LP CA Colorectal-Tara
LP CA Colorectal-Tara
CARSINOMA COLORECTAL
TARALIA DAHLIANTI
1206250310
Usus besar atau colon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m (5 kaki)
yang terbentang dari caecum hingga canalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar
daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), tetapi makin dekat anus diameternya semakin
kecil. Usus besar terdiri dari 6 bagian, yaitu caecum, colon ascenden, colon transversum, colon
descenden, colon sigmoid dan rectum. Usus besar mempunyai sel goblet yang memproduksi mucus,
dan sel khusus untuk penyerapan air (Black & Hawks, 2014). Berbeda dengan mukosa usus halus,
pada mukosa colon tidak dijumpai vili dan kelenjar biasanya lurus-lurus dan teratur. Usus besar juga
tidak memproduksi enzim pencernaan (Black & Hawks, 2014). Permukaan mukosa terdiri dari pelapis
epitel tipe absorptif yang berselang-seling dengan sel goblet. Pada lamina propria dan basis kripta
secara sporadik terdapat nodul jaringan limfoid.
Struktur colon:
Caecum
Caecum merupakan sebuah kantong tempat usus halus dan usus besar bertemu, dan usus buntu
(apendiks) menempel. Caecum merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada colon.
Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Caecum terletak pada fossa iliaca kanan di atas
setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya caecum seluruhnya dibungkus oleh
peritoneum sehingga dapat bergerak bebas, tetapi tidak mempunyai mesentrium; terdapat
perlekatan ke fossa iliaca di sebelah medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plica
caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus retroc aecalis.
Colon ascenden
Bagian ini memanjang dari caecum ke fossa iliaca kanan sampai ke sebelah kanan abdomen.
Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan, dan di bawah hati membelok ke kiri.
Lengkungan ini disebut fleksura hepatica (fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan colon
transversum.
Colon Transversum
Merupakan bagian kolon yang paling besar dan paling dapat bergerak bebas karena tergantung
pada mesocolon, yang ikut membentuk omentum majus. Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan
menyilang abdomen dari fleksura coli dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.
Letaknya tidak tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak di
regio umbilicalis.
Colon descenden
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari atas ke bawah, dari
depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoid, dan di belakang
peritoneum.
Colon sigmoid
Disebut juga colon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf S.
Terbentang mulai dari apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan menjadi rectum di
depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli, dan terletak
+ 15 cm di atas anus. Colon sigmoideum tergantung oleh mesocolon sigmoideum pada dinding
belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas.
Rectum
Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu colon sigmoid dengan panjang sekitar 15 cm.
Rectum memiliki tiga kurva lateral serta kurva dorsoventral. Mukosa dubur lebih halus dibandingkan
dengan usus besar. Rectum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3
bagian distal rectum terletak di rongga pelvic dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak
dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflectum
dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah
bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal,
dikelilingi oleh sfingter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rectum
ke dunia luar. Sfingter ani eksterna terdiri dari 3 sling: atas, medial dan depan.
D. Patofisiologi
Lebih dari 95% kanker kolorektal berawal dari polip adenoma (adenomas). Tiga tipe adenoma antara
lain tubular, tubulovilius, dan vilus. Jenis terakhir merupakan risiko tertinggi menjadi kanker. Polip tumbuh
dengan lambat, dan sebagian besar butuh waktu 5-10 tahun atau lebih untuk mejadi ganas. Ketika polip
menjadi ganas, polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi dinding usus. Tumor pada usus
kanan cenderung lebih tebal dan besar, serta menyebabkan nekrosis dan ulkus. Tumor pada usus kiri
bermula sebagai massa kecil seperti kancing yang menyebabkan ulkus pada suplai darah. Klien dengan FAP
mengalami ratusan sampai ribuan polip pada kolon pada usia dini dan berisiko hampir 100% mengalami
kanker sebelum usia 40. Sebagai hasilnya, beberapa memilih utnuk menjalani kolektomi profilaksis sebagai
upaya pencegahan (Black & Hawks, 2014). Kanker kolorektal merupakan penyakit yang berasal dari lapisan
mukosa dinding usus. Dari dalam ke luar, dinding usus terdiri dari beberapa lapisan, yang meliputi mukosa,
submukosa, propria muskularis (mengandung lapisan otot melingkar dan halus), dan serosa (Yeatman,
2001). Lapisan paling dalam dinding usus, yaitu mukosa merupakan lapisan tunggal dari sel epitel kolumnar,
beberapa diantaranya menghasilkan sejumlah besar lendir yang disebut sel goblet. Ini adalah tempat
terjadinya perubahan genetik awal yang mengarah pada perkembangan sel-sel kanker (Yeatman, 2001).
Di bawah lapisan mukosa ini terletak submukosa yang merupakan lapisan kekuatan usus. Lapisan ini
mengandung pembuluh darah, limfatik, dan serabut saraf terminal. Lapisan ini merupakan lapisan penting
yang berkaitan dengan asal usul kanker karena sekali tumor telah menyerang ke lapisan ini dari dinding
usus itu bisa masuk ke aliran darah dan sistem limfatik, yang memungkinkan terjadinya penyebaran jauh ke
seluruh tubuh (Yeatman, 2001). Hati merupakan tempat yang paling sering terkena metastasis dari kanker
kolorektal. Selain itu metastasis ke paru-paru, otak, tulang, dan kelenjar adrenal juga dapat terjadi. Tumor
kolon dapat pula menyebar ke area peritoneal selama pembedahan tumor. Penyebaran ini biasanya terjadi
karena potongan sel kanker pecah dari tumor ke ruang peritoneum. Selain melalui pembuluh limfa dan
pembuluh darah, penyebaran kanker juga dapat terjadi karena infiltrasi langsung ke struktur yang
berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Menurut Dragovich (2016), manifestasi klinis umum dari kanker kolon antara lain iron-defisiensi
anemia, perdarahan rektum, nyeri abdomen, perubahan kebiasaan buang air besar, dan obstruksi usus atau
perforasi. Temuan fisik lainnya mungkin dapat meliputi:
Awal penyakit: temuan nonspesifik (kelelahan, penurunan berat badan) atau tidak sama sekali.
Penyakit lebih lanjut: nyeri perut, perdarahan rektum makroskopik, massa abdomen teraba, hepatomegali,
ascites.
Tanda dan gejala penyakit ini bervariasi sesuai dengan letak kanker. Karsinoma kolon kiri dan rectum
cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang
dan kembung sering terjadi, karena lesi kolon kiri cenderung melingkar yang menimbulkan gangguan
obstruksi. Mukus dan darah segar sering terlihat pada feses yang menyebabkan anemia akibat kehilangan
darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mempengaruhi radiks syaraf, pembuluh limfe,
vena, menimbulkan gejala-gejala pada tungkai atau perineum, hemoroid nyeri pinggang bagian bawah, dan
keinginan defekasi atau sering berkemih.
Pembedahan reseksi adalah bedah kolon dengan batas minimal 5 cm di sebelah distal dan
proksimal dari tempat kanker. Pada kanker di sekum dan kolon asendens biasanya dilakukan
hemikolektomi kanan dan dibuat anastomosis ileo-transversal. Untuk kanker di kolon
transversal dan di pleksura lienalis dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat anastomosis
ileosigmoidektomi. Pada kanker di kolon desendens dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri
dan dibuat anastomosis kolorektal transversal. Untuk kanker di rektosigmoid dan rektum atas
dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat anastomosis desenden kolorektal. Pada kanker di
rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan dibuat anastomosis kolorektal.
2. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari pengeluaran
sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut). Oleh karena fungsi utama usus
besar adalah untuk menyerap air, kolostomi akan lebih mudah dirawat jika dilakukan lebih
dekat kolon sigmoid karena di lokasi ini feses sudah lebih terbentuk dibandingkan pada kolon
transversal atau kolon kanan (Black & Hawks, 2014). Stoma ini dapat bersifat sementara atau
permanen. Tujuan pembuatan kolostomi adalah untuk tindakan dekompresi usus pada kasus
sumbatan atau obstruksi usus.
Jenis-jenis kolostomi :
a. Jenis kolostomi berdasarkan sifatnya:
- Sementara
Kolostomi sementara dapat memberikan waktu istirahat bagi usus dan nanti dapat
dilakukan re-anastomosis. Kolostomi sementara juga dapat digunakan untuk
menangani kanker usus yang tidak dapat dioperasi, dengan ostomy diletakkan di
bagian proksimal dari kanker. Kolostomi sementara biasanya dibuat paling sering pada
pertengahan dari kolon kiri atau kolon transversal (Black & Hawks, 2014).
Indikasi untuk kolostomi sementara :
1). Hirschprung disease
2). Luka tusuk atau luka tembak
3). Atresia ani letak tinggi
4). Untuk mempertahankan kelangsungan anastomosis distal usus setelah tindakan
operasi (mengistirahatkan usus).
5). Untuk memperbaiki fungsi usus dan kondisi umum sebelum dilakukan tindakan
operasi anastomosis.
- Permanen
Kolostomi permanen biasanya dibuat pada kolon sigmoid (Black & Hawks, 2014).
Indikasi untuk kolostomi permanen :
Penyakit tumor ganas pada kolon yang tidak memungkinkan tindakan operasi reseksi-
anastomosis usus.
Pilihan terapi lain bagi pasien yang tidak akan dilakukan pembedahan meliputi:
- Cryotherapy
- Ablasi radiofrekuensi
- Hepatik arteri infus agen kemoterapi
Agen biologis yang digunakan untuk mengobati ca colon adalah sebagai berikut:
- Bevacizumab (Avastin)
- Cetuximab (Erbitux)
- Panitumumab (Vectibix)
- Ramucirumab (Cyramza)
- Regorafenib (Stivarga)
- Ziv-aflibercept (Zaltrap)
Penatalaksanaan Diet
1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat
melancarkan pencenaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan kotoran dan
zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus akan
menjadi racun yang memicu sel kanker.
2. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama yang
terdapat pada daging hewan.
4. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat
memicu sel karsinogen / sel kanker.
5. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
6. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.
Prognosis pasien yang terkena kanker kolon lebih baik bila lesi masih terbatas pada mukosa
dan submukosa pada saat operasi; dan jauh lebih buruk bila telah terjadi penyebaran di luar
usus (metastasis) ke kelenjar limfe, hepar. paru, dan organ-organ lain.
G. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kanker kolon menurut Doenges (1999) diperoleh data sebagai
berikut sbb:
1. Aktivitas/istirahat
Pasien dengan kanker kolorektal biasanya merasakan tidak nyaman pada abdomen dengan
keluhan nyeri, perasaan penuh, sehingga perlu dilakukan pengkajian terhadap pola istirahat
dan tidur.
2. Sirkulasi
Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pergerakan kerja.
Kebiasaan: perubahan pada tekanan darah. Integritas ego, Faktor stress (keuangan, pekerjaan,
perubahan peran) dan cara mengatasi stress ( misalnya merokok, minum alkohol, menunda
mencari pengobatan, keyakinan religius/ spiritual).
Masalah tentang perubahan dalam penampilan misalnya, alopesia, lesi, cacat, pembedahan.
Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak merasakan, rasa
bersalah, kehilangan.
Tanda : Kontrol, depresi, menyangkal, menarik diri, marah.
3. Eliminasi
Adanya perubahan fungsi kolon akan mempengaruhi perubahan pada defekasi pasien,
konstipasi dan diare. Bagaimana kebiasaan di rumah yaitu: frekuensi, komposisi, jumlah, warna,
dan cara pengeluarannya, apakah dengan bantuan alat atau tidak adakah keluhan yang
menyertainya. Apakah kebiasaan di rumah sakit sama dengan di rumah.
Pada pasien dengan kanker kolerektal dapat dilakukan pemeriksaan fisik dengan observasi
adanya distensi abdomen, massa akibat timbunan feses.
Massa tumor di abdomen, pembesaran hepar akibat metastase, asites, pembesaran kelenjar
inguinal, pembesaran kelenjar aksila dan supra klavikula, pengukuran tinggi badan dan berat
badan, lingkar perut, dan colok dubur.
4. Makanan/cairan
Gejala: kebiasaan makan pasien di rumah dalam sehari, seberapa banyak dan komposisi setiap
kali makan adakah pantangan terhadap suatu makanan, ada keluhan anoreksia, mual, perasaan
penuh (begah), muntah, nyeri ulu hati sehingga menyebabkan berat badan menurun.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema
5. Neurosensori
Gejala : Pusing; sinkope, karena pasien kurang beraktivitas, banyak tidur sehingga sirkulasi
darah ke otak tidak lancar.
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi misalnya ketidaknyamanan ringan sampai nyeri
berat (dihubungkan dengan proses penyakit).
7. Pernapasan
Gejala : Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seorang perokok). Pemajanan asbes
8. Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari lama/berlehihan.
Tanda : Demam, Ruam kulit, ulserasi
9. Seksualitas
Gejala : Masalah seksual misalnya dampak pada hubungan peruhahan pada tingkat kepuasan.
Multigravida lebih besar dari usia 30 tahun Multigravida, pasangan seks multipel, aktivitas
seksual dini, herpes genital.
10. Interaksi sosial
Gejala : Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.Riwayat perkawinan (berkenaan
dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau bantuan).
11. Masalah tentang fungsi/ tanggungjawab peran penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga misalnya ibu atau bibi dengan kanker payudara
Sisi primer: penyakit primer, tangga ditemukan didiagnosis
Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada, riwayat alamiah dari primer
akan memberikan informasi penting untuk mencari metastatik.
Riwayat pengobatan: pengobatan sebelumnya untuk tempat kanker dan pengobatan yang
diberikan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi. Gambaran
yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada endoskopi, dan untuk
menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi.
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah foto dada dan foto kolon
(barium enema). Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada tidaknya metastasis
kanker pada paru juga bisa digunakan untuk persiapan tindakan pembedahan. Pada foto kolon
dapat dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura.
3. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada tidaknya metastasis kanker kelenjar getah
bening di abdomen dan di hati.
4. Histopatologi
Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di beberapa tempat untuk pemeriksaan
histopatologis guna menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologi karsinoma kolorektal ialah
adenokarsinoma, dan perlu ditentukan differensiasi sel.
5. Laboratorium
Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal, walaupun demikian setiap pasien
yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb. Pemeriksaan laboratorium dapat meliputi
perhitungan darah lengkap, pemeriksaan kimia dan tes fungsi hati, serta serum
carcinoembryonic antigen. Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA.
Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah lanjut.
Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma
kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga kasus stadium III.
Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya secara bakteriologis
terhadap shigella dan juga amoeba.
6. Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound
Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada
pengobatan.
7. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum)
Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan
melalui sum-sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.
8. Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit
Dapat menunjukkan anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih: trombosit
meningkat atau berkurang.
9. Sinar X dada
Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
2. Risiko ketidakseimbangan volume cairan
3. Nyeri (Akut)
4. Risiko gangguan integritas kulit
5. Gangguan citra tubuh
Rencana Asuhan Keperawatan
Berikan pelindung kulit yang efektif, Melindungi kulit dari perekat kantong,
mis., wafer stomahesive, karaya meningkatkan perekat kantong dan
gum, Realiseal (Davol) atau produk memudahkan pengangkatan kantong bila
semacamnya. perlu.
Kolaborasi :
Konsul dengan ahli Membantu pemilihan produk yang tepat
terapi/enterostomal untuk kebutuhan penyembuhan pasien,
termasuk tipe ostomi, status fisik/mental dan
sumber finansial.
Mandiri:
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, Membantu mengevaluasi derajat
2. Nyeri akut berhubungan dgn : Kriteria Evaluasi : intensitas (skala 0-10). ketidaknyamanan dan keefektifan analgesik.
1. Faktor fisik;kerusakan
kulit/jaringan(insisi/drein) Menyatakan nyeri hilang atau Berikan tindakan kenyamanan, mis., Mencegah pengeringan mukosa oral dan
2. Biologis;aktivitas proses terkontrol. perawtan mulut, pijatan punggung, ketidaknyamanan. Menurunkan tegangan
penyakit (kanker,trauma) ubah posisi. otot dan meningkatkan relaksasi.
3. Faktor psikologis, mis., Menunjukkan nyeri hilang, mampu
takut, ansietas. tidur/istirahat dengan tepat. Dorong penggunaan tehnik relaksasi, Membantu pasien untuk istirahat lebih
mis., bimbingan imajinasi,visualisasi. efektif dan memfokuskan kembali perhatian,
Menunjukkan penggunaan sehingga menurunkan nyeri dan
keterampilan relaksasi dan ketidaknyamanan.
kenyamanan umum sesuai indikasi
situasi pasien. Bantu melakukan latihan rentang Menurunkan kekakuan otot atau sendi.
gerak dan dorong ambulasi dini. Ambulasi mengembalikan organ ke posisi
Hindari posisi duduk lama. normal dan meningkatkan kembalinya fungsi
ketingkat normal.
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi, mis., Menurunkan nyeri, meningkatkan
narkotik, analgesik. kenyamanan.
Mandiri :
3. Risiko ketidakseimbangan volume Kriteria Evaluasi : Catat pemasukan dan pengeluran Memberikan indikator langsung
cairan berhubungan dengan : cairan dengan cermat, ukur faeses keseimbangan cairan.
1. Kehilangan yang Mempertahankan hidrasi adekuat cairan, Timbang berat badan tiap
berlebihan mis., muntah, dengan bukti membran mukosa hari.
diare, cairan NGT/usus, lembab, turgor kulit baik, dan
selang drainase luka pengisian kapiler baik, tanda vital Observasi tanda vital, catat hipotensi Menunjukkan status hidrasi/kemungkinan
perianal. stabil, dan mengeluarkan urine postural, takikardi. Evaluasi turgor kebutuhan untuk peningkatan penggantian
2. Keluaran ileostomi dgn dengan tepat. kulit, pengisian kapiler dan membran cairan.
volume tinggi. mukosa.
3. Pembatasan masukan
secara medik. Kolaborasi :
4. Gangguan absorpsi cairan Awasi hasil laboratorium, mis., Ht Mendeteksi homeostasis atau
mis., Kehilangan fungsi dan elektrolit. ketidakseimbangan dan membantu
kolon. menentukan kebutuhan penggantian.
5. Status hipermetabolik mis
inflamasi, proses Berikan cairan IV dan elektrolit Dapat dipergunakan untuk mempertahankan
penyembuhan. sesuai indikasi perfusi jaringan adekuat/fungsi organ.
4. Resiko Tinggi Perubahan nutrisi Kriteria Evaluasi : Mandiri :
kurang dari kebutuhan tubuh Lakukan pengkajian nutrisi dengan Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan
berhubungan dengan : Mempertahankan berat seksama. untuk membantu memilih intervensi.
1. Anoreksia lama/gangguan badan/menunjukkan peningkatan
masukan saat praoperasi. berat badan bertahap sesuai Auskultasi Bising usus. Kembalinya fungsi usus menunjukkan
2. Adanya diare/gangguan tujuan dengan nilai laboratorium kesiapan untuk memulai makan lagi.
absorpsi. normal.
3. Status hipermetabolik Mulai dengan makan cairan Menurunkan insiden kram abdomen, mual.
(penyakit inflamasi Merencanakan diet untuk perlahan.
praoperasi/proses memenuhi kebutuhan nutrisi.
penyembuhan). Identifikasi bau yang ditimbulkan Sensitivitas terhadap makanan tertentu tidak
oleh makanan (mis., kol, ikan, umum setelah bedah usus. Pasien dapat
kacang-kacangan) dan sementara mencoba berbagai makanan sebelum
batasi diet. menentukan apakah ini membuat masalah.
Tingkatkan diet dari cairan sampai Diet rendah sisa dapat dipertahankan selama
makanan rendah residu bila masukan 6-8 minggu pertama untuk memberikan
oral dimulai. waktu yang adekuat untuk penyembuhan
usus.
5. Gangguan citra tubuh berhubungan Kriteria Evaluasi : Mandiri : Memberikan informasi tentang tingkat
dengan : Pastikan apakah konseling dilakukan pengetahuan pasien/orang terdekat
1. Adanya stoma;kehilangan Menyatakan penerimaan diri bila mungkin dan/ostomi perlu untuk terhadap pengetahuan tentang situasi pasien
kontrol usus eliminasi. sesuai situasi, menerima didiskusikan. dan proses penerimaan.
2. Gangguan struktur tubuh. perubahan kedalam konsep diri
tanpa harga diri yang negatif. Dorong pasien/orang terdekat untuk Membantu pasien untuk menyadari
menyatakan perasaan tentang perasaanya sebelum mereka dapat
Menunjukkan penerimaan dengan ostomi. menerima dengan efektif.
melihat/menyentuh stoma dan
berpartisipasi dalam perawatan
diri. Kaji ulang alasan untuk pembedahan Pasien dapat menerima ini lebih mudah
dan harapan masa mendatang. bahwa ostomi dilakukan untuk memperbaiki
Menyatakan perasaan tentang penyakit kronis/jangka panjang daripada
stoma/penyakit;mulai menerima sebagai cidera traumatic.
situasi secara konstruktif.
Berikan kesempatan pada pasien Ketergantungan pada perawatan diri
untuk menerima ostomi melalui membantu untuk memperbaiki kepercayaan
partisipasi pada perawatan diri diri dan penerimaan situasi.
Referensi
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah: Manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan (8th ed., Vol. III). Singapore: Elsevier Inc.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2009). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaak dan pendokumentasian perawatan
pasien. Jakarta: EGC.
Dragovich, T. (2016, May 7). Colon cancer. Medscape. Retrieved October 22, 2016, from http://emedicine.medscape.com/article/277496-overview
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical surgical nursing: Critical thinkingfor collaborative care. Ed. 5th. St. Louis: Elseveir Saunders.
Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8 Vol.1. Jakarta: EGC.