MODUL
RDE – 08 : REKAYASA LALU LINTAS
2005
MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas Kata Pengantar CS
KATA PENGANTAR
Modul ini berisi pembahasan dalam garis besar mengenai prinsip-prinsip rekayasa
lalu lintas yang harus diketahui oleh Road Design Engineer oleh karena jalan yang akan
direncanakannya harus mampu melayani lalu lintas sesuai dengan umur pelayanan yang
ditetapkan. Secara garis besar perencanaan jalan harus memenuhi 2 aspek yaitu aspek
kapasitas dan aspek kekuatan struktur perkerasan, yang masukan utamanya antara lain
adalah lalu lintas, tanah dasar, jenis material yang tersedia.
Modul ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan mengenai parameter
utama rekayasa lalu lintas, Lalu Lintas Harian Rata-rata, VDF (Vehicle Damage Factor),
umur rencana, kapasitas jalan, distribusi lajur, traffic design, parameter dan data traffic
design. Secara agak rinci modul ini juga mengetengahkan bahwa ternyata untuk
penggolongan kendaraan saja terdapat perbedaan antara Manual Kapasitas Jalan
Indonesia, Pedoman Teknis No. Pd.T-19-2004-B tentang survai pencacahan lalu lintas
dan cara manual dan PT. Jasa Marga. Perbedaan penetapan penggolongan kendaraan
ini akhirnya juga berlanjut dengan adanya perbedaan dalam memperhitungkan VDF,
sehingga kemudian kita mengenal adanya VDF versi Bina Marga MST 10 ton, NAASRA
MST 10 ton, VDF versi PUSTRANS, VDF versi Pantura dan VDF versi Cipularang.
Mungkin masih ada perhitungan-perhitungan VDF yang lain, misalnya versi IRMS yang
tidak dimasukkan dalam modul ini.
Demikian mudah-mudahan modul ini dapat memberikan manfaat bagi yang
memerlukannya.
LEMBAR TUJUAN
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
LEMBAR TUJUAN ii
DAFTAR ISI iv
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL
PELATIHAN
AHLI TEKNIK PERENCANAAN JALAN (Road
Design Engineer) vi
DAFTAR MODUL vii
PANDUAN INSTRUKTUR viii
RANGKUMAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 VEHICLE DAMAGE FACTOR
LAMPIRAN 2 PERHITUNGAN KAPASITAS JALAN DAN JUMLAH
LAJUR
LAMPIRAN 3 PERHITUNGAN CUM. ESAL (EQUIVALENT SINGLE
AXLE LOAD)
DAFTAR PUSTAKA
HAND-OUT
1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Teknik Desain
Jalan (Road Design Engineer) dibakukan dalam Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit
kerja sehingga dalam Pelatihan Ahli Teknik Desain Jalan (Road Design
Engineer) unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.
2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing
Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang
menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari
setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan
kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan
kompetensi tersebut.
3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka
berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun
seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang
harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Ahli Teknik Desain Jalan
(Road Design Engineer).
DAFTAR MODUL
Nomor
Kode Judul Modul
Modul
1 RDE – 01 Etika Profesi, Etos Kerja, UUJK, dan UU Jalan
PANDUAN INSTRUKTUR
A. BATASAN
B. KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Ceramah : Pembukaan
Waktu : 75 menit
Waktu : 50 menit
BAB I
SURVEI LALU LINTAS
1.1. UMUM
Perencanaan jalan memerlukan data-data lalu lintas selama umur rencana mencakup
volume kendaraan, jenis kendaraan dan muatan sumbu kendaraan. Untuk memudahkan
pengumpulan data lalu lintas namun masih dalam batas layak untuk dijadikan masukan
bagi perencanaan jalan, dibuat pengelompokan jenis-jenis kendaraan.
Belum ada standar yang baku tentang pengelompokan jenis kendaraan ini, sehingga kita
mengenal berbagai jenis pengelompokan atau sering disebut penggolongan kendaraan,
misalnya penggolongan versi MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) , versi Pedoman
Teknis No. Pd.T-19-2004-B versi PT. Jasa Marga dan versi IRMS (Interurban Roads
Management System). Penggolongan jenis kendaraan yang kita pilih, akan menentukan
berapa vehicle damage factor yang akan digunakan dalam perhitungan rekayasa lalu
lintas.
Modul ini mencakup uraian tentang parameter-parameter yang digunakan untuk
perhitungan rekayasa lalu lintas. Langkah-langkah / tahapan, prosedur dan parameter-
parameter desain secara praktis diberikan sebagai berikut dibawah ini.
maupun jalan kabupaten) yang telah memiliki data-data statistik lalu lintas pada kurun
waktu yang telah lewat dan masih dapat digunakan sebagai komponen dari time series
data lalu lintas. Untuk memperhitungkan pertumbuhan lalu lintas normal di masa
mendatang time series data lalu lintas tersebut tentunya akan banyak membantu
perencana dalam menetapkan “trend line” dari pertumbuhan lalu lintas. Sedangkan
perluasan jaringan jalan dengan menambah pembangunan jalan-jalan baru, dengan
sendirinya akan memerlukan perencanaan transportasi yang lebih kompleks sebelum
perencana sampai kepada perhitungan lalu lintas yang melalui jalan baru tersebut.
Survei lalu lintas dalam modul ini disederhanakan dengan mengetengahkan 2 cakupan
survei yaitu “survei volume lalu lintas” dan “survei asal – tujuan” atau sering dikenal
sebagai OD survey (origin – destination survey)
Penjelasan yang diberikan di sini diambil dari panduan survei lalu lintas secara manual
pada pos-pos yang telah ditetapkan, berlaku di lingkungan Direktorat Jenderal Bina
Marga. Dalam skala nasional, panduan survei tersebut digunakan untuk mengumpulkan
data lalu lintas yang diperlukan sebagai masukan data untuk IRMS (Inter Urban Road
Management system).
Maksud dan tujuan survei perhitungan lalu lintas secara manual adalah untuk
mendapatkan data tentang jumlah dan jenis kendaraan yang lewat pada suatu ruas jalan,
sebagai masukan dalam penyusunan rencana dan program pembinaan jaringan jalan,
leger jalan dan bank data jalan.
Data lalu lintas digunakan dalam proses perencanaan jalan yaitu sebagai masukan
penetapan geometri dan penentuan tebal perkerasan, untuk evaluasi suatu taksiran
ekonomis (economic appraisal) di bidang jalan, dan sebagai informasi bagi instansi atau
masyarakat umum.
Ruang lingkup dari survei ini mencakup Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/
Kota, Jalan lainnya serta Jalan Tol, dengan memungkinkan beberapa modifikasi bila
diperlukan, terutama pelaksanaan jadwal dan periode perhitungan dengan terlebih dahulu
harus konsultasi dengan Pembina Jalan Nasional.
Survei Perhitungan Lalu Lintas Rutin disingkat SPL (Routine Traffic Count, RTC) adalah
survei untuk mendapatkan data tentang jumlah dan jenis kendaraan yang lewat pada
suatu ruas jalan dengan sistem dan cara tertentu.
Perhitungan lalu lintas rutin dapat dilaksanakan secara manual (dengan tenaga manusia)
atau secara otomatis dengan menggunakan alat perhitungan lalu lintas otomatis. Jumlah
kendaraan per kilometer yang lewat mencerminkan tingkat kepadatan lalu lintas pada
ruas jalan tersebut, yang merupakan faktor penting dalam penyusunan dan program
pembinaan jaringan jalan.
Panduan ini memberikan penjelasan mengenai sistem survei perhitungan lalu lintas rutin
secara manual dan merupakan pengembangan sistem yang telah ada, disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemajuan teknologi. Panduan survei ini tidak berlaku bagi
perhitungan suatu simpangan.
1. Tipe pos :
Pos kelas A, yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada ruas jalan
dengan jumlah lalu lintas yang tinggi dan mempunyai LHR 10.000 kendaraan.
Pos kelas B, yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada ruas jalan
dengan jumlah lalu lintas yang sedang dan mempunyai 5.000 < LHR < 10.000
kendaraan.
Pos kelas C, yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada ruas jalan
dengan jumlah lalu lintas yang rendah dan mempunyai LHR 5.000 kendaraan.
Apabila pada suatu ruas jalan mempunyai pos perhitungan lebih dari satu,
maka kode untuk pos kedua, digit pertama diganti dengan angka 3, dan
untuk pemberian nomor pos ketiga, digit pertama diganti dengan 4 dan
seterusnya. Urutan pos hendaknya dimulai dari kilometer kecil kearah
kilometer besar pada ruas jalan tersebut.
Contoh :
a. Di ruas jalan 002 ada beberapa pos kelas A penulisan nomor posnya : A.002;
A.302; A.402 sampai dengan A.902;
b. Di ruas jalan 157 ada beberapa pos kelas B, penulisan nomor posnya : B.157;
B.357; B.457 sampai dengan B.957.
c. Di ruas jalan 057 ada beberapa pos kelas C, penulisan nomor posnya : C.057;
C.357; C.457 sampai dengan C.957.
1. Pos kelas A :
Untuk pos-pos kelas A perhitungan dilakukan dengan periode 40 jam selama 2 hari,
mulai pukul 06.00 pagi pada hari pertama dan berakhir pukul 22.00 pada hari kedua.
Perhitungan ini diulang empat kali selama satu tahun sesuai jadwal yang telah
ditentukan.
Pembina jalan akan menginformasikan jadwal perhitungan pada awal tahun
anggaran. Apabila ada perubahan jadwal waktu survei akan ditentukan lebih lanjut
oleh pembina jalan yang bersangkutan.
40 jam
2. Pos kelas B :
Untuk pos-pos kelas B pelaksanaan perhitungan seperti pada pos kelas A.
Pelaksanaan perhitungan pada pos-pos kelas B sesuai jadwal yang telah ditentukan.
3. Pos kelas C :
Perhitungan dilakukan dengan periode 16 jam mulai pukul 06.00 pagi dan berakhir
ada pukul 22.00 pada hari yang sama yang ditetapkan untuk pelaksanaan
perhitungan. Perhitungan ini diulang empat kali selama satu tahun sesuai jadwal
yang telah ditentukan.
6.00 22.00
Bus kecil adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat duduk
antara 16 s/d 26 kursi, seperti Kopaja, Metromini, Elf dengan bagian belakang
sumbu tunggal roda ganda (STRG) dan panjang kendaraan maximal 9 m
dengan sebutan bus ¾. : Gol. 5a.
Truk semi trailer atau truk tempelan adalah sebagai kendaraan yang terdiri
dari kepala truk dengan 2 - 3 sumbu yang dihubungkan secara sendi dengan
pelat dan rangka bak yang beroda belakang yang mempunyai 2 atau 3 sumbu
pula : Golongan 7c.
1 Golongan 1
2 Golongan 1 au
3 Golongan 2 a
4 Golongan 2 a au
5 Golongan 2 b
Dari ketiga versi penggolongan diatas terlihat bahwa jika kita akan melakukan
kajian vehicle damage factor (VDF) dimana ada perbedaan standar sistem
penggolongan tersebut, seringkali tidak begitu mudah untuk analisis lalu-lintas,
dapat dilihat dalam traffic design nanti yang terkait erat ada hubungan antara
Golongan kendaraan – LHR – Pertumbuhan lalu-lintas – VDF, jika survai lalu-
lintas tidak sesuai yang kita inginkan, akan menyulitkan kita yang seharusnya
tidak perlu terjadi. Sering terjadi dalam survai lalu-lintas untuk golongan
kendaraan yang lain ada tetapi untuk golongan yang lain lagi tidak di-survai,
apalagi jika terjadi secara matriks kekeliruan pada survai pencacahan lalu-lintas
dan survai beban gandar maka akan memperbesar kesulitan dalam analisis lalu-
lintas, ujung-ujungnya hasil kajian lalu-lintas makin tidak akurat.
Seringkali, dalam survai pencacahan lalu-lintas dan survai beban gandar, team
survai berjalan sendiri tanpa mengikuti kebutuhan sesuai golongan kendaraan
yang ditentukan oleh Pengguna Jasa / Pemberi Tugas. Untuk itu kondisi ini perlu
mendapat perhatian dan dihindari.
Data yang dibutuhkan untuk perencanaan dari parameter lalu-lintas harian rata-
rata dan pertumbuhan lalu-lintas tahunan, untuk memudahkan dalam analisis,
disajikan dalam suatu tabel (lihat Tabel 5.), dalam tabel ini digabungkan sekalian
data / parameter vehicle damage factor (VDF).
Keterangan : Contoh di atas, penggolongan kendaraan mengacu pada Pedoman Teknis No. Pd.T-19-2004 B.
LHRT : Jumlah lalu-lintas harian rata-rata (kendaraan) pada tahun survai / pada tahun terakhir.
g : Pertumbuhan lalu-lintas per tahun (%)
VDF : Nilai damage factor
menjadi inner cordon line dan outer cordon line. Dalam analisa suatu kota, inner
cordon line bisa dibuat di sekeliling pusat kota sedangkan outer cordon line diimpitkan
dengan batas administratif kota.
Daerah survey juga bisa dibagi ke dalam 2 atau lebih bagian oleh suatu screen line.
Batas ini kurang lebih akan membelah daerah survey menjadi bagian yang sama.
Hasil pengamatan pada screen line ini dipakai antara lain sebagai kontrol terhadap
data pola perjalanan. Screen line ini harus dipilih sedemikian rupa sehingga sedikit
jalur transportasi yang melintasinya dan juga tidak boleh menembus suatu terminal
transportasi misalnya stasiun bis atau kereta api; biasanya dipilih batas alam misalnya
sungai atau kereta api.
Kebanyakan pos-pos survey terletak pada cordon line dan screen line. Pada waktu
melakukan survey seringkali tidak mungkin mengamati semua kendaraan atau
seluruh penduduk untuk diwawancara, sehingga yang dipilih adalah mengadakan
pengambilan sampel untuk kepentingan perhitungan statistic; pengambilan sampel
berbeda pada berbagai metode survey.
Ada beberapa cara yang sering digunakan untuk melakukan OD Survey ini antara
lain: wawancara di jalan, wawancara di rumah (home interview), pengamatan nomor
polisi dari kendaraan yang lewat, penempelan sticker bagi kendaraan yang melewati
pos-pos tertentu, cara kartupos dengan membagi- bagikan kartupos untuk diisi oleh
responden kemudian responden diminta memposkan kembali ke alamat pusat survey
dan lain sebagainya. Dari berbagai cara OD Survey tersebut, berikut ini hanya dipilih
1 cara yang kurang lebih masih relevan dengan kondisi di Indonesia yaitu wawancara
di jalan.
BAB II
PENENTUAN EQUIVALENT STANDARD AXLE LOAD (ESAL)
DAN VOLUME LALU LINTAS RENCANA
Diberikan kajian dan nilai-nilai VDF dari berbagai sumber berikut ini, yang semuanya tidak
ada kesamaan nilainya, dan bahkan ada nilai yang berbeda sangat signifikan untuk jenis
kendaraan yang mewakili sama.
4
Beban satu sumbu tunggal dalam Kg
Sumbu tunggal =
8160
4
Beban satu sumbu ganda dalam Kg
Sumbu ganda = 0,086
8160
Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis kendaraan beserta angka ekivalen
kendaraan dalam keadaan kosong (min) dan dalam keadaan bermuatan (max), dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
Vehicle Damage Factor (VDF) jika dihitung berdasarkan formula diatas dengan
konfigurasi sumbu pada Tabel 9 serta untuk muatan sumbu terberat 10 ton hasilnya
diberikan pada Tabel 2.1.
Nilai VDF pada Tabel 2.1 tersebut perhitungannya diberikan pada Lampiran 1.
KONFIGURASI SUMBU
RODA TUNGGAL
PADA UJUNG SUMBU
BERAT KOSONG
BEBAN MUATAN
MAKSIMUM (ton)
MAKSIMUM (ton)
BERAT TOTAL
RODA GANDA PADA
UE 18 KSAL
UE 18 KSAL
MAKSIMUM
UJUNG SUMBU
KOSONG
& TIPE
(ton)
1,1
1,5 0,5 2,0 0,0001 0,0005
HP
50% 50%
34% 66%
1,2
3 6 9 0,0037 0,3006
BUS
34% 66%
1,2L
2,3 6 8,3 0,0013 0,2174
TRUK
34% 66%
1,2H
4,2 14 18,2 0,0143 5,0264
TRUK
25% 75%
1,22
5 20 25 0,0044 2,7416
TRUK
(Sumber : Manual Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No. 01/MN/BM/83).
Nilai Angka Ekivalen Beban Sumbu (E) yang digunakan oleh NAASRA, Australia, dengan
formula berikut ini :
4
Sumbu tunggal, roda tunggal: E = [ Beban sumbu tunggal, kg / 5400 ]
4
Sumbu tunggal, roda ganda: E = [ Beban sumbu tunggal, kg / 8200 ]
4
Sumbu ganda, roda ganda: E = [ Beban sumbu ganda, kg / 13600 ]
Vehicle Damage Factor (VDF) jika dihitung berdasarkan formula diatas dengan
konfigurasi beban mengacu pada Bina Marga MST-10 (muatan sumbu terberat 10 ton)
hasilnya diberikan pada Tabel 10.
Survai beban dilakukan oleh PUSTRANS JALAN pada Januari 2002, pada ruas jalan
Pantura (Paket BP-07).
Golongan 1 Golongan 2
0.7 T 0.8 T
2.66 T 5.05 T
Golongan 3 Golongan 4
Golongan 5 Golongan 6
Gambar 1.a.
Golongan 7
Golongan 8
Golongan 9
Gambar 1.b.
Tabel 2.5. : Vehicle Damage Factor Berdasar PUSTRANS 2002 (Over Loaded)
Survai primer lalu-lintas untuk Jalan Tol Cikampek – Padalarang dilaksanakan bulan
Januari 2002 – Februari 2002 oleh PT. Cipta Strada & Ass.
Faktor pengrusakan kendaraan terhadap permukaan perkerasan (damage factor) diambil
dari survai penimbangan secara bergerak (weight in motion survey), penimbangan
menggunakan peralatan PAD / Weight-Mat dari Golden River (Inggris).
Survai dilaksanakan di ruas jalan :
Ruas Subang – Sadang ( SBG – SDG ), Januari 2002.
Ruas Purwakarta – Padalarang ( PWK – PDL ), Februari 2002.
Rekomendasi hasil survai untuk damage factor seperti pada Tabel 2.6.
Rata-rata perataan
Jenis kendaraan
SBG - SDG PWK - PDL Dua ruas
Damage factor yang dipakai adalah rata-rata perataan dua ruas tersebut.
GOLONGAN GOLONGAN
I I AU II A II A AU II B
Dari Laporan Teknik September 2003 Proyek Induk Pembangunan Jalan Jalur
Pantura Jawa, perhitungan penyesuaian VDF dirangkum seperti pada Tabel 2.7.
Axle load survey dilakukan pada bulan April 2004 pada ruas jalan Yogyakarta – Sleman /
Tempel, hasil / nilai Vehicle Damage Factor (VDF) dirangkum seperti pada Tabel 2.9.
Tabel 2.8. : Vehicle Damage Factor berdasar PUSTRANS 2004 Semarang – Demak.
Catatan :
* Total jumlah kendaraan yang lewat selama 3 hari survey kurang dari 30.
Tabel 2.9. : Vehicle Damage Factor berdasar PUSTRANS 2004 Yogyakarta – Tempel.
Catatan :
* Total jumlah kendaraan yang lewat selama 3 hari survey kurang dari 30.
** Tidak didapat data berat kendaraan selama 3 survey penimbangan.
Jika dilakukan survai primer beban gandar kendaraan, maka digunakan nilai
VDF dari hasil survai tersebut.
Jika tidak dilaksanakan survai primer beban gandar kendaraan (untuk kondisi
dan proyek-proyek tertentu tidak dilaksanakan survai primer ini), maka perlu
dilakukan kajian VDF dengan mengambil data sekunder / referensi / literaratur
berbagai sumber yang bisa mewakili untuk analisis ruas jalan yang akan
direncanakan.
Keterangan :
A : Bina Marga MST 10 Ton
B : NAASRA MST 10 Ton
C : PUSTRAN 2002 (overloaded)
D : CIPULARANG 2002
E : PANTURA 2003 MST 10 Ton
F : PUSTRANS 2004 Semarang – Demak
G : PUSTRANS 2004 Yogyakarta – Sleman / Tempel
H : VDF rata-rata
1 Sedan, jeep, st. wagon 0.0005 0.0024 0.0001 0.0010 0.0005 0.0020 0.0020 0.0012
2 Pick-up, combi 0.2174 0.2738 0.1580 0.0010 0.3106 0.1960 0.3590 0.2165
3 Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran 0.2174 0.2738 0.1580 0.2060 0.3106 0.1960 0.3590 0.2458
4 Bus kecil 0.2174 0.2738 0.1580 0.2060 0.3106 0.1960 0.3590 0.2458
5 Bus besar 0.3006 0.3785 0.6984 4.4526 0.1592 0.9290 0.3710 1.0413
6 Truck 2 as (H) 2.4159 3.0421 2.6883 4.4526 2.3286 1.5690 4.4460 2.9918
7 Truck 3 as 2.7416 5.4074 5.3847 3.4214 2.6209 8.0290 9.8050 5.3443
8 Trailer 4 as, truck gandengan 3.9083 4.8071 5.7962 8.9003 7.0588 8.1950 0.4040 5.5814
9 Truck S. Trailer 4.1718 7.2881 4.2155 3.6923 4.3648 1.0290 0.5200 3.6116
Data hasil OD Survey dapat diolah dalam bentuk tabel dan grafik yang hasil akhirnya
akan menggambarkan berbagai macam data antara lain tentang:
Jumlah perjalanan dari titik asal ke titik tujuan
Jenis dan volume lalu lintas dari titik asal ke titik tujuan
Data hasil survei tersebut kemudian digunakan untuk memperkirakan volume lalu lintas
yang akan melalui jaringan jalan di daerah survei. Bagaimana proses mengolah hasil OD
survei secara rinci, tidak dijelaskan di dalam modul ini oleh karena bidang ini adalah
wilayahnya transportation/traffic engineer, bukan Road Design Engineer. Namun untuk
menggambarkan bentuk grafik apa yang perlu dicermati di dalam pengolahan hasil OD
survey, di bawah ini diberikan contoh “desire lines” jumlah perjalanan asal tujuan di suatu
daerah survey, yang diambil dari buku referensi “Traffic Engineering, Theory and Practice
– Louis J Pignataro” sebagai berikut:
jumlah hari dalam 1 tahun. Selain itu juga ada istilah LHRT Rencana, yaitu
LHRT yang diperhitungkan dapat memberikan gambaran angka LHR yang
mungkin terjadi selama umur rencana, besarnya dipekirakan dengan
mempertimbangkan pertumbuhan lalu lintas.
K
VJR LHRTrencana
F
Faktor K didefinisikan sebagai rasio antara volume lalu lintas pada jam sibuk
terhadap LHRT. Faktor K dan F tergantung pada karakteristik lalu-lintas.
Berikut ini diberikan Tabel yang memberikan korelasi antara LHRT Rencana,
faktor K dan faktor F, diambil dari ”Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
Raya Antar Kota”- Ditjen Bina Marga 1997:
Contoh :
Jika di Pos A pada suatu ruas jalan dilakukan survei lalu lintas ke-1 selama 40 jam
dimulai pada hari Selasa jam 6.00 pagi dan berakhir pada hari Rabu jam 22.00
malam dengan hasil catatan volume lalu lintas = 6.176 kendaraan, berapakah nilai
LHRT1 ?.
Umur rencana flexible pavement umumnya diambil 10 tahun untuk konstruksi baru
dan peningkatan jalan. Sedangkan untuk pemeliharaan jalan dapat diambil 5 tahun.
Umur rencana rigid pavement umumnya diambil 20 tahun untuk konstruksi baru.
Sedangkan untuk pelebaran jalan dimana struktur perkerasan existing adalah flexible
pavement dan pelebarannya dengan gabungan rigid pavement dan flexible pavement,
umur rencana diambil 10 tahun untuk menyesuaikan umur rencana flexible pavement-
nya (yang umumnya umur rencana flexible pavement adalah 10 tahun), penjelasan ini
diperlihatkan seperti pada Gambar 2.3.
AC WC 5 cm 5 cm AC WC
AC BC 5 cm
AC Base 10 cm
30 cm Pelat beton
Gambar 3. : Umur Rencana Untuk Pelebaran Perkerasan (Tebal Diatas, Hanya Sebagai Contoh).
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
LEMBAR TUJUAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR MODUL iv
PANDUAN INSTRUKTUR v
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
iii
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
LAMPIRAN 3
iv
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
BAB II
PENENTUAN EQUIVALENT STANDARD AXLE LOAD (ESAL)
DAN VOLUME LALU LINTAS
Diberikan kajian dan nilai-nilai VDF dari berbagai sumber berikut ini, yang semuanya
tidak ada kesamaan nilainya, dan bahkan ada nilai yang berbeda sangat signifikan untuk
jenis kendaraan yang mewakili sama.
Mengacu pada buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya
dengan Metode Analisa Komponen No. SNI 1732-1989-F dan Manual Perkerasan Jalan
dengan alat Benkelman beam No. 01/MN/BM/83.
Bina Marga MST 10, dimaksudkan damage factor didasarkan pada muatan sumbu
terberat sebesar 10 ton.
Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan
tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal / ganda
kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban
standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).
Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan)
ditentukan menurut rumus dibawah ini :
4
Beban satu sumbu tunggal dalam Kg
Sumbu tunggal =
8160
4
Beban satu sumbu ganda dalam Kg
Sumbu ganda = 0,086
8160
1
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis kendaraan beserta angka ekivalen
kendaraan dalam keadaan kosong (min) dan dalam keadaan bermuatan (max), dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
Vehicle Damage Factor (VDF) jika dihitung berdasarkan formula diatas dengan
konfigurasi sumbu pada Tabel 9 serta untuk muatan sumbu terberat 10 ton hasilnya
diberikan pada Tabel 2.1.
Nilai VDF pada Tabel 2.1 tersebut perhitungannya diberikan pada Lampiran 1.
2
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
RODA TUNGGAL
PADA UJUNG SUMBU
BERAT KOSONG
BEBAN MUATAN
MAKSIMUM (ton)
MAKSIMUM (ton)
BERAT TOTAL
RODA GANDA PADA
UE 18 KSAL
UE 18 KSAL
MAKSIMUM
UJUNG SUMBU
KOSONG
& TIPE
(ton)
1,1
1,5 0,5 2,0 0,0001 0,0005
HP
50% 50%
34% 66%
1,2
3 6 9 0,0037 0,3006
BUS
34% 66%
1,2L
2,3 6 8,3 0,0013 0,2174
TRUK
34% 66%
1,2H
4,2 14 18,2 0,0143 5,0264
TRUK
25% 75%
1,22
5 20 25 0,0044 2,7416
TRUK
(Sumber : Manual Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No. 01/MN/BM/83).
Nilai Angka Ekivalen Beban Sumbu (E) yang digunakan oleh NAASRA, Australia, dengan
formula berikut ini :
4
Sumbu tunggal, roda tunggal: E = [ Beban sumbu tunggal, kg / 5400 ]
4
Sumbu tunggal, roda ganda: E = [ Beban sumbu tunggal, kg / 8200 ]
3
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
4
Sumbu ganda, roda ganda: E = [ Beban sumbu ganda, kg / 13600 ]
Vehicle Damage Factor (VDF) jika dihitung berdasarkan formula diatas dengan
konfigurasi beban mengacu pada Bina Marga MST-10 (muatan sumbu terberat 10 ton)
hasilnya diberikan pada Tabel 10.
Survai beban dilakukan oleh PUSTRANS JALAN pada Januari 2002, pada ruas jalan
Pantura (Paket BP-07).
4
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Golongan 1 Golongan 2
0.7 T 0.8 T
2.66 T 5.05 T
Golongan 3 Golongan 4
Golongan 5 Golongan 6
Gambar 1.a.
5
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Golongan 7
Golongan 8
Golongan 9
Gambar 1.b.
6
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Tabel 2.5. : Vehicle Damage Factor Berdasar PUSTRANS 2002 (Over Loaded)
Survai primer lalu-lintas untuk Jalan Tol Cikampek – Padalarang dilaksanakan bulan
Januari 2002 – Februari 2002 oleh PT. Cipta Strada & Ass.
Faktor pengrusakan kendaraan terhadap permukaan perkerasan (damage factor) diambil
dari survai penimbangan secara bergerak (weight in motion survey), penimbangan
menggunakan peralatan PAD / Weight-Mat dari Golden River (Inggris).
Survai dilaksanakan di ruas jalan :
Ruas Subang – Sadang ( SBG – SDG ), Januari 2002.
Ruas Purwakarta – Padalarang ( PWK – PDL ), Februari 2002.
Rekomendasi hasil survai untuk damage factor seperti pada Tabel 2.6.
Rata-rata perataan
Jenis kendaraan
SBG - SDG PWK - PDL Dua ruas
Damage factor yang dipakai adalah rata-rata perataan dua ruas tersebut.
7
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
GOLONGAN GOLONGAN
I I AU II A II A AU II B
Dari Laporan Teknik September 2003 Proyek Induk Pembangunan Jalan Jalur
Pantura Jawa, perhitungan penyesuaian VDF dirangkum seperti pada Tabel 2.7.
Axle load survey dilakukan pada bulan April 2004 pada ruas jalan Semarang –
Demak, hasil / nilai Vehicle Damage Factor (VDF) dirangkum seperti pada Tabel
2.8.
8
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Axle load survey dilakukan pada bulan April 2004 pada ruas jalan Yogyakarta – Sleman /
Tempel, hasil / nilai Vehicle Damage Factor (VDF) dirangkum seperti pada Tabel 2.9.
Tabel 2.8. : Vehicle Damage Factor berdasar PUSTRANS 2004 Semarang – Demak.
Catatan :
* Total jumlah kendaraan yang lewat selama 3 hari survey kurang dari 30.
9
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Catatan :
* Total jumlah kendaraan yang lewat selama 3 hari survey kurang dari 30.
** Tidak didapat data berat kendaraan selama 3 survey penimbangan.
10
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Dari data nilai-nilai Vehicle Damage Factor (VDF) tersebut diatas (butir nomer 4.1. s/d
4.7. atau 7 versi) akan dirangkum pada Tabel 17, dan jika nilai dari 7 versi VDF tersebut
dirata-rata maka hasilnya seperti pada kolom paling kanan (kolom H) dari Tabel 17.
Jika tidak dilaksanakan survai primer beban gandar kendaraan (untuk kondisi
dan proyek-proyek tertentu tidak dilaksanakan survai primer ini), maka perlu
dilakukan kajian VDF dengan mengambil data sekunder / referensi / literaratur
berbagai sumber yang bisa mewakili untuk analisis ruas jalan yang akan
direncanakan.
Keterangan :
A : Bina Marga MST 10 Ton
B : NAASRA MST 10 Ton
C : PUSTRAN 2002 (overloaded)
D : CIPULARANG 2002
E : PANTURA 2003 MST 10 Ton
F : PUSTRANS 2004 Semarang – Demak
G : PUSTRANS 2004 Yogyakarta – Sleman / Tempel
H : VDF rata-rata
1 Sedan, jeep, st. wagon 0.0005 0.0024 0.0001 0.0010 0.0005 0.0020 0.0020 0.0012
2 Pick-up, combi 0.2174 0.2738 0.1580 0.0010 0.3106 0.1960 0.3590 0.2165
3 Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran 0.2174 0.2738 0.1580 0.2060 0.3106 0.1960 0.3590 0.2458
4 Bus kecil 0.2174 0.2738 0.1580 0.2060 0.3106 0.1960 0.3590 0.2458
5 Bus besar 0.3006 0.3785 0.6984 4.4526 0.1592 0.9290 0.3710 1.0413
6 Truck 2 as (H) 2.4159 3.0421 2.6883 4.4526 2.3286 1.5690 4.4460 2.9918
7 Truck 3 as 2.7416 5.4074 5.3847 3.4214 2.6209 8.0290 9.8050 5.3443
8 Trailer 4 as, truck gandengan 3.9083 4.8071 5.7962 8.9003 7.0588 8.1950 0.4040 5.5814
9 Truck S. Trailer 4.1718 7.2881 4.2155 3.6923 4.3648 1.0290 0.5200 3.6116
11
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Umur rencana flexible pavement umumnya diambil 10 tahun untuk konstruksi baru
dan peningkatan jalan. Sedangkan untuk pemeliharaan jalan dapat diambil 5 tahun.
Umur rencana rigid pavement umumnya diambil 20 tahun untuk konstruksi baru.
Sedangkan untuk pelebaran jalan dimana struktur perkerasan existing adalah flexible
pavement dan pelebarannya dengan gabungan rigid pavement dan flexible
pavement, umur rencana diambil 10 tahun untuk menyesuaikan umur rencana
flexible pavement-nya (yang umumnya umur rencana flexible pavement adalah 10
tahun), penjelasan ini diperlihatkan seperti pada Gambar 2.3.
AC WC 5 cm 5 cm AC WC
AC BC 5 cm
AC Base 10 cm
30 cm Pelat beton
12
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
BAB III
PENENTUAN KAPASITAS JALAN
3.1. UMUM
Dalam perencanaan tebal perkerasan, diperlukan penentuan faktor distribusi lajur (DL),
lihat Sub-bab 6. Traffic design dan Tabel 18, dalam tabel tersebut terlihat bahwa makin
banyak jumlah lajur setiap arah nilai faktor distribusi lajur makin kecil, yaitu dari 100 50
%, dan jika diperhitungkan dengan distribusi arah nilai tersebut menjadi 0,50 0,25
Penentuan jumlah lajur dapat di-analisis dengan kapasitas jalan. Dalam buku ini akan
menggunakan rujukan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997.
Ruas jalan (non tol) merupakan bagian segmen jalan dalam suatu jaringan jalan.
Segmen jalan, rural dan khususnya urban memiliki perkembangan secara permanen dan
menerus sepanjang seluruh / hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, berupa
perkembangan lahan atau bukan. Biasanya terdapat pada daerah dengan penduduk
lebih dari 100.000 jiwa. Segmen jalan ini merupakan panjang jalan di antara dan tidak
dipengaruhi oleh simpang bersinyal atau simpang tak bersinyal utama dan memiliki
karakteristik yang hampir sama di sepanjang jalan.
Tipe jalan (perkotaan) yang terdapat dalam MKJI 1997 adalah :
Jalan dua-lajur dua-arah (2/2 UD)
Jalan empat-lajur dua-arah
Tak terbagi (tanpa median) (4/2 UD)
Terbagi (dengan median) (4/2 D)
Jalan enam-lajur dua-arah terbagi (6/2 D)
Jalan satu-arah (1-3/1)
13
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Kapasitas dasar adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu
penampang ruas jalan selama 1 (satu) jam dalam keadaan jalan dan lalu-lintas
mendekati ideal yang dapat dicapai.
Kapasitas praktis adalah jumlah maksimum kendaraan yang dapat melintasi suatu
penampang jalan selama 1 (satu) jam dalam keadaan jalan dan lalu-lintas yang
berlaku sedemikian rupa sehingga kepadatan lalu-lintas yang bersangkutan
mengakibatkan kelambatan, bahaya dan gangguan-gangguan kelancaran lalu-lintas
yang masih dalam batas yang ditetapkan.
Kapasitas yang mungkin adalah jumlah maksimum kendaraan yang melintasi suatu
penampang jalan selama 1 (satu) jam, dalam keadaan jalan dan lalu-lintas yang
sedang berlaku pada jalan tersebut.
Tabel-tabel berikut ini diambil dari sumber / referensi : Manual Kapasitas Jalan Indonesia
tahun 1997, Departemen Pekerjaan Umum.
Tabel 3.1. : Kapasitas Dasar (Co) untuk Jalan Perkotaan
14
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
4.00 1.09
Tabel 3.3. : Faktor penyesuaian untuk pemisahan arah (FCsp) untuk jalan tak
terbagi
Tabel 3.5. : Faktor penyesuaian pengaruh hambatan samping dan lebar bahu
(FCsf)
FCsf
Tipe jalan Kelas hambatan Lebar bahu Ws (meter)
samping
0.5 1.0 1.5 2.0
Tabel 3.6. : Faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dan jarak
kerb-penghalang (FCsf)
FCsf
Tipe jalan Kelas hambatan Jarak kerb penghalang Wk (meter)
samping
0.5 1.0 1.5 2.0
Guna mengetahui kinerja ruas jalan, perlu diketahui besarannya arus lalu-lintas di ruas
serta pengukuran geometri ruas.
16
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Semakin tinggi perbandingan V/C, semakin rendah kualitas jalan tersebut. Sebaliknya
semakin tinggi kecepatan perjalanannya, semakin tinggi kualitas ruas jalan tersebut.
Jika akan diadakan penilaian suatu jaringan jalan, sebaiknya dinilai dulu perbandingan
V/C ruas-ruas jalan utama, dan penilaiannya dimasukkan dalam suatu gambar atau
tabel.
17
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, ada suatu hubungan antara
perbandingan V/C dengan kecepatan perjalanan. Hubungan tersebut dapat dilihat pada
Tabel 24. di bawah ini.
Kecepatan perjalanan
V/C ratio
(km/jam)
0.24 39
0,54 35
0,76 31
0,91 27
1.00 21
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
18
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Perbandingan volume / kapasitas dihitung dengan program KAJI dari hasil survai lalu-
lintas dan geometri, dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti
hambatan samping dan klasifikasi jalan. Klasifikasi arus lalu-lintas dan perbandingan V/C
kemudian disusun, V/C maksimum yang dapat diterima adalah 0,8 karena angka ini
diharapkan tidak akan melampaui 1,0 dalam jangka waktu 5 tahun jika pertumbuhan
arus lalu-lintas tidak lebih dari 5 %. Periode jam puncak pagi umumnya merupakan arus
lalu-lintas tertinggi di kota, kecuali di daerah pertokoan.
Untuk evaluasi maka dilakukan tes untuk evaluasi perbaikan jaringan jalan. Intisari hasil
tes model transportasi tersebut merekomendasikan alternatif terbaik perbaikan jaringan
jalan.
Model pendekatan dalam mengkaji jaringan jalan didasarkan pada geometri jalan yang
menyangkut jumlah dan lebar lajur jalan yang diperlukan akibat V/C ratio yang terjadi,
dapat disajikan seperti pada Gambar 3.2.
Contoh perhitungan kapasitas jalan dan jumlah lajur diberikan dalam Lampiran 2.
19
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Jaringan Jalan
Kondisi Penampang Melintang Jalan Klasifikasi Fungsi Jalan Pola Tata Guna Lahan
Volume Lalulintas
Ya
Penanganan
Jumlah lajur
Data dan parameter lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan
meliputi :
Jenis kendaraan.
Volume lalu-lintas harian rata-rata.
Pertumbuhan lalu-lintas tahunan.
Damage factor.
Umur rencana.
Faktor distribusi arah.
Faktor distribusi lajur.
Equivalent Single Axle Load, ESAL selama umur rencana (traffic design).
20
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Faktor distribusi arah : DD = 0,3 – 0,7 dan umumnya diambil 0,5 (AASHTO 1993
hal. II-9).
Faktor distribusi lajur (DL), mengacu pada Tabel 3.7.(AASHTO 1993 halaman II-
9).
1 100
2 80 – 100
3 60 – 80
4 50 – 75
Wt W18
1 gn 1
g
dimana :
Wt = Jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif
W 18 = Beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n = Umur pelayanan, atau umur rencana UR (tahun).
g = perkembangan lalu-lintas (%)
21
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Parameter dan data yang diperlukan untuk kemudahan dalam perhitungan traffic design,
disajikan dalam bentuk tabel, seperti contoh pada Tabel 3.11.
22
Pelatihan Road design Engineer (RDE)
Modul RDE 08 : Rekayasa Lalu Lintas
Bab III Penentuan kapasitas Jalan
BAB III
PENENTUAN KAPASITAS JALAN
3.1. UMUM
Dalam perencanaan tebal perkerasan, diperlukan penentuan faktor distribusi lajur (DL),
lihat Sub-bab 6. Traffic design dan Tabel 18, dalam tabel tersebut terlihat bahwa makin
banyak jumlah lajur setiap arah nilai faktor distribusi lajur makin kecil, yaitu dari 100 50
%, dan jika diperhitungkan dengan distribusi arah nilai tersebut menjadi 0,50 0,25
Penentuan jumlah lajur dapat di-analisis dengan kapasitas jalan. Dalam buku ini akan
menggunakan rujukan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997.
Ruas jalan (non tol) merupakan bagian segmen jalan dalam suatu jaringan jalan. Segmen
jalan, rural dan khususnya urban memiliki perkembangan secara permanen dan menerus
sepanjang seluruh / hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, berupa
perkembangan lahan atau bukan. Biasanya terdapat pada daerah dengan penduduk
lebih dari 100.000 jiwa. Segmen jalan ini merupakan panjang jalan di antara dan tidak
dipengaruhi oleh simpang bersinyal atau simpang tak bersinyal utama dan memiliki
karakteristik yang hampir sama di sepanjang jalan.
Tipe jalan (perkotaan) yang terdapat dalam MKJI 1997 adalah :
Jalan dua-lajur dua-arah (2/2 UD)
Jalan empat-lajur dua-arah
Tak terbagi (tanpa median) (4/2 UD)
Terbagi (dengan median) (4/2 D)
Jalan enam-lajur dua-arah terbagi (6/2 D)
Jalan satu-arah (1-3/1)
Kapasitas ruas jalan adalah arus lalu-lintas maksimum yang melintasi suatu penampang
ruas jalan yang dapat dipertahankan per satuan waktu (jam) dalam kondisi tertentu
(geometri, komposisi dan distribusi arus lalulintas, serta faktor lingkungan). Kapasitas
dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp).
Untuk jalan 2 lajur 2 arah, kapasitas ditentukan untuk arus 2 arah (kombinasi 2 arah),
akan tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas
ditentukan per lajur.
Jenis kapasitas jalan dibedakan menurut keperluan penggunaannya sebagai berikut :
Kapasitas dasar adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu
penampang ruas jalan selama 1 (satu) jam dalam keadaan jalan dan lalu-lintas
mendekati ideal yang dapat dicapai.
Kapasitas praktis adalah jumlah maksimum kendaraan yang dapat melintasi suatu
penampang jalan selama 1 (satu) jam dalam keadaan jalan dan lalu-lintas yang
berlaku sedemikian rupa sehingga kepadatan lalu-lintas yang bersangkutan
mengakibatkan kelambatan, bahaya dan gangguan-gangguan kelancaran lalu-lintas
yang masih dalam batas yang ditetapkan.
Kapasitas yang mungkin adalah jumlah maksimum kendaraan yang melintasi suatu
penampang jalan selama 1 (satu) jam, dalam keadaan jalan dan lalu-lintas yang
sedang berlaku pada jalan tersebut.
Tabel-tabel berikut ini diambil dari sumber / referensi : Manual Kapasitas Jalan Indonesia
tahun 1997, Departemen Pekerjaan Umum.
Tabel 3.1. : Kapasitas Dasar (Co) untuk Jalan Perkotaan
FCsf
Tipe jalan Kelas hambatan Lebar bahu Ws (meter)
samping
0.5 1.0 1.5 2.0
FCsf
Tipe jalan Kelas hambatan Jarak kerb penghalang Wk (meter)
samping
0.5 1.0 1.5 2.0
Kecepatan perjalanan
V/C ratio
(km/jam)
0.24 39
0,54 35
0,76 31
0,91 27
1.00 21
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 3.8. : Tingkat pelayanan pada jalan arteri perkotaan dengan kecepatan
perjalanan antara 40 – 54 km/jam
Perbandingan volume / kapasitas dihitung dengan program KAJI dari hasil survai lalu-
lintas dan geometri, dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti
hambatan samping dan klasifikasi jalan. Klasifikasi arus lalu-lintas dan perbandingan V/C
kemudian disusun, V/C maksimum yang dapat diterima adalah 0,8 karena angka ini
diharapkan tidak akan melampaui 1,0 dalam jangka waktu 5 tahun jika pertumbuhan arus
lalu-lintas tidak lebih dari 5 %. Periode jam puncak pagi umumnya merupakan arus lalu-
lintas tertinggi di kota, kecuali di daerah pertokoan.
Untuk evaluasi maka dilakukan tes untuk evaluasi perbaikan jaringan jalan. Intisari hasil
tes model transportasi tersebut merekomendasikan alternatif terbaik perbaikan jaringan
jalan.
Model pendekatan dalam mengkaji jaringan jalan didasarkan pada geometri jalan yang
menyangkut jumlah dan lebar lajur jalan yang diperlukan akibat V/C ratio yang terjadi,
dapat disajikan seperti pada Gambar 3.2.
Contoh perhitungan kapasitas jalan dan jumlah lajur diberikan dalam Lampiran 2.
Jaringan Jalan
Kondisi Penampang Melintang Jalan Klasifikasi Fungsi Jalan Pola Tata Guna Lahan
Volume Lalulintas
Ya
Penanganan
Jumlah lajur
Data dan parameter lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan
meliputi :
Jenis kendaraan.
Volume lalu-lintas harian rata-rata.
Pertumbuhan lalu-lintas tahunan.
Damage factor.
Umur rencana.
Faktor distribusi arah.
Faktor distribusi lajur.
Equivalent Single Axle Load, ESAL selama umur rencana (traffic design).
Faktor distribusi arah : DD = 0,3 – 0,7 dan umumnya diambil 0,5 (AASHTO 1993
hal. II-9).
Faktor distribusi lajur (DL), mengacu pada Tabel 3.7.(AASHTO 1993 halaman II-
9).
1 100
2 80 – 100
3 60 – 80
4 50 – 75
Wt W18
1 gn 1
g
dimana :
Wt = Jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif
W 18 = Beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n = Umur pelayanan, atau umur rencana UR (tahun).
g = perkembangan lalu-lintas (%)
Parameter dan data yang diperlukan untuk kemudahan dalam perhitungan traffic design,
disajikan dalam bentuk tabel, seperti contoh pada Tabel 3.11.
RANGKUMAN
Informasi yang diperlukan untuk menyiapkan rencana pembangunan jalan baru dalam
rangka perluasan jaringan jalan yang telah ada sesuai dengan tuntutan
perkembangan lalu lintas.
Informasi yang diperlukan untuk menyiapkan rencana pengembangan fasilitas
transport sesuai dengan tuntutan perkembangan perjalanan.
Dalam perencanaan jalan, ada 2 komponen dasar yang harus diperhitungkan terlebih
dahulu yaitu:
LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan)
LHRT atau sering dikenal dengan AADT (Average Annual Daily Traffic) didefinisikan
sebagai volume lalu lintas total selama 1 tahun dibagi dengan jumlah hari dalam 1
tahun. Selain itu juga ada istilah LHRT Rencana, yaitu LHRT yang diperhitungkan
dapat memberikan gambaran angka LHR yang mungkin terjadi selama umur rencana,
besarnya dipekirakan dengan mempertimbangkan pertumbuhan lalu lintas.
K
VJR LHRTrencana
F
Sedangkan untuk pelebaran jalan dimana struktur perkerasan existing adalah flexible
pavement dan pelebarannya dengan gabungan rigid pavement dan flexible pavement,
umur rencana diambil 10 tahun untuk menyesuaikan umur rencana flexible pavement-nya
Jenis kapasitas jalan dibedakan menurut keperluan penggunaannya sebagai berikut :
Kapasitas dasar adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu
penampang ruas jalan selama 1 (satu) jam dalam keadaan jalan dan lalu-lintas
mendekati ideal yang dapat dicapai.
Kapasitas praktis adalah jumlah maksimum kendaraan yang dapat melintasi suatu
penampang jalan selama 1 (satu) jam dalam keadaan jalan dan lalu-lintas yang
berlaku sedemikian rupa sehingga kepadatan lalu-lintas yang bersangkutan
mengakibatkan kelambatan, bahaya dan gangguan-gangguan kelancaran lalu-lintas
yang masih dalam batas yang ditetapkan.
Kapasitas yang mungkin adalah jumlah maksimum kendaraan yang melintasi suatu
penampang jalan selama 1 (satu) jam, dalam keadaan jalan dan lalu-lintas yang
sedang berlaku pada jalan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
6. Meyer, Carl F., Route Surveying and Design, 4th ed. International Texbook
Company, Pennsylvania, 1971
7. Oglesby, Clarkson H., and Lawrence I. Heves, Highway Engineering, 2nd ed.,
John Wiley & Sons, Inc., California, 1966.