab klausal antara perbuatan dengan
kerugian;
f. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
g. Melanggar hak subyektif orang lain;
h. Melanggar kaidah tata susila; dan
i. Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta sikap
hati-hati.
TEKNIK PEMERIKSAAN SENGKETA
EKONOMI SYARI’AH
1. - Hakim harus menilai kwalitas akad
- Sumber hukum utama perkara Ekonomi Syari’ah adalah
akad
- Hakim harus memahami apakah suatu akad perjanjian itu
sudah memenuhi syarat dan rukun sahnya suatu akad,
meliputi :
a. Apakah suatu akad perjanjian itu sudah memenuhi azas
kebebasan berkontrak;
b. Apakah suatu akad perjanjian itu sudah memenuhi azas
persamaan dan kesetaraan;
c. Apakah suatu akad perjanjian itu sudah memenuhi azas
keadilan;
d. Apakah suatu akad perjanjian itu sudah memenuhi azas
kejujuran dan kebenaran serta asas tertulis;
e. Apakah suatu akad perjanjian itu mengandung hal-hal
yang dilarang oleh syari’at Islam, yang meliputi :
1. Mengandung unsur riba dengan segala bentuknya;
2. Mengandung unsur gharar atau tipu daya;
3. Mengandung unsur maisir atau spikulatif;
4. Mengandung unsur dhum atau ketidakadilan.
2. - KUH Perdata mengatur syarat-syarat sahnya suatu
perjanjian
1320. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4
syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
1338. Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat
ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah
pihak, atau karena alasan- alasan yang oleh
undang- undang dinyatakan cukup untuk
itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik.
3. - Menurut pasal 1244, 1245 dan 1246 KUH Perdata
apabila salah satu pihak melakukan inkar janji
(wanprestasi) atau peruatan melawan hukum,
dapat menuntut ganti rugi (berupa pemenuhan
prestasi, ganti rugi, biaya dan bunga).
- ketentuan tersebut tidak dapat diterapkan
seluruhnya dalam keperdataan islam
- perjanjian islam tidak dikenal adanya bunga
4. Pihak yang wanprestasi (cidera janji) dikenakan ganti rugi
ukuran yang wajar dan tidak mengandung unsur riba
1) Kalau Debitur wanprestasi karena ketidak
kemampuannya bersifat relatif, maka Kreditur harus
memberikan alternatif penyelesaian :
 Perpanjangan waktu pembayaran (Reseheduling)
 Memberi pengurangan (Discount) keuntungan
 Diberikan kemudahan berupa secondinitioning
kontrak atau dilakukan likuidasi (penjualan
barang-barang jaminan)
 Jika Debitur masih juga tidak mampu, maka
Kreditur (Bank) dapat memberikan kebijakan
hapus buku (write at)
-
2) Kalau ketidak mampuan Debitur bersifat mutlak :
 Kreditur (Bank) harus membebaskan debitur dari
kewajiban bayar prestasi, atau
 Memberikan kebijakan hapus tagih (hair cut)
3) Kalau ketidak mampuan Debitur karena iktikad tidak
baik:
 Dapat diumumkan pada masyarakat luas sebai
Debitur nakal
 Dapat dikenakan sanksi paksa badan atau hukuman
lain
1365 KUHP  ganti rugi
4) PMH
H. Islam  al-Fi’lu al-Dharr 

 Moral (sanksi Ukhrawi)


 Ganti rugi ( Sanksi duniawi)
 Ganti rugi tidak mengandung unsur riba saja KUH
Perdata
 Dikeluarkan denda wajar dan seimbang dengan kerugian
yang ditimbulkan
5)Pasal 20 PBI No. 7/46/PBI/2005 Tentang akad perhimpunan
dan penyaluran dana bagi bank berdasarkan prinsip syariah
a. Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban
 penyelesaian melalui musyawarah
b. Musyawarah gagal, dilakukan melalui arbitrase syariah
Perbandingan Cara Sederhana dan Cara Biasa
Aspek Cara Sederhana Cara Biasa
Nilai gugatan Paling banyak Rp200 juta Lebih dari Rp200 juta
Domisili para pihak Penggugat dan tergugat berdomisili di wilayah hukum Penggugat dan tergugat tidak harus berdomisili di
yang sama wilayah hukum yang sama

Jumlah para pihak Penggugat dan tergugat masing-masing tidak boleh Penggugat dan tergugat masing-masing boleh lebih
lebih dari satu, kecuali punya kepentingan hukum dari satu
yang sama

Alamat tergugat Harus diketahui Tidak harus diketahui


Pendaftaran perkara Menggunakan blanko gugatan Membuat surat gugatan
Pengajuan bukti-bukti Harus bersamaan dengan pendaftaran perkara Pada saat sidang beragenda pembuktian

Pendaftaran perkara, penunjukan Paling lama 2 hari Paling lama   hari


hakim dan panitera sidang

Pemeriksa dan pemutus Hakim tunggal Majelis hakim


Pemeriksaan pendahuluan Ada Tidak ada
Mediasi Tidak ada Ada
Kehadiran para pihak Penggugat dan tergugat wajib menghadiri setiap Penggugat dan tergugat tidak wajib menghadiri
persidangan secara langsung (impersonal), meski setiap persidangan secara langsung (impersonal)
punya kuasa hukum

Konsekwensi ketidakhadiran Gugatan dinyatakan gugur Gugatan tidak dinyatakan gugur


penggugat pada sidang pertama
tanpa alasan yang sah
Pemeriksaan perkara Hanya gugatan dan jawaban Dimungkinkan adanya tuntutan provisi,
eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik,
duplik, dan kesimpulan

Batas waktu penyelesaian 25 hari sejak sidang pertama 5 bulan


perkara

Penyampaian putusan Paling lambat 2 hari sejak putusan Paling lambat 7 hari sejak putusan
diucapkan diucapkan

Upaya hukum dan batas Keberatan (7 hari sejak majelis hakim Banding (3 bulan), kasasi (3 bulan) dan
waktu penyelesaiannya ditetapkan) peninjauan kembali (3 bulan)

Batas waktu pendaftaran 7 hari sejak putusan diucapkan atau 14 hari sejak putusan diucapkan atau
upaya hukum diberitahukan diberitahukan

Kewenangan pengadilan Tidak ada Ada


tingkat banding dan MA
 
Penanganan perkara ekonomi syariah dengan cara sederhana mengacu kepada Perma 2/2015 tentang
Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana atau biasa dikenal dengan istilah small claims court.
Sementara itu, penanganan perkara ekonomi syariah dengan cara biasa tetap mengacu kepada
pelbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Baik dalam hal gugatan sederhana maupun gugatan biasa, penggugat dapat mengajukan perkaranya
dengan datang ke kepaniteraan PA/MS atau melalui pendaftaran elektronik. Bedanya, jika hendak
mendaftarkan gugatan sederhana, penggugat cukup mengisi formulir atau blanko gugatan yang
disediakan pengadilan. Isinya menguraikan identitas penggugat dan tergugat; penjelasan ringkas
duduk perkara (posita); dan tuntutan penggugat (petitum). Selain itu, ketika mendaftarkan
perkaranya, penggugat wajib melampirkan bukti surat yang sudah dilegalisasi.
1. Putusan PA Bukit Tinggi No. 284/Pdt.G/2008/PA.Bkt
• Akad murabahah
• Berawal atas putusan No. 08/Pdt.BTH/2004/PN.Bt antara PT. Bank
Bukopin Cab. Syari’ah Bukit Tinggi (Penggugat) dengan H. Efendi Bin
Rajab, Dra. Fitri Effendi, Psi. Binti Munir (Tergugat)
E. KASUS – KASUS EKONOMI

• Di ikuti dengan penetapan Ekseskusi No. 3/Pdt.Eks/2006/PN.Bt dan


Risalah Lelang No. 161/2006
• Para Tergugat di PN / sekarang para Penggugat di PA melawan PT.
Bank Bukopin Cab. Syari’ah Bukit Tinggi (Tergugat)
• Alasan gugatan :
• Putusan PN cacat Hukum
• PN tidak berwenang memeriksa dan memutus Ekonomi
Syari’ah sejak diundangkan UU No. 3 Tahun 2006
• Amar PA :
SYARI’AH

• Mengabulkan gugatan para penggugat sebagaian


• Menyatakan akad jual beli murabahah ........... Adalah batal
menurut hukum
• Menyatakan hubungan Penggugat I dan Tergugat I adalah
hubungan pinjam meminjam uang menurut syari’ah (akad al
Qardh)
 Pertimbangan Hukum PTA Padang
• Pasal 17 dari kedua akad jual beli murabahah tersebut mengenai akad
dan segala akibat hukumnya
• Kedua belah pihak merujuk kepada Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia (BAMUI)
• Perkara yang diajukan para Penggugat adalah akibat hukum dari akad
E. KASUS – KASUS EKONOMI

jual beli murabahah


• Berdasarkan bunyi akad, yang berhak menyelesaikan sengketa adalah
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) bukan Pengadilan Agama
• Amar PTA Padang :
• Membatalkan Putusan PA Bukit Tinggi, dan mengadili sendiri
• Menerima eksepsi para Tergugat
• Menolak gugatan Provisi para Penggugat
• Dalam pokok perkara : menyatakan Pengadilan Agama tidak berwenang
untuk memeriksa perkara ini
 Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung RI
• Amar putusan PTA Padang harus diperbaiki karena belum tepat
• Karena objek sengketa a Quo telah dilelang ..... Maka gugatan para
SYARI’AH

Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima karena perkaranya


telah diselesaikan oleh PN Bukit Tinggi bukan karena asas Retroaktif
• Amar Mahkamah Agung RI :
• Menerima permohonan Banding dari para Pembanding
• Membatalkan putusan PA Bukit Tinggi No. ...................................
• Dengan mengadili sendiri
• Menolak eksepsi Tergugat
• Menolak Provisi para Penggugat
• Menyatakan gugatan para Penggugat tidak dapat diterima
2. Gugatan sengketa Ekonomi Syari’ah wilayah PTA Surabaya
2.1. Penggugat :
• Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia (LPKNI)
Penggugat I
• Sinto Prasetya ............. (Penggugat II)
Tergugat :
E. KASUS – KASUS EKONOMI

• PT Bank Mega Syariah, Tbk. Kantor Pusat Jakarta Cq. PT. Bank Mega
Syariah Unit Blauran .............
Posita :
• Tergugat selaku kreditur telah memberikan pinjaman pokok pada
Penggugat II sebesar Rp. ........ Dengan margin keuntungan sebesar
Rp. .......... Sehingga total hutang Penggugat II sebesar Rp. ............
Dengan masa kontrak 48 bulan
• Penggugat II pernah mengalami keterlambatan / tunggakan
pembayaran dan telah melakukan pelunasan
• Penggugat II telah melunasi semua kewajiban, namun belum mendapat
rincian pembayaran dari Tergugat, dengan demikian Tergugat telah
melakukan perbuatan melawan hukum
• Jaminan sebidang tanah dan bangunan
SYARI’AH

• Tergugat sudah merencanakan lelang


Petitum antara lain :
• Mengabulkan gugatan ......
• Penggugat II adalah debitur yang benar dan beritikad baik akan
membayar hutangnya
• Menyatakan Penggugat telah melakukan pelunasan
• Rencana lelang ...... Dibatalkan
• Menyatakan perjanjian kredit ..... Tidak sah dan batal demi hukum
• Menghukum untuk menyerahkan sertifikat kepada Penggugat
2.2. Penggugat :
• Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia (LPKNI)
Penggugat I
• Amin ............. (Penggugat II)
Tergugat :
• PT BTN (Persero) Tbk, .......... Kantor cabang syariah Malang (Tergugat)
E. KASUS – KASUS EKONOMI

Posita :
• Penggugat membeli rumah dengan pembiayaan KPR BTN Syariah
dengan prinsip Murabahah, harga rumah Rp. 259.000.000, uang muka
Rp. 109.000.000,- pembiayaan KPR yang disetujui Rp. 150.000.000
dengan masa kontrak 72 bulan
• Hutang KPR Rp. 150.000.000 telah diangsur 27 bulan setara Rp.
82.134.000,-
• Jaminan kredit sebidang tanah dan bangunan
• Penggugat II telah melakukan pembayaran mencapai 70%, sehingga
Penggugat keberatan atas rencana lelang
• Harga limit objek lelang yang ditentukan PT Bank Tabungan Negara
merugikan Penggugat
• Bahwa Penggugat masih memiliki itikad baik membayar hutangnya Rp.
SYARI’AH

67.866.000
Petitum :
• Mengabulkan gugatan ......
• Menyatakan Penggugat Debitur yang baik dan beritikad baik akan
membayar hutangnya
• Menyatakan Penggugat melanjutkan angsuran dengan sisa waktu 27
bulan
• Menyatakan rencana lelang dibatalkan
• Menyatakan perjanjian kredit tidak sah dan batal demi hukum
• Menyatakan debitur dapat membayar hutangnya secara angsuran
tanpa denda & bunga
• Menyatakan debitur membayar angsuran melalui Pengadilan Agama
2.3. Penggugat :
• AS Sukamto, (Penggugat I)
• Sutrah, suami, isteri............. (Penggugat II)
E. KASUS – KASUS EKONOMI

Tergugat :
• PT. Bank BRI Syariah Pusat, Cq Bank BRI Syariah Surabaya CQ Bank BRI
Syariah Cab Mojokerto, Tergugat I
• Pemerintah RI Cq......... Kantor Lelang, Tergugat II
• AW, pemenang Lelang, Tergugat III
Posita :
• Para penggugat dan tergugat I mempunyai hubungan hukum
berdasarkan akad pembiayaan Murabahah
• Dalam akad nilai pinjaman Rp. 175.000.000, disepakati pengembalian
dalam jangka 60 bulan
• Sebagai agunan tanah dan rumah, di ikat dengan hak tanggungan
• Sejak penandatangan akad, Penggugat tidak pernah diberi surat
perjanjian kredit, meskipun sudah ditanyakan beberapa kali kepada
SYARI’AH

Tergugat I
• Pada awalnya lancar dan sudah membayar Rp. 47.500.000,-
• Sejak September 2012 Penggugat tidak dapat melaksanakan kewajiban
maksimal
• Tanpa mengindahkan aturan hukum, Tergugat I langsung mengirimkan
surat pemberitahuan pelaksanaan lelang, dan agunan akan dilelang
pada esok harinya
• Hasil lelang Rp. 200.000.000,- , padahal harga pasaran Rp.
400.000.000,-
Petitum (Provisi) :
• Menghukum para Tergugat membatalkan hasil Lelang
• Para Penggugat diberi kesempatan menjual sendiri asetnya
• Melarang Tergugat III untuk menguasai agunan (hak tanggungan)
Pokok Perkara
E. KASUS – KASUS EKONOMI

• Mengabulkan gugatan
• Menyatakan Tergugat I, II, III melakukan PMH
• Menyatakan batal demi hukum atau tidak mempunyai kekuatan
hukum lelang yang dilaksanakan tanggal 25 April 2013
2.4. Penggugat :
• Anita... Direktur PT BPK Syariah Situbondo, (Penggugat I)
• M. Safiandi, Bagian Legal & Administrasi Pembiayaan (Penggugat II)
Tergugat :
• Muhammad, Nasabah
• Zakiyah, (isteri nasabah)
Posita :
SYARI’AH

• Penggugat dan Tergugat sepakat menandatangani perjanjian


pembiayaan musyarakah
• Jaminan foto copy SPMK ..... Dinas Bina Marga & Pengairan
• Jaminan tanah 391 M2
• Tujuan pembiayaan adalah proyek pembangunan Rumah Dinas
PPA DAM Pintu Lima
• Jaminan utama pengembalian pembiayaan musyarakah
berikut nisbah bagi hasil dari hasil proyek
• Bahwa sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1) perjanjian pembiayaan,
Tergugat seharusnya sudah melunasi pembiayaan musyarakah berikut
nisbah bagi hasil tanggal 3 Nopember 2008 (saat jatuh tempo)
• Hingga gugatan diajukan Tergugat belum melunasi kewajibannya
(Tergugat wanprestasi selama 19 bulan)
• Jumlah kewajiban Tergugat :
Nominal pembiayaan : Rp. 60.000.000,-
E. KASUS – KASUS EKONOMI

Nisbah bagi hasil : Rp. 2.399.760,-


Denda : Rp. 9.105.000,-
Biaya tagihan lainnya : Rp. 1.000.000,-
TOTAL Kewajiban : Rp. 72.504.760,-
• Karena Tergugat wanprestasi, Penggugat menuntut ganti rugi in
materiil Rp. 250.000.000,-
• Tergugat supaya dijatuhi uang paksa Rp. 300.000,- setiap hari
keterlambatan
• Meminta sita jaminan
• Supaya putusan dapat dilaksanakan lebih dahulu sekalipun ada verzet,
banding dan kasasi
Petitum :
SYARI’AH

• Mengabulkan gugatan Penggugat


• Menyatakan sah perjanjian pembiayaan
• Menyatakan Tergugat wanprestasi
• Menghukum Tergugat membayar kewajiban Rp. 72.504.760,-
• Menghukum Tergugat membayar ganti rugi Rp. 250.000.000,-
• Menghukum Tergugat membayar uang paksa Rp. 300.000,- / hari
• Menyatakan sah sita jaminan
• Menyatakan putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu....
“Dengan penegakan hukum
yang baik, Hukum yang
buruk sekalipun akan
menghasilkan keadilan bagi
Masyarakat”

(Prof. Taverne 1876)

“Berlakulah adil dan jangan sekali


– kali berbalas iba, sesungguhnya
keadilan di perjuangkan oleh
manusia yang tidak bersalah,
sementara belas iba sangat
diimpikan oleh penjahat yang
penuh noda”

(Kahlil Gibran)

Anda mungkin juga menyukai