Anda di halaman 1dari 7

Kekurangan Energi Kronis pada 

Kehamilan

2.1  Defenisi

Menurut Depkes RI (2002) dalam Program Perbaikan Gizi Makro menyatakan bahwa Kurang Energi Kronis merupakan keadaan dimana ibu
penderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. KEK
dapat terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil (bumil).

KEK adalah penyebabnya dari ketidakseimbangan antara asupan untuk pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran energi (Departemen Gizi
dan Kesmas FKMUI, 2007).

Istilah KEK atau kurang energi kronik merupakan istilah lain dari Kurang Energi Protein (KEP) yang diperuntukkan untuk wanita yang kurus
dan lemak akibat kurang energi yang kronis. Definisi ini diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO).

Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang
berlangsung lama atau menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai
kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm.

2.2  Etiologi

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi KEK

2.2.1             Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi ini terdiri dari:

1. Pendapatan Keluarga

Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makanan. Orang dengan tingkat ekonomi rendah biasanya akan membelanjakan sebagian besar
pendapatan untuk makan, sedangkan dengan tingkat ekonomi tinggi akan berkurang belanja untuk makanan.

Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin
baik makanan yang diperoleh, dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk
membeli buah, sayuran dan beberapa jenis makanan lainnya

1. Pendidikan Ibu

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat
pendidikan tinggi diharapkan pengetahuan / informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik.

1. Faktor Pola Konsumsi

Pola makanan masyarakat Indonesia pada umumnya mengandung sumber besi heme (hewani) yang rendah dan tinggi sumber besi non heme
(nabati), menu makanan juga banyak mengandung serat dan fitat yang merupakan faktor penghambat penyerapan besi (Departemen Gizi
dan Kesmas FKMUI, 2007).

1. Faktor Perilaku

Kebiasaan dan pandangan wanita terhadap makanan, pada umumnya wanita lebih memberikan perhatian khusus pada kepala keluarga dan
anak-anaknya. Ibu hamil harus mengkonsumsi kalori paling sedikit 3000 kalori / hari Jika ibu tidak punya kebiasaan buruk seperti merokok,
pecandu dsb, maka status gizi bayi yang kelak dilahirkannya juga baik dan sebaliknya (Arisman, 2007).

2.2.2 Faktor Biologis

Faktor biologis ini diantaranya terdiri dari :


2.2.2.1  Usia Ibu Hamil

Melahirkan anak pada usia ibu yang muda atau terlalu tua mengakibatkan kualitas janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan
kesehatan ibu (Baliwati, 2004: 3). Karena pada ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) dapat terjadi kompetisi makanan antara janin
dan ibunya sendiri yang masih dalam masa pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan (Soetjiningsih,
1995: 96). Sehingga usia yang paling baik adalah lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35 tahun, sehingga diharapkan status gizi ibu hamil
akan lebih baik.

2.2.2.2  Jarak Kehamilan

Ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa apabila keluarga dapat mengatur
jarak antara kelahiran anaknya lebih dari 2 tahun maka anak akan memiliki probabilitas hidup lebih tinggi dan kondisi anaknya lebih sehat
dibanding anak dengan jarak kelahiran dibawah 2 tahun. (Aguswilopo, 2004 : 5).

Jarak melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak
memperoleh kesempatan untuk memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu memerlukan energi yang cukup untuk memulihkan keadaan setelah
melahirkan anaknya). Dengan mengandung kembali maka akan menimbulkan masalah gizi ibu dan janin/bayi berikut yang dikandung.
(Baliwati, 2004 : 3).

2.2.2.3  Paritas

Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable). (Mochtar, 1998). Paritas diklasifikasikan sebagai
berikut:

1. Primipara adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan satu kali dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas, tanpa
mengingat janinnya hidup atau mati pada waktu lahir.
2. Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami dua atau lebih kehamilan yang berakhir pada saat janin telah mencapai
batas viabilitas.
3. Grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami lima atau lebih kehamilan yang berakhir pada saat janin telah
mencapai batas viabilitas.

Kehamilan dengan jarak pendek dengan kehamilan sebelumnya kurang dari 2 tahun / kehamilan yang terlalu sering dapat menyebabkan gizi
kurang karena dapat menguras cadangan zat gizi tubuh serta organ reproduksi belum kembali sempurna seperti sebelum masa kehamilan
(Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007).

2.2.2.4        Berat Badan Selama Hamil .

Berat badan yang lebih ataupun kurang dari pada berat badan rata-rata untuk umur tertentu merupakan faktor untuk menentukan jumlah
zat makanan yang harus diberikan agar kehamilannya berjalan dengan lancar. Di Negara maju pertambahan berat badan selama hamil
sekitar 12-14 kg.

Jika ibu kekurangan gizi pertambahannya hanya 7-8 kg dengan akibat akan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah ( Erna, dkk, 2004 ).

Pertambahan berat badan selama  hamil sekitar 10 – 12 kg, dimana pada trimester I pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg,
dan trimester III sekitar 6 kg. Pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin.

2.3            Tanda dan gejala

2.3.1        Lingkar lengan atas sebelah kiri kurang dari 23,5 cm.

2.3.2        Kurang cekatan dalam bekerja.

2.3.3        Sering terlihat lemah, letih, lesu, dan lunglai.


2.3.4        Jika hamil cenderung akan melahirkan anak secara prematur atau jika lahir secara normal bayi yang dilahirkan biasanya berat
badan lahirnya rendah atau kurang dari 2.500 gram.

2.4         Dampak yang ditimbulkan

2.4.1        Ibu

Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: Anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak
bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi. Sehingga akan meningkatkan kematian ibu (Zulhaida, 2003).

2.4.2        Persalinan

Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan prematur / sebelum waktunya,
perdarahan post partum, serta persalinan dengan tindakan operasi cesar cenderung meningkat (Zulhaida, 2003).

2.4.3        Janin

Kurang gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati,
kematian neonatal, cacat bawaan, asfiksia intra partum, lahir dengan berat badan rendah (BBLR) (Zulhaida, 2003).

2.5         Pengukuran Status Gizi

Dapat dilakukan melalui empat cara yaitu secara klinis, biokimia, biofisik, dan antropometri.

2.5.1        Penilaian secara klinis.

Penilaian status gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama dalam mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian
dapat memberikan gambaran masalah gizi yang nampak nyata.

2.5.2        Penilaian secara biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia di lapangan banyak menghadapi masalah. Salah satu ukuran yang sangat sederhana dan sering
digunakan adalah pemeriksaan haemoglobin sebagai indeks dari anemia gizi.

2.5.3        Penilaian secara biofisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda dan gejala kurang gizi. Dilakukan oleh dokter atau petugas kesehatan atau yang
berpengalaman dengan memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan otot dan bagian tubuh lainnya.

2.5.4        Penilaian secara antropometri.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ukuran fisik seseorang sangat erat berhubungan dengan status gizi. Atas dasar-dasar ini ukuran-
ukuran antropometri diakui sebagai indeks yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi untuk negara-negara berkembang.

Untuk mengetahui status gizi ibu hamil digunakan pengukuran secara langsung dengan menggunakan penilaian antropometri yaitu: Lingkar
Lengan Atas. Pengukuran lingkar lengan atas adalah suatu cara untuk mengetahui risiko KEK wanita usia subur (Supariasa, 2002 : 48).
Wanita usia subur adalah wanita dengan usia 15 sampai dengan 45 tahun yang meliputi remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia
subur (PUS).

Ambang batas lingkar Lengan Atas (LILA) pada WUS dengan risiko KEK adalah 23,5 cm, yang diukur dengan menggunakan pita ukur.
Apabila LILA kurang dari 23,5 cm artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan sebaliknya apabila LILA lebih dari 23,5 cm berarti
wanita itu tidak berisiko dan dianjurkan untuk tetap mempertahankan keadaan tersebut.
Hal-hal yang harus diperhatikan:

1. Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri.
2. Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang.
3. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat, sehingga permukaannya sudah tidak rata.

2.6         Upaya Penanggulangan Yang Dilakukan

2.6.1        KIE mengenai KEK dan faktor yang mempengaruhinya serta bagaimana menanggulanginya.

2.6.2        PMT Bumil diharapkan agar diberikan kepada semua ibu hamil yang ada.

Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera di tindak lanjuti sebelum usia kehamilan mencapai 16 minggu. Pemberian makanan tambahan yang
Tinggi Kalori dan Tinggi Protein dan dipadukan dengan penerapan Porsi Kecil tapi Sering, pada faktanya memang berhasil menekan angka
kejadian BBLR di Indonesia. Penambahan 200 – 450 Kalori dan 12 – 20 gram protein dari kebutuhan ibu adalah angka yang mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan gizi janin.

2.6.3        Konsumsi tablet Fe selama hamil.

Kebutuhan bumil terhadap energi, vitamin maupun mineral meningkat sesuai dengan perubahan fisiologis ibu terutama pada akhir trimester
kedua dimana terjadi proses hemodelusi yang menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah dan mempengaruhi konsentrasi
hemoglobin darah.

Pada keadaan normal hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian tablet besi, akan tetapi pada keadaan gizi kurang bukan saja
membutuhkan suplemen energi juga membutuhkan suplemen vitamin dan zat besi. Keperluan yang meningkat pada masa kehamilan,
rendahnya asupan protein hewani serta tingginya konsumsi serat / kandungan fitat dari tumbuh-tumbuhan serta protein nabati merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya anemia besi.

2.7         Pencegahan

2.7.1        Pemberdayaan ekonomi masyarakat sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka, terutama dalam mencukupi
kebutuhan akan makanan bergizi.

2.7.2        Memberikan pengertian bagi mereka dengan profesi yang menuntut memiliki tubuh kurus tentang bahaya tubuh yang terlalu
kurus apalagi jika mereka menguruskan badan dengan cara tidak lazim, seperti anoreksia atau bulimia

2.8         Cara Mengatasi Resiko KEK

Cara Mengetahui Risiko Kekurangan Energi Kronis (Kek) Dengan Menggunakan Pengukuran Lila :

2.8.1        Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)

LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) wanita usia subur termasuk remaja putri. Pengukuran LILA
tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek.

2.8.2        Pengukuran dilakukan dengan pita LILA dan ditandai dengan sentimeter, dengan batas ambang 23,5 cm (batas antara merah dan
putih).

Apabila tidak tersedia pita LILA dapat digunakan pita sentimeter/metlin yang biasa dipakai penjahit pakaian. Apabila ukuran LILA kurang dari
23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya remaja putri mempunyai risiko KEK.

Bila remaja putri menderita risiko KEK segera dirujuk ke puskesmas/sarana kesehatan lain untuk mengetahui apakah remaja putri tersebut
menderita KEK dengan mengukur IMT. Selain itu remaja putri tersebut harus meningkatkan konsumsi makanan yang beraneka ragam.

2.9         Deteksi dini Kurang Energi Kronis (KEK)


2.9.1        Dilakukan setiap tahun dengan mengukur Lingkar Lengan Kiri Atas (LILA) dengan memakai pita LILA.

2.9.2        Pada Remaja Putri/Wanita yang LILA-nya <23,5 cm berarti menderita Risiko Kurang Energi Kronis (KEK), yang harus dirujuk ke
Puskesmas/ sarana pelayanan kesehatan lain, untuk mendapatkan konseling dan pengobatan.

2.9.3        Pengukuran LILA dapat dilakukan oleh Remaja Putri atau wanita itu sendiri, kader atau pendidik. Selanjutnya konseling dapat
dilakukan oleh petugas gizi di Puskesmas (Pojok Gizi), sarana kesehatan lain atau petugas kesehatan/gizi yang datang ke sekolah, pesantren
dan tempat kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat. 1996.  Pedoman

Penanggulangan Ibu Hamil Kekurangan Enargi Kronis.  Jakarta.

Depkes RI. 1997.  Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995.  Badan Penelitian

dan Pengembangan Kesehatan.  Jakarta.

Saraswati, E. 1998.  Resiko Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia untuk  melahirkan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR).  Penelitian Gizi dan Makanan jilid 21.

KEKURANGAN ENERGI KRONIK


1. Kekurangan Energi Kronik
a. Pengertian
KEK merupakan salah satu keadaan malnutrisi, malnutrisi adalah keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relative atau
absolut satu atau lebih zat gizi (Supriasa, 2002, p.82).
KEK adalah keadaan dimana seseorang mengalami kekurangangizi (kalori dan protein ) yang berlangsung lama atau menahun. Dengan
ditandai berat badan kurang dari 40 kg atau tampak kurus dan dengan LILA-nya kurang `dari 23,5 cm (Depkes,1999, p.5).
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi
Dari penelitian Surasih (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi KEK antara lain : jumlah asupan energi, umur, beban kerja ibu hamil,
penyakit/infeksi, pengetahuan ibu tentang gizi dan pendapatan keluarga. Adapun penjelasannya :
1) Jumlah asupan makanan
Kebutuhan makanan bagi ibu hamil lebih banyak dari pada kebutuhan wanita yang tidak hamil. Upaya mencapai gizi masyarakat yang baik
atau optimal dimulai dengan penyedian
pangan yang cukup. Penyediaan pangan dalam negeri yaitu : upaya 8 7
pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan. Pengukuran konsumsi makanan sangat
penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur gizi dan menemukan
faktor diet yang menyebabkan malnutrisi.
2) Umur
Semakin muda dan semakin tua umur seseorang ibu yang sedang hamil akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Umur
muda perlu tambahan gizi yang banyak karena selain digunakan pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri, juga harus berbagi
dengan janin yang sedang dikandung. Sedangkan untuk umur tua perlu energi yang besar juga karena fungsi organ yang melemah dan
diharuskan untuk bekerja maksimal, maka
memerlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang berlangsung. Sehingga usia yang paling baik adalah
lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35 tahun, dengan diharapkan gizi ibu hamil akan lebih baik.
3) Beban kerja/Aktifitas
Aktifitas dan gerakan seseorang berbeda-beda, seorang dengan gerak yang otomatis memerlukan energi yang lebih besar dari pada mereka
yang hanya duduk diam saja. Setiap aktifitas memerlukan energi, maka apabila semakin banyak aktifitas yang dilakukan,
energi yang dibutuhkan juga semakin banyak. Namun pada seorang ibu hamil kebutuhan zat gizi berbeda karena zat-zat gizi yang
dikonsumsi selain untuk aktifitas/ kerja zat-zat gizi juga digunakan untuk perkembangan janin yang ada dikandungan ibu hamil tersebut.
Kebutuhan energi rata-rata pada saat hamil dapat ditentukan sebesar 203 sampai 263 kkal/hari, yang mengasumsikan pertambahan berat
badan 10-12 kg dan tidak ada perubahan tingkat kegiatan.
4) Penyakit /infeksi
Malnutrisi dapat mempermudah tubuh terkena penyakit infeksi dan juga infeksi akan mempermudah status gizi dan mempercepat
malnutrisi, mekanismenya yaitu :
a) Penurunan asupan gizi akibat kurang nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makanan pada waktu sakit.
b) Peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat diare, mual, muntah dan perdarahan yang terus menerus.
c) Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit atau parasit yang terdapat pada tubuh.
5) Pengetahuan ibu tentang Gizi
Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap terhadap makanan dan praktek/ perilaku
pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan makanan. Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang
positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga. Beberapa studi menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan
dari ibu meningkat maka pengetahuan nutrisi dan praktek nutrisi bartambah baik. Usaha-usaha untuk memilih makanan yang bernilai
nutrisi semakin meningkat, ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan nutrisi akan memilih makanan yang lebih bergizi dari
pada yang kurang bergizi.
6) Pendapatan keluarga
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Pada rumah tangga berpendapatan rendah, sebanyak 60
persen hingga 80 persen dari pendapatan riilnya
dibelanjakan untuk membeli makanan. Artinya pendapatan tersebut 70-80 persen energi dipenuhi oleh karbohidrat (beras dan
penggantinya) dan hanya 20 persen dipenuhi oleh sumber energi lainnya seperti lemak dan protein. Pendapatan yang meningkat akan
menyebabkan semakin besarnya total pengeluaran termasuk besarnya pengeluaran untuk pangan.
c. Pathogenesis
Proses terjadinya KEK merupakan akibat dari faktor lingkungan dan faktor manusia yang didukung oleh kekurangan asupan zat-zat gizi,
maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsung lama maka simpan zat gizi
akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan.
d. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala adalah berat badan kurang dari 40 kg atau tampak kurus dan LILA kurang dari 23,5cm (Supariasa, 2002, p.48).
1) Ukuran Lingkar Lengan Atas
a) Pengertian
Kategori KEK adalah apabila LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA (Supariasa, 2002, p.49). Menurut Depkes RI (1994)
didalam buku Supariasa (2002,
p.48) pengukuran LILA pada kelompok wanita usia subur (WUS) adalah salah satu deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan
masyarakat awam, untuk mengetahui kelompok
beresiko KEK. Wanita usia subur adalah wanita usia 15-45 tahun. LILA adalah suatu cara untuk mengetahui resiko KEK.
b) Tujuan
Tujuan pengukuran LILA adalah mencakup masalah WUS baik pada ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas
lintas sektoral. Adapun tujuan tersebut adalah :
(1) Mengetahui resiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapis wanita yang mempunyai resiko melahirkan bayi berat
lahir rendah.
(2) Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam pencegahan dan penanggulangan KEK.
(3) Mengembangkan gagasan baru dikalangan masyarakat dengan tujuan meningkatakan kesejahteraan ibu dan anak. (4) Mengarahkan
pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran
WUS yang menderita KEK.
(5) Meningkatkan peran dalam upaya perbaikan gizi WUS yang menderita KEK.
c) Ambang Batas
Ambang batas LILA pada WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5cm, apabila ukuran LILA kurang dari 23,5cm atau dibagian merah
pita LILA, artinya wanita tersebut
mempunyai resiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, kurang gizi,
gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak (Supariasa, 2002, p.49).
d) Cara Mengukur LILA
Pengukuran LILA dilakukan melalui urutan–urutan yang telah ditetapkan. Ada 7 urutan pengukuran LILA (Supariasa,
2002, p.49) yaitu:
1) Tetapkan posisi bahu dan siku.
2) Letakkan pita antara bahu dan siku.
3) Tentukan titik tengah lengan.
4) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan.
5) Pita jangan terlalu dekat.
6) Pita jangan terlalu longgar
e) Cara pembacaan skala yang benar
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah pengukuran dilakukan dibagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri
(kecuali orang kidal kita ukur lengan kanan). Lengan harus posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau
kencang dan alat ukur dalam keadaan baik.
e. Pengaruh KEK
Kurang energi kronik pada saat kehamilan dapat berakibat pada ibu maupun pada janin yang dikandungnya (Waryono, 2010, p.46).
1) Terhadap ibu : dapat menyebabkan resiko dan komplikasi antara lain : anemia, perdarahan, berat badan tidak bertambah secara normal
dan
terkena penyakit infeksi.
2) Terhadap persalinan : pengaruhnya pada persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya
(premature), perdarahan.
3) Terhadap janin : menimbulkan keguguran/abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, bayi dengan
berat badan lahir rendah (BBLR).

Anda mungkin juga menyukai