Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS

CARSINOMA COLORECTAL

TARALIA DAHLIANTI
1206250310

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS INDONESIA
A. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Colon dan Rectum

Usus besar atau colon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m (5 kaki)
yang terbentang dari caecum hingga canalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar
daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), tetapi makin dekat anus diameternya semakin
kecil. Usus besar terdiri dari 6 bagian, yaitu caecum, colon ascenden, colon transversum, colon
descenden, colon sigmoid dan rectum. Usus besar mempunyai sel goblet yang memproduksi mucus,
dan sel khusus untuk penyerapan air (Black & Hawks, 2014). Berbeda dengan mukosa usus halus,
pada mukosa colon tidak dijumpai vili dan kelenjar biasanya lurus-lurus dan teratur. Usus besar juga
tidak memproduksi enzim pencernaan (Black & Hawks, 2014). Permukaan mukosa terdiri dari pelapis
epitel tipe absorptif yang berselang-seling dengan sel goblet. Pada lamina propria dan basis kripta
secara sporadik terdapat nodul jaringan limfoid.

Struktur colon:
 Caecum
Caecum merupakan sebuah kantong tempat usus halus dan usus besar bertemu, dan usus buntu
(apendiks) menempel. Caecum merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada colon.
Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Caecum terletak pada fossa iliaca kanan di atas
setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya caecum seluruhnya dibungkus oleh
peritoneum sehingga dapat bergerak bebas, tetapi tidak mempunyai mesentrium; terdapat
perlekatan ke fossa iliaca di sebelah medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plica
caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus retroc aecalis.

 Colon ascenden
Bagian ini memanjang dari caecum ke fossa iliaca kanan sampai ke sebelah kanan abdomen.
Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan, dan di bawah hati membelok ke kiri.
Lengkungan ini disebut fleksura hepatica (fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan colon
transversum.
 Colon Transversum
Merupakan bagian kolon yang paling besar dan paling dapat bergerak bebas karena tergantung
pada mesocolon, yang ikut membentuk omentum majus. Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan
menyilang abdomen dari fleksura coli dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.
Letaknya tidak tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak di
regio umbilicalis.

 Colon descenden
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari atas ke bawah, dari
depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoid, dan di belakang
peritoneum.

 Colon sigmoid
Disebut juga colon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf S.
Terbentang mulai dari apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan menjadi rectum di
depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli, dan terletak
+ 15 cm di atas anus. Colon sigmoideum tergantung oleh mesocolon sigmoideum pada dinding
belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas.

 Rectum
Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu colon sigmoid dengan panjang sekitar 15 cm.
Rectum memiliki tiga kurva lateral serta kurva dorsoventral. Mukosa dubur lebih halus dibandingkan
dengan usus besar. Rectum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3
bagian distal rectum terletak di rongga pelvic dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak
dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflectum
dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah
bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal,
dikelilingi oleh sfingter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rectum
ke dunia luar. Sfingter ani eksterna terdiri dari 3 sling: atas, medial dan depan.

2. Fungsi Colon dan Rectum


Colon mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari kimus yang tersisa dan mengubah
kimus dari cairan menjadi massa semi padat. Kolon hanya memproduksi mucus. Sekresinya tidak
mengandung enzim atau hormon pencernaan. Sejumlah bakteri dalam colon mampu mencerna
sejumlah kecil selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari. Bakteri
juga memproduksi vitamin K, riboflavin, dan tiamin, dan berbagai gas. Kolon mengekskresi zat sisa
dalam bentuk feses.
Fungsi utama dari rectum dan canalis anal ialah untuk mengeluarkan massa feses yang terbentuk
dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Fungsi rectum berhubungan dengan
defekasi sebagai hasil refleks. Apabila feses masuk ke dalam rectum, terjadi peregangan rectum
sehingga menimbulkan gelombang peristaltik pada colon descendens dan colon sigmoid mendorong
feses ke arah anus, sfingter ani internus dihambat dan sfingter ani internus melemas sehingga terjadi
defekasi. Feses tidak keluar secara terus menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya
kontraksi tonik otot sfingter ani internus dan externus.
B. Pengertian
Kanker kolon dan rektal adalah kanker yang paling umum dari kanker gastrointestinal dan yang paling
sering terjadi (Black & Hawks, 2014). Proses dari penyakit ini merupakan penyakit multifaktorial, dengan
etiologi meliputi faktor genetik, paparan lingkungan (termasuk diet atau pola makan), dan kondisi
peradangan pada saluran pencernaan (Dragovich, 2016). Carsinoma colorectal adalah keganasan yang
terjadi di daerah colon dan rectum dan paling sering ditemukan di daerah kolon, terutama pada sekum,
desendens bawah, dan kolon sigmoid. Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang
tidak ganas dan dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Insidensnya
meningkat sesuai dengan usia (usia lebih dari 55 tahun) dan risiko tinggi pada individu yang memiliki
riwayat keluarga memiliki kanker kolon, penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Persentase distribusi
tempat kanker dalam kolon dan rektum adalah 25% terdapat di kolon asenden, 10% terdapat di
transversum, 15% terdapat di kolon desenden, 20% terdapat di sigmoid, dan 30% terdapat di area rektal
(Smeltzer & Bare, 2002).

C. Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab kanker kolorektal tidak diketahui secara persis. Kanker ini terjadi secara sama pada laki-laki
dan perempuan. Terdapat angka kejadian yang lebih tinggi di kota, negara industri, dan pada klien obesitas
dan dengan gaya hidup yang pasif (Black & Hawks, 2014). Menurut Workman & Ignatavicius (2006),
terdapat beberapa etiologi dari kanker kolon dan rectum, antara lain:
1. Faktor Genetik
Faktor herediter ini dapat disebabkan oleh mutasi genetik. Mutasi gen ditemukan pada orang dengan
HNPCC (hereditary nonpolyposis colorectal cancer) yang menunjukkan kemungkinan predisposisi genetik
kanker kolon sebesar 90%, dengan usia onset umumnya pada 40-an. Orang dengan disposisi genetic FAP
(familial adenomatous polyposis) juga berisiko tinggi mengalami kanker kolorektal. Namun, hanya 5-10%
klien dengan kanker kolorektal terjadi setelah usia 50 tahun (Black & Hawks, 2014). Individu dengan
saudara kandung atau keluarga dengan kanker kolorektal juga berisiko lebih tinggi 3 sampai 4 kali
terserang kanker kolorektal.
2. Faktor Diet
Residu yang rendah, diet tinggi lemak, serta makanan yang diproses dengan asupan buah dan sayur
yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadi kanker ini (Black & Hawks, 2014). Penurunan waktu
pengosongan usus dan makanan tertentu yang mengandung mutagen kimia juga dapat menyebabkan
resiko terjadinya kanker kolorektal. Makanan tersebut juga menyebabkan lamanya waktu pengosongan
usus dan akhirnya terekspos zat karsinogen. Diet tinggi lemak, khususnya lemak hewani seperti daging
akan mensekresi asam dan bakteri anaerob yang bersifat karsinogen di usus. Diet dengan makanan yang
tinggi karboidrat namun sedikit serat juga dapat meningkatkan masa pengosongan usus.
3. Penyakit Inflamasi Usus
Penyakit inflamasi usus misalnya ulserasi colitis, beresiko meningkatkan terjadinya kanker kolorektal

D. Patofisiologi
Lebih dari 95% kanker kolorektal berawal dari polip adenoma (adenomas). Tiga tipe adenoma antara
lain tubular, tubulovilius, dan vilus. Jenis terakhir merupakan risiko tertinggi menjadi kanker. Polip tumbuh
dengan lambat, dan sebagian besar butuh waktu 5-10 tahun atau lebih untuk mejadi ganas. Ketika polip
menjadi ganas, polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi dinding usus. Tumor pada usus
kanan cenderung lebih tebal dan besar, serta menyebabkan nekrosis dan ulkus. Tumor pada usus kiri
bermula sebagai massa kecil seperti kancing yang menyebabkan ulkus pada suplai darah. Klien dengan FAP
mengalami ratusan sampai ribuan polip pada kolon pada usia dini dan berisiko hampir 100% mengalami
kanker sebelum usia 40. Sebagai hasilnya, beberapa memilih utnuk menjalani kolektomi profilaksis sebagai
upaya pencegahan (Black & Hawks, 2014). Kanker kolorektal merupakan penyakit yang berasal dari lapisan
mukosa dinding usus. Dari dalam ke luar, dinding usus terdiri dari beberapa lapisan, yang meliputi mukosa,
submukosa, propria muskularis (mengandung lapisan otot melingkar dan halus), dan serosa (Yeatman,
2001). Lapisan paling dalam dinding usus, yaitu mukosa merupakan lapisan tunggal dari sel epitel kolumnar,
beberapa diantaranya menghasilkan sejumlah besar lendir yang disebut sel goblet. Ini adalah tempat
terjadinya perubahan genetik awal yang mengarah pada perkembangan sel-sel kanker (Yeatman, 2001).
Di bawah lapisan mukosa ini terletak submukosa yang merupakan lapisan kekuatan usus. Lapisan ini
mengandung pembuluh darah, limfatik, dan serabut saraf terminal. Lapisan ini merupakan lapisan penting
yang berkaitan dengan asal usul kanker karena sekali tumor telah menyerang ke lapisan ini dari dinding
usus itu bisa masuk ke aliran darah dan sistem limfatik, yang memungkinkan terjadinya penyebaran jauh ke
seluruh tubuh (Yeatman, 2001). Hati merupakan tempat yang paling sering terkena metastasis dari kanker
kolorektal. Selain itu metastasis ke paru-paru, otak, tulang, dan kelenjar adrenal juga dapat terjadi. Tumor
kolon dapat pula menyebar ke area peritoneal selama pembedahan tumor. Penyebaran ini biasanya terjadi
karena potongan sel kanker pecah dari tumor ke ruang peritoneum. Selain melalui pembuluh limfa dan
pembuluh darah, penyebaran kanker juga dapat terjadi karena infiltrasi langsung ke struktur yang
berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).

Asupan makan tinggi lemak, rendah serat



Polip adenoma Gangguan mobilitas fisik
 Risiko gangguan integritas kulit
Polip maligna
 imobilisasi
Cincin anular mengelilingi dinding kolon

tindakan bedah, reseksi kolon, dan
Obstruksi sebagian/total 

Menyebar di seluruh jaringan sekitar Nyeri

Infiltrat: gangguan absorbsi cairan
Peradangan rektum 
Tenesmi saat BAB, disertai nyeri panggul dan perut Risiko ketidakseimbangan elektrolit
Diare dan konstipasi bergantian Risiko ketidakseimbangan volume cairan
Feses seperti kotoran kambing
BAB darah dan lendir
Mual, muntah dan tidak nafsu makan  Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
 kebutuhan tubuh
Penyebaran langsung ke daerah yang berdekatan 
 Malnutrisi
Kandung kemih, pembuluh darah, 
Kelenjar limfe perikolon, Risiko infeksi
dan mesokolon

Ke pembuluh darah ke sistem porta
E. Manifestasi Klinis dan Komplikasi

Menurut Dragovich (2016), manifestasi klinis umum dari kanker kolon antara lain iron-defisiensi
anemia, perdarahan rektum, nyeri abdomen, perubahan kebiasaan buang air besar, dan obstruksi usus atau
perforasi. Temuan fisik lainnya mungkin dapat meliputi:
Awal penyakit: temuan nonspesifik (kelelahan, penurunan berat badan) atau tidak sama sekali.
Penyakit lebih lanjut: nyeri perut, perdarahan rektum makroskopik, massa abdomen teraba, hepatomegali,
ascites.
Tanda dan gejala penyakit ini bervariasi sesuai dengan letak kanker. Karsinoma kolon kiri dan rectum
cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang
dan kembung sering terjadi, karena lesi kolon kiri cenderung melingkar yang menimbulkan gangguan
obstruksi. Mukus dan darah segar sering terlihat pada feses yang menyebabkan anemia akibat kehilangan
darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mempengaruhi radiks syaraf, pembuluh limfe,
vena, menimbulkan gejala-gejala pada tungkai atau perineum, hemoroid nyeri pinggang bagian bawah, dan
keinginan defekasi atau sering berkemih.

Kolon kanan Kolon kiri Rektum


Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis

Nyeri Karena penyusupan Karena obstruksi Karena tenesmi

Defekasi Diare /diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi


terus menerus

Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak/jarang

Darah pada feses Okul Okul /makroskopik Makroskopik

Feses Normal/diare Normal Perubahan bentuk

Dispepsi Sering Jarang Jarang

Memburuknya KU Hampir selalu Lambat Lambat

Anemia Hampir selalu Lambat Lambat

Stadium pada pasien kanker diantaranya:


1. Stadium I, bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding usus besar (lapisan
mukosa).
2. Stadium II, terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah lapisan mukosa.
3. Stadium III, sel kanker sudah masuk ke sebagian kelenjar limfe yang banyak terdapat di sekitar
usus.
4. Stadium IV, terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar limfe atau bahkan ke
organ-organ lain.
Klasifikasi
Klasifikasi kanker kolon dapat ditentukan dengan sistem TNM (T = tumor, N = kelenjar getah bening
regional, M =jarak metastase) (Dragovich, 2016).
T (Tumor Primer)
Tx : Tidak dapat dinilai. Tidak ada deskripsi batasan tumor karena informasi yang tidak lengkap
Tis : Karsinoma in situ. Tumor hanya melibatkan muskularis mukosa
T1 : Kanker telah tumbuh melewati mukosa muskularis dan meluas ke submukosa
T2 : Kanker telah tumbuh melewati submukosa dan meluas ke muskularis propria.
T3 : Kanker telah tumbuh melewati muskularis propria dan ke lapisan terluar dari kolon tetapi tanpa
melewati lapisan terluar tersebut. Kanker belum mencapai organ atau jaringan terdekat apapun.
T4a: Kanker telah tumbuh melewati serosa (visceral peritoneum)
T4b: Kanker telah tumbuh melewati dinding kolon dan melekat atau menyerang jaringan atau organ di
sekitarnya
N (Kelenjar Getah Bening)
Nx :Tidak ada deskripsi adanya kelenjar getah bening, karena informasi yang tidak lengkap
N0: Tidak ada kanker di kelenjar getah bening terdekat
N1a: Sel-sel kanker ditemukan dalam 1 kelenjar getah bening terdekat
N1b: Sel-sel kanker ditemukan pada 2-3 kelenjar getah bening
N1c: deposit kecil sel kanker ditemukan di daerah lemak di dekat kelenjar getah bening, tetapi tidak di
dalam kelenjar getah bening itu sendiri
N2a: Sel-sel kanker ditemukan pada 4-6 kelenjar getah bening
N2b: Sel-sel kanker ditemukan pada 7 atau lebih kelenjar getah bening
M (Jarak Metastasis)
M0: Tidak ada penyebaran jauh yang terlihat
M1a: Kanker telah menyebar ke 1 organ yang jauh atau kelenjar getah bening yang jauh
M1b: Kanker telah menyebar ke lebih dari 1 organ yang jauh atau kelenjar getah bening jauh, atau
telah menyebar ke bagian yang jauh dari peritoneum

Sistem Staging TNM untuk Ca colon (Dragovich, 2016)


Stadium Primary Tumor (T) Regional Lymph Remote
Node (N) Metastasis (M)
Stage 0 Carcinoma in situ (Tis) N0 M0
Stage I Tumor telah invasi ke submukosa N0 M0
(T1) atau muskularis propria (T2)

Stage II Tumor telah invasi ke muskularis N0 M0


(T3) atau organ-organ atau
struktur yang berdekatan (T4)
Stage IIA T3 N0 M0
Stage IIB T4a N0 M0
Stage IIC T4b N0 M0
Stage IIIA T1-4 N1-2 M0
Stage IIIB T1-4 N1-2 M0
Stage IIIC T3-4 N1-2 M0
Stage IVA T1-4 N1-3 M1a
Stage IVB T1-4 N1-3 M1b
Komplikasi kanker kolon yaitu:
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang
menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
F. Penatalaksanaan (Medis, Keperawatan, Diet)
Penatalaksanaan Medis
1. Pembedahan Reseksi

Pembedahan reseksi adalah bedah kolon dengan batas minimal 5 cm di sebelah distal dan
proksimal dari tempat kanker. Pada kanker di sekum dan kolon asendens biasanya dilakukan
hemikolektomi kanan dan dibuat anastomosis ileo-transversal. Untuk kanker di kolon
transversal dan di pleksura lienalis dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat anastomosis
ileosigmoidektomi. Pada kanker di kolon desendens dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri
dan dibuat anastomosis kolorektal transversal. Untuk kanker di rektosigmoid dan rektum atas
dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat anastomosis desenden kolorektal. Pada kanker di
rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan dibuat anastomosis kolorektal.
2. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari pengeluaran
sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut). Oleh karena fungsi utama usus
besar adalah untuk menyerap air, kolostomi akan lebih mudah dirawat jika dilakukan lebih
dekat kolon sigmoid karena di lokasi ini feses sudah lebih terbentuk dibandingkan pada kolon
transversal atau kolon kanan (Black & Hawks, 2014). Stoma ini dapat bersifat sementara atau
permanen. Tujuan pembuatan kolostomi adalah untuk tindakan dekompresi usus pada kasus
sumbatan atau obstruksi usus.
Jenis-jenis kolostomi :
a. Jenis kolostomi berdasarkan sifatnya:
- Sementara
Kolostomi sementara dapat memberikan waktu istirahat bagi usus dan nanti dapat
dilakukan re-anastomosis. Kolostomi sementara juga dapat digunakan untuk
menangani kanker usus yang tidak dapat dioperasi, dengan ostomy diletakkan di
bagian proksimal dari kanker. Kolostomi sementara biasanya dibuat paling sering pada
pertengahan dari kolon kiri atau kolon transversal (Black & Hawks, 2014).
Indikasi untuk kolostomi sementara :
1). Hirschprung disease
2). Luka tusuk atau luka tembak
3). Atresia ani letak tinggi
4). Untuk mempertahankan kelangsungan anastomosis distal usus setelah tindakan
operasi (mengistirahatkan usus).
5). Untuk memperbaiki fungsi usus dan kondisi umum sebelum dilakukan tindakan
operasi anastomosis.
- Permanen
Kolostomi permanen biasanya dibuat pada kolon sigmoid (Black & Hawks, 2014).
Indikasi untuk kolostomi permanen :
Penyakit tumor ganas pada kolon yang tidak memungkinkan tindakan operasi reseksi-
anastomosis usus.

b. Jenis kolostomi berdasarkan letaknya :


Colostomy
Colostomy Asendens Colostomy Transveral
Desendens
Lokasi Colon Asendens Colon Transversum Colon Desendens
Konsistensi feses Cairan atau lunak Lunak Padat
Pola defekasi Tidak ada Tidak ada Ada
Mudah terjadi, karena
Mungkin terjasi karena
Iritasi kulit kontak dengan enzim Kadang terjadi
lenbab terus-menerus
pencernaan
Striktur atau retraksi
Komplikasi
stoma

- Jenis kolostomi berdasarkan teknik pembuatan :


1. Single Barreled Colostomy
Yaitu hanya satu ujung loop usus yang dibuka pada permukaan perut. Sehingga
klien hanya memiliki satu stoma. Kolostomi ini juga dapat disebut kolostomi
akhir. Kolostomi akhir ini bersifat permanen jika usus yang terletak distal dari
stoma ini telah direseksi (Black & Hawks, 2014).
2. Double Barreled Colostomy
Merupakan kolostomi dimana kedua ujung loop, distal dan proksimal, dibuka
pada dinding perut. Kolostomi ini dapat ditutup di kemudian hari, bergantung
pada penyakit yang ada. Kolostomi ini dapat berupa dua stoma terpisah, loop
dengan satu stoma dan dua saluran, atau satu stoma dan sebuah fistula mukosa.
Fistula tersebut mengeluarkan mucus dan ditutup dengan perban (gauze
dressing) atau kantong (Black & Hawks, 2014).
3. Loop Colostomy
Saat membuat kolostomi loop sementara, dokter bedah akan menarik keluar
loop usus melalui suatu irisan yang terpisah dari irisan bedah. Untuk menjaga
loop ini agar tidak masuk kembali ke dalam rongga abdomen, dokter bedah akan
memasang sebuah batang (rod) atau bridge di bawahnya. Oleh karena tidak ada
ujung saraf sensoris pada dinding usus, maka prosedur ini tidak terasa sakit,
kecuali terasa sedikit kram. Dokter bedah akan menujukkan mana loop proksimal
dan mana loop distal (Black & Hawks, 2014).

Pilihan terapi lain bagi pasien yang tidak akan dilakukan pembedahan meliputi:
- Cryotherapy
- Ablasi radiofrekuensi
- Hepatik arteri infus agen kemoterapi

Obat-obatan yang digunakan untuk kemoterapi sistemik antara lain:


- 5-Fluorourasil (5-FU)
- Capecitabine
- Tegafur
- Oxaliplatin
- Irinotecan
- Kombinasi dari beberapa agen (misalnya, capecitabine atau 5-FU dengan oxaliplatin, 5-FU
dengan leucovorin dan oxaliplatin)

Agen biologis yang digunakan untuk mengobati ca colon adalah sebagai berikut:
- Bevacizumab (Avastin)
- Cetuximab (Erbitux)
- Panitumumab (Vectibix)
- Ramucirumab (Cyramza)
- Regorafenib (Stivarga)
- Ziv-aflibercept (Zaltrap)

Perawatan Pasca Operasi Kolostomi


1. Keseimbangan cairan dan elektrolit.
Asenden colostomi atau colostomi diperlukan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit,
karena terjadi feses yang bersifat cair.
2. Perawatan Kulit.
Jika ada iritasi kulit harus dikaji secara tepat guna sehingga tindakan yang diambil tepat.
Prinsip pencegahan kulit sekitar stoma :
a. Pencegahan primer bertujuan untuk proteksi : Bersihkan dengan perlahan- lahan, gunakan
skin barier, ganti segera kantong bila terjadi kebocoran / rembes atau penuh.
b. Pencegahan sekunder / penanganan kulit yang sudah terjadi kerusakan. Kulit dengan
eritema : ganti kantong kolostomi setiap 24 jam, bersihkan ku1it dengan air hangat pakai
kapas dan keringkan, gunakan kantong kolostomi yang tidak menimbulkan alergi ku1it yang
erosi, sama dengan eritema tetapi setelah dibersihkan olesi daerah erosi dengan zalf
misalnya zinksalf.
3. Diet.
Dianjurkan mengkonsurnsi diet yang seimbang terutama dengan stoma permanen. Diet yang
dikonsurnsi sifatnya individual asal tidak menyebabkan diare, konstipasi dan menimbu1kan
gas.
4. Radioterapi
Setelah dilakukan tindakan pembedahan perlu dipertimbangkan untuk melakukan radiasi
dengan dosis adekuat. Memberikan radiasi isoniasi pada neoplasma. Karena pengaruh
radiasi yang mematikan lebih besar pada sel-sel kanker yang sedang proliferasi, dan
berdiferensiasi buruk, dibandingkan terhadap sel -sel normal yang berada di dekatnya, maka
jaringan normal mungkin mengalami cidera da1am derajat yang dapat ditoleransi dan dapat
diperbaiki, sedangkan sel-sel kanker dapat dimatikan, selanjutnya dilakukan kemoterapi.
5. Kemoterapi
Obat-obatan digunakan untuk adjuvant (pasca operasi) kemoterapi umumnya termasuk 5-
FU dengan leucovorin atau capecitabine, baik sendiri atau dalam kombinasi dengan
oxaliplatin.

Penatalaksanaan Diet
1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat
melancarkan pencenaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan kotoran dan
zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus akan
menjadi racun yang memicu sel kanker.
2. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama yang
terdapat pada daging hewan.
4. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat
memicu sel karsinogen / sel kanker.
5. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
6. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.
Prognosis pasien yang terkena kanker kolon lebih baik bila lesi masih terbatas pada mukosa
dan submukosa pada saat operasi; dan jauh lebih buruk bila telah terjadi penyebaran di luar
usus (metastasis) ke kelenjar limfe, hepar. paru, dan organ-organ lain.

G. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kanker kolon menurut Doenges (1999) diperoleh data sebagai
berikut sbb:
1. Aktivitas/istirahat
Pasien dengan kanker kolorektal biasanya merasakan tidak nyaman pada abdomen dengan
keluhan nyeri, perasaan penuh, sehingga perlu dilakukan pengkajian terhadap pola istirahat
dan tidur.
2. Sirkulasi
Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pergerakan kerja.
Kebiasaan: perubahan pada tekanan darah. Integritas ego, Faktor stress (keuangan, pekerjaan,
perubahan peran) dan cara mengatasi stress ( misalnya merokok, minum alkohol, menunda
mencari pengobatan, keyakinan religius/ spiritual).
Masalah tentang perubahan dalam penampilan misalnya, alopesia, lesi, cacat, pembedahan.
Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak merasakan, rasa
bersalah, kehilangan.
Tanda : Kontrol, depresi, menyangkal, menarik diri, marah.
3. Eliminasi
Adanya perubahan fungsi kolon akan mempengaruhi perubahan pada defekasi pasien,
konstipasi dan diare. Bagaimana kebiasaan di rumah yaitu: frekuensi, komposisi, jumlah, warna,
dan cara pengeluarannya, apakah dengan bantuan alat atau tidak adakah keluhan yang
menyertainya. Apakah kebiasaan di rumah sakit sama dengan di rumah.
Pada pasien dengan kanker kolerektal dapat dilakukan pemeriksaan fisik dengan observasi
adanya distensi abdomen, massa akibat timbunan feses.
Massa tumor di abdomen, pembesaran hepar akibat metastase, asites, pembesaran kelenjar
inguinal, pembesaran kelenjar aksila dan supra klavikula, pengukuran tinggi badan dan berat
badan, lingkar perut, dan colok dubur.
4. Makanan/cairan
Gejala: kebiasaan makan pasien di rumah dalam sehari, seberapa banyak dan komposisi setiap
kali makan adakah pantangan terhadap suatu makanan, ada keluhan anoreksia, mual, perasaan
penuh (begah), muntah, nyeri ulu hati sehingga menyebabkan berat badan menurun.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema
5. Neurosensori
Gejala : Pusing; sinkope, karena pasien kurang beraktivitas, banyak tidur sehingga sirkulasi
darah ke otak tidak lancar.
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi misalnya ketidaknyamanan ringan sampai nyeri
berat (dihubungkan dengan proses penyakit).
7. Pernapasan
Gejala : Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seorang perokok). Pemajanan asbes
8. Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari lama/berlehihan.
Tanda : Demam, Ruam kulit, ulserasi
9. Seksualitas
Gejala : Masalah seksual misalnya dampak pada hubungan peruhahan pada tingkat kepuasan.
Multigravida lebih besar dari usia 30 tahun Multigravida, pasangan seks multipel, aktivitas
seksual dini, herpes genital.
10. Interaksi sosial
Gejala : Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.Riwayat perkawinan (berkenaan
dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau bantuan).
11. Masalah tentang fungsi/ tanggungjawab peran penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga misalnya ibu atau bibi dengan kanker payudara
Sisi primer: penyakit primer, tangga ditemukan didiagnosis
Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada, riwayat alamiah dari primer
akan memberikan informasi penting untuk mencari metastatik.
Riwayat pengobatan: pengobatan sebelumnya untuk tempat kanker dan pengobatan yang
diberikan.

Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi. Gambaran
yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada endoskopi, dan untuk
menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi.
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah foto dada dan foto kolon
(barium enema). Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada tidaknya metastasis
kanker pada paru juga bisa digunakan untuk persiapan tindakan pembedahan. Pada foto kolon
dapat dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura.
3. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada tidaknya metastasis kanker kelenjar getah
bening di abdomen dan di hati.
4. Histopatologi
Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di beberapa tempat untuk pemeriksaan
histopatologis guna menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologi karsinoma kolorektal ialah
adenokarsinoma, dan perlu ditentukan differensiasi sel.
5. Laboratorium
Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal, walaupun demikian setiap pasien
yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb. Pemeriksaan laboratorium dapat meliputi
perhitungan darah lengkap, pemeriksaan kimia dan tes fungsi hati, serta serum
carcinoembryonic antigen. Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA.
Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah lanjut.
Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma
kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga kasus stadium III.
Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya secara bakteriologis
terhadap shigella dan juga amoeba.
6. Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound
Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada
pengobatan.
7. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum)
Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan
melalui sum-sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.
8. Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit
Dapat menunjukkan anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih: trombosit
meningkat atau berkurang.
9. Sinar X dada
Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.

H. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
2. Risiko ketidakseimbangan volume cairan
3. Nyeri (Akut)
4. Risiko gangguan integritas kulit
5. Gangguan citra tubuh
Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1. Risiko gangguan integritas kulit Kriteria Evaluasi: Mandiri :
berhubungan dengan : Lihat stoma/area kulit peristomal Memantau proses penyembuhan/keefektifan
1.Imobilitas fisik Mempertahankan Integritas kulit. pada tiap penggatian kantong. alat dan mengidentifikasi masalah pada area.
2.Tak adanya sfingter Bersihkan dengan air dan keringkan. Mempertahankan kebersihan/mengeringkan
stoma. Mengidentifikasi faktor resiko Catat iritasi, kemerahan (warna area untuk membantu pencegahan
2. Karakter/aliran feses individu. gelap, kebiru-biruan). kerusakan kulit. Identifikasi dini nekrosis
dan flatus dari stoma. stoma/iskemia atau infeksi jamur
3. Pemakaian atau Menunjukkan perilaku/teknik memberikan intervensi tepat waktu untuk
pengangkatan adesif peningkatan mencegah komplikasi serius.
tak tepat. penyembuhan/mencegah
kerusakan kulit. Ukur stoma secara periodik, mis,, Sesuai dengan penyembuhan edema
tiap perubahan kantong selama 6 pascaoperasi (selama 6 minggu pertama)
minggu pertama. Kemudian sekali ukuran kantong yang dipakai harus tepat
sebulan selama 6 bulan. sehingga feses terkumpul sesuai aliran dari
ostomi dan kontak dengan kulit dicegah.

Berikan pelindung kulit yang efektif, Melindungi kulit dari perekat kantong,
mis., wafer stomahesive, karaya meningkatkan perekat kantong dan
gum, Realiseal (Davol) atau produk memudahkan pengangkatan kantong bila
semacamnya. perlu.

Kosongkan, irigasi dan bersihkan Penggantian kantong yang sering mengiritasi


kantong ostomi dengan rutin. kulit dan harus dihindari.

Sokong kulit sekitar bila mengangkat Mencegah iritasi jaringan/kerusakan


kantong dengan perlahan. sehubungan dengan “penarikan” kantong.

Selidiki keluhan rasa Indikasi kebocoran feses dengan iritasi


terbakar/gatal/melepuh disekitar periostomal, atau kemungkinan infeksi
stoma. kandida yang memerlukan intervensi.

Kolaborasi :
Konsul dengan ahli Membantu pemilihan produk yang tepat
terapi/enterostomal untuk kebutuhan penyembuhan pasien,
termasuk tipe ostomi, status fisik/mental dan
sumber finansial.

Berikan sprei aerosol kortikosteroid Membantu penyembuhan bila terjadi iritasi


dan bedak nistatin sesuai indikasi. peristomal/infeksi jamur.

Mandiri:
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, Membantu mengevaluasi derajat
2. Nyeri akut berhubungan dgn : Kriteria Evaluasi : intensitas (skala 0-10). ketidaknyamanan dan keefektifan analgesik.
1. Faktor fisik;kerusakan
kulit/jaringan(insisi/drein) Menyatakan nyeri hilang atau Berikan tindakan kenyamanan, mis., Mencegah pengeringan mukosa oral dan
2. Biologis;aktivitas proses terkontrol. perawtan mulut, pijatan punggung, ketidaknyamanan. Menurunkan tegangan
penyakit (kanker,trauma) ubah posisi. otot dan meningkatkan relaksasi.
3. Faktor psikologis, mis., Menunjukkan nyeri hilang, mampu
takut, ansietas. tidur/istirahat dengan tepat. Dorong penggunaan tehnik relaksasi, Membantu pasien untuk istirahat lebih
mis., bimbingan imajinasi,visualisasi. efektif dan memfokuskan kembali perhatian,
Menunjukkan penggunaan sehingga menurunkan nyeri dan
keterampilan relaksasi dan ketidaknyamanan.
kenyamanan umum sesuai indikasi
situasi pasien. Bantu melakukan latihan rentang Menurunkan kekakuan otot atau sendi.
gerak dan dorong ambulasi dini. Ambulasi mengembalikan organ ke posisi
Hindari posisi duduk lama. normal dan meningkatkan kembalinya fungsi
ketingkat normal.

Selidiki dan laporkan adanya Diduga inflamasi peritoneal, yang


kekakuan otot abdominal dan nyeri memerlukan intervensi medik cepat.
tekan

Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi, mis., Menurunkan nyeri, meningkatkan
narkotik, analgesik. kenyamanan.

Berikan rendam duduk. Menurunkan ketidaknyamanan lokal.


Menurunkan edema dan meningkatkan
penyembuhan luka perineal.

Lakukan/pantau efek unit TENS. Perangsang kutaneus dapat digunakan untuk


menghambat transmisi rangsangan nyeri.

Mandiri :
3. Risiko ketidakseimbangan volume Kriteria Evaluasi : Catat pemasukan dan pengeluran Memberikan indikator langsung
cairan berhubungan dengan : cairan dengan cermat, ukur faeses keseimbangan cairan.
1. Kehilangan yang Mempertahankan hidrasi adekuat cairan, Timbang berat badan tiap
berlebihan mis., muntah, dengan bukti membran mukosa hari.
diare, cairan NGT/usus, lembab, turgor kulit baik, dan
selang drainase luka pengisian kapiler baik, tanda vital Observasi tanda vital, catat hipotensi Menunjukkan status hidrasi/kemungkinan
perianal. stabil, dan mengeluarkan urine postural, takikardi. Evaluasi turgor kebutuhan untuk peningkatan penggantian
2. Keluaran ileostomi dgn dengan tepat. kulit, pengisian kapiler dan membran cairan.
volume tinggi. mukosa.
3. Pembatasan masukan
secara medik. Kolaborasi :
4. Gangguan absorpsi cairan Awasi hasil laboratorium, mis., Ht Mendeteksi homeostasis atau
mis., Kehilangan fungsi dan elektrolit. ketidakseimbangan dan membantu
kolon. menentukan kebutuhan penggantian.
5. Status hipermetabolik mis
inflamasi, proses Berikan cairan IV dan elektrolit Dapat dipergunakan untuk mempertahankan
penyembuhan. sesuai indikasi perfusi jaringan adekuat/fungsi organ.
4. Resiko Tinggi Perubahan nutrisi Kriteria Evaluasi : Mandiri :
kurang dari kebutuhan tubuh Lakukan pengkajian nutrisi dengan Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan
berhubungan dengan : Mempertahankan berat seksama. untuk membantu memilih intervensi.
1. Anoreksia lama/gangguan badan/menunjukkan peningkatan
masukan saat praoperasi. berat badan bertahap sesuai Auskultasi Bising usus. Kembalinya fungsi usus menunjukkan
2. Adanya diare/gangguan tujuan dengan nilai laboratorium kesiapan untuk memulai makan lagi.
absorpsi. normal.
3. Status hipermetabolik Mulai dengan makan cairan Menurunkan insiden kram abdomen, mual.
(penyakit inflamasi Merencanakan diet untuk perlahan.
praoperasi/proses memenuhi kebutuhan nutrisi.
penyembuhan). Identifikasi bau yang ditimbulkan Sensitivitas terhadap makanan tertentu tidak
oleh makanan (mis., kol, ikan, umum setelah bedah usus. Pasien dapat
kacang-kacangan) dan sementara mencoba berbagai makanan sebelum
batasi diet. menentukan apakah ini membuat masalah.

Anjurkan pasien meningkatkan Dapat menurunkan pembentukan bau.


penggunaan yogurt dan mentega
susu.

Diskusikan mekanisme menelan Minum melalui sedotan, mengorok, ansietas,


udara sebagai factor pembentukan merokok, sakit gigi, dan meneguk makanan
flatus. meningkatkan produksi flatus. Terlalu banyak
flatus dapat menjadi factor penyebab
kebocoran dari banyaknya tekanan dalam
kantong.

Kolaborasi : Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi


Konsult dengan ahli diet. pasien dalam perubahan pencernaan dan
fungsi usus.

Tingkatkan diet dari cairan sampai Diet rendah sisa dapat dipertahankan selama
makanan rendah residu bila masukan 6-8 minggu pertama untuk memberikan
oral dimulai. waktu yang adekuat untuk penyembuhan
usus.

Berikan makanan enteral/ parenteral Pada kelemahan/tidak toleran terhadap


bila diindikasikan. makanan per oral. Hiperalimetasi digunakan
untuk menanbah kebutuhan komponen pada
penyembuhan dan mencegah status
katabolisme.

5. Gangguan citra tubuh berhubungan Kriteria Evaluasi : Mandiri : Memberikan informasi tentang tingkat
dengan : Pastikan apakah konseling dilakukan pengetahuan pasien/orang terdekat
1. Adanya stoma;kehilangan Menyatakan penerimaan diri bila mungkin dan/ostomi perlu untuk terhadap pengetahuan tentang situasi pasien
kontrol usus eliminasi. sesuai situasi, menerima didiskusikan. dan proses penerimaan.
2. Gangguan struktur tubuh. perubahan kedalam konsep diri
tanpa harga diri yang negatif. Dorong pasien/orang terdekat untuk Membantu pasien untuk menyadari
menyatakan perasaan tentang perasaanya sebelum mereka dapat
Menunjukkan penerimaan dengan ostomi. menerima dengan efektif.
melihat/menyentuh stoma dan
berpartisipasi dalam perawatan
diri. Kaji ulang alasan untuk pembedahan Pasien dapat menerima ini lebih mudah
dan harapan masa mendatang. bahwa ostomi dilakukan untuk memperbaiki
Menyatakan perasaan tentang penyakit kronis/jangka panjang daripada
stoma/penyakit;mulai menerima sebagai cidera traumatic.
situasi secara konstruktif.
Berikan kesempatan pada pasien Ketergantungan pada perawatan diri
untuk menerima ostomi melalui membantu untuk memperbaiki kepercayaan
partisipasi pada perawatan diri diri dan penerimaan situasi.

Diskusikan kemungkinan kontak Membantu menguatkan pendidikan (berbagi


dengan pengunjung ostomi dan buat pengalaman) dan memudahkan penerimaan
perjanjian untuk kunjungan bila perlu perubahaan sesuai dengan kesadaran pasien
akan “hidup harus berjalan terus” dan dapat
menjadi relatif normal.

Referensi

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah: Manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan (8th ed., Vol. III). Singapore: Elsevier Inc.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2009). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaak dan pendokumentasian perawatan
pasien. Jakarta: EGC.

Dragovich, T. (2016, May 7). Colon cancer. Medscape. Retrieved October 22, 2016, from http://emedicine.medscape.com/article/277496-overview

Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical surgical nursing: Critical thinkingfor collaborative care. Ed. 5th. St. Louis: Elseveir Saunders.

Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8 Vol.1. Jakarta: EGC.

Yeatman, T.J. (2001). Colon cancer. Encyclopedia of Life Sciences. 1-6.

Anda mungkin juga menyukai