Anda di halaman 1dari 17

Praktik Kemahiran Hukum UINSA 2022

SISTEM PERADILAN DI INDONESIA:


MENILIK PENYELENGGARAAN PERADILAN
DI MAHKAMAH AGUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Moch. Choirul Rizal
Dosen Hukum Pidana pada Fakultas Syariah IAIN Kediri
rizal@iainkediri.ac.id | www.mochchoirulrizal.com
http://www.free-powerpoint-templates-design.com
Mahkamah Mahkamah
Agung Konstitusi
Republik Republik
Indonesia Indonesia
Pasal 24A UUD NRI Tahun Pasal 24C UUD NRI Tahun
1945 menentukan, MARI 1945 menentukan, MKRI
berwenang mengadili pada berwenang mengadili pada
tingkat kasasi, menguji tingkat pertama dan terakhir
peraturan perundang- yang putusannya bersifat
undangan di bawah final untuk menguji undang-
undang-undang terhadap undang terhadap UUD,
undang-undang, dan memutuskan sengketa
mempunyai wewenang kewenangan lembaga
lainnya yang diberikan oleh negara yang
undang-undang. Diatur kewenangannya diberikan
lebih lanjut dalam UU No. oleh UUD, memutuskan
14 Tahun 1985, UU No. 5 pembubaran partai politik,
Tahun 2004, dan UU No. 3 memutuskan perselisihan
Tahun 2009. tentang hasil pemilihan
umum, dan memberikan
putusan atas pendapat DPR
mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden
menurut UUD. Diatur lebih
lanjut dalam UU No. 24
Tahun 2003, UU No. 8
Tahun 2011, UU No. 4
Tahun 2014, dan UU No. 7
Tahun 2020.
Mahkamah Agung
Republik Indonesia
Mengapa “Sistem Kamar”?

Sistem Kamar pada MARI didasarkan pada: (1)


1 SK KMA RI No. 142/KMA/SK/IX/2011; (2) SK KM
A RI No. 17/KMA/SK/II/2012; dan (3) SK KMA RI
Sebelum September 2011, MARI
No. 112/KMA/SK/VII/2013.
mengalami sejumlah masalah, di
antaranya: (1) sulitnya memantau
Tujuan penerapan “Sistem Kamar” adalah untuk:
status penyelesaian perkara; (2)
putusan yang inkonsisten; (3) min 2 (1) menjaga kesatuan penerapan hukum dan kon
sistensi putusan; (2) meningkatkan profesionalita
imnya panduan bagi pengadilan ti
s Hakim Agung; serta (3) mempercepat proses p
ngkat bawah dalam memutus per
enyelesaian perkara.
kara; (4) beban perkara pada MA
menjadi sangat besar; dan (5) ber
Pada akhirnya, 3 (tiga) keputusan tersebut disatu
gesernya fungsi kasasi 3 kan dan disempurnakan melalui SK KMA RI No.
(LeIP, 2017: 5).
213/KMA/SK/XII/2014, tanggal 30 Desember 201
4. Terbit pula SK KMA RI No. 214/KMA/SK/XII/20
14, tanggal 31 Desember 2014, tentang Jangka
Waktu Penanganan Perkara pada Mahkamah Ag
ung Republik Indonesia.
Deskripsi Singkat “Kamar Perkara”

Kamar perkara adalah kamar yang


memeriksa dan mengadili perkara
kasasi dan peninjauan kembali serta
perkara lain yang menjadi
kewenangan MARI. Kamar-kamar
yang dimaksud adalah Kamar Pidana,
Kamar Perdata, Kamar Agama,
Kamar Militer, dan Kamar TUN.
Setiap kamar terdiri atas: (1) Ketua
Kamar (ex officio adalah Ketua Muda
MARI); (2) Hakim Agung dan Hakim

모바일 이미지
Ad-hoc khusus bagi Kamar Pidana d
an Kamar Perdata; (3) Panitera Muda
Kamar; dan (4) Panitera Pengganti.
Setiap Hakim Agung dan Hakim
Ad-hoc hanya dapat menjadi anggota
* Sesuai SK KMA RI No. 213/KMA/SK/XII/2014
salah satu kamar dengan memperhati
kan asal lingkungan peradilan dan/at
au latar belakang pendidikan formal (
spesialisasi).
Alur Kerja “Sistem Kamar” di MARI
Kewenangan Lainnya

Uji Materiil Sengketa Permohonan Permohonan Grasi


Ketua MARI Kewenangan Fatwa Ketua MARI menjawab
menetapkan majelis Mengadili Apabila diajukan oleh permohonan grasi
hakim. Lihat, Peraturan Ketua MARI menyelesai lembaga negara, Ketua dengan
MARI No. 1 Tahun 2011 kan sengketa ini. Lihat, MARI menjawab mempertimbangkan
tentang Hak Uji Materiil. SEMA RI No. 1 Tahun 1 dengan mendengar pendapat Ketua Kamar
996 tentang Petunjuk P pertimbangan Ketua Pidana.
ermohonan Pemeriksaa Kamar terkait. Untuk
n Sengketa Kewenanga perseorangan atau
n Mengadili dalam Perk badan hukum,
ara Perdata didelegasikan kepada
Ketua Kamar.
Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia
Permohonan Alat Bukti
Sesuai Pasal 31 ayat (1) Sesuai Pasal 36 ayat (1)
UU No. 24 Tahun 2003: (1) UU No. 24 Tahun 2003: (1)
Nama dan alamat pemohon; Surat atau tulisan; (2)
(2) Uraian mengenai Keterangan saksi; (3)
perihal yang menjadi dasar Keterangan ahli; (4)
permohonan sesuai Keterangan para pihak; (5)
perkara yang dimohonkan; Petunjuk; dan (6) Alat bukti
dan (3) Hal-hal yang lain berupa informasi yang
diminta untuk diputus. diucapkan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan
secara elektronik dengan
alat optik atau serupa
dengan itu.
Persidangan-Persidangan

Pemeriksaan Pendahuluan Pemeriksaan Persidangan


(1) Dilakukan oleh majelis hakim panel; (2) (1) Dilakukan oleh pleno hakim konstitusi;
Kedudukan hukum pemohon; (3) (2) Penyampaian pokok-pokok permohona
Perubahan permohonan; (4) Alat bukti n dan jawaban secara lisan; (3) Pemeriksa
yang diajukan; (5) Pokok keterangan yang an alat bukti dari pemohon, termohon, ma
akan diberikan oleh saksi dan ahli; dan (6) upun pihak terkait; (4) Penyampaian dan p
Produknya adalah rekomendasi kepada emeriksaan keterangan saksi dan/atau ahl
pleno hakim konstitusi. i; dan (5) Penyampaian kesimpulan-kesim
pulan.

Rapat Permusyawaratan Hakim Pengucapan Putusan


(1) Salah satu jenis dari sidang pleno yang (1) Dilakukan oleh pleno hakim konstitusi;
sifatnya tertutup; (2) Hanya diikuti oleh par (2) Pengucapan putusan harus dilakukan
a hakim konstitusi, panitera, dan panitera secara terbuka untuk umum; (3) Amar
pengganti; dan (3) Dibahas perkembanga putusannya adalah tidak dapat diterima,
n suatu perkara, putusan, serta ketetapan ditolak, atau dikabulkan; dan (4) Putusan
yang terkait dengan suatu perkara. MK bersifat tetap dan mengikat sejak
setelah sidang pengucapan putusan
selesai.
Hukum Acara
Pegujian UU terhadap UUD

Bentuk Pengujian Legal Standing

• Formil, yakni yang terkait dengan • Perseorangan WNI.


soal-soal prosedur pembuatan suatu • Kesatuan masyarakat hukum adat.
undang-undang. • Badan hukum publik atau privat.
• Materiil, yakni yang terkait dengan • Lembaga negara.
pertentangan materi suatu peraturan • Kerugian hak dan/atau kewenangan
dengan peraturan lain yang lebih konstitusional yang dijamin oleh UUD.
tinggi.
Hukum Acara Memutus Sengketa Kewenangan
Konstitusional Lembaga Negara

Ada 34 organ Pemohon adalah


01 yang disebut 02 lembaga negara
keberadaannya di yang
dalam UUD NRI menganggap
Tahun 1945. kewenangan
konstitusionalnya
diambil, dikurangi,
dihalangi,
diabaikan,
dan/atau
dirugikan oleh
lembaga negara
lain.

03 Termohon adalah lembaga negara yang dianggap


telah mengambil, mengurangi, menghalangi,
mengabaikan, dan/atau merugikan pemohon.
Hukum Acara Pembubaran Partai Poltik

Pemohonnya Alasan Perkara


adalah permohonan pembubaran
pemerintah adalah partai politik
pusat, ideologi, asas, wajib diputus
sedangkan tujuan, dalam jangka
Termohonnya program, waktu
adalah partai kegiatan, selambat-
politik yang serta akibat lambatnya 60
dimohonkan dari kegiatan hari kerja
pembubaran. bertentangan sejak
dengan UUD permohonan
NRI Tahun diregistrasi.
1945.
Hukum Acara
Perselisihan Hasil Pemilu

Pemohonnya adalah pimpinan pusat partai Termohonannya adalah KPU Pusat.


politik, perorangan WNI calon anggota DPD, Dimungkinkan KPU Provinsi dan KPU
Paslon Presiden dan Wakil Presiden peserta Kabupaten/Kota menjadi Turut Termohon jika
Pilpres, Paslon Kepala Daerah dan Wakil berkaitan dengan PHPU DPR, DPRD, dan DPD.
Kepala Daerah peserta Pilkada. Selain itu, ada juga Pihak terkait, misalnya,
Bawaslu.

Materi permohonannya adalah penetapan hasil Perselisihan hasil Pemilu hanya dapat dapat
Pemilu oleh KPU yang mempunyai pengaruh diajukan dalam jangka waktu paling lambat
terhadap: (1) Terpilihnya calon anggota DPD; (2) 3x24 jam terhitung sejak KPU mengumumkan
Penentuan paslon yang masuk putaran ke-2 penetapan hasil Pemilu secara nasional dan
dalam Pilpres serta terpilihnya Presiden dan wajib diputus paling lambat 14 hari kerja sejak
Wakil Presiden; dan (3) Perolehan kursi partai permohonan dicatat dalam BRPK dalam hal
politik peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan. Pemilu Presiden/Wapres atau 30 hari kerja
sejak permohonan dicatat dalam BRPK dalam
hal Pemilu anggota legislatif.
Hukum Acara Memutus Pendapat DPR dalam
Pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden

Pemohonnya adalah DPR, sedangkan Termohonnya adalah Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Materi permohonannya adalah: (1) Presiden dan/atau Wapres melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, atau perbuatan tercela;
atau (2) Presiden dan/atau Wapres tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wapres
berdasarkan UUD Tahun 1945.

Pengajuan permohonan harus disertai: (1) Keputusan DPR tentang hal tersebut; (2) Proses pengambilan
keputusannya (Risalah dan/atau Berita Acara DPR); dan (3) Bukti-bukti. Proses pengambilan keputusan
dalam pendapat dimaksud harus didukung oleh 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang
paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota DPR.

Permohonan harus diputus paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak diregistrasi.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai