Anda di halaman 1dari 7

PENTINGNYA SIKAP LEPAS BEBAS KRISTIANI SEBAGAI BAHASA TEOLOGI

ANTIBULLYING

1. PENDAHULUAN

Bullying tentu bukan lagi menjadi kata asing yang pernah kita dengar. Bullying
atau kerap kali disebut dengan kekerasan dan mungkin setiap individu pernah
mengalaminya. Rigby (dalam Astuti, 2008), menyatakan bullying merupakan perilaku
agresi yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus, terdapat kekuatan yang
tidak seimbang antara pelaku dan korbannya, serta bertujuan untuk menyakiti dan
menimbulkan rasa tertekan bagi korbannya. Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu perilaku negatif yang dilakukan
secara berulang-ulang, dilakukan dengan sadar dan sengaja yang bertujuan untuk
menyakiti orang lain secara fisik maupun emosional, dilakukan oleh seorang anak atau
kelompok anak dan terdapat ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-
pihak yang terlibat.
Akhir-akhir ini banyak kita jumpai tindak kekerasan dalam pergaulan terlebih
yang dialami oleh remaja salah satunya bullying ini. Salah satu kasus yang sedang
hangat-hangatnya diperbincangkan masyarakat adalah kasus “Justice For Audrey”.
Kasus ini bercerita tentang penganiayaan siswa SMP di Pontianak. Selain itu masih
banyak kasus bullying yang lain yang terjadi pada remaja. Perilaku bullying tentunya
memiliki dampak negatif baik itu dari pelakunya sendiri maupun korbannya. Seperti
yang terjadi pada kasus bullying siswa SMP di Pontianak. pergaulan dalam dunia
remaja seharusnya tidak dikotori oleh tindakan-tindakan yang dapat merusak moral
remaja sendiri terutama di lingkungan sekolah. Sebaliknya relasi antar teman harus
dapat saling menghargai, menghormati dan membantu satu sama lainnya. Komunikasi
yang baik antara teman dapat membuat hubungan pertemanan menjadi lebih baik dan
harmonis, sehingga nantinya dapat saling mendukung dan menyemangati dalam
prestasi belajar. Relasi yang baik antar siswa dapat membantu perkembangan diri siswa
itu sendiri. Selain itu sekolah seharusnya menjadi tempat yang kondusif, mendukung
bagi perkembangan siswa baik itu perkembangan karakternya maupun perkembangan
prestasi belajarnya.
Perilaku bullying harulaslah mendapatkan perhatian baik itu dari sekolah,
keluarga, masyarakat dan juga siswanya sendiri sehingga nantinya tindakan bullying
tidak terjadi lagi dalam pergaulan remaja. Sekolah haruslah mengupayakan usaha nyata
agar siswa dapat benar-banar merasa nyaman dan terbantu ketika berada di sekolah.
Seperti memberikan perhatian dan pendampingan agar siswa tidak melakukan tindakan
bullying, serta nantinya siswa-siswi dapat saling menghargai dan menghormati satu
sama lain. Orang tua juga harus memberikan pendidikan, masukan, nasehat kepada
anak-anaknya agar mereka tidak mudah terpengaruh untuk melakukan tindakan
bullying terhadap orang lain, karena bagaimanapun orang tua merupakan pendidik yang
pertama dan utama bagi pengembangan karakter anak-anak mereka.

2. Arti Sikap Lepas Bebas


Dalam ajaran Gereja katolik hukum yang utama adalah hukum cinta kasih dan
keutamaan kasih itu sendiri yaitu sikap lepas landas. Didalam dekalog atau sepuluh
perintah Allah berisi kasih kepada Allah dan sesama. Kasih yang diminta ternyata
bukan kasih yang seadanya, tetapi kasih yang sempurna sebagaimana Bapa yang di
surga (Mat 19:21). Kasih kepada Allah harus diejawantahkan pada kasih terhadap
sesama. Ini tampak dalam dekalog (1-3: kasih kepada Allah, 4-10 kasih kepada
sesama).
Dalam Agama katolik, hidup dipandang sebagai perwujudan kasih. Manusia
adalah makhluk yang bebas. Dalam bahasa Inggris sikap lepas bebas kerap disebut
sebagai detachment. The Catolic Encyclopedia mendefinisikan detachment ini sebagai
semangat ketidaktergantungan terhadap segala sesuatu yang bukan Tuhan (a spirit of
independence toward all that is not God). Kelekatan manusia secara berlebihan kepada
hal yang bukan Tuhan dengan demikian di anggap sebagai penjauhan diri dari Tuhan
sendiri. Detachment tidak hanya berarti mau memberikan segala sesuatu, akan tetapi
juga menjaga diri dari ketertarikan atas segala hal.
Selanjutnya dikatakan bahwa: “Oleh karena itu, sikap lepas bebas itu terkait
secara lebih dekat dengan kasih Allah dan diinspirasikan oleh cinta kasih. Tampak
bahwa dalam definisi diatas Tuhan dan cinta mendapat tempat utama dalam keutamaan
ini. Hal ini dapat dimengerti karena hukum utama dalam agama Katolik adalah hukum
kasih. Keutamaan lepas bebas dapat diwujudkan dengan berbagai cara. Dari dasar biblis
dan Trasisi Kristen di atas tampak bahwa ada aspek-aspek tertentu yang menonjol
dalam praktek lepas bebas ini. Namun aspek yang hendak ditampilkan dalam ulasan ini
ialah tentang sikap lepas bebas dalam kaitannya dengan orang.

3. Cinta Kasih Sebagai Inti Hidup Kristiani


Agama Katolik mendasarkan dirinya pada diri Yesus Kristus. Ia diimani sebagai
Allah yang menjadi manusia guna menebus dosa umat-Nya. Dengan mendasarkan diri
kepada Yesus, artinya bahwa Gereja Katolik mempondasikan dirinya atas ajaran-ajaran
Yesus. Yesus Kristus mengajarkan kepada para pengikut-Nya bahwa kasih adalah
hukum asasi dari semua kesempurnaan manusiawi (GS 38). pribadi Yesus diimani
sebagai Sang Kasih yang mengejahwantah (1 Yoh 4: 8-16). Kesediaan-Nya untuk
menebus dunia dengan menjadi manusia lemah menjadi bukti dari ajaran kasih itu.
peletakan kasih sebagai hukum dasar dalam agama kristen tampak ketika Yesus
menjawab pertanyaan para ahli Taurat tentang hukum mana yang paling utama. Saat itu
Yesus menjawab:
“Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap akal budimu; itulah hukum yang pertama dan
utama. Dan hukum kedua yang sama dengan itu ialah: kasihilah sesamamu
manusia seperti dririmu sendiri (Mat 22:37- 39).”

Injil Markus bahkan memberi tekanan akan pentingnya hukum kasih itu: “Tidak
ada hukum lain yang lebih utama dari kedua hukum ini (Mrk 12:31). Nampaklah bahwa
kasih itu mempunyai dua sisi yang saling berhubungan. Di satu sisi manusia harus
mencintai Allah dengan segenap daya yang ia punya. Di sisi lain cinta kepada Allah ini
ternyata harus dikonkritkan dalam cinta kepada sesama. Dengan demikian tampaklah
bahwa kasih kepada sesama mempunyai derajad yang sama dengan kasih kepada Allah.
Hukum kasih sebagai hukum pokok atau utama dalam agama Kristen, memuat
berbagai syarat dan tuntutan. Manusia yang mengimani Yesus Kristus ternyata tidak
bisa hanya tinggal diam saja karena mereka dituntut untuk mewujudkan kasih ini dalam
kehidupan sehari-hari. Pertanyaannya, Bagaimana tuntutan kasih itu diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari? Yesus sendiri di dalam salah satu injilnya Mat 5:43-45 yakni
tentang perintah mengasihi musuh:
“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan
bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan
berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah
kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari
bagi orang-orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan
bagi orang yang tidak benar.”

Artinya bahwa kasih itu dapat diwujudkan salah satunya dengan tidak membenci
musuh tetapi justru sebaliknya yakni dengan mendoakan mereka. Itulah kasih yang
diharapkan Yesus kepada kita. Yesus sendiri juga mengatakan bahwa “Tidak ada kaih
yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-
sahabtnya, ” (Yoh 15:13). Yesus sendiri telah membuktikan kasih itu dengan
menyerahkan nyawa-Nya demi menebus dosa manusia (Luk 23:46). Dengan demikian
kita pun dituntut untuk berani berbuat kasih yakni kasih yang sempurnya seperti yang
diajarkan oleh Yesus sendiri.

4. Sikap Lepas Bebas Sebagai Perwujudan Kesempurnaan Kasih


.Uraian di atas memberi pendasaran bagaimana hukum kasih itu sebenarnya
memuat sikap lepas bebas. Ia bukan lagi kasih pada umumnya, akan tetapi kasih yang
sempurna (Mat 19:21). Dari sisni perlu dicari lagi bagaimana kesempurnaan kasih
kristiani itu. Apakah ada kesempurnaan kasih yang khas kristiani yang diungkapkan
oleh Yesus sendiri?
Pertanyaan tersebut akan dijawab dengan menggali peristiwa khotbah di bukit.
Jatidiri orang kristen sebagai manusia yang harus mengamalkan kasih secara sempurna
sangat tampak dalam perikop khotbah di bukit ini. Dalam Mat 5:3-48; 6:1-34; 7:12
memuat jatidiri orang kristen yang ditandai dengan miskin dihadapan Allah,
berdukacita kerena dosa-dosanya dan dosa sesamanya, lemah lembut, lapar dan haus
akan kebenaran, murah hati, suci hatinya, membawa damai, rela dianiaya demi
kebenaran, berlaku sebagai garam dan terang, memiliki moralitas yang baik sampai
akhirnya mengasihi musuh, beribadat dan tidak munafik dalam menjalankan hidup
keagamaan, dan berbuat secara baik pula. Tidak ada satu alinea pun dalam khotbah di
bukit ini yang tidak menarik kontras yang tajam antara standar kristiani dan standar non
kristiani. Kontras ini diambil dengan cara membandingkan antara perilaku orang-orang
kafir, para ahli kitab, ataupun orang Farisi dengan bagaimana seharusnya orang kristen
bertindak. peratanyaan refkelsi bagi kita ialah apakah kita sudah hidup seturut jatidiri
orang kristen yang sesungguhnya?
Seluruh isi khotbah Yesus tersebut memuat kesempurnaan kasih kristiani. Dengan
demikian tuntutan Yesus kepada kita menjadi sangat jelas yakni dengan menjalankan
sepuluh perintah Allah, dan tindakan kasih yang lain sebagai seorang kristen yang
mengimani Yesus Kristus.
Selain itu ternyata pelaksanaan kasih pada umumnya yang termuat dalam dekalog
belum juga mengantar pengikut Kristus menjadi sempurna didalam kasih. Yesus
mengajak kita semua untuk memeluk kasih yang sempurnya lewat segala aspek yang
termuat dalam khotbah di bukit yakni miskin dihadapan Allah, berdukacita kerena
dosa-dosanya dan dosa sesamanya, lemah lembut, lapar dan haus akan kebenaran,
murah hati, suci hatinya, membawa damai, rela dianiaya demi kebenaran, berlaku
sebagai garam dan terang, memiliki moralitas yang baik sampai akhirnya mengasihi
musuh, beribadat dan tidak munafik dalam menjalankan hidup keagamaan, dan berbuat
secara baik.
Uraian diatas merupakan keutamaan kristiani, yaitu sikap lepas bebas. Lalu
sebenarnya apa arti keutamaan sikap lepas bebas itu sendiri? Seperti yang telah
diuraikan dalam pembahasan sebelumnya bahwa sikap lepas bebas Dalam bahasa
Inggris sikap lepas bebas kerap disebut sebagai detachment. The Catolic Encyclopedia
mendefinisikan detachment ini sebagai semangat ketidaktergantungan terhadap segala
sesuatu yang bukan Tuhan (a spirit of independence toward all that is not God).
Kelekatan manusia secara berlebihan kepada hal yang bukan Ruhan dengan demikian
di anggap sebagai penjauhan diri dari Tuhan sendiri. Detachment tidak hanya brarti
mau memberikan segala sesuatu, akan tetapi juga menjaga diri dari ketertarikan atas
segala hal.
Selanjutnya dikatakan bahwa:
“Oleh karena itu, sikap lepas bebas itu terkait secara lebih dekat
dengan kasih Allah dan diinspirasikan oleh cinta kasih.”

Tampak bahwa dalam definisi diatas Tuhan dan cinta mendapat tempat utama
dalam keutamaan ini. Hal ini dapat dimengerti karena hukum utama dalam agama
Katolik adalah hukum kasih.

5. Sikap Lepas Bebas sebagai Keutamaan Antibullying


Sebagai anak-anak penerus bangsa seharusnya kita sadar bahwa bullying
merupakan tindakan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Bullying adalah
pembalikan dari kebaikan, maka dengan tegas harus ditolak dan dihentikan! Bullying
juga merupakan pengingkaran kodrat manusia yang bermartabat, maka harus
dihentikan!
Sudah saatnya sekolah, orang tua dan siswa saling bekerja sama agar terhindar
dari tindakan bullying yang dapat merugikan dir sendiri dan orang lain. Selain itu
penididikan agama melalui guru agama, katekis juga memiliki peranan penting dalam
membantu membentuk karakter anak. Dalam hal ini pendidikan agama dan religiositas
tidak bisa disempitkan melulu kepada beribadah dan kembali kepada formalitas agama
saja karena nyatanya semua orang Indonesia beragama.
Sikap lepas landas mengarahkan manusia untuk hidup dalam kesempurnaan
hidup salah satunya memiliki moralitas yang baik. Artinya bahwa tindakan bullying
tidak dibenarkan dalam agama kristen. Sebab Allah sendiri mengajarkan hukum kasih
sebagai hukum pertama dan utama yang juga sebagai kesempurnaan hidup. Bullying
dapat diartikan sebagai penghakiman sedangkan didalam Rm 14:3-5 dikatakan bahwa:
“Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan
siapa yang tidak makan janganlah menghakimi orang yang makan, sebab
Allah telah menerima orang itu. Siapakah kamu, sehingga kamu
menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu
adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan
berkuasa menjada dia terus beridiri.”

Artinya bahwa tidak satupun diantara kita yang berhak menghakimi atau
menganiaya sesama kita, sebab penghakiman datang dari Allah sendiri.

6. Kesimpulan
Berdasarkan kajian di atas dapat disimpukan bahwa: Pertama, bullying adalah
suatu perilaku negatif yang dilakukan secara berulang-ulang, dilakukan dengan sadar
dan sengaja yang bertujuan untuk menyakiti orang lain secara fisik maupun emosional,
dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak dan terdapat ketidakseimbangan
kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang terlibat.
Kedua, dari sudut pandang kristiani, sikap lepas bebas (detachment) merupakan
salah satu mutiara yang bisa ditemukan, hingga akhirnya diterapkan sebagai pondasi
secara rohani untuk menghadapi gempuran realitas bullying yang terjadi diberbagai
kalangan khususnya remaja.
Ketiga, pemahaman akan keagungan sikap lepas bebas sebagai salah satu nilai
yang perlu diperjuangkan demi kebaikan bersama sebagai umat kristiani.
DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, Agustinus Wisnu, 2018, Diktat Ilmu Perbandingan Agama

https://news.okezone.com/read/2019/04/11/337/2041889/justice-for-audrey-ini-fakta-fakta-
terbaru-kasus-penganiayaan-siswi-smp-di-pontianak

Anda mungkin juga menyukai