Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN :

Dari hasil study literature yang didapatkan dari beberapa jurnal yang dikumpulkan terkait Efek CPP-ACP
terhadap karies gigi. Kami dapat membahasnya dalam bab pembahsan ini sebagai mana berikut. Pada
penelitian yang dilakukan Dini Rachmawati dkk pada jurnal E-Prodenta Journal of Dentistry. 2019. 3(2):
257-262 ini membahas tentang Efek Remineralisasi Casein Phospopeptide-Amorphous Calcium
Phospate (Cpp-App) Terhadap Enamel Gigi Sulung Yang Didemineralisasi. Berdasarkan unsur-unsur
yang terkandung pada enamel gigi sulung, maka remineralisasi dapat dideteksi dengan cara melihat
adanya presentase jumlah unsur kalsium yang terkandung pada enamel. Metode penelitian ini adalah
jenis penelitian true experimental design. Sampel penelitian menggunakan gigi sulung insisivus satu
rahang atas yang telah diekstraksi dan tidak digunakan lagi oleh pemiliknya. Kriteria sampel yaitu gigi
sulung insisivus satu rahang atas bebas karies, tanpa anomali, dan tidak ada tumpatan. 6

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sentral Fakultas MIPA Universitas Malang. Alat yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu: Handpiece low speed, Brush, Chip blower, X-ray Fluorescence (XRF). Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 6 gigi sulung insisivus satu rahang atas, pumice, akuades,
saliva buatan, air mineral, minuman ringan kemasan tetra pack 200 ml, CPP-ACP. Cara kerja: Sampel
dibagi dalam dua, yaitu kelompok Kontrol (P1) dan kelompok Perlakuan (P2). Masing-masing kelompok
terdiri atas 3 sampel. P1 direndam dalam saliva buatan selama 1 menit sebanyak 1 kali sehari selama 14
hari. P2 direndam dalam fruit tea selama 1 menit sebanyak 1 kali sehari selama 14 hari. Kemudian
dilakukan pengukuran kadar kalsium dan fosfor dengan alat XRF. Setelah dilakukan pengukuran, P1
direndam kembali pada saliva buatan selama 14 hari. P2 diberi aplikasi CPP-ACP selama 2 menit, sehari 2
kali pagi dan malam, kemudian direndam dalam saliva buatan, perlakuan ini diulang selama 14 hari.
Pengukuran kadar kalsium dan fosfor kembali dilakukan dengan alat XRF. Cara pengukuran: sampel
dimasukkan ke dalam alat XRF dan secara otomatis mengukur kadar Kalsium dan fosfor pada P1 dan P2.
Data penelitian dianalisa menggunakan uji beda Mann Whitney Test dan Independent T-Test.
Kesimpulan yang didapatkan adalah aplikasi CPP-ACP dengan frekuensi pemberian dua kali sehari dapat
meningkatkan ion kalsium sehingga memiliki efek remineralisasi terhadap permukaan enamel gigi
sulung.6

Adapun literature lain yang kami dapat dari jurnal Jurnal B-Dent, Vol 1, No. 1, Juni 2014 : 18 – 23
penelitian oleh Busman dkk tentang Hubungan Aplikasi Casein Phosphopeptide Amorphous Calcium
Phosphate (Cpp-Acp) Terhadap Remineralisasi Gigi. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia
Kopertis Wilayah X Padang pada tanggal 8 Oktober 2013 sampai 23 Oktober 2013. Adapun alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, kaca arloji, gelas ukur, elemeyer, shaker rotary,
oven, kertas label, pinset, masker, sarung tangan, glass plate, alat tulis dan kalkulator sedangkan bahan
yang digunakan adalah gigi premolar 1 atau 2 boleh atas atau bawah, asam phosfat 37% dan Casein
Phosphopeptide Amorphous Calcium Phosphate konsentrasi 10%, 20% dan 30%. Tahapan pertama
dilakukan pembuatan white spot pada sampel yaitu gigi premolar sebanyak 30 buah kemudian masing-
masing sampel diberi asam phosfat konsentrasi 37% selama 20 menit agar terbentuk white spot buatan
pada gigi. Kemudian sampel dikeringkan menggunakan oven dan ditimbang sebelum dilakukan
perendaman. Perendaman sampel pada penelitian ini dibagi ke dalam 3 kelompok yaitu: kelompok 1,
direndam dalam Casein Phosphopeptide Amorphous Calcium Phosphate konsentrasi 10%. Kelompok 2,
direndam dalam Casein Phosphopeptide Amorphous Calcium Phosphate konsentrasi 20% sedangkan
kelompok 3, direndam dalam Casein Phosphopeptide Amorphous Calcium Phosphate konsentrasi 30%. 2

Perendaman sampel ini dilakukan sebanyak 5 kali dengan cara di shaker 60 rpm dalam Casein
Phosphopeptide Amorphous Calcium Phosphate dimana masing-masing perendaman selama 1 jam.
Kemudian dilakukan penimbang an berat gigi setelah dilakukan perendaman Casein Jurnal B-Dent, Vol 1,
No. 1, Juni 2014 : 18 - 23 20 Phosphopeptide Amorphous Calcium Phosphate, gigi dikeringkan dengan
oven, ditimbang lagi untuk mengetahui berat setelah dilakukan perendaman dan dicatat hasilnya dan
dibandingkan hasilnya dengan berat awal sebelum dilakukan perendaman. 2

kesimpulannya dari Penelitan ini, yang dilakukan terhadap bahan CPP-ACP yaitu dapat meningkatkan
remineralisasi gigi. Hal ini berdasarkan penambahan berat gigi selama perendaman pada larutan
CPPACP 10% berturut-turut sebesar 0,0120 g, 0,0087 g, 0,0078 g, 0,0052 g dan 0,0030 g. Kemudian pada
larutan CPP-ACP 20% penambahan berturut-turut sebesar 0,0134 g, 0,0097 g, 0,0091 g, 0,0051 g dan
0,0026 g sedangkan pada larutan CPP-ACP 30% penambahan berturut-turut sebesar 0,0162 g, 0,0105 g,
0,0088 g, 0,0058 g dan 0,0030 g. Dari hasil data tersebut menunjukkan semakin lama pengaplikasian
bahan yang mengandung CPP-APC dapat menaikan berat gigi secara bertahap yang sebelumnya sudah
mengalami demineralisasi pada gigi.2

Pencegahan karies gigi dari derivat susu bioaktif peptida adalah bentuk kompleks kimia yang mengalir
dengan anti-kariogenik. Diantara fungsinya untuk mencegah lesi gigi termasuk menghambat bakteri,
meningkat kapasitas penyangga di sekitarnya pelikel gigi, mengurangi demineralisasi enamel dan
meningkatkan remineralisasi enamel. Remineralisasi awal enamel adalah proses fisiologis normal yang
dikenal dalam kedokteran gigi dan penelitian kedokteran gigi. Proses ini dapat terjadi oleh berbagai hal
yang dipengaruhi oleh rongga mulut. Ketika diaplikasikan pada permukaan gigi dengan lesi awal karies,
pasta dengan kandungan CPP-ACP dapat mencegah demineralisasi gigi dan meningkatkan remineralisasi
enamel serta meningkatkan aktivitas fluoride. 2

CPP telah terbukti menstabilkan kalsium dan fosfat melalui pembentukan kompleks serta berperan
untuk menstabilkan ACP yang memiliki efek aditif. beberapa literatur menunjukkan bahwa CPP-ACP
memiliki anti-karies dan efek remineralisasi. Kalsium fosfat pada kompleks ini secara biologis berperan
untuk penyerapan dan remineralisasi bawah permukaan lesi pada enamel gigi. CPP dapat menstabilkan
nanoclusters ACP berbagai phosresidu phoseryl dari mengikat ke CPP nanoclusters dari ACP jenuh untuk
mencegah pengendapan ion kalsium dan fosfat serta peningkatan untuk ukuran penting yang diperlukan
untuk tahap transformasi. CPP-ACP juga bertindak sebagai media untuk menyimpan kalsium bioavailable
dan menjaga fosfat dari kejenuh sehingga memfasilitasi remineralisasi. 2

Dari literature Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 2 No 3 – Desember 2016. Penelitian yang
dilakukan oleh Miftah Wiryani dkk tentang Pengaruh Lama Aplikasi Bahan Remineralisasi Casein
Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate Fluoride (CPP-ACPF) Terhadap Kekerasan Email
dengan metode penelitian sebagai berikut. Subjek penelitian adalah 15 gigi premolar pertama dan
kedua rahang atas dan rahang bawah yang bebas karies, bebas tambalan dan telah diekstraksi. Gigi
dibersihkan, kemudian direndam sterile water dalam plastik klip tertutup dan dibekukan dalam lemari
pendingin hingga siap digunakan.11 Mahkota gigi dipisahkan dari akar gigi pada bagian cemento enamel
junction (CEJ) menggunakan separating disk, kemudian mahkota dipotong secara vertikal pada arah
mesiodistal (Gambar 1). Setiap mahkota gigi dapat menghasilkan dua sampel sehingga total berjumlah
30 sampel.12,13 Mahkota gigi kemudian ditanam dalam resin akrilik self cure menggunakan cetakan
berbentuk tabung dengan diameter 1 cm dan tinggi 1 cm. Permukaan email diratakan menggunakan
amplas ukuran 400, 1000, dan 1500 secara berurutan. Subjek penelitian dikelompokkan ke dalam 5
kelompok (A, B, C, D, E).3

Prosedur demineralisasi dilakukan dengan merendam sampel dalam larutan demineralisasi (10
ml/sampel) selama 48 jam pada suhu 37 °C.14 Larutan demineralisasi dibuat dengan mencampurkan 2,2
mM CaCl2 (kalsium klorida); 2,2 mM NaH2PO4 .7H2O (monosodium fosfat); 0,05 M asam laktat; dan pH
4,5 diatur dengan menambahkan 50% NaOH (sodium hidroksida).14 Tahap selanjutnya adalah
pengukuran kekerasan email setelah demineralisasi (pretest) menggunakan alat Vickers Hardness Tester
dengan beban 5 kg selama 15 detik dan dilakukan sebanyak dua titik indentasi. Teraan indentasi intan
yang berbentuk belah ketupat diukur diameternya menggunakan alat Zoom Stereo Mikroskop (Olympus
SZ61), kemudian nilai kekerasan dihitung sesuai dengan rumus yang telah ditentukan. Proses
remineralisasi dilakukan dengan mengoleskan bahan remineralisasi yaitu pasta CPPACPF pada
permukaan sampel. Pasta CPP-ACPF yang digunakan sebanyak 0,22 ml. 3

Ukuran tersebut sama dengan ukuran pasta yang dianjurkan oleh pabrik yaitu sebesar biji jagung (0,25
g).15 Selama prosedur remineralisasi sampel direndam dalam saliva buatan (10 ml/sampel) pada suhu
37 °C.5,15 Saliva buatan dibuat dengan mencampurkan 0,65 g/l potassium klorida, 0,058 g/l magnesium
klorida, 0,165 g/l kalsium klorida, 0,804 g/l dipotassium hidrogen fosfat, 0,365 g/l potassium dihidrogen
fosfat, 2 g/l carboxymethyl cellulose, dan 1 liter air.10 Prosedur remineralisasi dilakukan dengan lama
aplikasi yang bervariasi, yaitu: kelompok A selama 3 menit, kelompok B selama 15 menit, kelompok C
selama 30 menit, kelompok D selama 60 menit, dan kelompok E (kontrol) direndam dalam saliva buatan
selama 60 menit Kekerasan permukaan email diuji kembali setelah proses remineralisasi (posttest)
menggunakan alat Vickers Hardness Tester. 3

Analisa data yang dilakukan adalah uji parametrik yang didahului dengan uji normalitas dan uji
homogenitas data. Analisa dilanjutkan dengan paired t-test untuk mengetahui perbandingan perubahan
kekerasan email di dalam grup sebelum dan setelah aplikasi pasta CPP-ACPF, kemudian dilakukan uji one
way ANOVA pada posttest untuk mengetahui signifikansi perbedaan nilai kekerasan email antar grup,
dan dilanjutkan dengan uji post hoc Bonferroni. Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian yaitu
perbedaan lama aplikasi bahan remineralisasi CPP-ACPF berpengaruh terhadap kekerasan email.
Peningkatan kekerasan email yang signifikan dengan lama aplikasi yang optimal terjadi pada kelompok
dengan lama aplikasi 30 menit.3

Tantangan yang dihadapi pada aplikasi klinis dari penelitian tersebut, adalah kemampuan pasien untuk
mempertahankan bahan remineralisasi CPP-ACPF selama mungkin di dalam mulut, untuk memperoleh
peningkatan nilai kekerasan yang maksimal dengan lama yang optimal maka lama aplikasi yang
menguntungkan untuk digunakan pada pemakaian klinis adalah 30 menit jika dibandingkan dengan 60
menit. Waktu tersebut sesuai dengan anjuran pabrik bahwa pasien dianjurkan untuk tidak makan atau
minum selama 30 menit setelah aplikasi CPP-ACPF, hal ini dilakukan untuk untuk menjaga kontak antara
bahan remineralisasi dengan email gigi. Proses pembentukan mineral apatit terjadi segera setelah ion
kalsium, fosfat, dan flour berkontak dengan email. Semakin lama aplikasi yang diberikan maka proses
remineralisasi akan berlangsung lebih sempurna serta kristal yang terbentuk akan menjadi lebih padat.
Pembentukan kristal apatit diawali dengan terjadinya pengendapan kristal dalam ukuran yang kecil dan
memiliki kekurangan beberapa susunan ion pembentuknya. Seiring dengan waktu maka beberapa
kristal-kristal kecil tersebut akan melebur untuk membentuk kristal yang lebih besar hingga mencapai
ukuran yang maksimal, peristiwa ini disebut dengan Ostwald Ripening. Semakin lama waktu
pembentukan kristal, maka kristal yang lebih besar dan sempurna akan terbentuk. Proses Ostwald
Ripening merupakan dasar pembentukan kristal pada material logam maupun non logam. Proses
pertumbuhan kristal ini diawali dengan pengendapan dan pembentukan kristal-kristal dalam berbagai
ukuran, kemudian secara perlahan mineral tersebut akan menyempurnakan diri dalam hal ukuran,
struktur dan sifat kimia.19 Kelarutan dari kristal yang lebih kecil relatif berlangsung dengan cepat,
sedangkan pematangannya menjadi kristal yang lebih besar melalui proses yang lebih lama.2,19,20
Mekanisme pembentukan kristal apatit juga akan mengikuti aturan yang terdapat pada teori Ostwald
Ripening. Kristal email yang terbentuk akan lebih besar dan lebih stabil pada proses remineralisasi yang
terjadi lebih lama,sehingga nilai kekerasan email akan meningkat sebanding dengan peningkatan lama
aplikasi bahan remineralisasi CPP-ACPF.3

Dalam literature lain yaitu J Ked Gi, Vol. 4, No. 4, Oktober 2013: 267-273 penelitian yang dilakukan Maria
Andrini dkk tentang Pengaruh Aplikasi Topikal Casein Phosphopeptide Amorphous Calcium Phosphate
(Cpp-Acp) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus Alpha Dan Akumulasi Plak Gigi dengan metode
penelitian sebagai berikut. Penelitian ini adalah eksperimental semu pada 22 anak-anak, usia 3-6 tahun,
yang memenuhi kriteria inklusi: anak yang tidak alergi terhadap protein susu, yaitu berdasarkan
anamnesa terhadap pengurus Panti Asuhan/wali asuh anak, apakah anak memiliki riwayat alergi setelah
minum susu (seperti: diare, gatal-gatal dan merah diseluruh tubuhnya), kriteria karies def-t/DMF-t
maksimal 1, tak ada riwayat minum antibiotik 3-4 minggu terakhir, belum pernah dilakukan aplikasi
topikal CPP-ACP, pasta gigi yang digunakan tidak mengandung flour selama 2 bulan terakhir, bersedia
menerima aplikasi topikal CPPACP sesuai informed concent, yaitu setiap hari (setelah menyikat gigi pada
malam hari) dalam satu bulan, bersedia menggunakan pasta gigi tidak mengandung flour selama
menjadi subyek peneliti.7

Pada subyek, dilakukan aplikasi topikal CPPACP selama 28 hari (satu kali sehari, sebelum tidur malam).
Aplikasi bahan pada seluruh gigi rahang atas dan bawah sebanyak 1 kali olesan, sebesar biji kacang
polong (±0,05106 gram) dengan menggunakan ujung jari telunjuk satu orang (pengurus Panti Asuhan)
yang telah dipilih dan mendapat pelatihan dari peneliti. Penghitungan skor plak dan jumlah koloni
S.alpha dilakukan sebelum dan setelah aplikasi topikal CPP-ACP hari ke-7, 14 dan 28. Data pertumbuhan
S.alpha diperoleh dengan mengusap cotton bud steril pada permukaan bukal gigi geligi rahang atas dan
bawah, kemudian di biakkan dalam media agar darah dan dihitung dengan metode dilusi dengan satuan
CFU/ml. Data skor plak diperoleh dengan pengukuran skor plak metode PHPM Podshadley dan Haley
modifikasi Amith dkk. Data berupa jumlah koloni S.alpha dan skor plak PHPM yang diperoleh dianalisis
menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi normalitas data. 7
Hasil uji Shapiro-Wilk menunjukan data berupa jumlah koloni S.alpha dan skor plak PHPM berdistribusi
normal maka dilakukan uji hipotesis Parametrik Repetead Anova untuk mengetahui perbedaan
pengaruh CPP-ACP antara sebelum dan setelah aplikasi topikal CPPACP, dilanjutkan uji Pair Wise
Comparison dengan LSD untuk mengetahui perbedaan pengaruh CPP-ACP antar aplikasi terhadap
pertumbuhan S.alpha dan akumulasi plak. 7 Kesimpulan yang didapatkan adalah Semakin sering aplikasi
topikal CPP-ACP maka semakin rendah pertumbuhan Streptococcus alpha pada plak gigi. Serat semakin
sering aplikasi topikal CPP-ACP maka semakin rendah akumulasi plak gigi. 7

Hasil penelitian ini menunjukkan ada perubahan rerata pertumbuhan S. alpha antara sebelum aplikasi
dan setelah aplikasi topikal CPP-ACP. Hasil analisis statistik menggunakan uji Repeated ANOVA, yang
dilanjutkan dengan uji Pairwise Comparisons dengan LSD, menyatakan pertumbuhan S. alpha tertinggi
sebelum aplikasi dan menunjukkan perbedaan bermakna, dibandingkan dengan setelah aplikasi topikal
CPP-ACP. Hal ini karena subyek penelitian diambil dari anak usia 3-6 tahun yang termasuk dalam periode
gigi desidui dan awal periode gigi bercampur. Pada saat tersebut, gigi permanen erupsi untuk
menggantikan gigi desidui yang tanggal, sehingga terjadi perubahan ekologi dan komposisi mikroflora
dalam rongga mulut. Hal ini menyebabkan bakteri Streptococcus alpha mendominasi komposisi
mikroflora oral selama periode gigi desidui dan awal gigi bercampur. 7

Pada penelitian ini, hasil uji Repeated ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Pairwise Comparisons dengan
LSD pada data berupa jumlah koloni S. alpha menunjukkan pertumbuhan S. alpha terendah setelah
aplikasi topikal CPP-ACP hari ke-28. Hal ini terjadi karena kasein (berupa CPP) dalam CPP-ACP
mempunyai kemampuan untuk menghambat metabolisme bakteri dengan berbagai cara, yaitu
rangkaian fosfoprotein kasein (CPP) akan memutus struktur ikatan antara matrik protein polisakarida
ekstraseluler bakteri dengan reseptor bakteri pada pelikel saliva. Bakteri dapat melekat pada permukaan
gigi melalui ikatan yang terbentuk dari matrik protein polisakarida ekstraseluler bakteri dengan reseptor
pelikel saliva, namun CPP memutus ikatan tersebut. Hal ini menyebabkan perlekatan bakteri pada
permukaan gigi terlepas. CPP kemudian akan berikatan dengan reseptor pelikel saliva, sehingga
terbentuk hasil akhir ikatan antara CPP dengan pelikel saliva. 7

Kasein dalam CPP-ACP juga mampu menghambat metabolisme bakteri dengan cara mengubah ekologi
rongga mulut menjadi media yang tidak sesuai bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembangbiak. CPP-
ACP mampu meningkatkan pH plak dan pH saliva. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
bakteri Streptococcus alpha adalah pH dalam rongga mulut. Bakteri ini dapat tumbuh dan
berkembangbiak dalam lingkungan dengan pH 4,5-7. Pada pH di atas 7 akan terjadi penurunan
pertumbuhan S.alpha (karena bakteri ini bersifat asidurik, yaitu senang tinggal pada lingkungan asam
atau lingkungan dengan pH di bawah 7). Pada saat terjadi perubahan ekologi (berupa peningkatan pH) di
dalam rongga mulut maka pertumbuhan bakteri ini menjadi terhambat. Aplikasi topikal CPP-ACP juga
menyebabkan perubahan ekologi rongga mulut, yaitu pH saliva dan pH plak menjadi lebih besar dari 7
(pH menjadi basa), sehingga tidak sesuai untuk tumbuh dan berkembang biak bakteri pembentuk plak
yang bersifat asidurik. Pada saat bakteri tidak dapat tumbuh dan berkembang biak pada permukaan gigi
maka pembentukan plak menjadi terhambat. 7

Anda mungkin juga menyukai