Anda di halaman 1dari 7

BAB III

KHULUK ISTRI TERHADAP SUAMI DALAM PANDANGAN ISLAM

A. Khuluk
Dalam hukum islam khuluk berasal dari kata ‫ جلع الثوب‬yang artinya
menanggalkan pakaian. Karena perempuan sebagai pakaian laki-laki dan begitu
pula sebaliknya1. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S al-Baqarah ayat 187
berikut:
ِ ِ
ٌ ‫َك ْم وََأ ْن تُ ْم ل ب‬
‫َاس هَلُ َّن‬ ُ ‫َاس ل‬
ٌ ‫ۗ ه َّن ل ب‬
ُ
“mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka.”
Khuluk juga diartikan sebagai tebusan. Dimana istri mengembalikan apa
yang telah diterimanya atau mahar dari suami. Hal ini terdapat dalam hadits
riwayat Bukhori dan Nasa’i dari Ibnu Abbas, ia berkata :
“Istri Tsabit bin Qois bin Syammas datang kepasa Rasullah saw. Dan
berkata : Wahai Rasulullah saya tidak mencela akhlak dan agamanya, tetapi saya
tidak ingin mengingkari ajaran Islam. Maka Rasulullah saw menjawab : Maukah
kamu mengembalikan kebunnya (Tsabit, suaminya)? Istri Tsabit menjawab : Ya,
mau. Maka Rasulullah bersabda : ‘Terimalah (Tsabit) kebun itu dan talaqlah ia
satu kali.”
Maksud dari haadits diatas adalah Istri Tsabit itu tidak berpisah dari
Tsabit karena akhlak yang buruk ataupun agamanya yang kurang. Akan tetapi, Ia
berpisah karena ia benci melihat wajahnya. Ia khawatir kebenciannya ini akan
menyatakan ia tidak dapat melaksanakan kewajiban kepada suaminya dengan
baik. Dan maksud dari kata ingkar dalam tersebut adalah ingkar kepada hak
pergaulan suaminya.2
Kehidupan pernikahan hanya akan tegak apabila didalamnya terdapat
kasih sayang, ketenangan, pergaulan yang baik dan masing-masing pihak yang
menjalankan kewajibannya. Akan tetapi adakalanya ketika suami istri

1
Sabiq,Sayyid. 1996. Fiqih Sunnah 8. Hal.95
2
Ahnan, Maftuh dan Maria Ulfa. Risalah Fiqih Wanita. Hal.354
bertengkar ataupun saling membenci. Karena itu islam telah menasehati dan
berpesan dalam firman Allah Q.S an-Nisa ayat 19 yang berbunyi:

۟ ُ‫ُوف ۚ فَ ن َكر ْهتُ ُموهُ َّن فَ َع َس ٰ ٓى َأن تَ ْك َره‬


‫وا َش ْيـًٔا َويَجْ َع َل ٱهَّلل ُ فِي ِه‬ ِ ‫َاشرُوهُ َّن بِ ْٱل َم ْعر ِ ِإ‬
ِ ‫َوع‬
‫خَ ْيرًا َكثِيرًا‬
“Dan kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (istri-istri) dengan baik,
(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Jika kebencian sudah besar dan menghilangkan semua yang menegakkan
suatu pernikahan serta ketidakmauan menjalani kewajibannya. Sehingga
kehidupan pernikahan yang tak dapat didamaikan lagi maka islam
memperbolehkan menyelesaikannya dengan perpisahan. Apabila kebencian
berasal dari suami maka ia memiliki thalaq ditangannya. Yang berhak ia
gunakan selama tidak melanggar syariat agama. (Sabiq,1996)
Dan apabila kebencian berada pada istri maka islam mengizinkannya
menebus dirinya dengan jalan khuluk. Khuluk adalah mengakhiri ikatan suami
istri dengan cara menengembalikan istri mengembalikan mahar kepada
suaminya. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam Q.S al-Baqarah ayat 229 yang
berbunyi:

‫َـوـ اَل يَـ ِـحـ ُّلـ لَـ ُكـ ْمـ َأ ْـنـ تَـ ْأ ُخـ ُذـ وـاـ ِمـ َّمـ اـ آـتَـ ْيـ تُـ ُمـ وـهُـ َّنـ َشـ ْيـ ًئ اـ ِإ اَّل َأ ْـنـ يَـ َخـ اـفَـ اـ َأ اَّل يُـقِـ يـ َمـ اـ‬

َ ‫ُحـ ُدـ وـ َدـ هَّللا ِـ ۖـ فَـ ِإ ْـنـ ِـخـ ْفـ تُـ ْمـ َأ اَّل يُـ قِـ يـ َمـ اـ ُحـ ُدـ وـ َدـ هَّللا ِـ فَـ اَل ُجـ نَـ اـ‬
‫حـ َعـ لَـ ْيـ ِهـ َمـ اـ فِـ يـ َمـ اـ‬

َ ‫كـ ُحـ ُدـ وـدُـ هَّللا ِـ فَـ اَل تَـ ْعـ تَـ ُدـ وـهَـ اـ ۚـ َـوـ َمـ ْـنـ يَـ تَـ َعـ دَّـ ُحـ ُدـ وـ َدـ هَّللا ِـ فَـ ُأ وـٰـلَـ ِئ‬
‫كـ‬ َ ‫تـ بِـ هِـ ۗ تِـ ْلـ‬
‫اـ ْفـ تَـ َدـ ْـ‬

‫هُـ ُمـ اـلـظَّـ اـلِـ ُمـ وـ َنـ‬


“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami
isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa
yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Hal ini merupakan hukum yang adil dan tepat. Karena awalnya suamilah
yang memberikan mahar, membiayai penikahan dan memberikan nafkah untuk
istrinya. Namun istri membalasnya dengan keingkaran dan permintaan pisah.
Makanya itu merupakan keadilan jika istri harus mengembalikan apa yang
pernah diterimanya.3
Akan tetapi jika kebencian ada pada kedua-duanya, maka ada thalaq
ditangan suami dan wajib baginya menggunakannya. Dan jika istri istri yang
meminta perceraian maka ditangannya terdapat khuluk yang wajib ia gunakan.
(Sabiq,1996)
B. Syarat-syarat Terjadinya Khuluk
1. Ukuran atau nilai harta khuluk
Sekolompok ulama termasuk Imam Malik dan Imam Asy-Syafi’i
berpendapat bahwa istri boleh melakukan khuluk dengan nilai harta yang
sama dengan mahar yang diterima atau lebih dari itu. Akan tetapi beberapa
ulama juga berpendapat bahwa suami tidak boleh mengambil lebih dari apa
yang telah dia berikan. Ada pula ulama yang menyamakan khuluk dengan
muamalat bahwa nilai harta khuluk berhubungan dengan kerelaan.
(uwaidhah,2016)
2. Sifat barang pengganti dalam khuluk
Imam Asy-Syafi’i dan Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa barang
tersebut harus diketatahui wujud dan sifatnya. Sedangkan Imam Malik
membolehkan barang tersebut tidak diketahui wujud dan sifatnya, selama
barang itu ada. Ada juga ulama yang menyamakan khuluk dengan muamalat
maka barang penggantinya sama dengan barang pengganti jual beli.
Sedangkan ulama yang menyamakan khuluk dengan hibah menyatakan
bahwa tidak ada persyaratan mengenai hal ini.
3. Keadaan yang mengizinkan dilakukannya khuluk

3
Sabiq,Sayyid. 1996. Fiqih Sunnah 8. Hal.94
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa khuluk boleh dilakukan apabila
kedua belah pihak rela dan tidak ada kondisi yang membahayakan. Allah
berfirman dalam surah an-Nisa ayat 19:

ٍ‫َاح َش ٍة ُم ب َِّي نَة‬


ِ ‫ني بِ ف‬
َ ِ‫َأن يَْأ ت‬
ْ ‫وه َّن ِإ اَّل‬ ِ ‫َع‬
ُ ‫ض مَا آ ت َْي تُ ُم‬ ْ ‫وه َّن لِ ت‬
ْ ‫َذ َه بُ وا بِ ب‬ ُ ُ‫ض ل‬
ُ ‫َع‬
ْ ‫َواَل ت‬
“Dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil
kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali
bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.”
Dan dalam Q.S al-Baqarah ayat 229:
ِ‫َد ت بِ ه‬ َ ِ‫َاح عَل َْي ِه َم ا ف‬
ْ َ ‫يم ا ا ْف ت‬ َ ‫فَِإ ْن ِخ ْف تُ ْم َأ اَّل يُ ِق‬
َ ‫يم ا ُح ُد ودَ اللَّ ِه فَاَل ُج ن‬
“Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.”
Berdasarkan ayat diatas Abu Qalabah dan Hasan Basri berpendapat
bahawa tidak boleh melakukan khuluk kecuali mendapati istrinya berzina.
Karena mereka mengartikan “fahisyah” (perbuatan keji) dalam ayat diatas
sebagai perzinaan. Abu Dawud sendiri berpendapat bahwa suami boleh
menerima khuluk jika ia khawatir tidak dapat menegakkan hukum-hukum
Allah sesuai dengan kandungan ayat tersebut. Sedangkan Nu’aman
berpendapat bahwa suami boleh menerima khuluk istri meskipun dalam
kondisi yang berbahaya.
Sehingga dapat dikatakam ada lima pendapat mengenai khuluk dan ini
merupakan pendapat yang masyhur (Uwaidhah,2016) yaitu4:
a. Pendapat yang sama sekali tidak membolehkannya.
b. Pendapat yang membolehkan kapan saja, bahkan saat dalam bahaya.
c. Pendapat yang melarang, kecuali telah terjadi perzinaan.
d. Pendapat yang membolehkan jika khawatir tidak mampu menjalankan
hukum-hukum Allah.
e. Pendapat yang membolehkan kapan saja, kecuali ia membahayakan.
C. Wanita yang Diperbolehkan untuk Khuluk
1. Khuluk wanita berdasarkan kematangan akal
4
Edisi Bahasa Indonesia Biyadatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Hal.127
Tidak ada ikhtilaf di kalangan ulama jumhur bahwasanya wanita yang sudah
baligh boleh melakukan khuluk untuk dirinya. Akan tetapi seorang budak wanita
tidak dapat melakukan khuluk untuk dirinya, kecuali atas izin tuannya. Begitu
pula wanita yang kurang akalnya ia boleh mengajukan khuluk bersama walinya.
Mengenai pwewalian ini, ulama memilik beberapa pendapat yaitu:
(Uwaidhah,2016)
a. Imam malik berpendapat bahwa Ayah dapat meminta khuluk untuk anak
perempuannya yang belum baligh, sebagimana Ayah menikahkannya.
Seperti terhadap anak laki-laki yang belum baligh. Begitu pula Ayah
dapat menjatuhkan cerai untuk anak laki-lakinya yang belum baligh.
b. Imam Asy-Syafi’i dan Imam Abu Malik berpendapat bahwa Ayah tidak
dapat mengajukan khuluk untuk anak perempuannya. Karena mereka
berpendapat bahwa Ayah tidak dapat menjatuhkan cerai untuk anak laki-
lakinya5.
2. Khuluk wanita sakit
Kemudian khuluk yang dilakukan oleh wanita sakit diperbolehkan
menurut Imam Malik, asalkan nilainya sesuai dengan warisan suami dari
wanita itu. Imam Malik berpendapat khuluk dilakukan dengan sepertiga dari
semua harta. Dan Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa wanita sakit boleh
mengajukan khuluk dengan barang senilai mahar mitsl6 karena itu termasuk
harga pokok. Akan tetapi jika lebih dari itu maka ditambah dengan sepertiga
dari harta. (Uwaidah,2016)
3. Khuluk wanita terlantar (al-muhmalah)
Wanita terlantar disini maksudnya ia tidak memiliki washiy dan tidak
memiliki Ayah. Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat yaitu:
(Uwaidhah,2016)
a. Ibnu Qasim menyatakan boleh mengajukan khuluk jika senilai dengan
mahar mitsl.
b. Ulama jumhur membolehkan wanita merdeka yang berkuasa atas dirinya
melakukan khuluk.

5
Edisi Bahasa Indonesia Biyadatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Hal.127
6
Mahar mitsl adalah mahar yang tidak disebutkan besarnya saat sebelum ataupun ketika menikah yang
disesuaikan dengan yang biasa diterima pihak istri.
c. Hasan dan Ibnu Sirin berpendapat syadz dimana khuluk tidak boleh
dilakukan tanpa izin penguasa7.
D. Masa Iddah Perempuan yang Khuluk
Masa iddah perempuan khuluk adalah satu kali haid. Sebagaimana yang
telah Rasulullah sampaikan kepada Istri Tsabit dalam hadits riwayat Nasa’i yang
berbunyi:
“Ambillah miliknya (Istri Tsabit) untukmu (Tsabit) dan mudahkanlah
urusanmu, lalu ia menjawab, ‘Baik’. Kemudian Rasulullah saw. menyuruh Istri
Tsabit beriddah dengan satu kali haid dan dikembalikan kepada keluarganya.”
( HR. Nasa’i)8
E. Jenis-jenis Khuluk
Imam Malik mengatakan khuluk merupakan salah satu jenis talaq.
Sedang Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syaafi’i mengatakan khuluk itu
pembatalan nikah (fasakh) begitu juga ulama lainnya. Imam Asy-Syafi’i
mengatakan jika tujuan khuluk berbentuk kinayah yang jika bertujuan talaq
maka ia adalah talaq. Tapi jika tujuannya bukan talaq maka adalah fasakh. Dan
jika ia adalah talaq maka ia talaq ba’in. karena jika suami dapat rujuk di masa
iddah, maka tebusan dari istri tidak berarti. (Uwaidhah,2016)
F. Khuluk Tanpa Alasan
Khuluk hanya diperbolehkan apabila terdapat alas an yang benar. Seperti
karena kecacatan atau ketidaknormalan badan suami, akhlak suami yang buruk
(bersikap kejam) atau suami tidak memenuhi kewajibannya. Dimana hal tersebut
dapat membuat sang istri khawatir akan melanggar hak Allah. Sehingga bisa
menyebabkan istri tidak mengawini atau menggaulinya dengan baik.
Sebagaimana yang diterangkan dalam firman Allah Q.S al-Baqarah ayat 229
yang telah dijelaskan sebelumnya.9
Dan apabila tidak terdapat alasan yang benar maka hukumnya terlarang.
Sebagaimana keterangan hadits Ahmad dan Nasa’i dari Abu Huraira berikut:
“(Istri-istri) yang meminta khuluk adalah perempuan munafik.”
Juga terdapat dalam dalam hadits shahih lainnya yaitu:

7
Edisi Bahasa Indonesia Biyadatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Hal.128
8
Kulsum, Umi. 2007. Risalah Fiqih Wanita Lengkap. Hal. 323
9
Ahnan, Maftuh dan Maria Ulfa. Risalah Fiqih Wanita. Hal.360
‫ت َزْو َج َها طَالَقًا يِف َغرْيِ َما بَاْ ٍس فَ َحَر ٌام َعلَْي َها َراِئ َحةُ اجْلَن َِّة‬ ٍ
ْ َ‫َأمُّيَا ْامَرَأة َسَأل‬
“Semua wanita yang minta cerai (gugat cerai) kepada suaminya tanpa
alasan, maka haram baginya aroma surga” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu
Majah dan Ahmad, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam kitab Irwa’ul
Ghalil, no. 2035]10

10
https://almanhaj.or.id/2382-al-khulu-gugatan-cerai-dalam-islam.html

Anda mungkin juga menyukai