Oktavia Ningsih Fitk
Oktavia Ningsih Fitk
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
Oktavia Ningsih
105 016 300 611
Penguji I,
Dr.Sujiyo Miranto, M.Pd
NIP. 19681228 200003 1 004 .................... .........................
Penguji II,
Erina Hertanti,M.Si
NIP. 19720419 199903 2 002 .................... ..........................
Mengetahui,
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof.Dr.Dede Rosyada,M.A.
NIP. 19571005 198703 1 003
Lembar Pengesahan Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi persyaratan
mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
oleh :
Oktavia Ningsih
Nim : 105 016 300 611
Yang mengesahkan,
Pembimbing I Pembimbing II
This study aimed to describe the quality of students' abilities in problem solving
and improve learning outcomes of physics in optical geometry concepts through
problem-based learning model. The subjects were high school students grade XD
N 83 North Jakarta about 29 people. This research is a qualitative research
method action research (CAR), which refers to the model of Kemmis and Mc
Taggart who performed a total of two cycles. Each cycle consists of four stages,
namely: 1) Action Plan, 2) Implementation Measures, 3) Observation of Actions,
and 4) Reflection.
The results of this study indicate that the application of problem-based learning
model can improve learning outcomes of physics on the concept of geometrical
optics learners. The mean results of study of students in the first cycle and second
cycle are respectively 52.38 and 84.10 with the N-Gain value of 0.65 which
included the moderate category. The number of learners who have reached values
above KKM also increased to 100% on the second cycle than in the first cycle as
much as 24%. This clearly shows that the results of studying physics in
geometrical optical concept of learners has increased significantly compared to
the cycle I. Besides the problem based learning model proved effective enough
optical geometry applied to the concept.
Tabel Hal
Gambar Hal
Lampiran Hal
Segala puji bagi Allah SWT Sang Maharaja segala raja, Robbnya semua
alam semesta, Sang Cahaya atas segala cahaya, Yang kasih sayang-Nya melebihi
Maryam terhadap Isa. Salam kemuliaan bagi kekasih-Nya, yang hanya baginya
seorang semua diwujudkan dari tiada, sang cermin dari Maharaja Cahaya, sang
senyuman dari Yang Maha Penyayang, kekasih dari semua pencinta, Rasulullah
Muhammad SAW, pembimbing bagi siapa yang mencari-Nya, pemegang kunci
gerbang menuju-Nya.
Setelah melalui proses yang cukup panjang dan melelahkan akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Implementasi Model Problem
Based Learning untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Optik Geometri”.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang
tanpa lelah memberikan dorongan baik moril maupun materil kepada penulis.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada orang-orang berhati mulia berikut ini:
1. Bapak Prof. Dede Rosyada, MA Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd Sekertaris Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Erina Hertanti, M.Si Ketua Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Bapak Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd pembimbing I, yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran disela-sela kesibukannya untuk memberikan
nasehat, bimbingan dan pengarahan dengan sabar sehingga penulisan skripsi
ini dapat terselesaikan.
6. Ibu Kinkin Suartini, M.Pd pembimbing II, yang telah meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran disela-sela kesibukannya untuk memberikan nasehat,
bimbingan dan pengarahan dengan sabar sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan.
7. Bapak Drs. Budi susilo, MM Kepala Sekolah SMA Negeri 83 Jakarta Utara
yang sudah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan
penelitian di sekolah tersebut.
8. Bapak Sudiro, S.Pd Wakil Kepala Sekolah dan Guru Bidang Studi Fisika
SMA Negeri 83 Jakarta Utara yang sudah memberikan kesempatan kepada
peneliti untuk melakukan penelitian di kelas yang beliau ajar.
9. Secara khusus untuk Ayahanda tercinta Santa Jadil (Alm), Ibunda tercinta
Fatimah, Teteh Lia dan kedua adikku (Yeyen dan si bungsu Rangga) yang
selalu mencurahkan kasih sayang kepada penulis, memberikan pegertian,
memberikan motivasi, dan nasehat yang baik bagi keberhasilan penulis.
Semoga Allah Swt membalas pengorbanannya.
Tak akan cukup terima kasih penulis buat anda semua. Semoga Dia, Sang
Maha Penjamin, yang selama ini memenuhi harapan dan keinginan penulis
dengan kebijaksanaan-Nya, ke-Pemurahan-Nya, ke-Maha Kayaan-Nya, dan kasih
sayang-Nya berkenan menggantinya. Semoga kita semua senantiasa dipelihara
dalam jalan lurus keridhaan-Nya, dan kelak dipersatukan dengan jalinan mawar
wangi dalam istana terang kemilau, bersama para kekasi-Nya di muka singgasana
Sang Maharaja Cahaya.
OKTAVIA NINGSIH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
1
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009), hal.5
1
2
pembelajaran fisika yang menuntut peserta didik untuk aktif dalam proses
pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan di sekolah
SMAN 83 Jakarta Utara khususnya di kelas X-D, diperoleh hasil pertama,
sebanyak 62,07% peserta didik di kelas X-D tidak menyukai mata pelajaran
fisika. Hal ini disebabkan karena sebagian besar peserta didik menganggap
bahwa materi pelajaran fisika sulit, inilah yang menyebabkan nilai fisika
peserta didik di kelas X-D sangat rendah dibandingkan dengan kelas-kelas
yang lain. Terutama pada konsep optik geometri. Kedua, konsep fisika yang
dianggap sulit oleh peserta didik di kelas X-D adalah konsep optik geometri.
Hal ini dapat dimaklumi karena konsep optik geometri bersifat matematis,
sehingga untuk memahaminya diperlukan kemampuan matematika yang
cukup tinggi.
Ketiga, setelah ditelaah ternyata konsep optik geometri bersifat
kontekstual, karena banyak berkaitan atau ditemui peserta didik dalam
kehidupan sehari-harinya. Hal ini mengisyaratkan bahwa kegiatan
pembelajaran pada konsep optik geometri lebih baik menggunakan model
atau pendekatan yang bersifat kontekstual. Keempat, metode pembelajaran
yang sering digunakan oleh guru untuk mengajar fisika adalah ceramah,
diskusi, eksperimen dan pemecahan masalah. Dari keempat metode yang
sering digunakan di kelas X-D diatas metode ceramah lebih mendominan
dibandingkan metode diskusi, eksperimen, dan pemecahan masalah yang
hanya sesekali diterapkan. Kelima, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
belum sepenuhnya melibatkan peserta didik secara aktif, sehingga tidak
semua peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya dalam
menyelesaikan permasalahan yang muncul didalam proses belajar mengajar.
Untuk itu seorang guru harus mampu menerapkan suatu model pembelajaran
yang dapat melibatkan peserta didik untuk mencari pengetahuannya sendiri.
Fisika merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam
yang di dalamnya dipelajari tentang perilaku dan struktur benda secara fisis.
Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup
3
ruang dan waktu.2 Tujuan dari mempelajari fisika adalah untuk mengetahui
keteraturan alam berdasarkan pengamatan manusia melalui proses ilmiah.
Namun disisi lain peserta didik beranggapan bahwa fisika merupakan salah
satu mata pelajaran yang paling ditakuti. Padahal, mata pelajaran fisika itu
sebenarnya menarik dan dekat dengan kehidupan. Oleh sebab itu perlu
penerapan metode, strategi dan model yang bervariasi dalam pembelajaran
fisika, sehingga peserta didik tidak menganggap fisika adalah sesuatu yang
perlu ditakuti, melainkan sesuatu yang menarik untuk dipelajari.
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan belum sepenuhnya
melibatkan peserta didik secara aktif, sehingga tidak semua peserta didik
dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya kritis dalam menyelesaikan
permasalahan yang muncul didalam proses belajar mengajar. Salah satu
materi pelajaran fisika yang menghubungkan antara konsep dengan kejadian-
kejadian nyata di lingkungan peserta didik adalah konsep optik geometri
karena didalamnya berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari para
peserta didik. Selama ini peserta didik selalu kesulitan terutama dalam hal
membedakan sifat bayangan maya dan nyata yang terbentuk khususnya pada
cermin dan lensa. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya mereka
menghafalkan setiap pembentukan bayangan, padahal pembelajaran yang
diinginkan tidak seperti itu. Peserta didik diharapkan mampu memahami sifat
bayangan maya dan nyata pada cermin dan lensa. Untuk mencapai tujuan
tersebut, akan lebih baik jika peserta didik melihat langsung proses
pembentukan bayangan tersebut, melalui percobaan laboratorium sehingga
mereka dapat membedakan kedua sifat bayangan tersebut tanpa harus
menghafal tetapi peserta didik harus memahami dengan benar sesuai dengan
apa yang mereka lihat ketika melakukan percobaan.
2
Http://id.Wikipedia.or/wiki/fisika diakses pada tanggal 23 desember 2009
4
3
I Nyoman Suardana, “Penerapan strategi pembelajaran berbasis masalah dengan
pendekatan kooperatif berbantu modul untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar
mahasiswa pada perkuliahan kimia fisika I”, dalam jurnal pendidikan dan pengajaran IKIP Negeri
Singaraja: No. 4 TH.XXXIX, Oktober 2006. h.754
5
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1. Terdapat kesulitan peserta didik dalam memahami konsep Optik Geometri
berdasarkan hasil observasi awal.
2. Belum ada model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar
peserta didik pada konsep optik geometri.
3. Terdapat faktor-faktor kesulitan yang dihadapi peserta didik ketika
mempelajari konsep Optik Geometri.
C. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan masalah yang diteliti, maka masalah yang akan
diteliti dibatasi pada penerapan model problem based learning dalam
meningkatkan hasil belajar fisika pada konsep optik geometri. Ada pun
masalah yang akan dibatasi pada:
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model problem based
learning menurut Arends yang terdiri dari 5 tahapan pembelajaran.
2. Hasil belajar yang diteliti merupakan hasil belajar peserta didik pada ranah
kognitif menurut Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan
Krathwohl yang mencakup aspek C1, C2, C3, C4 dan C5.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: “Apakah penerapan Model Problem Based
Learning dapat meningkatkan hasil belajar fisika pada konsep optik
geometri?”.
Pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini, sebagai berikut :
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN
1. Pendekatan Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif peserta didik berdasarkan
pengalaman. Pengetahuan yang diperoleh peserta didik adalah
4
I Wayan Dasna dan Sutrisno, “Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem based
learning)”, dari Http://lubisgafura.wordpress.com/2007/12/16Pembelajaran-berbasis -masalah/
5
Ibid
7
8
pengetahuan yang terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga
dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek
yang diamatinya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang
berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri
seseorang. 6
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang
baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini
menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih
dinamis. 7 Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang
menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam indra manusia.
Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktikkan dalam kaedah
pengajaran dan pembelajaran di peringkat sekolah, maktab dan universiti
tetapi tidak begitu terlihat dan tidak ditekankan. 8 Kontruksi berarti
bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme
adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)
pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks
yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata.9
6
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h.264
7
http://id.wikipedia.org/wiki/Konstruktivisme"/2009/10/20
8
Http://www.teachersrock.net/teori-konstruktivisme. html diakses pada tanggal 20
oktober 2009
9
Sutisna, “Teori Pembelajaran Konstruktivisme”, artikel diakses pada tanggal 20 oktober
2009 dari http://sutisna.com/psikologi/psikologi_pendidikan/teori belajar konstruktivisme.
9
10
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisme, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), hal. 13
11
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 145
12
Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT. Indeks, 2009),
hal. 6
10
13
Yatim Riyanto, Op.Cit, hal. 166
11
seorang guru harus jeli dalam menerapkan metode apa yang sesuai untuk
peserta didik dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan.
Peserta didik tidak hanya dijadikan sebagai objek dalam pembelajaran,
melainkan sebagai subjek yang berperan dalam proses pembelajaran.
Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual
harus menekankan pada hal-hal berikut:
1) Belajar berbasis masalah (problem - based learning), yaitu suatu
pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang berfikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
2) Pengajaran autentik (authentic intruction) yaitu pendekatan
pengajaran yang memperkenankan peserta didik untuk mempelajari
konteks bermakna
3) Belajar berbasis inquiri (inquiry-based learning) yang membutuhkan
strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan
menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
4) Belajar berbasis proyek/tugas (project-based learning) yang
membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehebsif dimana
lingkungan belajar peserta didik didesain agar peserta didik dapat
melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk
pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan
tugas bermakna lainnya.
5) Belajar berbasis kerja (work-based learning) yang memerlukan suatu
pendekatan pengajaran yang memungkinkan peserta didik
menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi
pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut
dipergunakan kembali ditempat kerja.
6) Belajar berbasis jasa-layanan (service learning) yang memerlukan
penggunaan metodelogi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-
12
14
Muslimin Ibrahim dan Mohamad Nur, Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Buku
Ajar Mahasiswa) (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press, 2001), h. 15 – 24.
15
Ibid. hal 16
13
16
Ibid . hal 17
17
Ibid. hal 18
14
seperti guru, orang tua, atau teman sejawat yang kemampuannya lebih
tinggi. 18
3. Bruner dan Pembelajaran Penemuannya
Jerome Bruner mengajukan sebuah model pembelajaran yang
menekankan pentingnya membantu peserta didik memahami struktur
atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu. 19 Hal ini akan menuntut peserta
didik untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
berdasarkan masalah juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, yaitu
scaffolding. Bruner memberikan scaffolding sebagai suatu proses ketika
seorang peserta didik dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui
kapasitas perkembangannya melalui bantuan (scaffolding) dari seorang
guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih. 20
a. Pengertian Model Problem Based-Learning
Banyak pakar pendidikan mendefinisikan Problem Based-Learning
diantaranya yaitu menurut Duch, Problem Based-Learning adalah metode
pendidikan yang mendorong peserta didik mengenal cara belajar dan
bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-
masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan
keingintahuan peserta didik sebelum mulai mempelajari suatu subjek.
Model problem based learning memfokuskan pada peserta didik dengan
mengarahkan peserta didik menjadi pebelajar yang mandiri dan terlibat
langsung secara aktif. Dalam pembelajaran kelompok model ini dapat
membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir
peserta didik dalam mencari pemecahan masalah. 21
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan
pembelajaran dimana peserta didik mengerjakan permasalahan yang
otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
18
Ibid. hal 19
19
Ibid. hal 20
20
Ibid hal 22
21
Yatim Riyanto. Op.Cit, hal. 288
15
22
Trianto, Op.Cit ,hal. 68
23
I Wayan Dasna, Op.Cit
24
Nurhayati Abas, “Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based-
Learning) dalam pembelajaran Matematika di SMU”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 051,
Th. Ke-10, November 2004, hal. 833
25
Mrih Kuwato, “ Peningkatan Pembelajaran Antropologi Melalui Problem Based-
Learning pada Siswa Kelas XI Bahasa SMA Negeri 2 Wonogiri Tahun Pelajarn 2006/2007”,
dalam Jurnal yang berjudul WIDYATAMA Vol.3, No.4 Desember 2006, hal.45-60.
26
M. Taufik Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based-Learning, (Jakarta:
Kencana,2009). h.21
16
27
Anwar Holil, “Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah” dari
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/model-pembelajaran-berdasarkan-masalah.html
28
I Wayan Sadia, “Pengembangan Kemampuan Berpikir Formal Siswa SMA Melalui
Penerapan Model Pembelajaran “Problem Based Learning” dan Cycle Learning” Dalam Pembelajaran
Fisika”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Jakarta, No.1 Th.XXXX Januari
2007, h. 3
17
29
I Wayan Dasna Op.Cit. h. 2
18
30
Muslimin Ibrahim dan Mohamad Nor, Op.Cit, h. 13
19
31
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Surabaya :
PUSTAKAPELAJAR 2009), Hal. 74
21
didik bukan hanya sekedar belajar dari guru dan buku. (8)
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru. (9) Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.32
Selain kelebihan, tentunya model Problem based-learning juga
mempunyai kelemahan. Adapun kelemahanya ialah : (1) untuk peserta
didik yang malas tujuan dari model tersebut tidak dapat tercapai. (2)
membutuhkan banyak waktu dan dana. (3) tidak semua mata pelajaran
dapat diterapkan dengan model ini. 33
3. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Witerington dalam Ngalim Purwanto bahwa belajar
adalah sesuatu perubahan yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru
dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian
atau suatu pengertian. 34 Belajar adalah proses perubahan dari belum
mampu menjadi sudah mampu, yang terjadi dalam jangka waktu tertentu.
Perubahan yang terjadi harus secara relative yang bersifat menetap
(permanen) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak,
tetapi perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang. Oleh karena itu,
perubahan-perubahan terjadi karena pengalaman. 35 Belajar adalah suatu
proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut
ditampakkan dalam bentuk peningkatkan kualitas dan kuantitas tingkah
laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
32
Wina Sanjaya, Op.Cit, h.220
33
http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/16/pembelajaran-berdasarkan-masalah/
34
M.Ngalim Prwanto,Psikologi Pendidikan, (Bandung:Remaja Rosda Karya,2000),
hal.84
35
Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi
Brother’s, 2006), hal.76
23
36
Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif, (Jakarta: Pustaka Pembanggunan Swadaya
Nusantara: 2008), hal. 1
37
Agus Suprijono, Op.Cit. hal. 5
38
Agus Suprijono, Op.Cit. hal. 6
39
Agus Suprijono, Op.Cit. hal.7
40
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 2007), hal. 89
24
41
Thursan Hakim, Op.Cit. hal. 11
25
Robin Mc.Taggart, John Elliot, Dave Ebbut dan masih banyak lagi yang
lainnya. Di Indonesia sendiri PTK baru diperkenalkan pada akhir dekade
80-an.42
Penelitian Tindakan Kelas atau disingkat dengan PTK dalam
bahasa Inggris dikenal dengan nama class action research (CAR)
merupakan penelitian tindakan pada level kelas. Penelitian Tindakan Kelas
dibentuk oleh tiga kata, yaitu penelitian; tindakan; dan kelas. Penelitian
adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi
tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk
meningkatkan mutu dari suatu hal yang menarik minat dan penting bagi
peneliti. Tindakan adalah sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan
dengan tujuan tertentu yang dalam penelitian ini berbentuk rangkaian
siklus kegiatan. Kelas adalah sekelompok pserta didik yang dalam waktu
yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru. Berdasarkan
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan suatu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.
Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang
dilakukan oleh peserta didik. 43
Hopkins menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan
salah satu jenis penelitian tindakan yang bersifat praktis, sebab penelitian
ini menyangkut kegiatan yang dipraktikkan oleh guru sehari-hari. Menurut
Suhadjono, Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang
dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di
kelasnya. PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar mengajar yang
terjadi di kelas, bukan pada input kelas ataupun out put. 44
Dengan demikian, PTK dapat diartikan sebagai jenis penelitian
tindakan yang dilakukan oleh guru di kelasnya tempat ia mengajar. Tujuan
42
Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006),
h. 3
43
Ibid. hal. 3
44
Ibid hal. 58
27
45
Sukarno, Penelitian Tindakan Kelas Prinsip-Prinsip Dasar, Konsep dan
Implementasinya, (Surakarta: Media Perkasa, 2009), h. 7
46
Ibid. h. 7
28
47
Ibid. h. 10
29
Perencanaan
Refleksi
Observasi SIKLUS I
Tindakan
Perencanaan
Refleksi
Observasi SIKLUS II
Tindakan
Gambar 2.1 : Model PTK Kemmis dan Tanggart (Suharsimi hal. 16)
1) Menyusun rancangan tindakan (perencanaan), yang menjelaskan
tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana
tindakan tersebut dilaksanakan.
2) Pelaksanaan tindakan, yaitu implementasi atau penerapan isi rancangan
didalam kancah, mengenakan tindakan dikelas.
3) Observasi, yaitu pelaksanaan pengamatan oleh pengamat.
4) Refleksi, atau pantulan, yaitu kegiatan untuk mengemukakan kembali
apa yang sudah terjadi.
i p
1. Sinar datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada satu bidang
datar ketiganya berpotongan pada satu titik.
2. Sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (p).
Pembentukan bayangan pada cermin datar:
B B’
C
h D h’
S O S’
1. Sinar datang sejajar sumbu utama akan dipantulkan melalui titik fokus
2. Sinar datang melalui titik fokus akan dipantulkan sejajar sumbu utama
3. Sinar datang melalui titik pusat kelengkungan akan dipantulkan melalui
titik pusat cermin
Sifat Bayangan pada cermin cekung :
1. Bila benda di ruang I, maka bayangan di ruang IV dan bersifat maya,
tegak dan diperbesar.
2. Bila benda di ruang II, maka bayangan di ruang III dan bersifat nyata,
terbalik dan diperbesar.
3. Bila benda di ruang III, maka bayangan di ruang II dan bersifat nyata,
terbalik, diperkecil
Cermin cembung adalah cermin lengkung dengan lapisan cermin di
bagian luar. Cermin cembung bersifat menyebarkan cahaya. Pada cermin
cembung sifat bayangan yang dihasilkan adalah: maya, tegak , dan
diperkecil.
Sinar-sinar Istimewa pada cermin Cembung :
1. Sinar datang sejajar sumbu utama dipantulkan seolah-olah berasal dari
titik fokus.
2. Sinar datang melalui titik fokus dipantulkan sejajar sumbu utama.
3. Sinar datang melalui pusat kelengkungan cermin dipantulkan melalui
titik itu juga.
b. Pembiasan cahaya dan lensa
Cahaya yang melalui bidang batas antara dua medium, akan
mengalami perubahan arah rambat atau pembelokan. Peristiwa perubahan
arah rambat cahaya dapat pada batas dua medium tersebut pada dasarnya
disebabkan adanya perbedaan kecepatan merambat cahaya pada satu
medium dengan medium yang lain. Peristiwa inilah yang disebut sebagai
pembiasan cahaya.
33
v1
i
N1 Medium 1
Medium 2
N2 r
v2
Sinar bias
= = ............................. (2.3)
Keterangan:
dan = indeks bias medium 1 dan 2
dan = kecepatan merambat cahaya dalam medium 1 dan 2
Pembiasan cahaya pada kaca plan-paralel
Garis
normal
x
i
n1 udara
n2
d r i’ kaca
Kaca plan-paralel
r’ udara
Sedangkan untuk menghitung jarak pada kaca plan parallel dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan 2.5 di bawah ini:
x= ................... (2.5)
Keterangan :
d = ketebalan kaca plan paralel
X = jarak pergeseran sinar
Pembiasan cahaya pada prisma
C
B
n1 n2
U D
R
i1 S
P r r
1 i2 2 Q
........................................ (2.6)
........................................... (2.7)
...................................... (2.8)
.......................... (2.9)
.......................... (2.10)
.............................................. (2.11)
Pemantulan Sempurna
Pada sudut kecil boleh dikatakan semua sinar dibiaskan. Ketika
sudut bias mencapai 900, seluruh sinar dipantulkan oleh bidang batas. Sudut
900 disebut juga sudut kritis atau sudut batas. Pemantulan sempurna hanya
dapat terjadi jika cahaya datang dari zat yang mempunyai kerapatan lebih
besar ke zat yang mempunyai kerapatan lebih kecil. Jika ik menyatakan sudut
kritis dan nm menyatakan indeks bias medium, maka persamaan yang berlaku
pada pemantulan sempurna adalah:
....................................... (2.12)
Udara
air Pemantulan
ik sempurna
Pembiasan cahaya dapat terjadi oleh lensa tipis karena lensa tipis
merupakan benda tembus cahaya yang terdiri atas dua bidang lengkung atau
satu bidang lengkung dan satu bidang datar.
Macam-macam lensa tipis :
1. Lensa cembung-cembung (bikonveks)
2. Lensa Cembung-datar (plan konveks
3. Lensa Cembung-Cekung (konkave konveks)
4. Lensa Cekung – Cekung (Bikonkave)
5. Lensa Cekung – Datar ( plan Konkave)
6. Lensa Cekung – Cembung ( Konveks-konkave)
Pembiasan dapat terjadi pada lensa cembung. Untuk melukiskan
pembentukan bayangan pada lensa cembung dapat mengunakan sinar-sinar
istimewa pada lensa cembung, yaitu :
1. Sinar sejajar sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus.
2. Sinar melalui titik fokus dipantulkan sejajar sumbu utama.
3. Sinar datang melalui titik pusat optik tidak dibiaskan.
Selain pada lensa cembung, pembiasan juga dapat terjadi pada lensa
cekung. Untuk pembentukan bayangan pada lensa cekung dapat
menggunakan sinar-sinar istimewa pada lensa cekung, yaitu :
1. Sinar sejajar sumbu utama dibiaskan seolah-olah berasal dari titik fokus.
2. Sinar datang seolah-olah menuju titik fokus dibiaskan sejajar sumbu
utama.
3. Sinar datang melalui pusat optik tidak dibiaskan.
Hubungan antara f, R, dan n pada lensa tipis:
........................................ (2.13)
.................................. (2.14)
37
Keterangan :
S = Jarak benda dari lensa
S’ = Jarak banyangan dari lensa
n1 = Indeks bias medium sekitar lensa
n2 = indeks bias medium lensa
R1 = jari-jari lensa pada arah sinar datang
R2 = jari-jari kelengkungan lensa pada arah sinar bias.
Rumus untuk menghitung perbesaran bayangan:
........................................... (2.15)
........................................ (2.16)
..................................... (2.17)
38
48
Bornok Sinaga,, ”Efektifitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based-Instruction)
Pada Kelas I SMU dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat”, dalam Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
vol.10 (2) Maret 2004, hal.122-133
49
Nurhayati Abas, “Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based-
Learning) dalam pembelajaran Matematika di SMU”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 051,
Th. Ke-10, November 2004, hal. 831-843
50
I Nyoman Suardana, “Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan
Kooperatif Berbantu Modul untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Mahasiswa Pada
Perkuliahan Kimia Fisika I”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4, Th.
XXXIX, Oktober 2006, hal. 751-767
39
51
Mrih Kuwato, “ Peningkatan Pembelajaran Antropologi Melalui Problem Based-Learning pada
Siswa Kelas XI Bahasa SMA Negeri 2 Wonogiri Tahun Pelajarn 2006/2007”, dalam Jurnal yang berjudul
WIDYATAMA Vol.3, No.4 Desember 2006, hal.45-60.
52
Supramono, “ Upaya Peningkatan Keterampilan Proses Berpikir Ilmiah melalui Model Problem
Based-Instruction Pada Konsep Difusi dan Osmosis Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Jekan Raya
Palangkaraya”, dalam Jurnal Ilmiah Kependidikan dan Kemasyarakatan Vol.2 No. 1 Januari- Juni 2007, hal.
31-42
53
Titin Khurotul Aeni, “Pendekatan Konstruktivisme dengan Model Pembelajaran Berbadasarkan
Masalah (Problem Based Learning) untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Konsep Laju Reaksi
(Sebuah Penelitian Tindakan Kelas di MAN 8 Cakung, Jakarta Timur),” (Skripsi S1 Program Studi
Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2008), h. 81.
54
Suherman, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Penelitian Tindakan Kelas di MTs Negeri 3
Pondok Pinang Jakarta,” (Skripsi S1 Jurusan Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 71.
40
55
Diah Mulhayatiah, M.Pd, “Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Pokok
Bahasan Gelombang dan Optik untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa Kelas I SMA”,
dalam Jurnal EDUSAINS Vol.1 No.1 Juni 2008 hal. 47-55
56
I Wayan Sadia, “Pengembangan Kemmapuan Berpikir Formal Siswa SMA melalui
Penerapan Model Pembelajaran PBL dan Cycle Learning dalam Pembelajaran Fisika”,dalam
Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA No. 1 thn.xxxx Januari 2007. hal 1-18
57
Ida Bagus Putu Arnyana,”Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah
dan Model Pengajaran Langsung dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Biologi
SIswa SMA”, dalam jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri SIngaraja, No.4 thn. XXXIX
oktober 2006,hal.695-711.
41
B. Kerangka Pikir
Fisika merupakan salah satu cabang keilmuan sains yang menuntut
peserta didik untuk aktif dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
Banyak faktor yang dapat membuat pelajaran fisika lebih menarik dan
menghasilkan prestasi peserta didik yang tinggi. Namun, salah satu faktor
terpenting dalam hal ini adalah keterlibatan peserta didik secara aktif dalam
proses pembelajaran. Salah satu materi pelajaran fisika yang menghubungkan
antara konsep dengan kejadian-kejadian nyata di lingkungan peserta didik
adalah konsep optik geometri karena didalamnya berhubungan erat dengan
kehidupan sehari-hari para peserta didik. Untuk itu seorang guru harus
mampu menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat melibatkan peserta
didik untuk mencari pengetahuannya sendiri.
Untuk itu diperlukan sekali kejelian seorang guru dalam menerapkan
strategi apa yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Proses belajar
yang berpusat pada guru sudah harus ditinggalkan, karena proses
pembelajaran sekarang bukan hanya penyampaian informasi melainkan
proses pertukaran informasi. Pertukaran informasi ini bisa dari guru ke
peserta didik atau bahkan sebaliknya dan pertukaran informasi dari peserta
didik ke peserta didik. Peserta didik dituntut untuk aktif dalam pembelajaran
tanpa pandang bulu, tidak ada lagi anggapan bahwa peserta didik yang pintar
saja yang berperan di dalam kelas, akan tetapi semua peserta didik
mempunyai peluang yang sama untuk berkembang. Melalui model Problem-
Based Learning, semua peserta didik mendapat porsi yang sama di dalam
kelas guna mencapai hasil belajar yang optimal. Berdasarkan uraian di atas,
maka diduga model problem based-learning dapat meningkatkan penguasaan
konsep fisika peserta didik. Bagan kerangka berpikir penelitian ini dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
42
Masalah:
1. Pembelajaran Optik Geometri masih belum bersifat kontekstual.
2. Penguasaan Konsep Peserta didik pada konsep optik geometri masih
rendah.
3. Model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk mencari
pengetahuannya sendiri adalah model Problem Based Learning.
Postes Siklus I
SIKLUS II
Postes Siklus II
Signifikan jika
thit<ttab
Tindakan dianggap
Hasil Belajar Fisika tidak Meningkat tidak tepat.
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori di atas, hipotesis tindakan penelitian ini
adalah “Penerapan Model Problem-Based Learning dapat meningkatkan hasil
belajar fisika pada konsep Optik Geometri.”
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
44
45
Observasi SIKLUS I
Tindakan
Perencanaan
Refleksi
Observasi SIKLUS II
Tindakan
2. Siklus I
a. Tahap Persiapan
Persiapan yang dilakukan yaitu berupa penyesuaian waktu
belajar disekolah sesuai dengan satuan pelajaran dan alokasi waktu
yang telah ditetapkan, selain itu guru juga menyiapkan materi yang
akan diajarkan dengan menerapkan model problem based learning dan
melakukan pembuatan dan pengujian instrumen penelitian.
b. Tahap pelaksanaan
Guru melakukan kegiatan pembelajaran dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1) Guru memberikan penjelasan mengenai rencana dan tujuan
pembelajaran yang terdapat dalam acuan program pembelajaran.
2) Guru menjelaskan langkah-langkah model problem based learning.
3) Guru menjelaskan konsep optik geometri.
4) Guru dan peserta didik menjalankan pembelajaran dengan model
problem based learning.
5) Pada akhir pembelajaran peserta didik bersama-sama menyimpulkan
materi pelajaran yang telah diajarkan.
6) Pada akhir siklus I guru memberikan tes kepada peserta didik.
c. Tahap Pengamatan
Kegiatan pada tahap pengamatan berupa pengamatan terhadap
kegiatan belajar pada siklus I. Hasil pengamatan yang dikumpulkan
berupa catatan setiap aktivitas peserta didik dan guru dalam kegiatan
pembelajaran pada siklus I. Hasil pengamatan dicatat pada lembar
observasi dan catatan lapangan yang dapat dijadikan sebagai bahan
refleksi.
50
d. Tahap Refleksi
Refleksi pada proses pembelajaran siklus I dilakukan untuk
memperbaiki kekurangan pada siklus I sebagai tolak ukur untuk
menyempurnakan siklus selanjutnya. Beberapa tahapan antara lain:
1) Menggolah dan menganalisis data yang diperoleh pada siklus I
2) Menarik kesimpulan pada siklus I
3) Merefleksikan kekurangan pada siklus I denagn menunjuk pada IPH
≥ 75%, peserta didik dengan nilai ketuntasan belajar ≥ 65
I. Instrumen-instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini mengunakan multi istrumen yang terdiri dari
dua jenis instrumen yang digunakan yaitu instrumen test dan instrumen non
tes. Instrumen pengumpul data yang digunakan antara lain :
1. Lembar Wawancara dan Kuesioner analisis Kebutuhan
Wawancara adalah instrumen pengumpulan data yang digunakan
untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.60 Wawancara
dilakukan terhadap guru dan peserta didik . pedoman wawancara untuk
guru menitik beratkan pada tanggapan dan kesulitan guru dalam
menyampaikan pelajaran fisika khususnya pada konsep optik geometri.
Sedangkan, wawancara peserta didik bertujuan untuk mengetahui
pandangan peserta didik terhadap pelajaran fisika dan kesulitan dalam
memepelajari fisika khususnya pada konsep optik geometri.
2. Tes hasil belajar (pretes dan postes)
Tes hasil belajar adalah alat yang digunakan untuk mengukur
kemampuan kognitif peserta didik. Tes hasil belajar ini berupa tes objektif
bentuk pilihan ganda sebanyak 27 butir soal. Tes hasil belajar diberikan
sebelum (pretes) dan sesudah (postes) siklus pembelajaran. 61 Adapun kisi-
kisi dari penulisan instrumen tes adalah sebagai berikut:
60
Subana, dkk., Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hal. 29
61
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2009), hal. 76
52
62
Ibid. hal. 76
53
4. Kuisioner
Kuisioner juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam rangka
penilaian penguasaan konsep. Kuisioner dapat diberikan langsung kepada
peserta didik, dapat pula diberikan kepada guru dan orang tua. Tujuan
penggunaan kuisioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk
memperoleh data mengenai proses belajar mengajar dikelas. 63 Adapun
kisi-kisi dari penulisan kuisioner adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Kuisioner
Indikator No soal
Mutu Pengajaran / Kualitas Pembelajaran 1
Tingkat pengajaran yang tepat 2
Pemberian Insentif 3
Waktu yang digunakan 4
Faktor kesulitan belajar 5
dengan kata lain suatu alat evaluasi disebut valid jika ia dapat
mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi tersebut. Uji validitas
adalah uji kesanggupan alat penilaian dalam mengukur isi sebenarnya. Uji
coba ini dilakukan dengan mengkorelasionalkan skor masing-masing item
dengan skor total.
Tes yang digunakan hasil belajar adalah berupa tes obyektif, maka
untuk mengukur validitas soal dalam penelitian ini digunakan rumus
korelasi Point Biserial65, yaitu:
M p Mt p
rpbis = ............................................. (3.1)
SDt q
Keterangan :
rpbis : r point biserial
Mp : mean (nilai rata-rata hitung) skor yang dicapai peserta tes
menjawab betul, yang sedang dicari korelasinya dengan tes secara
keseluruhan
Mt : mean skor total, yang berhasil dicapai oleh peserta tes
SDt : deviasi standar total skor
P : proporsi peserta tes yang menjawab betul terhadap butir
soal yang sedang dicari korelasinya dengan tes secara keseluruhan
Xt X Xt
2
2
....... (3.2)
t
Dimana : Mt = dan SDt =
N N N
Sedangkan dalam penentuan mean siswa yang menjawab benar,
digunakan persamaan :
Mp = Jumlah skor total siswa yang menjawab benar
Jumlah skor tertinggi siswa yang menjawab benar ............(3.3)
Kemudian untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal, maka
harga rpbis yang diperoleh dibandingkan dengan rtabel, jika hasil
perhitungan rpbis lebih besar dari rtabel maka butir soal tersebut dinyatakan
65
Anas Sudjiono. Pengantar Statistik Pendidikan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), h. 258
55
valid dan jika rpbis lebih kecil dari rtabel, maka butir soal tersebut
dinyatakan tidak valid. Berdasarkan hasil uji coba instrumen yang telah
dilakukan dari 30 soal yang diuji coba, didapatkan sebanyak 27 soal yang
valid dilihat dari interpretasi validitasnya 6,7% soal termasuk kategori
sangat rendah, 63,3% soal termasuk kategori rendah, 23,3 % soal termasuk
kategori cukup dan 6,7% soaltermasuk kategori tinggi. Untuk lebih
jelasnya hasil uji validitas butir soal instrumen tes hasil belajar dapat
dilihat pada lampiran 3.
2. Uji Reliabilitas
Selain pengujian validitas, sebuah tes juga harus memiliki
reliabilitas. Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan alat tersebut dalam
menilai apa yang dinilainya. Tes hasil belajar yang baik harus memiliki
reliabilitas yang dapat dipercaya, artinya setelah tes hasil belajar itu
dilaksanakan berulang kali terhadap subyek yang sama, hasilnya selalu
relatif sama.
Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
rumus Kuder Richardson atau dikenal dengan K-R 2066, yaitu:
n 1 pq
r11 = .................................. (3.4)
n 1 S2
Keterangan :
r11 : reliabilitas tes secara keseluruhan
n : banyaknya item
S2 : varian total
66
Suharsimi Arokunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara,
2006), Cet. ke-6, h. 100
56
67
Ibid., h. 208
57
termasuk kategori sedang. Untuk lebih jelasnya hasil uji coba instrument
tes penguasaan konsep untuk tingkat kesukaran butir soal dapat dilihat
pada lampiran 5.
4. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk
membedakan antara peserta didik yang pandai (berkemampuan tinggi)
dengan peserta didik yang bodoh (berkemampuan rendah). Angka yang
menunjukan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat
D. Untuk mengetahui indeks diskriminasi, digunakan rumus : 68
B A BB
D= PA PB .......................... (3.6)
JA JB
Keterangan :
D : indeks diskriminasi (daya pembeda)
BA : banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan
benar
BB : banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan
benar
JA : banyak peserta kelompok atas
JB : banayak peserta kelompok bawah
PA : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar (P
sebagai Taraf kesukaran).
Adapun kriteria daya pembeda adalah sebagai berikut :
0,00 – 0,20 = buruk
0,21 – 0,40 = cukup
0,41 – 0,70 = baik
0,71 – 1,00 = baik sekali
Berdasarkan hasil uji coba instrumen untuk daya pembeda yang
telah dilakukan, daya pembeda dari tes penguasaan konsep didapatkan dari
item butir soal sebanyak 6,7 % soal termasuk kategori buruk, sebanyak 6,7
68
Ibid, h. 213
58
69
David.E. Meltzer, “Addentum to : TheRelation Between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gain In Physic : A Possible Hidden Variabel In Diagnostic Pretest Scores”,
dari HTTP://Physic.lastate.edu/per/docs/sddendum_on_mormalized_gain.pdf
70
Inayatussholihah, dkk.,”Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Kegiatan
Laboratorium (Praktikum) Pada Konsep Fotosintesis” (Penelitian Tindakan Kelas di MTs. N
Tangerang 2 Pamulang Banten), dalam Jurnal EDUSAINS Vol. 1 No. 1 Juni 2008, hal. 80
59
L. Tindaklanjut Perencanaan
Setelah peneliti melakukan tindakan pada siklus I, maka
ditindaklanjuti dengan melakukan tahapan pada siklus II, adapun tahapan
dalam siklus II adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan tindakan II
- Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah
- Pengembangan program tindakan
2. Pelaksanaan tindakan II
- Pelaksanaan program tindakan
3. Observasi tindakan II
- Pengumpulan data tindakan
4. Refleksi tindakan II
- Menganalisa data pada siklus
- Mengevaluasi tindakan
71
Anas Sudijono, Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hal.43
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
60
61
Table 4.1 Rekapitulasi Data Tes Hasil Belajar Fisika pada Konsep
Optik Geometri
Tahapan Siklus Pretes Postes N-Gain
Siklus I 25,34 52,38 0,36
Siklus II 52,38 84,10 0,65
Hasil perhitungan uji normalitas untuk data tes hasil belajar fisika
pada konsep optik geometri pada siklus I diperoleh Lhitung 0,05 < Ltabel
0,161 pada taraf signifikan 5 % dengan N = 29, maka hipotesis nol (H o)
diterima, yang berarti bahwa data tes hasil belajar fisika pada konsep optik
geometri pada siklus I berdistribusi normal.
b. Uji Normalitas Tes Hasil Belajar Fisika pada Konsep Optik Geometri
Pada Siklus II
Uji normalitas yang digunakan adalah uji liliefors pada taraf
signifikan 5%.
62
Table 4.3 Hasil Uji Normalitas Tes Hasil Belajar Fisika pada Konsep
Optik Geometri Pada Siklus II
Variabel N Lhitung Ltabel Kesimpulan
X 29 0,04 0,161 Normal
Hasil perhitungan uji normalitas untuk data tes hasil belajar fisika
pada konsep optik geometri pada siklus II diperoleh Lhitung 0,04 < Ltabel
0,161 pada taraf signifikan 5% dengan N = 29, maka hipotesis nol (H o)
diterima, yang berarti bahwa data tes hasil belajar fisika pada konsep optik
geometri pada siklus II berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Pada pengujian homogenitas dari N-Gain hasil belajar fisika pada
konsep optik geometri pada siklus I dan siklus II didapatkan hasil
perhitungan dengan harga Fhitung 0,67, sedangkan harga Ftabel pada taraf
signifikan 0,005 dengan derajat kebebasan penyebut 28 adalah 1,96,
karena harga Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan
bahwa data tersebut homogen. Dapat dilihat pada table di bawah ini:
Table 4.4 Hasil Pengujian Uji Homogenitas Tes Hasil Belajar Fisika
pada Konsep Optik Geometri
α N Fhitung Ftabel Kesimpulan
0,05 28 0,67 1,96 Homogen
C. Analisi Data
1. Tes Hasil Belajar Fisika pada Konsep Optik Geometri
Untuk melihat terjadinya peningkatan hasil belajar fisika pada
konsep optik geometri peserta didik dan terdapatnya peningkatan yang
signifikan, maka dilakukan perhitungan N-Gain, uji normalitas dengan
menggunakan rumus liliefors dan uji homogenitas. Dari uji normalitas
siklus I didapatkan hasil yang sesuai dengan L tabel sebesar 0,161. Dengan
kriteria pengujian jika Lhitung > Ltabel, artinya data tersebut berdistribusi
63
tidak normal dan jika Lhitung < Ltabel, artinya data tersebut berdistribusi
normal. Dari perhitungan didapatkan L hitung = 0,05 dan Ltabel = 0,161.
Sedangkan untuk uji normalitas pada siklus ke II didapatkan hasil sesuai
dengan Ltabel sebesar 0,161. Dengan kriteria pengujian jika Lhitung > Ltabel,
artinya data tersebut berdistribusi tidak normal dan jika Lhitung < Ltabel,
artinya data tersebut berdistribusi normal. Dari perhitungan didapatkan
bahwa Lhitung = 0,04 dan Ltabel = 0,161 maka data skor peserta didik pada
siklus II berdistribusi normal.
Selanjutnya dilakukan pengujian 2 sampel yang bertujuan untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar fisika pada konsep optik geometri
kedua siklus. Pengujian kedua sample ini dilakukan dengan uji-t dengan
ketentuan:
Ho: X=Y Tidak terdapat peningkatan yang signifikan antara N-gain
Siklus I dengan N-gain Siklus II
Ha: X≠Y Terdapat peningkatan yang signifikan antara N-gain Siklus
I dengan N-gain Siklus II
tabel, maka didasarkan pada (df) derajat kebebasan yang besarnya adalah
n-1. Besarnya adalah 29-1 =28 dan derajat kesalahan 5%, sedangkan
pengujian dilakukan denga menggunakan dua pihak didapat t tabel sebesar
1,701.
Adapun hasil yang diperoleh dari siklus I dan siklus II, dimana
thitung -4,036 dan ttabel 1,701 karena thitung< ttabel maka Ho ditolak. Jadi
terdapat peningkatan N-gain siklus I ke siklus II. Skor hasil belajar fisika
pada konsep optik geometri peserta didik yang berupa nilai postest
kemudian dikonversikan dengan nilai SKBM fisika yang berlaku di
sekolah tersebut yaitu (≥65). Adapun kriteria ketuntasan minimal ideal
yang ditargetkan peneliti adalah sebesar 100%.
Presentase jumlah peserta didik yang mencapai nilai Standar
Kegiatan Belajar Mengajar (SKBM) mengalami peningkatan pada siklus II
bahkan melebihi kriteria yang ditargetkan oleh peneliti sebesar 75%,
dengan presentase siklus I sebesar 24% meningkat menjadi 100% pada
siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa pada siklus II seluruh peserta didik
sudah mencapai nilai SKBM dalam pembelajaran fisika, hal ini
menunjukkan bahwa hasil belajar fisika peserta didik pada konsep optik
geometri mengalami peningkatan.
2. Respon peserta didik terhadap Penerapan Model Problem Based
Learning
Berdasarkan kuisioner yang telah disebarkan kepada peserta didik
kelas X-D diakhir pembelajaran, yaitu setelah siklus I maka didapatkan
data mengenai keefektifan penerapan model problem based learning pada
konsep optik geometri. Pertanyaan dikelompokan ke dalam lima buah
indikator yaitu mutu pengajaran/kualitas pengajaran, tingkat pengajaran
yang tepat, pemberian insentif, waktu yang digunakan dan faktor kesulitan
belajar. Setiap indikator diwakilkan oleh satu buah pertanyaan. Berikut ini
adalah pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam kuisioner yang
disebarkan pada akhir siklus I:
65
4. Berinteraksi √ √ √
dengan anggota
kelompoknya.
5. Berinteraksi √ √ √
dengan anggota
kelompok lain.
6. Bersungguh- √ √ √
sungguh dalam
mengerjakan
tugas yang
diberikan oleh
guru.
7. Mengumpulkan √ √ √
tugas tepat
waktu
8. Mengikuti √ √ √
proses
pembelajaran
dengan baik.
69
9. Mengajukan √ √ √
dan
menanggapi
pertanyaan
pada saat
berdiskusi.
10. Berinteraksi √ √ √
dengan guru.
sehingga aktivitas peserta didik belum dinilai. Baru pada pertemuan kedua
dan seterusnya sebelum pemberian postes pada siklus I, beberapa peserta
didik masih terlihat bermain-main pada saat melakukan percobaan yang
pertama. Setelah diberi pengarahan, peserta didik melakukan praktikum
dengan sungguh-sungguh. Tidak ada lagi peserta didik yang yang terlihat
mengobrol sendiri ataupun bermain-main. Setelah itu, masih terlihat
beberapa peserta didik yang tidak berinteraksi dengan kelompoknya. Hal
ini terjadi karena peserta didik masih senang mengandalkan teman
sekelompoknya untuk menyelesaikan praktikum. Pada pertemuan
selanjutnya yaitu pertemuan pada siklus ke II, peserta didik melakukan
semua aktivitas yang diberikan oleh guru dengan baik. Tidak ada lagi yang
bermain-main atau mengobrol pada saat pembelajaran berlangsung. Pada
siklus II interaksi antara guru dengan peserta didik tidak berjalan dengan
baik. Hal ini dapat di maklumi karena pada siklus II peserta didik lebih
banyak mengerjakan latihan-latihan dibandingkan pada siklus I, yang
kegiatan peserta didik lebih banyak melakukan percobaan-percobaan.
Pertemuan Kedua
Sebelum memulai pembelajaran guru Menyimak dan menjawab
membuka pembelajaran dengan pertanyaan yang diberikan oleh
memberikan apersepsi dan motivasi yang guru.
berupa beberapa pertanyaan untuk
merangsang pemahaman peserta didik.
Guru mengorientasikan peserta didik Menyimak dan mencatat apa yang
pada masalah. telah disampaikan oleh guru.
Guru Menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
memotivasi peserta didik terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah yang
dipilihnya.
Mengorganisasikan peserta didik Berkumpul dengan anggota
untuk belajar. kelompok untuk melakukan
Membantu peserta didik mendefinisikan praktikum
dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
Membantu penyelidikan secara Melakukan praktikum dengan
individu maupun kelompok. arahan dan pengawasan dari guru.
Mendorong peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan praktikum, untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Mengembangkan dan menyajikan Mempresentasikan hasil praktikum
hasil karya. didepan kelas
Membantu peserta didik dalam
merencanakan dan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan hasil
praktikum untuk membantu mereka
berbagi tugas dengan temannya.
Menganalisis dan mengevalusi hasil Menarik kesimpulan dari hasil
pemecahan masalah. praktikum.
Membantu peserta didik untuk
melakukan evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses yang
mereka gunakan
Menyimpulkan materi dan memberikan Menyimak dan mencatat kesimpulan
rangkuman. Memberikan latihan soal yang diberikan oleh guru.
Mengerjakan tugas yang diberikan
oleh guru.
Pertemuan Ketiga
Sebelum memulai pembelajaran guru Menyimak dan menjawab
membuka pembelajaran dengan pertanyaan yang diberikan oleh
73
c. Tahap Observasi I
Pada pelaksanaan proses pembelajaran siklus I, masih terdapat
beberapa kekurangan dalam setiap pertemuan. Beberapa kejadian yang
terpantau oleh peneliti dan observasi antara lain:
75
2. Siklus II
Pada siklus II ini lebih ditekankan pada perbaikan dan
penyempurnaan terhadap tindakan yang dilakukan pada siklus I. Tindakan
pada siklus II diarahkan pada optimalisasi proses pembelajaran dan
77
c. Tahap Observasi II
Didalam proses pembelajaran pada siklus II mengalami
peningkatan dibandingkan dengan siklus I. Kondisi tersebut dapat
diamati berdasarkan hasil observasi pada saat proses pembelajaran.
Beberapa peningkatan tersebut antara lain :
1) Suasana kelas menjadi lebih tertib, keadaan peserta didik pun
menjadi lebih terkendali. Sehingga peserta didik dapat lebih
berkonsentrasi dalam belajar.
2) Peserta didik sudah mulai memahami langkah-langkah yang harus
dilakukan didalam belajar.
80
beberapa peserta didik yang belum bisa berinteraksi dengan teman yang
lainnya, hal ini dikarenakan peserta didik tersebut merasa minder dengan
teman-temannya yang selalu aktif dalam diskusi. Baik pembelajaran pada
siklus I maupun pada siklus II peserta didik yang memiliki kemampuan yang
tinggi dan sedang masih mendominan dalam kegiatan pembelajaran,
sedangkan peserta didik yang berkemampuan rendah masih terlihat sesekali
pasif. Pada siklus II kegiatan praktikum tidak terlalu mendominan seperti
pada siklus I, hal ini disebabkan karna pada siklus II peneliti lebih
memfokuskan peserta didik untuk mengerjakan latihan-latihan soal. Sehingga
interaksi dengan guru tidak begitu mendominan seperti pada siklus I.
Proses belajar adalah perubahan tingkah laku atau perilaku yang
terjadi di dalam diri peserta didik, dari yang tidak tahu menjadi tahu.
Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti peserta didik berorientasi ke
arah yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Proses belajar yang berpusat
pada guru sudah harus ditinggalkan, oleh karena itu salah satu pemilihan
model pembelajaran yang sesuai sangat dibutuhkan agar dapat menunjang
proses belajar.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan
yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil belajar peserta didik pada siklus II mengalami peningkatan sebesar
76% dibandingkan pada siklus I. Hasil belajar fisika pada konsep optik
geometri peserta didik siklus I dengan rerata skor sebesar 52, 38 dengan
skor N-gain sebesar 0,36 pada kriteria sedang. Hasil belajar fisika pada
konsep optik geometri peserta didik pada siklus II mengalami peningkatan
dengan rerata skor sebesar 84,10 dengan skor N-gain sebesar 0,65 yang
masih dalam kriteria sedang.
2. Model Problem Based Learning cukup efektif diterapkan pada mata
pelajaran fisika khusunya pada konsep optik geometri. Hal ini dapat dilihat
dari respon baik yang diberikan oleh peserta didik. Selain itu model
problem based learning juga dapat meningkatkan hasil belajar fisika
peserta didik terutama pada konsep optik geometri.
83
84
B. Saran
Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka penulis
mengajukan beberapa saran sebagai perbaikan di masa yang akan mendatang.
1. Model Pembelajaran ini dapat dijadikan salah satu alternatif model
pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran fisika. Namun, harus
disesuaikan dengan konsep fisika yang cocok dengan model pembelajaran
ini.
2. Setiap guru harus pandai dalam memilih dan menentukan model
pembelajaran, metode, pendekatan, strategi dalam kegiatan belajar
mengajar agar peserta didik tidak selalu menerima informasi hanya dari
guru saja.
3. Untuk penelitian lebih lanjut, diharapkan dapat menghubungkan antara
model pembelajaran ini dengan hasil belajar pada ranah afektif dan
psikomotorik.
85
DAFTAR PUSTAKA
Sutarto. Buku Ajaran Fisika dengan Tugas Analisis Foto Kejadian Fisika
sebagai Alat Bantu Penguasaan Konsep Fisika, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, 11 (054), 2005
http://pkab.wordpress.com/2008/06/21/discovery-inquiry-sts-fisika/Diakses
tanggal 20 April 2009
http://id.wikipedia.org/wiki/Konstruktivisme"/2009/10/20
http://sutisna.com/psikologi/psikologi_pendidikan/teori belajar
konstruktivisme.
Neni, Zikri. 2006. Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan. Kizi
Brother’s: Jakarta
Slavin, E Robert. 2009. Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi, PT. Indeks:
Jakarta
101
Lampiran 2
1. Pemantulan difus adalah pemantulan yang terjadi jika sinar jatuh mengenai
permukaan yang ….
a. kasar
b. licin
c. datar
d. halus
e. bening
3. Jika seberkas cahaya mengenai benda gelap, akan membentuk bayangan gelap
di belakang benda. Hal ini disebabkan karena cahaya dapat….
a. dibiaskan
b. diteruskan
c. diserap
d. diinterferensi
e. dipolarisasi
4. Pernyataan di bawah ini yang benar mengenai bayangan yang dibentuk oleh
cermin datar adalah….
102
10. Benda setinggi h diletakkan pada jarak 4 cm di depan cermin cekung yang
berjari-jari kelengkungan 14 cm. Berapa jarak bayangan dan Sifat bayangan
yang terbentuk adalah....
104
13. Seberkas cahaya dengan laju v1, panjang gelombang λ1, frekuensi f1 merambat
dalam medium yang indeks biasnya n1 lalu dibiaskan ke medium kedua n2.
Ternyata sudut biasnya lebih besar daripada sudut datangnya. Dengan
menggunakan hukum 1 snellius tentang pembiasan pada 2 medium yang
berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa....
a. n2>n1 d. f2>f1 dan v2>v1
b. f2>f1 dan n2>n1 e. v2>v1 dan λ2>λ1
c. f2>f1, n2>n1 dan v2>v1
14. Jika kecepatan cahaya dalam alkohol adalah 2,20x108 m/s, maka indeks bias
alkohol tersebut adalah....
105
15. Sebuah prisma yang terbuat dari gelas yang indeks biasnya 1,6. Memiliki
sudut pembias 600. Jika sinar dating pada salah satu bidang pembias dengan
sudut datang 530(sin 53 = 0,8), maka sudut yang dibentuk sinar ketika keluar
dari prisma adalah….
a. 450 b. 530 c. 600 d. 650 e. 680
16. Sinar monokromatik dari udara mengenai bidang pembias prisma dengan
indeks bias 1,6 jika sudut pembiasnya 300, maka besar sudut deviasi
minimumnya adalah....
a. 15,50 d. 18,80
b. 16,60 e. 19,90
0
c. 17,7
17. Perhatikan gambar dibawah adalah grafik hubungan sudut deviasi (δ) terhadap
sudut datang (i) dari suatu percobaan yang menggunakan prisma.
δ
460
530
18. Sebuah prisma (n = 1,5) dengan sudut pembias 600. Jika seberkas sinar datang
pada salah satu bidang sisi dengan sudut datang 300, maka besar sudut deviasi
prisma di udara....
a. 300 b. 47,20 c. 62,20 d. 77,20 e. 900
19. Jika indeks bias air 4/3 dan indeks bias kaca 3/2, maka indeks bias relatif kaca
terhadap air adalah....
a. 3/5 b. 7/5 c. 8/3 d. 6/4 9/8
20. Seberkas cahaya dijatuhkan pada kaca planparalel dengan sudut datang 60 0.
Jika indeks bias kaca 3 dan tebal kaca adalah 6 cm, maka pergeseran cahaya
terhadap berkas semula setelah keluar dari kaca adalah....
106
a. 2 2 cm b. 2 3 cm c. 4 cm d. 3 3 cm e. 5 cm
21. Suatu sistem optik terdiri dari 2 permukaan sferis yang membentuk sebuah
bola berjari-jari R= 5 cm. indeks bias bahan bola tersebut n = 4/3. Jika sebuah
benda b di letakkan 3 cm di depan A1 (lihat gambar 7) maka jarak bayangan
yang terbentuk adalah....
a. 5 cm di kiri A2 d. 30 cm di kiri A2
b. 10 cm di kiri A2 e. 45 cm di kiri A2
c. 15 cm di kiri A2
22. Sebuah titik cahaya S diletakkan di dasar sebuah bejana yang berisi cairan
5
dengan indeks bias . Seseorang melihat sumber cahaya dari atas permukaan
3
cairan, dimana terdapat sebuah cairan tak tembus cahaya dengan jari-jari 1 cm
terapung pada permukaan cairan. Pusat cakram terletak vertikal di atas sumber
S. Cairan dalam bejana secara perlahan-lahan disalurkan keluar melalui
sebuah keran, maka ketinggian maksimum cairan dimana sumber cahaya S
sama sekali tidak dapat dilihat dari atas permukaan (lihat gambar) adalah....
23. Di bawah ini yang bukan sinar istimewa pada lensa cekung adalah....
a. sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan melalui titik fokus (F2)
b. sinar datang melalui titik fokus (F1) dibiaskan sejajar sumbu utama
c. sinar yang melalui titik pusat optik (O) diteruskan tanpa mengalami
pembiasan
d. sinar datang menuju titik fokus (F2) dipantulkan sejajar sumbu utama
e. sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan seolah-olah berasal dari titik
fokus (F1)
24. Sumber cahaya ditempatkan diantara pusat optik dan titik api lensa cembung.
Sifat bayangan benda yang dibentuk oleh lensa adalah….
a. nyata, tegak, dan diperbesar
b. nyata, terbalik dan diperkecil
c. maya, terbalik dan diperbesar
d. maya, tegak dan diperbesar
e. maya, tegak dan diperkecil
25. Sebuah benda diletakkan 30 cm di depan lensa konvergen dengan jarak fokus
15 cm. Besar bayangan dan sifat bayangan yang terbentuk adalah....
a. 1 x, maya dan terbalik
b. 2 x, nyata dan tegak
c. -1 x, nyata dan terbalik
d. -2 x, nyata dan terbalik
e. 3 x, maya dan tegak
26. Sebuah benda terletak pada sumbu utama lensa plankonveks yang mempunyai
jari-jari kelengkungan 10 cm, letak benda pada jarak 30 cm dari lensa. Jika
indeks bias 3/2, berapa jarak bayangannya....(nu = 1)
a. 45 cm b. 60 cm c. 85 cm d. 90 cm 100 cm
27. Dua buah lensa tipis dengan indeks bias sama 1,5 memiliki jarak fokus 5 cm
dan 20 cm. jika keduanya di lekatkan (digabung) kemudian dicelupkan ke
dalam air dengan indeks bias 4/3, maka jarak fokus lensa gabungan dalam air
adalah….
a. 16 cm b. 20 cm c. 25 cm d. 36 cm e. 100 cm
28. Sebuah lensa cembung di udara mempunyai jarak fokus 24 cm. Jika indeks
bias lensa 1,6 , maka jarak fokus lensa di dalam air yang indeks biasnya 1,33
adalah....
a. 30 cm b. 45 cm c. 50 cm d. 63 cm e. 72 cm
1
29. Kuat lensa di udara adalah 3 dioptri. Jika indeks bias lensa 3/2, maka kuat
2
lensa di dalam air yang indeks biasnya 4/3 adalah....
a. 1/3 dioptri b. 2/5 dioptri c. 5/6 dioptri d. 3/7 dioptri e. 6/8 dioptri
108
30. Dua buah lensa konvergen, dengan panjang fokus F1 = 20 cm dan F2 = 25 cm,
diletakkan berjarak 80 cm (lihat gambar 9a). Sebuah benda diletakkan 60 cm
di depan lensa pertama (lihat gambar 9b). Apakah bayangan total yang
dibentuk oleh 2 kombinasi lensa lebih besar dibandingkan dengan yang
dihasilkan lensa ke-2....
a. ½ kali d. 2 kali
b. 1 kali e. 3/2 kali
c. 1/6 kali
109
Lampiran 3
31 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 18 324
32 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 24 576
33 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 15 225
34 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 19 361
Σ 27 31 18 25 25 20 19 17 18 14 19 19 16 21 17 19 19 29 31 19 19 31 15 20 15 16 19 20 21 15 614 12130
P 0,79 0,91 0,53 0,74 0,74 0,59 0,56 0,50 0,53 0,41 0,56 0,56 0,47 0,62 0,50 0,56 0,56 0,85 0,91 0,56 0,56 0,91 0,44 0,59 0,44 0,47 0,56 0,59 0,62 0,44
Q 0,21 0,09 0,47 0,26 0,26 0,41 0,44 0,50 0,47 0,59 0,44 0,44 0,53 0,38 0,50 0,44 0,44 0,15 0,09 0,44 0,44 0,09 0,56 0,41 0,56 0,53 0,44 0,41 0,38 0,56
Mp 18,19 17,77 21,31 19,57 19,08 19,53 20,39 19,81 19,82 20,54 20,00 19,94 19,86 19,55 19,93 19,78 20,29 18,81 18,45 20,00 19,72 18,66 20,57 19,63 20,93 20,79 19,89 20,89 19,95 20,79
Rpbi 0.05 -0.17 0.62 0.45 0.31 0.32 0.47 0.32 0.34 0.37 0.39 0.38 0.31 0.34 0.34 0.35 0.45 0.33 0.23 0.39 0.34 0.35 0.40 0.34 0.46 0.46 0.37 0.61 0.43 0.44
Hasil IN IN V V V V V V V V V V V V V V V V IN V V V V V V V V V V V
Mt 18.06
SD 5.536
𝑴𝒑−𝑴𝒕 𝑷
Uji Validitas menggunakan rumus point biserial : 𝒓𝒑𝒃𝒊 =
𝑺𝑫 𝑸
Keterangan :
𝒓𝒑𝒃𝒊 = Koefisien Korelasi Biserial
Mt = Rerata skor Total
Mp = Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya
𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌𝒏𝒚𝒂 𝒔𝒊𝒔𝒘𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓
P = Proporsi siswa yang menjawab benar ( P = )
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒍𝒖𝒓𝒖𝒉 𝒔𝒊𝒔𝒘𝒂
Q = Proporsi siswa yang menjawab salah ( Q = 1-P )
SD = Standar Deviasi dari skor total
111
Lampiran 4
UJI RELIABILITAS
Siswa Skor untuk Item Soal Xt 𝑿𝒕𝟐
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 9 81
2 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 17 289
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 3 9
4 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 23 529
5 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 8 64
6 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 25
7 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 10 100
8 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 16 256
9 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 17 289
10 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 29 841
11 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 17 289
12 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 20 400
13 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 21 441
14 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 18 324
15 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 23 529
16 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 19 361
17 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 18 324
18 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 20 400
19 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 16 256
20 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 22 484
21 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 22 484
22 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 17 289
23 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 23 529
24 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 18 324
25 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 23 529
26 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 23 529
27 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 22 484
112
28 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 23 529
29 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 20 400
30 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 16 256
31 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 18 324
32 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 24 576
33 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 15 225
34 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 19 361
Σ 18 25 25 20 19 17 18 14 19 19 16 21 17 19 19 29 19 19 31 15 20 15 16 19 20 21 15 614 12130
P 0,53 0,74 0,74 0,59 0,56 0,50 0,53 0,41 0,56 0,56 0,47 0,62 0,50 0,56 0,56 0,85 0,56 0,56 0,91 0,44 0,59 0,44 0,47 0,56 0,59 0,62 0,44
Q 0,47 0,26 0,26 0,41 0,44 0,50 0,47 0,59 0,44 0,44 0,53 0,38 0,50 0,44 0,44 0,15 0,44 0,44 0,09 0,56 0,41 0,56 0,53 0,44 0,41 0,38 0,56
PxQ 0.25 0.19 0.19 0.24 0.25 0.25 0.25 0.24 0.25 0.25 0.25 0.24 0.25 0.25 0.25 0.13 0.25 0.25 0.08 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.24 0.25
SD 5.536
ΣPQ 6.3
Rtabel 0.301
R11 0.82
𝒓𝟏𝟏 = 0.82
113
Lampiran 5
28 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 23 529
29 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 20 400
30 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 16 256
31 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 18 324
32 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 24 576
33 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 15 225
34 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 19 361
Σ 27 31 18 25 25 20 19 17 18 14 19 19 16 21 17 19 19 29 31 19 19 31 15 20 15 16 19 20 21 15 614 12130
TK 0.79 0.91 0.53 0.74 0.74 0.59 0.56 0.50 0.53 0.41 0.56 0.56 0.47 0.62 0.50 0.56 0.56 0.85 0.91 0.56 0.56 0.91 0.44 0.59 0.44 0.47 0.56 0.59 0.62 0.44
Hasil mdh mdh sdg mdh mdh mdh sdg sdg sdg sdg sdg sdg sdg sdg sdg sdg sdg mdh mdh sdg sdg mdh sdg sdg sdg sdg sdg sdg sdg sdg
𝑩
Rumus Taraf Kesukaran : P=
𝑱𝑺
Keterangan :
P = Indeks Kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
115
Lampiran 6
DAYA PEMBEDA
No Skor untuk item no
Σ
Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 42
10 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 29
32 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 24
7 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 23
Kelompok Atas
15 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 23
23 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 23
25 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 23
26 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 23
28 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 23
20 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 22
21 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 22
27 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 23
13 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 21
12 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 20
Tidak dimasukkan dalam perhitungan
18 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 19
29 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 20
16 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 19
34 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 19
14 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 18
17 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 18
24 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 18
31 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 18
6 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 17
9 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 17
11 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 17
116
22 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 17
8 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 16
19 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 16
30 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 16
Kelompok Bawah
33 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 15
5 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 10
1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 9
4 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 8
3 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5
2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 3
WH 8 9 7 8 9 7 6 6 6 5 7 6 5 9 7 7 7 9 9 7 6 9 5 7 5 7 7 9 7 7
WL 7 9 0 4 6 3 2 2 3 2 3 3 2 4 3 3 3 6 7 1 4 7 0 4 1 1 4 2 1 1
DP 0,11 0,00 0,78 0,44 0,33 0,44 0,44 0,44 0,33 0,33 0,44 0,33 0,33 0,56 0,44 0,44 0,44 0,33 0,22 0,67 0,22 0,22 0,56 0,33 0,44 0,67 0,33 0,78 0,67 0,67
Baik Baik
HASIL Buruk Buruk Baik Cukup Baik Baik Baik Cukup Cukup Baik Cukup Cukup Baik Baik Baik Baik Cukup Cukup Baik Cukup Cukup Baik Cukup Baik Baik Cukup Baik Baik
Sekali Sekali
Lampiran 7
Lampiran 8
Diket :
Mp = 18,19
Mt = 18,06
SD = 5,536
P = 0,79
Q = 0,21
Dit : rpbi ?
Jawab :
Mp Mt P
Rpbi =
SD Q
Lampiran 9
Uji Reliabilitas
(Contoh Perhitungan Reliabilitas)
Diket:
N = 27
P =0,79
Q = 0,21
SD = 5,536
Dit: r11 ?
Jawab :
=( )( )
=( )( )
=( )( )
= (1.04) ( )
= (1.04) (0.79)
= 0.82
Lampiran 10
Taraf Kesukaran
(Contoh Perhitungan Taraf Kesukaran No.1)
Diket: B = 27
Js = 34
Dit : P ?
B
Jawab : P =
Js
27
P=
34
P = 0,79 (Mudah)
Lampiran 11
Daya Pembeda
(Contoh Perhitungan Daya Pembeda)
Diket :
BA = 8
JA =9
BB = 7
JB = 9
Dit : D ?
BA BB
Jawab : D = -
JA JB
8 7
D= -
9 9
1
D=
9
D = 0,11 (Jelek)
Lampiran 13
1. Pernyataan di bawah ini yang benar mengenai bayangan yang dibentuk oleh cermin
datar adalah….
a. bayangan bersifat semu /virtual
b. bayangan bersifat nyata
c. bayangan terletak pada ruang yang sama
d. bayangan yang dihasilkan lebih kecil
e. jarak bayangan lebih dekat dari pada jarak benda
3. Jika seberkas cahaya mengenai benda gelap, akan membentuk bayangan gelap di
belakang benda. Hal ini disebabkan karena cahaya dapat….
a. dibiaskan
b. diteruskan
c. diserap
157
d. diinterferensi
e. dipolarisasi
8. Benda setinggi h diletakkan pada jarak 4 cm di depan cermin cekung yang berjari-
jari kelengkungan 14 cm. Berapa jarak bayangan dan Sifat bayangan yang terbentuk
adalah....
a. dan nyata, tegak, setinggi
b. dan nyata,terbalik, diperbesar
c. cm dan nyata, tegak, diperkecil
d. dan maya, tegak, setinggi h
e. cm dan maya, tegak, diperbesar
11. Seberkas cahaya dengan laju v1, panjang gelombang λ1, frekuensi f1 merambat
dalam medium yang indeks biasnya n1 lalu dibiaskan ke medium kedua n2. Ternyata
sudut biasnya lebih besar daripada sudut datangnya. Dengan menggunakan hukum 1
snellius tentang pembiasan pada 2 medium yang berbeda, maka dapat disimpulkan
bahwa....
a. n2>n1 d. f2>f1 dan v2>v1
b. f2>f1 dan n2>n1 e. v2>v1 dan λ2>λ1
c. f2 >f1, n2>n1 dan v2>v1
12. Jika kecepatan cahaya dalam alkohol adalah 2,20x108 m/s, maka indeks bias
alkohol tersebut adalah....
a. 1,36 b. 1,41 c. 1,53 d. 1,63 e. 1,8
13. Sebuah prisma yang terbuat dari gelas yang indeks biasnya 1,6. Memiliki sudut
pembias 600. Jika sinar dating pada salah satu bidang pembias dengan sudut datang
530(sin 53 = 0,8), maka sudut yang dibentuk sinar ketika keluar dari prisma
adalah….
a. 450 b. 530 c. 600 d. 650 e. 680
14. Sinar monokromatik dari udara mengenai bidang pembias prisma dengan indeks
bias 1,6 jika sudut pembiasnya 300, maka besar sudut deviasi minimumnya adalah....
a. 15,50 d. 18,80 e. 19,90
0 0
b. 16,6 c.17,7
15. Perhatikan gambar dibawah adalah grafik hubungan sudut deviasi (δ) terhadap sudut
datang (i) dari suatu percobaan yang menggunakan prisma.
δ
460
530
16. Sebuah prisma (n = 1,5) dengan sudut pembias 60 0. Jika seberkas sinar datang pada
salah satu bidang sisi dengan sudut datang 300, maka besar sudut deviasi prisma di
udara....
a. 300 b. 47,20 c. 62,20 d. 77,20 e. 900
17. Seberkas cahaya dijatuhkan pada kaca planparalel dengan sudut datang 600. Jika
indeks bias kaca 3 dan tebal kaca adalah 6 cm, maka pergeseran cahaya terhadap
berkas semula setelah keluar dari kaca adalah....
160
a. 2 2 cm b. 2 3 cm c. 4 cm d. 3 3 cm e. 5 cm
18. Suatu sistem optik terdiri dari 2 permukaan sferis yang membentuk sebuah bola
berjari-jari R= 5 cm. indeks bias bahan bola tersebut n = 4/3. Jika sebuah benda b di
letakkan 3 cm di depan A1 (lihat gambar 7) maka jarak bayangan yang terbentuk
adalah....
a. 5 cm di kiri A2 d. 30 cm di kiri A2
b. 10 cm di kiri A2 e. 45 cm di kiri A2
c. 15 cm di kiri A2
19. Sebuah titik cahaya S diletakkan di dasar sebuah bejana yang berisi cairan dengan
5
indeks bias . Seseorang melihat sumber cahaya dari atas permukaan cairan,
3
dimana terdapat sebuah cairan tak tembus cahaya dengan jari-jari 1 cm terapung
pada permukaan cairan. Pusat cakram terletak vertikal di atas sumber S. Cairan
dalam bejana secara perlahan-lahan disalurkan keluar melalui sebuah keran, maka
ketinggian maksimum cairan dimana sumber cahaya S sama sekali tidak dapat
dilihat dari atas permukaan (lihat gambar) adalah...
a. 1,33 cm d. 3,55 cm
b. 2, 35 cm e. 4,02 cm
c. 3, 21 cm
20. Di bawah ini yang bukan sinar istimewa pada lensa cekung adalah....
a. sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan melalui titik fokus (F2)
b. sinar datang melalui titik fokus (F1) dibiaskan sejajar sumbu utama
161
c. sinar yang melalui titik pusat optik (O) diteruskan tanpa mengalami pembiasan
d. sinar datang menuju titik fokus (F2) dipantulkan sejajar sumbu utama
e. sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan seolah-olah berasal dari titik fokus
(F1)
21. Sumber cahaya ditempatkan diantara pusat optik dan titik api lensa cembung. Sifat
bayangan benda yang dibentuk oleh lensa adalah….
a. nyata, tegak, dan diperbesar
b. nyata, terbalik dan diperkecil
c. maya, terbalik dan diperbesar
d. maya, tegak dan diperbesar
e. maya, tegak dan diperkecil
22. Sebuah benda diletakkan 30 cm di depan lensa konvergen dengan jarak fokus 15
cm. Besar bayangan dan sifat bayangan yang terbentuk adalah....
a. 1 x, maya dan terbalik
b. 2 x, nyata dan tegak
c. -1 x, nyata dan terbalik
d. -2 x, nyata dan terbalik
e. 3 x, maya dan tegak
23. Sebuah benda terletak pada sumbu utama lensa plankonveks yang mempunyai jari-
jari kelengkungan 10 cm, letak benda pada jarak 30 cm dari lensa. Jika indeks bias
3/2, berapa jarak bayangannya....(nu = 1)
a. 45 cm b. 60 cm c. 85 cm d. 90 cm 100 cm
24. Dua buah lensa tipis dengan indeks bias sama 1,5 memiliki jarak fokus 5 cm dan 20
cm. jika keduanya di lekatkan (digabung) kemudian dicelupkan ke dalam air dengan
indeks bias 4/3, maka jarak fokus lensa gabungan dalam air adalah….
a. 16 cm b. 20 cm c. 25 cm d. 36 cm e. 100 cm
25. Sebuah lensa cembung di udara mempunyai jarak fokus 24 cm. Jika indeks bias
lensa 1,6 , maka jarak fokus lensa di dalam air yang indeks biasnya 1,33 adalah....
a. 30 cm b. 45 cm c. 50 cm d. 63 cm e. 72 cm
1
26. Kuat lensa di udara adalah 3 dioptri. Jika indeks bias lensa 3/2, maka kuat lensa di
2
dalam air yang indeks biasnya 4/3 adalah....
a. 1/3 dioptri b. 2/5 dioptri c. 5/6 dioptri d. 3/7 dioptri e. 6/8 dioptri
27. Dua buah lensa konvergen, dengan panjang fokus F1 = 20 cm dan F2 = 25 cm,
diletakkan berjarak 80 cm (lihat gambar 9a). Sebuah benda diletakkan 60 cm di
depan lensa pertama (lihat gambar 9b). Apakah bayangan total yang dibentuk oleh 2
kombinasi lensa lebih besar dibandingkan dengan yang dihasilkan lensa ke-2....
162
a. ½ kali d. 2 kali
b. 1 kali e. 3/2 kali
c. 1/6 kali
163
Lampiran 14
KISI-KISI KUISIONER
Lampiran 15
KUISIONER
Nama :
Kelas :
Sekolah :
5. Faktor kesulitan apakah yang kamu hadapi dalam mempelajari konsep optik
geometri dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning ?
Melakukan Percobaan
Menyusun laporan Percobaan
Mengerjakan soal-soal optik geometri
166
Lampiran 16
Siklus I
Nama Obsever : Sudiro, S.Pd
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas : X-D
Konsep : Optik Geometri
Sub Konsep : Cermin
Pertemuan Ke : II
Tanggal :12 Januari 2010
Berilah tanda (√) jika kegiatan itu dilakukan oleh pada peserta didik.
Siklus I
Nama Obsever : Sudiro, S.Pd
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas : X-D
Konsep : Optik Geometri
Sub Konsep : Pembiasan Cahaya
Pertemuan Ke : III
Tanggal :19 Januari 2010
Berilah tanda (√) jika kegiatan itu dilakukan oleh pada peserta didik.
Siklus I
Nama Obsever : Sudiro, S.Pd
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas : X-D
Konsep : Optik Geometri
Sub Konsep : Lensa
Pertemuan Ke : IV
Tanggal :26 Januari 2010
Berilah tanda (√) jika kegiatan itu dilakukan oleh pada peserta didik.
Siklus II
Nama Obsever : Sudiro, S.Pd
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas : X-D
Konsep : Optik Geometri
Sub Konsep : Cermin
Pertemuan Ke : VI
Tanggal :9 Februari 2010
Berilah tanda (√) jika kegiatan itu dilakukan oleh pada peserta didik.
Siklus II
Nama Obsever : Sudiro, S.Pd
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas : X-D
Konsep : Optik Geometri
Sub Konsep : Pembiasan Lensa
Pertemuan Ke : VII
Tanggal :16 Februari 2010
Berilah tanda (√) jika kegiatan itu dilakukan oleh pada peserta didik.
Lampiran 17
BERITA WAWANCARA
Tujuan : Memperoleh informasi mengenai proses belajar fisika.
Bentuk Wawancara : Bebas
Waktu : 30 Januari 2009
Tempat : SMA N 83 Jak-ut
Objek Wawancara : Guru bidang studi fisika kelas X
Subjek wawancara : Peneliti
1. Peneliti : Bapak mengajar fisika di kelas berapa? Dan sudah berapa lama
mengajar fisika di sekolah ini?
Guru : - kelas XII-IPA dan kelas X
- Sudah 12 tahun
2. Peneliti : Pendekatan/ model/ metode apa saja yang pernah bapak gunakan
untuk mengajar?
Guru : Inkuiri, Sains Teknologi Masyarakat, Ceramah, Diskusi,
Eksperimen dan Pemecahan Masalah. Tetapi yang lebih sering digunakan
adalah metode ceramah, diskusi dan sesekali melakukan eksperimen.
BERITA WAWANCARA
Tujuan : Memperoleh informasi mengenai proses belajar fisika.
Bentuk Wawancara : Bebas
Waktu : 30 Januari 2009
Tempat : SMA N 83 Jak-ut
Objek Wawancara : Peserta didik kelas XII
Subjek wawancara : Peneliti
Pertanyaan
1. Peneliti : Siapa nama anda ? dan duduk dikelas berapa?
Peserta didik : Wisnu Widiatmoko, XII-IPA
5. Peneliti : Konsep fisika apa yang anda anggap paling sulit waktu
kelas X ?
Peserta didik : Optik Geometri
KUISIONER
Nama : ...................................................
Kelas : ...................................................
Sekolah : ...................................................
4. Diantara model pembelajaran di bawah ini model yang sering digunakan oleh
guru fisika ketika mengajar di kelas ?
ceramah dan diskusi
eksperimen
pemecahan masalah
176
Alternatif Jawaban F P
Ya 5 17,24 %
Biasa Saja 6 20,67 %
Tidak 18 62,07 %
Jumlah 29 100 %
Alternatif Jawaban F P
Optik Geometri 13 44,83 %
Alat-Alat Optik 10 34,48 %
Suhu dan Kalor 1 3,45 %
Listrik Dinamis 4 13,79%
Gelombang Elektromagnetik 1 3,45%
Jumlah 29 100 %
177
Alternatif Jawaban F P
Mengerjakan soal-soal fisika 9 31,03 %
Memahami konsep 17 58,62 %
Melakukan praktikum 3 10,34 %
Jumlah 29 100 %
Alternatif Jawaban F P
Ceramah dan Diskusi 24 82,76 %
eksperimen 5 17,24 %
Pemecahan Masalah 0 0%
Jumlah 29 100 %