Anda di halaman 1dari 4

Evelyn Zefanya IP10-A/11 SCIENCE

Gambang Keromong
Sejarah

Gambang kromong merupakan musik Betawi yang paling merata penyebarannya di wilayah
budaya Betawi, baik di wilayah DKI Jakarta sendiri maupun di daerah sekitarnya (Jabotabek).
Jika terdapat lebih banyak penduduk peranakan Tionghoa dalam masyarakat Betawi setempat,
terdapat lebih banyak pula grup-grup orkes gambang kromong. Di Jakarta Utara dan Jakarta
Barat, misalnya, terdapat lebih banyak jumlah grup gambang kromong dibandingkan dengan di
Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Musik gambang kromong mencapai kepopulerannya pada tahun 1937. Namanya saat itu
adalah Gambang Kromong Ngo Hong Lao, yang dimainkan oleh orang Tionghoa. Uniknya pada
saat itu, tangga nada yang digunakan bukanlah slendro, seperti gamelan pada umumnya.
Namun, menggunakan tangga nada Tshi Che, yang merupakan tangga nada khas Cina. Musik
yang dimainkan pun berasal dari lagu khas Cina, atau yang sering disebut sebagai pat fem.
Dalam memainkannya juga menggunakan alat musik Cina, contohnya adalah Sam Hian yang
merupakan alat musik petik.
Struktur pemain musik

Dalam orkes gambang keromong, seorang pemimpin sebuah grup gambang kromong dapat
merangkap sebagai pemilik, anak/kerabat pemilik atau panjak yang diberi wewenang oleh
pemimpin sebelumnya. Selain pemimpin, sebuah grup gambang kromong juga memiliki panjak
(pemain) antara 8-25 orang, bergantung pada jenis musik yang dibawakan serta pesanan
penanggapnya. Jumlah ini ada kaitannya dengan peranan panjak dalam setiap pementasan.
Dalam konteks ini ada yang berperan sebagai: panjak gambang, panjak kromong, panjak teh-
hian, panjak kong-a-hian, panjak su-kong, panjak gong dan kempul, panjak gong enam, panjak
ningnong, panjak kecrek, panjak bangsing, terompet, organ, gitar melodi, bas elektrik, drum,
penyanyi, penari, dan bahkan panjak lenong.

Keahlian seorang panjak dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu belajar pada para panjak yang
sudah malang melintang di dunia kesenian Betawi atau diwariskan oleh orang tua. Bagi orang-
orang yang bukan berasal dari keluarga seniman tetapi memiliki bakat dan tekad yang kuat
untuk menjadi seniman, cara belajarnya dengan magang pada satu atau beberapa sanggar
seni.Seorang panjak dapat bermain di mana saja. Ia dapat ngamen bersama groupnya maupun
group lain yang sedang membutuhkan panjak tambahan atau pengganti sementara untuk
mengisi kekosongan formasi. Adapun aturan mainnya sangatlah sederhana, seorang panjak
boleh bermain pada group atau kelompok lain apabila groupnya sedang tidak ada kegiatan
(ngamen). Selain aturan pinjam yang sederhana, prosesnya juga fleksibel, yaitu dapat minta
izin pada pimpinan kelompoknya atau menghubungi langsung pada panjak yang akan diminta
jasanya. Apabila setuju, sang panjak langsung bergabung tanpa perlu memberitahukan pada
pimpinan kelompoknya. Honor yang didapat juga sepenuhnya milik sang panjak tanpa harus
disetorkan, dipotong, atau diberitahukan pada pimpinan kelompoknya.

Instrumen gambang keromong


a. Gambang
Bentuk resonator gambang menyerupai sebuah perahu dengan bagian atas dipasang
bilah-bilah kayu manggarawan, suangking, atau huru batu berbentuk empat persegi
panjang. Jumlah bilahnya ada 18 buah dan dibagi dalam dua gembyang (oktaf) dengan
nada terendah adalah liuh (a) dan nada tertinggi siang (c). Bilah gambang berukuran
panjang antara 29-58 centimeter dan “dikunci” menggunakan paku pada bagian atas
resonator agar tidak goyah. Cara memainkannya dengan dipukul menggunakan dua
buah kayu sepanjang 30-35 centimeter berujung bulat berlapis kain dalam dua tabuham,
yaitu dilagu (menurut lagu) dan dicaruk atau dikotek.
b. Kromong
Bentuk kromong mirip seperti bonang, yaitu kumpulan 10 buah gong “pecon” terbuat
dari perunggu atau kuningan yang disusun dua baris dalam sebuah rak kayu. Di dalam
rak terdapat kotak-kotak kecil untuk menaruh pecon dengan bagian bawah dipasang tali
penyangga. Tiap baris berisi lima buah gong dengan nada siang-liuh-u-kong-che pada
baris pertama (luar) dan nada che-kong-siang-liuh-u pada baris kedua (dalam).
Kromong dibunyikan secara berbarengan antara baris luar dan dalam menggunakan
dua buah kayu lonjong dengan ujung berbalut kain atau benang dalam tiga tabuhan:
dilagu (menurut lagu), dikemprang/digembyang, dan Dicaruk/dikotek/diracik.
c. Kong-a-hian, Teh-hian, dan Su-kong
Kong-a-hian, Teh-hian, dan Su-kong mempunyai bentuk sama, hanya ukuran resonator
dan gagangnya yang berbeda. Ukuran paling kecil adalah kong-a-hian bernada liuh (g)
dan che (d), sedang teh-hian bernada siang (e) dan liuh (g), serta terbesar disebut su-
kong bernada su (a) dan kong (e). Ketiga alat musik gesek berdawai dua tersebut terdiri
atas resonator (wadah gema) dari tempurung kelapa yang dibelah lalu dilapis kulit tipis,
tiang kayu berbentuk bulat panjang, dan purilan atau alat penegang dawai. Kong-a-hian,
Teh-hian, dan Su-kong adalah instrumen pembawa melodi yang dimainkan dengan cara
digesek menggunakan tongkat bersenar
plastik (kenur).
d. Bangsing (suling)
Bangsing atau suling terbuat dari bambu kecil berbentuk bulat panjang dengan enam
buah lubang nada. Instrumen yang dimainkan secara horizontal atau sejajar dengan
mulut ini sering dikelompokkan dengan rebab dan vokal karena nada yang
dihasilkannya lebih pendek dan terputus-putus.
e. Gong dan kempul
Gong dan kempul terbuat dari kuningan atau perunggu berbentuk lingkaran yang bagian
tengahnya menonjol (kenop). Gong berukuran sekitar 85 centimeter berfungsi sebagai
penentu irama dasar, sementara kempul berukuran sekitar 45 centimeter berfungsi
sebagai pewatas ritme melodi. Oleh karena ukuran gong dan kempul yang relatif besar
tersebut, maka umumnya digantung pada sebuah gawangan kayu. Caranya adalah
dengan melubangi sisinya sebagai tempat mengikat tali untuk digantungkan pada
gawangan kayu berukir motif bunga, sulur dan ular naga setinggi satu meter. Gong dan
kempul dibunyikan dengan cara dipukul dari samping pada bagian kenop menggunakan
tongkat kayu berujung bulat berlapis kain.
f. Gong Enam
Sesuai dengan namanya, gong enam terdiri dari enam buah gong berukuran kecil yang
digantung pada gawangan kayu dengan susunan nada: 3, 1, 6, 2, 1, 5.
g. Kecrek (pan)
Kecrek atau pan berbentuk dari dua hingga empat lempengan logam tipis (besi,
kuningan, perunggu) yang disusun diatas sebuah papan kayu. Alat yang berfungsi
sebagai pengatur irama dan untuk menimbulkan efek bunyi tertentu ini dimainkan
dengan cara dipukul menggunakan palu khusus atau tongkat kayu pendek hingga
menghasilkan bunyi crek-crek-crek.
h. Ningnong (sio-lo)
Ningnong berbentuk dua buah piringan logam perunggu atau kuningan berdiameter
sekitar 10 centimeter yang ditempatkan pada sebuah bingkai kayu bertangkai satu.
Ningnong dibunyikan dengan cara dipukul menggunakan tongkat besi kecil secara
bergantian dari kiri ke kanan atau sebaliknya (teknik pitet), sebagai pengatur irama.
i. Gendang
Gendang atau kendang terbuat dari kayu berbentuk silinder berongga yang kembung di
bagian tengahnya. Pada kedua pangkal gendang berbentuk lingkaran ditutup dengan
kulit kambing atau kerbau yang tidak sama besarnya. Bentuk gendang semacam ini
biasa disebut sebagai kerucut pepet dan berfungsi sebagai instrumen pengatur irama.
Dalam setiap pementasan umumnya terdapat sebuah kerucut pepet dan satu atau dua
buah gendang kecil yang disebut ketipung, tepak, tipluk atau kulanter. Kerucut pepet
ditempatkan pada dudukan kayu silang kecil di depan, sedangkan ketipung berada di
samping kiri atau di pangkuan pemain.

Kostum
Kostum yang dikenakan oleh para panjak laki-laki dan perempuan dari waktu ke waktu
mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Dewasa ini sedikitnya ada tiga
model yang biasa dikenakan oleh para panjak laki-laki, yaitu: sadariah, demang, dan batik.
Model sadariah atau biasa disebut juga sadarie, tikim, dan koko adalah setelan yang umum
dipakai oleh orang Betawi kebanyakan, terdiri dari baju koko atau baju gunting Cina, celana
batik panjang, kain sarung sebagai selendang bahu, terompah, kopiah berwarna hitam atau
merah sebagai penutup kepala, dan sandal jepit dari kulit. Mulanya busana ini hanya dikenakan
oleh para pemuda saat ada kegiatan keagamaan atau sedekahan di masjid. Lambat laun
fungsinya meluas untuk keperluan lain, diantaranya adalah busana pemuda yang bertugas
membawa sirih-nanas sebagai mas kawin pada prosesi perikahan adat Betawi, dan busana
para seniman kesenian betawi ketika sedang manggung. Model selanjutnya disebut sebagai
ujung serong atau demang karena dahulu umum dikenakan oleh para demang dan kaum
bangsawan laki-laki lainnya, terdiri dari: jas tutup berkerah, celana panjang berwarna senada
dengan jas, kain jung serong karena dipakai tidak lurus (serong), kopiah berwarna hitam atau
merah, sepatu kulit, dan aksesoris berupa jam saku rantai serta kuku harimau atau duit gobang
yang diletakkan pada saku jas atas.
Lagu-lagu yang dimainkan
Lagu-lagu yang dibawakan pada musik gambang kromong yaitu lagu-lagu yang pokoknya
bersifat humor, penuh gembira, dan kadangkala bersifat ejekan atau sindiran. Pembawaan
lagunya dinyanyikan secara bergilir selang laki-laki dan perempuan sebagai lawannya. Ada 2
jenis lagu, yaitu:

- (Dalem) Klasik Centeh Manis Berdiri, Mas Nona, Gula Ganting, Semar Gunem, Gula


Ganting, Tanjung Burung, Kula Nun Salah, dan Mawar Tumpah dan sebagainya
- (Sayur) Pop / lagu zaman sekarang Jali-jali, Stambul, Centeh
Manis, Surilang, Persi, Balo-balo, Akang Haji, Renggong Buyut, Jepret Payung, Kramat
Karem, Onde-onde, Gelatik Ngunguk, Lenggang Kangkung, Sirih Kuning dan
sebagainya, terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak Tionghoa, baik nama lagu,
alur melodimaupun liriknya, seperti Kong Ji Liok, Sip Pat Mo, Poa Si Li Tan, Peh Pan
Tau, Cit No Sha, Ma Cun Tay, Cu Te Pan, Cay Cu Teng, Cay Cu Siu, Lo Fuk Cen, dan
sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai