Anda di halaman 1dari 3

Topeng

Aduhai, senang sekali ini malam aku bisa menyapamu. Baiklah kali ini kita
berbicara tentang ‘Topeng dan Para Penggunanya.’
Sebelum perkenankan aku bertanya padamu. Apa kau tahu perbedaan orang
yang mengenakan topeng dengan yang polos menampilkan wajah apa
adanya?
Aku pun jujur saja tak mampu membedakannya. Ada yang tak mengenakan
topeng, tapi prilakunya seperti seseorang yang bertopeng ── kira-kira apa ia
juga menunggang kuda? Ayolah, mari cermati fenomena ini. Mari sedikit
leluasa tebarkan pandanganmu. Bagaimana kalau aku yang memulainya?
Biar kulemparkan dulu pendapatku. O, silakan saja kau dan teman-temanmu
menangkap sederet ide terbangku yang bersayap. Ya, kau benar itu selagi
tak ada awan gelap menyembunyikannya, dan sebelum angin yang terlalu
kencang di atas melayangkannya terlalu jauh. Kejarlah! Tangkap segera!
Baik, baiklah.. Aku berpendapat bahwa topeng itu perangkat tiruan wajah.
Apa? Kau bilang itu ‘mimesis’? Tunggu, tunggu dulu.. Itu bukan peniruan
yang diambil dari kenyataan tanpa upaya merekayasa. Topeng yang
kumaksud, oh, tentu saja manipulasi diri sendiri pada suatu figur ideal.
Hmm, baiklah. Kau bertanya apa topeng itu berwajah badut, suka melucu dan
bertingkah laku konyol. Aku sedikit gambarkan padamu. Topeng itu bisa saja
berwajah badut humoris tetapi berhati seperti yang dimiliki sang raja hutan
yang ganas. Bagaimana bisa? Silakan kau bertanya lagi padaku. Hanya saja
aku berpendapat bahwa keramahan tertentu belum bisa tulus sebagaimana
yang ditampilkan.
Nah, kau jadi penasaran, kan? Aku anjurkan padamu agar gemar mengamati
orang-orang di sekeliling dirimu saja. Banyak di antara mereka bersembunyi
dari diri sendiri yang sebenarnya.
Contohnya apa? Ayolah, sabar dulu. Pasti kita sama-sama bisa menemukan
prototype-nya.
Bagaimana kalau kuberi contoh secara sekilas saja? Bisa kau dapati
penjelasan yang terang? Aku mungkin cenderung mau mengatakan bahwa
orang-orang bertopeng suka berahasia. Lalu, bisa saja mereka menunggang
kuda dengan sebilah pedang anggar panjang yang pipih di pinggang kiri.
Hahahaha… Kau tentu kini mengira mereka para pengikut Zorro, bukan?
Santai saja dulu. Waktu kita masih banyak untuk membahasnya. Jangan
terlalu tegang sarafmu.
Mari cicipi dulu penganannya. Hmm, nikmat bukan? Bagaimana? Ya, sudah
minum dulu.
Baiklah, mari kita diskusikan lagi.
Tahu tidak kau? Orang yang mengenakan topeng sebenarnya mencoba
untuk berperan ganda. Ia ingin berperan sebagai aktor yang begitu
didambakannya, dan sekaligus tentu saja ia juga ingin menyutradarai peran
yang dikonsepkan dalam kehendaknya sendiri. Makanya banyak rekayasa
yang dilakukan demi penyempurnaan peran yang sedang ditampilkan.
Alasannya? Apa kau tanyakan padaku tentang sebuah alasan? Ah, tentu itu
sama saja dengan membicarakan mengapa kita perlu makan. Dalam kasus
orang bertopeng, oh, kawan, kau harus tahu semuanya hanyalah kamuflase.
Samaran yang menutupi bagaimana orang lain bisa tertipu dengan
penampilan sehingga peluang-peluang bisa datang. Lalu? Ah, aku kira kau
pasti tahu kelanjutannya. Selanjutnya tak lain hanyalah jalan untuk dapat
mewujudkan kepentingan pribadi, mendapatkan apa yang diincar,
merebutnya bukan dengan rampasan tetapi melalui pesona tampilan yang
memukau kesadaran. Ya, kau benar! Tentu saja sebuah metode yang cantik,
bukan?
Baik, baiklah.. Sepertinya kau masih bingung dan butuh lebih banyak lagi
penjelasan. Sekarang biarkan aku bertanya dulu. Apa pernah kau melihat
seseorang yang sepertinya patuh kemudian dari belakang mengumpati
kepatuhannya sendiri? Apa pernah kau memperhatikan orang yang tak bisa
menepati janji karena waktu yang mendesaknya untuk mengucapkan janji?
Sederhananya begini saja.. Orang bertopeng punya kebiasaan berkata
bahwa janji yang diucapkan pada keadaan terpaksa tak seharusnya ditepati.
Kok bisa? Ah, lagi-lagi kau terlalu lugu! Janganlah seperti itu! Cobalah
biasakan dirimu sendiri untuk melihat apa yang terjadi sesuai dengan
pertanyaan bagaimana awal kejadiannya. Jangan bertanya mengapa orang
bertopeng bisa sedemikian manipulatif.
Ada satu hal lagi yang perlu kau tahu. Iya, tenanglah! Aku akan terangkan
semuanya padamu.
Orang bertopeng selalu berperan sesuai tuntutan skenario yang ia tulis
sebelumnya, tetapi dengan luwes selalu pandai ia merevisi kembali bila
skenario awal yang ditulis tak sejalan dengan situasi terkini. Mudahnya, siapa
pun yang berada di atas panggung kepentingan pribadinya, ia akan berteriak
lantang sebagai ikrar awal yang memandu dirinya berperan meraih segala
kepentingan pribadi sebagai motivasi penampilannya. Apa kau tahu ikrar para
pengguna topeng di panggung kepentingan pribadinya? Dengar dan simaklah
baik-baik. Aku akan katakan padamu dengan intonasi yang mudah-mudahan
bisa menggambarkan situasi pengucapan ikrarnya. Sebentar aku tarik napas
dulu, berkonsentrasi, menyulap diriku seolah-seolah bagian dari mereka.
“Kami bukan siapa-siapa. Karena kami bisa jadi siapa saja, maka kami
berterima kasih pada para penerjemah. Maha Agung Dia yang di atas sana
sebab begitu pemurah menutup mata semua orang yang kami buat terlena..”
Begitulah ikrar para pengguna topeng, kawan. Semoga kau dan aku terhindar
dari tipu muslihatnya. Ya, mudah-mudahan saja.

Source : https://ajaibnya.com/artikel/contoh-monolog-pendek-tentag-kemerdekaan.html/page/1

Anda mungkin juga menyukai