Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga kami
pada akhirnya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ASUHAN PRE
OPERATIF BEDAH MINOR PADA KASUS BARTHOLINITIS ” tepat pada
waktunya.
Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada Dosen Pembimbing Ibu Suprapti
,SST., M.Kes yang selalu memberikan dukungan serta bimbingannya dan kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini, sehingga
makalah ini dapat disusun dengan baik. Semoga makalah yang telah kami susun ini
turut memperkaya khazanah ilmu Ginekologi serta bisa menambah pengetahuan dan
pengalaman para pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Tujuan......................................................................................................................1
1.3 Manfaat....................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................................2
2.1 Konsep Teori Pre-Operatif.......................................................................................2
2.2 Konsep Teori Kista dan Abses Kelenjar Bartholin...................................................4
2.2.1 Definisi.............................................................................................................4
2.2.2 Bakteri Penyebab..............................................................................................5
2.2.3 Patofisiologi.....................................................................................................6
2.3.4 Faktor predisposisi...........................................................................................7
2.2.5 Tanda dan gejala...............................................................................................7
2.2.6 Teknik diagnostik.............................................................................................7
2.2.8 Komplikasi.......................................................................................................9
2.2.9 Prognosis..........................................................................................................9
2.3 Konsep Manajemen Kebidanan dari Kista dan Abses Kelenjar Bartholin..............10
BAB III TINJAUAN KASUS..............................................................................................13
3.1 Subjektif.................................................................................................................13
3.2 Objektif..................................................................................................................14
3.3 Assessment.............................................................................................................15
3.4 Penatalaksanaan.....................................................................................................16
BAB IV PENUTUP..............................................................................................................17
4.1 Kesimpulan............................................................................................................17
4.2 Saran......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................18
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
Tahap Preoperatif
2
pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman
bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan
yang luas dan dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan
standar praktik keperawatan.
Pembedahan dibagi atas tiga fase atau tahap, yaitu preoperatif, intraoperatif, dan
pasca operatif. Ketiga tahap ini disebut dengan periode perioperatif:
1. Fase preoperatif
2. Fase Intraoperatif
dimulai ketika pasien dipindahkan ke meja operasi. Tahap ini berakhir ketika
pasien dipindahkan ke postanesthesia care unit (PACU) atau yang dahulu
disebut ruang pemulihan (recovery room, RR). Dalam tahap ini, tanggung
jawab perawat terfokus pada kelanjutan dari pengkajian fisiologis, psikologis,
merencanakan dan mengimplementasikan intervensi untuk keamanan dan
privasi pasien, mencegah infeksi luka, dan mempercepat penyembuhan.
Termasuk intervensi keperawatan yang spesifik adalah memberi dukungan
emosional ketika anesthesia dimulai (induksi anestesia) dan selama prosedur
pembedahan berlangsung, mengatur dan mempertahankan posisi tubuh yang
fungsional, mempertahankan asepsis, melindungi pasien dari bahaya arus
listrik (dari alat-alat yang dipakai seperti electrocautery), membantu
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, menjamin ketepatan
3
hitungan kasa dan instrument, membantu dokter bedah, mengadakan
komunikasi dengan keluarga pasien dan anggota tim kesehatan yang lain.
dimulai dengan pemindahan pasien ke PACU dan berakhir pada waktu pasien
dipulangkan dari rumah sakit. Termasuk dalam kegiatan perawatan adalah
mengkaji perubahan fisik dan psikologis; memantau kepatenan jalan napas,
tanda-tanda vital, dan status neurologis secara teratur; mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit; mengkaji secara akurat serta haluaran dari
semua drain.
2.2.1 Definisi
Kelenjar Bartholin atau the greater vestibular glands adalah kelenjar pada
perempuan yang homolog dengan kelenjar bulbouretralis (kelenjar Cowper) pada
laki-laki. Kelenjar mulai berfungsi pada masa pubertas dan berfungsi memberikan
kelembaban untuk vestibulum. Kelenjar Bartholin berkembang dari tunas di epitel
daerah posterior vestibulum. Kelenjar Bartholin terletak bilateral pada dasar labia
minora, masing-masing berukuran sekitar 0,5 cm dan mensekresikan mukus ke dalam
duktus yang memiliki panjang 2-2,5 cm. Kelenjar biasanya tidak akan teraba kecuali
penyakit infeksi atau pada wanita yang sangat kurus. Kista Bartholin adalah
penyumbatan duktus kelenjar bagian distal berupa pembesaran berisi cairan dan
mempunyai struktur seperti kantong bengkak (swollen saclike structure). Jika lubang
pada kelenjar Bartholin tersumbat, lendir yang dihasilkan oleh kelenjar akan
4
terakumulasi sehingga terjadi dilatasi kistik duktus proksimal dan obstruksi. Kista
Bartholin yang mengalami obstruksi dan terinfeksi dapat berkembang menjadi abses.
Kista dan abses Bartholin merupakan penyakit terkait kelenjar Bartholin yang
paling sering terjadi. Penyakit terjadi pada 2-3% wanita. Abses hampir tiga kali lebih
umum daripada kista. Kista Bartholin rata-rata memiliki ukuran kecil yaitu 1-3 cm,
biasanya unilateral dan asimtomatik. Kista yang lebih besar dapat menimbulkan
ketidaknyamanan terutama saat berhubungan seksual, duduk, atau jalan. Pasien
dengan abses Bartholin biasanya mengeluhkan nyeri vulva yang akut, berkembang
secara cepat, dan progresif. Diagnosis kista dan abses Bartholin ditegakkan
berdasarkan temuan klinis serta pemeriksaan fisik. Manajemen kista dan abses
Bartholin dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain medikamentosa, insisi dan
drainase, pemasangan word catheter, marsupialisasi, ablasi silver nitrate, terapi laser,
dan eksisi. Kista dan abses Bartholin umumnya terjadi pada wanita usia reproduktif,
usia 20-29 tahun tetapi penanganan yang ideal terhadap penyakit ini masih
kontroversial.
Menurut Lee et al. (2014), kista bartholin yang terinfeksi menjadi abses dapat
disebabkan oleh invasi bakteri berikut.
5
Leukocidin production
Streptococcus species
Selain itu, menurut penelitian Saeed dan Al-Jufairi (2013), ditemukan peningkatan
infeksi bakteri yang berasal dari saluran pernafasan, seperti S. Pneumoniae dan
Haemophilus influenzae dari abses kelenjar Bartholin.
2.2.3 Patofisiologi
Akibat saluran Bartholin yang tersumbat, maka cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar Bartholin menjadi terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
membentuk suatu kista. Karena kelenjar terus menerus menghasilkan cairan, maka
lama kelamaan kista semakin membesar dan tekanan di dalamnya semakin
meningkat. Dinding kista akan mengalami peregangan dan mengakibatkan penekanan
pada jaringan saraf sekitar, sehingga memicu mediator inflamasi. Akibat peregangan
pada dinding kista ini juga, pembuluh darah pada dinding kista akan terjepit dan
mengakibatkan bagian yang lebih dalam mengalami penurunan perfusi darah
sehingga dapat terjadi nekrosis.
Menurut Lee et al. (2015), kista adalah komplikasi umum dari kelenjar
Bartholin, mempengaruhi daerah duktus karena penyumbatan. Ketika lubang duktus
kelenjar Bartholin tersumbat, kelenjar menghasilkan penumpukan lendir.
Penumpukan ini menyebabkan pelebaran kistik pada saluran dan pembentukan kista.
Infeksi kista ini kemungkinan besar menyebabkan abses kelenjar Bartholin. Namun,
perkembangan abses tidak selalu diawali oleh adanya kista. Abses hampir tiga kali
lebih umum daripada kista duktus. Kultur abses Bartholin sering menunjukkan
infeksi polimikroba.
Proporsi besar abses kelenjar Bartholin adalah kultur bakteri positif dengan
Escherichia coli sebagai patogen umum. Saat menentukan pilihan pengobatan
antibakteri, penting untuk menghubungkan temuan mikrobiologi dengan antibiotik
gram mereka.
6
Sedangkan patofisiologi abses kelenjar Bartholin apabila infeksi yang
berkepanjangan membuat terjadinya pembusukan, sehingga cairan dalam kista
menjadi nanah dan menimbulkan rasa sakit. Karena letaknya di vagina bagian luar,
kista akan terjepit terutama saat duduk dan berdiri menimbulkan rasa nyeri yang
terkadang disertai dengan demam.
Pada beberapa kasus kista Bartholin juga dikaitkan dengan infeksi menular
seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis.
Selain itu, infeksi Escherichia coli juga sering dikaitkan dengan munculnya kista
Bartholin.
Kista Bartholin dapat timbul pada semua usia. Namun, kondisi ini lebih sering
terjadi pada wanita berusia antara 20–30 tahun yang aktif secara seksual. Kista jarang
terjadi pada wanita yang telah menopause karena kelenjar Bartholin telah menyusut.
Tanda kista Bartholin yang terinfeksi menjadi abses berupa penonjolan yang
nyeri pada salah satu sisi vulva, disertai kemerahan atau pembengkakan yang
fluktuatif pada daerah vulva. Jika kista terinfeksi, gejala klinik berupa nyeri saat
berjalan, duduk, beraktivitas fisik atau berhubungan seksual, umumnya tidak disertai
demam, biasanya ada sekret di vagina dan dapat terjadi ruptur spontan.
7
2.2.6 Teknik diagnostik
Kultur Swab
8
Dilakukan swab pada cairan abses atau daerah sekitar vagina untuk mengidentifikasi
bakteri penyebab, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat.
Biopsi
Prosedur ini dilakukan pada wanita dengan usia diatas 40 tahun atau ketika ada
kecurigaan mengarah ke keganasan untuk menyingkirkan karsinoma kelenjar
Bartholin.
MRI dan CT Scan
Magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography (CT) dapat digunakan
untuk pemeriksaan kista Bartholin yang besar. Kista asimptomatik juga dapat
diketahui melalui pemindaian MRI atau melalui ultrasound high definition.
2.2.7 Profilaksis
Pasien perlu diedukasi untuk pola gaya hidup seksual yang sehat, menghabiskan
antibiotik yang diberikan, asupan gizi yang baik.
2.2.8 Komplikasi
2.2.9 Prognosis
Prognosis kista dan abses Bartholin memiliki angka rekurensi tinggi, terutama bila
diberikan tata laksana dengan prosedur pembedahan tradisional.
2.2.10 Penatalaksanaan
9
a. Penatalaksanaan medikamentosa
Kondisi khusus membutuhkan penatalaksanaan medis dengan antibiotik.
Antibiotik diindikasikan untuk salah satu situasi berikut:
1. Duktus bartholin atau abses kelenjar yang sedang sampai parah,
2. Sebagai tambahan untuk perawatan bedah,
3. Bukti imunosupresi,
4. Risiko MRSA,
5. Infeksi sistemik (misalnya demam, sepsis),
6. Selulitis,
7. Tidak ada perbaikan klinis setelah insisi dan drainase, dan
8. Kehamilan.
b) Penatalaksanaan Operatif
1. Fistulisasi (membuat saluran baru terbuka melalui sayatan dan
drainase, dengan penempatan kateter Word
2. Marsupialisasi (membuat lesi terbuka untuk mempercepat
penyembuhan),
3. Pengangkatan atau penghancuran kelenjar Bartholin menggunakan
terapi laser CO2.
Fistula dapat dilakukan oleh bidan dan praktisi perawat kesehatan wanita.
Marsupialisasi dan pengangkatan atau penghancuran kelenjar Bartholin
membutuhkan rujukan ke ahli bedah.
2.3 Konsep Manajemen Kebidanan dari Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
10
proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan
pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan
dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada
klien.
Proses manajemen harus mengikuti urutan yang logis dan memberikan pengertian
yang menyatukan pengetahuan, hasil temuan dan penilaian yang terpisah pisah
menjadi satu kesatuan yang berfokus pada manajemen klien. Sistem
pendokumentasian tersebut antara lain :
3. Analisis
11
dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses pengkajian data
akan menjadi sangat dinamis. Di dalam analisis menuntut bidan untuk
sering melakukan analisis data yang dinamis tersebut dalam rangka
mengikuti perkembangan klien. Analisis yang tepat dan akurat mengikuti
perkembangan data klien akan menjamin cepat diketahuinya perubahan
pada klien, dapat terus diikuti dan diambil keputusan/tindakan yang tepat.
Analisis data adalah melakukan interpretasi data yang telah dikumpulkan,
mencakup diagnosis, masalah kebidanan, dan kebutuhan.
4. Penatalaksanaan
12
BAB III
TINJAUAN KASUS
13
3.1 Subjektif
Alasan Kunjungan:
Pasien merasakan nyeri pada benjolan saat pasien duduk dan beraktivitas.
Keluhan Utama:
Pasien mengeluh adanya benjolan besar di daerah kelamin yang dialami sejak
dua minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Awalnya benjolan berukuran kecil
dan lama kelamaan semakin membesar, serta mengeluarkan nanah dan darah
terutama dalam tiga hari terakhir.
Riwayat Trauma:
Pasien mengatakan tidak ada riwayat trauma.
Riwayat berhubungan seksual dengan suami terakhir satu bulan yang lalu.
3.2 Objektif
3.Pemeriksaan Genetalia
14
e. Nyeri : Ada nyeri
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
3.3 Assessment
15
Clotting time dibawah normal, yaitu 7 menit (normalnya 8-15 menit), dan
hematokrit rendah, yaitu 36,7% (normalnya 38-46%), maka diperlukan cairan
pengganti, yaitu Ringer Laktat.
Pasien mengalami Pasien merasa nyeri dan memerlukan obat pereda rasa
nyeri, yaitu Ketorolac.
Sebagian besar anti nyeri berpotensi menimbulkan efek samping berupa iritasi
lambung, termasuk Ketorolac. Maka, pasien juga memerlukan obat anti iritasi
lambung, yaitu Ranitidine.
3.4 Penatalaksanaan
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
Lee, M.Y., Dalpiaz, A., Schwamb, R., Miao, Y., Waltzer, W. and Khan, A., 2014.
Clinical pathology of Bartholin's glands: a review of the literature. Current
urology, 8(1), pp.22-25. https://doi.org/10.1159/000365683
Mary Baradero, SPC dkk. 2009. Keperawatan Perioperatif: Prinsip dan Praktik.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Radhakrishna, V., Goel, R., Parashar, G., Santhanakrishnan, R., 2017. Bartholin’s
gland abscess in a prepubertal female: A case report. Ann. Med. Surg. 24, 1–
2. https://doi.org/10.1016/j.amsu.2017.09.01 7
Saeed, N., Al-Jufairi, Z., 2013. Bartholin′s gland abscesses caused by Streptococcus
pneumoniae in a primigravida. J. Lab. Physicians 5, 130.
https://doi.org/10.4103/0974-2727.119870
18