Anda di halaman 1dari 120

TRANSKRIP SYARH

‫ منت أبي شجاع‬- ‫كتاب البيوع‬


‫ القاضي اإلمام أبو شجاع أحمد بن الحسني بن أحمد األصفهاني‬: ‫املؤلف‬

KITAB MUAMALAH
BAGIAN 03 (Halaqah 70-96)

Syarh/Penjelasan oleh
Ustadz DR. Muhammad Ari n Badri, M.A.‫حفظه اهلل‬

Disampaikan di WAG Dirosah Islamiyah


(17 Dzulqa’dah 1442H - 1 Muharam 1443H
(28 Juni - 10 Agustus 2021M

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 1 of 120


:

fi

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _SENIN
| _17 Dzulqa’dah 1442H
| _28 Juni 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-70
📖 _Ash-Shulhu (Kesepakatan Damai) Bagian Pertama
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Al-Imam Abu Syuja rahimahullah ta'ala berpindah pembahasan tentang Ash-


shulhu (‫ )الصلح‬Perjanjian Damai atau Kesepakatan.

Beliau mengatakan

‫ويصح الصلح مع اإلقرار في األموال وما أفضي إليها‬

Mengadakan Ash-shulhu (‫ )ال ـ ــصلح‬perdamaian antara dua orang itu suatu hal yang
sah secara hukum, dalam kondisi bila kedua belah pihak mengakui adanya
ikatan tersebut. Terutama dalam hal-hal (dalam ikatan-ikatan) yang berkaitan
dengan harta atau berbagai kasus yang berakhir pada tebusan harta

Suatu kesepakatan (suatu komitmen) yang itu nanti akan menimbulkan


kewajiban, akan mendatangkan satu tagihan berupa harta benda

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 2 of 120


_

fi
.

Dalam perkataan al imam muallif ini, beliau mengatakan, ash-shulhu (‫)ال ـ ـ ـ ـ ـ ـصـ ـل ــح‬
perdamaian antara kedua belah pihak itu hukum asalnya boleh dengan catatan

Pertama, kesepakatan itu terjadi di saat kedua belah pihak mengakui akan
kejadian ataupun ikatan (komitmen) tersebut

Seperti (misalnya), ada orang yang berutang.

A berutang kepada si B senilai 100 juta, ketika jatuh tempo ternyata si A tidak
mampu membayar utang yang harus dia bayarkan (yang sudah jatuh tempo)
tersebut

A mengakui akan utang ini, si B pun sama mengakui bahwa nominalnya 100 juta,
tidak ada perselisihan. Tetapi ada gagal bayar.

Nah, kalau dalam proses gagal bayar seperti ini (dalam kasus gagal bayar)
kemudian ditempuh kekeluargaan (negoisasi/kesepakatan), maka kesepakatan
semacam ini boleh (sah)

Kenapa? Ini kesepakatan di saat kedua belah pihak saling mengakui dan dalam
kesepakatan yang berkaitan dengan harta benda. Misalnya kesepakatannya A
menyerahkan rumahnya kepada si B sebagai pembayaran, dan si B menyatakan
lunas. Ini terjadi ash-shulhu (‫ )الصلح‬kesepakatan.

Atau kesepakatan baru, memperpanjang masa pembayaran (pelunasan) atau


memperkecil, dimana si B (pihak kreditur) memaafkan sebagian haknya. Dengan
mengatakan kepada si A, "Bayarlah dari separuh dari piutang ini dan sisanya aku
maafkan". Kesepakatan semacam ini dibolehkan

Atau kesepakatan antara suami dan istri, ketika seorang lelaki menikahi seorang
wanita, kemudian wanita ini mulai khawatir akan diceraikan oleh suaminya,
karena satu atau dua hal, atau dia khawatir jikalau suaminya menikah lagi, maka
istrinya boleh bernegoisasi dan mengatakan, "Jangan engkau ceraikan aku, aku
siap untuk tidak dinafkahi". Hidup dari hasil pekerjaannya sendiri.

Karena bisa jadi seorang istri tersebut memiliki penghasilan. Seorang pengusaha
atau PNS atau yang lainnya, dia mengatakan, "Tidak usah menafkahi tetapi
jangan diceraikan", sehingga istri memaafkan haknya atas nafkah dengan
konsekuensi suami tidak menceraikan.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 3 of 120


.

Atau sebaliknya istri mengatakan kepada suami, "Jangan engkau menikah lagi
sebagai kompensasinya, engkau tidak perlu menafkahi saya" atau "Rumah ini,
aku berikan kepadamu" atau istri mengatakan, "Saya akan membelikan untukmu
satu unit kendaraan dengan catatan jangan menikah lagi".

Kesepakatan semacam ini yang berkaitan dengan harta, ada kesepakatan yang
menimbulkan komitmen harta dalam urusan harta benda itu sah. Boleh, boleh
saja sejalan dengan rman Allāh Subhānahu wa Ta’āla

ۗ ‫خ ْي ٌ ۭر‬
َ ُ‫ٱلص ْلح‬
ُّ ‫حا ۚ َو‬ ُ ‫صلِ َحا بَيْن َ ُه َما‬
ًۭ ‫ص ْل‬ ۭ ً ‫شوزًا أ َ ْو إِ ْعر‬
ْ ُ‫اضا فَ َال ُجنَا َح َع َليْ ِه َمآ أَن ي‬ َ ُ ُ‫خافَتْ ِم ۢن بَ ْعلِ َها ن‬
َ ٌ‫َو إِ ِن ٱ ْم َرأَة‬

"Bila seorang wanita mulai khawatir bila suaminya bersikap tidak lagi mau
‫أ َ ْو إِ ْعـ ـ ـ ـ ـ ـ َـر ً ۭ ـ‬
menafkahinya, tidak lagi mau menunaikan hak-haknya sebagai istri, ‫اض ا‬
atau suaminya mulai tidak cinta, sehingga dia mulai berpikir untuk berpindah
hati.

ۚ ‫حا‬ ُ ‫صلِ َحا َب ْين َ ُه َما‬


ًۭ ‫ص ْل‬ ْ ‫فَ َال ُجنَا َح َع َل ْي ِه َمآ أَن ُي‬

Maka kata Allah, "Tidak mengapa bila kedua belah pihak (suami/istri) ini
menempuh ash-shulhu (perdamaian) baik dengan cara istri memaafkan haknya
(tidak dinafkahi) atau istri memberikan sebagian hartanya atau istri berkomitmen
untuk tidak menagih sisa mas kawin yang belum terbayar (misalnya)"

‫خ ْي ٌ ۭر‬
َ ُ‫ٱلص ْلح‬
ُّ ‫َو‬

Kata Allah, "Dan berdamai itu lebih baik dibanding bersikukuh memperebutkan
hak yang akan berujung dengan perceraian", kata Allah. [QS An-Nissa': 128

Jadi tetap mempertahankan rumah tangga dengan solusi memaafkan sebagian


haknya, tidak menuntut sebagian hak, baik istri yang memaafkan ataupun suami
yang memaafkan, itu lebih baik kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla dibandingkan
harus bercerai merusak rumah tangga

Nah, dalam ayat ini Allāh Subhānahu wa Ta’āla mencontohkan, contoh ash-
shulhu (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـص ـل ــح‬perdamaian yang dibenarkan, yaitu perdamaian dalam urusan
hak-hak seorang istri yang dimaafkan atau digugurkan sebagai kompensasi atas
kesetiaan suami, agar suami tidak menceraikannya atau agar suami tidak
menikah lagi dengan yang lainnya.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 4 of 120


fi

Itu semuanya suatu ash-shulhu (‫ )الصلح‬perdamaian yang dibenarkan.

Kata Allah

‫خيْ ٌ ۭر‬
َ ُ‫ٱلص ْلح‬
ُّ ‫َو‬

"Perjanjian damai itu adalah suatu hal yang baik.

Namun di sini ada catatan besar, bahwa al muallif dan itu merupakan madzhab
Sya 'i. Perdamaian itu hanya dibolehkan di saat kedua belah pihak mengakui
hak-hak tersebut. Dengan kata lain, ketika terjadi persengketaan, tuduh-
menuduh yang tertuduh mengingkari tuduhan (tidak mengakui)

Misalnya:

Si A menuduh si B telah berutang, sedangkan si B mengatakan tidak (saya tidak


pernah berutang), sehingga ada pengingkaran, ada pendustaan terhadap
tuduhan tersebut.

Dalam kondisi semacam ini, dalam madzhab Sya 'i (menurut madzhab Sya 'i)
tidak boleh ditempuh jalur solusi (damai) satu-satunya solusi adalah dengan
menempuh pembuktian hukum di peradilan. Kalau tidak bisa dibuktikan, berarti
selesai.

Adapun ketika si A yang menuduh si B bahwa si B telah berutang 100 juta,


ditagih ternyata si B mengatakan, "Tidak, saya tidak pernah berutang", sehingga
si B mendustakan (mengingkari) tuduhan itu, karena mungkin satu atau dua
alasan, si B akhirnya menempuh jalur damai.

"Sudahlah, jangan ribut! Saya tidak mau sengketa, saya berikan 50 juta tapi
jangan lagi nagih, jangan lagi cerita ke sana ke mari bahwa saya mangkal dari
kewajiban membayar utang atau yang lainnya. Jangan sampai menempuh jalur
pengadilan karena ini mencoreng nama baik keluarga dan lain sebagainya
(misalnya)".

Maka kesepakatan semacam ini, menurut madzhab Imam Asy Sya 'i, itu
kesepakatan yang bathil

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 5 of 120


fi

"

fi
.

fi
fi
Kenapa? Karena ketika terjadi perseteruan (persengketaan) yang satu menuduh,
yang satu mengingkari, sudah bisa dipastikan bahwa satu dari keduanya itu
salah. Satu dari keduanya dusta, baik yang menuduh ataupun yang tertuduh.

Sehingga kalau terjadi kesepakatan untuk membayar sebagian dari utang


tersebut yang dituduhkan, maka sudah bisa dipastikan satu dari keduanya itu
memakan harta saudaranya dengan cara yang bathil. Baik yang menuduh,
karena tuduhannya palsu, atau yang mengingkari karena ternyata dia berdusta
padahal dia betul-betul berutang.

Sehingga ketika terjadi shulhu (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـصـلـخ‬semacam ini, itu sama saja kita merestui
orang lain untuk memakan harta yang haram. Ini sudut pandang Al Imam Asy
Sya 'i rahimahullah. Beliau berdalil dengan banyak ayat (banyak dalil) salah
satunya adalah rman Allāh Subhānahu wa Ta’āla

ِ ‫يَـٰٓأَيُّ َها ٱ َّل ِذي َن َءا َمنُوا ۟ َال تَأ ْ ُك ُل ٓوا ۟ أ َ ْم ٰوَ َل ُكم بَيْن َ ُكم ِبٱ ْلبَـ‬
‫ٰط ِل‬

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah engkau memakan harta sebagian


kalian dengan cara-cara yang bathil.” [QS An-Nissa: 29

Apalagi sampai meja hijau (meja pengadilan)

ِ َّ ‫َوتُ ْد ُلوا ۟ ِب َهآ إِ َلى ٱ ْل ُح َّكام ِ لِتَأ ْ ُك ُلوا ۟ فَ ِري ًۭقا ِّم ْن أ َ ْم ٰوَ ِل ٱلن‬
‫اس‬

"Dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya
kalian dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu." [QS Al
Baqarah: 188

Kemudian kalian saling menggugat di pengadilan. Untuk ujung-ujungnya apa

Ujung-ujungnya adalah makan harta orang lain dengan cara-cara yang bathil.
Sehingga terjadi win-win solution (damai) tetapi salah satunya (sebetulnya) tidak
mengakui adanya ikatan tersebut. Baik ikatan utang piutang atau jual beli, maka
sudah bisa dipastikan salah satunya akan memakan harta saudaranya dengan
cara yang bathil. Dan Islam tidak merestui hal itu

Karenanya, imam Asy Sya 'i mengatakan, "Tidak ada ash-shulhu (damai) di saat
salah satunya itu mengingkari tuduhan”

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 6 of 120


fi
]

fi
fi

Demikian yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, kurang dan
lebihnya saya mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 7 of 120


🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _SELASA
| _18 Dzulqa’dah 1442H
| _29 Juni 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-71
📖 _Ash-Shulhu (Kesepakatan Damai) Bagian Kedua
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Masih bersama tema kita Ash-Shulhu (‫ )الصلح‬Perjanjian damai atau kesepakatan.

Imam Asy Sya 'i mengatakan tidak ada ash-shulhu (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـصـلـح‬damai di saat salah
satunya itu mengingkari tuduhan.

Namun menurut ulama yang lain, damai itu lebih baik dibanding
mempertahankan sengketa, walaupun salah satu dari mereka itu mengingkari
adanya ikatan jual-beli atau ikatan utang-piutang tersebut.

Kenapa? Karena bisa jadi damai ini mendatangkan maslahat yang besar,
misalnya menjaga nama baik keluarga, misalnya tidak ingin repot di peradilan,
karena kalau harus ke pengadilan bisa jadi biaya menjalani proses pengadilan
ini, bisa jadi lebih besar dibanding harta yang dituduhkan.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 8 of 120


fi
*

fi
.

Bisa jadi mafsadah yang akan terjadi, efek yang terjadi dari sengketa tersebut,
bisa jadi terlalu besar untuk dipikul, sehingga kadang kala orang yang dituduh
memilih untuk mengalah dengan mengatakan,

"Saya tidak bayar semua, saya bayar sebagian saja demi menjaga nama baik
keluarga agar tidak ribut, tidak tercemar nama baik keluarga, nama baik
perusahaan dan lainnya".

Atau mungkin agar cepat selesai kasusnya, tidak berlarut-larut sehingga tidak
memakan biaya yang besar.

Dalam kasus semacam ini berarti pihak tertuduh merasa mendapatkan manfaat
walaupun rugi. Karena dia ternyata (sebetulnya) dia tidak berutang. Tapi
daripada dia menanggung resiko malu, tercoreng nama baik keluarga, dia rela
membayar demi menjaga kehormatan dirinya.

Ini tentu alasan yang dibenarkan secara syariat. Ini suatu maslahat sehingga
kalau terjadi kasus semacam ini, maka tentu ini satu maslahat yang dibenarkan,
maka boleh secara hukum syariat. Tentu ini suatu maslahat yang besar bagi
pihak tertuduh, walaupun pihak penuduh bisa jadi zhalim

Maka dalam kasus ash-shulhu (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـصـ ـل ــح‬semacam ini para ulama mengatakan
karena ini ada dua pihak. Maka para ulama mengatakan sah, dengan
konsekuensi pihak yang dizhalimi bisa menghindari kerugian yang lebih besar,
sedangkan pihak yang zhalim tentu haram, karena dia akan memakan harta
orang lain dengan cara-cara yang bathil. Baik itu pihak yang tertuduh atau pihak
yang menuduh. Pihak yang tertuduh bisa jadi zhalim.

Kenapa? Karena sebetulnya bisa jadi ada ikatan utang-piutang

Namun karena tidak ada alat bukti, akhirnya pihak yang berutang merasa di atas
angin sehingga dia menentang, dia mengingkari ikatan utang-piutang tersebut.
Karena dia merasa yakin, percaya bahwa pihak kreditur tidak akan bisa
membuktikan utang-piutang tersebut. Sehingga dia memilih jalur yang keji yaitu
mengingkari, mendustakan ikatan utang-piutang tersebut

Dalam kasus semacam ini, tentu pihak yang menuduh dirugikan. Namun kadang
kala pihak kreditur akhirnya berpikir realistis kalau menempuh jalur hukum bisa
jadi biayanya lebih mahal, panjang urusannya, merepotkan. Akhirnya dia rela

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 9 of 120


dengan solusi damai. Dengan mengatakan, "Bayarlah separuh dari piutang saya,
separuhnya saya maafkan".

Dia terpaksa memaafkan, karena daripada dia repot, daripada dia mengeluarkan
biaya yang lebih banyak atau bahkan daripada tidak bisa mendapatkan sama
sekali hartanya. Dia akhirnya mengalah.

Lebih baik menerima separuh dibanding tidak bisa mendapatkan apapun, dalam
kasus semacam ini tentu pihak tertuduh zhalim. Namun pihak penuduh, karena
sebetulnya dia berhak, namun sayang dia tidak memiliki alat bukti yang cukup
kuat, akhirnya dia realistis. Tentu ini satu maslahat

Sedangkan kalau ditinjau dari dalil, maka dalil-dalil yang mensyariatkan ash-
shulhu (‫ )الصلح‬itu bersifat umum seperti ayat di atas.

‫خيْ ٌ ۭر‬
َ ُ‫ٱلص ْلح‬
ُّ ‫َو‬

"Perjanjian damai itu adalah suatu hal yang baik

Sebagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam juga bersabda:

ً
‫حالال‬ َّ ‫صلحا‬
َّ ‫ أو‬، ‫أحل حرا ًما‬
‫حرم‬ ً َّ ‫ني‬
‫إال‬ َ ‫الصلحُ جائزٌ ب‬
َ ‫ني املسلم‬ ُّ

Perdamaian antara dua pihak itu hukum asalnya boleh, kecuali perdamaian
yang menyebabkan engkau memakan atau melanggar yang haram atau
menyebabkan engkau terhalang dari sesuatu yang halal

"Perdamaian yang menyebabkan engkau mengharamkan yang mereka halalkan


atau menghalalkan yang haram"

Sehingga hadits ini dan juga ayat di atas menunjukkan bahwa hukum asal
perdamaian itu boleh. Apalagi bila terbukti perdamaian itu membawa maslahat
atau minimal meminimalis (memperkecil) mudharat

Sehingga sekali lagi (wallahu ta'ala a'lam) secara tinjauan dalil membatasi ash-
shulhu (‫ )ال ـ ـ ــصلح‬perdamaian hanya dalam kondisi yang sempit yaitu di saat terjadi
kesepakatan saling mengakui

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 10 of 120


"

Ini secara tinjauan dalil, ini kurang kuat karena dalil-dalil yang berkaitan dengan
ash-shulhu (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـص ـ ـل ـ ــح‬perdamaian itu bersifat umum tanpa ada batasan yang
sebagaimana dijelaskan di atas

Wallahu ta'ala a'lam.

Ini yang bisa kami sampaikan, semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla


menambahkan tau k hidayah kepada anda sekalian. Kurang lebihnya mohon
maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 11 of 120


.

fi

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _RABU
| _19 Dzulqa’dah 1442H
| _30 Juni 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-72
📖 _Ash-Shulhu (Kesepakatan Damai) Bagian Ketiga - Jenis Pertama
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Masih bersama Matan Al
Ghayah Fil Al-Ihtishor buah karya Asy Syaikh Al Imam Abu Syuja' Rahimahullahu
Ta'ala

Kesempatan kali ini kita sampai pada penjelasan tentang ‫ ال ـ ـ ـ ـ ـ ـصـ ـل ــح‬Ash-Shulhu,
perdamaian, perdamaian antara dua orang yang bersengketa atau berselisih

Telah disampaikan pada sesi sebelumnya bahwa dalam Madzhab Sya 'i
diajarkan bahwa ‫( ال ـ ـ ـ ـ ـ ـص ـل ــح‬Ash-Shulhu) itu hanya boleh dilakukan di saat terjadi
kesepahaman (kesepakatan). Namun walau mereka sepakat ada hal-hal yang
masih mengganjal atau masih mereka perselisihkan.

Inti masalah yang mereka permasalahkan disepakati seperti kedua belah pihak
mengakui adanya ikatan hutang piutang maka dalam kondisi semacam ini
dibolehkan untuk ‫( ص ـ ـ ـ ـ ـ ـل ــح‬Shulhu). Baik dengan memaafkan sebagian, menunda
pembayaran, atau melakukan pembayaran dengan benda lain.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 12 of 120


.

fi

fi
Akan tetapi bila salah satu pihak mengingkari keberadaan ikatan tersebut
misalnya penjual melakukan penagihan kepada pembeli dengan dalih pembeli
belum melunasi pembayarannya. Namun ternyata pembeli mengklaim bahwa
dirinya telah melakukan pembayaran (lunas) sehingga tidak lagi ada sisa
tanggungan yang harus dia bayarkan.

Dalam kondisi semacam ini terjadi ‘ingkar’. Pembeli mengingkari tuduhan yang
dilontarkan oleh pembeli, maka dalam madzhab Sya 'i tidak boleh ada solusi
Ash-Shulh (damai).

Kenapa? Karena damai dalam kondisi semacam ini, ini menyebabkan satu dari
keduanya, satu dari dua orang yang berbeda itu akan memakan harta orang lain
dengan cara-cara yang zhalim.

Andai dalam kasus ini yang benar adalah penjual, berarti ketika ada damai
dengan memaafkan sebagian hak, berarti kita telah melegalkan membuka pintu
untuk pembeli (memakan) sebagian harta penjual.

Atau sebaliknya, kalau yang salah adalah penjual, maka dalam kondisi semacam
ini berarti kita telah melegalkan penjual untuk memakan harta pembeli, dan itu
adalah ta'awun (tolong menolong) dalam perbuatan dosa.

Karenanya dalam Mazhab Sya 'i, Shulh (‫ )ص ـ ـ ـ ـ ـ ـل ـ ــح‬dalam kondisi ingkar tidak
dibenarkan. Namun, Wallahu Ta'ala A’lam, dalil-dalil lain yang bersifat umum
(yang menganjurkan) Ash-Shulh (damai) bersifat umum. Sehingga mencakup
( ‫ ) ص ـ ـ ـ ـ ـ ـلـح‬perdamaian dalam kondisi ada kesepakatan (kesepahaman) atau dalam
kondisi tidak dicapai kata sepakat (terjadi persengketaan) dalam seluruh
masalah.

Apa yang diutarakan dalam Madzhab Sya 'i telah kita sampaikan bahwa alasan
yang diutarakan oleh Madzhab Sya 'i itu masih bisa diarahkan (dikompromikan)
karena akad ini melibatkan dua belah pihak. Sehingga yang berdosa, yang
terkena berbagai larangan yang telah diutarakan oleh para ulama Sya 'i adalah
pihak yang zhalim (yang berdusta).

Adapun pihak yang merasa berkepentingan untuk melakukan damai dalam


rangka menghindari hal yang lebih berat, konsekuensi yang lebih berat untuk
dipikul maka tidak ada alasan untuk mengharamkan.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 13 of 120


fi

fi

fi

fi

fi
Seperti halnya ketika anda disatroni oleh perampok anda hanya diberi pilihan
menyerahkan harta atau dibunuh, dan kemudian hartanya diambil. Dalam kondisi
terjepit semacam ini sering kali orang berpikir realistis. Daripada kehilangan
nyawa, kehilangan harta, lebih baik kehilangan harta tapi nyawa selamat. Karena
harta masih bisa dicari tapi nyawa siapa yang bisa mengganti?

Baik. Itu telah kita bahas telah kita kaji pada sesi sebelumnya.

Untuk kali ini kita sampai pada pernyataan Al Mualif :

ِ
.‫ ومعا وض ٌة‬، ‫ إبرا ٌء‬: ‫نوعان‬ ‫وهو‬

Menurut beliau, Ash-Shulh: damai, perjanjian damai, kesepakatan damai, atau


win win solution (solusi kekeluargaan). Itu ada dua model katanya

‫ ومعا وض ٌة‬، ‫إبرا ٌء‬

(1) Ibra (‫ )إبرا ٌء‬, yaitu memaafkan seluruh hak atau sebagiannya.
(2) Mu’āwadhah (‫)م ـ ـ ـ ـ ـ ـع ــا وض ـ ـ ـ ـ ـ ـ ٌة‬, barter, membarterkan hak yang terutang dengan
benda lain.

Contoh ‫ إب ـ ـ ـ ـ ـ ــرا ٌء‬adalah ketika ada dua orang yang berbeda dalam masalah utang
piutang. A berhutang 100 juta kepada si B, ketika jatuh tempo ternyata si A tidak
mampu atau terhalang (memiliki kesulitan untuk melakukan pembayaran).

Akhirnya si A menempuh jalur kekeluargaan. Dia meminta kepada si B agar si B


memaafkan, memberikan diskon atas hutang yang harus dibayar oleh si A.
Mengajukan keringanan, dan ternyata disepakati. Si B dengan sukarela
memaafkan, memberikan diskon keringanan atas tagihannya. 10 persen, 50
persen atau yang serupa.

Memaafkan hak semacam ini bila itu dilakukan secara sukarela tanpa intimidasi,
tanpa keterpaksaan itu sah-sah saja.

Suatu hari di zaman Nabi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam ada dua orang yang
bersengketa masalah utang piutang. Karena mereka berseteru di dalam masjid
akhirnya perseturan mereka, percekcokan mereka di dengar oleh Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sehingga beliau keluar dari rumahnya dan
berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 14 of 120


Maka dengan tau k dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan kearifan beliau dalam
mengkompromikan kedua belah pihak akhirnya dicapailah kesepakatan.

ِ ‫)أَن ض ـغــع ال ـ ـ ـ ـ ـ ـث ُّ ـ ُلـ‬, Nabi menganjurkan


Dan Nabi menganjurkan andho’i ats-tsuluts (‫ـث‬
kepada pihak kreditur yang menghutangi agar dia memaafkan sepertiga,
memberikan diskon sebesar sepertiga dari bagian yang dia inginkan.

Maka disepakatilah dari pihak kreditur akhirnya memaafkan sepertiga


piutangnya, dan kemudian pihak debitur (pihak yang berhutang) sanggup secara
kooperatif untuk melunasi 2/3 dari hutang yang dia pikul.

Ini, pola semacam ini disebut dengan Ibra’ (‫)إب ـ ـ ـ ـ ـ ــرا ٌء‬. Demikian pula halnya ketika
ada pihak yang memaafkan seluruh haknya. Misalnya pihak tadi, kasus A dan si
B. Si B kemudian mengatakan, “Saya maafkan, saya bebaskan dan saya anggap
lunas.” Seperti ini juga boleh. Itu termasuk kategori Ibra’ ( ‫)إبرا ٌء‬.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam Al-Qurānul Karim menyebutkan 2 contoh


Ibra’ (‫)إبرا ٌء‬, memaafkan sebagian hak.

Contoh pertama adalah kasus suami istri. Ketika suami menikah atau lelaki
menikah, menikahi seorang wanita dengan mas kawin terutang yang dibayar
pada waktu yang akan datang. Dan telah disepakati untuk adanya akad
pernikahan semacam ini, maka mereka menikahlah.

Setelah menikah, bisa jadi istri merasa iba dengan suaminya. Maka istri boleh
legal secara syari'at untuk kemudian memaafkan sebagian atau seluruh mas
kawinnya alias membebaskan suaminya dari sebagian atau seluruh mas kawin
yang harus dibayarkan.

Dan ini sah secara hukum syari'at. Bukan berarti nikah tanpa mas kawin. Mereka
nikah dengan mas kawin namun kemudian istri setelah terjadi pernikahan karena
satu atau dua alasan memaafkan suaminya dan itu sah-sah saja

Karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah mengizinkan hal itu dalam rman-Nya

َ ‫ضيْتُم ِب ِهۦ ِم ۢن بَ ْع ِد ٱ ْلفَ ِر‬


ۚ ‫يض ِة‬ َ ‫َو َال ُجنَا َح َع َليْ ُك ْم ِف‬
َ َ‫يما تَ ٰر‬

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 15 of 120


fi

fi

“Tidak mengapa untuk kalian wahai kaum suami untuk memakan, menerima mas
kawin yang kemudian direlakan oleh istrimu setelah adanya ketetapan mas
kawin itu.” [QS An-Nisa: 24

Alias ketika sudah terjadi kesepakatan untuk membayar sejumlah mas kawin
kemudian pernikahan pun telah sah dan ternyata di kemudian hari istri
memaafkan semua atau sebagiannya maka itu satu uluran tangan yang baik dari
istri.

Dan suami tidak tercela karena ketika menerima hal tersebut baik dikembalikan
secara tunai mas kawin tersebut atau dibebaskan dari tagihannya, dari beban
mas kawin. Dan ini sah secara hukum syari'at

Contoh kedua Allāh Subhānahu wa Ta’āla juga menceritakan perihal utang


piutang dalam surat Al-Baqarah. Allāh Subhānahu wa Ta’āla menceritakan
kewajiban orang yang berhutang membuat alat bukti berupa tulisan. Kemudian di
akhir ayat Allah menceritakan tentang riba, dosanya riba dan kemudian Allāh
Subhānahu wa Ta’āla ber rman :

‫ب لِلت َّ ْق َو ٰى‬
ُ ‫َوأَن تَ ْعفُوا أ َ ْق َر‬

“Kalau kalian memaafkan itu lebih dekat dengan ketakwaan.” [QS Al-Baqarah:
237

Dalam ayat lain Allah sebutkan

‫َوأ َ ْن تَ ْعفُوا‬

“Kalau kalian memaafkan maka itu lebih baik bagi kalian”.

Ayat ini menjelaskan tentang memaafkan atau membebaskan sebagian orang


yang berhutang dari sebagian tagihannya atau bahkan semuanya.

۟ ‫ص َّد ُقوا‬
َ َ‫َوأَن ت‬

“Kalau kalian bersedekah.” [QS. Al-Baqarah : 280

Dan kata-kata sedekah itu mencakup sedekah dengan memberi atau sedekah
dengan cara memaafkan. Ini semuanya adalah sah secara syari'at.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 16 of 120


]

fi
]

Ini model perdamaian yang pertama, yaitu dengan memaafkan sebagian atau
semuanya

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini. Kurang dan lebihnya
mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 17 of 120


.

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _KAMIS
| _20 Dzulqa’dah 1442H
| _01 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-73
📖 _Ash-Shulhu (Kesepakatan Damai) Bagian Keempat - Jenis Kedua
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Masih bersama Matan Al
Ghayah Fil Al-Ihtishor buah karya Asy Syaikh Al Imam Abu Syuja' Rahimahullahu
Ta'ala

Kesempatan kali ini kita sampai pada penjelasan beliau tentang ‫ ال ـ ـ ـ ـ ـ ـصـ ـل ــح‬Ash-
Shulhh, perdamaian, perdamaian antara dua orang yang bersengketa atau
berselisih

Kita sampai pada pernyataan Al Mualif

ِ
. ‫ ومعاوض ٌة‬،‫ إبرا ٌء‬: ‫نوعان‬ ‫وهو‬

Menurut beliau, Ash-Shulhu : damai, perjanjian damai, kesepakatan damai atau


win win solution, solusi kekeluargaan itu ada dua model katanya

‫ ومعاوض ٌة‬،‫إبرا ٌء‬

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 18 of 120


.

fi
,

Ibra (‫)إب ـ ـ ـ ـ ـ ــرا ٌء‬, yaitu memaafkan seluruh hak atau sebagiannya atau yang kedua
adalah muā’awadhah (‫ معاوض ٌة‬barter).

Ketika anda memiliki suatu hak atas orang lain, misalnya anda menghutangi
seseorang sejumlah 100 juta rupiah misalnya. Kemudian di kemudian hari ketika
jatuh tempo debitur anda yang berhutang merasa tidak mampu, merasa tidak
bisa melunasi.

Sehingga dia datang kepada anda mengajukan negosiasi. Mengajak negosiasi


dan kemudian ternyata dia mengusulkan untuk pelunasan hutang tidak
dibayarkan dalam bentuk uang tapi dibayarkan dalam bentuk barang.

Misalnya hutang yang semula 100 juta itu dibayar dengan satu unit kendaraan
atau satu unit rumah atau mungkin dibayar dengan sekian ekor domba atau
sekian ekor sapi. Kesepakatan semacam ini, ini dibenarkan secara tinjauan
syari'at. Yaitu muā’awadhah (‫)معاوض ٌة‬.

Sehingga dalam praktek ini terjadi barter atau transaksi jual beli. Dalam akad
semacam ini terjadi barter atau transaksi jual beli. Yaitu anda membeli satu unit
rumah atau satu unit kendaraan senilai 100 juta, sebesar piutang anda.

Sehingga dengan adanya kesepakatan ini pihak kreditur tidak lagi berhak untuk
meminta (untuk menagih). Sebagaimana pihak debitur sudah dianggap lunas
karena dia telah melakukan tanggung jawabnya yaitu membayar sejumlah
tagihan atau senilai tagihan.

Kalau dibayar rupiah dengan rupiah berarti dia telah lunasi, kalau dibayar
dengan barang ada kesepakatan untuk menerima barang sebagai pembayaran.
Maka ini disebut dengan ‫معاوض ٌة‬, jual beli.

Sehingga apapun solusi yang telah disepakati tersebut, boleh secara syari'at.
Baik memaafkan sebagian, menghapuskan semuanya, atau dengan barter.
Melakukan pelunasan dengan barang dan benda lain.

Akan tetapi perlu diingat, kalau yang dilakukan adalah barter, yaitu anda
menerima barang sebagai ganti dari piutang anda, maka berlakulah padanya
hukum jual beli.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 19 of 120


Sehingga kalau anda menghutangkan sejumlah uang 100 juta rupiah ketika jatuh
tempo pihak debitur tidak mampu melakukan pelunasan dalam bentuk uang
rupiah. Dia tidak punya uang tunai 100 juta rupiah, yang dia punya adalah uang
dolar.

Dalam kasus semacam ini, bolehkah piutang rupiah dibayar dengan dolar? Atau
sebaliknya, ketika anda berhutang dalam bentuk dolar dibayar dalam bentuk
rupiah.

Mayoritas ulama mengatakan, “Tidak boleh.” Kenapa? Karena dalam kasus ini
membayar rupiah dengan dolar, membayar utang dolar dengan rupiah itu sama
saja tukar menukar uang dengan non tunai, secara non tunai.

Padahal para ulama telah sepakat tukar menukar uang itu harus dilakukan
secara tunai. Ini rupiah dan ini dolar. Sehingga terjadi serah terima sik secara
tunai.

Ini Madzhab yang diajarkan dalam berbagai qih termasuk Madzhab Al Imam As
Sya 'i Rahimahullahu Ta'ala. Namun sebagaian ulama di antaranya Al Imam Ibnu
Taimiyah, Asy Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullahu Ta'ala dan lainnya
berpendapat bahwa:

“Membayar hutang rupiah dengan dolar atau sebaliknya hutang dolar dibayar
dengan rupiah, membayar hutang rupiah dibayar dengan emas atau membayar
hutang emas dibayar dengan rupiah secara hukum selama pembayarannya itu
lunas. Betul-betul disepakati lunas nominalnya sebesar atau senilai piutang,
maka sebagian ulama mengatakan boleh (sah).”

Dan ini tidak dianggap sebagai jual beli rupiah dengan dolar secara non tunai
atau jual beli emas dengan rupiah secara non tunai, tidak. Walaupun secara
sekilas terkesan ini adalah jual beli valas, valuta asing secara non tunai

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan pagi ini. Semoga Allāh
Subhānahu wa Ta’āla menambahkan tau k dan hidayah-Nya. Kurang dan
lebihnya mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 20 of 120


fi

fi
fi

fi
.

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _JUM’AT
| _21 Dzulqa’dah 1442H
| _02 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-74
📖 _Ash-Shulhu (Kesepakatan Damai) Bagian Kelima - Jenis Kedua (Lanjutan)
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Masih bersama Matan Al
Ghayah Fil Al-Ihtishor buah karya Asy Syaikh Al Imam Abu Syuja' Rahimahullahu
Ta'ala

Pada kesempatan ini kita sampai pada penjelasan beliau tentang Ash-Shulhu
(‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـص ـ ـل ـ ــح‬perdamaian. Perdamaian antara dua orang yang bersengketa atau
berselisih

Al Imam Ibnu Taimiyyah memberikan satu analisa yang mencerminkan akan


ketajaman nalar beliau, ketajaman analisa beliau.

Beliau mengatakan:

Utang yang sebesar 100 juta, yang itu masih ada dalam tanggungan si A, ketika
A berutang 100 juta kepada si B.

Utang 100 juta yang itu menjadi tanggungan si A, itu secara hukum dianggap
ready sehingga ketika si A mengatakan kepada si B

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 21 of 120


.

fi

"Wahai si B, saya tidak bisa membayar dengan uang rupiah, tetapi akan saya
bayar dengan uang dolar sebesar 9.000 dolar. Dengan konsekuensi seluruh
utang 100 juta lunas dengan uang 9.000 dolar"

Dalam kasus semacam ini, menurut Al Imam Ibnu Taimiyyah, sah secara hukum.
Karena si A sama saja telah membeli uang 100 juta yang ada ditanggungan dia,
yang seharusnya dia bayarkan kepada si B. Dibeli dengan berapa? Dengan
9.000 US dolar

Sehingga dengan kesepakatan ini, A dianggap bebas dari tanggungan dan si B


merasa mengakui bahwa dia telah mendapatkan haknya. Sehingga akad ini
membawa manfaat besar

• Pertama | Fleksibilitas kelapangan opsi yang longgar dalam melakukan


pembayaran tanggungan utang-piutang.

• Kedua | Kedua belah pihak, baik kreditur ataupun debitur merasa berhasil
menyelesaikan ikatan di antara mereka.

Pihak debitur merasa dianggap lunas dan pihak kreditur merasa mendapatkan
haknya. Sehingga akad ini membawa manfaat dan memberikan kelapangan
sehingga praktek semacam ini tidak tercakup dalam larangan,

‫بيع الكالئ بالكالئ‬

"Memperjual-belikan barang tertunda dengan barang tertunda.

Kenapa? Karena dalam prakteknya, yang tadi si A berutang kepada si B 100 juta,
dan kemudian ketika jatuh tempo si A tidak mampu mendatangkan uang rupiah,
yang dia bisa lakukan, yang dia miliki adalah uang dolar 9.000, sehingga secara
de facto uang 9.000 dolar itu tidak bisa dikatakan sebagai non tunai. Itu adalah
tunai

Sebagaimana nominal 100 juta yang itu ada ditanggungan si A secara hukum itu
juga ready, itu adalah tunai

Kenapa? Karena setelah transaksi dianggap lunas, tidak ada lagi tanggungan,
tidak atas A dan juga tidak juga atas si B. Sehingga ini secara hukum dianggap
lunas

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 22 of 120


.

Mereka berdalil dengan satu kasus di zaman Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam
yang diceritakan oleh Abdullah ibnu Umar. Beliau bertanya kepada Rasūlullāh
shallallahu 'alayhi wa sallam, bahwa beliau

‫ إني أبيع البقرة بالبقيع‬،‫يا رسول اهلل‬

"Ya Rasūlullāh, aku itu dagang sapi di pasar Naqi (nama pasar di kota Madinah
di sebelah kuburan Baqi)

Kemudian Abdullah bin Umar bertanya:

‫كنت أبيع البقرة بالدنانير‬

"Dalam berapa kasus, aku menjual sapi dengan nilai sekian dinar, tapi tatkala
terjadi pembayaran ternyata pembeli membayarnya bukan dengan dinar tetapi
membayarnya dengan dirham.

Sehingga kata beliau

‫أبيع الدراهم وآتخذ بالدنانير‬

"Aku dalam kasus lain, menjual dengan nilai dirham tapi ternyata
pembayarannya dengan dinar, dan demikian sebaliknya."

Apa hukumnya? Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menjawab:

َ ‫سمنها يَ ْو ِم َها َما َل ْم تَفْت َ ِر َقا َوبَيْن َ ُك َما‬


‫شىْ ٌء‬ َ ‫خذَهَا ِب‬
ُ ْ ‫س أ َ ْن تَأ‬
َ ْ ‫الَ بَأ‬

Tidak mengapa engkau melakukan praktik semacam ini, yaitu menjual dalam
bentuk dinar tapi ketika pembayaran dilakukan dengan dirham, atau sebaliknya
menjual kesepakatan jual-beli dengan dirham tapi ternyata ketika pembayaran
dengan dinar

Praktik semacam ini kata Nabi tidak masalah, boleh, tidak mengapa

‫َما َل ْم تَفْت َ ِر َقا‬

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 23 of 120


.

"

"

"Selama (ketika) kalian berpisah semua pembayaran telah dilakukan tunai


(lunas) tidak lagi tersisa pembayaran

Betul-betul terjadi secara tunai dan lunas

Dan wallahu ta'ala a’lam, pendapat ini secara tinjauan dalil ataupun secara
tinjauan maqasi (‫ ) َم ـ ـ ـ ـ ـ ـ َقـ ــاس‬syar'iah tujuan dan maksud serta substansi syari'at
pendapat ini lebih relevan, lebih kuat. Karena pendapat ini membawa
kemudahan tanpa melanggar aturan syari'at, tanpa menjerumuskan kita dalam
praktik riba atau gharar atau yang lainnya

Adapun hadits,

‫نهى عن بيع الكالئ بالكالئ‬

Nabi melarang jual beli tertunda dengan pembayaran tertunda maka secara
redaksi ataupun secara substansi hadits tersebut tidak sama sekali bertentangan
dengan praktik semacam ini, yaitu kompromi, kesepakatan untuk melakukan
pembayaran dengan dolar padahal utangnya dalam bentuk rupiah atau
sebaliknya

Secara substansi sama sekali tidak bertentangan dan secara tinjauan sanad
ternyata hadits

‫بيع الكالئ بالكالئ‬

Larangan memperjual-belikan barang tertunda dengan pembayaran tertunda


secara tinjauan sanadnya ternyata lemah. Tidak satupun jalur periwayatan hadits
ini yang dapat diterima

Namun demikian Al-Imam Ibnu Taimiyyah menjelaskan telah terjadi konsensus,


kesepakatan bahwa ada larangan jual-beli tertunda dengan tertunda yaitu
barangnya tertunda, inden pembayarannya hanya DP atau bahkan tanpa DP
sama sekali

Adapun dalam praktek yang tadi dijelaskan yaitu mu'awadhah (‫)م ـ ـ ـ ـ ـ ـعـ ـ ــاوض ـ ـ ـ ـ ـ ــة‬,
perdamaian dalam bentuk barter tidak sama sekali terjadi non tunai, justru pada
kasus tersebut terjadi barter tunai, yaitu anda membayar dalam bentuk rupiah
dan tanggungan anda sebesar sekian ribu dolar dianggap lunas.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 24 of 120


.

"

Atau sebaliknya tanggungan anda 100 juta rupiah dianggap lunas dengan anda
membayar 9.000 dolar, atau menyerahkan satu unit kendaraan, atau
menyerahkan sekian ekor sapi, atau domba misalnya.

Sehingga praktik ini sama sekali tidak bertentangan dengan larangan jual-beli
utang dengan utang, bahkan praktik semacam ini mewujudkan maslahat yang
sangat besar, kelapangan dan juga kemudahan bagi kaum muslimin dalam
bertransaksi dan melunasi tanggungan utang-piutang yang ada di antara
mereka

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan pagi ini, semoga Allāh
Subhānahu wa Ta’āla menambahkan tau k, hidayah. Kurang dan lebihnya
mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 25 of 120


.

fi

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _SENIN
| _24 Dzulqa’dah 1442H
| _05 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-75
📖 _Ash-Shulhu (Kesepakatan Damai) Bagian Keenam
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kita masih berbicara, berbincang-bincang tentang Bab Ash-Shulhu (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـصـلـح‬atau


perdamaian. Di sesi yang telah lalu telah disampaikan bahwa Ash-Shulhu (‫)الـ ـ ــصلح‬
secara global, menurut madzhab Imam Asy-Sya i, ada dua model

‫إبراء ومعاوضة‬

⑴ Ash-Shulh (perdamaian) dengan cara memaafkan seluruh tuntutan atau


sebagiannya

‫معاوضة‬

⑵ Perdamaian dengan mua'awadhah/barter (barter hak)

Dan pada sesi yang lalu, juga telah disampaikan apa maksud dari ibrā' (‫)إب ـ ـ ـ ـ ـ ــراء‬
yaitu memaafkan sebagian atau semuanya

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 26 of 120


fi
.

fi

Menurut muallif ‫ إبراء‬:

‫اقتصاره من حقه على بعضه‬

“Yaitu dia memaafkan sebagian dari haknya.

Sehingga yang semula tuntutannya (misalkan) 100 juta, kemudian dia


memaafkan sebagiannya, ini adalah sebuah Ash-Shulh (perdamaian).

Lalu bagaimana dengan memaafkan, keseluruhannya?

Dari penjelasan al-muallif terkesan bahwa memaafkan semuanya itu tidak masuk
dalam kategori Ash-Shulh. Karena kata Ash-Shulh itu memberi satu pesan
adanya win-win solution sehingga kedua belah pihak masih ada saling memberi
dan menerima.

Tetapi ketika pihak yang menggugat memaafkan seluruh gugatannya,


membatalkan semua gugatannya, menghalalkan semua haknya, maka secara
textual secara bahasa, secara redaksi penjelasan al-muallif itu tidak dikatakan
sebagai Ash-Shulh. Tetapi itu dikatakan sebagai al-‘afwu (memaafkan)

Dan secara pembagian disiplin ilmu qih, memaafkan walaupun itu substansinya
sama menggugurkan (memaafkan) hak. Namun ketika dimaafkan semuanya,
sehingga tidak terjadi Ash-Shulh, yang terjadi adalah al-‘afwu.

Dan al-‘afwu itu tingkatannya lebih tinggi dibanding Ash-Shulh, karenanya muallif
membatasi de nisi perdamaian pertama yaitu ibra' (‫ )إبراء‬dengan mengatakan:

‫اإلبراء اقتصاره من حقه على بعضه‬

“Yaitu dia mencukupkan diri dengan meminta sebagian atau menerima sebagian
haknya.

Namun secara substansional secara makna dan hakikat, ketika dicapai sebuah
kesepakatan untuk memaafkan semua hak sehingga tidak ada lagi tuntutan.
Secara substansi secara hakikatnya ini juga bisa dikatakan sebagai Ash-Shulh
(perdamaian)

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 27 of 120


fi

fi

Kenapa? Karena dengan memaafkan, maka persengketaan-perseteruan itu akan


berakhir, yang itu akan diikuti sebuah konsekuensi

Hubungan yang semula retak, interaksi yang semula rusak dengan adanya Ash-
Shulh, memaafkan, menghapuskan semua tuntutan maka hubungan yang
semula rusak ini akan kembali menjadi baik dan itu adalah tujuan, misi utama
dari adanya Ash-Shulh.

Karena Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam pernah bersabda, menceritakan


perihal dampak efek, negatif dari rusaknya hubungan

Beliau mengatakan

‫ذات البنيِ هيَ الحالِق ُة‬


ِ ‫فإ َّن فسا َد‬

Karena rusaknya hubungan antara dua pihak apapun alasannya, apapun


kronologinya, apapun latar belakangnya, motivasinya. Ketika terjadi hubungan
yang tidak harmonis, hubungan yang rusak, itu kata Nabi, “rusaknya hubungan
adalah karena ‫( الحالِق ُة‬penggundul)”.

َّ
‫الش ْع َر‬ ُ‫ول تَ ْحلِق‬
ُ ‫الَ أ َ ُق‬

“Aku tidak katakan rusaknya hubungan itu akan menggundul rambut kepala.

‫َو َل ِك ْن تَ ْحلِقُ ال ِّدي َن‬

“Rusaknya hubungan itu akan menghancurkan membumihanguskan


menggundul semua nilai-nilai keagamaan.

√ Amanat menjadi khianat


√ Kejujuran akan berganti menjadi dusta
√ Ukhuwah akan berganti dengan adawah (Persaudaraan akan menjadi
permusuhan)
√ Kecintaan (mahabbah) akan segera digantikan dengan kebencian

Belum lagi adanya kebencian, kekecewaan, sakit hati itu biasanya akan
berkepanjangan menjadi dendam bahkan bukan hanya pada oknum yang
bersangkutan langsung, tapi bisa jadi pada anak keturunan, karib, kerabat,
handai taulan, sahabat dan lain sebagainya

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 28 of 120


.

Tujuan ini, maslahat tercapainya harmonisasi hubungan yang semula rusak,


semula menjadi ternodai, ini adalah hakikat dari Ash-Shulh (perdamaian)

Sehingga kalau memaafkan sebagian hak saja sehingga tercapai kata sepakat,
menjadi harmonisasi hubungan kembali dinyatakan sebagai Ash-Shulh, apalagi
bila memaafkan semua hak, tentu lebih layak untuk dikatakan sebagai Ash-
Shulh.

Namun lagi-lagi, ini adalah sebuah tahrir musamayah atau musthalahah


syar'iyah. Ini kajiannya ditinjau dari sudut de nisi, walaupun substansinya sama,
tujuan sama tapi de nisi istilah dalam madzhab Sya 'i semacam itu

Karena itu ketika kita mengkaji ilmu qih kita perlu luwes, harus bisa memahami
bahwa bisa jadi antara secara tinjauan teoritis dalam satu madzhab berbeda
dengan substansi dan perilaku masyarakat

Seringkali masyarakat menganggapnya sama, tidak ada beda, demikian pula


secara hukum syari'at bisa jadi banyak hal disamakan. Namun secara tinjauan
de nisi qih bisa jadi terjadi perbedaan.

Kenapa? Karena dalam praktik masyarakat sering kali ada aspek tasamuh
tasahul ada perilaku gampangan, dianggap sama, toleransi, sehingga beda-
beda sedikit dianggap tidak beda, ini perilaku masyarakat

Tetapi secara disiplin keilmuan bisa jadi didapatkan antara dua hal itu perbedaan
yang mungkin perbedaannya kecil. Sehingga di masyarakat seringkali
perbedaan itu diabaikan.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, kurang dan lebihnya
mohon maaf.

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 29 of 120


fi

fi

fi

fi

fi
fi
.

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _SELASA
| _25 Dzulqa’dah 1442H
| _06 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-76
📖 _Ash-Shulhu (Kesepakatan Damai) Bagian Ketujuh
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Kita masih berbicara, berbincang-bincang tentang Bab Ash-Shulhu (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـصـلـح‬atau


perdamaian. Al-Imam Abu Syuja' rahimahullah ta’ala, beliau mengatakan

‫واليجو ز تعليقه على شرط‬

Dan Ash-Shulh (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـص ـ ـل ـ ــح‬yang berupa ibrā' (‫ )إب ـ ـ ـ ـ ـ ــراء‬perdamaian yang berupa
memaafkan sebagian hak harus dilakukan secara tulus, kenapa? Karena
dikatakan muallif

‫واليجو ز تعليقه على شرط‬

Tidak boleh kita lakukan dengan syarat, kalau memang mau memaafkan ya
memaafkan tanpa syarat. Jangan berkata ketika memaafkan, "Saya maafkan
kalau kita ketemu lagi di bulan depan". "Saya maafkan 30% dari tagihan utang
saya dengan syarat bila si fulan datang atau bila direstui oleh si fulan".

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 30 of 120


*

fi
.

Atau dengan syarat bila besok engkau berbuat demikian atau demikian

Adanya persyaratan ini menjadikan akad ibrā' (‫)إبــراء‬, memaafkan sebagian hak ini
menjadi gharar (tidak jelas) tidak ada kepastian, jadi dimaafkan atau tidak.

Padahal secara tinjauan qih, perlu digarisbawahi bahwa secara tinjauan disiplin
ilmu qih terutama dalam madzhab Sya 'i, akad-akad sosial karena perdamaian
dengan memaafkan itu merupakan bentuk dari akad sosial

Akad sosial itu seringkali mengandung unsur gharar (ketidakpastian) sehingga


ketika ditambah lagi ada aspek baru (kriteria baru) yang memunculkan gharar,
menjadikan kandungan gharar pada akad tersebut semakin jelas (dominan)
maka akadnya menjadi tidak sah (bathil).

Ini secara tinjauan ilmu qih dalam madzhab Asy-Sya 'i, kalau memang
memaafkan, maafkanlah tanpa syarat. Jangan bersyarat ketika memaafkan. Itu
fatwa yang diajarkan dalam madzhab Imam Asy-Sya 'i rahimahullahu ta'ala

Namun kalau kita kemudian komparasikan dengan madzhab yang lain,


bandingkan dengan madzhab yang lain, atau kita kaji secara tinjauan dalil,
adakah satu dalil baik dari Al-Quran atau As-sunnah atau 'Ijma' yang
mengharamkan (melarang) adanya syarat dalam ‫( إبراء‬memaafkan).

Dalil-dalil yang berkaitan dengan ‫( ال ـ ـ ـ ـ ـ ـصـلـح‬perdamaian) semuanya bersifat mutlak


alias dalil-dalil tersebut mengajarkan, membolehkan adanya praktek ‫ال ـ ـ ـ ـ ـ ـصـ ـ ـل ـ ــح‬
secara mutlak tanpa syarat apapun, kecuali satu syarat yaitu melanggar aturan
syari'at

Ketika perdamaian tersebut menyebabkan anda melakukan yang haram,


menabrak batas-batasan halal haram, mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram, maka itulah perjanjian yang terlarang

Sehingga Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,

ِ ‫الص ْلحُ َج‬


ٌ‫ائز‬ ُّ

“Semua jenis, semua bentuk perjanjian itu boleh (sah).

ُ ‫إِ َّال‬
‫ص ْل ًحا أ َ َح َّل َح َرا ًما أ َ ْو َح َّر َم َح َال ًال‬

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 31 of 120


fi
.

fi
fi
fi

fi

fi
.

“Kecuali perdamaian yang menyebabkan anda mengharamkan yang halal atau


menghalalkan yang haram.”

Seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam ketika


beliau minum madu dari salah satu rumah istri Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam

Setiap kali berkunjung ke rumahnya beliau disuguhi madu dan diminum. Di saat
istri-istri yang lain termasuk Aisyah, Hafshah serta yang lainnya tidak memiliki
madu yang bisa disuguhkan kepada Nabi.

Maka terjadi kecemburuan sosial, akhirnya terjadi perseteruan di kalangan istri


Nabi. Sehingga Hafshah, Aisyah serta beberapa istri yang lain, Maemunah,
mereka bermusyawarah untuk bagaimana caranya agar istri Nabi yang satu
tersebut yang biasa menyuguhi madu kepada Nabi tidak lagi bisa menyuguhkan
madunya kepada Nabi

Maka mereka bersepakat untuk berkata kepada Nabi, setiap kali berjumpa
dengan Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam salah satu dari mereka, Aisyah atau
Hafshah atau yang lain, istri-istri Nabi tersebut berkata, "Ya Rasulullah aroma
apa yang kurang sedap yang muncul dari dirimu?

Dan perlu diketahui bahwa Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam adalah orang yang
paling pantangan dengan hal-hal yang menimbulkan aroma tidak sedap.
Sehingga ketika pertanyaan ini disampaikan, pikiran Nabi sudah melayang
kemana-mana termasuk pengaruh madu tersebut

‫س ًال ِعن ْ َد فُالَنة‬


َ ‫ش ِربْتُ َع‬
َ

"Aku minum madu di tempatnya fulanah, istriku yang satunya lagi".

Ketika Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam masuk ke rumahnya Hafshah pun


demikian. Hafshah mengatakan, "Aroma tidak sedap apa yang aku dapatkan
darimu ya Rasulullah?"

Sehingga lagi-lagi Nabi menjawab, "Tidak ada lagi yang aku lakukan kecuali aku
minum madu di rumahnya fulanah"

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 32 of 120


.

"

Maka, kemudian setelah itu Nabi berikrar untuk menepis komentar negatif dari
istrinya tersebut dan mengatakan, "Kalau begitu saya tidak akan minum madu
lagi". Bersumpah untuk tidak minum madu.

Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam ketika sampai ke rumahnya


Hafshah, Hafshah didapatkan cemburu (marah) kepada Nabi Shallallahu'alaihi
wa sallam, karena Nabi seringkali mendatangi rumah budak beliau yang
bernama Mariah Qibthiyah, yang baru saja melahirkan dan memiliki seorang
anak bayi yang kecil yang bernama Ibrahim

Sehingga natural secara alami seorang ayah, Nabi seorang manusia biasa
memiliki perasaan, ada kasih sayang, ketika budaknya memiliki anak, apa lagi itu
anak laki-laki maka dalam diri Nabi ada rasa rindu ingin sering, ingin lebih lama
lagi duduk dan bersama si anak kesayangan ini

Sehingga Nabi seringkali datang ke rumahnya Mariah untuk menjenguk


anaknya, namun ternyata Hafshah cemburu. Sehingga Hafshah menunjukkan
kecemburuan yang sangat mendalam kepada Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam

Dan akhirnya Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam berkomitmen untuk melipur hati


Hafshah, untuk tidak lagi menggauli Mariah Qibthiyah, tidak lagi menggauli
budaknya.

Ini sebuah perdamaian yaitu Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam berkomitmen


untuk tidak menggunakan haknya, tanazul dari haknya sebagai seorang majikan
atas budaknya yaitu Mariah demi mendapatkan keridhaan, demi menyenangkan
istri beliau tercinta yaitu Hafshah

Ini sebuah perdamaian antara Nabi dengan Hafshah namun ternyata ini
perdamaian yang berkonsekuensi mengharamkan yang halal, maka Allah tegur
dengan Allah menurunkan satu surat yaitu surat Tahrim

ِ ‫ات اَزْ َوا‬


ۗ‫ج َك‬ َ ‫ض‬َ ‫يٰٓاَيُّ َها الن َّ ِبيُّ لِ َم تُ َح ِّر ُم َمآ ا َ َح َّل اهللُّٰ َل ۚكَ تَبْت َ ِغيْ َم ْر‬

"Wahai Nabi kenapa engkau mengharamkan atas dirimu sesuatu yang Allah
halalkan untukmu hanya gara-gara kamu ingin menyenangkan istrimu?

ِ ‫ح َّل َة اَيْ َم‬


ْ‫ان ُك ۚم‬ ِ َ‫ض اهللُّٰ َل ُك ْم ت‬
َ ‫َق ْد فَ َر‬

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 33 of 120


“Allah telah mewajibkan atas dirimu untuk menebus sumpahmu tersebut.” [QS
At-Tahrim: 1-2

Ini adalah sebuah fakta bahwa perjanjian yang menyebabkan kita terjerumus ke
dalam mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram itu perjanjian
yang batal demi hukum.

Sehingga kalau kita gabungkan dalil-dalil ini kita akan dapatkan satu kesimpulan.
Hukum asal Ash-Shulhu (perdamaian) itu boleh, kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram

Sedangkan dalam praktek perdamaian dengan cara memaafkan sebagian hak


atau memaafkan semua hak namun pemaafan tersebut bersyarat yaitu, “bila
datang waktu fulan demikian, bila si fulan datang maka saya akan maafkan
sebagian”

Dalam praktek ini tidak ada konsekuensi mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram sehingga secara tinjauan dalil seharusnya Shulhu
semacam ini boleh karena tidak ada melanggar aturan syariat dan itu wallahu
ta'ala a'lam pendapat yang lebih kuat dalam hal ini.

Yaitu boleh terjadi Shulhu (damai) termasuk damai dengan cara memaafkan
sebagian hak walaupun itu dengan adanya syarat-syarat tertentu selama tidak
melanggar aturan syariat

Demikian yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, kurang dan
lebihnya saya mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 34 of 120


.

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _RABU
| _26 Dzulqa’dah 1442H
| _07 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-77
📖 _Pemanfaatan Jalan Tembus dan Sebagian Ruang Publik
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Al-Muallif mengatakan

‫ واليــجوز فــي الــدرب املشــترك إالبــإذن‬.‫ويــجوز لــإلنــسان أن يشــرع روشــنا فــي طــريــق نــافــذبــحيث اليــتضرراملــاربــه‬
‫الشركاء‬

Katanya, ketika kita tinggal di suatu gang kalau gang itu adalah gang yang
tembus maka anda boleh membuka jendela, ventilasi udara di bagian rumah
anda yang manapun. Boleh di tengah, boleh di ujung rumah, boleh di belakang
rumah. Kenapa

Karena jalan ini jalan tembus sehingga tidak akan mengganggu siapapun yang
melintas, karena perlu diketahui jalan itu adalah hak semua orang yang tinggal di
perumahan tersebut.

Sehingga anda tidak boleh membuat suatu tindakan, membuka jendela atau
pintu atau cerobong asap yang dapat mengganggu pengguna jalan lainnya.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 35 of 120


_

fi
.

Misalnya membuka talang air untuk membuang limbah, misalnya dapat


mengganggu pengguna jalan lainnya,

Tapi kalau itu jalan yang tembus dan ternyata anda, ketika membuka jendela,
cerobong asap yang lainnya tidak mengganggu mereka maka itu boleh, karena
anda juga punya hak untuk memanfaatkan jalan tersebut dengan cara-cara yang
legal, dengan cara-cara yang proposional tanpa menganggu orang lain.

Namun ketika itu jalan buntu maka sangat dimungkinkan ketika anda membuka
jendela atau lubang asap atau yang lainnya, karena sirkulasi udara yang tidak
bebas, bisa jadi jendela anda ketika dibuka pintunya atau daun jendelanya dapat
menimbulkan gangguan bagi pengguna jalan, karena biasanya

1. Jalan buntu itu sempit


2. Sirkulasi udaranya tidak bebas

Sehingga asap atau yang lain yang keluar dari jendela anda itu akan
mengganggu pengguna jalan yang lainnya.

Dan ini memberikan satu penjelasan kepada kita bahwa dalam memanfaatkan
hak-hak bersama, fasilitas bersama, kita harus mengedepankan kebersamaan,
pemanfaatan kita tidak boleh sampai menimbulkan gangguan atau
menyebabkan pengguna yang lainnya itu merasa terganggu atau terhalangi,
terbatasi haknya, kenapa

Karena anda menimbulkan gangguan. Karena itu dalam literasi qih anda tidak
boleh menumpuk kayu, menumpuk barang di jalan yang menyebabkan jalan
umum itu menjadi sempit, menjadikan orang tidak bebas berlalu-lalang

Sehingga dari penjelasan ini kita bisa pahami bahwa ketika anda memiliki
kendaraan diparkir di jalan itu adalah jalan perumahan, jalan milik bersama dan
keberadaan kendaraan anda itu menimbulkan gangguan, menyebabkan orang
lain tidak bebas menggunakan jalan maka ini sudah menjadi satu bentuk
kezhaliman, karena itu gangguan

Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,

‫ان ِه َويَ ِد ِه‬


ِ ‫س‬َ ِ‫املسلِ ُم ْو َن ِم ْن ل‬
ْ ‫سلِ َم‬
َ ‫املسلِ ُم َم ْن‬
ْ

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 36 of 120


fi
.

"Dikatakan seseorang muslim yang benar-benar muslim adalah orang yang


seluruh kaum muslimin merasa aman, selamat dari gangguan tangan, lisan dan
tindakannya”. [HR Bukhari dan Muslim

Sehingga ketika anda parkir kendaraan di gang yang sempit, di jalan yang
sempit walaupun itu jalan tembus apalagi jalan buntu, itu sudah bisa dipastikan
mengganggu orang lain

Karena itu ketika ada kebijakan di sebagian PEMDA yang mengharuskan


siapapun yang punya kendaraan harus punya garasi maka itu suatu kebijakan
yang tepat, sejalan dengan kaidah-kaidah dalam ilmu qih

Kemudian Al-Muallif juga berkata

‫ويجوز تقديم الباب في الدرب املشترك واليجوزتأخيره إالبإذن الشركاء‬

Ketika anda tinggal di jalan yang itu bukan milik anda sendiri, jalan bersama,
jalan umum maka anda boleh membuka pintu di ujung depan rumah anda.
Sehingga anda ikut memanfaatkan jalan, memanfaatkan sirkulasi udara di awal
rumah anda di ujung jalan yang berbatasan dengan rumah anda

Tapi ketika anda ingi membalikkan sehingga menjadikan pintu rumah anda
berada di bagian belakang rumah bukan di bagian depan, maka anda harus
koordinasi dengan seluruh penghuni jalan tersebut atau seluruh penduduk yang
ada di jalan tersebut.

Kenapa demikian

Karena keberadaan pintu di belakang itu ada kesan monopoli dalam


pemanfaatan ruang umum, ruang publik dan pemanfaatan sirkulasi udara dan
lainnya.

Karena ketika anda masuk ke rumah anda, membuka daun pintu akan terbuka
ke jalan dan ketika anda pun mau memasukkan kendaraan maka itu juga bisa
jadi akan menjadikan anda menghalangi sebagian yang lain, tentu ini tidak
sesuai dengan kebersamaan

Karena itu akan lebih tepat bila anda tinggal di pinggir jalan anda tidak
membangun rumah hingga mepet di seluruh tanah anda, di seluruh batas tanah

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 37 of 120


fi
.

anda bangun hingga tidak tersisa sedikitpun. Setelah tembok anda langsung
jalan raya atau jalan umum, tentunya ini tidak bijak

Seharusnya anda menyisakan sekian centimeter dari tanah anda agar itu
menjadi ruang privasi anda. Sehingga rumah anda ketika anda parkir, anda
menumpuk kayu, itu anda tumpuk di tanah anda sendiri tidak di jalan umum

Praktek di berbagai perumahan sekarang justru sebaliknya, sampaipun got


dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi bahkan pagarnya pun dimajukan
sehingga menutupi got yang itu merupakan fasilitas umum.

Got itu pun ditutup dengan cor yang menyebabkan gotnya mampet dan
seterusnya, dan ini adalah praktek-praktek yang tidak sejalan dengan tuntunan
hukum syariat

Karena ini menimbulkan perilaku monopoli yang dampaknya merugikan orang


lain, tentu ini sekali lagi adalah bentuk dari satu kezhaliman, wallahu taala alam

Demikian yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, semoga Allāh
Subhānahu wa Ta’āla menabahkan tau k dan hidayah kepada anda. Kurang dan
lebihnya saya mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 38 of 120


.

fi
.

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _KAMIS
| _27 Dzulqa’dah 1442H
| _08 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-78
📖 _Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Pertama
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Masih bersama untaian (matan) atau kata-kata dari Al Imam Al Mualif Abu Syuja'
Rahimahullahu Ta'ala. Dalam kitabnya Matan Al Ghayah Fil Al-Ihtishor.

Kali ini kita sampai pada pembahasan tentang Al-Hawalah ‫ ال ـ ـ ـ ـ ـ ـحـ ـ ــوال ـ ـ ـ ـ ـ ــة‬yaitu
mentransfer hutang. Kasusnya transfer hutang dari seseorang kepada orang
lain, biasanya terjadi melibatkan 3 pihak.

Pihak pertama sebagai pihak yang berhutang atau debitur.

Pihak debitur ini atau pihak yang berutang ini atau kita sebut A misalnya
berhutang kepada si B sebesar 100 juta. Sehingga secara hukum A
berkewajiban membayar hutang tersebut kepada si B pada waktu yang telah
disepakati.

Di saat yang sama ada pihak ketiga yang bernama C misalnya. Si C berhutang
pula kepada si A dalam nominal tertentu atau mudahnya dalam nominal yang

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 39 of 120


fi

sama 100 juta. Si C berkewajiban pula untuk melunasi piutang si A, alias si C


pada saat jatuh tempo nanti ia berkewajiban untuk membayar 100 juta kepada si
A sebagaimana si A pada saat jatuh tempo dia berkewajiban membayar hutang
kepada si B.

Dalam kasus semacam ini seringkali si A yang berhutang kepada si B dia tidak
ingin karena satu atau dua alasan, tidak ingin melunasi hutang secara langsung
kepada si B. Namun ia memberikan surat perintah atau mengadakan
kesepakatan dengan si B agar si B menagihkan piutangnya kepada si C. Dan
agar si C membayarkan piutang si A kepada si B

Dengan praktek semacam ini, maka kemudian si A terbebas dari hutangnya


sebagaimana Si C juga terbebas dari hutangnya. Dan si B merasa telah
mendapatkan haknya dari si A. Praktek semacam ini disebut dengan Al Hawalah
(transfer piutang).

Dalam hukum Islam, hak Al Hawalah secara global di sepakati oleh para ulama
itu sebagai satu praktek yang legal (suatu praktek yang sah) alias masyru'. Sah
untuk dilakukan.

Dan ketika itu terjadi akad hawalah ini terlaksana maka berarti si A (pihak yang
berhutang kepada si B) akan terbebas dari tanggungannya. Sebagaimana si C
yang telah melakukan pembayaran kepada si B atas perintah A, maka si C juga
terbebas dari hutang kepada si A, sebagaimana si B merasa dia telah
mendapatkan haknya. Ini disebut dengan praktek hawalah.

Praktek hawalah ini sekali lagi telah disepakati di kalangan para ulama sebagai
satu praktek yang legal (satu praktek yang halal, sah secara hukum) dan itu
adalah salah satu instrumen (salah satu metode) yang diajarkan dalam Islam
sebagai solusi untuk pembayaran hutang piutang.

Karena sering kali dalam satu kasus hutang piutang si A mungkin tidak memiliki
nominal atau uang tunai untuk membayar kepada si B. Akan tetapi si C yang
berhutang kepada si A, dia mampu melakukan pembayaran. Dan dia bisa
memiliki uang tunai.

Atau kadang kala, kadang kala si A merasa tidak mampu menagih hutangnya
(menagih piutangnya) kepada si C. Karena si C ini misalnya pihak yang tidak
kooperatif, pihak yang mungkin memiliki kedudukan. Sehingga si A sungkan atau
tidak berani untuk melakukan penagihan.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 40 of 120


Tetapi pihak si B bisa jadi memiliki power (memiliki kekuatan) orang yang lebih
disegani oleh si C. Maka si A bersepakat dengan si B agar si B lah yang menagih
piutang si A sebagai instrumen pembayaran hutang si A. Ini alasan kedua.
Alasan karena A tidak mampu melakukan penagihan kepada si C.

Alasan ketiga, bisa jadi ini adalah sebagai bentuk pelarian. Bentuk pelarian dari
si A, dari melakukan tanggung jawabnya (membayar hutang kepada si B).
Kenapa? Karena bisa jadi A memiliki niat jelek (memiliki niat jahat). Ia tahu
piutangnya atas si C adalah piutang yang macet. Ia tidak mampu menagihnya.

Namun, ia juga tidak bersikap kooperatif kepada si B. Sehingga ia ingin


menjerumuskan si B agar tidak lagi menagih dirinya. Dan kemudian si B
berurusan dengan si C yang tidak kooperatif dalam urusan utang piutang.
Kadang niatnya baik, kadang niatnya jelek.

Dan masing-masing kondisi ini tentu memiliki hukum yang berbeda. Akan tetapi
secara garis besar (secara global) transfer utang semacam ini, itu secara global
sah. Dan dibenarkan dan bahkan diajarkan.

Apalagi bila kondisinya si C yang berhutang kepada si A ini ternyata memang dia
lebih mampu untuk melakukan pembayaran atau minimal dia sama. Memiliki
kapasitas kemampuan yang sama dengan si A untuk melakukan pembayaran.
Sehingga mereka kooperatif.

Dengan demikian terjadi satu interaksi yang mutualisme. Memendekkan proses


tagih menagih. Dan lebih cepat dibanding A menagih kepada si C, dan si C
mentransfer dananya. Kemudian baru si A mentransferkan dananya kepada si B.
Tentu ini akan terjadi proses panjang

Tetapi ketika si C langsung menyelesaikan tanggungannya kepada si B atas


perintah si A. Maka ini terjadi pemendekkan mata rantai interaksi atau hubungan.
Apalagi bila utang piutang tersebut bukan utang piutang dalam bentuk nominal
uang.

Bisa jadi utang piutang dalam bentuk pekerjaan atau utang piutang dalam bentuk
barang yang tentu mobilisasi pemindahan barang dari si C kepada si A kemudian
baru si A memindahkannya kepada si B.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 41 of 120


Ini tentu menimbulkan cost (menimbulkan beban baru), sehingga ketika terjadi
kesepakatan yang ini menguntungkan kedua belah pihak, daripada si C
bersusah payah memindahkan barang kepada si A kemudian si A memindahkan
barang kepada si B.

Maka dengan kesepakatan ini antara B dan A maka terjadi satu minimalisasi cost
(memperkecil biaya) yang timbul atas pemindahan barang.

Sehingga si C langsung memindahkan kepada si B. Apalagi bila jarak antara si B


dan si C ini sangat pendek (lebih murah) dibanding harus kepada si A terlebih
dahulu. Ini sangat-sangat memungkinkan terjadi di dunia perniagaan ataupun di
dunia hutang piutang.

Ini yang bisa saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allāh
Subhānahu wa Ta’āla menambahkan tau k dan hidayah-Nya kepada Anda.
Kurang dan lebihnya mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 42 of 120


fi

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _JUM’AT
| _28 Dzulqa’dah 1442H
| _09 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-79
📖 _Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Kedua
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Masih bersama untaian (matan) atau kata-kata dari Al Imam Al Mualif Abu Syuja'
Rahimahullahu Ta'ala. Dalam kitabnya Matan Al Ghayah Fil Al-Ihtishor.

Kali ini kita sampai pada pembahasan tentang Al Hawalah yaitu mentransfer
hutang. Secara de facto sekarang di masyarakat, praktek hawalah ini sangat
digemari dan banyak terjadi di masyarakat.

Sehingga adanya syari'at hawalah, dibenarkannya praktek hawalah, baik hutang


uang ataupun hutang barang. Ini tentu sangat relevan (sejalan) dengan
percepatan bisnis di dunia modern semacam ini.

Seperti yang terjadi pada praktek drop shipping, misalnya. Skema drop shipping
bisa jadi menemukan atau sejalan dengan praktek hawalah. Kenapa? karena
seorang drop shipper (orang yang menjalankan praktek perdagangan dengan
sistem drop shipping) dia menjual barang kepada, misalnya Si A ini sebagai
seorang drop shipper.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 43 of 120


_

fi

Dia menjual barang kepada si B berupa satu unit komputer dengan spec kriteria
yang telah disepakati. Kemudian si A ini secara de facto, dia tidak punya barang.
Namun dia menggunakan skema salam. Karena si B ketika order dia melakukan
pembayaran tunai.

Sehingga secara hukum si A memiliki tanggungan, memiliki kewajiban untuk


menyerahkan satu unit komputer dengan spec yang telah di sepakati. Kemudian
si A karena dia tidak punya barang, tetapi dia telah mendapatkan pembayaran
lunas.

Dengan pembayaran ini dia membeli barang tersebut kepada si C dengan


kriteria yang sama. Daripada si C mengirimkan barang kepada A terlebih dahulu,
kemudian A baru mengirimkan barang kepada si B. Padahal pada proses
delivery ini sangat berpotensi terjadi kerusakan barang, keterlambatan
pengiriman barang, dan juga tentu menimbulkan cost baru.

Maka solusi yang sering ditempuh oleh para pengguna skema drop shipping ini
mereka langsung. Si A memerintahkan bersepakat dengan si C agar si C
langsung mengirimkan barang yang dia beli kepada si B atas nama si A.
Sehingga si B ketika menerima barang dia mengira bahwa ini barang dikirim dari
alamatnya si A. Padahal sejatinya barang tersebut dikirim dari alamatnya si C.

Skema semacam ini di zaman sekarang ini, banyak diterapkan oleh para drop
shipper. Dan ini sejatinya memenuhi kriteria hawalah. Tentu setelah kita
mengetahui bahwa hawalah itu suatu praktek yang legal (yang halal) dalam
hukum Islam.

Bahkan itu membawa banyak manfaat, membawa banyak keuntungan bagi


kemudahan bagi banyak orang. Maka tentu hukum hawalah tentu harus kita kaji
lebih dalam. Tidak cukup kita hanya mengetahui bahwa secara global hawalah
itu benar

Al-Mualif Rahimahullahu Al Imam Abu Syuja' mengatakan,

‫و شرائط الحوالة أربعة أشياء‬

Kriteria atau syarat dibolehkannya praktek Al-Hawalah ini, itu ada 4.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 44 of 120


Al Mualif Rahimahullahu dalam pernyataannya ini merasa tidak perlu untuk


mengatakan (untuk menjelaskan) tentang hukumnya. Namun beliau langsung
masuk pada inti dari pembahasan yang diperlukan yaitu syarat-syarat hawalah.

Kenapa demikian? Karena ini merupakan satu isyarat dari beliau tersendiri
bahwa hukum hawalah itu telah selesai (tidak perlu dikaji). Karena itu suatu yang
disepakati oleh kalangan para ulama (suatu yang boleh). Sehingga tidak perlu
didudukkan kembali karena itu sudah nal (sudah selesai).

Dan telah terjadi 1 konsensus (kesepakatan) bahwa hawalah itu suatu praktek
yang legal dan hukumnya halal secara hukum syari'at. Sehingga beliau merasa
cukup untuk menjelaskan tentang syaratnya. Dan kata beliau syarat untuk bisa
melakukan praktek Hawalah itu ada 4:

1. Yang pertama

‫ وقبول املحتال‬،‫رضا املحيل‬

Yang pertama adalah ‫( املـ ـ ـ ــحيل‬pihak pertama) yaitu si A yang secara istilah ilmu
qih disebut ‫ امل ـ ـ ـ ـ ـ ـحـيــل‬. Karena dialah yang memindahkan piutang si B dari dirinya
kepada si C. Sehingga dia disebut sebagai ‫( املحيل‬yang mentransferkan) hutang.

2. Kemudian yang kedua adalah ‫( امل ـ ـ ـ ـ ـحـ ـت ــال‬pihak kedua) yang piutangnya
dialihkan tagihannya kepada pihak ketiga. Itu disebut di dalam ilmu qih dengan
kata-kata ‫امل ـ ـ ـ ـ ـ ـح ـ ـتـ ــال‬. Kedua orang ini harus ada kesepakatan ketika keduanya
sepakat maka hawalah itu sah. Karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam
bersabda

‫َمطْ ُل ا ْلغ َِنيِّ ظُ ْل ٌم‬

Penundaan (ketika ada praktek menunda-nunda), penundaan pelunasan hutang


yang dilakukan oleh orang yang sudah mampu, memiliki kecukupan, memiliki
kemampuan untuk melakukan pelunasan. Ketika dia menunda, maka kata Nabi
itu adalah sebuah bentuk kezhaliman.

Sehingga siapapun dari kalian yang memiliki piutang atau menagih hutangnya
kepada seseorang dan ternyata oleh pihak yang ditagih (pihak debitur, pihak
ٍ ‫( َمـ ـ ـ ـ ـ ــلِ ـ‬orang yang
yang berhutang) piutang anda ditransferkan kepada orang ‫ـيء‬

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 45 of 120


fi
,

fi

fi

mampu melakukan pelunasan, orang yang kooperatif, bersikap baik, jujur) ْ‫ﻓَﻠْﻴَﺘْﺒَﻊ‬
maka hendaknya dia nurut, dia menerima pemindahan atau transfer tagihan
tersebut

Dalam hadits ini, Nabi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam hanya menyebutkan dua
pihak :
• Pihak pertama yaitu si A yang mentransferkan hutangnya
• Dan pihak kedua yaitu pihak yang kreditur (pihak yang menagih).

Ketika dua pihak ini telah sepakat, maka pihak ketiga (yaitu si C) yang
berkewajiban. Dia suka atau tidak suka, dia harus menerima. Dia harus nurut
untuk menyelesaikan hutangnya kepada si A dengan dibayarkan kepada siapa?
Kepada si B.

Dari hadits ini para ahli qih menyimpulkan bahwa syarat pertama dibolehkannya
transfer hutang adalah adanya kesepakatan, kerelaan (Ridho) dari pihak yang
mentransfer kepada pihak yang ditransferkan piutang atau dipindahkan
tagihannya kepada pihak ketiga.

Adapun pihak ketiga, ia suka atau tidak suka, maka kerelaannya tidak
dipermasalahkan. Alias tidak menjadi persyaratan dalam sahnya akad hawalah

Ini yang bisa saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allāh
Subhānahu wa Ta’āla menambahkan tau k dan hidayah-Nya kepada Anda.
Kurang dan lebihnya mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 46 of 120


fi

fi
.

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _SENIN
| _02 Dzulhijjah 1442H
| _12 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-80
📖 _Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Ketiga
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Masih bersama untaian (matan) atau kata-kata dari Al Imam Al Mualif Abu Syuja'
Rahimahullahu Ta'ala. Dalam kitabnya Matan Al Ghayah Fil Al-Ihtishor.

Kali ini kita sampai pada pembahasan tentang Al Hawalah yaitu mentransfer
hutang

Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam mengatakan

َ ‫ح ُّل ِع ْر‬
‫ض ُه َو ُع ُقوبَتَه‬ ِ ُ‫َمطْ ُل ا ْلغ َِنيِّ ظُ ْل ٌم ي‬

Penundaan orang yang sudah mampu melakukan pelunasan hutang yang itu
dilakukan dengan sengaja itu adalah bentuk kezhaliman

َ ‫ح ُّل ِع ْر‬
‫ض ُه َو ُع ُقوبَتَه‬ ِ ُ‫ي‬

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 47 of 120


.

fi
.

Karena dia telah berlaku zhalim maka ia halal untuk digunjing, untuk dinodai
kehormatannya dengan cara disebutkan (diceritakan) perilakunya yang tidak
kooperatif.

Atau dalam konteks perundang-undangan perbankan misalnya di blacklist


namanya. Dimasukkan ke dalam daftar hitam sehingga perusahaan ataupun
bank ataupun yang lainnya tidak akan berinteraksi dengannya. Mewaspadai
ketika berinteraksi dengan orang tersebut

َ ‫ح ُّل ِع ْر‬
‫ض ُه َو ُع ُقوبَتَه‬ ِ ُ‫ي‬

Dan secara hukum perdata ia boleh dihukumi dengan cara dipenjara, bahkan
menurut sebagian ulama dia boleh dicambuk ketika dia dengan sengaja tidak
kooperatif melakukan pelunasan hutangnya. Ia boleh dicambuk sampai dia mau
melunasi hutangnya

ِ ُ ‫َو إِذَا أ‬
ْ‫ح ْلتَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢ‬

Dan bila kalian atau orang yang memiliki piutang itu diminta untuk menagihkan
ٍ ‫ َمـ ـ ـ ـ ـ ــلِـ‬,
piutangnya kepada pihak ketiga, yang pihak ketiga itu adalah pihak yang ‫ـيء‬
pihak yang kooperatif, pihak yang mampu melakukan pelunasan hutang, maka
ْ‫ ﻓَﻠْﻴَﺘْﺒَﻊ‬maka hendaknya dia nurut, dia menerima.

Dari hadits ini sebagian ulama menyatakan, bahwa akad hawalah (transfer
hutang) itu adalah bentuk dari wafa’, itu adalah bentuk dari pelunasan. Itu adalah
sebuah instrument yang diajarkan dalam islam untuk melakukan pembayaran
(pelunasan) hutang piutang.

Dan inilah pendapat yang lebih tepat, hawalah itu diklasi kasikan sebagai bentuk
al-wafa' adalah satu instrumen untuk melakukan pelunasan dan bukan masuk
dalam akad jual beli. Tidak termasuk dalam akad jual beli

Karena si A ketika mentransferkan hutangnya kepada si B, hutang si A ini


ditransferkan kepada si C, si A sejatinya tidak menjual piutang dia atas si C,
dijual kepada si B, tidak

Tetapi yang terjadi si A melunasi hutangnya kepada si B dengan cara


memberikan perintah (mengizinkan) kepada si B untuk menagihkan piutangnya
kepada si C.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 48 of 120


fi
.

Sehingga dengan skema semacam ini yang terjadi sejatinya bukan jual beli
hutang dengan hutang, tetapi ini adalah sebuah al-wafa' sebuah praktek
pelunasan hutang piutang, penyelesaian hutang piutang

Sehingga karena ini bukan jual beli maka tidak berlaku padanya hukum jual beli,
yang berlaku adalah hukum atau al-qadha atau al-wafa' (hukum melunasi hutang
piutang). Dan tentu secara garis besar hukum-hukum wafa', hukum-hukum dayn
(‫ )دي ـ ـ ـ ـ ـ ــن‬hukum-hukum melunasi hutang piutang lebih eksibel, lebih lunak, lebih
longgar dibanding hukum jual beli.

Karena kalau hawalah ini dianggap sebagai hukum jual beli tentu akan memiliki
persyaratan-persyaratan yang ketat, karena ini jual beli uang dengan uang,
memungkinkan terjadi jual beli uang dengan uang, maka akan berlaku padanya
hukum riba. Harus tunai sama nominalnya, tidak boleh ada selisih, tempo
pelunasannya pun harus sama, dan ini tentu sangat sulit dipenuhi

Karena itu wallahu ta'ala a'lam pendapat yang lebih kuat dan lebih rajih dalam
hal ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa al-hawalah itu adalah satu
bentuk, satu instrumen pelunasan hutang piutang dan bukan praktek jual beli

Dengan demikian kita bisa pahami bahwa hukum-hukum yang akan berlaku
yang akan dijelaskan oleh Mualif sejatinya adalah hukum sosial, interaksi sosial
karena ini adalah hukum hawalah itu dikategorikan sebagai bentuk al-wafa'u
addain, instrumen pelunasan hutang-piutang bukan model jual beli

Ini syarat harus adanya


‫ وقبول املحتال‬،‫رضا املحيل‬
Kerelaan, kesepakatan antara pihak pertama dengan pihak kedua.

Adapun pihak ketiga, maka pihak ketiga, rela atau tidak rela, suka atau tidak
suka maka dia harus mengikuti kesepakatan yang telah terjadi antara si A dan si
B

Sekali lagi pihak ketiga, ia harus menerima kesepakatan yang telah terjadi antara
si A dan si B. Karena si C, ia sama sekali tidak ada kerugian, tidak menanggung
resiko apapun atas terjadinya kesepakatan hawalah ini antara si A dan si B

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 49 of 120


.

fl
.

Karena bagi si C sama saja melakukan pelunasan kepada si A ataupun kepada


si B, karena intinya tidak ada bagi dia rugi ataupun resiko kalau dia harus
melunasi kepada si A ataupun ke si B

Ini yang bisa saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allāh
Subhānahu wa Ta’āla menambahkan tau k dan hidayah-Nya kepada Anda.
Kurang dan lebihnya mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 50 of 120


fi
🌐 *WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _SELASA
| _03 Dzulhijjah 1442H
| _13 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-81
📖 _Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Keempat
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala

Masih bersama untaian matan atau kata-kata dari Imam Al-Muallif Abu Syuja’
rahimahullah ta'ala, dalam kitabnya Matan Al Ghaya Fil Al-Ihtishor, kali ini kita
sampai pada pembahasan tentang Al-Hawalah (‫ )الحوالة‬yaitu mentransfer hutang.

Syarat ketiga

‫وكون الحق مستقرا في الذمة‬

Piutang si B sebagaimana pula piutang si A kepada si C, itu semua adalah


piutang yang sudah inkrah, suatu piutang yang sudah berkekuatan hukum alias
tidak ada potensi batal, potensi gagal

Sehingga betul-betul piutangnya si B kepada si A, sebagaimana pula piutang si A


kepada si C, itu betul-betul sudah nal tidak ada kemungkinan batal, alias betul-
betul sudah berkekuatan hukum, sudah tetap (itu sebuah piutang yang sudah
tetap dan wajib dibayar)

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 51 of 120


:

fi
*

fi
.

Adapun piutang yang belum tetap, baik piutang si B kepada si A ataupun


piutangnya si A kepada si C, maka tidak boleh ada praktek hawalah (‫)الحوالة‬

Kenapa demikian? Karena menurut madzhab Imam Asy-Sya 'i, hawalah (‫)الـ ـ ــحوالـ ـ ــة‬
itu adalah jual beli hutang dengan hutang.

Sehingga kalau hutang si A kepada si B atau pun hutang si C kepada si A, salah


satunya adalah hutang yang belum tetap, masih ada potensi batal. Maka
membuka terjadinya praktek jual-beli uang dengan uang secara non tunai

Dan ini tentu terlarang kalau itu dalam praktek jual-beli. Namun sekali lagi bahwa
yang lebih tepat, lebih kuat hawalah (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـحـوال ـ ـ ـ ـ ـ ــة‬itu bukan jual-beli hutang dengan
hutang, tetapi itu salah satu bentuk atau satu instrumen pembayaran hutang-
piutang

Sehingga persyaratan bahwa hutangnya harus telah berkekuatan hukum itu


secara tinjauan dalil kurang begitu kuat. Selama terjadi kerelaan, kesepakatan
maka tidak mengapa sehingga misalnya seperti ini;

Ketika si A telah memiliki piutang kepada si C dan piutang ini telah berkekuatan
hukum, kemudian si A berencana untuk melakukan atau mengambil hutang dari
si B

Kemudian ada kesepakatan bahwa si B akan memberikan talangan pendanaan


(pembiayaan) sejumlah piutang si A kepada di C, pada waktu yang akan datang

Misalnya seperti yang sering terjadi sekarang di praktek perbankan. Ketika anda
mentautkan suatu transaksi dengan rekening anda, kalau saya bertransaksi
maka langsung auto debit dari rekening tersebut

Seringkali kawan-kawan yang telah sadar tentang haramnya riba, namun


terpaksa harus menggunakan kartu kredit, maka sering kali menggunakan
skema auto debit, sehingga dia telah membuat suatu kesepakatan dengan pihak
penerbit kartu kredit

Bahwa setiap transaksi yang timbul dengan kartu kredit tersebut, maka akan
terjadi praktek auto debit dari rekening yang telah dimiliki oleh pengguna kartu
kredit tersebut

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 52 of 120


.

fi
.

Praktek semacam ini, ini bisa dikategorikan sebagai bentuk hawalah (‫)ال ـ ـ ـ ـ ـ ـحــوال ـ ـ ـ ـ ـ ــة‬
karena ketika si pemilik kartu kredit melakukan transaksi di suatu mall ataupun
hotel (sewa-menyewa hotel) misalnya, kamar di hotel ataupun yang lainnya.

Maka sejatinya ketika transaksi ini, dia telah berkewajiban melakukan


pembayaran senilai transaksinya, namun dia tidak melakukan pembayaran
secara tunai

Tetapi apa yang dilakukan? Pembayarannya langsung dibebankan kepada


rekening yang dia miliki yang ada di suatu bank

Sehingga praktek semacam ini, auto debit semacam ini bisa dikategorikan
sebagai bentuk hawalah (‫)ال ـ ـ ـ ـ ـ ـحــوال ـ ـ ـ ـ ـ ــة‬, namun tentu sekali lagi, auto debit ini tidak
memenuhi kriteria yang disebutkan oleh madzhab Imam Asy-Sya 'i

Namun karena, sekali lagi pendapat yang paling kuat hawalah (‫ )ال ـ ــحوال ـ ــة‬itu adalah
bentuk instrumen pembayaran hutang maka praktek semacam ini, secara hukum
boleh

Karena memang madzhab Sya 'i boleh dikata mempersepsikan hawalah (‫)ال ـ ــحوال ـ ــة‬
itu sebagai bentuk jual-beli. Sehingga persyaratan hawalah (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـحـ ــوال ـ ـ ـ ـ ـ ــة‬dalam
madzhab Sya 'i itu sangat ketat bahkan bisa dikatakan akan sangat sulit bisa
dipenuhi oleh seseorang yang ingin menerapkan praktek hawalah (‫)الحوالة‬.

Karena itu sekali lagi, dalam hal ini yang lebih kuat adalah pendapat yang
diajarkan dalam madzhab Imam Malik dan juga Imam Ahmad bin Hambal bahwa
halawah (‫ )ال ـ ــحوال ـ ــة‬itu adalah bentuk instrumen pembayaran hutang bukan jual-beli
hutang dengan hutang

Ini yang bisa saya sampaikan pada kesempatan kali ini, semoga Allah
Subhanahu wa Ta’ala menambahkan tau k dan hidayah kepada anda. Kurang
dan lebihnya saya mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 53 of 120


.

fi

fi
.

fi
.

fi
.

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _RABU
| _04 Dzulhijjah 1442H
| _14 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-82
📖 _Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Kelima
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala

Masih bersama untaian matan atau kata-kata dari Imam Al-Muallif Abu Syuja’
rahimahullah ta'ala, dalam kitabnya Matan Al Ghaya Fil Al-Ihtishor, kali ini kita
sampai pada pembahasan tentang Al-Hawalah (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـح ــوال ـ ـ ـ ـ ـ ــة‬yaitu transfer hutang
piutang

Kali ini beliau mengatakan

،‫وكون الحق مستقرا في الذمة‬

Hawalah (transfer hutang) dibolehkan bila hutang tersebut betul-betul telah


berkekuatan hukum (telah tetap)

‫مستقرافي الذمة‬

Bukan hutang yang akan terjadi atau hutang yang potensi batal. Betul-betul
mustaqir (‫)مستقر‬.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 54 of 120


.

fi
.

Dengan demikian, mengadakan akad ‫( ال ـ ـ ـ ـ ـ ـح ــوال ـ ـ ـ ـ ـ ــة‬transfer hutang) pada hutang


piutang yang belum tetap, masih ada kemungkinan batal atau hutang yang
belum terjadi, sebagai contoh misalnya

A memberikan piutang kepada si C sebesar Rp.100 juta, dengan demikian si C


pada waktu yang telah disepakati (misalnya) satu bulan yang akan datang
berkewajiban membayar sebesar Rp.100 juta kepada si A

Kemudian si A berkata kepada si B, "wahai si B kalau aku butuh nanti aku akan
berhutang kepadamu sebesar seratus juta" atau "besok saya akan berhutang
kepadamu seratus juta dan pembayarannya silahkan engkau menagih kepada si
C, karena si C berhutang kepada saya sebesar seratus juta"

Kesepakatan semacam ini dalam madzhab al-Imam Sya ’i tidak dibenarkan,


Kenapa?

Karena ikatan hutang piutang antara si A dan si B belum tetap, baru rencana
hutang-piutang. Padahal dalam terminologi dalam sudut pandang madzhab
Sya ’i akad ‫ الــحوالــة‬itu adalah bentuk dari akad jual beli yaitu anda menjual piutang
anda atas si C kepada si B.

Namun kalau ternyata hubungan hutang pihutang anda dengan si B belum tetap
maka ini terjadi jual beli hutang dengan hutang secara non tunai atau
mengandung unsur gharar.

Namun seperti yang pada sesi sebelumnya telah disampaikan bahwa menurut
pernyataan ataupun pendapat yang lebih kuat dan sejalan/lebih dekat dengan
makna hadits nabi shallallahu'alaihi wa sallam, akad ‫ ال ـ ـ ـ ـ ـ ـحـ ـ ــوال ـ ـ ـ ـ ـ ــة‬tidak dapat
diklasi kasikan sebagai akad jual beli hutang dengan hutang atau jual beli
piutang dengan piutang tetapi lebih tepatnya akad ‫ ال ـ ـ ـ ـ ـ ـح ــوال ـ ـ ـ ـ ـ ــة‬itu diklasi kasikan
sebagai instrumen pembayaran (instrumen pelunasan) hutang

Apa dasarnya

Dasarnya Nabi shallallahu'alaihi wa sallam bersabda

‫َمطْ ُل ا ْلغ َِنيِّ ظُ ْل ٌم‬

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 55 of 120


fi
fi

fi
.

fi
Penundaan orang yang sudah berkecukupan memiliki kemampuan untuk
melunasi hutang itu adalah bentuk kezhaliman. Itu adalah salah satu praktek
kesewenang-wenangan (kezhaliman)

Kemudian Nabi shallallahu'alaihi wa sallam memberikan (menjelaskan)


konsekuensi dari perbuatan zhalim dengan cara menunda pembayara

َ ‫ح ُّل ِع ْر‬
‫ض ُه َو ُع ُقوبَتَه‬ ِ ُ‫ي‬

Kalau orang yang sudah berkecukupan mampu melakukan pelunasan hutang


namun dia tidak melakukannya (sengaja menunda) maka

َ ‫ح ُّل ِع ْر‬
‫ض ُه َو ُع ُقوبَتَه‬ ِ ُ‫ي‬

Kehormatannya boleh dilanggar dengan cara digunjing, dengan cara


disampaikan kepada orang yang berwenang untuk dilakukan tindakan yang
seperlunya untuk menghentikan kezhaliman orang tersebut

Atau kalau dalam konteks modern, jaman kita sekarang, mungkin kita
mengajukan (melaporkan) kepada institusi (lembaga) yang berwenang untuk
menerbitkan, misalnya blacklist sehingga orang tersebut diklasi kasikan tidak
kooperatif dalam melakukan pembayaran hutang

Atau mengajukan hukum pailit ke pengadilan, melaporkan ke pengadilan agar


dia dipailitkan

‫َو ُع ُقو َبتَه‬

Dan kalau memang dirasa perlu maka pihak pengadilan berhak (berwenang)
untuk menjatuhkan hukuman kepada orang tersebut, baik dengan cara dipenjara
atau dengan cara dicambuk (dipukul) agar dia menghentikan kezhalimannya
dengan cara segera membayar hutang

Selanjutnya Nabi bersabda,

‫يل أ َ َح ُد ُك ْم َع َلى َملِيٍّ فَ ْليَ ْحت َ ْل‬


َ ‫ح‬ِ ُ ‫َو إِذَا أ‬

Kalau engkau memiliki piutang atas seseorang kemudian orang itu


mentransferkan piutangmu (memindahkan) atau meminta kepadamu untuk

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 56 of 120


fi
n

menagihkan piutangmu kepada orang lain yang ٍّ‫( َمـ ـ ـ ـ ـ ــلِي‬adalah orang yang mampu
orang, yang cakap secara hukum) untuk melakukan pembayaran. Memiliki
kemampuan, berkooperatif sikapnya maka hendakny

‫فَ ْل َي ْحت َ ْل‬

Hendaknya engkau merestui (menyetujui) pemindahan tagihan tersebut (transfer


piutang) tersebut

Kalau kita cermati dengan seksama hadits ini, konteksnya berbicara tentang
hutang piutang dan kewajiban membayar hutang dan hukum yang berkaitan
dengan tagihan piutang

Sehingga secara sistematika mempersepsikan transfer piutang itu sebagai


instrumen pembayaran hutang itu lebih sejalan (relevan) dengan konten hadits
Sehingga hadits ini dari awalnya hingga akhirnya, satu nafas, satu makna, satu
tema, yaitu berbicara tentang pembayaran dan pelunasan hutang-piutang

Sedangkan ‫ ال ـ ـ ـ ــحوال ـ ـ ـ ــة‬transfer piutang itu diklasi kasikan sebagai jual beli dianggap
sebagai salah satu model jual beli, maka antara awal hadits dengan akhir
haditsnya tidak berkesinambungan. Tentu ini kurang cocok tidak kuat

Karenanya wallahu taala alam, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang
menyatakan bahwa ‫ ال ـ ـ ـ ـ ــحوال ـ ـ ـ ـ ــة‬itu adalah salah satu instrumen pembayaran hutang
piutang karena ‫ ال ـ ـ ـ ـ ـ ـحـ ـ ــوال ـ ـ ـ ـ ـ ــة‬adalah instrumen pembayaran hutang maka kita
memahami kita dapat simpulkan bahwa ‫ ال ـ ـ ـ ـ ـ ـح ــوال ـ ـ ـ ـ ـ ــة‬tentu lebih eksibel (longgar)
hukum-hukumnya dibanding jual beli

Karena hutang piutang, pembayaran hutang piutang itu adalah salah satu bentuk
akad sosial, bukan komersial. Dan para ulama telah menggariskan bahwa dalam
akad-akad sosial ada eksibilitas (kelonggaran) yang lebih luas (lapang)
dibanding hukum-hukum yang berlaku pada akad jual beli

Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mentransferkan piutang


yang belum x (belum jadi), piutang yang akan terjadi di masa yang akan datang
atau piutang yang masih potensi batal, ditransfer kepada piutang yang sudah
tetap secara hukum sah-sah saja, karena tidak ada larangan secara tegas
ataupun secara mahfum, tidak ada larangan sama sekali. Padahal hukum asal
dalam muamalah adalah halal sampai ada larangan.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 57 of 120


fi
.

fl
.

fi

fl
.

Dalam praktek transfer piutang yang belum berkekuatan hukum atau bahkan
belum terjadi dan akan terjadi kepada piutang yang sudah berkekuatan hukum
(tetap) secara tinjauan dalil tidak ada alasan untuk melarang, hukum asalnya
boleh.

Apalagi dengan transfer semacam ini ada maslahat yang besar bagi kedua belah
pihak, ada kemudahan sehingga sejalan dengan anjuran-anjuran yang banyak
dalam Al-quran ataupun hadits untuk menyegerakan pelunasan hutang

Karena ini wallahu taala alam, pendapat yang lebih tepat, yang lebih kuat adalah
pendapat yang menyatakan bahwa mentransferkan piutang yang belum
berkekuatan hukum.

Sehingga kita katakan kepada calon pembeli ataupun penjual ataupun partner
atau calon kreditur kita, berkesepakatan dengan mereka agar bila nanti anda
berhutang kepada mereka maka mereka akan menagihkan piutangnya kepada
pihak ketiga yang mereka telah berstatus sebagai debitur mereka, berhutang
kepada anda senilai hutang yang akan anda ambil dari pihak kedua tadi, maka
secara hukum tidak masalah

Karena tidak ada larangan dalam hal ini, hukum asal dalam hal muamalah itu
adalah halal

Ini yang bisa kami sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf.

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 58 of 120


🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _KAMIS
| _05 Dzulhijjah 1442H
| _15 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-83
📖 _Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Keenam
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Masih bersama untaian kata-kata yang dirangkaikan oleh Al-Imam Abu Syuja'
rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya Matan Al Ghayah Fil Al-Ihtishor. Kita masih
membahas tentang ‫ باب الحوالة‬bab penjelasan tentang transfer hutang piutang.

Kali ini beliau mengatakan

Syarat keempat

،‫واتفاق مافي ذمة املحيل واملحال عليه في الجنس والنوع والحلول والتأجيل‬

Syarat selanjutnya transfer hutang piutang itu dibolehkan bila hutang pertama
dan hutang kedua itu sama, betul-betul sama: baik kadarnya, jatuh temponya,
kemudian jenisnya, bentuknya, spesi kasinya ➟ betul-betul identik

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 59 of 120


_

fi
fi
.

Sebagai contoh kalau anda memiliki piutang, atau si A memiliki piutang atas si C
sebesar seratus juta rupiah dan kemudian si A berhutang kepada si B sebesar
delapan ribu dollar Amerika

Maka tidak boleh ada kesepakatan antara si A dan si B untuk mentransferkan


piutang si B kepada si C, alias A tidak boleh dan si B juga tidak boleh untuk
mengadakan kesepakatan agar piutang si A atau piutang si B ditagihkan kepada
si C, kenapa? Ada perbedaan mata uang

Atau kalau ada kasus (misalnya) hutang si A atas si C jatuh temponya satu bulan
yang akan datang. Sedangkan hutang A kepada si B jatuh temponya dua bulan
yang ada datang. Ada selisih tempo maka juga tidak boleh ada transfer hutang di
sini.

Kenapa? Karena ini sama saja menyegerakan pembayaran alias si B


mendapatkan keuntungan yaitu disegerakan pembayaran hutangnya. Karena
hutangnya jatuh tempo dua bulan sedangkan hutang si C kepada si A jatuh
temponya satu bulan, dan ini menurut madzhab Sya 'i adalah terlarang karena
ini ada potensi riba, ada potensi keuntungan yang muncul

Atau jenisnya berbeda, anda berhutang 1 kwintal beras dengan kriteria beras
pandan wangi 1 kwintal, si C berhutang beras 1 kwintal pandan wangi kepada si
A dan kemudian si A berhutang beras 1 kwintal atau seratus kilo kepada si B dari
jenis beras rojolele. Ada beda kriteria, ada selisih mutu misalnya, spesies barang
yang berbeda.

Maka dalam kasus macam ini menurut madzhab Sya 'i tidak boleh ada transfer

Si A tidak berkata kepada si B, "Wahai si B, tagihkan piutangmu kepada si C


seratus kilo beras".

Kenapa? Ada beda ‫ال ـ ـ ــنوع‬, ada perbedaan jenis beras, varietas berasnya berbeda.
Maka menurut madzhab sya 'i ini tidak boleh. Karena ini membawa keuntungan,
potensi membawa keuntungan.

Namun wallahu ta'ala a'lam, pendapat yang lebih tepat berdasarkan sudut
pandang bahwa hawalah itu adalah instrumen pembayaran hutang piutang,
bukan jual beli, maka adanya selisih takaran, adanya beda jenis, itu tidak
mengapa.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 60 of 120


fi

fi
fi
.

Karena hawalah hanyalah instrumen pembayaran, dan di saat pembayaran


(pelunasan) hutang pihak kreditur berhak, dan legal (boleh) secara syar'i untuk
memaafkan sebagian tagihan. Memberi piutang satu kwintal dia rela dibayar
delapan puluh kilo saja. Tentu ini suatu hal yang terpuji

Sebagaimana bila si A yang berhutang kepada si B, rela memberikan tambahan


tanpa adanya syarat (kesepakatan) sebelumnya untuk melebihkan pembayaran

Misalnya si A berhutang seratus juta kepada si B, kemudian ketika waktu jatuh


tempo si A berkata kepada si B, "Wahai si B, tagihkan piutangmu kepada si C
karena si C berhutang kepadaku seratus dua puluh juta".

Adanya selisih nominal semacam ini, bila itu tidak dipersyaratkan di awal akad
hutang piutang, itu hanya keinginan sepihak dari si A (pihak debitur/pihak
berhutang) maka tidak mengapa dan itu bukan riba

Karena pada suatu hari ada seorang Arab (Arab Badui) datang kepada Nabi
menagih hutang. Nabi pernah berhutang seekor unta muda kepada arab badui
tersebut.

Ketika jatuh tempo si arab badui ini datang menagih, maka Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam memerintahkan Abu Ra ' radhiyallahu ta’ala ‘anhu
(budak beliau) agar mencarikan onta yang sepadan (sama) dengan onta yang
pernah dihutang oleh Nabi shallallahu'alaihi wa sallam

Namun Abu Ra ' kembali dan mengatakan

"Wahai Rasulullah setelah aku cari dari onta-onta yang kita miliki ternyata aku
ِ ‫خـ ـ ـ ـ ـ ـ يَ ــارا ربَ ـ ـ ـ ـ ـ ـ‬
tidak menemukan onta kecuali onta yang ‫ـاعـ ـ ـ ـ ـ ـ يً ــا‬ ِ onta yang bagus dan
َ ً
umurnya sudah 4 tahun lebih, sedangkan engkau berhutang kepada lelaki ini ‫بَـ ْك ًرا‬,
onta yang baru berumur 2 tahun."

Tentu onta yang umur 4 tahun nilainya yang lebih besar, lebih tinggi dan
badannya juga lebih gede dibanding onta yang berumur 2 tahun.

Maka Nabi shallallahu'alaihi wa sallam kemudian menyatakan kepada Abu Ro ’,


"Berikan onta tersebut kepada Badui ini sebagai pembayaran (ganti) onta muda
(onta betina muda) yang pernah saya hutang darinya

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 61 of 120


fi

"

fi
.

fi
.

"Karena di antara orang yang paling baik (orang yang paling terpuji) dari kalian
adalah orang yang ketika membayar (melunasi) hutang dia melebihkannya.”

Dia memberi yang lebih baik dibanding yang pernah dia ambil, dibanding yang
pernah dia hutang. Berdasarkan hadits ini kemudian para ulama menyatakan
bahwa melebihkan ketika membayar hutang itu boleh selama tidak
dipersyaratkan ketika terjadi akad hutang piutang

Namun kelebihan itu muncul sebagai inisiatif sepihak dari pihak yang berhutang
(debitur). Kenapa demikian? Karena memang kita semua telah memahami, kita
juga merasakan bahwa di saat anda butuh untuk berhutang seringkali anda
betul-betul merasa sedang terjepit

Sehingga ketika ada orang yang menghutangi, anda merasa betul-betul


tertolong. Orang tersebut menjadi pahlawan bagi anda, sehingga seringkali anda
tergugah untuk membalas budinya

Anda terinspirasi sabda Nabi shallallahu'alaihi wa sallam,

ِ ‫صنَعَ إِ َليْ ُك ْم َم ْعروفًا فَ َك‬


ُ‫افئ ُوه‬ َ ‫َم ْن‬
ُ

"Siapapun yang telah berbuat baik kepadamu, maka beri balasan dia.

Seringkali betul-betul orang yang sudi menghutangi anda itu di mata anda
(dipersepsikan) seorang pahlawan (orang yang baik) karena dia hadir di saat
anda betul-betul butuh

Sehingga ketika anda jatuh tempo memberikan atau melunasi piutangnya,


seringkali anda tergugah untuk memberi lebih sebagai ucapan terima kasih,
sebagai tali asih (imbalan) atas jasa dia yang telah memudahkan, memberikan
kelapangan kepada anda di saat anda butuh.

Memberikan kelebihan di saat membayar hutang selama kelebihan itu tidak


dipersyaratkan tidak dijanjikan di saat hutang piutang terjadi itu secara hukum
boleh

Oleh karena itu dalam hawalah, karena hawalah itu adalah instrumen
pembayaran hutang tentu tidak tepat bila kita mengharuskan (mewajibkan) atau
bahkan mempersyaratkan agar kedua piutang ini sama nominalnya, jatuh

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 62 of 120


.

temponya sama, kadarnya sama, jenisnya sama tentu ini kurang tepat, karena ini
bukan jual beli. Ini adalah instrumen pembayaran hutang.

Sehingga hukum-hukumnya tentu lebih eksibel, ini yang lebih tepat

Ini yang bisa kami sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 63 of 120


fl

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _JUM’AT
| _06 Dzulhijjah 1442H
| _16 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-84
📖 _Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Ketujuh
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Masih bersama untaian kata-kata yang dirangkaikan oleh Al-Imam Abu Syuja'
rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya Matan Al Ghayah Fil Al-Ihtishor. Kita masih
membahas tentang ‫ باب الحوالة‬bab penjelasan tentang transfer hutang piutang.

Kali ini beliau mengatakan

‫وتبر أبها ذمة املحيل‬

Dan bila hawalah telah disepakati, pihak kreditur telah bersepakat untuk
ditransferkan tagihannya kepada pihak ketiga ( ‫ ) املـ ـ ــحال عـ ـ ــليه‬maka tanggung jawab
si A telah gugur. Dia tidak lagi memiliki tanggungan hutang kepada si B

Karena si B secara hukum telah menerima pembayaran dari A yaitu dengan cara
tagihannya ditransferkan kepada si C, yang secara teori si C biasanya pihak

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 64 of 120


_

fi
.

yang mampu untuk melakukan pembayaran, kooperatif untuk berkomunikasi


dengan si B. Sehingga bila ini terjadi maka idealnya si A telah dinyatakan lunas

Lalu bagaimana kalau ternyata secara de facto faktanya, semula si B menduga


bahwa si C itu adalah orang yang mampu melakukan pembayaran (pelunasan
hutang) dan dia koooperatif, namun ternyata ketika si B datang menagih si C,
ternyata si C adalah tipikal orang yang berhutang atau debitur yang suka
ngemplang (susah dipegang janjinya).

Apakah si B berhak kembali menagih kepada si A atau ternyata si C tiba-tiba


pailit. Ketika ada akad kesepakatan antara si A dan si B untuk memindahkan
tagihan kepada si C, si C dalam kondisi masih mampu melakukan pembayaran.

Namun ternyata ketika kesepakatan antara si A dan B dicapai, akad hawalah


tercapai antara si A dan si B ternyata si C telah berubah status menjadi orang
yang pailit pula, karena terbakar, karena ditipu, dirampok atau yang lainnya.

Apakah si B berhak untuk membatalkan hawalah dan kembali kepada si A


menagihkannya

Dari redaksi Al-Mualif (Al-Imam Abu Syuja') kita mendapatkan satu isyarat,
bahwa kalau sudah ada kesepakatan hawalah maka berarti si B tidak berhak
kembali menagih A karena tanggung jawab A telah dianggap bebas hutang
(lunas).

Baik itu sengaja, si A betul-betul menjerumuskan si B dengan niat yang jahat,


tahu bahwa si C itu ngemplang, si C pailit namun dia diam, bahkan sengaja
menipu. Atau tidak sengaja, tidak tahu kalau si C ternyata telah pailit.

Kenapa? Karena hukum asal dalam akad itu bersifat nal, tidak bisa dianulir,
tidak bisa dibatalkan, itu hukum asalnya. Namun wallahu taala alam.

Menurut ulama yang lain, pendapat ini perlu dikaji ulang, harus dibedakan antara
ada kesengajaan, ada etika jelek dari si A atau tidak ada iktikad jelek, tidak ada
kesengajaaan.

Kalau ternyata ada iktikad jahat, sengaja, menipu padahal dia tahu si C adalah
orang yang ngemplang, si C ini adalah orang yang pailit maka dalam kondisi
semacam ini tentu

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 65 of 120


fi

ِ َ َ‫ال‬
َ ‫ض َر َر َوالَ ض َر‬
‫ار‬

Tidak boleh, kita tidak boleh membiarkan si A mendzalimi si B. Maka dalam


kondisi semacam ini pendapat yang lebih kuat bahwa si B berhak menagihkan
kembali, mengurungkan kesepakatan tersebut dan kemudian kembali seperti
sediakala menagih si A

Namun kalau ternyata kondisi pailit si C ini tidak diketahui oleh si A sehingga
tidak ada iktikad jahat dari si A, atau semula baik, semula dia kooperatif namun
kemudian batal atau terjadi hal yang bersifat emergency: rugi, pailit, dirampok,
kebakaran, musibah sehingga si C pailit di tengah jalan

Maka dalam kondisi semacam ini si B tidak lagi berhak untuk membatalkan
kesepakatan akad hawalah karena statusnya si A telah bebas tanggung jawab,
karena dia telah memberikan hak si B, atau dengan kata lain si A telah melunasi
piutang si B dengan cara mentransfer piutangnya kepada si C.

Dia mengizinkan kepada si C untuk menagihkan piutangnya kepada si C. Dia


memberikan ijin kepada si B untuk menagihkan piutangnya kepada si C.

Ini yang bisa kami sampaikan, kurang dan lebihnya mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 66 of 120


🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _SENIN
| _16 Dzulhijjah 1442H
| _26 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-85
📖 _Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Kedelapan
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Masih bersama untaian kata-kata yang dirangkaikan oleh Al Imam Abu Syuja'
Rahimahullahu Ta'ala dalam kitabnya Matnul Al Ghayah Fil Al-Ihtishor.

Kita masih membahas tentang ‫ ب ـ ــاب ال ـ ــحوال ـ ــة‬bab penjelasan tentang transfer hutang
piutang. Al-Mualif (Al-Imam Abu Syuja') rahimahullahu ta’ala menyatakan,

‫وتبرأ بها ذمة املحيل‬

Di antara hukum hawalah (mentransferkan hutang) adalah bila telah terjadi


kesepakatan antara pihak kreditur dengan pihak debitur, pihak yang
menghutangi dengan pihak yang dihutangi

Ketika telah terjadi kesepakatan agar pihak yang menghutangi yaitu pihak
kreditur menagihkan piutangnya kepada pihak ketiga, maka pihak debitur (yang
berhutang) dianggap

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 67 of 120


fi
.

‫تبرأ ذمته‬

Telah gugur kewajibannya alias telah dianggap lunas

Sehingga dari pernyataan Al-Mualif ini kita dapat simpulkan beberapa


kesimpulan penting

(1) Pernyataan mualif ini ketika beliau mengatakan

‫و تبرأ بها ذمة املحيل‬

Bahwa tanggungjawab pihak yang berhutang atau debitur itu telah bebas dari
tagihan (tanggungan hutang), ini membuktikan bahwa hawalah bukanlah jual
beli, tetapi hawalah adalah instrumen pembayaran hutang

(2) Ketika hawalah itu telah dicapai kesepakatan antara kreditur dengan debitur,
dengan kriteria yang telah disebutkan sebelumnya maka pihak kreditur (pihak
yang menghutangi) tidak lagi berhak untuk menuntut atau meminta tagihan,
meminta pembayaran kepada ‫ امل ـ ـ ـ ـ ـ ـح ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـي ـ ـ ـ ـ ـ ـ ــل‬yaitu pihak debitur yang telah
mentransferkan hutangnya, tangungan (tagihan) hutangnya kepada pihak ketiga.

Kenapa demikian? karena hawalah itu adalah salah satu instrumen pembayaran
hutang, sehingga dengan mentransferkan tagihan berarti pihak debitur (pihak
yang berhutang) telah melunasi (membayar).

Apalagi secara de facto pada kenyataannya pihak ketiga dalam kondisi ٍّ‫ َمـ ـ ـ ـ ـ ــلِـ ـي‬,
dalam kondisi mampu, memiliki kecukupan dana nansial untuk melakukan
pembayaran hutang piutang

Sedangkan Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda

ْ‫يل أ َ َح ُد ُك ْم َع َلى َملِيٍّ فَ ْليَتْبَع‬


َ ‫ح‬ِ ُ ‫إِذَا أ‬

Kalau tagihanmu itu ditransferkan alias tagihanmu itu dialihkan kepada pihak
ketiga yang ternyata dia itu adalah ٍّ‫( َمـ ـ ـ ـ ــلِي‬mampu) memiliki keuangan yang cukup,
nansial yang baik, maka ‫ فليتبع‬maka menurutlah, maka terimalah.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 68 of 120


fi
:

fi
.

Sehingga dari kata-kata ‫ ف ـ ـ ـ ـ ــليتبع‬para ulama kemudian menyimpulkan bahwa pihak


kreditur ketika diminta untuk menagihkan atau diberi kuasa untuk menagihkan
piutangnya kepada pihak ketiga dan pihak ketiga yang ternyata adalah pihak
yang kondisi nansial yang baik, bagus, mampu untuk melakukan pembayaran,
kooperatif dengan setiap tagihan maka kata-kata ‫ ف ـ ـ ـ ـ ـ ـلـ ـيـ ـتـ ـب ــع‬disimpulkan dari sini
adalah sebuah perintah, dan perintah itu biasanya memiliki arti wajib

Dan ketika itu telah dilakukan, pihak kreditur telah menerima hawalah ini,
bersepakat untuk menagihkan piutangnya pada pihak ketiga maka mafhumnya
bahwa dia tidak lagi berhak untuk menagihkan pihutangnya kepada pihak
pertama, atau yang disebut ‫املحيل‬

Karena pihak ‫ م ـ ـ ـ ـ ـ ـح ـ ـي ـ ــل‬telah melakukan kewajibannya yaitu membayar hutang


dengan cara mentransferkan hutangnya kepada pihak ketiga

Kemudian secara mafhum pula ketika pihak kreditur setelah sepakat untuk
menagihkan piutangnya kepada pihak ketiga, dan ternyata dia kembali lagi
menagihkannya kepada pihak pertama itu berarti dia belum menjalankan
perintah Nabi ini ‫( فليتبع‬hendaknya dia terima transfer penagihan tersebut).

Sehingga ketika dia masih kembali lagi berarti dia belum menjalankan perintah
ini dan tentu ini tidak sejalan dengan perintah Nabi shallallahu'alaihi wa sallam

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menambahkan hidayah dan tau knya


kepada kita semuanya dan menjadikan ilmu yang kita pelajari, ilmu yang
na ' (bermanfaat) untuk kemudian bisa kita amalkan dan ajarkan

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 69 of 120


fi
fi

fi
.

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _SELASA
| _17 Dzulhijjah 1442H
| _27 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-86
📖 _Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Kesembilan
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Masih bersama untaian kata-kata yang dirangkaikan oleh Al-Imam Abu Syuja'
rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya Matan Al Ghayah Fil Al-Ihtishor.

Kita masih membahas tentang ‫ ب ـ ــاب ال ـ ــحوال ـ ــة‬bab penjelasan tentang transfer hutang
piutang. Di antara kesimpulan yang juga bisa kita sarikan dari pernyataan mualif

‫وتبرأ بها ذمة املحيل‬

Mualif dalam pernyataan ini tidak memberikan perincian lebih lanjut bahwa
setelah terjadinya kesepakatan hawalah (transfer hutang piutang), maka pihak
pertama (pihak debitur) yang berhutang setelah berhasil mengadakan
kesepakatan dengan pihak kreditur agar kreditur menagihkan piutangnya kepada
pihak ketiga

Di sini tidak ada perincian lebih lanjut apakah kemudian pihak ketiga yang
semula dia itu adalah pihak yang ‫ي‬ٍّ ‫( َمـ ـ ـ ـ ـ ــلِـ ـ‬kondisi keuangannya bagus) atau dia

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 70 of 120


.

fi
.

kondisinya tidak bagus atau kondisinya bagus kemudian berubah menjadi pihak
yang gagal bayar (potensi gagal bayar) atau keuangannya menjadi rusak. Tidak
ada perincian lebih lanjut

Alias apapun kondisinya setelah terjadi kesepakatan transfer hutang piutang


berarti pihak kreditur tidak berhak lagi untuk menagihkan kepada debitur. Dia
hanya berhak menagihkannya kepada pihak ketiga yang telah disepakati
tersebut, tanpa ada beda apakah pihak ketiga itu kondisinya tetap mampu untuk
melakukan pembayaran, kondisi keuangannya bagus dan dia tetap kooperatif
melakukan pembayaran

Atau ternyata pihak ketiga berubah kondisinya, yang semula kondisi


keuangannya bagus berubah menjadi buruk, yang semula kooperatif dalam
melakukan pembayaran ternyata menjadi tidak kooperatif, ngemplang, susah
ditagih, molor-molor janjinya, mengingkari janji atau yang sering diistilahkan
dengan wanprestasi

Atau pun semula pihak kreditur mengira bahwa pihak ketiga ini adalah orang
yang kondisi keuangannya baik ternyata dia salah duga, salah persepsi, salah
perhitungan. Dianggap dia ternyata kondisi keuangannya bagus ternyata
faktanya tidak demikian.

Mualif sama sekali tidak memberikan perincian, yang ini dapat kita pahami
berarti apapun kondisinya setelah terjadi kesepakatan transfer hutang piutang
antara kreditur dengan debitur, agar kreditur menagihkan piutangnya kepada
pihak ketiga, setelah terjadi kesepakatan ini tidak ada lagi kata balik, tidak ada
lagi kata pembatalan atau menyesal.

Kenapa? Karena konsekuensi dari hawalah kewajiban pihak debitur atau pihak
pertama yang berhutang telah gugur dan kalau sudah dinyatakan gugur
dianggap lunas, dianggap tanggung jawabnya itu telah bebas maka tidak bisa
kembali menjadi tersibukkan dengan tagihan, tidak lagi bisa dikembalikan.

Sehingga yang semula telah bebas maka seterusnya bebas. Tidak bisa
dikatakan semula bebas kemudian menjadi tidak bebas kembali. Ini pernyataan
atau madzhab yang diajarkan dalam madzhab Al-Imam Sya 'i rahimahullah

Pendapat Kedua ➟ Sebagian ulama memberikan satu perincian yang cukup


moderat, mereka mengatakan, "Ada beberapa kondisi di mana kreditur berhak
untuk menagih ulang debitur (pihak yang berhutang)"

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 71 of 120


.

fi

*Kondisi Pertama

Yaitu bila ternyata terbukti atau didapatkan indikasi kuat bukti-bukti yang
meyakinkan bahwa debitur telah sengaja menjerumuskan, sengaja menipu,
sengaja memperdaya kreditur.

Memaksakan menagihkan piutangnya kepada pihak ketiga. Dia itu orang yang
nansialnya bagus, kooperatif. Dia itu misalnya selama ini terbukti orangnya
baik, perilakunya bagus, sehingga pihak kreditur merasa yakin bahwa pihak
ketiga ini demikian kondisinya. Namun ternyata tidak demikian

Ternyata pihak debitur sengaja menipu kreditur. Maka dalam kondisi semacam
ini karena terjadi penipuan terjadi kesengajaan atau yang disebut tadlis
(manipulasi) maka dalam kondisi ini kreditur berhak menagihkan ulang
piutangnya kepada debitur.

Karena debitur di sini telah berbuat wanprestasi, dia telah menipu, dia telah
mengingkari janjinya, dia telah mengingkari komitmennya untuk mentransferkan
hutangnya kepada pihak yang kooperatif, kondisi keuangannya baik ternyata
tidak demikian, dan ini termasuk dalam perbuatan zhalim

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam telah bersabda

ٌ‫ﻣَﻄْﻞُ ﺍﻟْﻐَﻨِﻰِّ ﻇُﻠْﻢ‬

Penundaan orang yang mampu itu adalah suatu kezhaliman. [HR. Mutafaq 'alaih

Dan kalau itu ternyata kezhaliman berarti, tidak benar. Karena apalah artinya
menunda langsung atau mentransferkannya kepada orang yang tidak kooperatif
bahkan orang yang pailit. Hasilnya sama yaitu piutang kreditur tidak terbayarkan.
Apalagi ada kezhaliman, pemalsuan atau dusta dan ini adalah satu kezhaliman
jelas

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam juga telah bersabda

ٌّ‫س لِ ِع ْر ٍق ظَالِم ٍ َحق‬


َ ْ‫َلي‬

Pelaku kedzaliman itu tidak punya hak

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 72 of 120


fi
.

Alias karena hadits ini bersifat umum, “dia tidak punya hak”, maka hak
dinyatakan bebas tanggungan, dia tidak berhak karena dia ternyata menipu,
karena dia sengaja memanipulasi berarti dia zhalim. Maka dia tidak
mendapatkan hak untuk dinyatakan kondisi bebas dari tanggungan, *ini kondisi
pertama*

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menambahkan hidayah dan tau knya


kepada kita semuanya dan menjadikan ilmu yang kita pelajari ilmu yang
na ' (bermanfaat) untuk kemudian bisa kita amalkan dan kita ajarkan

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 73 of 120


fi
.

fi
🌐 *WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _RABU
| _18 Dzulhijjah 1442H
| _28 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-87
📖 _Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Kesepuluh
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Masih bersama untaian kata-kata yang dirangkaikan oleh Al-Imam Abu Syuja'
rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya Matan Al Ghayah Fil Al-Ihtishor.

Kita masih membahas tentang ‫ ب ـ ــاب ال ـ ــحوال ـ ــة‬bab penjelasan tentang transfer hutang
piutang

*Kondisi kedua*: ketika pihak kreditur salah persepsi (bukan sengaja) bukan
karena kesengajaan dari debitur tetapi ada hal-hal yang di luar dugaan. Dia kira
(pihak kreditur misalnya) mengira bahwa pihak ketiga ini jaraknya dekat,
sehingga mudah untuk ditagih

Ternyata dia salah, (salah nama misalnya) dia kira pihak ketiga ini adalah orang
yang dekat rumahnya padahal ternyata jauh rumahnya untuk menagihnya yaitu
butuh transportasi, butuh perjalanan yang jauh, sehingga pasti sangat
merepotkan kreditur

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 74 of 120


.

fi
.

Dalam kondisi semacam ini ketika dia salah praduga, salah persepsi dan itu
tanpa kesengajaan maka kondisi kedua ini boleh dia membatalkan kesepakatan
hawalah.

Karena salah satu prinsip besar dalam hukum muamalah bahwa setiap
muamalah dalam Islam haruslah dilakukan, dijalankan dengan dasar suka sama
suka, harus ada unsur ‫ترضى‬

Dan kalau ternyata pihak kreditur salah persepsi kemudian terbukti bahwa pihak
ketiga tidak seperti yang dia duga, maka terbukti pula sejatinya pihak kedua atau
yang disebut dengan kreditur sebetulnya dia tidak rela, tidak ridho dengan
transfer piutang ini karena ternyata tidak seperti yang dia duga

*Kondisi ketiga*: kalau ternyata pihak ketiga itu berubah kondisinya di saat
kreditur belum sempat menagihkan terjadi kesepakatan transfer hutang piutang
dengan asumsi bahwa pihak ketiga ini ( ‫ ) امل ـ ـ ـ ــحال ع ـ ـ ـ ــليه‬itu mampu untuk melakukan
pembayaran

Ternyata setelah terjadi kesepakatan ternyata pihak ketiga meninggal dunia,


pihak ketiga pailit, rumahnya kebakaran, asetnya terkena banjir hanyut semua
(misalnya). Sehingga dalam kondisi semacam ini tidak ada faktor kesengajaan
dari pihak pertama dan juga tidak ada keteledoran dari pihak kedua tapi ini
adalah faktor emergency, di luar kewenangan dan kuasa manusia.

Sehingga semula yang kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan dengan
asumsi pihak ketiga ini adalah pihak yang kooperatif, kondisi keuangannya
bagus ternyata terbukti tidak sesuai dengan fakta. Walaupun tanpa ada
kesengajaan dari kedua belah pihak, pihak kreditur ataupun pihak debitur

Maka dalam kondisi semacam ini sebagian ulama mengatakan, "kreditur boleh
mengurungkan (membatalkan) kesepakatan hawalah dengan konsekuensi
berarti kreditur menagihkan kembali piutangnya kepada debitur (pihak pertama)"

Kenapa demikian?

Karena kesepakatan yang telah dicapai antara kedua belah pihak tersebut
dibangun di atas satu persepsi yang terbukti salah. Dibangun di atas asumsi
yang terbukti menyelisihi fakta.

Dalam kaidah ilmu qih dinyatakan

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 75 of 120


fi

‫ال عبرة بالظن البني خطؤه‬

Suatu praduga/satu asumsi/satu perkiraan yang terbukti menyelisihi fakta tidak


sesuai dengan fakta yaitu la ‘ibroh (tidak layak) diperhitungkan, tidak layak
dipedulikan alias diabaikan.

Karena itu diabaikan karena itu tidak diperhitungkan, maka tidak bisa dijadikan
sebagai pondasi, dijadikan sebagai dasar membangun suatu kesepakatan atau
satu akad.

Dengan demikian kesepakatan yang telah dicapai antara kedua belah pihak
antara kreditur dan debitur, pihak yang berhutang dengan yang menghutangi
karena kesepakatan ini, akad ini dibangun di atas asumsi yang ternyata salah, di
atas praduga yang ternyata memyelisihi tidak sesuai dengan fakta, maka apapun
yang dibangun, apapun turunan dari praduga tersebut juga harus diabaikan.

Pendek kata, ketika terjadi salah praduga, salah asumsi walaupun tentu itu tidak
disengaja, kalau disengaja jelas seperti kondisi yang pertama. Kedua belah
pihak tanpa mengetahui, tanpa sadar bahwa pihak ketiga telah meninggal atau
pailit atau terkena musibah.

Maka dalam hal semacam ini pihak yang merasa dirugikan dan biasanya yang
dirugikan adalah pihak kreditur (pihak yang menghutangi) berhak untuk
membatalkan kesepakatan hawalah, menganulir kesepakatan yang telah
dicapai

Dan pembatalan ini tentu adalah dalam rangka untuk melindungi pihak kreditur
yang akan menanggung kerugian, karena bila kesepakatan ini dilanjutkan maka
berarti pihak kreditur dirugikan. Padahal ada satu poin penting yang perlu diingat
selalu dalam kasus hutang piutang

Pihak kreditur itu adalah pihak yang telah berbuat baik, mengulurkan tangannya,
memberikan jasanya. Biasanya pihak kreditur itu adalah orang yang menolong,
pihak yang meringankan kesusahan debitur, tentu orang yang telah berbuat baik,
berjasa semacam ini, menunda tagihan, memberikan kelapangan, melakukan
penjualan dengan skema pembayaran berjangka.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 76 of 120


.

Ini semua adalah orang yang baik. Orang yang berbuat jasa, tentu orang
semacam ini tidak boleh dibalas kebaikannya dengan kejelekan. Tidak layak kita
membalas air susu dengan air tuba

‫ما على املحسنني أمني سبق‬

Tidak ada alasan tidak ada celah sedikitpun untuk menyakiti apalagi
menghukumi apalagi mendzalimi orang yang berbuat baik

Sampai-sampai Nabi shallallahu'alaihi wa sallam menjelaskan tentang


keutamaan memberi hutang kepada orang lain atau menghutangi orang lain atau
memberi piutang kepada orang lain.

Nabi bersabda

‫من أقرض درهما مرتني كان كصدقته مرة‬

Siapapun yang menghutangkan satu dirham dua kali, hari ini menghutangkan
satu dirham besok dibayar, menghutangkan lagi satu dirham kemudian dibayar
kembali, walaupun uangnya kembali tetapi dia telah mendapatkan, Allah
subhanahu wa ta’ala telah mencatatnya sebagai sedekah dua kali.

Kenapa demikian

Perlu dipahami bahwa dalam konsep islam, yang namanya harta itu terdiri dua
unsur
• Fisik barang (ain)
• Kegunaan barang (manfaah

Ketika secara sik dirham itu digunakan, dibelanjakan dan kemudian


dikembalikan lagi dibayar lagi, kemudian dihutangkan, digunakan belanja oleh
orang yang berhutang kemudian dikembalikan lagi berarti ada dua kali, dua
kasus di mana dalam dua waktu ini manfaat dari uang yang dimiliki diberikan
kepada orang lain maka ini senilai dengan mensedekahkan satu dirham sekali

Dari pertimbangan inilah yang kemudian sebagian ulama mengatakan bahwa,


"kalau ternyata kesepakatan hawalah itu dibangun di atas praduga yang tidak
nyata, menyelisihi fakta, dikira pihak ketiga ini nansialnya baik, kondisi
ekonominya bagus, ternyata telah berubah.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 77 of 120


:

fi
?

fi
.

Pailit terkena musibah maka dalam kondisi semacam ini karena kesepakatan
hawalah dibangun di atas praduga yang tidak nyata, maka pihak kreditur berhak
secara hukum untuk menagihkan piutangnya kepada debitur kembali,
menagihkan kembali piutangnya kepada pihak debitur

Karena pihak ketiga yang disebut ‫ امل ـ ـ ـ ـ ـ ـحــال ع ـ ـ ـ ـ ـ ـلـيــه‬ini ternyata terbukti tidak mampu
untuk melakukan pembayaran

Ini beberapa hukum dari akad hawalah dan ini mengakhiri pembahasan kita
pada kesempatan yang berbahagia ini.

Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menambahkan hidayah dan tau knya


kepada kita semuanya dan menjadikan ilmu yang kita pelajari menjadi ilmu yang
na ' (bermanfaat) untuk kemudian bisa kita amalkan dan kita ajarkan

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 78 of 120


fi

fi
🌐 *WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _KAMIS
| _19 Dzulhijjah 1442H
| _29 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-88
📖 _Adh-Dhoman (Penjaminan Hutang) Bagian Pertama
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala

Masih bersama rangkaian kata-kata yang termaktub dalam matan Al-Ghayyah


Al-Ikhtishar buah karya Syaikh Imam Abu Syuja' rahimahullahu ta'ala

Pada kesempatan ini kita sampai pada bab baru yaitu Adh-Dhoman (‫)ال ـ ـ ـ ـ ـ ـض ـم ــان‬
penjaminan utang

Kadang kala seseorang yang berhutang merasa tidak mampu atau khawatir
untuk tidak mampu melakukan pembayaran sehingga dia butuh support, bisa
berupa gadai, sehingga pada saatnya jatuh tempo barang yang dia gadaikan
bisa dijadikan sebagai alat untuk melakukan pelunasan hutang yaitu dengan
cara dilelang

Atau bisa jadi pihak kreditur (pihak yang menghutangi) merasa khawatir kalau-
kalau pihak debitur (pihak yang berhutang) mengalami gagal bayar. Untuk
memberikan kepastian pada saat jatuh tempo hak-haknya akan dapat di peroleh

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 79 of 120


.

fi
.

fi
kembali. Maka kadangkala pihak kreditur mempersyaratkan adanya barang
gadai.

Dan di antara instrumen yang dilakukan oleh masyarakat dan dibenarkan secara
syariat untuk memberikan kepastian bahwa pihak debitur (pihak yang berhutang)
akan melakukan pembayaran, akan menunaikan haknya tepat waktu dalam
jumlah yang sesuai dengan yang terhutang

Kadangkala pihak debitur (pihak yang berutang) mendatangkan orang ketiga


atau pihak ketiga yang menyatakan kesanggupan untuk melakukan pembayaran,
untuk melunasi hutang bila pihak debitur mengalami gagal bayar

Atau bisa jadi pula keberadaan pihak ketiga tersebut yang menyatakan
kesanggupan untuk mewakili, kesanggupan untuk melunasi untuk bertindak
mewakili pihak debitur bisa jadi itu inisiatif dan permintaan dari kreditur

Karena kreditur merasa, bisa jadi karena tidak kenal, bisa jadi karena ragu akan
kemampuan pihak debitur yang berhutang, atau bisa jadi yang memiliki
pengalaman yang kurang menyenangkan, sehingga dia tidak ingin terjatuh
dalam kesalahan atau dalam kasus yang sama

Makanya dia meminta adanya pihak ketiga yang biasanya pula pihak ketiga
tersebut atau yang sering disebut dengan penjamin hutang biasanya memiliki
kemampuan untuk melakukan pelunasan, memiliki kemampuan nansial yang
lebih baik, memiliki sikap yang lebih baik dibanding pihak kedua, lebih dikenal
oleh kreditur

Sehingga ketika kreditur menghutangkan dananya kepada debitur kepada pihak


yang berhutang, kreditur merasa tenang, bahwa pada saatnya nanti ketika jatuh
tempo kalau ia gagal mendapatkan haknya dari debitur, ia akan mendapatkan
haknya dari pihak penjamin hutang. Sehingga dalam posisi semacam ini kreditur
lebih merasa tenang.

Ini gambaran sekilas tentang apa itu ‫( الضمان‬penjaminan)

Para ulama berselisih pendapat tentang hekakat ‫ ال ـ ـ ـ ـ ـ ـضـمـان‬itu sendiri, penjaminan


hutang.

Apakah penjamin hutang itu pemindahan tanggungjawab dari pihak debitur yang
berhutang kepada pihak penjamin

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 80 of 120


fi
.

Atau penjamin itu adalah cadangan? Sehingga penjamin hanya boleh ditagih,
hanya bisa ditagih bila pihak debitur (berhutang) betul-betul telah terbukti gagal
bayar atau betul-betul tidak mampu melakukan pembayaran hutang di saat jatuh
tempo

Ini ada dua versi

*Versi Pertama

Penjamin hutang itu adalah pengganti. Dia berperan menggantikan pihak debitur,
sehingga kreditur yang menghutangi berhak menagih keduanya secara
bersamaan atau secara bergantian

*Versi Kedua

Kreditur tidak berhak melakukan penagihan kepada penjamin hutang, kecuali


bila telah terbukti bahwa dia (kreditur) tidak bisa menagihkan haknya kepada
debitur

Baik karena dia telah meninggal dunia, atau karena dia pailit, atau karena
kepergiannya, atau karena sikap yang berhutang (debitur) yang tidak kooperatif
dalam melakukan pembayaran hutangnya

Ada dua persepsi dikalangan para ulama. Perbedaan dua persepsi ini akan
menimbulkan perbedaan fatwa, perbedaan sikap, perbedaan hukum karena
memang mereka para ulama, para ahli qih berbeda pendapat, berbeda dalam
mengasumsikan, dalam memposisikan atau mengartikan ‫( ال ـ ـ ـ ـ ـ ـض ـم ــان‬penjaminan
hutang)

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini kurang dan lebihnya
mohon maaf

‫باهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 81 of 120


.

fi
.

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _JUM’AT
| _20 Dzulhijjah 1442H
| _30 Juli 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-89
📖 _Adh-Dhoman (Penjaminan Hutang) Bagian Kedua
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala

Masih bersama rangkaian kata-kata yang termaktub dalam matan Al-Ghayyah


Al-Ikhtishar buah karya Syaikh Imam Abu Syuja' rahimahullahu ta'ala

Pada kesempatan ini kita sampai pada bab Adh-Dhoman (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـض ـمــان‬penjaminan
utang

Secara tinjauan dalil para ulama telah bersepakat bahwa mendatangkan


penjamin hutang atau meminta penjamin hutang secara hukum asalnya adalah
boleh dan sah-sah saja.

Karena ini tercakup dalam bentuk muamalah, interaksi sesama manusia,


sehingga secara hukum asalnya boleh

‫األصل في املعامالت الحل‬

Hukum asal muamalah adalah halal.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 82 of 120


.

fi
.

fi
Namun tentu dalam akad penjaminan hutang ada tiga pihak terlibat
- Pihak Pertama adalah kreditur yang menghutangi
- Pihak Kedua adalah debitur yang berhutang dan
- Pihak Ketiga adalah pihak penjamin hutang

Tentu hukumnya berbeda-beda. Hukum tindakan mereka, kreditur memberikan


hutang dan mempersyaratkan untuk meminta adanya penjamin hutang, itu
secara hukum adalah halal, dan bahkan itu sangat dianjurkan untuk memproteksi
haknya agar tidak hilang

Kemudian yang kedua dari sisi yang berhutang atau yang disebut debitur juga
sangat dianjurkan, disunnahkan (bukan wajib), disunnahkan untuk membuat alat
bukti dan memberikan kepastian bahwa dia mampu melakukan pembayaran.

Baik dengan hartanya sendiri, atau dengan jaminan yang dia berikan, atau
dengan kehadiran pihak ketiga yang rela memberikan jaminan kepada dirinya,
atau menjamin dirinya ketika dia melakukan transaksi

Sehingga berbagai dalil yang berkaitan dengan anjuran membuat alat bukti
ketika bertransaksi, ayat yang berbicara tentang sunnahnya menulis, sunnahnya
mendatangkan jaminan, atau sunnahnya mendatangkan saksi dalam akad
hutang piutang atau yang lainnya.

Itu juga dapat dijadikan sebagai dalil tentang disyariatkannya melakukan


penjaminan hutang atau meminta adanya penjamin hutang

Namun dari sisi ketiga dari sisi pihak yang memberikan jaminan, apakah ketika
anda diminta oleh saudara, kawan, tetangga, kerabat, untuk menjamin hutang
yang mereka lakukan

Ketika ada saudara anda berhutang baik kepada bank ataupun kepada
perorangan atau ke perusahaan, kemudian saudara tersebut meminta kepada
anda, "Tolong anda berikan untuk menjamin (menjadi pihak penjamin hutang)
saya, sehingga kalau saya gagal bayar anda akan membayarkan (menalangi)
terlebih dahulu"

Para ulama berbeda pendapat, sebagian mengatakan bahwa menjadi penjamin


hutang itu hukumnya sunnah, karena ini termasuk bentuk dari menolong saudara
kita

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 83 of 120


.

‫خيْ ِه‬
ِ َ ‫َو اهللُ ِفيْ َع ْو ِن ا ْل َعبْ ِد َما َكا َن ا ْل َعبْ ُد ِفيْ َع ْو ِن أ‬

“Allāh akan senantiasa menolong anda selama anda menolong saudara anda.
[HR Muslim

Betapa banyak orang yang butuh dalam kondisi terjepit, dalam kondisi
kekurangan nansial, ingin berhutang, ingin membeli dengan pembayaran
berjangka, namun mereka mendapatkan kesusahan.

Banyak lembaga keuangan ataupun perorangan ataupun perusahaan, atau


badan usaha yang tidak siap karena tidak kenal, tidak mau memberikan
pinjaman kecuali adanya pihak ketiga yang mau menyatakan siap menjamin
hutang tersebut

Ini persepsi (pendapat) pertama yang mengatakan bahwa penjaminan hutang itu
adalah bentuk sosial (tolong-menolong). Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam
juga bersabda

‫ « رواه مسلم‬،‫ب يَ ْوم ِ ا ْل ِقيَا َم ِة‬


ِ ‫س اهللَُّ َعن ْ ُه ُك ْربَ ًة ِم ْن ُك َر‬ ِ ‫س َع ْن ُمؤ ِْم ٍن ُك ْربَ ًة ِم ْن ُك َر‬
َ َّ‫ب ال ُّدنْيَا نَف‬ َ َّ‫» َم ْن نَف‬

Siapapun yang memberikan solusi, memberikan kemudahan bagi kesusahan


yang menimpa saudaramu, menimpa seorang muslim, seorang mukmin niscaya,

‫ب َي ْوم ِ ا ْل ِق َيا َم ِة‬


ِ ‫س اهللَُّ َعن ْ ُه ُك ْر َب ًة ِم ْن ُك َر‬
َ َّ‫نَف‬

Allah akan lapangkan, Allah akan bebaskan dia dari kesusahan yang menimpa
dirinya kelak pada hari kiamat

Dan tentu kita semua sadar, kehadiran penjamin hutang itu seringkali menjadi
solusi, menjadi kunci terselesaikannya masalah yang sedang melilit sebagian
orang.

Tentu ini sangat dianjurkan namun sebagian ulama lain, berbicara lebih realistis,
berpendapat lebih realistis. Hendaknya anda tidak bermudah-mudahan
menjamin hutang orang lain, kecuali bila

*Kondisi Pertama

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 84 of 120


fi
,

Orang yang akan berhutang tersebut betul-betul orang yang beriktikad baik,
kooperatif, bersungguh-sungguh ingin melunasi, ingin menyelesaikan
tanggungannya dan mereka berhutang dalam batas yang wajar, sesuai dengan
kapasitas dan kemampuannya

Namun bila ternyata orang yang mau berhutang (debitur) tersebut ternyata besar
pasak daripada tiang, sehingga ia mengambil hutang yang besar, padahal
penghasilannya secara tradisi tidak akan mungkin bisa digunakan untuk
melunasi hutang tersebut

Atau dia berhutang untuk hal-hal yang tidak perlu, foya-foya, apalagi untuk
melakukan suatu hal yang haram, berjudi misalnya. Atau bahkan ada indikasi-
indikasi yang menunjukkan bahwa orang tersebut dari semula sudah
merencanakan niat buruk

Atau bahkan mungkin terbukti berkali-kali terbukti ngemplang (sengaja) tidak ada
iktikad baik untuk melakukan pelunasan hutang.

Maka dalam kondisi semacam ini tidak sepatutnya anda mencelakakan diri
sendiri demi kebutuhan orang lain. Apalagi kalau ternyata kehadiran anda
menyebabkan orang tersebut pihak debitur mendapatkan sarana, mendapatkan
kemudahan untuk kembali melakukan perbuatan yang haram

Apalagi bila ternyata akadnya, akad hutang piutangnya tersebut diiringi dengan
praktek-praktek riba. Sebagaimana yang merajalela di perbankan atau di praktek
masyarakat yang masih doyan dengan riba.

Menghutangi satu juta, kembali satu juta dua ratus, telat satu bulan bertambah
sepuluh ribu dan seterusnya. Anda tidak boleh menjamin hutang yang ada unsur
ribanya, karena bila anda lakukan maka anda terjerumus dalam

ِ ْ ‫تَ َعا َونُوا َع َلى‬


ِ ‫اإلثْم ِ َوا ْل ُع ْد َو‬
‫ان‬

Tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan perbuatan maksiat

Dan kalau prakteknya hutang piutang itu mengandung riba maka anda pun
termasuk bagian dari orang-orang yang terlaknat

َ ‫اه َديْ ِه َو َق‬


َ ‫ال ُه ْم‬
‫س َوا ٌء‬ ِ ‫ش‬َ ‫اتبَ ُه َو‬ ِ ‫آك َل الربَا َو ُم‬
ِ ‫وك َل ُه َو َك‬ ِّ
ِ ‫ول اهللَِّ صلى اهلل عليه وسلم‬
ُ ‫س‬ُ ‫َل َع َن َر‬

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 85 of 120


Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam melaknat riba, yang memakannya,


yang memungutnya, yang memberinya, yang menjadi juru tulisnya, yang menjadi
saksinya

Para ulama menjelaskan bahwa keempat jenis orang disebutkan karena


merekalah yang paling banyak berkontribusi dalam praktek hutang piutang yang
berbunga (riba)

Bukan hanya mereka yang terkena laknat karena mereka mengambil benang
merah dari keempat orang ini, yaitu adanya kontribusi langsung dalam praktek
riba. Sehingga siapapun yang berkontribusi langsung dalam praktek riba sebagai
juru tulisnya, sebagai saksinya, atau bahkan anda menjadi penjamin hutangnya,
maka anda pun turut terkena laknat dari Allah Azza wa Jalla

Sehingga dalam kondisi ini anda tidak dibolehkan untuk menjamin hutang
tersebut, bahkan anda haram hukumnya menjamin hutang yang untuk hal yang
haram atau hutang yang mengandung unsur riba

*Kondisi kedua*

Sebagian ulama berpendapat hukum menjamin hutang tidak serta merta


semuanya bersifat mutlak sunnah. Ada beberapa kondisi yang bahkan haram.
Seperti kondisi pertama

Kondisi yang kedua yang terlarang kita menjadi penjamin hutang adalah bila kita
menyadari diri, kita harus bercermin bahwa kalau pihak debitur nanti gagal bayar,
saya sendiri juga tidak mampu bayar

Maka dalam kondisi semacam ini kalau ternyata secara nansial kita sendiri
sebetulnya tidak mampu, kalau ternyata nanti debitur gagal bayar maka yang
akan disita adalah rumah kita, yang akan dipanggil pengadilan dan dipaksa oleh
pengadilan untuk melakukan pembayaran kita (misalnya)

Atau bisa melakukan pembayaran namun berdampak sangat buruk bagi


keluarga kita akhirnya uang belanja istri, biaya sekolah anak, biaya kontrakan
dan lain sebagainya tersedot untuk apa? untuk melunasi hutang orang lain

Bila hutang tersebut menjadi penjamin hutang anda tidak mampu kecuali dengan
menimbulkan resiko negatif pada keluarga anda, maka dalam kondisi semacam

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 86 of 120


.

fi
.

ini anda terlarang (dilarang) untuk menerima permintaan menjadi penjamin


hutang

Kenapa? Karena siapapun dia yang berhutang itu adalah pihak ketiga (orang
lain). Kalau ternyata anda menolong orang lain, namun pertolongan ini
menyebabkan keluarga dekat anda, istri anda, anak anda, orang tua anda
terlantar, terhalangi mendapatkan haknya, terkurangi nafkahnya, maka anda
justru malah berdosa bukan malah mendapat pahala

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda

َ ُ‫َكفَى ِب ْامل َ ْر ِء إِثْ ًما أ َ ْن ي‬


ُ ‫ضيِّعَ َم ْن يَ ُق‬
‫وت‬

“Cukup sebagai dosa besar bila anda itu telah menelantarkan nafkah orang-
orang yang menjadi tanggungan anda.” [HR Abu Daud

Karena itu tidak boleh anda menolong orang lain namun mencelakakan keluarga
sendiri

Dan wallahu ta’ala alam. Pendapat kedua inilah yang lebih kuat secara dalil,
yaitu menjamin hutang itu bukan suatu hal yang dianjurkan dalam semua
kondisi, tetapi anda harus bercermin

1. Apakah anda mampu ketika nanti misalnya harus melakukan pembayaran


2. Apakah hutang piutang tersebut hutang piutang yang halal atau haram. Untuk
kebutuhan yang halal atau kebutuhan yang haram.

Sehingga anda harus pilah-pilah tidak serta merta kita katakan menolong orang
susah membantu orang yang sedang terjepit, meringankan beban seseorang.
TIDAK!! Anda harus proporsional

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini kurang dan lebihnya
mohon maaf

‫باهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 87 of 120


.

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _SENIN
| _23 Dzulhijjah 1442H
| _02 Agustus 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-90
📖 _Adh-Dhoman (Penjaminan Hutang) Bagian Ketiga
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala

Masih bersama rangkaian kata-kata yang termaktub dalam matan Al-Ghayyah


Al-Ikhtishar buah karya Syaikh Imam Abu Syuja' rahimahullahu ta'ala

Pada kesempatan ini kita sampai pada bab Adh-Dhoman (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـض ـمــان‬penjaminan
utang

Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat Yusuf ayat 72, menceritakan praktek
penjaminan yang pernah terjadi di zaman dahulu, di zaman nabi Yusuf
alayhissallam. Ketika raja kehilangan alat timbang atau alat takar

Beliau (nabi Yusuf) memberikan jaminan siapa pun yang bisa mengembalikan
alat takar atau timbangan tersebut, maka dia akan mendapatkan hadiah sebesar
apa? ‫حـ ـ ـ ـ ـ ـ ۡـم ُل بَ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ِــعيـ ٖر‬
ِ mendapatkan hadiah berupa bahan makanan gandum seberat
yang bisa diangkut oleh unta (‫)حمۡ ُل بَ ِعي ٖر‬. ِ

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 88 of 120


.

fi
.

fi
Itu redaksi zaman dahulu, kalau bahasa kita sekarang mungkin satu truk fusso,
atau satu pickup kantung beras (misalnya), atau satu kontainer 40" beras
(misalnya). Ini satuan ukur zaman dahulu yaitu semampunya unta untuk
membawa

Kemudian nabi Yusuf berkata:

‫م‬ٞ ‫َوأَنَا ۠ ِب ِهۦ ز َِعي‬

"Aku yang akan menjamin.

Kalau pihak kerajaan tidak memberi aku yang akan memberinya. Ini kasus
penjaminan yang pernah terjadi yang kemudian diceritakan (dihikayatkan) di
dalam Al-Quran.

Walaupun ini bercerita tentang kasus yang terjadi pada umat sebelum Islam di
zaman nabi Yusuf namun para ulama menggariskan bahwa

‫شرع من قبلنا شرع لنا إذا لم يأتي بشرعنا ما يخالف‬

Syari'at umat-umat sebelum kita yang itu diceritakan dalam Al-Quran atau
diceritakan dalam As-Sunnah, maka itu secara otomatis menjadi syari'at kita,
selama di dalam syari'at kita tidak pernah ada, tidak ditemukan dalil yang
bertentangan dengan syari'at tersebut

Apalagi bila sampai (ternyata) malah ditemukan dalil yang mendukung maka
tidak terjadi perselisihan dengan para ulama bahwa syari'at tersebut juga berlaku
pada umat islam

Abu Qatadah Al-Anshari radhiyallahu 'anhu, juga menceritakan bahwa suatu hari
didatangkan jenazah untuk dishalatkan di masjid Nabawi.

Orang yang meninggal dunia dihantarkan ke masjid Nabawi agar dishalatkan


oleh Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam. Namun ketika Nabi shallallahu 'alayhi wa
sallam telah bersiap-siap untuk menshalatkan orang tersebut. Sebelum memulai
shalat, Beliau bertanya

‫هل على صاحبكم من دين‬

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 89 of 120


.

"

"Apakah jenazah ini ketika meninggal masih meninggalkan utang yang belum dia
bayar?"

‫ نعم‬: ‫قالوا‬

Para sahabat menjawab, "Betul

Dia mati masih meninggalkan utang dua dinar, maka Nabi shallallahu 'alayhi wa
sallam mengatakan:

‫صلوا على صاح ِبكم‬

Kalau dia mati dalam keadaan masih memiliki tanggungan utang, kalau demikian
silahkan kalian menshalati, sedangkan saya tidak mau menshalatinya

"Silahkan kalian yang menshalatinya, saya tidak mau menshalatinya

Maka Abu Qatadah Al-Anshari radhiyallahu 'anhu merasa iba kepada laki-laki ini.
Laki-laki yang meninggal dunia namun ternyata Nabi shallallahu 'alayhi wa
sallam tidak mau menshalatinya. Gara-gara dia mati dalam kondisi masih
meninggalkan utang

Maka Abu Qatadah kemudian berinisiatif untuk menanggung utang tersebut

َ
! ِ‫رسول اهلل‬ ‫هما ع َليَّ يا‬

Kalau demikian utang dia aku yang menjaminnya. Akan aku bayarkan, akan aku
lunasi (kata Abu Qatadah)

Maka kemudian Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam setelah mendapatkan


kepastian bahwa Abu Qatadah siap melunasi utang laki-laki tersebut, Nabi
shallallahu 'alayhi wa sallam kemudian menshalatinya

Setelah esok hari, Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam kemudian berjumpa kembali
dengan Abu Qatadah. Kemudian Beliau mengingatkan

ِ
‫يناران‬‫َماذَا فعل بال ِّد‬

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 90 of 120


"

"

Wahai Abu Qatadah apa yang engkau lakukan dengan utang dua dinar yang
engkau tanggung kemarin

‫و هل مات اال باأل ْمس يا رسول اهلل‬

Abu Qatadah berkata, "Kan baru mati kemarin" alias saya belum sempat untuk
melakukan pelunasan tersebut

Setelah dua hari kembali lagi Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam berjumpa
dengan Abu Qatadah dan kembali bertanya perihal utang dua dinar yang dijamin
oleh Abu Qatadah

Kemudian Abu Qatadah mengatakan, "Telah saya bayar (telah saya lunasi).

Kemudian Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda:

ِ ‫ت‬
‫ج ْل َده‬ َ ‫بر ْد‬
َّ ‫اآل َن‬

"Sekarang setelah engkau lunasi, kulit si mayit tadi baru merasakan dinginnya
(baru merasakan dingin di alam kuburnya).

Sebelumnya terus terpanggang, terus merasakan panasnya mati dalam kondisi


meninggalkan utang yang belum terbayar.

Dalam kasus ini Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam membenarkan sikap Abu
Qatadah yang menanggung utang orang yang sudah meninggal dunia

Pendalilannya kalau utang yang ditinggal mati oleh orang yang berutang, utang
atas orang yang sudah mati ternyata boleh dijamin oleh orang lain, secara
sepihak Nabi membenarkan Abu Qatadah yang secara sepihak tanpa izin dari
ahli waris ataupun dari sebelumnya dari si mayit

Ternyata kehadiran penjamin utang ini dibenarkan direstui oleh Nabi, maka
secara logika menjamin utang orang yang masih hidup itu tentu boleh-boleh saja
(sah-sah saja) dan ini termasuk sekali lagi bentuk jasa atau amal sosial kepada
saudara kita yang berutang.

Berdasarkan dua dalil ini satu ayat dan satu hadits ini, kemudian para ulama
bersepakat bahwa menjamin utang itu suatu hal yang dianjurkan (dibolehkan)
namun dengan catatan utang itu utang yang halal, tanpa ada unsur riba

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 91 of 120


.

"

Utang tersebut digunakan untuk kebutuhan yang halal dan yang kedua menjamin
utang tersebut tidak sampai menyebabkan kita menelantarkan keluarga kita atau
menyebabkan kita terjerumus ke dalam mudharat atau resiko yang lebih berat

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, kurang dan lebihnya
mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫والسالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 92 of 120


.

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _SELASA
| _24 Dzulhijjah 1442H
| _03 Agustus 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-91
📖 _Adh-Dhoman (Penjaminan Hutang) Bagian Keempat
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala

Alhamdulillah pada kesempatan kali ini kita masih bersama dengan anda untuk
bersama-sama tafaquh idiinillah, mengkaji agama Allāh Subhānahu wa Ta'āla
dengan media kitab Matan Al-Ghayyah Al-Ikhtishar buah karya Syaikh Imam
Abu Syuja' rahimahullahu ta'ala

Kita masih dalam pembahasan Adh-Dhoman (‫ )ال ـ ـ ــضمان‬penjaminan utang. Di awal


pembahasan ini imam Abu Syuja rahimahulahu ta’ala mengatakan:

‫ويصح ضمان الديون املستقرة في الذمة إذا علم قدرها‬

Sah untuk memberikan jaminan pada ‫ ال ـ ــدي ـ ــون املس ـ ــتقرة‬utang-utang yang mustaqirah
(‫ )م ـس ـ ـ ـ ـ ـ ـت ـق ــرة‬yang telah berkekuatan hukum (yang telah tetap) tidak mungkin lagi
batal

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 93 of 120


.

fi
*

fi
fi
.

Betul-betul utang-piutang yang sudah tetap ‫ إذا عـلم قـدرهـا‬bila nominal utangnya itu
diketahui. Dengan demikian pernyataan muallif ini (Imam Abu Syuja)
memberikan dua syarat untuk sahnya suatu penjaminan utang

⑴ Utangnya telah tetap


⑵ Nominalnya jelas

Bila satu dari kedua syarat ini tidak terpenuhi maka secara mafhum mukhalif/
secara analoginya, maka penjaminan utang itu batal alias tidak sah. Karena di
sini Al-Muallif mengatakan ‫ ويـ ـ ــصح‬dan sah. Sedangkan lawan dari kata sah artinya
bathil, tidak sah

Dan secara terminologi de nisi sah dan tidak sah dalam ilmu qih atau ushul
qih, suatu permasalahan dikatakan sah bila permasalahan tersebut dilakukan
dengan memenuhi syarat rukunnya sehingga menghasilkan konsekuensi hukum
yang sesuai, seperti misalnya pernikahan.

(Pernikahan) dikatakan sah bila syarat rukunnya terpenuhi sehingga


konsekuensi hukumnya terpenuhi atau terwujud. Sehingga suami istri halal untuk
berhubungan, saling mewarisi dan seterusnya.

Namun suatu hukum dikatakan tidak sah bila salah satu syarat atau rukun tidak
terpenuhi, maka arti dari suatu hukum, suatu masalah dikatakan tidak sah alias
walaupun itu dipaksakan. Walaupun satu tindakan itu dipaksakan untuk
dilakukan tetapi secara tinjauan hukum syariat tidak menghasilkan konsekuensi
hukum yang semestinya.

Sehingga walaupun ada pernikahan, "Saya nikahkan engkau dengan putriku dan
seterusnya", "Saya terima.", namun salah satu syaratnya tidak terpenuhi maka
semua itu sia-sia. Tidak menghasilkan konsekuensi hukum sehingga tidak ada
pernikahan di antara mereka. Mereka tidak boleh berhubungan dan seterusnya

Transaksi jual-beli misalnya, ketika dikatakan tidak sah, berarti barang tetap milik
dari penjual, uang tetap milik dari pembeli, tidak menjadikan kedua barang
(barang dan harga) itu berpindah kepemilikan. Ini arti dari kata sah dan tidak sah

Sehingga ketika muallif mengatakan:

‫ويصح ضمان الديون املستقرة‬

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 94 of 120


fi
.

fi

fi
.

"Sah menjamin utang yang telah tetap selama nominalnya jelas.”

Mafhum mukhalifnya, analoginya bila satu dari kedua syarat ini tidak terpenuhi,
maka walaupun sudah ada komitmen, ada ijab dan qabul, saya jamin utang yang
akan engkau berikan kepada fulan, dalam kasus ini utangnya belum tetap

Karena utang baru akan diberikan pada waktu yang akan datang alias saat
kesepakatan penjamin ini belum ada utang-piutang maka itu sia-sia (tidak sah),
sehingga tidak memiliki konsekuensi hukum apapun dari kesepakatan ini, atau
sering diistilahkan dalam ilmu hukum dengan kata-kata batal demi hukum

Karena itu Al-Muallif rahimahullah ta'ala mengatakan

‫ولصاحب الحق مطالبة من شاء من الضامن واملضمون عنه إذا كان الضمان على ما بينا‬

Dan bila suatu kesepakatan suatu akad penjaminan utang telah memenuhi dua
syarat tadi. Utangnya telah tetap kemudian nominalnya juga jelas maka pihak
kreditur (pihak yang memberikan piutang) boleh menagih keduanya. Siapapun
yang dia suka

Karena itu beliau mengatakan:

‫ولصاحب الحق مطالبة من شاء‬

Pihak kreditur berhak menagih debitur ataupun penjaminnya

Kenapa? Karena kedua pihak tersebut penjamin dan yang berutang (penjamin
dan debitur) telah terjadi kesepakatan untuk melebur menjadi satu pihak. Saling
mewakili sehingga yang berutang dia ditagih karena memang dia yang berutang.

Sedangkan penjamin dia boleh ditagih dikarenakan dia telah berkomitmen


menyatakan untuk bersatu menjadi satu pihak dengan debitur. Karena itu pihak
kreditur yang mengutangi boleh menagih siapapun dari keduanya, walau tanpa
alasan

Dalam arti walaupun kreditur bisa menagih debitur, yang mengutangi bisa
menagih yang diutangi, tetapi dia lebih suka untuk menagih penjaminnya, maka
silahkan, itu boleh.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 95 of 120


.

Apalagi bila ada hambatan-hambatan yang menyebabkan pihak kreditur yang


mengutangi mendapatkan kesusahan untuk menagih debitur (yang diutangi).
Kalaupun tidak ada hambatan namun karena faktor suka-suka saja maka boleh
menagih siapapun yang dia mau.

Alasannya tadi sudah disampaikan, bahwa karena sudah ada penjaminan


hutang, pihak penjamin telah berkomitmen untuk menyatu dengan debitur yang
berutang. Sehingga sama saja menagih yang berutang ataupun menagih
penjaminnya. Boleh dua-duanya

Ini pendapat yang diajarkan dalam madzhab Imam Asy-Syafī'i rahimahullahu


ta'ala, alasan dari pendapat Imam Asy-Syafī'i ini seperti yang diutarakan di atas
‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـ َـ ـ‬yaitu
karena Adh-Dhoman (‫ )ال ـ ـ ـ ـ ـ ـضـ ـم ــان‬itu diambil dari kata Adh-Dhomm (‫ـض َّم‬
bersatu, bergabung, melebur.

Dengan demikian yang semula ada dua pihak penjamin dan yang dijamin.
Namun dengan adanya kesepakatan penjaminan utang ini, kedua orang ini
menjadi satu pihak (melebur menjadi satu pihak). Ini alasan yang diutarakan Al-
Imam Asy-Syafī'i dan juga ulama lain yang sependapat dengan beliau

Namun pendapat kedua, sebagian ulama berpendapat bahwa kreditur yang


mengutangi tidak boleh menagih penjamin kecuali bila ada hambatan, ada
halangan yang menyebabkan dia tidak mampu tidak bisa menagihkan utangnya
kepada pihak yang berutang (debitur). Baik karena debiturnya pailit atau
debitnya ingkar janji, menunda-nunda, tidak kooperatif atau mungkin dia safar,
pergi jauh tidak jelas kemana juntrungnya

Maka dalam kondisi seperti ini, baru dia boleh menagihkan Penjamin, karena
dalam kasus penjaminan utang di sini ada al-Ashl dan al-Far’u, ada pihak utama
dan pihak sekunder.

Primer, pihak primer yang dia memang yang berkewajiban membayar utang dan
dia yang berutang dan ada pihak kedua (pendukung) atau yang disebut dengan
Far’ (‫)فَ ْرع‬, yaitu penjamin utang.

Membolehkan menagih keduanya itu sama saja menggabungkan antara Al-Ashl


dan Al-Badl, Al-Badl dengan Al-Mubdal, menggabungkan antara primer dan
sekunder.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 96 of 120


Menjadikan satu sehingga tidak ada lagi primer tidak ada lagi sekunder. Tidak
ada Ashl, tidak ada mubdal tidak ada badal, tentu ini tidak sejalan dengan arti
dan hakikat dari Al-Badaliyyah atau yang juga disebutkan dengan Adh-
Dhomman.

Karena tujuan adanya akad dhomman itu hanya sebagai pelengkap dan
dhomman itu diklasi kasikan sejenis dengan gadai (barang gadai) yang tujuan
utamanya adalah untuk memberikan jaminan ketenangan kepada kreditur bahwa
hak dia akan terbayarkan.

Sebagaimana barang gadai tidak bisa dilelang tidak bisa diakuisisi oleh kreditur
kecuali bila debitur yang berutang itu tidak kooperatif atau gagal bayar, maka
tentu penjamin lebih layak untuk tidak ditagih kecuali yang berutang atau debitur
mengalami gagal bayar atau terkendala tidak bisa ditagih. Misalnya karena mati
atau menghilang dan seterusnya.

Di sisi lain barang gadai yang secara kepemilikan itu adalah milik debitur itu saja
tidak boleh langsung dieksekusi untuk melunasi utang, apalagi pihak lain yaitu
pihak penjamin yaitu merupakan orang asing sebetulnya.

Hanya saja terlibat dalam kasus utang-piutang ini karena adanya komitmen
adanya kesepakatan akad, yaitu akad penjaminan utang maka dia lebih layak
untuk tidak ditagih untuk tidak dieksekusi dengan cara menagih, kecuali bila ada
hambatan untuk menagihkan utang kepada pihak debitur. Ini pendapat kedua

Dan wallahu ta'ala a'lam pendapat kedua ini secara tinjauan teoritis lebih kuat
dan lebih dekat kepada loso arti dan substansi dari adanya dhomman yang
tujuan utamanya adalah memberikan jaminan bukan merupakan instrumen
pembayaran utang. Itu hanya tujuan utama yang telah memberikan kepastian
bahwa piutang kreditur itu dapat terbayarkan pada waktuny

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini kurang lebihnya mohon
maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 97 of 120


.

fi
fi

fi

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _RABU
| _25 Dzulhijjah 1442H
| _04 Agustus 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-92
📖 _Adh-Dhoman (Penjaminan Hutang) Bagian Kelima
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala

Kita masih dalam pembahasan Adh-Dhoman.

Al-Muallif mengatakan

‫وإذا غرم الضامن رجع على املضمون عنه إذا كان الضمان والقضاء بإذنه‬

Dan bila penjamin utang itu ternyata dia membayarkan utang. Dia membayarkan
dalam kondisi tertentu atau (dalam) karena pihak debitur gagal bayar atau
kreditur terhambat dari mendapatkan dari debitur yang mengutangi, tidak bisa
menagihkan piutangnya kepada yang berutang karena satu atau dua alasan

Sehingga penjamin akhirnya membayar utang, maka penjamin berhak untuk


menagihkan kembali apa yang telah dia bayarkan kepada orang yang dia jamin
utangnya

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 98 of 120


.

fi

Atau ‫ امل ـ ـ ـ ـ ـ ـض ـمــون ع ـ ـ ـ ـ ـ ـنــه‬pihak debitur yang secara de facto dialah yang seharusnya
berkewajiban membayar utang, dengan catatan adanya hak menagihkan
kembali kepada pihak debitur, kepada pihak yang berutang ini, dengan catatan
bila akad penjaminan ini terjadi atas kesepakatan dan atas restu dari pihak
yang berutang.

Dengan demikian bila penjaminan ini terjadi tanpa sepengetahuan dan tanpa
restu dari yang berutang maka penjamin tidak berhak untuk mengklaimkan
kembali apa yang dia bayarkan kepada kreditur, kepada debitur kepada pihak
yang berutang karena dia membayarkan utang orang lain tanpa seizin dari yang
berutang

Sehingga ini memberikan satu pelajaran penting bagi kita, bahwa dalam
penjaminan utang sangat memungkinkan terjadinya penjaminan utang tanpa
sepengetahuan pihak yang berutang

Sebagaimana kasus yang terjadi pada Abu Qatadah Al-Anshari radhiyallahu


'anhu. Ketika dia menjamin utang si mayit (orang yang meninggal dunia di zaman
Nabi) ada seorang yang meninggal dunia kemudian Nabi shallallahu 'alayhi wa
sallam hendak menyalatkan orang tersebut.

Sebelum menyalati Nabi bertanya, "Apakah orang ini mati dalam kondisi
meninggalkan utang?"

Para sahabat menjawab, "Iya dua dirham atau dua dinar”

Apakah dia meninggalkan aset yang bisa digunakan untuk meluasi utangnya?

Para sahabat menjawab, "Tidak

Kata Nabi kalau demikian shalatilah kerabat kalian ini. Nabi enggan menyalati
orang tersebut, sebagai bentuk warning kepada kaum muslimin agar tidak
ceroboh, agar tidak gampang-gampang dalam berutang. Karena berutang dalam
nominal yang di luar kapasitas kita, berutang tanpa perencanaan yang jelas, asal
berutang tanpa ada perencanaan yang jelas untuk bisa melunasi.

Ini satu perbuatan yang dzalim, ini dikategorikan sebagai bentuk kesengajaan
merusak atau mengambil harta orang lain, merusakkan harta orang lain, dan ini
tentu adalah suatu perbuatan dzalim, karena itu Nabi ingin memberikan warning

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 99 of 120


.

"

kepada para sahabat agar tidak ceroboh dan tidak gegabah dalam mengambil
utang

Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu merasa iba kepada sahabat ini yang mungkin
dulu juga tidak ingin berbuat jahat. Maka Abu Qatadah karena merasa iba beliau
secara sepihak spontan mengatakan, "Ya Rasulullah, utang dia aku yang
menanggungnya".

Dalam kasus ini berarti dengan jelas Abu Qatadah menjamin utang si mayit
tersebut dan tentu tanpa restu dari si mayit, karena si mayit tidak lagi mungkin
bisa memberikan restu atau mengizinkan. Dan ini bukti nyata, dalil yang nyata,
bahwa menjamin utang orang lain itu boleh walaupun yang berutang tidak tahu
menahu

Karena bisa jadi yang berutang itu merasa sungkan, merasa risih bila ketahuan
dia berutang. Dia tidak ingin ketahuan berutang, dan mungkin dia akan merasa
malu kepada anda kalau anda sampai membayarkan utangnya tapi anda tahu
utang tersebut

Maka anda bisa secara sepihak datang kepada pihak kreditur yang telah
mengutangi bahwa kalau jatuh tempo nanti si fulan gagal bayar saya akan
bayarnya tapi tolong jangan bilang-bilang, jangan sampaikan kepada dia. Seperti
ini dibenarkan dalam islam

Sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Abu Qatadah, dia memberikan


penjaminan utang tanpa restu dari orang yang berutang karena orang yang
berutang telah meninggal dunia

Dan syarat yang kedua, anda boleh menagihkan kembali apa yang telah anda
bayarkan kepada kreditur bila yang pertama anda menjamin utang tersebut
atas restu dari pihak yang berutang dan yang kedua ketika anda
membayarkannya pun anda terlebih dahulu meminta restu kepada pihak
yang berutang.

Kenapa demikian? Karena bisa jadi pihak yang berutang tersebut tidak ingin
memiliki utang kepada anda. Dia siap berutang kepada orang lain namun kepada
anda belum tentu. Karena mungkin dia malu segan dan lain sebagainya. Tidak
ingin punya utang budi kepada anda

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 100 of 120


.

Atau bisa jadi pihak yang berutang tersebut dalam kondisi mu'sir dalam kondisi
sebetulnya masih bisa meminta untuk ditunda pembayarannya. Karena dia
dalam kondisi mu'sir (dalam kondisi yang sulit keuangannya) sehingga boleh
dinegoisasi ulang, untuk direstrukrisasi utangnya, direncanakan ulang
pembayaran utangnya

Atau bisa jadi sebetulnya dia mampu, namun karena faktor dia sedang
menghitung keuangannya, merencanakan keuangannya, atau mungkin dia
sedang menjual asetnya yang akan segera laku dan segera bisa dia melunasi
utangnya

Sehingga tanpa perlu harus berutang kepada orang kedua atau orang ketiga,
sehingga bila anda melunasi utangnya tanpa sepengetahuan pihak yang
berutang maka anda tidak berhak mengklaimkan kembali nominal utang tersebut
kepada orang yang anda jamin

Kenapa? Karena, perlu diingat penjaminan utang itu termasuk akad muamalah
dan akad itu idealnya dilakukan atas dasar suka sama suka, sehingga bisa jadi
walaupun pada awalnya dia rela untuk anda jamin utangnya namun belum tentu
dia rela dan merestui bila anda betul-betul membayarkan utangnya

Bisa jadi ada orang yang punya izzah punya anafah, punya harga diri yang
tinggi, punya gengsi yang tinggi. Semula dia terpaksa untuk bisa mendapatkan
pinjaman tersebut, sehingga mungkin dia rela malu di depan anda, minta untuk
dijamin utangnya.

Namun ketika jatuh tempo, belum tentu dia mau bila anda betul-betul
membayarkan utangnya. Sebetulnya dia lebih memilih untuk berkomunikasi
dengan kreditur untuk membuat kesepakatan baru. Misalnya barter barang,
misalnya pembayarannya tidak dengan uang, pembayarannya dengan barang
lain atau dengan jasa

Atau mungkin juga pihak kreditur sebetulnya juga siap memberikan tangguh
kepada pihak debitur yang berutang. Sehingga pihak yang berutang bisa jadi
merasa keberatan untuk dibayarkan utangnya karena dia tidak ingin berutang
budi kepada orang lain selain yang telah mengutangi dirinya tersebut

Ini pertimbangan-pertimbangan yang patut untuk diakomodir sehingga kalau


sampai anda sebagai penjamin utang membayarkan tanpa sepengetahuan
orang yang anda jamin, maka anda secara prinsip dalam ilmu qih tidak berhak

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 101 of 120


.

fi
.

sebagaimana pihak yang anda jamin juga berhak untuk menolak mengembalikan
nominal uang yang anda bayarkan karena anda membayarkannya tanpa izin,
tanpa pemberitahuan dan tanpa restu

Bisa jadi anda pagi-pagi sudah melunasi padahal pihak yang berutang masih
punya ruang waktu yang cukup untuk melakukan pelunasan. Mungkin di siang
hari dia bisa melunasi, di sore hari dia melunasi. Karena hari itu terhitung hingga
maghrib. Bisa jadi pagi-pagi anda sudah melunasinya

Ini tentu beberapa alasan yang perlu diakomodir, sehingga seperti yang
dijelaskan oleh muallif bahwa kalau anda sampai membayarkan utangnya tanpa
sepengetahuan dan tanpa restu pihak debitur maka anda tidak berhak untuk
mengklaimkan ulang nominal yang anda bayarkan kepada pihak debitur

Karena anda telah melakukan satu tindakan tanpa restu dari orang yang
berkewajiban. Padahal hukum asalnya seperti yang tadi diutarakan setiap
muamalah itu haruslah ditunaikan dengan prinsip tarādhin (suka sama suka)

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, kurang dan lebihnya
mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 102 of 120


.

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _KAMIS
| _26 Dzulhijjah 1442H
| _05 Agustus 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-93
📖 _Adh-Dhoman (Penjaminan Hutang) Bagian Keenam
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala

Kita masih dalam pembahasan Adh-Dhoman

Al-Muallif mengatakan

‫وال يصح ضمان املجهول وال ما لم يجب إال درك البيع‬

"Tidak sah memberikan jaminan utang yang belum jelas nominalnya (tidak jelas
berapa nominalnya) dan juga utang yang belum pasti, kecuali jaminan atas
resiko barang yang dijual, kerusakan, atau kalau ternyata kemudian hari barang
yang dijual tersebut ternyata adalah barang milik orang lain, terbukti itu milik
orang lain." Itu disebut ‫َدرك امل َ ِبيْع‬

Sehingga di sini muallif karena penjaminan utang itu termasuk muamalah,


sedangkan muamalah itu dikategorikan dalam hal ini termasuk jual-beli utang
dengan utang.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 103 of 120


fi
.

Yang semula harusnya tidak boleh namun diizinkan (dibolehkan) karena adanya
hajjah (kebutuhan) untuk membolehkan akad semacam ini. Maka harus dalam
kondisi transparan

Dengan demikian utang-piutang yang belum jelas nominalnya dan juga utang-
piutang yang belum tentu terjadi, itu tidak boleh menjadi obyek akad penjaminan,
karena itu termasuk gharar.

Menurut loso dalam madzhab Asy-Syafī'i pihak yang berutang itu seakan-akan
menjual utangnya (kewajiban dia) kepada pihak penjamin, dan penjamin akan
mendapatkan pembayaran yang sama pada waktu lain

Ini alasan yang menjadikan para ulama Syafī'i menggunakan dalil yang berkaitan
dengan larangan gharar. Sehingga utang-piutang yang belum jelas nominalnya,
utang-piutang yang belum jelas terjadi atau tidak, tidak boleh dijamin, tidak boleh
menjadi objek akad penjaminan utang

Namun seperti yang disampaikan sebelumnya pula bahwa yang lebih tepat
penjaminan utang itu termasuk akad sosial bukan akad jual-beli. Ini hanya
sekedar instrumen untuk memberikan ketenangan kepada kreditur bahwa hak
dia akan kembali serupa dengan akad rahn (akad pegadaian), serupa dengan
akad syahadah (persaksian) instrumen alat bukti

Sehingga penjaminan utang ini lebih dominan aspek sosialnya dibandingkan


aspek komersialnya. Sehingga wallahu ta'ala a'lam yang lebih tepat adalah
menjamin utang yang belum jelas, utang yang nominalnya belum jelas juga, tidak
masalah, asalkan itu dilakukan secara taradhin dan penjaminnya betul-betul
mampu

Karena secara hukum prinsip muamalah yang terjadi antara manusia hukum
asalnya boleh selama tidak berbenturan dengan dalil-dalil yang qath'i dengan
dalil yang tegas, shahih, valid yang melarang praktik-praktik yang semacam itu.
Selama tidak ada larangan maka hukum asalnya boleh.

‫إال درك البيع‬

Kecuali menurut penjelasan madzab Asy-Syafī'i menjamin kerusakan ataupun


barang yang dijual, kalau terbukti itu ternyata bukan barang milik penjual, itu sah
walaupun itu termasuk kategori menjamin sesuatu yang belum tentu.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 104 of 120


.

fi
fi
.

Namun ketika kita kembalikan kepada hukum asal muamalah itu boleh, dan itu
pendapat yang lebih rajih dibanding dengan apa yang diutarakan oleh muallif di
sini, maka tidak perlu ada pengecualian semacam ini

Karena utang-piutang apapun selama ada kesepakatan dan kesanggupan untuk


menjamin utang, maka secara hukum prinsipnya (secara prinsip dasar dalam
muamalah) boleh.

Karena ‫ األصـل فـي املـعامـالت الحـل‬hukum asal mualamah berinteraksi sesama manusia
itu halal selama tidak ada dalil yang tegas, dalil yang valid melarangnya

Ini yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini, kurang dan lebihnya
mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 105 of 120


.

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _JUM’AT
| _27 Dzulhijjah 1442H
| _06 Agustus 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-94
📖 _Adh-Dhoman (Penjaminan Hutang) Bagian Ketujuh
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala

Masih bersama kitab Matan Al-Ghayyah Al-Ikhtishar buah karya Syaikh Imam
Abu Syuja' rahimahullahu ta'ala. Dalam bab Adh-Dhoman (penjaminan utang)
beliau mengatakan

‫وال يصح ضمان املجهول وال ما لم يجب إال درك البيع‬

Katanya: Tidak sah menjamin utang yang nominalnya tidak tahu (tidak diketahui)
tidak jelas berapa nominalnya, berapa angkanya, atau apa yang diutang, apa
yang menjadi tanggungan.

Ketika tidak ada kejelasan pada objek yang ditanggung, utang yang menjadi
tanggungan, tidak jelas nominalnya, tidak jelas jatuh temponya, tidak jelas
tempat pembayarannya, demikian pula tidak jelas sifat barang yang menjadi
utang tersebut

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 106 of 120


.

fi
fi
.

Maka ‫ ال ي ـ ـ ـ ـ ـ ـص ــح‬tidak sah, para ulama Asy-Syafī'i, para ahli qih yang tergolong
dalam madzhab Asy-Syafī'i memberikan alasan atau berdalil dengan hadits Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Imam muslim serta yang lain

‫الغر ِر‬ ِ
ِ‫الحصاة و عن بَيع‬ ِ
ِ‫عليه وس َّل َم عن بيع‬ ‫رسول ال َّل ِه ص َّلى ال َّل ُه‬
ُ ‫نَ َهى‬
َ

Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam melarang kita dari bertransaksi dengan media
batu, yaitu melemparkan batu kepada beberapa objek barang, apapun bendanya
yang terkena lemparan tersebut, maka itulah yang akan diperjualbelikan, dengan
nilai yang telah disepakati

Ini adalah bentuk dari ketidak-pastian, barang yang diperdagangkan, karena bisa
jadi ketika melempar anda bisa mengenai barang yang nilainya mahal, atau bisa
jadi mengenai barang yang nilainya sangat murah. Sehingga ada ketidak-pastian
pada objek yang diperdagangkan

ِ
Maka ini termasuk terlarang dan itu disebut dengan ‫ـحصاة و عـ ـ ــن بـ ـ ــيع الـ ـ ــغرر‬‫ بـ ـ ــيعِ الـ ـ ـ‬dan
Nabi juga melarang transaksi yang mengandung unsur gharar. Apapun,
dimanapun, unsur gharar itu didapatkan maka transaksi itu terlarang

Keumuman hadits ini kemudian oleh para ulama Asy-Syafī'i dijadikan sebagai
acuan sebagai dalil untuk melarang segala bentuk transaksi yang bersifat
komersial ataupun non komersial.

Ketika transaksi itu bersifat komersial maka jelas itu semakna dengan jual-beli,
yang itu merupakan tema dari larangan hadits di atas. Kalau itu adalah transaksi
yang non komersial, maka transaksi yang non komersial itu dianalogikan
diqiyaskan dengan transaksi-transaksi dengan akad-akad yang bersifat
komersial

Kenapa? Ada satu benang merah, ada satu kesamaan yaitu adanya gharar
dalam satu akad komersial ataupun non komersial, itu akan menimbulkan
sengketa, menimbulkan perselisihan pendapat. Yang ini tentu tidak diinginkan
dalam islam

Karenanya ulama Asy-Syafī'iyyah mengatakan, selama mengandung unsur


gharar maka akad tersebut terlarang walaupun itu akad sosial. Termasuk akad
menjamin utang, karena bisa jadi anda mengira nominal utang yang anda jamin
itu kecil maksimal paling 100 Juta. Mungkin anda berkata demikian

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 107 of 120


.

fi
.

Namun ternyata, ketika anda mengetahui bahwa nominal utang yang akan anda
jamin itu ternyata nilainya berlipat-ganda dari yang anda prediksi, bisa jadi anda
menyesal, bisa jadi anda mengurungkan diri, tidak siap untuk menjamin utang
tersebut

Sehingga walaupun ini pada akad sosial, tapi potensi menimbulkan sengketa
‫ تَنَازَع‬perselisihan, ikhtilaf dan itu tidak diinginkan dalam islam.

Karenanya untuk mencegah semua itu, para fuqaha Asy-Syafī'iyyah berdalil


dengan keumuman hadits yang melarang akad yang mengandung unsur gharar.

Namun sekali lagi seperti yang pernah disampaikan sebelumnya bahwa hadits di
atas itu hanya berlaku pada akad jual beli atau yang semakna. Kenapa? Karena
biasanya perselisihan sengketa itu terjadi pada akad komersial

Sedangkan pada sosial maka penjamin itu dia berniat untuk menolong, sehingga
bagi dia tidak ada masalah utangnya besar atau utangnya kecil selama dia
merasa mampu, apa yang perlu dipersoalkan? Apalagi sering kali ketika yang
menjamin mengatakan, "Berapapun nilainya, saya siap menjamin”,

Maka selama ini telah dicapai satu kesepakatan antara yang menjamin dengan
yang dijamin (penjaminnya dengan yang dijamin) sepakat dan terjadi kerelaan
maka hukum asal suatu kesepakatan, suatu akad itu adalah halal

Sedangkan menganalogika sosial dengan komersial tentunya analogi yang


kurang kuat. Karena komersial itu suatu akad yang kedua belah pihak berusaha
mencari keuntungan.

Sedangkan pada sosial, akad sosial itu salah satu pihak berusaha menolong,
ingin memberikan uluran tangan dan dia tidak pernah merasa menyesal bahkan
sering kali ia tidak merasa ingin mendapatkan gantinya. Seperti wakaf, hibah,
manihah atau yang serupa

Dia tidak ingin mendapatkan imbalan, dia betul-betul ingin menolong orang yang
sedang dalam kesusahan

Makanya dalam penjelasan yang telah disampaikan sebelumnya, pendapat yang


lebih kuat adalah bolehnya menjamin utang yang nominalnya tidak jelas selama
ada kesepakatan dan selama penjamin atau pihak yang menyatakan sanggup

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 108 of 120


.

menjamin utang itu merasa siap secara psikis secara mental dan juga secara
nansial

Karenanya apa yang diutarakan oleh muallif di sini oleh penulis yaitu Imam Abu
Syuja itu berdasarkan madzhab yang diajarkan dan dianut oleh Imam Asy-Syafī'i
dan para pengikutnya.

Namun ternyata ditemukan pendapat lain yang mengatakan bahwa menjamin


utang yang nominalnya belum jelas itu boleh karena menjamin utang bukanlah
jual-beli, bukan jual-beli utang-piutang namun ini adalah akad sosial (tolong
menolong).

‫َواهلل تَ َعا َونُوا َع َلى ا ْل ِب ِّر َوالت َّ ْق َو ٰى‬

"Dan Allāh telah memerintahkan kita untuk tolong menolong, bahu membahu
dalam kebajikan dan ketakwaan.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini kurang dan lebihnya
mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 109 of 120


fi
.

"

🌐 *WAG Dirosah Islamiyah


Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _SENIN
| _30 Dzulhijjah 1442H
| _09 Agustus 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-95
📖 _Adh-Dhoman (Penjaminan Hutang) Bagian Kedelapan
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala

Masih bersama kitab Matan Al-Ghayyah Al-Ikhtishar buah karya Syaikh Imam
Abu Syuja' rahimahullahu ta'ala. Dalam bab Adh-Dhoman (penjaminan utang)
beliau mengatakan

‫وال ما لم يجب إال درك املبيع‬

Sebagaimana tidak boleh menurut madzhab Asy-Syafī’i, tidak boleh menjamin


utang yang belum berketetapan hukum, kecuali ‫ درك امل ـ ـ ـ ـ ـ ـب ـي ــع‬yaitu kalau seorang
menjual barang kepada pembeli, kemudian pembeli merasa khawatir kalau-kalau
barang yang dia beli ini adalah barang milik orang lain, bukan miliknya penjual

Sehingga dia khawatir kalau itu dibeli, suatu hari muncul pemilik yang sah,
sehingga akan digugat dan akhirnya dia akan kehilangan uang dan barangnya
akan dieksekusi oleh pemiliknya yang sah

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 110 of 120


_

fi
fi
.

Dalam kondisi semacam ini, adanya kekhawatiran ini, seringkali pembeli


menuntut kepada penjual, agar penjual mengajukan memberikan jaminan
mendatangkan pihak ketiga yang memberikan jaminan. Bahwa pihak ketiga
sanggup menanggung kerugian, sanggup mengganti rugi, mengembalikan dana
pembeli bila ternyata barang yang dia beli itu ternyata bukan milik penjual.

Ini yang disebut dengan ‫درك املبيع‬

Walaupun gugatan dari pembeli ini belum tentu terjadi, bahkan bisa jadi tidak
akan pernah terjadi karena memang barang yang dijual-belikan itu adalah betul-
betul sah milik penjual, tidak terjadi sengketa. Namun demi kemaslahatan umum
apalagi di zaman dahulu anda bisa bayangkan!

Di zaman dahulu status kepemilikan barang itu belum seperti zaman sekarang.
Kepemilikan barang zaman sekarang sering kali didukung oleh dokumen
(dokumen kepemilikan barang), serti kat tanah, surat kepemilikan kendaraan
(BPKB) misalnya Bukti Kepemilikan Kendaraan, atau IMB (izin mendirikan
bangunan), atau yang lainnya, serti kat atau yang lainnya

Tapi di zaman dahulu sering kali kepemilikan barang hanya dibuktikan dengan
hal yang sederhana, yaitu barang itu berada dimilikinya secara bertahun-tahun
atau dalam waktu yang lama, atau barang itu sekedar ada di tangannya. Namun
tidak ada bukti yang tertulis, atau barangkali maksimal mungkin hanya saksi

Persaksian segelintir orang, yang mempersaksikan bahwa barang yang


diperjual-belikan itu adalah betul-betul milik penjual. Sehingga potensi terjadinya
gugatan dikemudian hari, potensi terjadinya klaim dikemudian hari, bahwa
barang itu milik pihak ketiga, itu sangat mungkin terjadi

Maka adanya urgensi, adanya haajah, adanya kebutuhan yang bersifat umum
semacam ini kemudian menjadikan para ulama termasuk ulama yang menganut
madzhab Asy-Syafī'i, mereka memberikan satu pengecualian bahwa menjamin
sesuatu yang belum pasti itu hukum asalnya tidak boleh, kecuali dalam kasus
semacam ini

Apa alasannya? Karena ini adalah sebuah kondisi yang merata, kondisi yang
menimpa banyak orang, adanya haajah

Padahal dalam satu kaidah menyatakan:

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 111 of 120


.

fi
fi
.

‫الحاجة تُنَزَّل منزلة الضرورة‬

Adanya urgensi, adanya kebutuhan yang bersifat umum (betul-betul kebutuhan


itu valid, kebutuhan itu nyata), maka kebutuhan itu diperlakukan bagaikan satu
kondisi darurat. Sehingga dapat menjadi alasan dibolehkannya sesuatu yang
semula terlarang

Seperti halnya melihat wanita non mahram, itu hukum asalnya haram. Anda
melihat wanita non mahram itu hukum asalnya haram.

Namun karena ada haajah ada keperluan untuk pengenalan calon mempelai
(calon pengantin), calon istri, maka islam membolehkan calon pengantin laki-laki
untuk terlebih dahulu memandang melihat atau yang disebut dengan nadhar
untuk melihat calon istrinya. Agar tidak ada penyesalan di kemudian hari

Agar ketika dia menikah, betul-betul telah mengetahui wanita yang akan dinikahi,
walaupun semula hukum melihat wanita yang non mahram (bukan mahram) itu
haram, tapi karena adanya satu keperluan yang nyata maka keperluan yang
nyata ini kemudian menjadi alasan untuk dibolehkannya bagi calon suami untuk
melihat calon istrinya sebelum terjadi akad

Demikian pula seorang thabib (dokter) yang harus mengobati seorang pasien, di
mana pasien tersebut lawan jenis (wanita) atau sebaliknya pria. Karena tidak ada
tenaga medis yang lain yang sama jenis dengan pasien sedangkan pasien
membutuhkan bantuan

Seperti misalnya anda menyaksikan di pinggir jalan atau di jalan, satu kondisi
kecelakaan. Anda seorang tenaga medis, pasien ini membutuhkan pertolongan,
kalau tidak dia akan mengalami kesakitan, dia akan segera membutuhkan
pertolongan kalau tidak, dia akan celaka, dia akan sengsara, padahal dia lawan
jenis,

Maka dalam kondisi semacam ini tidak sepatutnya anda menunggu. Tunggu
sampai datang tenaga medis yang sama jenis, laki sama laki, perempuan sama
perempuan, tidak boleh.

Anda boleh, anda segera oleh menolong, walaupun dia lawan jenis kalau
memang kondisinya betul-betul menuntut untuk anda melakukan satu tindakan

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 112 of 120


Ada orang tenggelam anda dituntut memberikan pertolongan, kalau tidak orang
yang tenggelam ini akan segera mati karena kehabisan pernafasan,
membutuhkan bantuan pernafasan lewat mulut (misalnya) sedangkan dia lawan
jenis. Ini kondisi darurat

Kondisi darurat semacam ini, menjadikan suatu yang semula terlarang menjadi
halal, demikian pula kondisi yang walaupun itu tidak se-emergency, sedarurat,
segenting kondisi darurat namun itu kondisi yang nyata. Apalagi itu menimpa
banyak orang yang disebut dengan haajah, kemaslahatan umum

Maka para ulama menyatakan:

‫الحاجة تنزل منزلة الضرورة‬

Adanya suatu kebutuhan (urgensi) untuk melakukan suatu tindakan yang semula
itu terlarang namun karena kebutuhan ini nyata (real) fakta dan menimpa banyak
orang, maka walaupun itu bukan kondisi emergency, namun semula yang
terlarang itu dibolehkan.

Terlebih larangan tersebut bersifat preventif larangan yang tujuannya untuk


mencegah terjadinya sesuatu yang negatif

Dan telah disampaikan bahwa menjamin utang yang tidak jelas nominalnya ini
menurut madzhab Asy-Syafī'i dilarang, bukan karena ini sesuatu yang dilarang
pada dzatnya, tidak. Tetapi ini suatu tindakan yang berpotensi menimbulkan
sengketa

Sehingga larangan ini bersifat preventif, maka larangan yang bersifat preventif ini
dapat terkalahkan diabaikan bila ada satu haajah yang nyata. Betul-betul nyata
bukan rekayasa. Sehingga, karena ini satu kebutuhan yang nyata maka tidak
bijak bila kita tetap mempertahankan sikap preventif.

Karena itu wallahu ta'ala a'lam, pendapat yang lebih kuat adalah bolehnya
menjamin utang yang belum jelas nominalnya termasuk menjamin barang yang
diperjual-belikan. Kalau-kalau ada kekhawatiran, kalau-kalau barang yang
diperjual-belikan itu ternyata bukan milik penjual

Ini yang dimaksud dengan ‫درك املبيع‬.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 113 of 120


.

Ini yang menjadikan fuqaha Asy-Syafī'iyyah, para ahli qih dalam madzhab
Syafī'i, kemudian mengecualikan kondisi ini, karena adanya haajah mereka
mengakui bahwa masyarakat membutuhkan adanya kepastian hukum,
kekhawatiran adanya penipuan adanya tindakan yang tidak terhormat dari
penjual yang menjual barang milik orang. Ini nyata

sehingga masyarakat butuh adanya kepastian jaminan kalau ternyata penjual


menipu, menjual barang bukan miliknya, maka ada pihak ketiga yang siap
menanggung kerugiannya. Sehingga di sini ketika ada pihak ketiga yang
menjamin, maka pembeli akan merasa tenang, tidak khawatir dengan kelanjutan
dari transaksinya

Ini menjadikan para fuqaha Asy-Syafī'iyyah kemudian mengecualikan kondisi ini,


karena mereka mengakomodir adanya haajah, adanya kebutuhan masyarakat
akan kepastian hukum dalam transaksi jual-beli

Namun sekali lagi, menjamin utang itu adalah akad sosial dan hukum asal
transaksi itu adalah halal selama tidak ada dalil yang dengan tegas melarang
penjaminan tersebut

Apalagi apa yang diutarakan oleh para fuqaha Asy-Syafī'iyyah adanya haajah
adanya tuntutan, adanya kebutuhan terhadap penjaminan utang, walaupun
nominal utangnya belum jelas, itu ternyata juga nyata.

Karenanya, wallahu ta'ala a'lam pendapat yang lebih kuat boleh menjamin utang
orang lain, walaupun nominalnya belum bisa dipastikan selama penjamin itu
merasa mampu, merasa bahwa dia betul-betul memiliki kesiapan secara
nansial untuk melunasi, atau memberikan jaminan tersebut bila ternyata suatu
saat betul-betul ia dituntut untuk menggantikan peran yang berutang
(membayarkan utang) pihak kreditur

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, kurang dan lebihnya
mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 114 of 120


fi

fi
🌐 *WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsya

▪ 🗓 _SELASA
| _01 Muharam 1443H
| _10 Agustus 2021M

🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Ari n Badri, Lc., M.A. ‫*حفظه اهلل تعالى‬
📗 *Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 *Audio ke-96
📖 _Al Kafalah (Menjamin Badan Orang yang Memiliki Tanggungan Finansial)
~~~•~~~•~~~•~~~•~~

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬
‫ والصالة و السالم على رسول اهلل وعلى آله وأصحابه ومن وااله أمام بعد‬،‫الحمد هلل‬

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga
senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala

Muallif rahimahullah mengatakan:

‫والكفالة بالبدن جائزة إذا كان على املكفول به حق آلدمي‬

Sekarang beliau berpindah kepada tema menjamin orang (menanggung sik


orang) yang memiliki tanggung-jawab nansial, itu dibolehkan

Misalnya anda menyatakan kepada pihak kreditur, "Saya siap menghadirkan


orangnya, kalau dia pergi, saya siap mendatangkannya kembali". Ini namanya
menjamin badan, ‫الكفالة بالبدن‬.

Artinya anda menyatakan siap menghadirkan orangnya, bukan membayar


utangnya, yang anda tanggung adalah menghadirkan orangnya. Orang yang
memiliki tanggungan nansial, anda tidak menyatakan menanggung utangnya,

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 115 of 120


*

fi
_

fi
fi
.

fi
_

tapi anda hanya menanggung atau menyatakan siap menghadirkan orang


tersebut, yang disebut ‫الكفالة بالبدن‬

Beliau mengatakan:

‫الكفالة بالبدن جائزة‬

Menyatakan mengutarakan jaminan bahwa anda siap menghadirkan orang


tersebut untuk kemudian dihadirkan di majelis hakim, di peradilan, atau yang
lainnya itu sah. Selama tanggungan orang tersebut bersifat nansial semata,
yaitu dalam urusan perdata saja bukan urusan pidana

Hanya urusan perdata yaitu karena ada gugatan atas sengketa harta dan
serupa, ini boleh karena dalam Al-Qur'an juga telah dinyatakan tentang adanya
‫ الكفالة بالبدن‬ini.

ۭ ‫ح ْم ُل بَ ِعي ۢ ٍر َوأَنَا ۠ ِب ِهۦ ز َِعي ٌم‬


ِ ‫َو ِملَن َجآ َء ِب ِهۦ‬

"Dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan


(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” [QS Yusuf: 72

Pada kisah selanjutnya

‫ون َم ْو ِث ًۭقا‬ ِ ‫َل ْن أُر‬


ِ ُ‫س َلهُۥ َم َع ُك ْم َحتَّىٰ تُ ْؤت‬ ْ

"Aku tidak akan mengutus atau mengirimkan Benjamin untuk kalian ajak berburu
kecuali kalau kalian telah memberikan jaminan.” [QS Yusuf: 66

Singkat cerita Yusuf alayhissallam yang kala itu telah menjadi menteri (perdana
menteri) di kerajaan Mesir. Ketika mengetahui Benjamin telah hadir di depannya,
hadir karena mereka ingin meminta sumbangan bahan makanan

Maka nabi Yusuf alayhissallam membuat satu rekayasa agar bisa menahan
saudaranya Benjamin agar tidak dibawa lagi bersama saudara-saudara
seayahnya. Khawatir kalau Benjamin nanti disakiti atau dikhianati sebagaimana
mereka sebelumnya telah mengkhianati Nabi Yusuf.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 116 of 120


fi
.

Maka Nabi Yusuf membuat rekayasa mengesankan bahwa Benjamin mencuri,


padahal tidak. Sehingga ia sengaja memasukkan timbangan ke tunggangan atau
ke perbekalannya Benjamin.

Kemudian ketika rombongan Benjamin dan saudaranya beranjak pergi, Yusuf


alayhissallam mengutus seorang untuk membuat satu pengumuman bahwa
perdana menteri kehilangan timbangannya, takarannya. Berarti ada yang
mencuri

Maka akhirnya diperiksalah satu persatu rombongan Benjamin dan ternyata


ditemukan timbangan itu ada di tunggangannya Benjamin, maka Benjamin
ditahan. Saudara-saudaranya (saudara seayahnya) berusaha membujuk Nabi
Yusuf agar melepaskan Benjamin dan mengganti orang lain (sebagai tahanan)

ٓ‫خذْ أ َ َح َدنَا َم َكانَ ُهۥ‬


ُ

Katanya: "Tahan saja satu dari kami, jangan Benjamin”

Karena Benjamin kami telah berkomitmen (telah bersumpah) di depan ayah


untuk bisa membawanya kembali. Namun ternyata, nabi Yusuf tidak menerima
usulan tersebut

Kesimpulannya pendek kata, pada kisah ini Allah menceritakan adanya


keinginan (usulan) dari saudara-saudara seayah Nabi Yusuf, agar Nabi Yusuf
mau mengganti Benjamin dengan orang lain. Menawan orang lain sebagai
gantinya Benjamin (sebagai jaminannya Benjamin). Ternyata Nabi Yusuf tidak
menerima ini

Sehingga dalam kisah ini ada upaya, ada pembenaran praktik mengganti,
menjamin, orang yang telah berbuat kriminal. Karena di dalam Al-Qur'an tidak
ada pengingkaran terhadap praktik ini, sebagaimana Nabi juga tidak mengingkari
praktik ini. Sehingga dalam kasus ini, bisa dikatakan berlaku kaidah,

‫شرع من قبلنا شرع لنا إذا لم يرد شرعنا ما يخالف‬

Syari'at umat sebelum kita itu juga berlaku sebagai syari'at kita selama di dalam
syari'at kita tidak ada dalil yang tegas menganulir atau melarang syari'at
tersebut

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 117 of 120


Kisah ini diceritakan dalam Al-Quran tanpa ada pengingkaran, dan juga tanpa
ada pengingkaran dari Nabi, sehingga ini cukup menjadi alasan untuk kemudian
mengatakan bahwa menjamin orang yang berbuat kriminal itu juga sah (boleh)

Sehingga muncul pertanyaan, lalu bagaimana kalau ternyata pelaku dosanya,


pelaku kriminalnya ternyata betul-betul kabur, tidak mau kembali?

Siapa yang akan dieksekusi?

Maka konsekuensi dari membolehkan menjamin pelaku kriminal itu adalah


penjamin tadi dialah yang akan dieksekusi. Kalau dia yang membunuh maka
dialah yang akan dibunuh. Kalau kasusnya dalam pencurian, maka penjaminnya
akan dipotong tangannya, demikian seterusnya.

Dan inilah yang menjadikan ulama Asy-Syafī'i mengatakan menjamin pelaku


kriminal itu tidak sah. Karena akan berdampak, akan berakibat menghukumi
orang yang tidak berbuat dosa.

Penjamin itu tidak melakukan dosa, bukan pelaku kriminal namun memfatwakan
bolehnya ‫ ال ـ ـ ـ ـ ــكفال ـ ـ ـ ـ ــة ب ـ ـ ـ ـ ــال ـ ـ ـ ـ ــبدن‬menjamin pelaku kriminal ini. Ini akan berkonsekuensi
seperti ini. Oleh karena itu para ulama Asy-Syafī'i mengatakan

‫إذا كان على املكفول به حق آلدمي‬

Boleh dijamin kalau yang dijamin itu kaitannya dengan hukum perdata, maka
boleh

Tapi kalau yang dijamin itu adalah hukuman sik karena pelakunya melakukan
tindak kriminal yang mengharuskan dia misalnya dirajam, dibunuh, dipotong
tangannya, dicambuk, maka menurut fuqaha Asy-Syafī'iyyah tidak dibenarkan

Kenapa? Karena ini akan berdampak, berkonsekuensi pada menghukumi selain


pelaku, padahal Allāh telah ber rman:

ْ ُ ‫َو َال تَ ِز ُر َوا ِز َر ۭةٌ ِوز َْر أ‬


‫خ َر ٰى‬

"Dan setiap jiwa itu tidak berkewajiban menanggung dosa orang lain.

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 118 of 120


.

fi

fi

Namun ayat ini tentu bersifat umum, sedangkan telah ditemukan satu dalil yang
lebih spesi k, Nabi telah bersabda

‫الزعيم ضامن‬

Az-Za’im semakna dengan kafīl, orang yang menanggung yaitu yang disebut
kafīl, dhommin, dia bertanggung jawab.

Keumuman hadits ini berlaku pada penjaminan perdata dan juga berlaku pada
penjaminan pidana. Oleh karena itu Allah ta'ala a'lam pendapat yang lebih kuat
dalam hal ini، adalah pendapat yang menyatakan atau membolehkan adanya
penjaminan dalam kasus-kasus perdata dan juga pidana.

Dan sebagai konsekuensi adanya penjaminan maka siapapun yang menjamin,


maka
- Kalau memang diputuskan dia harus mengganti, dia harus membayar, maka
dia harus membayar, sebagai konsekuensi penjaminan
- Kalau ternyata pihak yang dijamin ngemplang tidak kooperatif maka dia harus
menjamin (membayar).
- Kalau ternyata pihak yang dijamin kabur dan ternyata kasusnya adalah kasus
pidana, maka dia harus menjalani hukuman

Itu sebagai konsekuensi dari aplikasi sabda Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam
pada haditsnya.

‫الزعيم ضامن‬

Semakna dengan ka l, orang yang menanggung orang lain, menjamin orang lain
itu berkewajiban dhāmin (‫)ض ـ ـ ــام ـ ـ ــن‬, berkewajiban menanggung apa yang dia jamin
tersebut. Baik itu berkaitan dengan pidana ataupun berkaitan perdata, berkaitan
dengan uang (tagihan uang) nansial ataupun berkaitan dengan hukuman sik.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan
serta lebihnya saya mohon maaf

‫وباهلل التوفيق و الهداية‬


‫السالم عليكم ورحمة اهلل وبركاته‬

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 119 of 120


fi

fi

fi
.

fi

*Donasi Pengembangan Dakwah FatwaTV & Dewan Fatwa Perhimpunan Al-


Irsyad
Salurkan Infaq Terbaik Anda ke
www.DewanFatwa.com/RekeningDonas

| MANDIRI Syaria
| 777 183 183 9
a/n *Yayasan Pilar Media Komunikasi

Kon rmasi Donasi:


wa.me/62838-0600-0003

Dirosah Islamiyah Gel-03, 2020 120 of 120


fi
*

Anda mungkin juga menyukai