Anda di halaman 1dari 182

ユウト

Qualidea of The Scum Chapter 1 : Kusaoka Haruma 1

x x x

Dari sebuah firman,

Berasal dari ramalan di sebuah kitab;

Ketika waktu itu tiba.

Dia yang melakukan kesalahan, biarkanlah dia melakukan kesalahannnya:

dan dia yang kotor, biarkanlah dia tetap kotor:

dan dia yang melakukan kebajikan, biarkanlah dia melakukan kebajikan:

dan dia yang suci, biarkanlah dia tetap suci.

Bersiaplah, aku akan datang dengan cepat;

aku membawa ganjaran dari perbuatan mereka bersamaku,

untuk memberikan setiap manusia hasil perbuatan dari mereka itu.

Apocalypse of John, Yohane 22: 10-12, ASV

* * *

Ada sebuah pikiran yang selalu keluar ketika aku membaca Light Novel : "Ilustrasi
menggambarkan segalanya."

Ketika kamu membaca dialog yang melelahkan yang berisi adegan moe yang mesum, situasi
yang memberikan power masturbasi yang cukup, karakter yang meniru dari berbagai karya
lain, kata-kata yang terdengar membosankan bahkan anak SMP bisa membacanya dengan
mudah tidak, bahkan anak SD bisa menulisnya maka ilustrasi menjadi sebuah fitur yang
harus ada. Light novel memang sangat menyiksa untuk dibaca, tetapi ilustrasinya membuat
itu terlihat menarik.

Kepuasan paling dasar terletak dari apa yang terlihat di mata itu. Sederhananya, apa yang
kau lihat adalah apa yang kau dapatkan.
ユウト

Bohong bila penampilan luar menggambarkan 90% orang itu seperti apa. Kuberi tahu saja,
penampilan luar menggambarkan seluruh tampilan orang itu seperti apa. Seratus sepuluh
persen kalau perlu.

Aku sangat yakin kalau aku bukanlah satu-satunya orang yang berpikiran seperti itu.
Banyak yang berpikiran sepertiku.

Si anak itik yang buruk rupa, sebuah bacaan yang sering kau baca ketika membaca
"Kumpulan dongeng karya Hans Christian Andersen", ya seperti itulah. Sederhananya,
ceritanya begini : "Hidup akan terasa mudah jika penampilanmu bagus. Setidaknya, kamu
tidak akan dikuliti untuk menjadi bahan masakan di masakan China. Para penyaji Foie Gras
sebaiknya tahu apa yang mereka lakukan!"

Itu adalah pesan yang dituliskan oleh Hans Christian Andersen di cerita itu. Buruk rupa
adalah sebuah dosa. Sebenarnya, aku juga tidak begitu yakin kalau maksudnya seperti itu.
Tapi setidaknya itu pesan-pesan yang kutangkap dari karyanya. Aku bisa merasakan emosi
yang mendalam dengan keadaan diriku ketika membacanya. Itu membuatku membayangkan
jika aku adalah Andersen. Sepertinya aku memang seperti Andersen. Seperti yang di anime
Hellsing, menaruh bayonetnya dan mengatakan Amen.

Mungkin, mungkin saja, diluar sana ada seseorang yang berpikir kalau Si anak itik yang
buruk rupa adalah cerita yang memberikan harapan bagi orang-orang dengan penampilan
yang buruk.

Sebenarnya, itu adalah masalah yang berbeda. Hanya penggemar yang buruk dari Brother
Grimm yang berpikir demikian (lol).

Tidak ada sebuah harapan di dongeng itu. Tidak lebih dari sekedar imajinasi balas dendam
melawan sebuah kecantikan yang memang memiliki kekuatan penghancur yang sangat besar,
yang menghancurkan eksistensi dari sebuah hal yang buruk rupa. Si anak itik itu membalas
dendam dengan menjadi lebih cantik dari yang menolaknya. Omong kosong dengan
persahabatan dan kerja keras akan membuatmu lebih baik; kemenangan sudah ditentukan
oleh garis keturunannya. Kamu tidak akan melihat seorang protagonis yang seperti itu jika
kamu membaca Shonen Jump belakangan ini.

Jadi opiniku begini, katakanlah dongeng itu adalah dasar dari filosofi hidup manusia.
Kebenaran terselubung yang Andersen tulis di dongengnya adalah orang jelek tidak akan bisa
diterima oleh orang lain.

Jadi begitulah yang kutulis di buku laporanku setelah pelajaran itu.

Tentu saja, aku menyesalinya sekarang. Kenapa aku tidak menulis sesuatu yang lebih
aman? Kenapa aku tidak menulis sesuatu dengan setengah hati yang bisa membuat guru
senang, seperti para siswa lainnya? Aku tahu kalau itu terdengar aneh, dan terlihat anti-
mainstream. Bahkan Andersen sendiri tidak perlu memberitahuku mengenai hal ini.

"Hey, Haruma..." Kusaoka Amane, guru yang menangani ini, memanggil namaku dengan
lembut. Ini adalah jam makan siang, dan kami berdua sedang berada di ruang UKS, dimana
bau antiseptik terus menghujani hidungku.
ユウト

Kusaoka Amane menyuruhku duduk di tempat tidur sedang dirinya menarik kursi terdekat
dan duduk di depanku. Lalu dia menyilangkan kakinya yang kurus dan panjang itu,
menyebabkan jas lab dan roknya yang ketat itu seperti membunyikan suara yang aneh. Ketika
dia mencondongkan wajahnya untuk melihat wajahku, seperti memeluk kedua kakinya, aku
bisa melihat dadanya dari blusnya. Sekali lagi, Amane-chan mengembuskan nafasnya seperti
menantangku "ayo sentuh itu".

Hanya tirai tipis yang memisahkan ranjangku dengan dunia luar, dan kami berdua duduk
berdekatan. Dan selalu seperti ini ketika dia memanggilku kesini.

Siang bolong dan aku duduk di pinggiran tempat tidur di ruang UKS, sendirian dengan guru
cantik yang memakai jas lab. Jangan lupa kalau ada tulisan "ayo sentuh aku". Jika kamu
menjadi diriku, aku berani bertaruh kamu akan melakukan apa yang seharusnya dilakukan
anak laki-laki.

Tetapi ini jauh dari kenyataan.

Ruangan ini bukanlah sebuah setting film porno, juga bukanlah adegan impian dari semua
laki-laki. Ini seperti sebuah ruangan konsultasi. Kau juga bisa katakan, ini adalah ruangan
khotbah.

Amane-chan memutar-mutar rambutnya, menyebabkan aroma parfumnya mulai menyerang


hidungku. Apa dia ganti parfum lagi? Yang terakhir sepertinya sudah bagus. Ketika pikiran-
pikiran tidak berguna itu berlarian di kepalaku, Amane-chan menatapku tajam.

"Hey, Haruma. Kamu pernah tidak, berpikir, setidaknya sekali, tentang posisiku di sekolah
ini?"

"Posisimu...Posisimu adalah Guru Pembina UKS."

"Itu benar." Amane-chan mengangguk. "Aku adalah Guru Pembina UKS yang muda dan
cantik." Dia mengulangi kata-kataku dengan menambahkan beberapa kata-kata yang
bombastis.

Lalu tiba-tiba, gerakan kepalanya terdiam.

"Oh, dan aku juga adalah kakakmu." dia menunjuk ke arahku dengan tangannya.

"Mm, kupikir begitu."

Tidak perlu dijelaskan lagi, tetapi Kusaoka Amane dan Kusaoka Haruma adalah saudara,
dan entah kenapa sekarang berada di sekolah yang sama dan memiliki hubungan guru-murid.
Gara-gara itu, aku tidak bisa memenuhi pikiranku dengan hal-hal erotis, bahkan ketika
ruangan yang kutempati sekarang sudah di set untuk adegan porno sekalipun. Terlebih lagi,
aku tidak bisa melakukan apapun kecuali mendengarkan apa yang kakak idiotku ini katakan.

Kakakku hanya berusaha menjadi apa yang dia bisa, aku selalu berusaha menjauhkan diriku
dari berurusan dengan ruang UKS sebisa mungkin. Sayangnya, kadang ada beberapa
pengecualian, seperti saat dia ingin punya sansak pukulan ketika stress. Hari ini, mungkin
akan berakhir seperti itu.
ユウト

Amane-chan mengambil pipa non-tembakau dari saku di dadanya dan menaruhnya diantara
gigi-giginya. "Kalau kamu paham, maka berhentilah menjadi biang masalah di sekolah, dasar
goblok. Ketika kamu melakukan sesuatu yang bodoh, maka akulah yang dimarahi di ruang
guru."

"Bukankah itu karena mereka tidak menyukaimu? Ini bukannya aku melakukan kesalahan
atau semacamnya."

"Kamu ini! Lihat laporanmu yang kamu tulis hari ini, atau apa itu? Kamu menulis banyak
hal-hal aneh disana."

Dia menatapku, seperti menyuruhku mengingat sesuatu di ruangan memori otakku. Dan
pencarianku menyempit ke satu kesimpulan.

"Jangan bilang...tulisan tentang bagaimana orang jelek yang tidak punya HAM?"

"Yeah! Aku tidak paham maksudnya yang mana, tapi mungkin yang itu! Tulisanmu itu
sungguh jelek! Jangan pura-pura sok keren! Lihat wajahmu itu di cermin! Kamu selalu punya
wajah yang suram!"

"Jangan khawatir soal aku," kataku. "Jika kamu seorang pria, maka kamu bisa membeli
HAM itu nanti."

Amane-chan tidak terlihat seperti tidak setuju. "Memang. Kamu bisa melakukan apapun jika
aset dan penghasilanmu sangat tinggi."

Heh, jadi dia setuju dengan itu ya? Jika seorang pria punya penghasilan yang tinggi, mereka
akan selalu bisa mengatasi hal itu. Dahulu kala, ada tiga hal yang membuat pria menjadi
populer : Pendidikan yang tinggi, status yang tinggi, dan penghasilan yang tinggi. Tidak ada
satupun hal yang berkaitan dengan wajah seseorang disana, jadi mungkin tidak akan ada
diskriminasi wajah bagi seorang pria. Tetapi ya ampun, para wanita di jaman itu mungkin
memang sesuatu. Apa mereka menilai pria dari tiga hal di atas? Jika kesetaraan reaksi adalah
dasar dari ilmu kimia, maka jika mereka ingin menciptakan pacar yang ideal, maka mereka
harus mengorbankan lengan atau kakinya seperti di salah satu anime.

Well, kakak perempuanku adalah salah satu wanita yang seperti itu. Dia punya wajah yang
manis dan tubuh yang bagus, tetapi sifatnya sangat buruk dan dia akui itu sendiri.

Amane-chan terlihat memikirkan sesuatu dari matanya, kemudian dia pura-pura batuk.
"Memang secara teknis kamu benar, tetapi pendidikan kita tidak boleh memiliki hal itu.
Mereka tidak menyukai jawaban seperti itu maksudku, mereka komplain kepadaku. Nenek
tua yang menjadi gurumu tadi itu bukanlah tipe orang yang mau menerima pemikiran
semacam ini, jadi kamu benar-benar mengganggunya dengan tulisanmu itu. Pikirlah sebentar
sebelum bertindak, ya ampun."

"Bukankah kamu baru saja mendiskriminasi guru itu melalui tampilannya? Tidak lupa kamu
juga menyebutkan usianya..."
ユウト

"Aku tidak mengatakan sesuatu soal wajahnya, jadi itu tidak apa-apa," Amane-chan
tersenyum kecil sambil membusungkan dadanya dengan bangga.

Yep, sampai detik ini dunia tetap damai karena seseorang sudah melakukan "kebaikan
tersembunyi". Aku adalah jiwa yang baik, jadi aku berlatih menjadi "kebaikan tersembunyi"
itu dengan tidak berbicara satu katapun ke teman-teman sekelasku. Meski semua orang sudah
menerima "kebaikan tersembunyi" milikku hingga saat ini, masih saja ada yang berselisih
paham dan bertengkar disana-sini. Sungguh aneh.

"Meski kamu tidak mengatakan langsung soal wajahnya, tetapi kamu orang yang dimarahi
soal itu, jadi bukankah sebenarnya yang bermasalah itu sifatmu, Amane-chan?"

Setelah mengatakan itu, Amane-chan mengibaskan tangannya untuk menolaknya. "Nope.


Itu tidak ada hubungannya dengan sifatku. Paham? Ketika kamu menjadi Guru Muda UKS
yang cantik, akan terlihat bodoh jika kamu terlihat menunduk dimarahi di ruang guru!" Dia
mengoceh kesana-kemari. "Teman-teman di kantor mulai melecehkanku secara sexual secara
perlahan-lahan! Dan paling penting, setiap hari banyak siswa laki-laki yang pura-pura sakit di
UKS, membuat banyak wanita jalang di sekolah ini menatapku seperti musuh mereka! Aku
ingin cepat-cepat menikah saja dan berhenti dari pekerjaan ini!"

Suaranya terlihat sangat keras di kalimat terakhir tadi.

Tampaknya kehidupan guru sangat keras sekali. Ketika pikiran-pikiran itu muncul di
kepalaku, tirai dari ranjang ini dibuka oleh seseorang.

"Maaf, Sensei?"

Sebuah tangan kecil yang lemah membuka tirai itu dari pinggir. Dua buah bola mata itu
terlihat gemetaran. Gadis yang memanggil Amane-chan mungkin masih memiliki demam
melihat kedua pipinya yang memerah dan matanya yang agak pucat.

Ketika kedua mata kami bertemu, dia lalu berusaha bersembunyi di balik tirai seperti
binatang kecil. Kemudian, dia mengintip lagi ke arahku. Bahasa tubuh seperti itu sangat
menggemaskan untukku. Melihat dari seragamnya, dia nampaknya berasal dari divisi SMP
dari sekolah ini.

Amane-chan merespon gadis yang memanggilnya. Memutar kursinya dan mengarahkan


tubuhnya ke arah suara itu.

"Ma-Maaaaaaf, Misa-chan. Kamu tahu kan adikku ini seperti apa," dia mengatakannya
sambil tersenyum.

"Bu-bu-bukan, akulah yang harusnya meminta maaf. Aku tidak tahu apakah harus bicara
atau diam saja, tetapi, um, aku kesini sedang mencari obat demam...? Apa ini timing yang
buruk untuk bertanya?"

Gadis yang bernama Misa-chan memegangi rambut pigtailnya dengan gugup dan melihat ke
arahku dan Amane-chan. Dia nampaknya khawatir apakah sedang mengganggu pembicaraan
kami. Seperti menduga hal yang sama, Amane-chan berdiri dan menepuk pundak Misa-chan.
ユウト

"Tidak apa-apa. Kalau kamu butuh sesuatu, lebih baik mengatakannya langsung. Lihat,
seperti kata pepatah: katakan sekarang atau selamanya kamu akan terjebak dengan adikmu
yang mengganggu."

"Aku merasa pepatah itu ada yang sedikit aneh," kataku. "Apa keluargaku sudah membenci
diriku atau bagaimana?"

Apa Amane-chan membenciku? Meskipun aku merasa aku sudah mengenal baik kakakku
ini? Aku tidak tahu bagaimana orang tuaku atau kakakku, tetapi kakek dan nenekku sangat
mencintaiku.

Amane-chan hanya tersenyum, seperti tidak mempedulikan argumenku barusan. Misa-chan,


yang hanya melihat percakapan kami dari pinggir, merasa aneh dan tersenyum seadanya.
Memang akan terasa aneh jika ada orang asing yang tidak ngeh dengan guyonan yang biasa
kami lakukan setiap harinya. Di situasi ini, mungkin yang terbaik hanyalah tersenyum dan
menunduk.

"Oke, aku pergi dulu."

Jika begini terus, aku seperti memaksa gadis manis ini untuk tersenyum basa-basi seperti
yang orang-orang lakukan di kelasku. Aku melambaikan tanganku ke arah Amane-chan dan
berjalan melewati Misa-chan.

Ketika aku melewatinya, Misa-chan membungkuk. Ikatan rambutnya, yang mengikat


rambut hitamnya, terlihat seperti melambai ketika menunduk. Dia terlihat kecil, mempesona,
dengan bahu yang kecil dan dada yang rata. Pipinya memerah dan matanya seperti berair. Dia
seperti memberikan sex appeal yang cukup aneh.

Kata-kata "malaikat" cocok untuk Misa-chan. Ini bisa juga diartikan kalau dia sangat cocok
untuk turun ke dunia yang penuh dosa ini.

"Oh, oke. Haruma..." Suara Amane-chan muncul di belakangku ketika aku menaruh
tanganku di pintu UKS.

"Ya?"

"Lantai di depan atap sekolah terlihat kotor belakangan. Tahulah, mereka memberitahuku
banyak sekali hal di ruang guru. Mereka berkata untuk membersihkan lantai itu sepulang
sekolah. Mereka juga memberitahuku untuk memberitahu adikku untuk memikirkan baik-
baik sikapnya," Amane-chan mengatakannya dengan mengedipkan matanya, bahkan tanpa
mengedipkan juga aku sudah tahu kalau itu sebenarnya pekerjaan yang diberikan kepadanya
sebagai hukuman. Dia mungkin ketahuan sedang merokok di atap sekolah atau semacamnya.

Sayangnya, adiknya tercipta untuk melayaninya seperti budaknya. Atau bisa juga sang
kakak perempuan tercipta untuk memberikan luka trauma terhadap sikap perempuan ke hati
adik laki-lakinya. Jika kamu pernah mengatakan kalau kakak perempuan itu seperti sebuah
bencana di muka bumi ini, maka pendapatmu itu benar-benar akurat. Aku sangat toleransi
kepada wanita (dalam hal yang buruk), dan aku sangat tahu tentang kebutuhan biologis
mereka lebih dari yang diriku sadari.
ユウト

"...Yeah, akan kulakukan," aku menjawabnya sambil menaruh tanganku di pintu untuk
segera pergi dari sini. Aku membuka pintunya dengan cepat.

Seketika, kakiku berhenti bergerak.

Seorang gadis berdiri di depanku.

Bermandikan cahaya matahari yang memantul di koridor, sebuah pemandangan yang


menyejukkan, aroma manis dari parfum merk Anna Sui.

Rambutnya hitam dan panjang, kulitnya yang pucat terlihat bersinar, pahanya yang lembut
terlihat kurus dan luwes. Matanya yang manis dan bibirnya yang menarik terbuka lebar
seperti sedang terkejut.

Kata-kata "pemberian Tuhan" mungkin cocok untuk menggambarkan gadis ini. Bisa juga
diartikan kalau kecantikannya bisa menghancurkan dunia ini dengan sekali lirik.

Aku tahu nama gadis ini. Tentunya, tidak mungkin sebaliknya. Asal tahu saja ya, aku tidak
mengetahuinya dengan memata-matai atau dengan sengaja mencari informasi tentangnya. Itu
hanya terjadi secara kebetulan, seperti sebuah info umum yang diketahui oleh banyak siswa
di sekolah ini.

Chigusa Yuu. Ini adalah pertama kalinya aku melihat gadis ini secara langsung, satu
angkatan di bawahku.

Kejadian ini membuat kepala Chigusa dan diriku hampir bertrabrakan, kami berdua secara
spontan mengambil langkah mundur.

Ekspresinya seperti sangat terkejut, tetapi aku sangat yakin kalau wajahku sekarang terlihat
seperti orang idiot. Satu-satunya orang yang diam membisu disini adalah diriku. Dia lalu
tersenyum dan menundukkan kepalanya, melewatiku dari samping. Tanpa sadar aku terus
menatapnya.

"Oh, Onee-chan! Maafkan aku!" Misa-chan memanggilnya, sepertinya dia baru sadar kalau
gadis di depannya adalah Chigusa. "Kamu bahkan mau datang meskipun sedang sibuk..."

"Mustahil aku punya sesuatu yang lebih penting dari Misa-chan. Apa kamu baik-baik saja?"

Pemandangan Chigusa menyentuh lembut kening Misa-chan seperti hal yang tidak bisa
dilukiskan. Jadi begitu ya, Misa-chan adalah adik dari Chigusa Yuu? Jadi ini menjelaskan
kenapa dia bisa semanis itu.

Aku melihat sejenak ke arah kedua saudari itu, malaikat dan Tuhan, lalu aku menutup
pintunya dan pergi keluar.

Jika seandainya aku bisa mirip sedikit dengan Amane-chan, aku mungkin bisa saja punya
wajah yang manis. Kenapa wajahku ini bisa berakhir seperti sebuah kesuraman? Ketika aku
melihat dari sudut pandang yang berbeda, jika aku punya satu, dua, atau tiga cacat di
diriku...itu berarti membuktikan kalau diriku ini hanyalah seorang manusia biasa. Ini berarti,
gadis itu berisi sesuatu yang diluar manusia dan disatukan menjadi satu.
ユウト

Dunia ini tidak adil, dan hasilnya, penuh diskriminasi dimana-mana.

Ini bukanlah masalah menjadi spesial atau unik tetapi sebuah pemikiran umum dari orang-
orang yang memiliki otak yang hanya berjalan separuh bagian saja.

Meski begitu, aku tidak bisa berhenti memikirkannya: Chigusa Yuu...wajahnya sangat
manis. Benar-benar manis!

* * *

Qualidea of The Scum Chapter 1 : Kusaoka Haruma 2

* * *

Ketika aku meninggalkan ruang UKS, aku mulai dikelilingi oleh suara-suara riuh para
siswa. Jam makan siang nampaknya akan segera berakhir, dan aku mempercepat langkahku
menuju kelasku.

Aku tidak suka Bahasa Jepang dari keramaian: hitogomi. Aku tidak menyukai orang-orang
(hito) dan aku tidak suka sampah (gomi), jadi aku sudah punya alasan untuk tidak menyukai
kedua huruf tersebut jika digabungkan. Sebagai perbandingan, aku menyukai Bahasa Jepang
dari kedinginan: kaze. Itu terdiri dari karakter angin dan jahat. Itu sangat keren sekali dan aku
menyukainya.

Jujur saja, aku sudah berusaha yang terbaik ketika menghadapi keramaian.
ユウト

Ketika masih kecil, aku mengikuti banyak hal: Liga Basket Junior, Sekolah Renang,
Bimbingan Belajar Aritmatika, Kelas Kaligrafi, Kursus Piano. Kebanyakan hal-hal tersebut,
adalah ide dari Amane-chan. Entah bertujuan untuk apa, ataupun disengaja untuk keuntungan
pribadinya. Aku tidak pernah benar-benar menyukai hal-hal tersebut. Karena itu, aku tidak
terkejut kalau banyak sekali uang yang dihabiskan untukku ketika kecil dulu. Kalau boleh,
aku ingin meminta kembali uang itu.

Tapi ada satu ilmu yang kudapat ketika itu dan selalu kuingat.

"Kamu harus menganggap lautan manusia itu adalah hiasan kepala labu!"

Itu yang dikatakan instruktur pianoku ketika aku sedang gugup sebelum tampil. Memang
kata-kata yang terdengar aneh, tetapi karena si nenek tua itu yang mengatakannya, aku
setidaknya harus mencobanya. Kau harus menghormati yang lebih tua, bukan?

Ketika aku mulai mempraktekkannya, aku sadar, ada sebuah kebenaran dalam kata-kata
nenek tua itu. Memang, kalau dari kadar airnya, baik manusia dan sayuran tidaklah berbeda.
Jika kamu melihat kesamaannya tubuh mereka tersusun oleh mayoritas air bahkan mereka
berdua bisa dikatakan hampir sama. Nenek tua yang baik. Semakin tua maka semakin bijak,
atau semacam itu. Dia mengatakan hal-hal yang bagus. Terima kasih, nenek.

Karena dirinya, aku selalu menganggap kalau manusia adalah sayuran. Meski kata-kata
nenek tua itu sedikit banyak telah membantuku mengatasi rasa gugupku Aku tetap
mengacaukan penampilan pianoku setelah itu dan berhenti kursus setelahnya. Maaf, nenek.

Setelah itu, aku melihat ke arah langit yang terlihat dari jendela lorong kelas. Disana, aku
bisa melihat sebuah awan yang berbentuk tidak seperti biasanya, tepatnya berbentuk seperti
lonceng di kuil. Para Netizen pasti akan memanfaatkan ini dengan mengupdate status: Whoa!
Apa itu semacam awan pertanda gempa?

Sungguh idiot. Jujur saja, dunia ini penuh dengan para hiasan kepala labu. Apapun yang
terlihat seperti tanda gempa, maka kumpulan awan tersebut akan dianggap membentuk pola-
pola tertentu. Padahal kenyataannya, itu hanyalah awan-awan yang biasa. Orang-orang hanya
iseng saja mengaitkannya dengan gempa, membodohi orang lain tanpa peduli seperti apa
hasilnya.

Ada hal positif yang bisa kamu dapat jika dapat membuat orang lain percaya dengan apapun
yang kamu percayai. Jika kamu mau, kamu bisa membuat dirimu sendiri percaya kalau
manusia dan sayuran itu sama karena memiliki kandungan air yang hampir sama. Dan orang-
orang yang tidak mempercayai hal itu berarti adalah orang bodoh.

Untuk saat ini.

Bagaimana kalau kau kuberitahu persamaan yang lain dari manusia dan sayuran?

Aku sudah mengatakan kalau aku membenci sayuran. Tetapi, strawberi dan melon adalah
pengecualian.
ユウト

* * *

Qualidea of The Scum Vol.1 Chapter 1 : Chigusa Yuu

* * *

Di kamar ganti gadis setelah pelajaran olahraga terasa seperti ladang padi yang habis
disirami air hujan. Sangat sulit untuk mencari ruang untuk bernapas, tidak hanya karena bau
parfum dan bedak yang mengisi ruangan, tetapi juga banyak sekali bau dari botol softdrink
dan handuk penuh keringat yang dilempar begitu saja. Sementara itu, suara obrolan terdengar
tiada henti croak disini, croak disana, persis seperti suara katak.

Aku mengatakannya bukan seperti kami tahu betul suara katak yang sebenarnya seperti apa.
Pada jaman ini, seorang siswa yang hidup dengan baik di perkotaan kemungkinan tidak akan
pernah tahu suara katak yang sebenarnya.

Oleh karena itu, kali ini aku ingin menggunakan imajinasiku. Aku menyembunyikan
tubuhku dibalik pintu loker, lalu aku terdiam menikmati hiburan ini sebagai latihan.

Para katak sedang membuka pakaiannya masing-masing.

Para katak sedang menyemprotkan deodorannya.

Para katak sedang mengobrol tentang cinta kepada sesamanya.

Ketika aku mengubah teman-teman sekelasku menjadi katak-katak di imajinasiku, ruangan


ini berubah menjadi pertunjukan yang lucu. Ribbit ribbit ribbit. Kadang membuatku
tersenyum sendiri melihatnya.

Aku cukup yakin di dunia yang terdiri dari ladang padi, seekor katak yang meminggirkan
dirinya dari jalan yang seharusnya untuk membiarkanmu lewat adalah katak yang tidak perlu
kau pikirkan. Katak-katak memang blak-blakan. Katak-katak memang kuat. Katak-katak itu
merasa bebas. Semua manusia memang harusnya menjadi katak-katak itu.

Jika Bumi adalah sebuah desa yang didiami ratusan katak, tidak akan ada satupun katak
yang tidak membenci melihat angsa yang cantik. Tanpa ragu, mereka seperti tidak mau
melihat noda di diri mereka sendiri dan terus hidup dalam damai.

Di tanganku sekarang, aku menggenggam setangkai bunga putih, aku sendiri tidak tahu
nama bunga ini. Aku tidak percaya kalau bunga ini akan menjadi sesuatu yang lain dari
bunga sampai aku memetiknya. Ini pasti sebuah definisi dari kebahagiaan.

Hembusan napas keluar begitu saja dari mulutku.


ユウト

Awan-awan yang berbentuk spiral sedang terbentuk di angkasa seakan-akan


memandangiku, seperti sebuah pertanda akan adanya gempa. Tanpa sengaja, aku seperti
menelan napasku yang baru saja hendak keluar dari tenggorokanku.

Ada beberapa orang di luar sana yang bisa kau katakan sebagai ahli dalam membelokkan
pikiran orang-orang. Ketika melihat sesuatu sebagai sebuah pertanda kejadian, yang
sebenarnya tidak akan terjadi apa-apa, orang-orang seperti percaya begitu saja. Orang-orang
yang percaya dengan mudahnya itu seperti sejenis hiasan kepala labu atau mirip dengan
sayuran, itu misalnya saja.

Ya, seperti itulah mereka.

Tetapi itu hanyalah logika dari seseorang yang memiliki pikiran yang tinggi. Menjelma
menjadi labu yang enak lebih dari sekedar hiasan bukanlah sebuah dosa.

Di dunia ini, orang-orang seperti menjadi kumpulan pengecut. Kecuali seseorang


mendorong mereka, maka mereka tidak akan peduli dengan apapun yang terjadi.

Misalnya diriku, sebagai contoh sederhana.

Pertanda dan ramalan mungkin bisa menjadi motivator bagi orang-orang yang tidak punya
keberanian. Ramalan dan wahyu diturunkan dari generasi ke generasi karena mereka
menawarkan bimbingan kepada orang-orang yang ragu. Aku sempat membayangkan apakah
ada sebuah hukuman bagi orang yang tidak mempedulikan takdir tak terlihat seperti hal-hal
di atas.

"Ya, tidak, ya, tidak, ya, tidak, ya..." aku menggumam sambil mencabuti kelopak bunga
tersebut satu persatu.

Tentunya, aku melakukannya sambil bersembunyi di balik bayangan pintu loker. Aku tahu
kalau kebiasaan mengambil keputusan dengan mencabuti kelopak bunga adalah kebiasaan
kuno. Aku bisa membayangkan bagaimana aku akan diperlakukan oleh teman-teman
sekelasku jika mereka melihatku melakukan hal ini.

"Ya..."

Kelopak bunga yang terakhir tersebut kuremas hingga mengkerut. Entah mengapa, aku
merasa kalau Misa sedang tersenyum kepadaku saat ini. Adikku yang seperti malaikat. Ketika
aku sedang memikirkannya, aku seperti melakukan sesuatu dengan sekuat tenagaku demi
dirinya.

Dengan didorong oleh takdir dari kelopak bunga tadi, aku menyentuh smartphoneku dan
membuka bagian SMS.

Maria-san, ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu...

Setelah ini, aku akan berinteraksi dengan seseorang yang memiliki sifat menakutkan.

Demi mendapatkan kembali sesuatu yang telah dicuri dariku sesuatu yang sangat berharga
ユウト

bagiku.

- Chapter I : END -
ユウト

Qualidea of The Scum Chapter 2 : Kusaoka Haruma 1

* * *

Jam pelajaran terakhir yang diisi oleh Guru Wali Kelas fungsinya mirip seperti sebuah
gerbang start. Ketika bel pulang sekolah berbunyi, para pembalap di dalam kelas mulai
bergerak.

Namun, tidak semua para peserta yang berada di garis start itu berjenis sama, baik terpilih
ataupun dibesarkan dengan tujuan tertentu. Mereka antara kuda pacuan sampai anak kuda
betina, kuda penarik beban sampai keledai, anak babi sampai rakun. Disana juga terlihat
serigala, kucing, Gunung Fuji, elang, telur terdengar seperti mitos di Gunung Fuji jaman
dahulu. Ruangan kelas adalah tempat dimana kepala suku dari bangsa-bangsa yang berbeda
saling berebut kekuasaan. Diantara suara-suara hewan yang mengganggu itu, terdengar suara
ringkikan kuda, lolongan serigala, bahkan suara katak. Aku seperti ingin menangis saja
mendengar suara-suara katak itu yang terdengar ramai di ruangan ini.

Mengerjakan aktivitas klub, ke karaoke atau bioskop, dan para kuda betina yang punya
rencana apapun setelah sekolah ini sedang menatap ke arah mimbar guru di depannya.

"Belakangan ini, ada laporan soal anak sekolahan menghilang. Apa kalian tahu soal ini?"
tanya Kuriu sensei, wali kelas kami dengan nada bertanya. "Tolong kalian hati-hati setelah
pulang sekolah, apakah pulang telat karena aktivitas klub atau tidak. Juga jangan keluyuran
ketika malam tiba."

Seperti katanya, dia menaikkan tangannya perlahan dan menatap para siswa di kelas, seperti
mengkonfirmasi apakah siswa-siswa itu hendak melakukannya atau tidak. Suara-suara
komplain yang kudengar seperti teriakan para anak babi.

"Aww!"

"Itu bau sekali!"

Nada-nada keluhan itu terus meningkat dari kumpulan para gadis dan anak laki-laki, seperti
sedang bertukar pikiran. Satu-satunya orang yang tidak tertarik adalah orang yang tidak
mempedulikan percakapan-percakapan itu seperti trending topik di internet yaitu aku.

Kuriu-sensei kemudian menepuk kedua tangannya untuk menarik perhatian para siswa yang
keberatan. "Saya tahu kalau kalian ingin bersenang-senang. Tetapi jika sesuatu terjadi dengan
kalian, saya akan sangat sedih...Jadi tolong perlihatkan wajah ceria kalian lagi besok.
Baiklah, saya rasa cukup sekian kelas konseling hari ini. Selamat tinggal, semuanya."

Ketika dia mengatakan salam perpisahannya, suasana kelas langsung menjadi riuh dan
pecah.

Beberapa orang langsung pergi meninggalkan kelas, beberapa juga tetap di kelas untuk
sekedar mengobrol di grup mereka, dan beberapa orang masih harus kesini dan kesitu. Setiap
ユウト

orang disini memiliki sebuah kebebasan yang diciptakan oleh waktu yang bernama "jam
pulang sekolah".

Orang-orang ini bisa digolongkan menjadi tiga jenis.

Pertama, mereka adalah para anggota klub tulen. Mereka tidak ragu untuk menghabiskan
siang dan malamnya untuk aktivitas klub, sementara siswa lainnya hanya bersantai dan
bersenang-senang. Secara garis besar, kamu bisa katakan kalau mereka adalah tipe orang
yang menghabiskan masa sekolah mereka untuk melakukan aktivitas klub.

Selanjutnya, kita punya siswa dengan kegiatan-kegiatan populernya. Mereka sangat sadar
akan bekerja dan sekolah, oleh karena itu mereka menghabiskan masa sekolah mereka
dengan bersenang-senang: karaoke, bowling, darts, billiards, dan terakhir, masalah
percintaan. Ciri paling mencolok mereka terlihat dengan mengisi kehidupan sekolahnya
dengan aura masa muda. Mereka adalah jenis-jenis orang yang sering menggunakan kata-kata
"semalaman", "clubbing", dan "ketahuan".

Terakhir, jangan lupakan golongan orang "jalanku adalah hidupku". Orang-orang ini hidup
demi hobi mereka. Seperti semua yang mereka sukai, anime, manga, dan game yang sedang
tren. Mungkin beberapa dari mereka terlihat tidak bercampur dengan komunitas sosial
sekitar, tetapi mereka tidak mengalaminya di sekolah ini. Baik siswa maupun siswi disini
juga tertarik dengan anime yang sedang mengudara dan pengisi suara favoritnya. Siswa-siswa
seperti itu memiliki pengaruh yang cukup besar di kelas ini.

Ketiga jenis grup ini bercampur, mereka hanya berpisah jika memang ada kegiatan yang
berhubungan dengan hobi mereka. Mereka bercampur dan mewarnai kehidupan sekolah ini.
Bahkan siswa terpintar di golongan pertama juga jatuh cinta, dan siswa populer disini juga
pembaca setia Shonen Jump mingguan. Para otaku pergi berkumpul dengan lawan jenis
untuk sekedar karaoke ketika pulang sekolah. Bahkan, banyak masalah percintaan yang
kacau balau di grup para otaku. Sederhananya, sangat aneh melihat para orang-orang jelek itu
berpacaran.

Anak-anak jaman sekarang seperti diperbudak hormon mereka. Mereka dibesarkan dengan
ditemani barang-barang haram disekitar mereka. Ya, mereka bercampur dengan spesies alien
yang sangat banyak, bahkan kupikir mereka pasti ingin bekerja untuk NASA. Tidak perlu
waktu lama untuk membuat mereka berkata aku ingin kerja disana.

Derajat dari para grup mungkin berbeda-beda, tetapi mereka menawarkan hal yang sama:
persahabatan, cinta, dan hobi sederhananya itu adalah cara hidup dari anak muda. Meski
begitu, sebagai kompensasinya, tangan dan kaki orang itu akan terikat, harus menjalankan
tugas dan kewajiban sosialnya demi disebut bagian dari kelompok itu.

Keadaan yang sungguh menyedihkan...

Sebenarnya, mengontrol waktu dan rencana orang-orang adalah tugas dari seorang tuan dari
budak-budak, tetapi itu sebenarnya sudah diluar kemampuan mereka...Ahaha! Sungguh
memalukan! Mereka sangat payah! Diantara aku dan mereka, bukankah sudah jelas siapa
yang perlu dikasihani!
ユウト

* * *

Qualidea of The Scum Chapter 2 : Kusaoka Haruma 2

* * *

Karena ruangan kelas sudah mulai terasa tidak nyaman bagiku, aku keluar secepatnya dan
pergi ke perpustakaan untuk belajar. Di bulan Mei ini, aku sepertinya akan menghabiskan
waktuku dengan melakukan rutinitas seperti ini. Aku tidak punya teman ataupun uang untuk
kupakai berjalan-jalan juga tidak ada klub untuk kuhadiri. Satu-satunya alasan aku tidak
punya teman untuk kuajak keluar karena aku merasa diriku tidak pantas untuk berkumpul
bersama para pecundang dan idiot itu. Tetapi kenyataannya, aku juga tidak pernah terlihat
jalan dengan orang pintar ataupun gadis cantik. Hal ini sering membuat diriku merasa
bimbang! Kenapa bisa menjadi seperti ini?!

Pada dasarnya, satu hal yang selalu berjalan menemaniku hingga saat ini adalah waktu. Aku
akan mengoptimalkan waktu yang kupunya, dengan hal-hal yang seharusnya.

Selain membaca dan belajar, aku bermain dengan handphoneku dari waktu ke waktu.
Biasanya hanya bermain mobile game. Karena aku berprinsip untuk tidak akan pernah
membayar satu sen-pun untuk game, ketika nyawaku di game habis, maka aku tinggal belajar
dan menunggu nyawaku terisi lagi di game itu.

Oke, ini bagus sekali. Aku sudah menghabiskan waktu senggangku dengan baik. Belajar
pastinya akan memberiku sesuatu di masa depan, jadi aku tidak menyia-nyiakan masa SMA-
ku. Aku baik-baik saja. Tidak ada masalah apapun disini, kawan-kawan...

Gedung sekolah mungkin sudah mulai sepi dari siswa pada jam-jam seperti ini. Sempurna!
Saatnya untuk melakukan kegiatan klub sukarelawan milik Amane-chan yang disumpalkan
ke mulutku pada jam makan siang tadi. Maksudku, melakukan kegiatan yang mencolok di
lingkungan sekolah ketika jam ramai seperti menuliskan jam kematianmu ketika bertualang
di hutan rimba. Baik itu hutan belantara ataupun hutan yang berisi gedung dengan campuran
semen dan bata, efeknya sama saja.

Aku meninggalkan perpustakaan dan berjalan menyusuri lorong. Aku menaiki


tangga lantai pertama, lalu kedua, lalu ketiga suara orang-orang yang melakukan kegiatan
di lantai dasar, suaranya mulai semakin pelan kudengar. Juga, semakin jarang manusia yang
kulihat di tempat ini. Orang bilang kalau semakin tinggi tempatnya, maka udaranya semakin
tipis. Tetapi bukankah lebih sederhana kalau kita katakan udara di atas permukaan tanah
adalah yang paling padat?

Aku datang, aku baca, dan aku kabur. Dimana udaranya semakin padat, maka aku merasa
semakin tersiksa. Kadang membuatku berpikir hal-hal bodoh, seperti aku ingin berevolusi
menjadi makhluk yang berbeda atau sejenisnya. Tahu tidak tentang mitos kalau hanya orang-
orang bodoh yang suka berada di tempat-tempat tinggi? Kupikir yang tahu informasi seperti
itu hanyalah orang-orang idiot.
ユウト

Meski begitu, siapa yang memulai ide untuk membuat semacam mitos untuk mencegah
orang memiliki mimpi yang tinggi?

Pastinya, orang yang membuat mitos itu adalah orang-orang yang tidak mampu meraih hal-
hal yang tinggi. Mereka mungkin selama hidupnya hanya bisa dipuaskan jika melihat rendah
orang-orang yang memiliki mimpi untuk menaiki tempat-tempat tinggi dimana dirinya
sendiri tidak mampu.

Karena alasan itu, aku tidak membenci sebuah konsep untuk mendekati langit dengan
menaiki lantai per lantai di sebuah gedung. Dengan begitu, aku bisa meyakinkan diriku kalau
melepaskan diriku dari dunia ini secara perlahan-lahan adalah hal yang tepat.

Akhirnya, sinaran cahaya matahari senja yang menyinari jendela samping tangga telah
berakhir di lantai paling atas ini. Ada sebuah pintu yang mengarah ke atap gedung. Pintu ini
selalu terkunci, jadi para siswa tidak bisa sesukanya masuk ke atap gedung.

Ini pasti tempat yang Amane-chan katakan.

Aku mengamati sekitar pintu itu, memang berdebu dimana-mana. Debu-debu seperti
berkumpul di sekitar sudut, dan ada beberapa ember berserakan disana. Oh, pintu loker
tempat peralatan pembersih lantai terlihat seperti ada semacam noda, seperti bekas ditendang
seseorang.

Ketika aku mencoba membuka pintu atap, pintunya tidak mau terbuka, jadi kuputuskan
untuk membuka paksa pintu itu.

Ketika aku hendak melakukannya, terjadi sesuatu

"Aaaaaaargh!"

Sebuah teriakan mengerikan terdengar. Dengan teriakan yang penuh emosi seperti
menggetarkan lantai atap, kenop pintu atap berputar dan pintu terbuka.

Seorang siswi melompat masuk seperti mainan iseng jack in the box. Kupikir kita akan
bertabrakan, tetapi entah kenapa aku bisa menghindarinya. Gadis itu kemudian mundur dan
mengurungkan niatnya untuk masuk.

"...Apa yang terjadi barusan?"

Aku pikir jika bertabrakan dengan seorang gadis akan berujung sebuah adegan romantis.
Tetapi teriakan barusan jelas membuat adegan ini di berada di level yang berbeda, jarang
sekali kudengar yang seperti itu...Sial, apakah ada orang lain yang berada di atap selain
dirinya? Aku membayangkannya sambil mengintip ke arah atap dari pintu yang terbuka itu.

Pintu masih dalam keadaan sedikit terbuka. Terlihat lantai atap dari balik pintu tersebut,
tidak ada yang aneh dan tidak terlihat orang lain disana. Merasa kikuk dengan adegan yang
aneh tadi, kakiku secara spontan melangkah.

Merah, langit yang berwarna merah.


ユウト

Cahaya matahari senja sangat indah, cukup untuk membuat rambutku berdiri. Pemandangan
kota jelas terlihat dari sana, dan enam gedung terbesar di kota ini seperti diselimuti warna
darah.

Masih dalam keadaan kaget, aku keluar dari pintu dan mendekati pagar di samping pintu.
Gadis itu tetap berdiri di sana.

Pipinya yang berwarna kemerahan seperti diwarnai oleh cahaya senja, rambutnya yang
berwarna hitam seperti bulu-bulu dari gagak, mulai terlihat memudar oleh kegelapan malam.
Gadis itu seperti berdiri di dua dunia yang berbeda, menerima cahaya matahari di depannya
dan di belakangnya terlihat malam sudah menunggunya.

Chigusa Yuu sedang menatap matahari tenggelam dengan mata berair dan terlihat setetes air
mata jatuh membasahi pipinya yang pucat.

Normalnya, aku seharusnya tidak berbicara apapun kepadanya dan lebih baik pergi
secepatnya. Pertama, karena aku tidak tahu harus berbicara apa kepada gadis yang sedang
menangis. Kedua, aku tidak tahu harus berbicara apa kepada gadis yang sedang berdiri di
depanku.

Lain dari itu, aku tidak sanggup memotong adegan indah dari seorang gadis yang cantik
sedang menangis dan disinari cahaya senja.

Ketika aku hendak meninggalkan atap, Chigusa membalikkan badannya dan menatapku.

Sunyi.

Chigusa menatapku dengan tatapan dan ekspresi kosong. Sementara itu, air mata terus
membasahi kedua matanya.

"H-Hey..."

Saling menatap dan tidak mengatakan sesuatu sebenarnya adalah ide yang buruk. Tetapi
mengatakan kata-kata barusan, secara formal jika dikatakan ke orang yang lebih muda adalah
hal yang lebih buruk lagi. Meski begitu, jika mengatakan kalimat gombal seperti orang
Perancis "Apa ada yang menyakitimu, mademoiselle? Hatimu yang terluka telah membuat
senja yang cantik ini terlihat buruk" adalah ide yang goblok. Tunggu dulu, itu sepertinya
kata-kata pria Italia. Pada akhirnya, kata-kata yang keluar dari mulutku adalah kata-kata
rendah tak berarti yang membuatku merasa hendak menggali lubang dan mengubur diriku
sendiri.

Ekspresi Chigusa tidak berubah. Tidak ada reaksi sama sekali. Dia terus melihatku seperti
aku adalah seekor hewan buas.

Sunyi terus menyelimuti udara diantara kita.

...Aku sepertinya ingat suasana ini. Aku sepertinya tahu situasi ini! Ini seperti ketika
Amane-chan menangis di rumah!
ユウト

Ketika kamu mengajak bicara gadis yang sedang menangis, dia akan memberitahumu, "Aku
baik-baik saja, tolong tinggalkan aku sendiri." Tapi, jika kamu meninggalkan mereka
sendirian, mereka berkata, "Kenapa kamu tidak bertanya yang lain?" Dan jika kamu mulai
bertanya apa yang membuat mereka menangis, lalu mereka akan menceritakan banyak sekali
omong kosong yang bahkan orang-orang di luar sana tidak akan peduli sama sekali tentang
itu.

Diawali dengan menangis dan berakhir dengan mengoceh sana-sini jangan pernah tertipu
oleh air mata seorang gadis.

Masih dengan usahaku untuk pergi dari sini sebelum situasinya bertambah kacau, aku
berusaha tersenyum dengan sopan, menunduk dengan sopan ke arahnya dan berbalik arah.

Tepat ketika hendak kulakukan, aku merasa ada yang memegangi lengan blazerku.

Ketika aku menatap ke arah itu, ternyata Chigusa sedang memegangi lenganku dengan
tangan mungilnya.

"....."

Jarinya diam seperti tidak mengatakan apapun, memegang erat lenganku tanpa bergerak.

"Um..." kataku sambil berusaha melepaskan jari Chigusa yang memegangiku secara
perlahan. Aku sangat kagum betapa panjang, cantik, dan kurus jari-jarinya, meski begitu aku
tetap berusaha memaksanya lepas dariku.
ユウト

Di momen seperti ini, harusnya tidak ada seorangpun yang boleh berbicara mengatakan
sepatah kata apapun.

Maksudku, wanita adalah makhluk yang lembut. Mereka seharusnya ditangani dengan cara
ekstrem seperti terbuat dari gelas. Jika mereka melakukan hal yang salah, tidak akan ada
yang memperlakukan mereka seperti sebuah tumor. Wanita sangat sensitif terhadap cara
mereka diperlakukan, kadang mereka bisa menjadi sangat histeris seperti kelereng.

Meski begitu, Chigusa tidak berubah, jemarinya malah memegangi lenganku dengan lebih
kuat lagi. Cara dia menatapku dengan mata berlinang air mata, hampir membuat napasku
berhenti.

Bahunya yang kurus bergetar, bibirnya seperti menghembuskan napasnya secara perlahan.
Chigusa dan diriku sudah sangat dekat, jika seandainya dia maju selangkah lagi maka dia
akan langsung jatuh ke pelukanku.

...Aku tidak akan tertipu dengan trik itu. Aku sudah dilatih selama tujuh belas tahun oleh
kakak perempuanku dalam kursus "Cerita Horor Dunia Nyata: Wajah Sebenarnya Dari
Seorang Gadis". Bukannya aku ingin berterima kasih kepadanya atau sesuatu hal yang lain...

"Um...kamu bisa lepaskan itu," aku berusaha mengatakannya dengan tenang, sementara
diriku berusaha mencari kemungkinan untuk kabur dari tempat ini.

Tetapi air mata kembali membasahi wajah Chigusa lagi. "Er, um..." dia berkata. "Ka-Kamu
tahu...Temanku sudah lama sekali tidak membalas panggilanku...Aku tidak tahu apa yang
harus kulakukan..."

"Um, itu bukan..."

Apa sih yang mau dia katakan barusan? Apa dia benar-benar mau mengatakan hal itu?
Chigusa tetap melanjutkan kata-katanya seperti tidak mendengarkan perkataanku barusan.

"Sudah tiga hari berlalu dan dia tidak menjawab telponku..."

Wow, itu cukup pendek. Tahu gak, aku saja sudah satu bulan lebih tidak ngomong apapun
ke teman sekelasku. Dan kita bertemu setiap hari di kelas, sial...

"Mungkin dia kena demam, atau flu, atau mungkin lagi ada masalah keluarga..."

"Kalau cuma itu kemungkinannya, dia harusnya menjawab panggilanku...Dia selalu begitu
sampai tiga hari yang lalu...Kenapa sekarang menjadi begini...?" Chigusa seperti sedang
menanggung beban yang berat, tetapi bibirnya terlihat sesenggukan dari tadi.

"Begitu ya. Jadi dia begitu selama ini. Aku yakin itu pasti membebani pikiranmu."

Dari caranya berbicara, kulihat situasi ini nampaknya kurang baik untuknya, jadi aku mulai
ingat apa yang diajarkan kakakku selama ini dan memutuskan untuk mendengar apa yang
hendak dikatakan Chigusa selanjutnya. Jika menurut kursus Amane-chan, gadis ini harusnya
sudah separuh jalan untuk mengatakan apa yang ingin dikatakannya. Separuh lainnya pasti
berisi pembicaraan tentang keburukan teman-temannya, yep kujamin itu! Sial, para gadis
ユウト

memang menakutkan!

Begitulah yang akan terjadi jika ini menyangkut masalah teman atau kenalannya. Meski
sebenarnya kamu tidak kenal mereka, itu setidaknya akan menghantui pikiranmu dan
akhirnya kamu juga membenci mereka.

Jujur saja, aku tidak bisa memahami hal-hal seperti itu.

Selama ini dekat dengan seorang teman lalu berkelahi saling menjelekkan satu sama lain,
atau menangisi terus kejadian itu sebuah tindakan yang setara dengan mengambil nyawa
seseorang, membuat kata "sahabat" hanya sekedar basa-basi. Aku malah menganggap kalau
tindakan mereka itu sudah mereka perhitungkan matang-matang bahkan dilakukan hanya
sekedar ritual saja.

Sejujurnya, hal-hal tersebut adalah tindakan yang sangat buruk.

Meski begitu

Air matanya memang indah.

Mengesampingkan apapun tujuannya, pemandangan dari air mata yang mengalir disinari
senja memang terlihat sangat indah.

"Um, ada sesuatu."

Hanya itu jawaban yang bisa kuberikan. Aku melihat Chigusa memiringkan kepalanya dan
menatapku.

"Sesuatu apa?"

Apa sesuatu itu? Jangan bertanya seperti itu dengan wajah manismu itu, sial. Ini bukan
semacam pertanyaan ketika kuliah dimana kamu harus menjawabnya dengan benar...

Meski begitu, aku sudah berpengalaman untuk menjawab pertanyaan semacam ini.

"Beri dia waktu satu hari lagi, dan jika dia tetap tidak menelponmu balik, datanglah padaku
lagi."

Ah sial, dia pasti bilang "Huh? Kamu mau meminta nomor handphoneku?... Ohh, uh,
handphoneku kehabisan baterai sekarang, jadi kapan-kapan ku-sms ya?" Ini adalah
pengalaman yang kudapat di hari pertama aku masuk sekolah ini. Ngomong-ngomong,
bagaimana para gadis itu mau sms aku kalau mereka tidak tahu nomorku...?

Meski begitu, kata-kataku barusan ternyata tidak membuatku lepas darinya. Matanya
terbuka lebar. "Wow...A-Apakah itu tidak apa-apa?"

"Yeah. Sampai jumpa." Aku tersenyum dan melambaikan tanganku ke arahnya. Ahh, dia
memang gadis yang baik.

Jika aku bisa mengatakannya, maka kamu akan mengerti. Kata-kata yang indah. Perdana
ユウト

Menteri yang mengatakan kata-kata tersebut sebenarnya tewas terbunuh, dan pembunuhnya
mengatakan Dialog tidak berguna setelah membunuhnya.

Ketika gadis di depanku ini menundukkan kepalanya, aku segera meninggalkan tempat ini.

Kami tidak akan pernah bertemu lagi. Seorang gadis muda yang lugu dan cantik seperti
Chigusa Yuu tidak ada hubungannya dengan serigala kesepian seperti Kusaoka Haruma.

Aku masuk kembali ke gedung sekolah dan menutup pintu atap di belakangku.

* * *

Qualidea of The Scum Chapter 2 : Chigusa Yuu 1

* * *

Jika aku harus menyebutkan satu hal yang kubenci dari yang seharusnya menjadi hal yang
menyenangkan, maka itu adalah cerita yang menggambarkan kesalahpahaman.

Ini selalu berada di pikiranku ketika aku menonton drama, sinetron ataupun novel. Sebagus
apapun ceritanya, aku merasa sangat jijik ketika karakter-karakter di dalamnya salah paham
satu sama lain.

Waktu kita terbatas. Tidak ada seorangpun yang bisa hidup selamanya. Tidak peduli
seberapa hebat manusia itu bahkan jika orang itu terlihat sempurna dan tahu apapun atau
manusia superior yang hanya ada di dunia khayalan, dianugerahi wajah yang indah dan
intelektual tingkat tinggi waktu hidup dari tiap manusia tetap terbatas.

Apa yang terbentang di depan kita adalah sebuah keputusasaan yang terlihat indah.

Sebuah kenyataan akan punahnya sebuah kesadaran dari seorang individu. Sebuah mimpi
buruk yang tiada akhir. Sebuah jaring yang ditebarkan di tengah kekosongan.

Hari-hari yang kita lalui, membuat kita semakin dekat dengan kematian. Tidak ada jaminan
kalau seseorang akan hidup esok harinya.

Setiap aku melihat sebuah cerita yang membuang-buang banyak waktu hanya untuk
kesalahpahaman, aku seperti ingin berteriak saja. Apa mereka benar-benar punya banyak
waktu untuk dihabiskan dalam hidup mereka? Apa mereka tidak memikirkan hal-hal yang
bisa mereka pahami bersama daripada mempersoalkan kesalahpahaman? Kenapa mereka
melakukannya? Mereka mungkin merasakan perasaan sesamanya dan terbentur oleh
perbedaan, tapi pada akhirnya ini semua tentang diri mereka sendiri. Dari yang seharusnya
mereka berusaha menyelesaikan kesalahpahaman itu, mereka malah hanya memikirkan cerita
mereka sendiri.
ユウト

Apakah ada di dunia ini yang lebih buruk dari tidak bisa melakukan sesuatu apapun?

* * *

Qualidea of The Scum Chapter 2 : Chigusa Yuu 2

* * *

" Jadi, bisakah kamu tidak mengancamku...?" aku ingin komplain terhadap suasana yang
tidak nyaman ini.

Dua bayangan terlihat memanjang di atap ini. Udara berdebu di bulan Mei ini terlihat jelas
di atap, menciptakan suasana seperti berada di dunia ilusi di sekelilingku. Bahkan di
telingaku ini, suaraku terdengar seperti terbawa angin, lemah dan pelan. Kupikir ini hal yang
wajar mengingat sedang berada di posisi yang jauh dari atas tanah, tetapi aku melihat kakiku
gemetaran seperti jelly.

"Sekarat, bunuh. Tolong jangan katakan kata-kata itu dengan mudahnya..."

"Apa katamu?!"

Gadis yang di depanku Maria-san menaikkan nada suaranya seperti hendak marah dan
menatapku dengan tajam.

Pemandangan yang sangat buruk.

Dia menekan posisiku sehingga sekarang aku sedang membelakangi pagar dan dia
membuka mulutnya lebar-lebar, seperti hendak memakanku saja. Dia terlihat mirip dengan
Bullfrog, katak yang sangat besar.

Aku menyesal tidak membawa peralatan yang bisa merekam. Jika aku punya rekaman
ketika dia berusaha mengintimidasiku, beberapa saat lalu, jika mendengar beberapa kata
terlarang yang dia ucapkan, aku bisa membayangkan menggunakan kesalahannya tadi untuk
berbalik menekannya dengan cepat dan efektif.

Tentu saja, aku tidak melakukannya. Bahkan, aku masih menganggapnya seperti teman
sendiri. Menjual teman sendiri adalah hal yang tidak akan aku lakukan.

"Tolong, tenang dulu..." aku mengatakannya untuk mendinginkan keadaan.

Sayangnya, itu hanya menyiramkan minyak ke api.

"Chigusa lihat posisimu dulu sebelum mengatakannya?!"


ユウト

Maria-san meninju pagar di belakangku, sambil bernapas dengan pelan. Pukulan katak
miliknya seperti membuat suara ledakan di belakang telingaku. Aku hampir saja menggulung
badanku seperti armadillo ketika mendengarnya.

Dia ada benarnya: jika melihat posisi kita sekarang, aku memang tidak berada dalam posisi
untuk mengeluh. Tidak peduli sosial sekitar berubah seperti apa, yang lemah hanya bisa
menurut kepada yang kuat.

Meski begitu...

"Aku hanya ingin tahu dimana Shia-san berada sekarang..."

Aku mencoba langsung ke tujuan utamaku di tempat ini.

Jika aku berbicara, maka kamu akan mengerti itu adalah kata-kata yang sangat terkenal.
Itu harusnya menjadi prinsip dasar di dunia manusia. Itu juga berlaku bagi semuanya:
Perdana menteri dan para assassins, editor dan novelis ketika membicarakan kesepakatan
cerita dan deadline, dan juga debt collector dengan para peminjam ketika dalam situasi
hampir bangkrut.

Lagipula, kita tidak punya alasan untuk tidak saling memahami setelah membicarakannya
baik-baik.

"Jika aku tidak bisa menghubunginya, aku bisa terkena masalah...Uangku..."

"Hal yang selalu keluar dari mulutmu uang, uang, dan uang! Apa kamu tidak punya hal
lain yang penting bagimu?!" dia berteriak ke arahku, membuatku untuk menahan diriku lagi.
Itu bukanlah suara yang seharusnya terdengar dari orang yang suka meminjam uang dari
orang lain.

Apa aku sudah melakukan kesalahan? Apa "sesuatu yang lebih penting" yang barusan dia
sebutkan?

Aku sepertinya harus memikirkan dahulu situasiku saat ini, aku berusaha melihat sekitarku.
Tempat ini dikelilingi gedung-gedung perkotaan seperti sebuah hutan bambu, dan matahari
terlihat sedang meleleh di cakrawala.

Hari ini, dunia seperti diwarnai warna merah gelap yang bahkan lebih gelap daripada warna
darah. Meski beberapa orang akan berpikir kalau warna ini lebih gelap dan terasa dingin,
bagiku warna ini seperti bersinar cerah, seperti hendak memotong berlian. Meski bukanlah
hal yang bisa kubanggakan, tetapi pemandangan dari atas atap sekolahku ini tidak diragukan
lagi adalah hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Aku menatap pemandangan matahari senja itu, lalu berpikir: di dunia dimana manusia tidak
bisa hidup abadi ini, apa yang paling penting?

Tentu saja, uang.

Tidak ada yang tidak bisa dibeli dengan uang. Jika ada hal yang tidak ternilai dengan uang,
ユウト

maka itu tidak akan dipedulikan oleh komunitas kapitalis ini, atau setara dengan dianggap
tidak pernah ada. Ini bukanlah hal yang perlu kupikirkan lebih jauh.

Pemandangan tidak ternilai yang bisa memotong berlian? Komunitas sosial kita lebih
percaya dengan uang daripada perhiasan, jadi hal-hal semacam itu menjadi agak meragukan
bagiku.

Ya, aku sangat yakin kalau aku tidak melakukan kesalahan apapun.

Merasa mendapatkan sesuatu, aku berbalik ke Maria-san. "Jika kamu tidak bisa
memberitahuku, aku akan mendapatkan kesulitan. Leherku dipertaruhkan kali ini. Membawa
kabur uang pinjaman adalah hal tabu dalam dunia bisnisku."

Belakangan ini, banyak sekali anak muda dikabarkan hilang ketika malam tiba. Orang-orang
yang punya banyak sekali mimpi atau, sederhananya, orang-orang yang menginginkan
punya banyak rencana untuk kehidupan mereka adalah target utamaku ketika meminjamkan
uang, meskipun belakangan ini mereka mulai terlambat untuk membayar cicilannya. Aku
hanya bisa berpikir kalau mereka seperti sepakat dengan peminjam yang lain tanpa kuketahui
dan mulai mengacaukan keuanganku.

Akupun hari ini agak berbeda. Ini adalah satu-satunya momen dimana gadis yang biasanya
terlihat sopan dan cantik dari luar melakukan kegiatan tercelanya.

"Se-Seperti kataku tadi, ini gara-gara mitos mistis perempatan jalan yang antah berantah!"

"Uh-huh."

"Aku yakin dia menghilang karena hal gaib itu!"

"Aku sudah sering mendengar hal itu," aku menghela napasku sambil menggerakkan
tanganku yang lemas.

Maria-san memiliki hubungan pertemanan yang dekat dengan gadis yang hilang itu, dan
sekarang dia menggunakan alasan semacam itu untuk mengacaukan keuanganku.

Meski dia terlahir sebagai seekor katak, dia memiliki mimpi muluk untuk menjadi seekor
angsa cantik, sehingga dia bergantung dengan uang pinjaman dari orang lain. Katak tetaplah
katak, mau bagaimana juga. Ribbit ribbit ribbit. Mereka selalu menyanyikan lagu itu, sebuah
jalan hidup yang seharusnya mereka tempuh.

Orang-orang yang bukanlah diriku harus menjadi seekor katak. Seperti kataku tadi, kalau
dunia ini tidak menjadi sebuah desa yang dihuni ratusan ekor katak, aku memang hendak
meninggalkan desa itu dan mencari desa yang dihuni oleh manusia.

Butuh orang sejenis untuk bisa mengenali yang sejenis: seekor katak untuk mengenali
seekor katak lainnya, seseorang yang juga berhutang untuk mengetahui keberadaan orang
yang terjebak hutang.

Alhasil, aku memanggilnya kesini untuk menanyakan keberadaannya, dan yang kudapat
hanyalah sebuah jawaban kalau dia menghilang karena sebuah alasan mistis.
ユウト

Alasan mistis tersebut adalah Perempatan jalan yang misterius.

Mitosnya: ada sebuah belokan di jalan pemukiman warga, jika dilihat dari cermin lalu lintas
yang biasa terpasang, maka pertigaan tersebut akan berwarna orange. Jika kamu berjalan ke
pertigaan tersebut di tengah malam sambil bergandengan tangan dengan kekasihmu, maka
tiba-tiba pertigaan tersebut akan berubah menjadi sebuah perempatan. Jika kamu memilih
berjalan di jalan yang ganjil tersebut, kamu tidak akan pernah kembali.

"Alasan yang tidak masuk akal..."

Aku tahu kalau diriku tidak tertarik tentang hal-hal mistis dan masalah percintaan, tetapi aku
lebih suka tetap berpegang ke logika, bahkan jika alasannya berbau mistis. Memang wajar
kalau kita takut akan hal-hal mistis sewaktu sekolah. Juga wajar jika memikirkan percintaan
sejak SMP. Itu memang baik, tetapi aku lebih memilih untuk meminta uangku kembali.

"Maria-san, jika kamu tidak mau jujur kepadaku tentang keberadaannya, mungkin atau bisa
jadi aku tidak meningkatkan bunga pinjaman hutangmu yang kemarin."

"Sungguh tak bisa kupercaya...! Mati saja kamu! Sungguh menyebalkan!"

Sekali lagi, dia menggunakan kosakata rendahan itu. Kedua kakiku semakin gemetaran.

Aku tidak boleh mati begitu saja dan meninggalkan hal-hal ini tidak terurus, tidak sebelum
aku mendapatkan 200% uang yang kupinjamkan itu kembali terlebih dahulu.

"Lagipula, aku cuma pinjam 30,000Yen. Kenapa tiba-tiba bisa menjadi 50,000Yen, tidak,
100,000Yen?"

"Sebenarnya kamu meminjam 40,000Yen dan harus membayar sebesar 500,000Yen,


tepatnya."

"Kenapa jumlahnya bisa menjadi gila-gilaan seperti itu!"

"Aku sudah menjelaskan tentang bunganya ketika meminjamkannya padamu. Setelah kamu
menandatangani perjanjiannya, berarti kesepakatan tidak bisa diubah lagi."

"Mustahil...Maksudku, itu jumlahnya tiba-tiba membesar seperti itu..."

Pasti seperti ini terus. Debitur selalu seperti ini. Ketika meminjam uang, mereka sangat
gembira, tetapi ketika tiba saatnya untuk mengembalikan uangnya, mereka terus mengoceh
hal-hal yang tidak penting. Sejujurnya, ini membuatku berpikir apakah seperti ini
memperlakukan orang yang sudah meminjamkan uangnya dengan sepenuh hati.

"Kamu bisa menceritakan masalahmu ke orang tuamu jika mau. Bagiku, aku hanya akan
menyiapkan penjelasan tentang untuk apa kaugunakan uang-uang yang kaupinjam itu."

Maria-san meminjam uang untuk berlibur semalam dengan pacar rahasianya. Aku berhasil
menyimpan beberapa foto mereka berdua sedang bersenang-senang, foto yang bisa
memberikan banyak arti. Menunjukkan foto mereka berdua sedang bermesraan adalah hal
ユウト

yang mudah bagiku.

"Urk..."

Maria-san berubah menjadi memerah, tetapi tangannya masih memegangi pagar di


belakangku.

Jelas sekali kalau posisi kita sedang berada jauh di atas tanah bahkan monyet saja tahu soal
ini. Jika ini adalah kasus armadillo melawan katak, maka armadillo tinggal menggelinding
dan menabraknya mengakhiri pertarungan itu. Bahkan bisa memenangi pertarungannya
kurang dari tiga detik dengan mudah. Juga, meski orang lemah hanya bisa menurut ke yang
kuat, aku masih berbaik hati mau berkompromi dengannya. Aku sangat menghargai jika
Maria-san menawarkan bantuannya untuk mencari gadis itu.

"Kamu hanya perlu memberitahuku dimana dia sekarang. Aku yakin itu bukanlah hal sulit
untukmu, Maria-san. Aku akan menangani sisanya setelah itu."

"Kenapa kamu ingin mencari Shia sebegitunya...? Kamu sudah punya banyak untung
selama ini, kenapa kamu tidak tinggalkan saja dia sendirian...?"

"Kenapa katamu? Apa kamu tidak melihat kalau kita ini teman?" aku mengatakannya
sambil tersenyum.

Debitur yang mengembalikan uangnya adalah teman yang baik. Setidaknya, aku akan
mencatatnya di daftar teman-temanku.

Sebagai tambahan, prinsip jangan biarkan mereka hidup, tetapi jangan biarkan mereka
mati adalah konsep standar dari sebuah pekerjaan yang bernama Lintah Darat. Hanya orang
bodoh yang meninggalkan temannya yang menghasilkan uang. Pertemanan hanya terlihat
indah jika disupport oleh dingin dan kerasnya realitas, bukan diselingi ilusi-ilusi palsu.

"Kamu ini..." aku membayangkan apakah Maria-san sudah sadar atau tidak. Pipinya terlihat
memerah.

Dia menatapku dengan mata penuh emosi dan berkata:

"Kamu...Dasar jalang!"

Tiba-tiba, suaranya terdengar sangat keras, nada yang sempurna dan sangat menyenangkan
untuk didengar.

Dia seperti menusukku tepat di wajahku. Dia menusukku.

Ketika aku menyadarinya, wajahku seperti dipenuhi dengan rasa sakit.

"Er, uh...ma "

Maria-san sepertinya sudah menyadari kesalahannya, baginya yang mengepalkan tangannya


seperti hendak memukulku membuatku berpikir ulang tentang perilakunya. Aku cukup yakin
kalau itu tadi sudah diluar kontrolnya.
ユウト

Dulu, dia mungkin adalah seorang gadis yang tenang. Aku paham kalau dia memang tidak
berniat untuk berkelahi. Sangat jelas terlihat kalau dia sudah kehilangan peluang terbaiknya
untuk bernegosiasi soal hutangnya, jadi sudah tidak ada lagi ruang baginya di hatiku untuk
mempertimbangkan ulang dirinya.

Karena aku sudah paham, mengucapkan amin sangat mudah untuk saat ini. Seseorang yang
dengan mudahnya marah dan hendak berlaku kasar bukanlah orang yang baik, aku cukup
yakin soal itu.

" Itu sungguh melukaiku."

"...Eek!"

Aku menatap matanya dan wajahnya terlihat pucat.

Dia seperti habis melihat Iblis dari neraka. Sambil dipenuhi rasa takut, pinggangnya
gemetaran seperti hendak terbang.

Dia melangkah mundur, lalu mundur.

"Mari kita berbicara secara baik-baik, oke?"

"Aaaaaaargh!"

Saat aku menjulurkan tanganku kepadanya, dia berteriak histeris dan lari meninggalkan
atap.

Apa-apaan itu?

Tidak hanya diperlakukan dengan buruk, aku juga diintimidaasi. Tidak lupa dia sudah
merendahkan harga diriku. Aku sudah menjadi seorang korban disini.

Apa aku terlihat seperti penjahatnya disini?

Aku mulai panik dengan apa yang ada di pikiranku barusan, lalu aku menatap ke arah langit
yang berwarna merah darah di atasku ini, terlihat seperti berasal dari dunia lain.

* * *

Qualidea of The Scum Chapter 2 : Chigusa Yuu 3

* * *
ユウト

Ketika aku masih SD, guruku pernah mengatakan sesuatu kepadaku.

"Chigusa-kun, kamu memang penuh dengan kesempurnaan. Kamu sangat bagus di pelajaran
sekolah dan olahraga. Kamu seperti apel di mata semua orang. Kamu memiliki orang tua
yang baik dan saya yakin kamu akan menjadi orang penting suatu hari nanti."

Tentu saja aku akan menjadi orang penting. Anda tahu dari mana?

Guru itu tersenyum dan melanjutkan kata-katanya, "Tetapi. Jika kamu tidak bisa menjaga
dirimu dengan baik, kamu bisa menjadi orang yang selalu melihat orang lain rendah, yakin
kalau dirimu adalah yang nomor satu. Suatu hari, ada hal yang tidak terduga mungkin akan
terjadi dan membuatmu lupa segalanya. Saya harap kamu terus mengingatnya. Chigusa Yuu,
kamu tidaklah sendiri di dunia ini. Kamu, saya, dia, dan mereka. Tiap orang dari kita adalah
berbeda dan spesial..."

Daripada disebut sedang mengujiku, mungkin lebih tepat suara guruku tadi itu disebut
sedang berusaha mempengaruhiku.

Aku merasa malu ketika melakukan hal yang arogan ketika masih muda. Bahkan sekarang,
aku masih bisa mendengar suara dari guruku itu ketika menutup mataku, seperti yang barusan
kulakukan.

Tiap orang berbeda dan spesial.

Begitu ya. Itu memang benar adanya.

Hidup dari manusia itu sendiri memang sedari dulu tidak pernah adil.

Aku percaya kalau orang yang selalu khawatir tentang status sosialnya di sekolah akan
membawa beban besar di pundaknya. Mereka akan terus menerima rasa sakit ketika
membandingkan apel dengan jeruk, dan mereka selalu membuat konflik ketika berada di
sebuah mangkuk ikan besar yang bernama kelas.

Meski begitu, sangat sia-sia untuk menjalani hidup yang seperti itu. Entah sibuk memikirkan
akan berada di grup yang mana, atau siapa orang yang paling berpengaruh di kelas itu.

Aku berbeda dengan mereka. Keadilan hanya butuh pengelompokan yang sederhana. Semua
orang terlihat rendah di mataku. Kualitas superior milikku membuat orang merasa kagum dan
berada di bawahku, sangat jauh dibandingkan dengan kecantikan, sensitivitas, dan intelegensi
milikku. Aku harus memperlakukan orang lain sesuai dengan kasta dan perhatian yang
seharusnya mereka dapatkan.

Jadi aku sangat paham dengan apa yang guruku katakan kepadaku.

Mengetahui hal itu, aku sendiri bisa memaafkan apa yang terjadi dengan diriku hari ini. Aku
bisa memakluminya dengan segala kerendahan hati yang kumiliki. Ini yang harus
kulakukan :meningkatkan bunga pinjaman mereka yang awalnya 10% per 10 hari menjadi
30% per 10 hari. Aku juga harusnya menjual buku-buku di loker Maria-san ke pengepul buku
ユウト

bekas.

Ah, tetapi masalahnya bukan itu.

Ini belum cukup untuk menutupi lubang yang ditinggalkan oleh orang yang meminjam uang
dariku. Aku sempat berpikir sudah berapa banyak uang yang hilang dariku dalam tiga hari
belakangan. Hidup ini terikat oleh waktu. Waktu adalah uang. Maka, uang adalah hidup itu
sendiri.

Ketika aku memikirkan sudah berapa banyak hidupku yang terbuang gara-gara silogisme
tadi, air mata mulai membasahi wajahku.

* * *

Qualidea of The Scum Chapter 2 : Chigusa Yuu 4

* * *

Kamu bisa membayangkan apa yang terjadi setelah itu.

Ketika pemikiran-pemikiran semacam itu mulai muncul di pikiranku, air mataku mulai
berjatuhan seperti waduk yang bocor.

Pintu atap gedung sekolah ini tiba-tiba seperti hendak dibuka paksa oleh seseorang yang
berada di balik pintu tersebut.

Aku tidak punya jadwal pertemuan dengan orang lain setelah ini. Kegiatan bisnisku
seharusnya sudah berakhir untuk hari ini. Aku berpikir mungkin Maria-san kembali ke
tempat ini dengan membawa guru. Itu adalah tindakan yang ilegal dalam perjanjian kita.

Kalau memang begitu adanya, maka bicara baik-baik tidak akan diperlukan lagi. Tidak
peduli seperti apa posisi orang yang sedang diancam, membawa orang dengan kekuasaan
yang besar sudah melanggar kesepakatan ini.

Ketika aku mempersiapkan taktik licik dan gerakan-gerakan terlarang untuk pertempuran
yang akan terjadi, aku menyadari bahwa ada beberapa guru disini yang sangat kebal dengan
kata-kata, yang mungkin akan memberikanku masalah besar sebentar lagi.

Hatiku seperti sedang marah saja. Aku sebenarnya tidak gugup. Aku menguatkan jari-jariku,
dan bahkan aku belum sempat menyeka air mataku ini.

Secara perlahan, aku memutar badanku, membuka pintu itu, dan dibaliknya adalah
ユウト

"H-Hey..."

Seorang siswa dengan wajah yang tidak enak untuk dilihat.

Kesunyian menyelimuti udara di sekitar kita.

Aku belum pernah melihat orang ini sebelumnya. Memang, aku belum pernah melihat orang
seperti dirinya.

Entah mengapa, dia sepertinya tidak terlihat seperti orang yang datang kesini untuk
meminjam uang. Tempat ini mungkin adalah kantor bagi bisnisku, tapi biasanya sangat
jarang ada orang yang datang kesini selain meminjam uang.

Tipe A: Orang yang sembrono. Tipe B: Orang optimistik. Tipe C: Nihilistik alias orang
yang tidak percaya apapun.

Orang ini mungkin saja berada di luar ketiga kategori tadi.

Kalau melihat penampilan fisiknya, dia seperti, ah sudahlah. Aku memutuskan untuk tidak
membahas tampilannya.

Yang terpenting, lebih dari segalanya, dia terlihat pintar dan mudah dipahami.

Jika ada apel dan jeruk dikumpulkan menjadi satu di sebuah kotak kargo, dia adalah tipe
orang yang hanya akan melihatnya dari jauh. Tampaknya, orang ini adalah tipe yang seperti
itu. Orang yang berpikir kalau buah-buahan dan sayuran tidak jauh berbeda dengan manusia,
pastilah bukan orang yang memiliki jiwa yang jahat.

Dari semua kelebihanku, memiliki mata yang bagus untuk menilai orang adalah kelebihanku
yang paling kukagumi. Aku bisa tahu mana orang yang ngotot dengan idealismenya dan tidak
hanya dengan melihatnya saja. Bagi gadis cantik dan sempurna seperti diriku, skill ini
memang secara alami melekat kepadaku.

Apa yang dikatakan oleh skill Yuu ini? Aku tidak ragu kalau hati orang ini diselimuti oleh
keinginan yang baik.

Maksudku, lihat saja dirinya.

Dia adalah jenis pria yang ketika melihat seorang gadis menangis di atap gedung, akan
merendahkan nada suaranya dan mengatakan ya ampun.

"....."

Secara spontan, aku memegangi lengannya.

Untuk sejenak, kupikir dia akan langsung terbuai, tentu saja sebuah ilusi tetaplah sebuah
ilusi. Tidak ada alasan bagi siapapun di dunia ini yang tidak merasa terusik melihat seorang
gadis cantik yang sedang bersedih.

"Um..."
ユウト

Jarinya sepertinya berusaha melepaskan jariku dan membimbingku ke tempat lain yang
lebih mudah untuk menggenggamnya, membuktikan teoriku yang sebelumnya. Karena itu,
aku mulai memperkuat cengkeraman tanganku di lengan seragamnya lebih kuat dari
sebelumnya.

"Um...kamu bisa lepaskan itu."

Suaranya seperti sudah terpengaruh oleh pesonaku.

Seperti kata guru SD-ku. Guruku yang baik dan yang telah memberikanku tujuan hidup.

"Er, um...Kamu tahu..."

Memikirkan tentang apa yang terjadi di masa lalu, membuatku semakin menangis. Jika aku
bisa membuat seluruh bisnis peminjaman uang ini lancar selama ini, aku harusnya sekarang
sudah bisa membeli sebuah rumah mewah di Hollywood, lengkap dengan kolam renang,
bioskop, dan ruang olahraga. Waktu adalah uang. Aku selalu camkan itu baik-baik jika
melihat waktuku yang terbuang selama ini.

"Ka-Kamu tahu...Temanku sudah lama sekali tidak membalas panggilanku...Aku tidak tahu
apa yang harus kulakukan..." Melihat kebaikannya, aku memutuskan untuk mengatakan
masalahku kepadanya.

"Um, itu bukan..."

Dingin seperti timun, dia memalingkan matanya dariku.

Aku sesenggukan, hidungku seperti berair. Aku paham sekarang. Waktu adalah hal yang
berharga bagiku. Saatnya untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan uangku yang belum
kembali itu.

"Sudah tiga hari berlalu dan dia tidak menjawab telponku..."

"Mungkin dia kena demam, atau flu, atau mungkin lagi ada masalah keluarga..."

"Kalau cuma itu kemungkinannya, dia harusnya menjawab panggilanku...Dia selalu begitu
sampai tiga hari yang lalu...Kenapa sekarang menjadi begini...?"

Aku sudah berpengalaman dengan pembayaran yang telat seperti itu. Ketika itu,
menelponnya berkali-kali, berbicara empat mata, dan mengirimkan surat kaleng akan
memberikan reaksi yang jelas.

Orang-orang yang tidak mengembalikan uang yang mereka pinjam adalah orang-orang yang
tidak layak diperlakukan seperti layaknya manusia.

"Begitu ya. Jadi dia begitu selama ini. Aku yakin itu pasti membebani pikiranmu. Um...ada
sesuatu."

"Sesuatu apa?"
ユウト

"Beri dia waktu satu hari lagi, dan jika dia tetap tidak menelponmu balik, datanglah padaku
lagi."

Kata-katanya barusan ternyata melebihi ekspektasi yang sedang kupikirkan. "Wow...A-


Apakah itu tidak apa-apa?"

"Yeah. Sampai jumpa."

Meskipun penampilannya terlihat seperti, ya begitulah, sebaiknya kita tidak usah


membahasnya, dia tersenyum dengan ceria dan pergi dari tempat ini.

Seperti yang sudah kuduga, semua mata yang melihat permintaan seorang gadis cantik
terlihat sebagai pemandangan tak ternilai bagiku. Kebanyakan awalnya menolak ketika
situasi seperti itu terjadi, tetapi orang ini berbeda.

"Datanglah padaku lagi."

Dia bahkan mengatakan itu kepadaku.

Kata dari datanglah padaku lagi biasanya terdengar seperti kata-kata yang biasa, tetapi
sebenarnya dibalik kata-kata tersebut ada sebuah konsep yang kompleks. Secara umum,
menceritakan permasalahannya sendiri dan menyeret orang lain untuk terlibat masalahnya
adalah tindakan yang jahat. Meskipun masalah itu sebenarnya tidak bisa dipecahkan oleh
diriku sendiri yang seharusnya dia juga tidak akan bisa memecahkannya juga, bagaimana dia
mengatakan kata-kata itu dengan santainya? Seseorang yang mau menolong orang yang baru
ditemuinya kemarin sore pastilah orang yang baik.

Ketika hatinya tertancap Aku akan melakukan apapun untukmu, dia bahkan memintaku
untuk menemuinya lagi. Ya ampun, itu cukup menyentuh.

Aku bulatkan tekadku. Aku akan menjadikan orang ini anak buahku...tidak, aku bisa
memanfaatkan kekuatannya maksudku, menerima supportnya untuk mencarikanku
keberadaan gadis yang membawa kabur uangku.

Hal yang jauh lebih mengerikan dari cerita mistis adalah manusia itu sendiri. Di dunia ini,
tidak ada yang namanya harapan atau impian. Di sebuah kota yang yang telah membetoni
hutan rimba sebegitu solidnya, tidak ada sebuah perempatan yang bisa membuatmu lari dari
orang yang mengejarmu.

Ini adalah awal dari cerita perempatan antah-berantah milik kita.

* * *

Qualidea of The Scum Chapter 2 : Chigusa Yuu 5


ユウト

x x x

Setelah menelpon kesana-kemari, aku akhirnya mendapatkan data lengkap siswa tadi.

Kusaoka Haruma, siswa SMA kelas dua. Dia setahun lebih tua dariku.

Karena aku sangat menyukai memiliki banyak teman (so pasti), aku tidak menemui
kesulitan untuk mendapatkan nama, alamat, dan nomor telpon setiap siswa di sekolah ini.
Jika mau dilebarkan lagi ke teman dari temanku, maka bisa dikatakan kalau aku memiliki
koneksi ke seluruh siswa di sekolah ini. Koneksi adalah uang. Data-data pribadi seseorang
juga bernilai uang. Mungkin di masa depan, aku bisa menjadi insinyur yang bekerja di
perusahaan yang menjual data-data personal manusia.

Melihat apa yang sudah kulakukan hingga saat ini, aku sudah melakukan banyak sekali
usaha hanya untuk menyelesaikan masalah ini.

Kalau tidak salah, aku pernah mendengar mereka memanggilnya dengan nama "Kusaoka-
kun...?", juga aku pernah mendengar beberapa orang memanggilnya "Kusai Wota-kun...?"
yang mungkin terdengar merendahkan. Asal tahu saja, bully dengan sebutan semacam itu
tidak akan pernah terlihat di sekolah ini.

Apa dia tidak punya teman? Mungkin asumsiku barusan terlalu aneh untuk didengar, tetapi
memang anak SMA yang seperti itu kupikir tidak pernah ada. Dia pasti sangat ahli
menyimpan dirinya yang sebenarnya agar tidak terlihat orang lain dengan beberapa jurus. Dia
nampaknya enggan memberitahu nomor telponnya ke orang lain. Sosok orang pintar seperti
itu memang sangat menginspirasi. Aku juga tidak menduga bisa bertemu orang yang bisa
menutup rapat rahasia.

Maksudku, aku hanya membutuhkan pertolongannya saja.

"Semudah menekan sebuah tombol!"

Menulis SMS ke handphonenya untuk menerima permintaanku adalah hal mudah dan
menjadi kekuatanku yang bisa kuandalkan selama ini. Aku akan memulai dengan sebuah
salam perkenalan plus memberikan sebuah topik pembicaraan yang menarik sehingga
penerimanya akan mudah untuk meresponnya. Tidak hanya aku menyebutkan mitos
Perempatan antah-berantah yang beritanya lagi heboh sebagai pancingan, aku tidak tahu
apakah itu tempat yang populer untuk nongkrong atau tidak, aku juga menyelipkan rasa
ketakutanku akan mitos itu sehingga dia termotivasi untuk melindungiku. Juga nantinya akan
kuselipkan emotikon hati untuk memperkuat pesonaku.

Itu adalah SMS yang sangat indah.

Sebuah SMS yang romantis, dipenuhi dengan emosi cinta dan menggambarkan kecantikan
dari masa muda, dari gadis yang sempurna sepertiku.

"Hmm..."
ユウト

Meski begitu, kenapa aku merasa ada sesuatu yang janggal disini.

Trik itu bekerja ke pria pada umumnya berarti tidak akan bekerja ke pria yang sengaja
menyembunyikan identitasnya seperti Kusaoka-san. Tampaknya aku harus menggunakan
metode yang lain untuk mempengaruhinya.

"...Ah begitu ya."

Ketika aku menatap hamparan langit senja itu, matahari yang terlihat meleleh di cakrawala,
aku menaikkan kepalan tanganku ke udara.

- Chapter II : END -
ユウト

Qualidea of The Scum Chapter 3 : Kusaoka Haruma 1

* * *

Di dapur, aku mendengar suara gaduh yang berasal dari panci yang kugunakan untuk
memasak air. Ketika aku melihat banyak sekali uap panas terlihat dari panci itu, aku mulai
berjalan dengan santai ke dapur. Aku tuangkan air panasnya ke kotak makanan instant itu,
tinggal mematikan kompornya dan membuang sisa air di kotak tersebut setelah beberapa saat.
Terakhir, tinggal menaruhnya di mangkok dan voila terlihat seperti hidangan yang dibuat
secara manual! Ketika aku mencoba mencicipinya dengan sendok, ternyata rasanya memang
seperti masakan rumahan.

Ada semacam tulisan tertentu ketika kita berbicara tentang peralatan dan ini terlihat sangat
indah. Mungkin sebuah tulisan "produk terbaik" dan "tidak ada duanya" akan membuat
produk itu terlihat keren, tetapi menurutku, hal terbaik adalah tulisan "bisa langsung
dibuang" setelah selesai dipakai. Seperti para karyawan dan buruh di perusahaan.

Sambil memakan makanan instan ini dan memikirkan hal barusan, terdengar suara pintu
dibuka. Kakakku tampaknya sudah pulang. Aku mendengar suara langkah kaki diseret yang
sangat berat sedang mendekatiku dari arah itu.

"Aku pulaaaaaang."

"Hey."

Ketika aku menengok dari balik bahuku, Amane-chan berdiri dengan memakai baju
rumahannya: hot pant dan T-Shirt yang menonjolkan belahan dadanya. Memang benar
musim panas sebentar lagi akan datang, tetapi bukankah pakaiannya ini seperti terlalu
longgar?

"Oh, ada yang sedang memakan makanan siap saji ya? Aku mau juga dong."

Amane-chan berjalan ke arah dapur, membuka lemari kabinet, mengambil makanan siap saji
dan menaruhnya di piring. Lalu dia memasukkannya begitu saja ke microwave. Tampaknya
tidak ada niatan untuk memasak air panas sepertiku.

"Teehee, ini adalah hadiah untukku karena telah bekerja keras hari ini...minta sedikit saja
ya..."

Senyum yang mencurigakan muncul darinya sambil menggigit sesendok makanan yang
hendak kumakan. Oh, dia juga memegang sekaleng bir dan sebungkus keripik kentang.
Kakakku ini nampaknya tidak konsisten dalam menjalankan diet junk food.

"Apa benar-benar tidak apa-apa kamu memakan makanan tidak sehat itu sementara dirimu
sendiri adalah Guru UKS?"
ユウト

"Memangnya kenapa? Mau makan apapun juga, pasti ada saja kandungan yang tidak
menyehatkannya. Berarti sama saja, bukan?"

"B-Benar..."

Kebiasaan makannya ini memang hal yang berbeda, tetapi mendengar hal itu keluar dari
mulut seorang Guru UKS memang benar-benar tidak cocok...

Bahkan sekarang, dia mengunyah keripiknya dan meminum birnya. Memang kamu bisa
katakan kalau dia terlihat menarik, tetapi sisi sebenarnya benar-benar sebaliknya...Sifatnya
yang sebenarnya adalah kebalikan dari sifatku yang manis, lugu, bijak, dan intelektual. Kalau
kita berasal dari Ibu yang sama, mengapa bisa berbeda begini? Tolong beri aku pencerahan,
Professor Mendel!

"Kalau kamu cermati kebiasaan makanmu sendiri, kamu akan sadar kalau ternyata
kebiasaan makan kita tidak berbeda. Maksudku, kamu sendiri tidak tahu apa saja yang ada
dibalik makan malammu itu."

Kata-kata itu terucap dari seorang pecandu bir, meskipun kata-katanya sendiri belum jelas
mengandung kebenaran atau bukan.

Komunitas sosial dibangun berdasarkan rasa saling percaya. Rasa saling percaya itu adalah
nama lain dari sikap pasrah yang terlihat dingin. Dan hanya kumpulan orang-orang yang
pura-pura terlihat pasrah itulah, yang bisa membuat hati seseorang terlihat tenang.

Kamu bisa meragukan kebenaran yang ditulis di koran pagi ini, tulisan kandungan bahan di
label makan siangmu itu mirip dengan bertanya usia seorang gadis penghibur di kelab malam,
alias mustahil untuk diketahui kebenarannya.

Oleh karena itu, orang-orang mulai malas dan diam saja menerima apa yang diberi ke
mereka. Ketika semua terjadi, maka rasa saling percaya akan terjadi karena semua orang
sudah mulai menyerah untuk memahami atau mencari tahu kebenarannya.

Makanan, produk, informasi, pendidikan, keuangan. Komunitas sosial dibangun


berdasarkan rasa saling percaya antar industri yang berdiri di bawah terik matahari ini. Jujur
saja, dunia ini memang tempat yang indah. Setahuku, satu-satunya hal yang tidak termasuk
dalam sebuah payung bernama "Rasa Saling Percaya" adalah sebuah hubungan persaudaraan.

Kakak perempuanku ini, saat ini, membuka kaleng bir keduanya sambil mengoceh hal-hal
yang tidak jelas.

"Tubuhmu bisa tidak sehat jika kamu terlalu was-was dengan masalah kesehatan. Makan
saja apa yang kamu ingin makan dan lakukan apa yang ingin kamu lakukan, maka tubuhmu
akan menangani dirinya sendiri."

"Jangan katakan semacam itu ketika mengajar di sekolah...Itu hal yang sensitif bagi
pemuda-pemuda sepertiku."

"Ya, ya, aku mengerti. Meskipun kamu sendiri memperhatikan betul apa yang kamu makan,
bukan berarti kamu bisa lebih sehat dari yang lainnya..."
ユウト

"Memang betul. Tetapi itu juga bukan alasan yang bagus untuk membenarkan sikapmu yang
kecanduan minuman seperti ikan di air..."

Ini seperti memperingatkan sesuatu yang tidak akan jelas ada ujungnya seperti memuji diri
sendiri di depan cermin, benar tidak?

"Aku bukannya mau ngomongin soal diriku sendiri loh. Aku tadi ngomongin Misa-chan,
ingat tidak gadis yang ada di ruangan UKS tadi siang? Gadis itu sebenarnya tidak ada
masalah dengan pola makannya, tetapi anehnya dia punya kondisi tubuh yang lemah. Dia
tidak punya kebiasaan buruk, jadi aku tidak bisa menemukan alasan mengapa dia menjadi
seperti itu. Dan sekarang, aku mulai menyelidiki tentang kebiasaan tidurnya, mungkin aku
bisa mendapatkan sesuatu..."

"Oh, kedengarannya berat sekali."

"Yep." Dia lalu menaruh sikunya di atas meja, menekan kaleng birnya diantara pipinya.
"Tapi tahu enggak? Aku kadang mengaguminya."

"Huh?"

Apa yang gadis ini barusan katakan...? Bodoh sekali.

Dia lalu duduk dengan tegak tanpa mempedulikan aku yang memandangnya dengan rendah.
Amane-chan menaruh kaleng birnya dengan semangat, seperti hendak menampar mejanya
saja. Lalu dia mulai berbicara dengan semangat dan ekspresi mata yang berbinar-binar.

"Kamu tahu cerita-cerita sinetron tentang gadis-gadis yang cantik? Mereka punya penyakit
parah, tetapi mereka bekerja keras dan menginspirasi orang di sekitarnya. Pria biasanya
lemah terhadap gadis yang seperti itu. Aku ini, seperti kebalikan gadis-gadis di sinetron itu,
jadi tidak ada seorangpun yang memperhatikanku hingga saat ini..."

Sambil mengatakannya, dia tiduran di sofa sambil menatap ke arah kakinya. Kaki yang
panjang, dan berjenjang yang memanjang dari hot pant yang dia pakai mungkin bisa
dikatakan "sakit" untuk ukuran fantasi seorang pria. Mungkin kakak perempuanku ini tidak
cocok dengan gambaran gadis tragis, tetapi pemandangan yang ada di depanku ini memang
merupakan daya tarik tersendiri dari seorang wanita.

"...Uh, bukannya sebenarnya tidak seperti itu? Kamu seperti menggambarkan dirimu
sebagai wanita yang belum dewasa saja," kataku.

Amane-chan lalu membetulkan posisi duduknya, entah kenapa dia terlihat senang sekali.
Oh, karena rambutnya berantakan sehabis tiduran di sofa, dia lalu mulai menyisir rambutnya
tanpa melihat ke arahku.

"Kalau menurutmu?"

"Well, kalau kamu memang aslinya merasa sudah dewasa, maka sebenarnya hatimu itu
sedang galau."
ユウト

"Bulu? Maksudnya? Apa hubungannya dengan dewasa? Ah, kurang ajar kamu!"

Entah mengapa dia menangkap kata-kataku dengan makna yang berbeda dan mulai
menendangiku dengan kaki panjangnya. Meski sebenarnya tidak sakit, aku juga tidak merasa
sikapnya itu seperti memprovokasi diriku. Tetapi, tidak ada satupun suka char heroine yang
suka kekerasan!

Setelah bergerak-gerak seperti kucing yang marah dan menendangku, Amane-chan


tampaknya sudah lelah dengan itu, karena dia tiba-tiba duduk tegak dan mengembuskan
napasnya.

"Sial, sifatmu itu benar-benar jelek."

"Sifatku ini adalah produk dari lingkunganku..."

Seorang anak laki-laki yang sering dipukuli oleh kakak perempuannya 100% saya jamin
akan memiliki kepribadian ganda. Itu adalah teori dariku. Jika sang kakak hendak belajar
karate, adiknya pasti akan dipukuli sebagai bahan latihannya. Jika dia bilang ingin belajar
masak, maka adiknya akan menjadi tester masakan antah berantahnya. Dia akan menjadikan
apapun yang dia minati dan membagi bagian buruknya ke adiknya dengan semacam moto
"sudah seharusnya". Dan yang terpenting, jika memang ini diturunkan dari Ibu, maka sang
adik pasti akan memiliki sikap yang buruk pula. Mustahil dia tidak akan memiliki
kepribadian ganda.

Sebenarnya, itu tidak buruk-buruk amat. Karena dirinyalah, aku tidak perlu menebak-nebak
jenis wanita yang seperti apa gadis-gadis yang kutemui selama ini. Tidak peduli secantik apa
gadis itu, sifat aslinya pasti tidak jauh-jauh dari kakak perempuanku, Kusaoka Amane.
Kebenaran yang sesungguhnya mengenai sifat wanita sudah aku kenali betul semenjak aku
kecil.

Bahkan sekarang, Amane-chan duduk dengan menyilangkan kakinya di depan TV, sekaleng
bir di tangan satunya, sedang tangan lainnya mengemil camilan cumi kering, lalu tertawa
sambil menonton TV. Ini adalah seorang gadis berusia 24 tahun dengan sifat aslinya. Apa
perlu mencari contoh lain mengenai sifat sebenarnya seorang wanita setelah melihat hal ini?

Blah blah blah dan seterusnya. Ketika kami mulai berdebat mengenai mengapa aku
memiliki sifat seperti ini, HP-ku tiba-tiba bergetar. Ah, paling ini hanya info pemberitahuan
event dari game HP? Atau ada update baru? Bonus bebatuan berharga sedang dibagikan
sebagai permintaan maaf ada "bug" di game Puzzle&Dragons? Setelah berdiri dari karpet,
aku mengambil HP-ku.

Ketika aku melihat ke layar HPku, keterangan di HP-ku tertulis kalau ada sebuah pesan
masuk di sebuah aplikasi yang pernah kudownload, dimana jujur saja aku sangat jarang
menerima pesan di HP-ku. Berdasarkan tulisan di layar HP-ku, nama pengirimnya adalah
"JOHANNE♥".

...Johanne? Aku tidak tahu siapa itu. Aku sempat berpikir kalau ini adalah spam. Jaman
sekarang, kamu tidak hanya mendapatkan spam, tetapi pengumuman tayang film, iklan, dan
bahkan pesan berantai mengenai tanggal kiamat. Kamu bahkan sering mendengar hal-hal
seperti ini di lingkunganmu: "TUHAN SUDAH DEKAT! BERTOBATLAH!" Itu sungguh
ユウト

mengganggu.

Hanya spammer saja yang mengirim pesan sejenis ini di aplikasi. Padahal, aku tidak pernah
memberitahu orang lain tentang ID-ku di aplikasi ini. Hanya saja..."Kalau kamu tidak pakai
aplikasi ini, kita tidak akan bisa saling berkomunikasi," dan itulah yang kudengar dari siswa-
siswa sekelas ketika pertama masuk sekolah ini. Pada akhirnya, aplikasi ini tidak pernah
kugunakan kecuali untuk mengobrol dengan ID Pretty Cure dan hendak membeli promo
barang anime yang diiklankan di aplikasi ini kapan hari.

Mustahil ada orang asing yang tahu ID-ku. Orang tuaku sendiri pernah memperingatkanku
kalau aku tidak boleh bergaul dengan orang yang tidak aku kenal. Jadi, karena aku tidak
kenal mereka, maka aku menjadi orang yang tidak punya seorangpun teman.

Aku juga tidak punya selera untuk melihat pesan dari orang yang tidak kukenal. Jadi aku
langsung block saja nomor ini dan memasukkan HP-ku ke kantongku.

Tidak lama kemudian, HP-ku mulai bergetar lagi. Semakin aku coba untuk tidak
mempedulikannya, suara getarannya malah bertambah keras. Membuat HP-ku yang dalam
"silent mode" ini benar-benar menggangguku.

Amane-chan berusaha menunjukkan ketidaksenangannya ke arahku. "Hey, suara itu mulai


mengangguku."

"...Yeah."

Sialan, padahal aku sudah block kamu, dasar bajingan yang ngotot! Sekali lagi, aku
mengambil HP-ku, dan ketika aku membaca isi pesannya, aku sangat terkejut.

* * *

Qualidea of The Scum Chapter 3 : Kusaoka Haruma 2

* * *

Yang Terhormat Kusaoka Haruma-san,

Halo, ini Chigusa Yuu! Aku adalah siswi kelas 1. Aku ingin berterima kasih atas
kebaikanmu yang telah mendengarkanku di atap sekolah pada hari ini♥

Kusaoka-san, ternyata kamu adalah siswa kelas 2! Letak kursimu di kelas juga sama dengan
milikku! Meskipun rumah kita memiliki jarak yang cukup jauh, setidaknya tanggal lahir kita
berdekatan! Oh, oh, apa aku juga belum mengatakan kalau golongan darah kita juga
sama? ♥Ini pasti semacam takdir, benar tidak? (tertawa)
ユウト

Oh, aku juga mendengar kalau kamu sering menghabiskan waktu luangmu dengan bermain
game HP. Aku tampaknya juga tertarik dengan olahraga semacam itu(?) semacam
permainan, jadi aku harap kamu bisa mengajariku di lain waktu, jika itu tidak masalah
denganmu ♥

Er, um, tahu tidak soal kata-katamu tadi untuk menemuimu lagi di lain waktu? Sebenarnya,
ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu (berkeringat). Kusaoka-san, tahu tidak tentang
Perempatan Antah-berantah?? Tampaknya temanku terkena kejadian mistis tersebut...Apa
yang harus kulakukan? Aku takuuuuut (menangis).

Apakah kamu bersedia meminjamkan sedikit kekuatanmu untuk membantuku menemukan


temanku yang sangat berharga itu sehingga dia tidak ditinggalkan sendirian untuk mati
disana?!

Aku sangat berharap mendapatkan responmu atas masalah ini segera (membungkuk) ♥

* * *

Qualidea of The Scum Chapter 3 : Kusaoka Haruma 3

* * *

Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Malah aku sekarang yang ketakutan (menangis)!

HP-ku terus bergetar meskipun aku sudah membaca pesan itu, dan meskipun ada jeda
diantara getaran satu dengan yang lainnya, tubuhku secara otomatis bergetar dengan
sendirinya.

Total, aku menerima lebih dari 21 pesan, dan semua pesan itu sepertinya berasal dari orang
yang sama. Setelah aku block ID bernama "JOHANNE♥", tampaknya dia memakai ID yang
lain bernama "JOHANNE♪", "JOHANNE★", dan "JOHANNE 2" yang digunakan untuk
mencegah usaha block ID. Sekarang, HP-ku sudah menerima pesan terakhir dan tidak
bergetar lagi. Jika aku biarkan saja dia mengirim pesan-pesan itu, mungkin pesan terakhirnya
berasal dari ID "JOHANNevolution".

Jangan pernah tanya kepadaku apa isi pesan lain yang dikirimnya!

Simbol hati dan simbol lainnya memang terlihat bagus untuk dilihat. Cara menulisnya
memang menunjukkan kalau yang mengirimnya adalah seorang gadis. Tapi tahu tidak? Aku
tidak berpikir untuk menyebutkan alamat, tanggal lahir, dan golongan darah di sebuah pesan
pertama adalah ide yang baik. Apa ini semacam ada perubahan undang-undang tentang
kepemilikan data pribadi? Atau dia hanya sedang memakai haknya untuk tahu sebagai
ユウト

warga negara?

Ketika aku menguatkan genggamanku ke HP-ku, kakak perempuanku menoleh ke arahku


dengan ekspresi tanda tanya. "Apa ada yang salah?"

Semuanya terlihat salah, terutama nama pengirimnya. Oh kakakku, ini masalah yang
serius!

Aku pura-pura batuk. "Amane-chan..." aku mencoba memanggilnya.

"Ada apa?"

"Kalau ada gadis mengatakan 'kita memiliki golongan darah yang sama,' sebenarnya apa
maksudnya?" tanyaku.

Amane-chan berhenti mengunyah camilan cumi keringnya dan berpikir sejenak.

"...Itu artinya dia butuh transfusi darah."

Wow, sungguh? Kamu memang punya banyak hal baru setiap hari. Itulah jawaban yang bisa
diberikan Guru UKS. Aku tidak tahu kalau aku ada undangan untuk hadir dalam acara
Transfusi Darah. Tunggu dulu! Kakakku tadi mengatakannya dengan wajah yang serius,
mustahil dia serius mengatakannya...

Sebenarnya, aku memang tahu kalau kakakku ini memang kadang sok tahu ketika
menjawab pertanyaanku, tetapi begitu pula si pengirim pesan ini. Kalau dipikir secara logis,
tidak ada yang akan mengirimkan pesan menakutkan semacam ini jika orang ini sesuai
dengan apa yang digambarkan di kepalaku. Image Chigusa Yuu tidak sesuai dengan pesan
maniak ini, tetapi ketika membaca isi pesan tersebut berisi tentang perempatan mistis yang
dibicarakan kami di atas atap tadi, tampaknya aku tidak punya pilihan lain kecuali percaya
kalau dia yang mengirim itu.

Ketika aku memikirkannya, Chigusa Yuu memang memiliki kecantikan seperti sebuah
berlian, kalau kita berbicara penampilan fisiknya. Dia adalah sebuah berlian diantara batu
berharga lainnya. Tetapi, harus kukatakan berlian yang ini adalah berlian gila.

Ketika aku berusaha block ID-ID yang mengirim pesan tersebut di HP-ku, bel interkom
berbunyi. Ding Dong.

Amane-chan tidak mempedulikannya dan tetap menonton TV. Sementara, bunyi


interkomnya terus terdengar. Ding dong. Ding dong. Sial, apa ini? Berhentilah memanggilku!

"...Haruma!" Amane-chan memanggil namaku, seperti terganggu dengan suara itu. Seperti
yang kuduga, tampaknya bukan aku saja yang merasa terganggu dengan bunyi itu.

Begitulah yang terjadi disini selama ini. Diantara kakak perempuan dan adik laki-laki, tidak
usah repot-repot untuk cari tahu siapa yang berada di kasta teratas. Adik laki-laki pasti setara
dengan budak. Maksudku, lihat saja buktinya di ruangan ini!

Akhirnya, aku berdiri dan melihat ke arah monitor interkom, yang masih berbunyi. Tetapi di
ユウト

monitor tidak ada seorangpun disana! Seseorang pasti ada di sana orang ini pasti tahu
posisi kameranya dan berniat agar tidak terlihat oleh kameranya. Ini seperti cara salesman
yang hendak menjual sesuatu atau debt collector yang hendak mengambil uangnya darimu!
Hati-hatilah, nak!

Kalau begini terus, aku tidak punya pilihan kecuali membuka pintunya. Aku coba mengintip
ke lubang pintu, tetapi tidak ada seorangpun terlihat disana. Aku sepertinya harus menyerah
saja dan membuka pintunya.

Ketika aku membuka pintunya dengan pelan-pelan, secukupnya saja sehingga hanya cukup
untuk kepalaku saja keluar dan melihat situasinya, orang ini langsung melangkah masuk dan
membungkuk di depanku.

"Selamat malam."

"Er, benar. Selamat malam..." hanya itu yang bisa kujawab.

Sikapnya memang terlihat elegan, terlebih jika dia menambahkan kata-kata "Malam ini
terlihat indah". Ketika Chigusa Yuu berusaha membetulkan posisi rambut hitamnya yang
berada di bahunya, bermandikan cahaya dari lampu jalanan, senyum yang manis menyelimuti
wajahnya seperti sebuah bulan sabit di dongeng-dongeng. Jujur saja, aku tidak bisa
mencocokkan penampilan gadis ini dengan maniak yang telah menekan interkom rumahku
berkali-kali.

Sebenarnya, aku ingin mengatakan 'Ini rumahku!' dan berusaha mengusirnya, entah
mengapa aku tidak melakukannya.

"Ada apa?"

"Katamu tadi aku bisa menemuimu jika tidak ada kabar dari temanku, oleh karena itu aku
pergi kesini malam ini," Chigusa menjelaskannya seperti senjata makan tuan bagiku.

Sikapnya yang malu-malu dan melirik ke arahku lewat matanya yang cantik memang sangat
manis, tetapi penjelasannya sedikit agak aneh...Sebenarnya aku tidak masalah dengan alasan
dia mengunjungiku, tidak masalah sama sekali, tetapi yang ingin kutanya adalah mengapa dia
datang kesini seperti tahu rumahku persis berada di mana? Apa gadis ini membaca per
halaman Yellow Pages?

"Sebenarnya maksudku mengatakan itu "

"Ah, mungkin kamu belum membaca pesan dariku?" dia sepertinya menemukan alasan
lainnya. "Aku akan mengirimkannya lagi kepadamu, tidak apa-apa?"

Dia lalu menekan beberapa tombol di layar HPnya. Setelah itu, HP-ku bergetar. Di layar
HP-ku, terdapat pesan yang dikirim oleh ID yang memiliki nama sama seperti pesan
sebelumnya. Ketika aku teringat kata-kata "temui aku lagi" yang pernah kuucapkan
kepadanya, mataku seakan-akan membeku.

Setelah kupikir baik-baik, aku memang mengatakan hal itu kepadanya.


ユウト

Tetapi dalam budaya kita, ketika kita berkata "sampai jumpa lagi!" atau "ayo kapan-kapan
kita bertemu lagi!" itu berarti kita tidak akan bertemu lagi. "Aku akan pergi kalau senggang"
artinya sama dengan "Aku tidak mau ikut" dalam budaya Jepang. Ketika kamu bisa
melakukan basa-basi ke semua orang seperti itu, mungkin kamu bisa hidup glamor dan
menjadi selebritis.

"Mm. Um, ketika aku mengatakan temui aku lagi, sebenarnya aku "

"Apa kamu sekarang sedang sibuk?" Chigusa memotongnya sambil tertawa kecil,
memasukkan tangannya ke sakunya.

Seketika, aku seperti menjadi orang Jepang yang tersenyum ketika ada orang bule bertanya
kepadanya dengan bahasa asing. Oh, sorry...Ai cannotto spikku forein ranguage...

* * *

Qualidea of The Scum Chapter 3 : Kusaoka Haruma 4

* * *

Kata-kata Chigusa memang sangat sopan.

Menarik tangannya keluar yang sebelumnya berada di sakunya, dia memegangi kedua
tangannya di depan dan membungkuk. Ketika dia melakukannya, aku sempat berpikir bahwa
sikapnya itu membuatku tersipu malu.

Sederhananya, gadis ini tampak luar biasa.

Akupun sangat yakin kalau tidak akan ada satupun pria yang akan keberatan jika ada gadis
semanis dirinya meminta tolong. Menjadi orang yang diandalkan oleh gadis yang cantik
adalah hal terbaik yang terjadi dalam kehidupan seorang pria.

Misalnya, ketika seorang gadis melihatmu dengan tatapan seperti mata seekor anak anjing
dengan kedua tangannya berada di depannya atau bisa juga, ketika seorang gadis
tsundere kelas atas yang mengatakan, "M-Mau bagaimana lagi, jadi aku akan biarkan kamu
membantuku kali ini! Bergembiralah!" seorang pria pasti akan meresponnya dengan sigap.
Sedangkan requestnya sendiri, ada banyak variasi tentang bagaimana kamu menganggapnya.

Tipe A : Ini adalah sebuah permintaan.

Tipe B : Ini adalah sebuah hal yang mendesak.

Tipe C : Ini murni sebuah transaksi bisnis.


ユウト

Tipe D : Ini adalah sebuah tuntutan.

Tipe E : Ini adalah sebuah perintah.

Sekarang, pertanyaannya! Di kategori mana Chigusa Yuu gadis yang paling cantik,
sempurna, lugu, dan manis di dunia ini akan memilih?! Ini pertanyaan yang mudah!

Jawaban yang benar adalah...dia sedang melakukan intimidasi. Tidak ada satupun opsi
yang cocok!

Sebuah senyuman menyebar dengan cepat mengisi ekspresi wajahnya. Chigusa ternyata
memegang sebuah personal alarm di salah satu tangannya. Oh sial, ini pasti fase selanjutnya
dari intimidasi, yaitu barbarism.

"...Aku tidak sedang mengganggu kegiatanmu, bukan?"

Kedua mata Chigusa seperti hendak dipenuhi dengan air mata. Jika dia menekan alarm di
tangannya itu, tinggal menunggu waktu saja para polisi akan datang kesini dan
menganggapku melakukan sesuatu kepadanya.

Karena ini adalah masalah diantara kita berdua, ini memang membuatku terlihat seperti pria
dengan wajah kriminal dan sedang berada dekat dengan gadis yang menangis. Siapapun yang
melihat kejadian ini, meskipun sebenarnya tidak seperti ini, aku tetap akan dianggap orang
yang salah, seperti penjahat. Mungkin jika aku bisa menyewa pengacara terbaik sekalipun,
tampaknya aku tidak akan keluar dari situasi ini.

Chigusa merendahkan pandangan matanya sambil sesenggukan dan memeluk tubuhnya


sendiri dengan erat. Seperti yang kauduga, dia masih memegang personal alarm itu di
tangannya.

"Kupikir jika memang ada seseorang yang mau mendengarkan ceritaku, kurasa itu adalah
dirimu, Kusaoka-san..."

"Baiklah aku paham! Aku akan mendengarkan! Bahkan, telingaku ini sekarang sudah siap
mendengarkanmu! Katakan apa yang kau inginkan!"

Chigusa menegakkan wajahnya ketika mendengarkan kata-kataku dan akhirnya dia menaruh
personal alarmnya jauh-jauh. Siapa yang mengira kalau personal alarm milik gadis SMA bisa
bekerja persis seperti alat penyiksa orang milik Yakuza...?

"Terima kasih banyak. Sekarang...Ada beberapa hal yang kupikir lebih baik tidak
dibicarakan di tempat seperti ini, kita lebih baik pergi keluar." Chigusa tersenyum gembira
sambil menghapus air matanya dan menunjuk ke arah jalanan. Jangan katakan 'tempat
seperti ini...' Ini rumahku, sial!

Meski begitu, aku memang tidak punya hak untuk menolak. Dia tidak hanya memegang
semua informasi pribadi milikku, dia juga memegang hidup dan matiku dalam kehidupan
sosial ini. Ketika aku terdiam dan mengangguk, Chigusa tersenyum tulus seperti orang luar
tidak akan menyangka kalau gadis ini sudah mengancamku beberapa saat lalu.
ユウト

Ketika aku melihat senyumannya, jantungku seperti berhenti berdetak.

Juga, keringat terlihat mulai membasahiku, napasku menjadi tidak teratur dan bibirku
seperti berubah menjadi warna ungu. Bukannya ini gejala awal dari shock? Ketika melihat ke
arahnya, aku tidak bisa berhenti berpikir kalau ini mungkin saja...cinta!

Tidak ada satupun kesamaan antara penampilan Chigusa Yuu dengan sikapnya barusan. Dan
yang terpenting, dia bersikap seperti tidak pernah terjadi sesuatu. Ini jelas banyak sekali
bagian darinya yang terlihat janggal kecuali wajahnya yang memang sangat manis.

Sederhananya, gadis ini...terlihat aneh bagiku.

* * *

Qualidea of The Scum Chapter 3 : Chigusa Yuu

* * *

Kusaoka-san sedang tersenyum puas.

Wajahnya yang...Sebaiknya kita tidak membahasnya. Meski begitu, ekspresinya seakan-


akan memberitahu emosi hatinya kepadaku dengan jelas.

OH, YESYES...I kyan yes-u, I am-u yes-u! Aku membayangkan kalau dia memang anak
titipan Tuhan. Dia mungkin hendak mengampuni dosa-dosa manusia melalui cintanya.

"Apa kamu sekarang sedang sibuk?"

Ketika aku tertawa kecil, Kusaoka-san tersenyum juga. Kuharap, dia memang sedang
menunggu kehadiranku. Mengatakan kepadaku "temui aku lagi" di telingaku, berarti dia
sudah memiliki persiapan untuk bertemu denganku lagi. Kata-kata "Aku akan pergi jika
senggang" memiliki makna yang sama dengan :"Jika kemungkinan aku pergi hanya 1%,
maka aku akan tetap pergi!" Jika janji-janji dari mulut itu bisa dikategorikan sebuah
perjanjian hukum, maka bisnis ini sudah membuatku hidup dengan nyaman selamanya.

"Kalau aku punya waktu luang dan kamu punya waktu luang juga, Kusaoka-san, bukankah
itu berarti tidak ada halangan diantara kita?"

"Apa aku sedang terlihat seperti itu?"

"Punya waktu luang tidak?"


ユウト

"Apa aku terlihat punya itu?"

"Apa kamu bisa pergi denganku?"

"Apa aku terlihat seperti itu?"

Meski begitu, Kusaoka-san sepertinya sangat berpengalaman untuk membalikkan keadaan.


Tampaknya semua yang kukatakan kepadanya tidak membuatnya menepati janjinya. Ini
seperti usaha yang sia-sia. Tampaknya ini memerlukan sedikit kekuatan fisik untuk
memaksanya ikut, meski aku sebenarnya tidak punya kekuatan fisik itu untuk menyerangnya.

Secantik dan sesempurna diriku ini, aku juga memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi
dengan kemampuan komunikasiku. Tidak peduli aku tampil seperti apa, aku merasa terkejut
dan bergetar jika tidak ada yang merespon keinginanku, dan jika aku melihat ada tanda-tanda
penolakan, hatiku serasa terluka.

"Aku tidak sedang mengganggu kegiatanmu, bukan?"

Aku memang cengeng. Meskipun aku tahu bagian diriku yang seperti itu, aku tidak bisa
menghentikan diriku untuk tidak menangis. Pandanganku mulai kabur dengan air mata. Aku
sungguh gadis yang lemah.

"Kupikir jika memang ada seseorang yang mau mendengarkan ceritaku, kurasa itu adalah
dirimu, Kusaoka-san..."

"Baiklah, aku paham! Aku akan mendengarkan!"

Kusaoka-san memang titisan dari Sang Penyelamat. Kepalan tangannya yang besar, karakter
dari seorang anak laki-laki, terbuka dengan lebar seperti berusaha menghentikan air mataku.

Kusaoka-san adalah orang yang baik.

- Chapter III : END -


ユウト

Qualidea of The Scum Chapter 4 : Kusaoka Haruma

x x x

Aku bukanlah seorang gentleman ataupun seseorang yang menjunjung tinggi hak
perempuan...

Hanya saja begini ceritanya: Ketika dia menangis di depan rumahku, dia berhasil
mengambil fotoku dengan kamera. Jadi ini wajar jika aku membantunya. Dia bahkan tidak
menghapus air matanya itu; dia langsung menyeretku untuk langsung ke pekerjaan kita hari
itu. Apa dia ini sebenarnya seorang pengacara atau bagaimana?

Karena aku tidak begitu tahu tempat yang dituju, aku berjalan sambil memegangi lengan
Chigusa di keramaian ini.

...Lengan Chigusa sangat kecil dan kurus.

Sebenarnya, tidak bisa dikatakan kurus hanya tulang saja sih, aku masih bisa merasakan
kelembutan kulitnya dari balik bajunya. Jika begini terus, tanganku yang berkeringat bisa-
bisa menggambar peta Jepang secara otomatis di seragamnya. Jadi, tidak lama kemudian aku
ユウト

melepas peganganku. Sekarang, tercipta jarak diantara kita. Karena aku sendiri tidak paham
untuk apa kita kesini, jadi aku memilih untuk bertanya saja kepadanya.

“Ngomong-ngomong, kita kemana?”

“Kita akan ke Burger MOL, Haruma-san.”

Kenapa gadis ini memanggilku dengan nama depanku? Apa karena poin diriku sudah naik?
Kalau begitu, apakah aku seharusnya memanggil dia dengan nicknamenya: Johannes? Meski
begitu, tidak ada satupun bagian diriku yang berkeinginan untuk memberikan Johannes
poin...Kalau begitu, memanggilnya Chigusa mungkin adalah pilihan terbaik, meskipun
memanggil Chigusa dengan ‘Chibusa’ tampaknya lebih cocok, mungkin akan terdengar
memalukan! Bukankah itu wajar jika aku seorang pria yang beranjak dewasa?
[note: Chibusa bisa berarti payudara.]

Jadi, begitulah...Itulah mengapa aku berbicara kepadanya tanpa memanggil Chigusa.

“Kalau kau sedang membicarakan makanan, maka aku barusan saja makan di rumah.”

“Oh bukan. Aku ingin mendengar cerita dari Anna-san.”

Memang, yang dikatakan Chigusa terdengar normal-normal saja, tapi aku benar-benar tidak
tahu siapa Anna-san itu. Apa itu semacam lagu yang lagi trend dari Band Kai?

Ngomong-ngomong, bukankah ini tidak baik jika membuat janji dengan Anna-san tanpa
memeriksa apakah aku sibuk atau tidak? Tidak lupa Chigusa juga bersikap seperti aku sejak
tadi memang mau untuk membantunya.

Apa ada seorang gadis yang bisa menyaingi kecantikan dan aura dari Chigusa? Gadis seperti
Chigusa pasti akan dibenci oleh komunitas sosial para gadis, jika bersekolah pastinya di
mejanya pasti banyak coretan kebencian. Mau bagaimana lagi, resiko gadis berwajah cantik.
Jadi sekarang, apakah Anna-chan yang akan kita temui ini adalah salah seorang
pembencinya?

Berjalan dengan beberapa langkah di belakang Chigusa, aku berjalan menyusuri suasana
malam kota yang sangat ramai. Mungkin karena ini adalah jam pulang kantor. Meski
memiliki tampilan seragam dari sekolah yang sama, kami berdua tidak melakukan
percakapan apapun, plus pikiranku dipenuhi bermacam-macam perasaan yang aneh.

Karena tidak ada kegiatan apapun selain berjalan, aku melihat ke HP-ku. Ketika aku
menyentuh layar HP-ku, aku mencoba melihat lagi SMS dari Chigusa untuk kedua kalinya.

Apa-apaan ini...Semakin kulihat, SMS ini semakin menyeramkan. Wow, hanya membacanya
sekilas, aku sudah merasa ketakutan dan bulu kudukku berdiri, seperti membaca SMS yang
memiliki genre horor. Berdebar-debar, terkejut, dan ketakutan. Setiap aku membacanya,
umurku seperti berkurang beberapa bulan.

Dari SMS menyeramkan itu, ada satu frase yang menarik perhatianku: “Persimpangan
Misterius”. Apakah ini semacam hal-hal dari film Twilight?
ユウト

“Jadi dia terperangkap di persimpangan misterius dan menghilang, begitu?” aku


menggumamkan itu.

Aku tidak begitu tahu tentang ‘persimpangan misterius’ ini. Sepertinya, ini semacam mitos
tentang suatu tempat. Bukannya tidak ada yang menceritakan mitos itu, tapi tampaknya
semua orang di dekatku belakangan ini bercerita tentang mitos ini.

Jadi sederhananya begini: Jika aku tidak menyelesaikan masalahnya, maka aku tidak bisa
pulang ke rumah. Jadi aku akan menyelesaikan masalah Chigusa jika bisa, dan jika itu
ternyata sulit, maka aku tinggal mencari alasan sehingga dia bisa merasa maklum.

Aku pura-pura batuk terlebih dahulu.

“Hei, Chigusa!”

Aku mencoba memanggilnya.

“Bisakah aku bertanya tentang masalah yang kauhadapi secara spesifik?”

Mendengar itu, Chigusa menyilangkan lengannya ke belakang dan membalikkan badannya.


Roknya melambai-lambai, membuatku mengintip sebentar ke stocking putih di pahanya.

“Spesifik, ya?”

Chigusa lalu memiringkan kepalanya dan berkata.

“Hmm...Shia-san adalah orang yang kukenal sejak lama. Dia punya anjing Schnauzer kecil
dan tinggal bersama kakak laki-lakinya, dan kedua orang tuanya. Mereka tinggal di sebuah
apartemen yang berjarak dua stasiun dari sekolah. Di sekolah, dia belajar senam ritmik
karena pengaruh Ibunya. Meski begitu, dia tidak bisa memainkan kategori tongkat baton,
bahkan tongkat baton Ibunya saja sulit dia tangkap ketika belajar senam itu. Juga, nilai-nilai
akademisnya tidak bisa dikatakan bagus...mungkin lebih tepatnya sedikit di atas rata-rata.
Lalu dia mulai bermasalah, dia mulai bergaul dengan teman-teman sekelasnya yang buruk,
jadi nilai-nilainya akan mulai turun. Belakangan ini, dia sering ‘kelayapan’, sehingga orang
tuanya dan kakaknya khawatir apakah dia memang sudah mempersiapkan dirinya untuk ujian
atau semacamnya.”
[note: Ini cewek apa agen CIA?]

“O-Oke...”

Aku semacam terpuaskan dengan penjelasan panjang lebar tersebut. Lagipula, siapa Shia-
chan? Semacam mentega? Apa...? (Hei kalau dia terbuat dari mentega, pasti kulitnya lembut).

Ngomong-ngomong, aku tidak ingin tahu siapa Shia-chan. Yang ingin kutahu adalah
tentang persimpangan misterius itu...Serius nih, yang tadi itu informasinya terlalu banyak!

Aku terus menatap ke Chigusa, tapi dia terus melanjutkan kata-katanya.

“...Shia-san adalah temanku yang paling kupercayai dan aku mempercayakan hal-hal
berhargaku kepadanya. Oleh karena itu, aku harus membawanya kembali.”
ユウト

Chigusa mengatakannya dengan wajah serius. Matanya memang menggambarkan sebuah


kesedihan yang mendalam.

“Well, memang sih, akan terdengar mengkhawatirkan sekali jika dia tidak kembali lagi...”

“Memang. Dia sudah membuatku khawatir seperti ini...Dia tidak ada ketika aku menekan
tombol rumahnya, dan dia tidak pernah menjawab telponku kemarin, meski aku sudah
mencoba menelponnya semalaman...”

Chigusa menceritakannya dengan sesenggukan dan hendak menangis lagi. Ketika melihat
hal semacam ini, bahasa tubuhnya itu sungguh cantik dan membangkitkan perasaanku seolah-
olah ingin melindunginya. Tapi jika mengingat kembali SMS darinya dan melihat dirinya
yang sekarang, malah terlihat lebih menakutkan lagi...

Bahkan Chigusa menunjukkan kepeduliannya.

“Kalau dia benar-benar tidak kembali, maka aku benar-benar kehilangan sesuatu yang
sangat berharga.”

Lalu dia mengatakan hal yang lebih jauh lagi.

“Membayangkan dirinya menjadi korban insiden yang direncanakan oleh sebuah organisasi
tertentu membuat hatiku terasa sakit...”

Ketika melihat Chigusa yang memegangi pita di dadanya itu, terlihat seperti kiamat sudah
dekat saja. Yang bisa kupikirkan adalah, dengan mengesampingkan motifnya melakukan
bahasa tubuh itu, kupikir aku sendiri tidak keberatan untuk membantu menyelesaikan
masalahnya.

“Hmm, bagaimana ya...”

Aku seperti kesulitan hendak mengucapkan apa.

“Ngomong-ngomong, sebenarnya aku ingin bertanya apa sebenarnya ‘persimpangan


misterius’ itu?”

Chigusa memiringkan kepalanya seperti kebingungan, ekspresinya seperti sedang berkencan


dengan Armadillo saja.

“Persimpangan misterius?”

“Umm, itu loh, yang kamu tulis di SMS.”

Hah? Jadi itu bukan persimpangan misterius? Atau mungkin yang kau bahas adalah
Gundam X-road?

“Ah, itu ya?”


ユウト

Chigusa mengatakannya dengan agak ragu, dia menyelipkan kata-kata “umm...” dan
“uhs...”. Err, bukankah dia yang mengajakku dengan alasan itu?

Persimpangan misterius.

Kalau menurut yang kudengar, jika kamu datang ke sebuah persimpangan jalan tengah
malam sambil berpegangan tangan dengan pacarmu, maka jalan yang keempat akan terbuka
secara misterius. Kalau kamu memilih menuju ke jalan yang misterius itu, kamu tidak akan
bisa kembali lagi selamanya...atau semacam itu.

...Apa dia semacam idiot atau bagaimana? Ini semacam permainan yang dilakukan oleh
anak SMP saja. Jika memilih jalan yang salah, kamu tidak akan bisa kembali...Apa-apaan itu?

Ataukah mitos itu sebenarnya hanyalah sebuah metafora kehidupan? Ketika kamu
memutuskan untuk melepas masa lajangmu, lalu kamu dihadapkan dengan berbagai jalan
hidup yang harus kau pilih?

Kalau begitu, pastinya banyak sekali orang yang memilih jalan yang salah dan tidak bisa
kembali lagi setelah menyesalinya.

Ya seperti itulah. Tapi sekarang, aku benar-benar ingin pulang saja.

Menurut pendapatku, orang-orang yang punya skill sosialisasi yang bagus tidak pernah
merasa punya alasan kuat untuk pulang ke rumah. Kemampuan untuk membaur dengan
orang-orang mungkin adalah dasar dari komunikasi, jantung dari hubungan antar manusia.

Bisa dikatakan juga, ini adalah sisi gelap dari hubungan antara manusia, sosialitas,
komunikasi, dan lain-lain. Dengan mengikat hubungan antar manusia, maka akan ada
manusia lain yang disisihkan.

Seperti apa yang dilakukan Chigusa Yuu.

“Haruma-san, kesini...”

Bahkan sekarang, Chigusa berjalan di depanku terlihat memiliki kuasa akan itu, dan ini
memperkuat pendapatku tadi. Orang-orang di sekitarnya melirik ke arahnya terus. Meski
begitu, suasana itu tidak mempengaruhinya. Dia berjalan begitu saja menembus keramaian
orang-orang dan tiba di salah satu gedung. Ketika berdiri di depan lift, Chigusa terlihat
bernapas dengan lega. Setelah menekan tombol untuk ke lantai dua, Chigusa mundur
selangkah dan merapikan posisi berdirinya seperti seorang wanita yang anggun, dan lurus
menatap pintu lift yang akan terbuka sebentar lagi.

Hanya Chigusa dan diriku di dalam kotak kecil itu nantinya. Seharusnya, kami berdua akan
terlihat lebih dekat dari biasanya.

...Ini sudah membuatku gugup.

Kalau dipikir-pikir, ini sudah lama sekali semenjak aku terakhir kalinya berbicara kepada
seorang gadis di sekolahku. Juga, jika kita bertemu dengan sengaja di luar jam sekolah,
ユウト

apakah ini berarti kita sedang kencan? Jika aku berada di tempat tertutup yang sama dengan
seorang gadis, tanpa ragu lagi, sesuai logika, berarti kita tinggal bersama...?

x x x

Whoa, betapa hitamnya, itulah yang kupikirkan ketika menggosok-gosok lantainya.

Tentunya, kita tidak sedang membicarakan kopinya.

Johannes tiba-tiba mengejutkanku. Dia menggebrak mejanya dan gelasnya terbalik, kopinya
jatuh membasahi lantainya.

Tisu yang kupakai untuk membersihkan lantainya kini berwarna kecoklatan, bahkan aku
masih bisa merasakan panas dari kopinya ini. Mungkin tanganku akan langsung terbakar jika
menyentuh kopinya langsung. Bukan hanya itu saja, kopinya tadi juga membuat noda di blus
putih yang dipakai Anna-chan.

Kamu mungkin akan berpikir normal-normal saja untuk marah jika hal semacam itu terjadi
padamu, tapi anehnya si Anna-chan ini seperti memelas dan terus meminta maaf kepadanya.
Ketika selesai mengelap lantainya, aku melihat ke atas lagi, Anna-chan masih menunduk
meminta maaf kepadanya.

“Aku sekarang malah berpikir kalau Shia kabur karena dikejar hutang oleh tukang kredit
yang lain.”

“...Tukang kredit yang lain, katamu?”

Tidak ada ekspresi terkejut satupun dari wajah Chigusa ketika mengulang kata-kata tersebut.
Sikapnya sangat tenang, tapi dari bawah meja, aku bisa melihat jari-jarinya mengepal.
Mungkin dia memang tidak punya otot yang kuat, tapi aku bisa melihat jelas kalau lengannya
bergetar hebat sambil berusaha mempertahankan kepalan tangannya itu.

Dari pengalamanku selama ini, ini pertamakalinya aku mendengar kalau siswi sekolahku
terlibat transaksi pinjam meminjam dengan lintah darat. Tapi dari mendengar kata ‘tukang
kredit lainnya’, berarti lintah daratnya bisa lebih dari satu. Itu yang bisa kusimpulkan untuk
saat ini.

Meski aku jarang berbicara secara langsung dengan orang, aku ini punya daya nalar yang
cukup bagus dalam mengamati percakapan antara dua orang asing. Jika kamu ingin tahu
seberapa bagus diriku, aku sangat bagus hingga aku bisa menyimpulkan kalau salah satu
lintah darat tersebut: tidak lain adalah Chigusa Yuu.

...Maksudku, coba lihat adegan saat ini, sikap dan minatnya terhadap masalah ini
mengatakan semuanya!

Itulah yang terjadi, Chigusa sendiri tampaknya tidak peduli hal itu, jadi kupikir yang terbaik
adalah aku pura-pura tidak dengar apapun...Jika aku tidak begitu, maka aku bisa saja jadi
korban kopi yang kedua untuk hari ini.
ユウト

Kau harusnya diam saja jika orang lain tidak ingin mendengar jawabanmu.

Ada dua hal penting agar pembicaraan berjalan lancar. Pertama, jangan berbicara hal yang
tidak ditanyakan kepadamu. Kedua, jangan tanyakan hal yang tidak ingin orang lain katakan.
Jika kamu ikuti dua aturan itu, debat dan konflik akan bisa dihindari. Bahkan, mungkin saja
pembicaraan tersebut urung dilakukan.

Perasaan, sudut pandang, dan imajinasi terikat dalam ranah individu. Menyentuh topik-topik
tersebut berarti menginjak area orang lain. Dan ini bisa berarti perang, serius ini!

Ini adalah era dimana orang harusnya menerapkan kebijakan untuk mengisolasi dirinya
sendiri demi menghindari adanya konflik dengan orang lain. Ya, ini adalah prinsip sebuah
kedamaian? Tidak, kurasa ini adalah cara yang sudah kuno.

Meski begitu, gadis yang bernama Chigusa Yuu tampak tidak tertarik akan hal itu. Dia lalu
mencondongkan posisi badannya, seperti mengisolasi Anna-chan demi sebuah jawaban.
Tangannya memegang HP di meja.

“Anna-san! Beritahu aku lebih jauh!”

“Be-beneran! Aku tidak tahu lagi! Hentikan itu, aku serius ini...”

Anna-chan tampak lemas, tapi jari-jari Chigusa tetap memegang HP-nya. Bahasa tubuhnya
seperti mengatakan : Kamu tahu apa yang akan terjadi kalau kamu tidak segera mengaku?

“Tidak apa-apa. Tidak ada orang yang menakutkan disini.”

Chigusa berusaha membuatnya bicara, tapi bahu Anna-chan tampak ketakutan. Yep, senyum
si Johannes ini tampak menakutkan sekali...

Lebih dari itu, ini sangat menakutkan melihat orang bisa mengintimidasi orang lain dengan
hanya sebuah senyuman kecil dan kata-kata yang hangat. Aku pernah melihat senyuman yang
berarti amarah di TV, tapi senyuman yang berarti ancaman merupakan sebuah karya seni
yang baru pertama kali ini kulihat...

Sayangnya, karya seni Chigusa ini membuat Anna-chan ketakutan sehingga


pembicaraannya hanya berputar-putar saja.

“Memangnya siapa tukang kredit lainnya yang kau katakan tadi? Apa kau kenal dia?”

Aku mencoba membuat suasananya mengalir.

Anna-chan lalu melihat ke arahku, dia merasa lega dengan sikapku. Ini pasti yang orang-
orang sebut ‘Efek Suspensi Jembatan’. Eh, bukankah ini berarti dia akan jatuh cinta
kepadaku?

“Tolong beritahu kami detailnya.”

Seketika, Chigusa mengatakan itu dan Anna-chan kembali lemas.


ユウト

Kalau nadanya seperti itu, maka percakapan ini hanya akan berputar-putar...Aku ingin
cepat-cepat pulang ke rumah...

“Kau tidak perlu memberitahu dengan detail.”

Aku mencoba menengahi percakapan antara Chigusa dan Anna-chan. Lalu aku melanjutkan.

“Apakah ada sesuatu yang membuatmu ragu untuk menceritakannya?”

Anna-chan tampak mengumpulkan segenap ingatannya, lalu mulai berbicara dengan gugup.

“Sekitar dua minggu lalu, kamu tahu, Shia dan diriku membicarakan tentang bagaimana kita
bisa membeli baju renang musim panas kita. Meski dia mengatakan kalau dia tidak punya
uang dan tidak bisa membeli itu, dia tiba-tiba berubah pikiran sepulang sekolah. Saat itu, dia
sangat senang dan menunjukkan kepadaku uangnya, ketika kutanya darimana, dia
mengatakan kalau dia mendapatkannya dari sumber yang spesial...”

Ya ampun, jadi begitu ya. Masuk akal sih kalau dia menunjukkan uang itu dengan senang.
Pertanyaannya, dia dapat uang itu darimana? Disitu adalah hal yang terpenting dan itu tidak
ada dalam ceritanya.

“Cukup aneh...”

Chigusa lalu mengatakan itu secara tiba-tiba setelah mendengarkannya dari tadi. Atau dia
masih diganjal sebuah pertanyaan seperti diriku barusan? Dia masih tersenyum seperti
biasanya, tapi matanya berkedip-kedip secara aneh. Aku bisa tahu kalau dia marah, melihat
suasana mejanya saja sudah mencerminkan hal itu.

Seperti tahu apa yang dimaksud, Anna-chan tiba-tiba mengangguk setuju.

“Y-Yeah...Tidak ada yang bisa meminjamkan uang ke Shia, tapi...”

Chigusa lalu memotongnya.

“Kupikir, sebelum mentraktir orang lain, dia harus mengembalikan dulu uang yang dia
pinjam. Itu akan menunjukkan kalau dia adalah warga kota yang baik. Tapi, Shia-san cukup
aneh...Maksudku, dia mungkin sudah salah paham tentang banyak hal. Sebagai seorang
teman, aku ingin mengobrol dengannya langsung, obrolan yang sangat panjang.”

Oh, jadi itu maksudnya...

Tapi kau tahu, Johannes. Aku cukup yakin kalau kau tidak akan sekedar mengobrol
dengannya, melihat seberapa anehnya dirimu! Bukankah Chigusa bisa memutarbalikkan
cerita seperti para Yakuza atau Pebisnis dunia hitam?

“Jika itu terjadi seusai jam sekolah, artinya dia dapat uang itu dari seseorang yang berada di
dalam sekolah,” kataku. “Itulah bagian anehnya.”

“...Lalu bagian anehnya dimana?”


ユウト

“Loh ya...Apa kamu tidak tahu sekolah itu buat apa?”

“Itu adalah tempat dimana kamu berhubungan dengan orang lain yang tidak akan bisa
terjadi tanpa persetujuan kedua belah pihak. Bila itu terjadi tanpa persetujuan, maka itu
sebuah kemunduran. Tapi, jika hubungan itu melibatkan uang, maka kamu bisa menciptakan
sistem keuangan tanpa melanggar aturan yang disepakati.”

Chigusa menjelaskan itu dengan menyertakan kebenaran-kebenarannya, wajahnya cukup to


the point ketika mengatakannya.

“Umm, oke. Benar...lanjutkan!”

Ini sebaiknya dilanjutkan saja tanpa perlu diinterupsi. Tapi, sekolah harusnya tidak
difungsikan seperti bank. Itu adalah sebuah tempat yang seharusnya dihormati, jadi aku tidak
bisa membayangkan kalau seseorang bisa memanfaatkannya untuk transaksi keuangan. Plus,
kamu tidak akan berpikir kalau akan ada orang-orang yang mengacaukan keuangan anak-
anak sekolah ini dan membuatnya menjadi ladang bisnis. Masalahnya, Chigusa bukanlah
satu-satunya orang yang melakukannya...Serius nih, aku tidak tahu apa yang ada di pikiran
para lintah darat ini.

Well, untuk tahu seseorang, maka kau butuh seseorang yang mirip untuk mengatakannya.
Debu untuk debu, abu untuk abu. Jika ingin menjadi Caesar maka kau harus melakukan hal
seperti Caesar. Mari kita dengarkan khotbah yang akan dikatakan sang lintah darat, Johannes-
kun.

Maksudku, tidak ada gunanya memikirkan tentang moral yang ada pada gadis ini. Kalau aku
saat ini tidak bisa memahami pemikiran orang yang normal, apa aku bisa memahami
pemikiran orang yang kurang normal?

Mungkin, aku bisa menikmati percakapan dengan Anna-chan, yang masih terlihat memiliki
beberapa tanda orang normal dari dirinya.

“Jadi, apa kamu tahu Shia-chan ini sebelum bertemu denganmu sepulang sekolah, dia habis
darimana?”

“Seperti yang Haruma-san katakan tadi. Apa kamu tahu Shia-san kemana saja hari itu?
Kalau bisa sekalian dengan berapa uang yang dia pinjam dan bunganya berapa persen, aku
ingin tahu soal itu juga.”
[note: Ampun gaaan...]

Chigusa berusaha berbicara seperti orang normal, tapi dia berbicara dengan nada yang
memaksa dan menekan.

Anna-chan ketakutan, seperti terpengaruh dengan tekanan dari Chigusa.

“Aku tidak tahu dia pinjam berapa dan berapa bunganya. Tapi, kupikir dia berada di ruang
konseling, mungkin saja...Ketika kita bertemu sebelum berbelanja, dia berjalan menemuiku
dari arah ruangan itu...”
ユウト

Ruang Konseling berada di lantai pertama gedung sekolah. Ruangan yang kecil dan terletak
tidak jauh dari pintu masuk sekolah. Itu adalah tempat yang biasa digunakan untuk
membimbing siswa yang memiliki masalah. Tapi, mayoritas siswa disini punya nilai-nilai
yang bagus, jadi cukup jarang melihat para siswa keluar masuk ruangan itu.

Di sebelah ruang konseling adalah ruang guru. Kedua ruangan ini punya pintu yang saling
menghubungkan. Jadi, ini memang sengaja dibuat begitu untuk memudahkan guru untuk
berpindah ruangan ketika memanggil siswa.

Ketika aku masih kelas satu, seorang guru berbadan besar memanggilku ke ruang konseling
dan berkata “Apa ada sesuatu yang menghambatmu? Kamu tidak kena bully atau
semacamnya?”. Kata-katanya yang menyejukkan, dan kehangatan ruang konseling yang
kurasakan dengannya meninggalkan kesan berarti bagiku. Tunggu, bukankah guru itu sedang
membujukku untuk diam agar kasus bully tidak menyebar? Sial, ingatan yang buruk...

“Pintunya memang tidak terkunci ketika jam sekolah?”

Kalau dipikir-pikir, guru itu seperti ada kegiatan lain ketika memanggilku, jadi aku masih
ingat kalau aku harus menunggu sekitar 20 menit di lorong atau semacam itu.

“Kupikir itu adalah ruangan yang terkunci...Tapi kupikir yang kulihat itu adalah Shia
terlihat keluar dari arah itu atau semacamnya...”

Anna-chan membalasnya dengan nada yang kurang meyakinkan. Ketika dia terus berpikir,
keterangannya mulai berubah-ubah. Memang, aku sering mendengar kalau keterangan saksi
mata tidak bisa 100% benar.

“Siswa tidak bisa begitu saja kesana. Bisa jadi dia keluar menemuimu dari tempat lain.”

Aku mengatakannya ke Anna-chan, kuharap dia bisa berpikir dari sudut pandang yang lain.

Ketika itu, sebuah suara muncul dari sebelah kiriku.

“Tidak, jika dia punya kunci ruangan itu, maka kondisi ruang tertutup menjadi tidak valid.”

“Huh?”

Ketika aku melihat asal suara itu, Chigusa sedang menaruh jarinya di bibirnya, terlihat
seperti kebanyakan orang ketika berhasil memecahkan misteri.

“Coba pikir. Selama punya kuncinya, siapapun bisa masuk kesana. Jika ada pintu, kupikir
kau tidak bisa mengatakan itu adalah ruang tertutup.”

Aku lalu membenarkannya. “Kau benar.”

Cukup masuk akal.

Cara Chigusa menganalisis sesuatu membuatku berpikir kalau dia merupakan spesies yang
berbeda. Apa yang kau harapkan lagi dari seseorang yang tidak normal?
ユウト

Tapi, aku masih terganjal dengan apa yang Chigusa katakan: Selama kamu punya kunci
ruangan itu.

Para guru punya akses ke kunci ruangan itu, juga penjaga sekolah beserta Wakil Kepala
Sekolah. Mereka adalah orang-orang yang terlihat normal masuk ke dalam ruangan itu. Well,
bukannya ingin menyalahkan orang-orang yang punya kemampuan menggunakan kunci
palsu, ahli bongkar kunci, tapi jika ada maka itu memang sebuah kejahatan jenis baru.
Langkah pertama adalah memasukkan siapa saja yang punya akses ke kunci tersebut dan
memikirkannya. Kurasa, itu yang bisa kita pikirkan saat ini.

Aku sudah mengatakan apa yang ingin kukatakan, jadi aku melihat ke arah Chigusa,
mentransfer pikiranku yang mengatakan ingin segera pulang (“Apakah aku bisa pulang
sekarang”, “Bisakah kita pulang?”, “Aku lelah sekali, ingin menguap rasanya”).

“Anna-san, terima kasih sudah menceritakan itu kepada kami.”

Tiba-tiba, Chigusa membungkukkan badannya. Ini membuat Anna-chan tidak tahu harus
bersikap apa.

“Err, umm, uh, tentu...”

Dari caranya berbicara, dia tampaknya sudah meyimpulkan sesuatu. Awwwyesss! Aku bisa
pulang! Ketika aku mulai kegirangan, Chigusa lalu menarik lengan jasku.

“Kita ini baru saja mulai. Aku ingin tahu sejauh mana gosip ‘Black Market’ yang biasa
menggunakan ruang konseling sebagai tempat pertemuannya menyebar di kalangan siswa.
Kalau menurut informanku, info itu menyebar dari mulut ke mulut, kalau begitu aku ingin
tahu bagaimana bisnis itu berjalan. Apa mereka terus mencari pelanggan baru atau hanya
mengandalkan pelanggan lama mereka saja? Cara bisnis mereka seperti apa?”

“A-aku tidak tahu...”

“Aku tidak suka info yang setengah-setengah! Anna-san, maukah kamu menjadi mata-mata
kami dengan meminjam uang ke mereka? Ingat, kamu juga punya tanggung jawab soal
masalah ini!”

Chigusa lalu berusaha menekan Anna-chan, membuat gadis itu menjadi ketakutan lagi.

Caranya meminta tolong dengan meledak-ledak itu tidak akan menghasilkan apapun. Ya
ampun, kita akan mulai lagi dengan ini...Bahkan membaca brosur-brosur yang menempel di
nampan ini masih jauh lebih berguna daripada itu.

“...Aku akan memesan kopi lagi.” Aku mengatakannya sebelum pergi ke kasir, berusaha
membuat kakiku pergi menjauh dari tempat itu.

x x x
ユウト

Dalam perjalanan pulang ke Stasiun, Chigusa berjalan di depanku menembus malam yang
semakin gelap.

Dia yang mengajakku keluar, setelah ini kita berpisah, dan kami sudah sepakat untuk
bertemu lagi besok. Semangatnya itu bisa terlihat dari rambut panjangnya yang bergerak
kesana-kemari seperti kelinci yang melompat.

Aku melihat ke arah punggungnya, sambil menggumam. Aku melakukan pekerjaan buruk
ini dengan sukarela, huh?

Aku merasa ada sesuatu yang cukup ambigu, tapi itu bisa memicu konflik antara diriku dan
Chigusa. Kami berdua berasal dari dunia yang berbeda, seperti siang dan malam.

“Hei, Chigusa.”

Aku memanggilnya.

“Ya?”

Chigusa lalu membalikkan badannya tiba-tiba, membuat roknya berkibar-kibar.

“Kupikir ada semacam perbedaan yang cukup jelas tentang apa yang sudah kita katakan satu
sama lain.”

“Aku setuju itu. Karena kita awalnya tidak begitu mengenal baik, kupikir hal-hal semacam
itu adalah hal yang lumrah. Tapi, jika pada akhirnya kita tidak benar-benar sepakat akan
suatu hal, kupikir tidak masalah jika hanya aku sendiri yang memahamimu, Haruma-san!”
[note: Chigusa maunya apa yang dia katakan soal Haruma harus Haruma akui benar, alias Chigusa maunya
menang sendiri.]

Chigusa mengatakannya dengan mata yang berbinar-binar seperti hendak menangis saja,
tapi yang dia katakan tadi itu seperti kata-kata seorang psikopat. Matanya seperti seorang
anak kecil yang sudah terpatri dengan sebuah agama baru yang radikal.

Oh, dan tidak lupa seperti katanya tadi. Aku memang sudah menyerah untuk berusaha
memahaminya. Bahkan, aku secara sadar bahwa tidak ada satupun dari bagian dirinya yang
ingin kupahami...

Selain fakta bahwa aku memang tidak berminat untuk memahaminya dalam waktu dekat,
aku memang telah menyadari kalau ada sesuatu yang kita pahami bersama...Untuk kali ini,
aku setuju dengannya! Bahkan, ini tidak sekalipun menyelesaikan masalah diantara kita.

Chigusa kemudian melanjutkan jalannya seperti seekor anak rusa, berjalan ceria sambil
menyanyikan sesuatu. Ketika dia diam, dia memang terlihat seperti seorang model majalah
yang wajahnya ada di sampul depan. Mustahil aku bisa mengerti apa yang ada di kepala
ataupun hatinya, tapi seberapa bagusnya penampilannya, akan ada beberapa hal yang tidak
bisa mengelabuhiku.

Ketika aku berjalan di belakangnya, gedung-gedung yang berdiri di samping kami seperti
memberikan cahaya lampunya kepadanya, dan orang-orang yang lewat di sekitar kami
ユウト

terlihat membicarakannya seperti menjadi pusat perhatian mereka. Pemandangan malam kota
ini cukup familiar dan terasa lembut di mataku, setidaknya mereka tidak pernah membuatku
terganggu.

- Chapter IV | Haruma's Part | END -

Qualidea of The Scum Chapter 4 : Chigusa Yuu

x x x

- Permohonan Maaf Kepada Para Pelanggan –

PEMBERITAHUAN DARI MANAGEMENT ‘BURGER MOL’

Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pelanggan setia kami. Karena ada
masalah pasokan bahan dari Selat Malaka, pengiriman stok bahan burger kami hari ini telat
selama satu jam. Produksi burger hari ini akan disesuaikan dengan stok bahan yang ada di
gudang kami.
Mohon maaf sebesar-besarnya atas ketidaknyamanannya dan diharap maklum.

- Management Burger MOL -

Apa yang membuat sosial sekitar kita menjadi bergairah?

Ketika ada yang bertanya seperti itu, maka jawabannya jelas.

Hubungan sosial antar manusia dikenal dengan nama kerjasama yang saling
menguntungkan.

Semua hal di dunia ini, entah sistem asuransi, infrastruktur ataupun penanganan bencana
alam, dibangun berdasarkan sebuah kerjasama yang saling menguntungkan. Jika tiap orang
diperbolehkan mengambil apapun yang terlihat oleh mereka, maka kelangsungan spesies
mereka akan terancam. Oleh karena itu, orang-orang mulai membangun sebuah komunitas
sosial dengan saling menyandarkan bahu mereka satu sama lain.

Kalau begitu, bagaimana dengan Kusaoka-san dan diriku? Sambil menunggu lampu
penyeberangan berwarna hijau, aku mempertanyakan hal itu.
ユウト

Cahaya matahari senja seperti menempel pada kereta-kereta transportasi yang lewat di
sekitarku. Di jantung kota ini, ada sebuah stasiun yang sangat besar, dimana stasiun tersebut
memiliki delapan rel. Ini termasuk rel kereta non-publik, kereta bawah tanah, dan JR. Stasiun
ini dikelilingi oleh Pertokoan di salah satu sisi dan disisi lain ada kantor pusat sebuah
perusahaan elektronik yang besar. Bisa kau katakan, kalau stasiun tersebut menjadi titik
tengah sentra bisnis di kota ini dan membagi sentra bisnis tersebut menjadi area timur dan
barat. Tanpa mengenal waktu, area ini merupakan area padat aktivitas sejak matahari terbit
hingga terbenam.

Ini adalah sebuah dunia yang dijalankan oleh logika para kapitalis yang tamak, mereka
memakai konsep yang berbeda dari sebuah ‘kerjasama yang saling menguntungkan’.

Dari semua masalah itu, aku lalu menatap ke orang yang berada di sebelahku. Pria yang
mengikuti diriku, merespon tangisanku yang meminta bantuan dengan kata-kata yang
seadanya.

“Kusaoka-san, bisakah kau anggap bahwa yang terjadi diantara kita saat ini adalah sebuah
hubungan kerjasama yang saling menguntungkan?”

“Mauku sih begitu, tapi melihat apa yang terjadi hingga aku berada disini, satu-satunya hal
yang menghubungkan kita adalah sebuah skenario yang jahat...”

“Hmm?”

“Oh, lupakan saja kata-kataku tadi.”

“...Begitu ya. Aku merasa sedikit khawatir. Aku merasa tidak nyaman meminta bantuan
orang tanpa membalas jasanya.”

“Jangan khawatir. Aku biasanya tidak akan pernah bisa merasa lebih buruk daripada yang
kurasakan saat ini.”

“...Jadi kamu memang merasa ini mengganggumu, ya?”

Dia tidak meresponnya. Dengan senyum tipis di wajahnya, Kusaoka-san berjalan saja
dengan diam. Apa suaraku barusan tidak dia dengar? Tidak, pasti bukan itu. Kami dalam
posisi yang cukup dekat sehingga dia bisa mendengarku dengan jelas.

Aku sempat berpikir kalau dia tidak menyukaiku. Jika gadis yang dia hadapi bukanlah
diriku, aku bisa saja berpikir tentang kemungkinan itu. Meski begitu, ketika aku bertanya
sesuatu tentang perasaannya dan dia pura-pura tidak mempedulikanku, ini berarti satu hal.

Dia tampaknya sudah terperangkap dalam pesonaku. Seperti para pria pada umumnya, dia
diam karena takut mendengarkan kata-kata penolakan dariku. Ya, begitulah pria. Mereka
boleh muncul dengan wajah dan tubuh yang berbeda, tapi mereka sama saja.

Sejak pertama kali dia mengajakku berbicara, aku sudah tahu ini. Ekspresi wajahnya adalah
ekspresi wajah pria yang sedang jatuh cinta pada pandangan pertama. Selain itu, kupikir
wajahnya juga harusnya tidak tertulis dalam sejarah manusia.
ユウト

Sebagai seorang wanita yang diberkati dengan intelektualitas dan kecantikan yang langka,
aku jelas telah berpengalaman terhadap hal-hal yang semacam ini. Jumlah pria yang berusaha
mengajakku kencan sudah melampaui jumlah bintang-bintang di langit. Sayangnya, aku
belum mengiyakan satupun ajakan mereka.

Menjadi gadis yang sangat cantik juga punya kerugian.

Jika aku mengandalkan wajah cantikku untuk mendekati pria, maka itu sama saja dengan
membeli kebencian dari para wanita yang lain. Pasar situasi tersebut bahkan terjadi di sebuah
sistem tertutup seperti sekolah. Dengan kata lain, cinta juga bisa dikapitalisasi.

Meski begitu...

“Aku tidak tahu pandanganmu terhadapku itu seperti apa, Kusaoka-san. Tapi aku ini juga
manusia biasa. Jika aku membuat seseorang merasa dirugikan, maka aku juga merasa
begitu.”

Aku mencoba membuatnya paham maksudku.

Kusaoka-san lalu menatapku, tapi dia tidak mengatakan apapun.

Memang, jika pertama kali melihat Chigusa Yuu, mungkin dia akan terlihat seperti anak
nakal, super cantik, tapi dia juga punya hati seperti gadis yang normal. Meskipun aku sendiri
tidak tahu apa yang ada di pikirannya, akupun sudah baik dengan menanyakan dahulu apa
masalahnya. Aku memang sangat peduli dengan perasaan manusia.

Satu kebaikan yang kuberikan pastinya akan membuatku menerima sebuah kebaikan di
kemudian hari. Itu adalah aturan main yang pasti.

Menurut kata-kata adikku, para pria biasanya lemah ketika dimintai tolong oleh gadis yang
manis. Kalau begitu, Kusaoka-san pastinya senang bukan main dimintai tolong olehku.
Memang, aku melakukan kegiatan investigasi ini demi tujuanku sendiri, tapi dia memang
orang luar dalam masalah ini. Dia selama ini hidup dengan bergelimang kebahagiaan, atau
dengan istilah lainnya ‘sebuah pecahan kecil dari gaya hidup hedonis’.

“Kusaoka-san, bukankah sudah kukatakan untuk mengatakan saja apapun yang ingin
kaukatakan?”

“Huh?”

Kusaoka-san mengatakan itu seperti tidak menyangka aku akan mengatakannya.

“Ngomong-ngomong, kamu tidak perlu khawatir seperti itu. Aku bukanlah orang yang perlu
kau khawatirkan jika kita ingin mengobrolkan hal-hal yang tidak berbau uang.”

“...Cukup mengagumkan. Aku dari tadi sudah mengobrol sendiri di pikiranku, jadi kita
memang tidak ada yang bisa diobrolkan.”

Tampaknya, Kusaoka-san yang diam mulai berbicara ketika kami berjalan melewati
penyeberangan. Lalu dia melanjutkan lagi kata-katanya.
ユウト

“Jadi, apa yang harus kulakukan agar bisa pulang secepatnya?”

“Informanku mengatakan sudah mendapatkan informasi dan mengajakku bertemu. Kami


akan bertemu di Burger MOL di ujung...oof!”

Seseorang yang sedang terburu-buru menyenggolku dengan tasnya. Bam! Aku merasakan
punggungku sedang didorong, menyebabkan lututku menekuk secara spontan.

Secara perlahan, sakit mulai menjalar ke seluruh tubuhku.

“Ouch...”

Semuanya terlihat memudar di mataku. Air mataku seperti mau jatuh saja. Aku memang
gadis yang cengeng. Di saat yang seperti ini, aku sangat menyadari bagaimana lemahnya
diriku ini.

Tidak ada yang bisa aku lakukan, jika saja aku bisa melihat siapa yang sudah
melakukannya...

Karena kejadiannya masih baru, aku lalu mencoba menengok ke sekitarku untuk mencari
orang tersebut.

“...Tidak apa-apa, ayo berdiri.”

“Huh?”

“Ayo, cepat kita selesaikan urusan kita dan pulang ke rumah secepatnya.”

Wow!

Seseorang menarik lenganku dan membantuku berdiri. Aku merasa terkejut...dia bahkan
terasa lebih kuat dari siapapun yang tadi sudah menyenggolku.

Pria yang membantuku berdiri ini mungkin berada dalam fantasi umum para wanita.
Tentunya, aku, yang berada dalam tahap awal menjadi seorang wanita, tidak terkecuali
terhadap fantasi semacam itu.

Secara tidak sengaja, aku berusaha menggosok ujung mataku ini dengan tanganku.

“...Err, umm...Terima kasih banyak.”

“Kau tidak perlu membungkuk seperti itu. Aku ingin secepatnya pulang dari sini.”

Ketika aku melihat ke arahnya, Kusaoka-san melihat ke arah lain seperti tidak terjadi
apapun. Cukup aneh, sikapnya itu seperti sebuah neon yang bersinar bagiku.

“Poinmu baru saja naik, Haruma-san?”

“Poin apa...?”
ユウト

“Oh tidak, jangan membuat seorang gadis mengatakan itu.”

Aku mengatakannya sambil menunjukkan ujung jariku.

Bagi pria seumuran dirinya, dia tergolong pria yang pemalu. Dia tampak malu-malu.
Perbedaan antara tampilan wajahnya dan sikapnya membuat poinnya semain naik!

Ketika poin Johannesnya penuh, aku akan memberikan orang ini kesempatan untuk makan
malam denganku. Kusaoka-san harusnya merasa beruntung karena aku memberinya
kesempatan untuk berkencan dengan gadis yang luar biasa. Tapi karena aku juga akan
mendapatkan makan malam gratis juga, maka aku juga ikut berbahagia. Ini seperti melempar
satu batu dan kena dua burung.

Aku selalu memegang kebijakan untuk membuat semua orang gembira, mungkin lama-lama
aku ini semakin mirip dengan para politisi. Jika aku bertujuan untuk menyelamatkan uangku,
maka terjun ke dunia politik bisa jadi salah satu opsi yang menarik. Aku mau melakukan
apapun untuk merubah Jepang, tanah yang kucintai, menjadi tempat yang lebih baik.

x x x

Di lantai dua Burger MOL, ada sebuah meja di pojokan yang disinari cahaya remang-
remang.

Di tempat itu, ada seorang gadis kurus duduk disana.

“Maaf ya, apa aku sudah membuatmu menunggu?”

Aku mengatakannya sambil berjalan ke mejanya.

Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dua atau tiga kali untuk merespon
pertanyaanku tadi. Lalu dia menatap ke arahku dan pria di sebelahku ini.

“Umm, ini Haruma-san, dia akan membantuku dalam investigasi ini. Dan ini, adalah
temanku, Anna-san.”

“...hmm.”

Dia meresponnya seperti kura-kura yang pemalu, Kusaoka-san lalu mengambil kursi dan
duduk.

Dan disini ada Anna-san.

Seorang teman yang berasal dari kelas satu, dia adalah anak yang termuda dari tiga
bersaudara yang semuanya terdiri dari para gadis. Dia adalah seorang Gemini dan memiliki
golongan darah B, kalau menurut primbon itu adalah orang yang kurang ahli dalam kerajinan
tangan. Dia tinggal bersama kedua orang tuanya, yang sering memakai jasa rental mobil.
Keluarganya tidak memiliki satupun masalah dengan pembayaran pajak. Hutang-hutangnya
ユウト

juga tidak besar. Meski begitu, orang tuanya sangat ketat kepadanya. Dia berhutang ¥36,400
kepadaku. Lesung pipi di wajahnya adalah fitur yang paling mempesona dalam dirinya.

Tapi entah mengapa hari ini, lesung pipinya itu hilang kemana, dan digantikan oleh keringat
dingin.

“Err, Umm, Yuu-chan...ada apa memanggilku kemari?”

“Ada yang ingin kutanyakan kepadamu, jika kamu tidak keberatan.”

Anna-san tampaknya sangat perhatian denganku, karena di jam yang sibuk ini masih mau
menyempatkan diri bertemu denganku. Akupun tidak ragu untuk memanggilnya saudara
sejiwa.

“Kamu tahu kan kalau banyak teman-temanku menghilang belakangan ini? Anna-san,
bukankah kamu berteman baik dengan Shia-san? Jadi, apakah ada info yang bisa kau berikan
kepadaku? Apapun itu tidak masalah.”

“...Umm, kau tahu, kami bertiga...Shia, Maria, dan aku biasanya...minggu lalu kami punya
rencana untuk pergi keluar bersama-sama...”

Setelah duduk di sebelahku, Anna-san hanya menatap ke arah jari-jemarinya yang


gemetaran sejak tadi. Seperti terkena listrik atau semacamnya. Tubuh-tubuh semacam ini
yang bisa menghasilkan uang untukku.

“Oleh karena itu, aku coba menghubungi Maria untuk bertanya kabar Shia di telepon.”

“Terus...?”

“Tapi tampaknya terjadi sesuatu yang buruk ke Maria, karena suaranya terdengar tergetar
hebat dan shock ketika kutelepon.”

“Ah, kasihan. Ngomong-ngomong, kenapa baru cerita sekarang?”

“Oh, tidak ada apa-apa...itu saja!”

Dia seperti malu-malu untuk mengatakannya. Oh, dia sangat manis, seperti seekor kelinci
kecil.

“Anna-san, kamu terlihat manis sekali. Ayolah katakan ada apa, kamu pasti bisa!”

Salah satu alasan aku membawa Kusaoka-san kesini adalah untuk memberikan tekanan ke
orang yang sedang kuinterograsi ini jika dia menolak untuk memberitahuku. Tapi, tampaknya
dia akan memberitahuku sebentar lagi. Oh, kalau begitu ini artinya aku tidak butuh dirinya
disini? Berarti, ini cuma terhitung sebagai membagi sedikit ruangku untuk seorang pria tidak
berguna dan aku bisa menganggap ini gratis, benar tidak?

“...Bukankah ini bukan masalah serius, jadi tolong beritahu kami apa yang kau ketahui,
oke?”
ユウト

Kusaoka-san yang duduk di seberangku mengatakan itu, dia tampaknya ingin momen ini
berjalan secara efektif.

Gadis yang ideal, adalah gadis yang cantik dan baik. Dia pasti sedang berusaha keras untuk
membuat kesan mendalam kepada wanita cantik sepertiku. Memang ada benarnya, aku tidak
bisa begitu saja lupa kepada seseorang yang berusaha membantuku.

“A-aku tidak terlibat apapun disini, tapi aku pernah dengar sekali dari Shia kalau dia sangat
menderita karena berusaha membayar bunga pinjaman milikmu...”

“Ah, yang benar?”

Aku tidak sengaja mengatakan itu dan menumpahkan gelas kopiku yang berada di meja.

Kopi yang panas, berwarna hitam yang melambangkan keputusasaan, tumpah dan menyebar
di lantai.

“Aku minta maaf soal ini! Tapi aku senang kamu tidak main-main denganku, Anna-san. Itu
hampir saja menjadi sebuah kebakaran yang hebat.”

“Be-benar.”

“Jadi sekarang, apa yang sebenarnya terjadi? Aku ini orang yang sangat tidak sabaran jika
mendengar namaku disebut-sebut, tanganku sering melakukan yang aneh-aneh ketika
terkejut.”

Aku lalu menatap ke arah Kusaoka-san.

“La-lantainya terlihat kotor kena kopi...”

Ada sebuah kesan “Oh, kamu memang manis sekali!” ketika melihatnya tiba-tiba secara
spontan sukarela membersihkan lantainya. Tampaknya dia tidak mendengarkan
percakapanku dengan Anna-san tadi. Aku sungguh lega. Aku hanya memberitahu tentang
bisnisku ini kepada orang-orang tertentu. Aku yang punya kontrol tentang informasi-
informasi klienku ini merupakan bukti kalau aku sangat ahli dalam bisnis ini.

“...Ma-maafkan aku! Aku benar-benar minta maaf!”

Anna-san terus mengangguk ke atas dan ke bawah seperti sebuah boneka. Dia lalu
melanjutkan.

“Err, umm...Shia tampaknya ketakutan kepada seseorang! Seseorang di luar sana! Dia
berhutang ke orang itu dan sekarang sedang dalam bahaya!”

“Oh, itu terdengar seperti sebuah dilema.”

Aku mencoba tersenyum ketika mengatakannya. Aku memang berharap kalau manusia ini
tidak lupa akan aturan emas dalam kemanusiaan: Mengembalikan uang yang dipinjam.
ユウト

“Aku sekarang malah berpikir kalau Shia kabur karena dikejar hutang oleh tukang kredit
yang lain.”

“...Tukang kredit yang lain, katamu?”

Aku tidak sengaja mengatakan itu ketika mendengarnya, lalu aku berusaha menenangkan
diriku. Secara tidak sengaja, aku mengepalkan tanganku yang berada di bawah meja.

Aku memang sudah memprediksi kalau suatu hari nanti ini akan terjadi. Maksudku, saingan
bisnis.

Besar kemungkinan klienku yang menghilang itu diambil dan dipengaruhi oleh saingan
bisnisku.

Aku harus tahu secara detail tentang mereka untuk memutuskan langkah-langkah yang akan
kuambil selanjutnya.

“Anna-san! Beritahu aku lebih jauh!”

“Be-beneran! Aku tidak tahu lagi! Hentikan itu, aku serius ini...”

“Tidak apa-apa. Tidak ada orang yang menakutkan disini.”

“Oooooh...”

Semakin aku berusaha membuatnya bicara, Anna-san tampak akan menangis. Dia seperti
seorang gadis yang sedang disiksa oleh Iblis dari Neraka.

Biasanya, dalam situasi ini orang-orang biasanya berkata “Adukan saja ke orang tuamu”
atau “Panggil saja polisi” seperti tahu apa yang sebenarnya terjadi disini. Di lain pihak,
mereka mengatakan “Ini sudah terjadi. Apa yang tidak membunuhmu maka membuatmu
semakin kuat.”

Itu adalah hal-hal yang buruk untuk dikatakan, menurutku.

Apa yang tidak membunuhmu akan membuatmu kuat. Sudah berapa banyak korban yang
jatuh hanya karena melakukan kata-kata itu?

Mereka seperti dicengkeram oleh ketakutan; keinginan mereka dikontrol oleh orang lain.
Hatinya penuh dengan keputusasaan. Siapa yang bisa membantunya? Mereka sadar kalau
mereka sendiri tidak akan mampu mengatasi masalah itu. Oleh karena itu mereka mencari
bantuan orang luar.

Ketika memikirkan itu, aku menyadari: Anna-san masih bisa menjadi lebih kuat lagi.

Karena dia adalah temanku yang sangat berharga, kata-kata ketakutan dan disetir tidak akan
pernah ada diantara kita. Hal-hal dinamis semacam itu tidak pernah ada dalam kamus
‘hubungan pertemanan’.
ユウト

x x x

Satu jam kuhabiskan hanya untuk meyakinkannya, dan pada akhirnya Anna-san tidak
banyak memberiku informasi. Untuk sementara, kuputuskan untuk memotong hutangnya
menjadi ¥36,000. Mendengar itu, Anna-san seperti menangis dengan gembira.

Kusaoka-san dan diriku meninggalkan Burger MOL. Ketika aku melihat ke langit, banyak
sekali cahaya lampu neon meneranginya; warna dan bentuknya bervariasi, sebuah tanda akan
ketamakan manusia.

Di kota ini, tidak ada hal semacam kegelapan. Bahkan hari ini, kota yang bersinar terang ini
membuat hatiku sakit.

“Cerita yang luar biasa, benar tidak?”

Ketika aku menyeberangi penyeberangan jalan, aku menatap ke arah Kusaoka-kun. Aku
melangkah garis-garis berwarna putih sedang dia melangkah di garis-garis berwarna hitam di
zebra cross ini. Kami berdua seperti melambangkan malaikat dan iblis.

Kami belajar satu hal dari cerita Anna-san.

“Jadi transaksi uangnya dilakukan di ruang konseling yang bersebelahan dengan ruang
guru...”

“...Aku tidak bisa membayangkan kalau tempat seperti itu digunakan untuk hal-hal
semacam itu.”

“Memang.”

Aku juga tidak menduga kalau ruangan itu dipakai untuk kegiatan semacam itu. Aku hanya
bisa memendam emosiku.

Kalau begitu, hanya para guru yang bisa menggunakannya tanpa dicurigai. Penggunaan
ruang itu untuk sebuah transaksi bisnis hitam adalah tanda-tanda kiamat sudah dekat. Mereka
berusaha bermain api.

Adegan di Burger MOL ternyata menghabiskan banyak sekali waktu. Ketika aku melihat ke
bawah, cahaya lampu neon menunjukkan sebuah pencahayaannya yang luar biasa.

Sebuah cahaya biasanya datang dari sebuah kegelapan yang pekat.

Swalayan yang besar, merupakan sebuah simbol era, tidak lupa bahwa gedung Swalayan itu
seperti sebuah cangkang yang besar. Ketika cangkang itu runtuh, keramaian di dalamnya
akan menjadi korban jiwa. Ada juga pekerjaan renovasi jalan raya, yang menyelimuti kota
seperti sebuah selimut. Juga ada gelanggang olahraga di sudut kota, tapi rumornya operasi
tempat tersebut terhenti karena ada masalah politik.

Jika kamu mau melihat ke sudut-sudut gang, ada sebuah fenomena unik dan eksentrik:
Gelandangan yang duduk dan tiduran seperti sedang meminum obat, para orang-orang
ユウト

beragama radikal yang berteriak “Tobat” dan “Kiamat sudah dekat”, wanita tua yang
memeluk mainan seperti memeluk anaknya sendiri. Mereka korban jiwa dari sebuah program
manusia yang bernama ‘demi hidup yang lebih baik’. Pada kenyataannya, tidak ada satupun
hari dimana aku tidak mendengar ambulan berhenti berbunyi.

Meski begitu.

Aku bukannya ingin menyebut kota ini sedang sakit. Aku kadang membayangkan kalau
kota semacam inilah yang dipilih orang-orang yang saling mencintai sebagai tempat
tinggalnya. Semakin dalam mereka tenggelam dalam kepalsuan kota ini, semakin terbakar
hangus cinta yang mereka miliki.

Aku secara tidak sengaja menggumamkan lagu-lagu.

“Kau tampaknya sedang senang.”

Kusaoka-san sedang berusaha bercanda. Tampaknya, dia juga sedang dalam suasana hati
yang gembira.

“Sekarang, ketika kita sudah tahu dimana Shia-san berada dan identitas asli si lintah darat,
masih banyak yang perlu kita selidiki lagi. Oleh karena itu, kita bisa menghabiskan waktu
bersama lagi, Haruma-san!”

“Um, apakah itu artinya kau akan ke rumahku?”

“Huh?”

“Huh?”

Aku terkejut dengan responnya yang tidak terduga itu.

Ambil napas yang dalam, dan keluarkan. Masuk dan keluarkan. Dengan begitu, aku bisa
menenangkan hatiku yang berdetak kencang.

“Kata-katamu tadi sungguh di luar dugaan...Kita berdua ini masih SMA, tahu tidak?”

“Apaan?”

“Ketika aku diundang seorang pria untuk ke tempat pribadinya, aku ingin kenal lebih dalam
dahulu dengan orangnya.”

“Huh? Kenapa kamu malah yang ingin ke rumahku?”

“Eh? Jangan katakan kalau kau ingin meninggalkanku setelah ini dan pulang begitu saja?”

“Eh, bukannya begitu...?”

“Huuuuh?”
ユウト

Aku hanya bisa katakan kalau komunikasi diantara kita berdua seperti sudah mati saja. Apa
yang dipikirkan pria ini?

Di sebelahmu ini adalah seorang gadis yang sempurna dan kau jatuh cinta kepadanya pada
pandangan pertama. Tidak lupa juga bahwa gadis ini punya wajah yang sangat cantik dan
kepribadian yang baik. Dan yang terpenting, kamu diberitahu olehnya kalau dia punya
banyak waktu luang yang bisa dia habiskan bersamamu.

Kau harusnya bisa mengambil peluang itu sebagai kesempatan emas untukmu sebelum
hilang! Aku seperti tidak tahu harus bilang apa kepadamu.

“...Oke! Aku sudah putuskan!”

“Err, umm, apa? Sial, aku hampir saja mati ketakutan.”

“Urusan kita selesai untuk hari ini!”

“Huh, serius nih? Sekarang aku malah bertambah takut untuk mendengar rencana kamu
yang baru saja kau putuskan itu.”

“Dan besok kita bertemu lagi! Haruma-san, kau tidak bisa menolaknya!”

“Huh? Dan sekarang aku benar-benar ketakutan.”

Aku punya moto favorit: Bekerja sukarela untuk kegiatan yang tidak populer.

Kusaoka-san tampaknya adalah tipe orang yang memiliki sedikit teman. Percaya tidak
percaya, dia memang punya momen dimana dia berbicara dengan aneh ketika berkomunikasi.
Bahkan manusia goa sekalipun yang memakai rok dari rumbai dan palu batu akan belajar
bekerjasama untuk berburu.

Dalam sosial sekitar yang sudah mirip hutan rimba ini, aku membayangkan ada seorang
anak kecil yang dikirim dari surga untuk hidup di hutan rimba itu. Dia akan disebut sebuah
keanehan yang menjijikkan, bahkan dianggap musuh dari sosial sekitarnya. Dengan alasan
tertentu, aku mengajaknya untuk berada di sisiku. Dan akhirnya dia akan menjadi musuh bagi
sosial sekitarnya. Mau bagaimana lagi, itu sudah resiko orang yang jatuh cinta pada
pandangan pertama. Bahkan jika aku jadi dirinya, aku akan melakukan apapun meskipun itu
berarti dunia ini menolaknya.

“Serahkan saja padaku! Aku akan membuatmu menjadi pria yang berbeda, Haruma-san!
Dipaksa melakukan sesuatu yang kau benci adalah apa yang dilakukan Ibumu.”

“Uh, soal itu...”

Kusaoka-san mengangguk begitu saja.

Aku sempat bertanya apakah kebaikan dan ketulusan hatiku ini sudah menyentuhnya.
Setelah mengatakan itu, dia tidak menunjukkan adanya tanda-tanda menolakku.
ユウト

- Chapter IV | Yuu's Part | END -


Ditranslate oleh Aoi. zcaoi.blogspot.com

Qualidea of The Scum Chapter 5 : Chigusa Yuu 1

x x x

“Ini Romeo 1, menuju pertempuran.”

“Romeo 2, copy.”

“Romeo 3, roger.”

“Sudah lama semenjak pertempuran terakhir kita.”

“Jangan nangis ke ibumu ya.”

“Bukankah ini terlalu dini untuk ayam kalkun Thanksgiving?”

“Musuh terlihat di radar.”

“Persiapan untuk penyerbuan.”

“Dimana mereka? Aku tidak bisa melihat mereka...Ya Tuhan.”

“Di atas! Di atas kita!”

“Monster!”

“Tangkap dia!”

“Jangan terlalu dekat!”

“Dekat kemana?!”

“Semuanya!”

“Mayday, mayday!”

“Hotel 4, meminta bantuan, meminta bantuan...”

“Charlie 3, komunikasi terputus!”

“Oscar 2, jatuh dan terbakar!”


“Wingman hilang, hilang!”

“Ya Tuhan...”

“Tidaaaaaak.....”

“Canaria, aku mencintaimu.”

x x x

Beberapa hari kemudian, Kusaoka-san dan diriku menyelidiki hilangnya teman-temanku


yang berharga itu.

Meski kita akhirnya bisa memperoleh info penting dari Anna-san, yang terpenting adalah
waktu. Lintah darat yang lain pasti sudah memberikan uang kepada pelangganku yang
terdaftar. Akupun tidak ragu kalau Shia-san sendiri sudah terkontaminasi oleh cakar
beracunnya.

Sekolah kami berada di daerah pinggiran yang sunyi, bisa dikatakan pelosok. Tempat
tersebut tampaknya merupakan panggung akhir dari petualangan kita. Ketika kami tiba,
suasananya sudah cukup gelap. Hanya pesawat terbang yang terbang di udara yang
memperhatikan kita.

Seorang anak laki-laki dan gadis bersama-sama pada jam seperti ini akan menciptakan
masalah bagi BK. Aku mendekatkan diriku pada anak laki-laki di sampingku.

“Ini sungguh memalukan, Haruma-san.”

“Apaan?”

“Mari kita tidak melakukan sesuatu yang membuat kita malu ketika melihat cahaya matahari
lagi.”

“Oke, contohnya?”

Tampaknya Kusaoka-san berusaha keras untuk menghindari topiknya, tidak ada seorangpun
anak laki-laki yang tidak suka disentuh oleh gadis yang disukainya. Diluar ekspresinya yang
menyedihkan itu, hidungnya tumbuh seperti pinokio.

Beberapa hari ini, dia seperti memberitahuku sesuatu. Seolah-olah kita ini sedang
berkencan? Bagaimana aku mengatakannya ya? Kegembiraan terpancar darinya dengan jelas.
Dan tentunya kita juga membuat sebuah kemajuan pada hari ini.

Sekarang, kembali ke masalahnya. Apa guru yang memegang kunci masih ada di sekolah?

Gerbang sekolah terlihat tertutup rapat, seperti dibuat dari tirai besi. Aku bisa melihat
gedung sekolah yang cukup familiar di sebelahnya, seperti berusaha bersembunyi dengan
memanfaatkan kegelapan ini. Ketika siang hari, banyak sekali siswa berada di dalam gedung,
membuat gedung tersebut rusak seperti tanaman yang layu. Sayangnya, saat ini adalah satu-
satunya momen dimana ada sesuatu yang penting harus kulakukan disini. Aku berjalan di
pinggir pagar, membaur dengan kegelapan yang tumbuh diantara lampu-lampu jalanan.

Ada sebuah rumah di sebelah sekolah kami. Rumah yang memiliki atap berwarna merah,
dua lantai, dan ditinggali satu keluarga per rumah. Kupikir itu adalah rumah yang sangat
nyaman bagi siapapun yang sudah bekerja keras untuk membelinya. Dari balik tirainya,
terdengar suara-suara kecil tawa orang-orang.

Aku mengambil batu yang dekat dengan kakiku.

Ada sesuatu yang kusembunyikan selama ini: Ketika SD dulu, aku dipanggil dengan nama
Cyclone Ace di tim baseball. Sekali lagi, waktunya telah tiba untuk membangkitkan
feeling bola yang sudah mati dari tanganku, sebuah aura yang membuat tenggorokan dari
batter musuh menangis. Aku membidik ke arah beranda dekat pintu, hendak melempar batu
tersebut dengan segenap kekuatanku.

“...Apa yang kau lakukan?”

Seseorang memegangi tanganku dari pinggir. Itu adalah Kusaoka-san. Aku yang hendak
mengambil pose untuk melempar, digagalkan! Pelanggaran dalam peraturan tiga strike!

Mungkin aku disebut Cyclone Ace, tapi aku tidak pernah belajar tentang aturan baseball.
Kau harusnya menang jika memukul bolanya sejauh mungkin! Kurasa hal itu terlalu primitif
dan bukan sebuah objek yang menarik perhatian orang.

“Tolong lepaskan tanganku. Aku harus menjadi Ace untuk sekali lagi.”

“Aku tidak paham maksudmu. Seperti, apa kau mau memecahkan kaca itu? Kebut-kebutan
dengan motor curian dan terluka kena serpihan kaca jendela?”

“Kau mengambil quote dari a night at fifteen dan Sotsugyo, begitu ya. Sangat antik sekali,
Haruma-san. Anak muda jaman sekarang tidak mendengarkan lagu seperti itu.”

“Aku menyukai mereka, kupikir...Oke, jadi lagu apa yang kau dengarkan?”

“Jukensei Blues dan semacam itu.”

“Itu bahkan lebih tua dari Ozaki, benar tidak?”

Tangan Kusaoka-san seperti sedang memotong udara. Mengesampingkan kalau dia hendak
memukul kepalaku dan itu termasuk dalam pelanggaran kekerasan, aku terkagum. Ini
pertamakalinya bagiku mengambil quote dari judul lagi. Johannes Poinku naik lagi! Malam
ini, aku tidak keberatan memasakkannya makan malam dan mungkin memberinya manisan!

“Haruma-san, kau ini unik.”

Aku mengatakannya begitu saja. Kusaoka-kun sangat memperhatikan detil kecil. Dia
memang punya beberapa keunggulan.
“Aku tidak paham kenapa kau malah senyum-senyum...”

“Yang terpenting, apa tidak melanggar aturan bagi siswa untuk masuk ke gedung sekolah
untuk kepentingan pribadi setelah gerbang sekolah ditutup?”

“Bisakah kau beritahu dulu apa hubungannya dengan memecahkan kaca jendela rumah
orang?”

Memecahkan kaca jendela adalah masalah serius. Polisi bahkan bisa saja datang. Bukankah
mungkin nanti ada guru yang masih di sekolah akan merasa terganggu dengan suaranya dan
pergi keluar melihat situasinya? Kita membuat suasananya sebagai pancingan agar guru
tersebut kesini.”

“Memancing keluar tidaklah diperlukan, meski itu memungkinkan. Hanya teoriku saja...”

Lalu dia menggaruk-garuk kepalanya.

“Um, aku ingin bertanya kepadamu sesuatu yang sederhana.”

“Apa itu?”

“...Bukankah itu bertentangan dengan nuranimu jika melakukan hal seperti itu?”

“Satu kebaikan untuk satu hari, kupikir begitu.” akupun tersenyum.

“Apa sih yang gadis ini katakan?”

Aku mendengar Kusaoka-san mengatakan sesuatu yang aneh. Kalau dipikir-pikir, kata-
kataku tadi memang sesuatu yang sulit untuk dipahami.

“Hmm begini, satu kebaikan untuk satu hari adalah pepatah. Itu berasal dari ajaran Budha.”

“Bukan itu maksudku...”

Kusaoka-san melihat ke arah langit. Dia terlihat sangat ‘macho’ ketika terharu mendengar
kata-kataku.

Satu kebaikan untuk satu hari.

Ketika itu dijelaskan kepadaku di kelas budaya SD, aku terkesan dengan itu. Kata-kata itu
muncul dan memotivasiku untuk melakukan satu kebaikan untuk satu hari.

Mengapa harus satu kebaikan? Kenapa tidak sepuluh atau ratusan kebaikan?

Setiap orang yang mempertanyakan itu selalu bertemu dengan jawaban yang sudah
disiapkan.

Sederhananya, kebaikan hati manusia itu adalah sebuah komoditas yang terbatas. Kebaikan
yang terus diberikan terus-menerus akan membuat manusia menjadi ketergantungan. Dalam
mahakarya Akutagawa Ryuunosuka ‘The Spider Thread’, palu keadilan Budha menaklukkan
arogansi Kandata.

Itu benar sekali. Orang-orang dengan pikiran yang logis akan menampilkan satu kebaikan
dalam sehari.

Aku sudah memberikan Kusaoka-san kebaikan dengan sukarela berkencan dengannya.


Dengan begitu, kebaikanku untuk hari ini sudah habis. Sekarang, hatiku sudah berubah
menjadi iblis dan hendak untuk memecahkan kaca sebuah jendela.

“Hyaa!”

“Ahh!”

Mengambil momen dimana Kusaoka-san melepaskan tangannya, aku melemparkan batu


tersebut dan ternyata meleset, sang Cyclone Ace telah gagal.

Sekali lagi. Aku mencari batu yang lain, aku merasakan ada yang menahan lenganku dari
belakang. Oh? Tangan Kusaoka-san menyentuh bagian aneh dari dadaku, apa bukan?

Aku sebut ini pelanggaran! Ini pantas dihadiahi kartu kuning! Kartu kuning! Harusnya,
kartu hitam! Menyentuhku adalah hal premium yang sangat mahal! Semua kartu hitam yang
turun dari langit tidak akan cukup! Sejujurnya, aku tidak pernah tahu aturan dari sepakbola.

“Aku sudah paham. Aku paham. Tunggu disini sebentar,” Kusaoka-san mengembuskan
napasnya ketika aku berusaha melepaskan diriku darinya.

Dia berjalan ke depan pintu gerbang sekolah. Lalu...tahu tidak? Dia bisa memanjatnya, yang
seharusnya menjadi tirai besi, seperti tembok berlin.

“Kesini, berikan tanganmu.”

Setelah berjuang memanjat pagar itu, Kusaoka-san menawarkan tangannya untuk


membantuku.

Ketika aku memegangi tangannya, dia menarikku dengan kuat, diluar yang kubayangkan.
Ada sebuah rasa aman dalam tangan laki-laki, dimana membuatku sedikit ragu.
Pergelanganku agak merinding dan aku bisa merasakan kalau pipiku sendiri serasa terbakar.

Aku berhasil memanjat pagar itu dengan blusku yang tertekan. Karena itu membuat dadaku
terlihat datar, aku berusaha membuatnya lebih menonjol sedikit. Oke, kurasa ini sudah cukup.

“...Tadi itu hanya becanda. Apa kau pikir aku akan memecahkan jendela dan melanggar
hukum di rumah orang?”

Aku mengatakannya dengan pelan, sambil memegangi tangannya dan menuruni gerbang
sekolah.

“Tapi kamu sudah separuh jalan untuk melempar batu itu ketika kuhentikan, benar tidak?”
“Tahu tidak, aku memang menaruh kepercayaan kepadamu, Haruma-san. Itu adalah bukti
dari rasa saling percaya kita.”

“...Oh, oke.”

Kusaoka-san lalu melepaskan tanganku sambil mengganguk, lalu dia menaruh kedua
tangannya di kantongnya seperti tidak pernah terjadi sesuatu.

...Ya.

Dalam waktu yang singkat, hubungan simbiosis kita semakin kuat. Aku berterima kasih
untuk itu. Hatiku telah berubah menjadi iblis, seperti sudah tersesat. Aku tidak keberatan jika
harus memberi fee nantinya.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 5 : Kusaoka Haruma 1

x x x

Ada sebuah frase kurang lebih begini: memberi dan menerima.

Memberi dan menerima adalah bagian dasar dari baseball. Melempar dan menangkap
menunjukkan sebuah kesetaraan. Kau lempar bolanya maka itu akan membuat orang lain
mudah untuk menangkapnya dan kau memperhatikan pergerakan mereka. Implikasi dari
latihan tersebut membuatmu sadar akan hal-hal tersebut. Aku percaya begitu.

Dan begitulah, bertindak berdasarkan kriteria itu, Chigusa Yuu adalah pitcher terburuk yang
pernah kubayangkan.

Pose pitchernya tidaklah buruk. Dia tidak melempar seperti para gadis, dia memutar bahu
dan pinggangnya dengan benar. Kecepatan lemparannnya juga sangat bagus untuk ukuran
seorang gadis. Plus, sangat bagus melihatnya melempar dengan penuh percaya diri, persis
seperti seorang pitcher.

Hanya saja kontrol dirinyalah yang buruk.

“Hyaa!”

Dengan suara tangis yang tidak terfokus itu, dia melempar batu tersebut dan meleset. Ketika
itu pula, pembicaraanku dengan Chigusa seperti tidak pernah tepat sasaran juga.

Dimana dia harusnya sadar kalau memecahkan jendela adalah salah, Chigusa punya, sebuah
alasan tertentu, untuk melempar batu ke rumah di sebelah sekolah.
“...Ahh!”

Ketika aku berdiri hanya melihat aksinya itu, Chigusa seperti menyentuh kepalanya.
“Whoops- meleset,” dia tertawa, setelah itu dia mencari lagi batu yang seukuran kepalan
tangannya.

Kurasa sudah cukup. Dengan malu-malu, aku memegangi bahu Chigusa dan menahannya.
Banyak hal yang ingin kukatakan, tapi karena terlalu banyak untukku, maka yang bisa
kulakukan hanyalah bernapas dengan berat.

Kalau dia hendak melempar batu, apakah itu berarti dia adalah prajurit rendahan atau
semacam itu? Pada jaman dahulu kala, batu merupakan senjata. Bahkan dalam jaman modern
di Jepang, kekuatannya tidak berubah, sial.

Setelah sukses menahannya, aku akhirnya bisa bernapas lega. Ketika menarik napasku,
aroma manis dan campuran dari parfum beserta shampo mulai membuat geli penciumanku.
Kulihat Chigusa ada di lenganku dan dia ternyata menggerutu dan marah seperti berusaha
melepaskanku. Tangan kananku, yang memegangi tubuhnya dari belakang, sedang
memegangi pinggangnya yang ramping. Sementara tangan kiriku, menyilang di baju
seragamnya, di suatu bagian dadanya. Setelah aku sadar dengan situasi itu, tanganku seperti
merasakan sesuatu.

...Ini sangat lembut sekali, meski entah mengapa baju seragamnya terlihat kaku dan keras
ketika disentuh. Salah satu dari misteri di dunia ini!

Bukannya ini akan berujung dengan ‘perburuan misteri bagi Super Hitoshi-kun’ di tempat
tidur.

“Ahh, er, maaf salahku...”

Aku secara spontan menjauhd ari Chigusa. Suaraku tampak lebih kecil dari biasanya, dan
Chigusa sepertinya tidak mendengarnya. Untung tanganku bereaksi cepat ketika menyentuh
benda elastis tadi, jika tidak maka aku akan kesulitan untuk menatap mata Chigusa lagi.

Tunggu sebentar, kenapa gadis ini sangat kurus...? Kenapa juga dia sangat lembut meskipun
kurus...? Apakah benar kalau para gadis itu lembut meskipun kurus? Tolong beritahu aku
Gyaruko-chan!

Tapi, ah sudahlah, dia mungkin memang lembut disana-sini, dan bukannya dia punya titik
tertentu yang memang lembut. Sebenarnya, ujung jariku ini menyentuh salah satu bagian
seragamnya seperti merasakan ada sesuatu yang elastis. Ketika membahas soal ukuran, dada
Chigusa tampaknya tidak layak untuk ditulis. Ah bukan begitu! Aku yakin kalau Chigusa
punya dada yang besar, para laki-laki di kelasnya pasti memanggilnya ‘Chibusa’.

Ketika pikiran-pikiran itu melintas di kepalaku, aku berpikir mungkin ada bagusnya kalau
punyanya itu kecil. Itu adalah sebuah simbol status! Kelahiran dari John si Baptis! Ya!
Johannes!
Aku waktu itu malu-malu dan terlalu lugu bagi seorang laki-laki yang memiliki mimpi
untuk menciptakan perdamaian dunia dan memikirkan banyak hal. Ngomong-ngomong soal
laki-laki yang lugu dan ‘innocent’ di kelas, menyentuh seorang gadis saja bisa menyebabkan
banyak reaksi di berbagai tempat!

Di lain pihak, kau bisa katakan kalau Chigusa juga gadis yang lugu. Selugu iblis, itu dia!

Tiba-tiba, aku teringat Hell Screen karya Akutagawa. Ceritanya tentang seorang artis yangg
tidak bisa memilih jalan yang membuatnya menggapai cita-citanya, dan pada akhirnya dia
tidak terselamatkan. Dalam ‘The Spider’s Thread’, di lain pihak, Budha mungkin sedang
bermain-main denggan Kandata dengan memakai nama penebusan dosa, tapi Chigusa Yuu,
tanpa mengedipkan matanya beraksi seperti membuat dunia ini neraka, dia sepertinya
menerima ‘kartu bebas penjara’ dari ‘Budha murahan’.

“Haruma-san”.

Dia menegurku dengan ucapannya.

Suaranya pelan seperti dinginnya malam dan senyumannya terasa hangat seperti cahaya
matahari yang menembus dedaunan, tapi sikapnya itu seperti meneriakkan ketidakpuasannya
terhadap diriku.

“Aku sudah paham. Aku paham. Tunggu disini sebentar.”

Aku menggunakan tanganku untuk memberinya tanda agar tidak usah beranjak dari
tempatnya, lalu aku menatap ke arah gedung sekolah.

Ketika kulihat ada lampu menyala dari ruang guru di gedung sekolah, aku pikir ada
seseorang disana. Dan itu berarti kalau alarm gerbang sekolah belum diaktifkan. Jadi meski
kami berusaha menerobos gerbang, bagian keamanan tidak akan mendengarkan apapun. Atau
begitulah seharusnya...

“Oke...”

Aku menaruh tanganku di atas gerbang dan berusaha memanjatnya, memakai pose seperti
yang kau lihat di sampul album Ozaki. Memanjat gerbang setinggi ini bukanlah masalah bagi
anak laki-laki pada umumnya.

Masalahnya adalah si gadis.

“Kesini, berikan tanganmu.”

Akupun memanggilnya. Tanganku memegang erat pergelangan tangannya yang kurus, jari-
jari yang lembut dan cat kuku berwarna pink seperti bercahaya ketika disinari lampu jalanan.

Setelah turun dari gerbang sekolah, aku masukkan kedua tanganku ke saku seragamku
seperti tidak pernah terjadi apapun. Sayangnya, kehangatan itu masih terasa di tanganku; jadi
aku berusaha sebisaku, agar kehangatan itu tidak cepat pergi dengan memasukkannya ke
kantong.
Kami mulai berjalan menuju pintu masuk sekolah. Tapi tidak lama kemudian, pintu sekolah
terbuka. Aku bisa melihat seseorang berlari kecil menuju ke arah kami dari arah pintu.
Mungkin kami ketahuan memanjat gerbang, atau juga kami membuat suara yang berisik,
entah yang mana, kurasa wajar bagi seseorang untuk memeriksa ketika melihat ada bayangan
orang yang mencurigakan di malam hari.

“Hei, tampaknya kita ketahuan. Bagaimana ini?”

Ketika aku menoleh ke Chigusa, siap sedia untuk kabur kapanpun, dia malah bersembunyi
di belakangku sambil mengatakan sesuatu yang tidak ada hubungannya.

“Haruma-san. Apa kamu tahu taktik melarikan diri yang disebut tsurinobuse?”

“Huh? Ohh, itu ya, uh...Bagaimana ya? Itu sebuah taktik pengalihan perhatian. Klan
Shimazu sering menggunakannya atau semacam itu.”

Ingatanku agak abu-abu, tapi mungkin itu sudah benar. Tunggu, tunggu dulu! Kenapa si
Johannes ini tiba-tiba membahas tentang strategi jaman Sengoku dulu? Juga, mengapa dia
bersembunyi di belakangku?

“Kau memiliki pengetahuan yang sangat luas. Memang itu benar. Itu adalah taktik level
tinggi dengan menarik mundur pasukan utama dan menggunakan pasukan belakang untuk
bertarung dengan musuh sampai mati. Bukankah ini momen yang bagus bagimu untuk
memakai strategi tsurinobuse?”

“Yep.”

Lalu aku terdiam sejenak.

“Tunggu dulu, itu kan berarti kau akan menumbalkan seseorang.”

Menumbalkan dan tsurinobuse adalah dua sisi dari satu koin. Daimyo dari propinsi
Satsuma, anggota keluarga Shimazu, menggunakan taktik ini di pertempuran Kyushu. Sangat
mudah untuk membuat bingung musuh sehingga harus benar-benar fokus. Bukannya aku
menyebutkan itu karena akan ada di ujian nanti.

“...Kau memang memiliki pengetahuan yang luas.”

Dari caranya berbicara memang terdengar kagum kepadaku, tapi ekspresinya jelas kecewa.
Umm? Apa sih rencananya yang berhubungan denganku?
[note: Haruma bodoh apa bagaimana, jelas ini mirip rencana Yuu di depan rumahnya tempo hari. Yuu akan
mengatakan kalau Haruma sebenarnya mengancamnya dan memaksanya masuk ke sekolah agar dirinya lolos.]

Ketika aku hendak mengkonfirmasinya, waktu telah habis.

Orang yang keluar dari pintu sekolah sudah berada di depan kita.

“A-Ada apa ini ?”

Pemilik suara tersebut adalah wali kelasku, Kuriu-sensei.


“Oh, maafkan saya.”

Aku berusaha menelan ludahku.

“Se-selamat malam”.

“...O-Oh ya ampun...Kusaoka...kun?”

Guruku ini mengedip-ngedipkan matanya seperti terkejut. Weell, ada semacam jeda ketika
dia menyebut namaku, bukannya dia lupa siapa aku, benar tidak? Benar tidak?

“Apa yang kau lakukan disini selarut ini?” kata Kuriu-sensei. Dia menaruh kedua tangannya
di pinggang dan memarahiku.

“Kami tidak memperbolehkan siswa untuk keluyuran malam hari. Dan kau juga membawa
seorang gadis bersamamu.”

Dia tampaknya menyadari kalau Chigusa bersembunyi di belakangku.

“Bukankah sudah kuberitahu di kelas tentang kasus orang hilang belakangan ini? Beberapa
gadis muda di sekitar sini tiba-tiba menghilang.”

Pertama-tama, Kuriu-sensei yang lembut dan peduli sudah marah. Dan tersangka
sebenarnya disini adalah Chigusa, yang sudah memanfaatkanku sebagai tongkat petirnya.
Aku ini tidak melakukan sesuatu yang salah; bahkan, aku ini korbannya.

Ini adalah momen dimana aku harus mengkonfirmasi titik dimana aku berdiri saat ini. Aku
ingin membalikkan segala tuduhan guruku ini. Mwahaha! Ketika orang yakin kalau mereka
adalah korban yang sedang berada dalam sisi yang benar, mereka menjadi lebih sombong dari
biasanya dan akan melepaskan semua yang mereka punya ketika dikonfrontasi. Kalau mereka
ditantang, mereka akan mengatakan yang sebenarnya!

“Er, well, menyebut itu menghilang menurut saya terlalu dibesar-besarkan.”

Aku mengedip-ngedipkan mataku.

“Ohh, juga bukankah sesuatu yang mistis itu adalah sesuatu yang kebenarannya patut
dipertanyakan?”

“Maksudmu perempatan mistis itu? Ya, gosip itu sudah beredar dengan cepat.” Kuriu-sensei
mengatakannya sambil menaruh tangannya di dagu. “Entah siapa yang menyebarkannya. Itu
memang gosip yang sangat mengganggu.”

Dan sekarang yang tersisa adalah untuk terus berjalan di pinggir masalah sebenarnya dan
semuanya akan lancar.

“Bukankah mereka sebenarnya kabur dari rumah atau kabur ketika malam hari? Apa mereka
sudah menyelidikinya dengan sungguh-sungguh?”
Ketika pikiran-pikiran itu keluar dari kepalaku, mata dari Kuriu-sensei terlihat ketakutan.

“Mungkin saja, mungkin...Tampaknya itu dugaan yang terpikirkan oleh para polisi, meski
penyelidikan mereka tidak ada perkembangan sama sekali. Mereka menerima gosip tersebut
terus-terusan, tapi, well, tahulah...”

“Tampaknya memang ada sesuatu yang ditutup-tutupi.”

Aku tersenyum licik seperti budak perusahaan yang baru diterima kerja.

Sekarang, saatnya pamit! Yang bisa kupikirkan adalah mengalihkan perhatiannya, tapi
Kuriu-sensei tiba-tiba sadar aku ada disana.

“...Jadi, kenapa kau datang ke sekolah jam segini?”

Dia menanyakan itu secara langsung.

“Ah, well, begini sensei...”

Pada akhirnya, aku tidak bisa mengalihkan perhatiannya, huh...? Ketika aku sibuk mencari
alibi, Chigusa menggunakan kepalanya untuk menepuk punggungku dari belakang.

“Tunggu dulu. Mungkin Haruma-san memanglah orang jahat dengan wajah lusuh yang suka
memaksa gadis lemah untuk keluar pada malam hari, tapi saya percaya kalau menuduhnya
tanpa memberinya peluang untuk membela bukanlah hal yang bagus. Mengapa kita tidak
membicarakannya di sebuah ruangan yang hangat sebelum memutuskan hukumannya!”

Benar juga! Kalau aku akan mendapatkan hukuman cepat atau lambat, mungkin aku akan
memilih untuk diadili di pengadilan yang hangat! Dan lebih baik, langsung skip ke bagian
pembelaan! Ini bukan waktu yang tepat untuk bersekutu dengan Chigusa.

“...Chigusa, diamlah. Kau malah memperburuk suasana.”

“Kenapa begitu? Kupikir itu adalah rencana yang bagus bisa masuk ke dalam sekolah tanpa
ada seorangpun yang terluka.”

“Oke. Aku bisa melihat dari kata-katamu kalau aku sendiri tidak dihitung sebagai manusia
disini. Baiklah, serahkan ini padaku. Oke? Tolong, diam dengan tenang disana.”

Aku membisikkan itu kepada Chigusa, dan dia hanya membalasku dengan mengumpat
kecil.

“Terserah kamu saja.”

Dia mengatakan itu sambil mundur.

Ah leganya. Aku tidak ingin membuat kekacauan yang lebih jauh lagi.

Kuriu-sensei melihat percakapan kami dengan tatapan seperti elang, tapi ketika situasinya
menjadi seperti ini, aku punya kartu As yang bisa digunakan untuk melawan guru.
“Amane-chan, er, maksudku, kakak perempuanku meminta tolong kepadaku...”

“Kusaoka-sensei?”

Kuriu-sensei berhenti sejenak untuk berpikir.

“Oh begitu ya.”

Dia lalu mengangguk dan menunjuk ke arah gedung sekolah.

“Ayo kita masuk ke dalam, oke?”

“Ah, ya. Permisi.”

Chigusa dan diriku berjalan menuju gedung sekolah, mengikuti langkah sensei.

Ketika kita berjalan, Chigusa bersikap seperti anak anjing yang sudah jinak kepadaku.
“Rencanaku sangat sukses! Kita harusnya membuat janji seperti ini dari sekarang,”

Dia berbisik di telingaku dengan senyum yang manis.

“Kalau kamu terus begini, poinku akan terakumulasi dan bertambah banyak seperti
whoosh! Kau akan menjadi orang yang panjang umur dan membuat Enten market malu,
Haruma-san.”

“Kita tidak membuat sebuah rencana ataupun janji, dan juga itu terdengar seperti sebuah
rencana penipuan...”

Apa-apaan sih yang gadis ini katakan...?

Entah mengapa, diluar semua penjelasan tadi, Johannes poin tampaknya semakin naik
selama-lamanya. Amin dah. Bukankah namanya sendiri tidak masuk akal? Kalau dipikir-
pikir, aku tidak pernah dengar Johannes poin itu digunakan untuk apa. Terlalu menakutkan
untuk ditanyakan kepadanya.

Kalau begini, aku sempat berpikir untuk membuat acara TV ‘bagaimana dirimu
dipermalukan setiap harinya’. Meski begitu, semua tindakan Chigusa sendiri berisi hal-hal
negatif, jadi aku tidak bisa menghitungnya lagi...

Yang menumpuk dari kemarin-kemarin hanyalah stress dan lelah.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 5 : Chigusa Yuu 2


x x x

Gadis yang baik akan bersinar cerah di sudut ruang guru, bahkan ketika larut malam tiba.

Kuriu-sensei mempersilakan kami duduk di kursi tamu yang berada di salah satu sudut
ruang guru. Setelah menyajikan kami teh, dia duduk dengan kursi menghadap ke arah kita.
Punggungnya membelakangi pintu yang menuju ruang konseling.

Kuriu-sensei sebenarnya tidak pernah berbicara denganku, tapi dari yang kudengar dari
percakapannya dengan Kusaoka-san, dia adalah wali kelasnya. Bahkan orang sepertinya
punya kenalan seperti itu. Cukup luar biasa apa yang bisa dilakukan sekolah terhadap orang-
orang ini.

“Oh begitu ya, jadi pada awalnya gerbang sekolah memang terbuka...Itu memang bisa
dimaklumi. Apa guru yang pulang terakhir tadi lupa untuk menutup gerbangnya ya?”

Nada suaranya yang menenangkan, dicampur dengan kelembutan, aroma parfumnya,


membuat telingaku geli.

Rambutnya, dia menyelipkan satu atau dua poninya ke belakang telinganya,


menggambarkan sebuah jebakan lalat yang merayu pria muda untuk bermain dengan api.
Blusnya yang berwarna merah muda dibiarkan terbuka, menunjukkan lekukan dadanya yang
kurang cocok dengan image member keagamaan tertentu. ketika dia menebarkan aura
menarik yang ditujukan ke lawan jenisnya, dia menggerak-gerakkan tubuhnya secara tidak
sadar agar menghipnotis targetnya untuk menatap terus ke belahan dadanya.

“Sekarang, Kusaoka-san, mengenai keperluanmu...”

Napasnya yang mendesah, menggambarkan karakter wanita dewasa, terus menyebarkan


auranya di ruangan ini. Tiba-tiba, ini cocok sekali. Jadi dia adalah orang yang bertipe seperti
itu.

Aku sangat memahaminya.

Kuriu-sensei...Pastinya bukanlah orang yang jahat!

Hanya mendengarkan tentang dirinya, beberapa wanita pasti akan menghakiminya dengan
mengatakan kalau dia adalah wanita yang sengaja tebar pesona dan menggoda laki-laki, tapi
di dunia ini hal yang paling tidak ada gunanya adalah rasa cemburu dari wanita. Daripada
membahas seberapa gendut diantara mereka dan menjadikannya bahasan, mereka harusnya
berkaca ke dirinya dulu sehingga mereka tidak menghakimi orang lain seenaknya. Bahkan
orang lemah sepertiku tidak pernah mengatakan satupun hal buruk kepada orang lain
semenjak aku lahir. Aku sudah memberikan yang terbaik untuk tidak memanggil orang lain
babi.

“Anu, kakakku kehilangan smartphone-nya tadi.”


Si babi...tidak, Kusaoka-san berbicara seperti yang sudah kita rencanakan.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 5 : Kusaoka Haruma 2

x x x

Sambil berusaha berakting se-natural mungkin, aku membuka mulutku secara perlahan.

Saatnya untuk improvisasi.

Chigusa meminum tehnya dengan santai, ini seperti mengatakan kalau dia menyerahkan
semuanya kepadaku. Well, karena aku tidak pernah melihat Chigusa terlibat pembicaraan
secara langsung, mungkin situasinya memang akan lebih lancar jika aku yang menangani
pembicaraan yang seperti itu. Chigusa, yang hobi salah paham dan memberikan pertanyaan
mengancam, merupakan orang yang berada diluar jangkauan, tipe orang yang mustahil untuk
bisa punya percakapan normal. Err, ini bukannya aku mengatakan kalau pembicaraan normal
merupakan keahlianku juga, tahu tidak?

Begitulah, aku memang pernah nongkrong dengan orang tapi tidak pernah mengobrolkan
sesuatu, malah aku hanya memendam kata-kataku dalam hati saja. Biasanya hanya berupa
omong kosong yang tidak pernah kugunakan, tapi kusimpan itu rapat-rapat dalam hatiku.

Oleh karena itu, selama aku diberi waktu yang cukup untuk mengingat kata-kata tersebut,
aku bisa mengucapkannya dengan sedikit berusaha. Masalahnya adalah bagaimana
mengucapkannya dengan lancar. Aku terlihat seperti idiot yang berkata dengan pelan dan
sedikit.

Agar aku bisa pulang secepatnya, aku harus memberikan hasil yang bisa membuat Chigusa
senang. Sekarang, aku harus mencarikannya petunjuk lokasi kunci dan siapa yang
memilikinya di jam sepulang sekolah, tentunya itu termasuk siapa pengguna paling sering
ruang konseling itu.

Aku menatap ke arah area di belakang Kuriu-sensei.

“Kakakku bilang kalau HP-nya kemungkinan ketinggalan di ruang konseling, bolehkah saya
pergi ke dalam memeriksanya? Ataukah ruangannya sedang terkunci?”

“Si Ketua OSIS sedang menggunakan ruangan itu sekarang, jadi pintunya sedang tidak
terkunci...Apa kau mau masuk ke dalam dan memeriksanya?”

Kuriu-sensei menaruh cangkir tehnya dan seperti hendak berdiri.


“Oh tidak usah, jika ada yang sedang memakainya, kami tunggu sampai selesai saja.”

Jika kita masuk ke dalam, akhirnya aku juga yang bertugas untuk mengobrol sambil pura-
pura mencari di ruangan itu. Kalau kau tanya aku, itu bodoh sekali. Bahkan, akan sangat
nyaman sekali jika kita tidak bisa masuk ke ruangan itu. Sekarang, waktunya untuk bertanya
hal paling berat dari tugasku.

“Jadi anda yang diserahi kunci ruangan itu, sensei? Saya pikir dipegang Wakasek atau
sejenisnya.”

“Secara aturan sih begitu. Tapi aku diijinkan untuk menggunakannya sepulang sekolah.”

Kuriu-sensei mengatakan itu seperti dia memberitahukan sebuah rahasia kecilnya kepadaku.
Dia juga terlihat tersenyum ke arah Chigusa. Dia seperti mengatakan kalau kami bisa masuk
kesana kapanpun.

Aku sebenarnya tidak keberatan kalau orang bersikap ramah seperti itu. Aku tidak tahu
apakah ini ada hubungannya dengan pengaruh kakakku atau tidak, tapi aku sudah
menggambarkan sebuah kekejaman, kemalasan, dan paksaan dari wanita dalam sebuah level
yang buruk, jadi secara otomatis aku akan merasa curiga ketika ada wanita berbicara,
bersikap lembut, dan manis kepadaku. Kecurigaanku merupakan hal yang wajar, sehingga
aku merasa ada sesuatu yang salah dari Kuriu-sensei, meskipun dia cantik sih.

Terima kasih kepada rasa kesalahpahamanku, frase sepulang sekolah entah mengapa terasa
ganjil di pikiranku.

“Tapi diberi tanggung jawab memegang kunci sepulang sekolah terdengar seperti tanggung
jawab yang besar. Jadi, mengapa anda, sensei?” tanyaku.

Kuriu-sensei menaruh tangannya di samping pipinya dan membuka mulutnya. “Mungkin


karena aku sering menjadi orang yang pulang terakhir dari sekolah, seperti hari ini misalnya.
Aku juga harus berdialog dengan beberapa siswa secara terjadwal...”

“...Oh, jadi ini adalah tempat pribadi anda ketika malam ya, sensei.” Setelah jeda agak lama.
“Ah, pasti sangat nyaman.”

Mulutku mengatakan satu hal, tapi aku tidak tahu apa maksudnya dengan ‘nyaman’.
Maksudku, aku sendiri tidak tahu harus mengatakan apa untuk menghentikan percakapanku.

Orang-orang biasanya menggunakan setengah frase ketika mereka terjebak dalam sebuah
percakapan, ya? “Benar sekali” dan “Tampaknya begitu” adalah kata-kata yang gampang dan
mudah diingat. Ketika kau sudah menguasainya, kau selalu bisa kembali tidak peduli yang
dibicarakan orang itu macam tai kuda atau bagaimana! Benar sekali, tampaknya begitu.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 5 : Chigusa Yuu 3


x x x

Kusaoka-san mempertunjukkan penyelidikannya yang taktis sedari tadi. Kurasa aku tahu
alasannya. Kalau dia tidak bekerja dengan serius untuk memperoleh poin minimal, Johannes
poinku akan terus berkurang.

Secara tidak sengaja, terkuak kalau Kuriu-sensei bukanlah orang jahat dari caranya
menggerakkan kedua mata dan tangannya ketika dia berbicara. Dia bersikap seperti tidak
tertarik untuk menggoda lawan jenisnya. Jika dia disebut sebagai produk dari sosial
sekitarnya, dia harusnya memperhatikan Kusaoka-san, dalam situasi ini adalah satu-satunya
pria disini, dan yang dia lakukan dari tadi seperti menganggap tidak ada Kusaoka-san disini.

“Oke, jadi sensei sering menggunakan ruang konseling. Bagaimana dengan guru yang lain?
Apa anda, umm, pernah melakukan kegiatan konseling siswa bersama guru lain?”

“Para siswa kebanyakan tidak mau guru yang lain tahu masalah mereka, jadi aku berusaha
yang terbaik menjaga kerahasiaan masalah konseling.”

Kusaoka-san mengeluarkan suara yang bernada penuh ketertarikan.

“Mereka tidak ingin orang lain tahu, jadi isi pembicaraannya dirahasiakan, begitu ya.”

“Tentunya, jika para siswa yang hendak konseling punya kepercayaan yang tinggi
kepadaku, aku pastinya tidak akan menggunakan ruangan itu...”

Mengesampingkan rendahnya ketertarikannya kepada dirinya sebagai seorang pria, jawaban


yang dia berikan sangat sopan dan halus. Setiap dia selesai menjawab, dia sejenak melirik ke
arahku, mengedipkan matanya berkali-kali. Dia seperti memperbaiki nada suaranya sehingga
aku bisa mendengarnya dengan jelas, seperti melakukannya demi diriku.

Seperti aku ini adalah satu-satunya orang yang ada di dunia ini.

Kalau begini, maka ada kemungkinan kalau Kusaoka-san tidak dianggapnya sebagai
manusia. Bahkan, bisa jadi kemungkinan besar. Sayang sekali, Kuriu-sensei telah
menghancurkan anggapanku kepadanya kalau dia adalah orang yang baik.

Ketika aku menatap ke arah Kusaoka-san, yang selama ini tidak dianggap oleh kejamnya
dunia, pintu ruang konseling terbuka.

“Kuriu-sensei, pekerjaan kami sudah selesai,”

Sebuah suara yang menyejukkan terdengar.

Dari ruang konseling muncul pria tampan yang dapat mencuri perhatian siapapun.
Dia punya alis yang bagus, dan mata yang menyejukkan. Diantara hidung hingga dagu,
terdapat bibir yang terlihat seperti mahakarya pahatan seniman terkenal. Kakinya panjang,
terlihat selaras dengan tinggi tubuhnya. Aku seperti tidak percaya kalau Kusaoka atau
siapapun-san berasal dari komposisi sel yang sama. Bahkan dunia sel itu sendiri bisa
menghasilkan hasil yang jauh berbeda.

“Aduh, maaf sudah mengganggu pembicaraan kalian disini.”

Bahkan ketika dia membungkukkan kepalanya seperti menentramkan. Dia menatap ke arahh
kami dan...

“Terima kasih, Chigusa-kun. Kau sudah banyak membantu adik perempuanku. Bagaimana
kabarnya Misa-chan?”

Kami tidak pernah berbicara denganku secara langsung, dan diapun tahu wajah dan namaku.
Dia tampak sangat teliti sekali.

Inilah yang terjadi jika kau bertemu Ketua OSIS – Suzaku Reiji-san.

Seorang pria popuuler, dia bergabung dengan kepengurusan OSIS sejak kelas satu dan
menjadi ketuanya di kelas dua. Di kelas tiga, tidak ada satupun kandidat yang muncul untuk
menantangnya di pemilihan, jadi dia terpilih lagi tanpa adanya pemungutan suara. Bahkan
pernah ada gosip kalau dia menerima banyak sekali coklat valentine dari siswi SMA-SMA
lain dan mahasiswi Universitas-Universitas lain, saking banyaknya sampai-sampai coklatnya
diangkut dengan minitruck.

Tiba-tiba, ini cocok sekali. Aku sangat paham soal ini.

Suzaku-san...Pastinya adalah orang yang jahat!

Siapapun yang bahkan punya 1% peluang untuk menjadi soulmateku pastilah orang
jahat!Kalau tidak, berarti dia punya kelemahan di kehidupan sosial seperti punya kaki
bengkak mirip atlit ataupun bau-bau gay!

“Reijiiii, siapa dia?”

Suara manja dari seorang gadis terdengar memanggilnya dari belakang.

Si gadis, yang memakai make-up yang populer disebut dengan gaya Shibuya, berdiri di
sebelah Suzaku-san dan menatap tajam ke arahku seperti sedang memeriksaku. Mungkinkah
dia yang menjadi kelemahan Suzaku-san? Tapi dia kok lebih mirip bebannya saja.

“Oh, dia ini kakak dari teman adikku, bisa disebut begitu. Aku masih harus mengerjakan
beberapa tugas setelah ini, jadi bisakah kau pergi ke locker sepatu duluan?”

“...Terseraaaah dech.”

Sambil menatapku dengan penuh aura intimidasi, dia keluar dari ruang guru, diiringi suara
menggerutunya yang seperti banteng.
“Maaf ya. Dia sebenarnya bukan gadis yang jahat, dia hanya kurang bagus ketika menyapa
orang yang tidak dikenalnya.”

Suzaku tersenyum sembari meminta maaf.

Kebetulan dia memberitahuku, dari daftar Laporan Johannes ada info kalau banyak gadis
yang bersedia menjadi Sekretaris OSIS ataupun mengisi jabatan Pembantu Umum OSIS, atau
sejenis itu. Mungkin ada hubungannya dengan suatu hal dari dirinya yang membuat para
gadis ingin lebih dekat dengannya, dengan cara apapun. Dasar orang jahat. Aku harus buru-
buru dan menyiapkan sebuah topik dadakan untuk menginvestigasinya.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 5 : Kusaoka Haruma 3

x x x

Ketika gadis yang menemani Suzaku Reiji berada di pintu keluar ruang guru, dia
membiarkan pintu ruang guru terbuka lebar dan berdiri disana sambil menatap tajam ke arah
Chigusa. Sedari tadi dia mengeluarkan suara aneh yang terdengar seperti “Reijiii, Reijiii,”
seperti suara yang berasal dari monster berkepala dua. Ohh, jadi begitukah suara mengerang
dari monster jika terdengar telinga manusia? Meski entah mengapa, aku merasa dia sedang
sedih karena harus pergi lebih dulu. Kupikir lirikan yang disertai erangan hanya ada di
Pokemon.

Tapi, mengapa disuruh pulang duluan kok malah menggerutu?

Aku ini sudah meniru gadis ini...Entah siapa namanya. Oh begini saja, mari kita panggiil dia
Gyarumi-chan. Aku sudah meniru ‘Buku panduan bersikap seperti Gyarumi-chan’ dan
membuat Chigusa agar cepat pulang ke rumah. Aku sudah mencoba segalanya: mempercepat
langkahku di lorong, pura-pura terbatuk, menghentakkan kakiku dan mondar-mandir ruang
guru.

Tapi mustahil bagi Chigusa untuk terpengaruh. Mungkinkah aku harusnya menatapnya
dengan tajam dan menggerutu “Johanneeees, Johanneeees” dengan suara yang sendu dan
menusuknya...Ketika aku sedang bimbang, aku mendengar suara di sampingku.

“Hei.”

Ada di ujung penglihatanku, aku melihat Gyarumi-senpai bermain dengan HP-nya. Apa dia
baru saja berbicara kepadaku? Tapi jika “Hei” adalah singkatan dari “Hei, HP-ku tidak ada
yang kirim SMS/ habis baterai/ habis paketan internet! Jadi aku mengobrol dengan diriku
sendiri...” Begitulah pikirku, dengan menerapkan pendekatan wait and see, aku menunggu
Gyarumi-senpai untuk menegakkan pandangannya dari layar HP dan memanggilku dengan
lebih jelas.

“Huh? Kamu cuekin gue? Jengkelin tauuuk!”

Aku berusaha menghirup napasku dengan perlahan. “Maaf”.

Oh begitu, jadi dia berbicara padaku? Kupikir dia semacam artis Ikuzo, tapi sekali lagi,
mustahil dia tahu itu. Maksudku, rata-rata para gadis SMA tidak akan tahu siapa Ikuzo.
Jangan lupa kalau Gyarumi-senpai tampaknya tidak tahu apa yang semua orang tahu: aturan
untuk melihat ke orang yang kau ajak bicara.

Ketika dia membuka mulutnya, dia menggoyang-goyangkan dagunya ke arah Chigusa.

“Hei kamu, kamu dekat dengan dia ya?”

“Tidak, aku tidak bisa mengatakan kalau kami ini dekat.”

Aku menjawabnya dengan jelas dan sopan.

“Terserah lu dech.”

Gyarumi-senpai mengatakannya dengan sinis, tampak tidak mempercayai kata-kataku. Lalu


senyum yang menjijikkan diperlihatkan olehnya.

“Tapi tahu tidak, lu tuh lebih baik secepatnya lupain dia dech.”

Aku memiringkan kepalaku dan memberikan ekspresi tanda tanya melalui tatapan mataku.
Setelah itu, Gyarumi-chan berubah menjadi berapi-api, kedua lubang hidungnya terlihat
mengembang.

“Aku pernah dengar gosip-gosip jelek soal dia. Seperti, dia itu cewek nakal.”

Well, itu pastinya begitu.

“Dia tuh cuma pura-pura sok imut.”

Aku sangat setuju.

“Dia tuh jengkelin kalau bahas soal uang.”

Itu juga.

“Tambahan lagi, tau nggak lu? Dia tuh ngincer Reiji.”

Well, kalau itu tidak.

Setelah beberapa hari bersama Chigusa Yuu, aku tahu betul seperti apa karakternya. Gosip
jelek yang Gyarumi-senpai ceritakan itu 80% benar. Tunggu dulu, Gyarumi-senpai, ada
bagian dari gosipnya yang berasal dari opini pribadi saja, benar tidak...?
Tapi, bagian akhir tentang dia menyukai seseorang adalah sesuatu yang tidak bisa kuterima.
Maksudku, Chigusa Yuu itu sendiri tidak akan pernah menyukai siapapun. Dia selalu
menganggap kalau dirinya adalah yang tertinggi.

Oleh karena itu, gosip ‘ngincer’ Suzaku-senpai atau siapapun itu mungkin hanyalah rumor
yang disebar para gadis yang sebenarnya iri dan cemburu. Kalau gosip yang lain, kurasa aku
sendiri tidak bisa membantahnya.

“Kalau dipikir-pikir, Suzaku-senpai sangat populer ya?”

Sebenarnya aku masa bodoh dengan Suzaku Reiji, tapi gara-gara kepopuleran seseorang
bisa membuat terjadinya perang antar kucing liar merupakan hal yang sangat mengagumkan
bagiku.

“Ya iyalah! Memangnya ada cowok lain yang kayak dia?”

Gyarumi-senpai tertawa cekikikan sambil menepuk dadanya. Jujur saja, saya tidak tahu apa
yang sedang Gyarumi-senpai banggakan. Jadi apakah si Reiji ini adalah sebuah properti yang
dibagi rata oleh para gadis?

“Jadi kau sedang berpacaran dengannya?”

“...Gak juga sich. Aku tuh udah sering deketin dia, tapi tahulah Reiji, seperti, orangnya
tertutup? Ya begitulah yang dirasakan orang-orang pada saat ini.”

Sikapnya langsung berubah total: bahunya melemah dan dia tidak sanggup untuk melihat ke
mataku.

Oh jadi begini. Jadi dia bersikeras menunggunya dekat pintu untuk pulang bersama adalah
salah satu usahanya untuk cari perhatian. Kalau melihat kata-katanya barusan, tampaknya
ada gadis-gadis lainnya yang juga sedang berusaha menjadikan Suzaku Reiji pacarnya.
Sayangnya bagi Gyarumi-senpai, usahanya tidak akan membuahkan hasil...Hatinya
tampaknya akan terluka lagi...

Di lain pihak, situasi dimana Suzaku Reiji menjadi pria populer di kalangan para gadis
adalah sesuatu yang bisa kupahami. Dia terlihat tampan. Dia tinggi dan atletis. Selain
tampilannya yang bagus, dia juga tidak terlihat sembrono, bahkan cara bicaranya terasa
menenangkan.

Akupun secara spontan mengatakan “Sungguh mengagumkan”.

Tampilan itu selalu menjadi pertimbangan utama ketika membahas orang-orang. Aku
bahkan menilai para pria di kelasku dari penampilan mereka. Memang itu menyakitkanku!
Tapi mau bagaimana lagi, tetap kunilai! Itu seperti ada sebuah tombak yang juga sedang
menusukku.

Ketika aku menatap ke arah Suzaku Reiji, Gyarumi-senpai tiba-tiba berkata.


“Huh? Jangan bilang kalau kamu ini tipe orang yang iri dengan Reiji atau semacamnya?
Lucu lo! Tapi menakutkan. Suzaku tuh seperti Phoenix, mustahil bisa dibandingin, tahu
tidak?”

Belakangan ini, ada sebutan di internet tentang gyaru yang bersikap baik ke otaku dan
penyendiri, tapi realitasnya tidak begitu. Siapapun yang percaya kalau sebutan itu benar
adanya, biasanya adalah orang-orang yang memaksa para pembaca manga dan light novel
untuk membuang buku mereka dan bermain di luar ruangan.
[note: Gyaru itu sebutan slang untuk gadis di Jepang. Tapi jika diserap ke bahasa kita, mungkin lebih tepat kita
sebut cewek. Tapi ada yang lebih tepat lagi, yaitu cabe-cabean. Jadi kalau Haruma mengatakan Gyarumi-senpai,
artinya mbak cabe-cabean.”]

Menurutku, alasan sebutan itu ada karena kawan-kawan seperjuanganku sudah menyadari,
kalau di dunia nyata, baik gadis yang masih lugu ataupun yang misterius, sebenarnya adalah
pelacur nakal, dan mereka sudah membuat sebuah sebutan makhluk hidup yang bernama
gyaru menjadi tipe orang tertentu.

Well, itu artinya, di dunia nyata, gadis lugu, gadis misterius, gadis kutu buku, dan tentunya,
gyaru adalah cewek pelacur yang dingin terhadap orang-orang yang terbuang dari sosialnya.
Tidak ada pengecualian.

“Hei, ngomong-ngomong soal ngincer, bagaimana pendapatmu soal Kuriu-sensei?”

“Kuryuu apaan? Oh, dia...Reiji enggak bakalan mau sama dia...”

Gyarumi-senpai mengatakannya, seperti ada semacam kebencian di nadanya.

“Setiap dia terlibat kegiatan dengan kita, dia seperti kepanasan. Sangat mengganggu.”

“Kepanasan?”

Aku menggumamkan kata-katanya. Ini tidak cocok dengan image Kuriu-sensei.

Kalau kau tanya aku, Kuriu-sensei adalah orang yang fokus dalam bekerja. Dia itu tenang,
lembut, pantat semok, dan dada gede. Tapi kepanasan...? Tolong beritahu aku, Gyaruumi-
chan! Aku bertanya kepada Gyarumi-senpai dengan tatapan mataku, tapi dia hanya mulai
memainkan ujung rambutnya seperti sedang kesulitan untuk mengatakannya.

“Dia tuh, kayak, lebay atau semacamnya?”

Kosakatanya, sangat jelek!

Tapi, aku tampaknya mengerti apa yang hendak dia katakan. Berapi-api, overprotektif, kepo
atau ingin tahu...sesuatu semacam itu? Tampaknya aku mengerti maksudnya. Terima kasih,
mbak Gyarumin.

Ini adalah momen dimana pembicaraanku dengan Gyarumi-senpai harus berakhir. Dengan
desahan kesal, Gyarumi-senpai mulai memainkan layar HP-nya sekali lagi. Tampaknya dia
mulai bosan denganku. Aku minta maaf karena sudah menjadi pembuang waktu luangnya
yang buruk.
Dan hasilnya, akupun tidak ada yang bisa kulakukan, jadi aku melihat ke arah Chigusa dari
kejauhan, menirukan tayangan iklan “anak laki-laki yang menatap terompet di etalase”.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 5 : Chigusa Yuu 4

x x x

“Suzaku-san.”

Akupun memanggil Si Ketua OSIS Jahat dari belakang setelah dia selesai mengurus
dokumen dari Kuriu-sensei dan hendak pulang ke rumah.

“Hmm, ada apa?”

“Apa ruangan itu sering digunakan?”

“Ketika guru-guru tidak menggunakannya...Hmm. Mereka sering meminjamkan kunci


ruangan itu juga. Itu karena kami sering mengerjakan pekerjaan administrasi festival sekolah
disana.”

“Apa semua orang menggunakannya?”

“Kadang yang bekerja disana cuma satu orang, kadang juga beberapa.”

“Apa ada pengurus OSIS yang ditunjuk untuk menggunakan ruangan itu?”

“Well...Kadang kuncinya itu dipinjamkan ke orang diluar pengurus OSIS. Kalau yang itu,
aku tidak tahu. Aku memang memilih orang-orang yang melakukan pekerjaan ke orang
kepercayaanku.” alis Suzaku-sa menunjukkan rasa tidak nyamannya. “Dan yang terpenting,
ada urusan apa kau sampai berada di sekolah selarut ini?”

Dia menghindari topiknya. “Yang terpenting” adalah stok frase yang digunakan oleh pikiran
dengan perasaan bersalah.

“Ini dan itu berbeda. Yang terpenting, percakapan apa yang kau lakukan dengan gadis yang
disana? Melihat belakangan ini ada semacam gosip persimpangan mistis atau sejenisnya,
pasti ada punya urusan yang sangat penting jika harus mengumpulkan laki-laki dan seorang
gadis di malam yang selarut ini!”

“Kau berbicara terlalu banyak.”


Tatapan mata Suzaku terlihat menakutkan. Ahh, tatapan yang tidak menyenangkan.

“Aku tidak suka membicarakan gosip yang tidak jelas. Orang yang berpikir logis tidak akan
menebarkan hal-hal yang membuat orang lain tidak nyaman hanya karena itu terdengar seru.
Belakangan ini, malah menjadi topik bahasan di rapat guru. Benar tidak, Kuriu-sensei?”

“Huh?”

Pembicaraan tiba-tiba berubah haluan menuju Kuriu-sensei.

“O-Oh, benar...Kurang bagus untuk menyebarkan rumor seperti itu...”

Dia meresponnya sambil melihat ke arah kakinya.

“...Nah, kamu dengar sendiri kan. Kau juga harus camkan itu juga, Chigusa-kun. Sekarang,
aku sudah membuatnya menunggu, jadi aku akan pergi lebih dulu. Saya permisi dulu, Kuriu-
sensei.”

Suzaku langsung memotong pembicaraan dan berjalan keluar menuju pintu ruang guru.
Hmm? Aku berpikir kalau dia cukup sering mengubah topiknya, benar tidak?

Ketika aku akan memanggilnya, dia tampaknya sudah memperkirakan hal itu. Dia lalu
melirik dari balik bahunya, dengan tatapan tajamnya kepadaku.

“Aku belakangan ini mendengar beberapa gosip tentangmu, Chigusa-san. Aku sendiri tidak
percaya dengan gosip itu, tapi kau harusnya hati-hati.”

“Huh.”

Sebelum aku mengkonfirmasi apa maksudnya, pintunya sudah ditutup olehnya.

Karena aku adalah gadis sempurna yang selalu dikaitkan dengan batas-batas yang bisa
dicapai oleh manusia, maka aku menjadi subjek dari banyaknya gosip-gosip. Aku tidak punya
waktu untuk mengurusi gosip itu satu-persatu. Seekora angsa akan menutup telinganya
terhadap suara katak-katak di sekitarnya.

“...Huuuuh...”

Kuriu-sensei, yang sedari tadi menahan napasnya, bernapas lega di depan meja tamu.

“Maaf, Kuriu-sensei. Saya sudah menyita banyak waktu anda.”

Aku merendahkan kepalaku.

“Oh, tidak...”

Dia lalu membalasnya secara spontan.


“Aku hanya sedikit gugup di depan Suzaku-kun, meski sebagai guru aku harusnya tidak
begitu.”

Dia merendahkan tatapannya karena malu. Aku sempat berpikir kalau Kuriu-sensei punya
masalah ketika berurusan dengan siswa laki-laki. Ataukah dia melihat rendah ke arah
Kusaoka-san, sebuah bentuk kehidupan yang memiliki ciri sejenis dengan ketua OSIS, tapi
ternyata hasilnya tidak seperti dirinya? Itu adalah sebuah keputusan yang sulit.

“Hei, Haruma-san.”

Aku terdiam sejenak.

“Haruma-san? Dimana Haruma-san?!”

Sebelum kusadari, Haruma-san sudah menghilang dari kursi sebelahku. Caranya


menghilang sangat mengejutkan, bahkan Mr Malic yang disebut tukang sulap terkenal-pun
akan terkejut. Aku bahkan tidak bisa menyadari kehadirannya membuatku berpikir apakah ini
lebih dari sihir. Semoga tidak!

“Baiklah kalau begitu, Sensei, terima kasih atas waktu anda. Saya permisi dulu.”

“Oh, apa tidak masalah jika kau belum menemukan benda hilang yang kaucari tadi.”

Jika begini, aku harus mengikuti Suzaku, ketua OSIS dan reinkarnasi dari iblis. Setelah
berpamitan ke Kuriu-sensei, aku berjalan menuju pintu keluar ruang guru yang menuju
lorong sekolah, dimana aku bertemu dengan Kusaoka-san, yang menggunakan sihirnya untuk
menghilang. Setelah melihatnya, dia ternyata baik-baik saja dan masih bersuara.

“Ya Tuhan, ini sebuah kejutan! Kau ternyata masih hidup!”

“Apa sih yang kau pikir terjadi padaku?”

Kusaoka-san juga bergetar gembira karena bertemu lagi denganku. Tatapan matanya seperti
seorang anak laki-laki yang menatap sebuah etalase dimana ada benda yang dia inginkan ada
di depannya. Jadi dia memang kesepian ketika tidak ada aku. Orang yang jujur memang
pantas menerima penghargaan emas. Dan kali ini, pinjaman dengan jangka waktu 35 tahun
terdengar bagus!

“Kita harus membuntuti si ketua OSIS sebelum dia pergi meninggalkan sekolah.”

“Huh? Kenapa begitu?”

“Aku merasa kalau dia menyembunyikan sesuatu.”

“Dan kecurigaanmu ini berdasarkan apa?”

“Intuisi wanita.”
Kusaoka-san bersuara seperti ‘Uh huuh’. Meski aku mulai berjalan, dia tidak mengikutiku.
Mungkin penghargaan perak lebih yang memberikan pinjaman selama 20 tahun lebih cocok
untuknya?

“Kau jangan teralihkan. Bukankah tugasmu adalah menginvestigasi tersangka utamanya


tentang identitas si lintah darat?”

“Ya ini, aku sedang menginvestigasi tersangkanya.” Aku mengatakannya sambil menunjuk
ke arah pintu keluar. “Tunggu dulu. Haruma-san, mungkinkah kau mencurigai Kuriu-
sensei?”

“Well, dia termasuk tersangka juga.”

“Aku tidak berpikir kalau Sensei adalah lintah daratnya.”

Aku menyatakan itu dengan penuh perasaan.

“Mengapa begitu?”

“Seseorang yang punya bisnis lintah darat pastilah punya sifat yang busuk.”

Siapapun yang mau sejauh itu meminjamkan uang dengan bunga tinggi ke orang lain yang
baru dia kenal, pasti di pikirannya hanya ada uang. Uang adalah segalanya bagi mereka.
Bahkan ketika salah satu atau ada beberapa klien mereka hilang, mereka akan meresponnya
dengan emosi, tidak pernah sekalipun peduli nasib kliennya. Mereka adalah yang terendah
dari yang terbawah dalam sosial manusia.

Tapi Kuriu-sensei tidak seperti itu. Rasa kehilangan mendalam yang dia rasakan karena
murid-muridnya yang hilang bisa terasa olehku dan itu sangat jelas sekali.

“Sikap sensei selama bersama kita tadi bukanlah pura-pura.”

“Oh dan kau sendiri yang berusaha membuatku yakin?”

“Hmm? Apa maksudmu?”

“Kamu sendiri sudah membuktikan maksudku.”

Kusaoka-san menaikkan bahunya tanpa terlihat peduli denganku.

“Oke begini saja. Mengapa kau mencurigainya?”

“Masalahnya adalah tidak melepaskan status tersangka hanya karena kesan yang mereka
ciptakan. Jika alasanmu tidak logis, maka aku tidak akan percaya itu. Bukankah itu dasar dari
hubungan antara manusia?”

“Aku percaya dengan opiniku. Apakah aku perlu alasan yang lebih dari itu?”

“Ya itu benar. Tapi opinimu bukanlah opiniku.”


Kusaoka-san secara keras kepala menolak untuk setuju denganku. Biasanya dia sangat
kooperatif, jadi mengapa hari ini sangat kontras? Apakah ada alasan psikologis tertentu untuk
itu? Ah, bukankah itu lebih cocok untukku?

Aku menghentikan semua pikiranku itu, yang dipenuhi banyak sekali kalimat-kalimat
populer yang sedang populer di jalanan sana, dan akupun bernapas dengan pelan. Tidak ada
yang bagus dari sebuah konflik. Aku terlahir di sebuah negara yang damai dan berniat
menyelesaikan masalah-masalah dengan dialog.

“Haruma-san, mari kita berbaikan. Kumohon. Seperti sebelumnya. Bukankah kita seperti
itu sebelum saat ini?”

“Aku ini sama seperti sebelumnya. Aku hanya mengatakan apa yang ada di pikiranku saat
ini.”

Kusaoka-san mengembuskan napasnya dan menatap ke mataku langsung.

“Aku ingin pulang. Aku lebih putus asa untuk pergi pulang daripada semua budak
perusahaan di dunia ini. Dari sejak pertamakali kita bertemu, perasaanku belum berubah. Kau
mungkin punya banyak waktu luang, tapi aku tidak. Serius ini, aku tidak.”

“Bukankah kau mengikutiku dengan bahagia sampai sekarang? Bukankah kau


meminjamkan kekuatanmu? Apa yang membuatmu berubah pikiran secara tiba-tiba?”

“Tunggu, biar kuperjelas. Tidak ada satupun momen dimana aku bahagia. Dan bukankah itu
cuma idemu saja ‘meminjamkan kekuatan’ hanya sekedar agar seseorang melakukan
pekerjaan kotor untukmu?”

“Well, aku tidak bisa membantah itu.”

“Kau sebenarnya setuju denganku...”

Begitu ya. Kusaoka-san mungkin tidak berubah sama sekali. Bahkan ketika di atap, di MOL
Burger dan investigasi kami, dia selalu seperti ini.

Kalau begitu, jadi siapa yang sudah berubah?

Tentunya, mustahil kalau aku, yang merupakan gadis sempurna, berubah, jadi pasti ada
orang ketiga yang tidak terlihat disini. Oh, Kusaoka-san baru saja mengatakan sesuatu yang
sangat menakutkan.

...Jadi mengapa ada hal yang mengganjal di hatiku?

Ketika kuingat-ingat lagi kata-kata Kusaoka-san, ada sesuatu yang terasa aneh muncul di
hatiku. Itu adalah sebuah keganjilan, yang disebabkan oleh rasa jengkel yang tidak dapat
kukontrol. Pertama, aku terdiam oleh emosi-emosi yang aku sendiri tidak ingin diriku
mengakui itu, dan kemudian diriku menjadi terluka karenanya.

“...Haruma-san. Apakah kau tahu tentang doktrin organisasi yang dikatakan oleh Perwira
Jerman Hans von Seeckt?"
“Seeckt? Bukankah dia orang yang mengatakan kalau siapapun yang malas dan pintar
adalah orang yang layak untuk jabatan pemimpin tertinggi, yang pintar dan rajin harusnya
ditempatkan di staff para pemimpin, yang bodoh dan malas cocok ditempatkan di petugas
harian, dan terakhir yang bodoh dan rajin harusnya mati?”

“Benar sekali. Aku adalah orang yang malas dan pintar. Oleh karena itu, akulah yang
memegang tongkat komando disini.”

“Oke.”

“Aku juga pintar dan rajin. Dengan kata lain, aku juga yang bertugas menuliskan rencana
pertempurannya.”

“Uh huh.”

“Dan itu berarti menyisakan dua peran tersisa untukmu. Apakah kamu mengerti apa yang
ingin kukatakan?”

“Tidak, aku tidak paham.”

Argumen kami tampaknya sudah mencapai titik didih. Atau bisa disebut juga, debat
sepihak.

Ketika membahas tentang hubungan antara manusia, ada tiga hal yang penting : pujian, rasa
takut, dan tunduk. Sejauh ini, aku sudah memuji Kusaoka-san lebih dari cukup. Meski aku ini
adalah pemimpin tertinggi dan staff perencana, dimana aku diberikan kuasa untuk
menentukan rencana, mengapa dia tidak patuh terhadap perintahku?

Pada akhirnya, aku mengambil langkah ke depan dengan menunjukkan emosiku.

“Tolong jangan komplain hal-hal yang remeh...Dasar sampah!”

Setelah itu, pujian berubah menjadi rasa takut. Taktiknya adalah menggunakan kekerasan
verbal, singkat dan tepat sasaran. Ada sedikit rasa bersalah terlintas di pikiranku ketika aku
mengatakan kata-kata yang seharusnya tidak pernah kukatakan, tapi aku tidak bisa menarik
kembali kata-kata yang sudah kukatakan setelah keluar dari mulutku. Memang begitu.
Kusaoka-san adalah sampah yang tidak bisa dibandingkan denganku. Bukankah faktanya
memang begitu, orang-orang yang berada di kasta rendah mengikuti mereka yang ada di
atasnya?

“Anak buah hanya diperlukan kekuatan ototnya saja. Otak tidaklah diperlukan! Haruma-san,
kau adalah si sampah, jadi diam dan turuti apa yang kukatakan!”

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 5 : Kusaoka Haruma 4


x x x

Kata-kata yang sungguh buruk keluar dari Chigusa ‘si normal yang sopan’. Wajahnya
terlihat pucat ketika mengatakan itu, sehingga aku sendiri menjadi bingung dengan apa yang
terjadi.

Menjadi sampah adalah masalah harga diri. Ada suatu bagian dalam diriku yang tidak bisa
menerima kalau aku dipanggil sampah oleh siapapun.

Sebenarnya bagus kalau kau menyebut dirimu sendiri kuzu, bahasa Jepang dari sampah.
Faktanya, aku terlihat sangat keren bisa mengakui bagian kuzu diriku. Kuzu Ryu Sen adalah
jenis Kuzu yang sangat keren, dan ada juga Kuzu yang romantis seperti Hoshikuzu
Loneliness.
[note: KuzuRyuSen adalah salah satu jurus Kenshin Himura – Battosai di manga/ anime Samurai X. Hoshikuzu
Loneliness adalah lirik pembuka di lagu Yoshimi Iwasaki – Touch.]

“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan tadi.”

Aku tidak paham mengapa dia membuang Kuriu-sensei dari daftar tersangka, dan dia
sekarang bersikeras menjadikan Suzaku Reiji sebagai pelakunya. Bukan masalah tentang
bisnis lintah darat, bukan pula masalah bagaimana dia memperlakukan orang lain seperti
anak buahnya, bukan juga tentang kata-kata dan tindakannya yang sesuai logika. Tidak ada
satupun hal tentang Chigusa Yuu yang bisa kupahami sebagai seseorang, tidak ada satupun.

Yang bisa kupahami hanyalah apa yang bisa kulihat dari luarnya saja: wajahnya terlihat
cantik. Itu saja.

Chigusa tampak terkejuut mendengar kata-kataku. Diapun terlihat mengedip-ngedipkan


matanya berkali-kali, lalu bahunya terlihat menurun.

“Kau masih belum mengerti setelah semua yang sudah kukatakan kepadamu? Ternyata
begitu ya.”

Dia mendesah kesal dengan ekspresi yang jijik.

“Dengan kata lain, kau ingin aku mendefinisikan kata sampah untukmu? Apa kamu mau
diriku menjelaskan padamu bukti kalau kau itu sampah, Haruma-san?”

Nada suara Chigusa seperti beracun, disertai emosi yang lebih kuat dari biasanya.

“Hm? Hmm, ya sudah kalau itu yang kau mau, silakan saja.”

Suasana menjengkelkan yang biasa terjadi dengan Amane-chan mulai terasa. Dalam
kejadian-kejadian sejenis itu, aku biasanya mendengarkan apa yang dikatakannya seperlunya
dan membuat suara-suara yang terkesan simpati. Sejujurnya, aku tidak perlu memahami apa
yang terjadi. Yang harus kulakukan adalah pura-pura mendengarkan. Maksudku, mustahil
aku bisa melihat isi hati orang lain. Ketika orang sudah menutup hatinya dengan dadanya,
hanya sedikit lubang kecil yang tersisa untuk dilewati sebuah kebenaran agar bisa menuju
hatinya. Ada suatu jalan untuk melihat kesana juga. ‘Suatu jalan’ itu berarti sesuatu yang
kecil, yang berarti dada dari Chigusa!

Semua hal tersebut hilir-mudik di kepalaku, Chigusa lalu pura-pura terbatuk dan
mengatakan ahem.

“Sejak awal, kau sendiri tidak punya satupun teman.”

“Hmmm.”

“Kau diam-diam selalu memandang rendah semua hal di dunia ini!”

“Benar sekali.”

“Kau tidak pernah mengerti bagaimana cara orang memandang. Kau hanya ingin melihat
sesuatu sesuai dengan sudut pandangmu!”

“Apa itu buruk?”

“Ketika kau memberikan jawaban, kau hanya menjawab apa yang ingin kau katakan saja.
Itu adalah cara komunikasi yang cacat!”

Chigusa terus membabi-buta dengan definisi sampahnya. Ini seperti sesuatu yang berasal
dari light novel. Kalau begini, maka respon terakhirnya akan seperti ini, “Siapapun yang
berpikir kalau kau ini sampah, adalah sampah juga,” dan pada akhirnya dia tidak punya
pilihan selain menenangkan diri.
[note: Itu ada di LN Oregairu vol 6 chapter 9.]

Dan akhirnya, kosakata frase umum yang biasa kugunakan untuk menyenangkan gadis yang
mengoceh sudah habis, dan itu juga bersamaan dengan Chigusa yang tampak sudah
kehabisan bensin. Dia terlihat kelelahan.

“Kenapa kau tidak mau mengerti?! Sikap sensei jelas-jelas tidak ada kemiripan dengan
image lintah darat yang terbuang dari kehidupan manusia. Kalau kau tidak bisa memahami
itu, Haruma-san, maka kau ini adalah psikopat! Mau kau panggil apalagi orang yang seperti
itu kecuali sampah?!”

“Memang, cukup jelas. Seperti katamu tadi.”

Aku mengatakannya dengan lemah, tanpa memasukkannya dalam hati.

Ehehehe. Aku menunjukkan senyum santai. Semua pembicaraan tentang sampah ini
membuatku lelah. Bahkan, akupun yang tidak bermuka tebal, masih dibilang sampah dan
sejenisnya. Meski begitu, aku berusaha menghindari badai ini sebisa mungkin tanpa
melibatkan hal fisik. Memaksa wajahku untuk tersenyum saja sudah membuat ototku terasa
sakit.

Kesabaranku sepertinya terbayar, karena kulihat Chigusa terlihat tenang setelah mengatakan
apa yang dia ingin katakan. Dia mengembuskan napas kecilnya dan melihat ke arahku.
“Tampaknya kau sudah paham sekarang, Haruma-san. Aku berharap bisa membangun
sebuah ‘partnership’ yang saling memuaskan kedua pihak di masa depan. Satu hal yang baik
tentang sampah adalah sedikit yang terluka ketika mereka dibuang, jadi kau sangat berharga
bagiku, Haruma-san. Begitulah.”

Dia mengatakan itu sambil menepuk pundakku. Dia tersenyum seperti sudah mencapai
suatu pencapaian dan terasa puas.

...Dan itu berarti, jika aku ingin mengatakan itu, maka inilah saatnya.

“Kaulah yang sampah disini.”

Thwack. Kasar tapi ada benarnya, aku lepaskan tangan yang menyentuhku itu. Meski begitu,
ekspresiku tetap tersenyum seperti tadi.

Gak usah banyak bacot, cepat kerjakan tujuan kita datang kesini! Dasar lintah darat, gadis
pelacur gila!

Keseimbangan antara kesabaranku dan kepuasan Chigusa pecah. Tanpa melakukan hal yang
melanggar aturan dan langsung mencetak home-run, maka hasil pertandingan sudah
diputuskan.

“...”

Mulutnya terbuka, Chigusa melihat ke arah wajahku dan tangannya, secara perlahan-lahan.

Bagus. Tidak ada satupun yang kukatakan bisa menembus tulangnya yang tebal itu. Tidak
ada gunanya berdebat dengan orang yang sejak awal menolak untuk dialog, hanya saja tidak
ada gunanya memberitahu kesalahan mereka ataupun menasehatinya. Memberitahukan
seseorang sebagian yang ada di pikiranmu bukanlah hal yang buruk; itu malah menusuk di
bagian yang terluka. Lebih efektif dengan cara yang seperti itu.

Memperoleh kepercayaan dari seseorang lalu menghancurkannya adalah wajah dari manusia
sampah yang sesungguhnya di bumi ini. Itu adalah cara hidup mereka.

Aku akan memberikanmu tempat duduk di barisan depan, Chigusa. Kalau ini berarti
menjadi sampah.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 5 : Chigusa Yuu 5


x x x

“Kaulah yang sampah disini.”

...Itu terjadi sebelum aku mengedipkan mataku.

Tanganku menjadi panas luar biasa seperti sedang dijepit sesuatu. Punggung tanganku terasa
sakit, seperti kulitnya sedang melepuh, membengkak dan dipenuhi rasa sakit.

Aku menyadari kalau ternyata hanya tanganku saja yang merasakan sakit tersebut.

Aku pertama kali menangis karena kekerasan seorang pria ketika balita dulu, dokter
memukul pantatku. Waktu itu, well, ada alasan untuk itu, bisa dikatakan aku menerima hal
itu, tapi kali ini, aku mendapatkan kekerasan karena menghampiri seorang pria. Sebuah
tindakan yang sangat kasar. Tindakan seperti ini bisa memicu tuntutan hukum.

Aku mengedipkan mataku. Air mata menyebar dengan cepat dari mataku. Ketika aku mulai
meninggalkan keadaan diriku yang menyedihkan ini, yang bahkan tidak sanggup untuk
menaikkan satupun jariku untuk menghentikannya, aku menatap langsung ke arah Kusaoka-
san, yang hanya membalasku dengan senyumannya yang santai. Pura-pura bodoh, aku
menatap diantara tanganku yang sudah gerah dan wajah pria muda yang telah
mengakibatkannya.

Meminta bantuan ke orang lain bukanlah hal yang perlu dilakukan dengan meminta maaf.
Dari berbagai sudut pandang, orang ini adalah yang terburuk dari semua yang terburuk.

“...Baiklah.” Aku mengatakannya dengan nada yang agak tegang. Aku putuskan untuk
memberikannya hukuman yang terberat. “Baiklah kalau begitu. Aku kurangi Johannes
poinku. Silakan kau pulang ke rumah.”

“Wh-Whoa. Kamu serius?”

“Cepatlah!”

“Wah...Coba sejak awal aku tahu kalau akan berakhir begini...”

Kusaoka-san terlihat pergi dengan lesu tanpa berusaha memprotes apapun. Meskipun
punggungnya terlihat rendah seperti diselimuti kesedihan, aku paham yang terjadi.

Aku memutuskan untuk membubarkan waktu dimana kita harusnya bisa menghabiskannya
bersama, tapi itu harus kulakukan agar dia memikirkan dengan baik segala tindakannya hari
ini. Dia sudah membuat Chigusa yang lemah dan penakut ini sebagai musuhnya.

Ketika membahas hubungan antar manusia, ketiga hal tersebut sangat penting. Dia sudah
membuatku kagum dan menakutkanku. Dan yang tersisa adalah mematuhiku. Memang, yang
akan dilakukan Kusaoka-san setelah ini hanyalah mematuhiku.

Setelah ada pasangan terpisah, mereka akan bertemu lagi setelah merasakan penyesalan
yang mendalam dan perasaan ingin dimaafkan dalam sebuah adegan dimana seluruh pemirsa
bioskop di Amerika rasanya ingin menangis saja ketika melihat itu. Bahkan termasuk
Kusaoka-san, yang kurang dalam skill komunikasi, akan merasakan kesendirian dan terisolasi
setelah diusir seketika seperti tadi. Dia akan merasa malu karena melakukan kesalahan.
Berapa detik yang diperlukan baginya untuk membalikkan badannya dan berlari kembali ke
arahku?

Aku berpikir bagaimana aku harus menerimanya kembali. Haruskah aku tersenyum dan
menaruh tanganku di bahunya? Atau haruskah aku membuat jari-jari kakinya untuk
menyentuh keningnya sendiri? Aku mungkin akan membiarkannya menunggu di tengah salju
dan hujan, a la ‘Walk to Canossa’. Insiden ini akan tertulis dalam buku resmi ‘Pekerjaan
Chigusa’, dan akan dikenal luas ke seluruh negeri sebagai bukti akan adanya eksistensi dari
keadilan.

Entah mengapa, ini membuatku antusias. Mungkin sangat klise ketika mengatakan kalau
waktu berlalu dengan cepat ketika kau sedang bersenang-senang, tapi itulah yang terjadi
denganku. Ketika kulihat aplikasi stopwatch di smartphoneku, satu menit sudah lewat begitu
saja, dan kemudian tiga menit, lima menit, dan kemudian...hmm?

Tidak peduli seberapa lama aku menunggu, Kusaoka-san tidak kembali. Meski aku
fokuskan pendengaranku, yang terdengar hanyalah suara helikopter dan tangisan kesendirian
para burung yang hidup di malam hari. Seperti orang bodoh, aku berdiri sendiri di lorong,
sendirian.

Ketika aku melihat jendela terdekat, aku terkejut.

Di gerbang hitam yang menjulang tinggi dalam kegelapan malam. Disana, di pintu samping,
ada seseorang.

Dari bayangannya, itu jelas Kusaoka-san. Entah apa dia tahu kalau aku sedang melihatnya
atau tidak, dia melambai-lambaikan tangannya dengan gembira ke arahku, setelah itu dia
pergi ke arah perumahan dekat sekolah dan menghilang dalam kegelapan malam. Kalau aku
memanggilnya dengan tergesa-gesa pada saat ini, maka aku hanya akan mendengar suara
mesin penjawab. Apa dia sedang bermain-main denganku? Dia harusnya ada disini, di sisiku.

Aku bisa mendengarkan suara kertakan gigiku yang berada dalam mulutku. Kedua kakiku
menghentak lantai untuk melampiaskan rasa frustasiku. Berpikir kalau dia telah
membodohiku. Kalau sudah begini, aku akan berubah menjadi Super Saiyan Johannes untuk
mengawali kejadian buruk ini, sebuah konflik yang serius...

“...Ya ampun.”

Aku keluarkan kekesalanku. Aku memutar badanku dari arah jendela secara perlahan.

“Ini konyol sekali...”

Ini adalah hal terkonyol yang pernah kualami. Kalau akhirnya memang akan menjadi begini,
baiklah. Aku akan bermain seperti permainannya. Aku tidak akan mau lagi membagi sumber
daya diriku yang berharga dengannya.
Tak terbayangkan rasanya kalau sekarang akulah yang mengikutinya, aku akhirnya
memutuskan untuk meninggalkan gedung sekolah. Di luar, angin malam seperti
menyelimutiku. Tidak ada satupun yang melindungiku dari angin ini. Tentunya, aku juga
tidak membutuhkan siapapun sejak awal.

Tanganku masih diselimuti rasa sakit. Entah apa itu karena kata-katanya sudah mengenaiku
ataupun hal-hal lainnya, memikirkan itu saja sudah menggangguku, jadi aku putuskan untuk
tidak membahasnya lagi. Aku kepalkan tanganku. Jadi rasa sakit itu akan pergi dengan lebih
cepat. Dengan begitu, aku bisa tidak mempedulikan rasa aneh di hatiku ini.

Orang yang menyedihkan.

Orang yang benar-benar menyedihkan.

Pertama kali dalam hidupnya, Chigusa Yuu menghina seseorang.

- Chapter V | END -
ユウト

Ditranslate oleh Aoi. zcaoi.blogspot.com

Qualidea of The Scum Chapter 6 : Kusaoka Haruma 1

x x x

@ki-sa*721

Ada sesuatu yang mengganggu pikiranku.

@ki-sa*721

Ada sebuah jalan misterius di depan tempat tinggal pacarku.

@ki-sa*721

@gial✰star aku ini tidak sedang membicarakan tentang hubungan kita.

@ki-sa*721

Memangnya mengarah kemana ya? Ternyata itu adalah jalan baru yang sedang
dibangun(LMAO).

@ki-sa*721

Tak-kun luar biasa.

@ki-sa*721

Berjalan di sebuah jalan yang misterius.

@ki-sa*721

@gial✰star aku takut kalau aku tidak ketakutan (lol).

@ki-sa*721

Tak-kun.
ユウト

@ki-sa*721

Huh?

@ki-sa*721
Gelap sekali.

@ki-sa*721
Apa-apaan ini. Aku tidak menyukai ini sama sekali. Tidak.

@ki-sa*721
@gial✰star

@ki-sa*721
Sangat lembut dan cantik.

x x x

Hembusan angin yang sebelumnya terasa menyegarkan dan dingin, sekarang secara
perlahan-lahan berubah menjadi lembab dan panas. Langit yang terbentang luas di atasku ini
seperti sedang menatapku, sembari ditemani udara yang secara perlahan-lahan berubah
menjadi panas dan lembab.

Sudah satu minggu berlalu sejak Chigusa dan diriku bertemu untuk terakhir kalinya.
Perasaan menyiksa ini akhirnya berubah menjadi kelegaan ketika aku mendapatkan kembali
kehidupanku yang tenang dan damai. Bahkan kereta yang membawaku ke sekolah terasa
panas dan lengket ketika berada di dalam gerbong. Sifatku yang sudah dari sananya merasa
tidak nyaman hanya diperburuk saja oleh suasana tidak nyaman di sekelilingku ini.

Alasan utama cuaca ini menjadi lebih lembab tidak serta merta disebabkan oleh musim di
Jepang; tapi kebanyakan disebabkan oleh manusia-manusianya. Dunia yang baru (alias
semester yang baru) mulai di bulan April, dan mulai membuat orang-orang yang menjalani
semester baru tersebut terkuras energinya, tidak peduli apakah mereka beradaptasi dengan itu
ataupun tidak. Ini menyebabkan tingkat kelembaban udara di dunia ini meningkat.

Apa kamu paham penjelasanku tadi?

Ludah-ludah berhamburan keluar dari mulut satu ke mulut lainnya hanya untuk berusaha
mencari teman di kelas baru. Sebuah keringat dingin terlihat sedang menetes dari wajah
seseorang yang sudah putus asa untuk bisa membuat percakapannya terus mengalir, dan
ketika pulang sekolah mereka akan mendesah kesal: “Hari ini aku seperti patung saja, huh...”.
ユウト

Lalu, ketika orang itu tidur, kesuraman hari itu merembet ke bantal mereka dan membuatnya
basah. Kemudian, ketika tengah malam, sebuah trauma yang terjadi ketika semasa SMP
muncul dalam mimpinya, membuat orang itu terbangun dengan keringat membanjiri
tubuhnya---begitulah dunia ini bekerja.

Kalau tubuh satu orang saja bisa melepaskan begitu banyak cairan, maka masuk akal kalau
dunia ini terasa lebih lembab dari biasanya.

Plus, disini banyak sekali timbunan manusia di Tokyo. Ketika kamu naik kereta Yamanote,
penderitaanmu sudah dimulai sejak naik transportasi ke sekolah. Karena ada gerbong khusus
wanita, aku menyarankan agar mereka juga membuat gerbong khusus orang gemuk ketika
musim panas. Begitulah, membuat gerbong khusus bukan berarti bisa mengisolasi mereka.
Malahan, banyak wanita yang memilih untuk masuk ke gerbong yang biasa aku tempati
setiap harinya.

Berusaha mencari tempat-tempat pojokan agar menghindari bersentuhan dengan orang lain,
biasanya para gadis-gadis SMA akan memegang pegangan berdiri dan berdekatan sambil
mengobrol dengan teman-teman mereka.

“Sedang membaca apa?”

“Oh ini, berita utama hari ini. Uh oh, burung-burung di dunia ini, seperti, sedang sekarat.”

“Apa-apaan itu? LOL,” gadis yang kusebut gadis biasa #1 itu membalasnya dengan datar.

Akupun sempat berpikir kalau pembicaraan yang kudengar di sebelahku ini adalah hal yang
lucu. Burung-burung itu mati bersamaan, eh? (LOL) Er, itu sebenarnya tidak lucu...

Si gadis biasa-biasa tersebut pasti berpikiran sama denganku karena dia tersenyum dengan
aneh hanya agar terkesan ramah. “Ahaha...Eheheh...”. Lalu, dia kembali menatap ke layar
HP-nya. “Kalau tidak salah, berita sebelumnya tentang banyaknya ikan-ikan yang mati
bersamaan?”. Dia mengatakan itu untuk mengisi kesunyian yang hadir diantara mereka.
Gadis yang kusebut sebagai gadis biasa #2, mungkin sedang memikirkan hal yang sama, dia
lalu memindahkan pandangannya yang sedari tadi menatap ke arah luar jendela dengan
tatapan serius.

“Ohh, ingat tidak tempatnya dimana? Kasumigaseki? Masih ingat soal kolam
disana...Bukankah itu terlihat menakutkan?”

“Benar kan? LOL memang menakutkan.”

Kasumigaseki adalah nama sebuah kelurahan, bukan nama kolam. Apa sih yang dipikirkan
oleh para gadis SMA ini? LOL menakutkan sekali. Banyak ikan-ikan mati di danau
ユウト

Kasumigaura. Bukan sebuah kolam. Apa-apaan kalian, para gadis SMA? LOL sungguh
menakutkan.

Kau mendengar berita tentang banyaknya burung dan ikan yang mati setiap hari. Itu
bukanlah hal yang abnormal. Kalau kau menghubungkan berita barusan dengan berita-berita
di masa lalu, kau akan berpikir kalau ada sebuah konspirasi yang sedang terjadi. Beberapa
orang yang mengaku penganut aliran tertentu akan menghubungkan cerita-cerita tersebut dan
menyimpulkan sesuatu seperti : “Roh penjagaku berbicara kepadaku! Dunia ini akan hancur!
Sekarang sedang tayang di bioskop!”.

Orang-orang semacam mereka dulunya diperlakukan seperti seorang badut, tapi karena
belakangan ini cuaca buruk seperti tidak ada tanda-tanda akan segera berhenti dan disertai
beberapa insiden yang mengerikan, tampaknya pengikut aliran mereka semakin bertambah
banyak. Tapi, aku sangat yakin kalau akhirnya mereka hanya akan menjadi badut tertawaan
lagi. Seperti ramalan Nostradamus, yang sudah menjadi pembicaraan orang-orang di kota
sebelum aku lahir, atau kalender ramalan bangsa Maya. Tidak ada satupun dari ramalan
tersebut menjadi kenyataan.

Sejujurnya, gempa bumi kecil terjadi setiap harinya, sama halnya seperti kematian burung-
burung dan ikan-ikan. Jadi, semua ini hanyalah menghubung-hubungkan semua kebetulan
yang dianggap berkaitan, lalu mengambil kesimpulan yang memuaskan diri sendiri. Selalu
akan ada kecelakaan dan insiden yang tidak akan pernah bisa kita prediksikan.

Pada dasarnya, kesimpulan semacam itu terjadi karena orang-orang menghubung-


hubungkan berbagai macam kejadian yang terpisah menjadi satu sehingga terdengar masuk
akal bagi mereka. Kita hanya melihat apa yang ingin kita lihat; kita hanya mempercayai apa
yang dilihat oleh mata kita. Orang-orang mulai mencari-cari tentang tanda-tanda awal dari
kiamat ketika mereka merasa yakin kalau dunia suatu saat akan kiamat, lalu mereka mulai
melihat apa yang mereka lihat sebagai tanda-tanda kiamat.

Akhirnya, kereta sampai di tujuan. Dengan suara “creak” yang nyaring, kereta mulai
melambat.

“Tahu tidak, ngomong-ngomong soal hal yang menakutkan, apa kamu dengar soal
Perempatan Misterius?”

“Oh, yang itu ya...”

Gadis biasa #1 dan gadis biasa #2 sedang mengobrol, tapi suara mereka tertelan suara
orang-orang yang berusaha keluar dari kereta, jadi aku tidak bisa mendengar lanjutan dari
obrolan mereka tadi.
ユウト

Perempatan Misterius. Oh ya, itu hanyalah cerita untuk orang-orang bodoh. Ketika aku
keluar dari gerbong dan dan melihat ke aplikasi pesan di HP-ku, aku melihat kembali hal
mistis yang mereka bicarakan itu di daftar SMS HP-ku.

Setelah aku melihat SMS lama yang tertulis berasal dari Johanne, sebuah gambaran gadis
yang cantik mulai terbayang. Sebenarnya tidak buruk-buruk amat kalau hanya
membayangkan wajahnya, tapi ketika dirinya mulai terbayang di kepalaku, efek selanjutnya
yang kurasakan adalah depresi. Dan yang terpenting, aku merasakan sedikit rasa menyesal
ketika menunjukkan sisi brengsek diriku yang kusembunyikan dari orang-orang, aku seperti
sedang bermain-main dengan cairan kimia yang berbahaya. Mereka harusnya menaruh label
“Obat yang berbahaya” di gadis itu.

Sudah satu minggu berlalu semenjak aku melihat Chigusa untuk yang terakhir kalinya, dan
semenjak itulah aku tidak mendengar satupun kabar darinya. Bahkan pemberitahuan-
pemberitahuan ala seorang maniak yang biasa muncul di HP-ku sudah tidak ada lagi.

Ketika aku menutup HP-ku dan mulai berjalan, aku bisa merasakan lagi kalau kelembaban
udaranya meningkat, sedikit demi sedikit.

Serius, apa sich masalah dia?

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 6 : Chigusa Yuu 1

x x x

Bagi para wanita, kegiatan wastafel di pagi hari adalah sebuah medan pertempuran.

Pertempuran awal dimulai ketika mengeringkan wajah yang basah dengan handuk yang
lembut. Secepat kilat, cairan pelembut wajah sudah keluar dari botolnya dan menyebar di
kulit wajahku. Aku juga mengoleskan krim BB, produk yang sering menyelamatkan hidupku,
di ujung jariku lalu mengoleskannya ke seluruh wajahku, sambil merasakan seperti apa otot-
otot wajahku ketika mengoleskannya. Lalu bedak membuat kulitku terlihat semakin bersinar.

Semua itu adalah kegiatan menyentuh kulitku: dari sini, kegiatan utamanya akan dimulai.

Ini adalah sesuatu dimana aku ingin memfokuskan semua energiku, atau setidaknya,
sebisaku. Hari ini adalah hari dimana aku diijinkan untuk membawa Misa ke rumah sakit.
ユウト

Tidak pernah ada bisnis yang membuatku, sebagai pencari nafkah dalam keluarga Chigusa,
serius mengerjakannya dari pagi hingga malam. Aku bahkan tidak punya waktu yang cukup
untuk memakai make-up dengan wajar. Dalam pertempuran melawan waktu, sebuah rencana
serangan yang sederhana adalah hal yang terpenting.

Aku mengoleskan sedikit eyeliner berwarna coklat, mengoleskan mascara di area sekitar
mataku, pelentik bulu mata, mengolesi bibirku dengan krim bibir, dan jadilah! Tantangan tiga
menit make-up telah selesai! Saatnya tersenyum ke cermin!

“Hmm, cantiknya!”

Seorang gadis yang sangat cantik terlihat sedang tersenyum kepadaku.

Menurut teman-teman sekelasku yang pernah pakai make-up, cara make-upku agak diluar
normal. Karena kedua orangtuaku tidak pernah mengajarkan diriku bagaimana cara
melakukannya, aku akhirnya mengembangkan metodeku sendiri yang menurutku cocok
untuk kulitku.

Jika aku punya waktu, aku akan dengan senang hati melakukan make-up yang diperlukan.
Aku akan mengoleskan bedak dengan kualitas premium, memakai bulu mata sekali pakai,
mengolesi bibirku dengan lipstick dari toko terkenal, dan berubah menjadi sesuatu yang
memiliki kecantikan tiada tara, sesuatu yang melebihi konsep wanita cantik saat ini. Aku bisa
mengikat siapapun yang menatapku, tapi sayangnya, beginilah hidupku.

Orang-orang di dunia ini mengalami apa yang namanya keterbatasan pilihan.

“…Onee-chan, jangan terus berbicara dengan dirimu sendiri di wastafel.” Misa, yang sudah
selesai berganti baju, terlihat tertawa ketika mengatakannya.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 6 : Chigusa Yuu 2

x x x

Hari ini, rumah sakit terlihat sangat ramai sekali.

Adanya berita tentang penyakit menular yang berbahaya belakangan ini, membuat para
warga yang terserang flu biasa menjadi panik. Karena itu, para pasien yang dijadwalkan
untuk menjalani check-up rutin harus mengantri lama. Mungkin, aku seharusnya
memanfaatkan kekuatan make-upku untuk mengurangi jumlah populasi manusia.

TV yang ada di ruang tunggu sedang memberitakan tentang skandal korupsi yang
melibatkan perusahaan obat-obatan atau semacam itu, aku menyimpulkan begitu karena ada
ユウト

gambar petugas sedang melakukan penggeledahan di sebuah pabrik obat-obatan. Karyawan


pabrik yang memakai jas lab terlihat kesal sambil mengatakan : "Ini penyelidikan yang tidak
adil! Pemerintah sedang menyembunyikan sesuatu !" Ya Tuhan, orang-orang yang harusnya
punya uang cukup ternyata punya masalah yang lebih besar.

Kami akhirnya bisa pulang ke rumah, bisa kukatakan kalau ini agak terlambat dari jadwal.
Bahkan jika aku berangkat ke sekolah saat ini, sudah masuk jam makan siang jika aku sampai
disana.

Karena itu, maka, kami memutuskan untuk di rumah saja dan menyiapkan makan siang.
Setelah siap, kami duduk bersama di meja makan, duduk berdekatan, dan menutup kedua
mata kami.

"Terima kasih atas makanannya."

Kami mengucapkan rasa syukur kami.

Aku bisa merasakan kalau cahaya matahari seperti sedang mengintip di balik gorden,
membuat ruangan ini terasa sedikit hangat.

Makan siang hari ini terdiri dari rebusan sayuran ditambah dengan krim, terdiri atas wortel,
kentang, dan jamur yang dibeli dari super sale tempo hari. Terlihat ada potongan kecil kulit
kentang masih menempel, tapi balutan krim tersebut membuatnya terlihat seperti sajian
restoran. Beginilah masakan rumahan yang seharusnya. Belakangan ini, banyak sekali paket
makan di restoran yang menyajikan menu-menu semacam itu, tapi jika ada tamu yang datang
ke rumahku, aku akan menunjukkan kepada mereka bagaimana seharusnya makanan rebus
itu.

Misa mengambil sendok dengan tangan kanannya dan piring dengan tangan kirinya. Aku
mengambil sayuran rebus dan sendok dengan tangan yang sebaliknya untuk mencocokkan
responnya. Kami mensinkronkan gerakan kami, bahkan untuk kegiatan seperti ini.

Ketika Misa meniup rebusan yang ada di sendoknya, dia tiba-tiba terhenti. "Kupikir, ini
saatnya bagiku untuk membuat makanan seperti rebusan dan kare."

"Kenapa begitu?"

"Maksudku, kau tampaknya sibuk sekali ketika pagi, Onee-chan."

"Kau harusnya mengkhawatirkan dirimu, Misa."

Aku mencubit dengan lembut kening adikku ini. Dia tampak terkejut dan menyembunyikan
kepalanya, sebuah adegan yang menggambarkan betapa manisnya dirinya.

"Aww...Meski begitu, untuk sekarang aku hanya bisa mengupas kentang saja!" Misa
menggerak-gerakkan kepalanya sambil mengupas kentang yang hendak dia makan.

"Tentu saja kau bisa. Itu memang sangat enak."


ユウト

Tanpa sadar, aku menepuk kepala Misa dengan lembut. Akupun menyentuh keningnya
dengan jariku, dia lalu berusaha menutupi keningnya dengan jari-jarinya.

Misa adalah gadis yang sangat mempedulikan orang lain, tanpa melihat situasi dirinya. Dia
itu seperti malaikat. Dia juga adalah kebanggaan dari keluarga Chigusa. Begitu ya, jadi adik
perempuanku ini memang mirip denganku. Professor Mendel ternyata benar.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 6 : Chigusa Yuu 3

x x x

"Ngomong-ngomong, Onee-chan. Ichihime-chan mengatakan sesuatu kepadaku."

Misa mengatakan kepadaku ketika kami sedang mencuci piring, seperti ingat tentang sesuatu.

Ichihime-chan adalah teman sekelas dari Misa, dia juga sering datang kesini. Kupikir dia
adalah gadis paling manis sedunia, setelah Misa, dalam kategori gadis yang lebih muda
dariku.

"Dia mengatakan semacam...Lintah darat atau sistem semacam itu? Katanya belakangan ini
ada lintah darat yang sedang beroperasi di sekolah. Sungguh menakutkan!"

"Sungguh menakutkan." Aku mengangguk ketika mengatakannya.

Orang mengatakan kalau para lintah darat ini adalah masalah bagi para anak muda.
Sebenarnya, lintah darat ini adalah sebuah fakta kehidupan, dan mereka itu ada karena para
pelanggannya menginginkan bantuan mereka untuk menyelesaikan permasalahan-
permasalahan.

"Juga, tentang lintah darat itu. Ternyata, kau harus memberi mereka pakaian dalammu
sebagai pembayarannya!"

" Huh?"

Aku tidak percaya apa yang barusan kudengar.

Aku dulu pernah berpikir untuk membuka bisnis yang menjual pakaian dalam dan seragam
bekas pakai. Tapi, aku meragukan itu kalau aku, gadis yang lugu dan sempurna, akan terus
mendapatkan keuntungan bahkan jika sudah punya pelanggan tetap soal itu, jadi aku akhirnya
mengurungkan niatku.

"Tunggu sebentar. Mereka meminjamkan uang hanya dengan dibayar pakaian dalam?"
ユウト

"Yep! Aku memang tidak mempercayainya. Aku tidak paham apa yang menyenangkan dari
mengumpulkan pakaian dalam para gadis!" Misa tertawa sambil mencuci piring dengan
spons. Sikapnya yang sempat menghentakkan kakinya memberikan kesan kalau dia adalah
malaikat di sebuah komunitas yang gelap. Kuharap dia tetap menjadi gadis polos dan sehat
ketika dia besar kelak.

"Seorang lintah darat yang mencari pakaian dalam, huh..."

Sistem keuanganku tidak bisa mengkalkulasikan hal itu.

Kurasa aku paham sekarang. Mengapa klien-klien bisnisku tidak sepenuhnya kabur ke lintah
darat yang lain?

Beberapa minggu ini, penyelidikanku, setelah melalui hal ini dan itu, akhirnya sampai di
jalan yang buntu. Ya, Anna-san itu seperti biji wijen: semakin kau peras, semakin banyak
minyak yang kau dapat. Sayangnya, seperti apa aku menginterograsinya, dia hanya bisa
menangis. Maria-san, juga, memilih untuk tidak mempedulikan SMS dariku. Ketika aku
menghubungi Shia-san, dia juga menghilang.

Ini mungkin terlihat berbahaya, tapi aku bisa melihat secercah harapan. Akan sangat
sempurna jika aku masih punya pria yang tidak berguna di komunitas sosial sebagai tangan
kananku. Tapi, well, itu adalah cerita lain. Aku tidak ada keinginan untuk memikirkan pria
itu.

"Juga, dia ingin kau untuk berbicara dengan kakaknya. Ichihime-chan tampaknya khawatir
tentang sesuatu."

"Berbicara dengan kakak laki-lakinya...?"

Aku memiringkan kepalaku. Jika disana ada cermin, aku pasti terlihat seperti baru saja
melihat Misa menumbuhkan kepala baru.

Nama keluarga dari Ichihime-chan adalah Suzaku dan dia hanya punya satu kakak, jadi
kalau dia mengatakan kakak, maka tidak lain adalah si Suzaku yang itu, si Ketua OSIS.

Ngomong-ngomong soal kebetulan, setelah bertemu dengannya di ruang guru tempo hari,
aku menerima banyak sekali SMS darinya. Semacam "Aku ingin memastikan kalau gosip
tentangmu itu tidak benar", atau "Ada sesuatu yang penting hendak kubicarakan denganmu",
atau "Aku tidak ingin menghakimimu hanya karena mendengar apa yang orang gosipkan
tentangmu".

Dia menggunakan trik-trik kuno untuk PDKT denganku.

Sederhananya, dia pura-pura punya keperluan penting untuk berdiskusi sehingga bisa
mendekatiku. Seorang gadis sempurna sepertiku bisa melihat hal-hal semacam ini.

Mungkin dia bisa PDKT dengan Jane si gadis biasa dengan trik itu, tapi aku tidak tertarik
dengan si Ketua OSIS. Akupun juga tidak tertarik untuk membalas permintaannya di SMS.
ユウト

"...Menurutku, Suzaku-san tampak seperti bukan typemu, Onee-chan." Misa mengatakan itu
tiba-tiba seperti paham diriku. "Ini seperti boneka yang kausukai ketika kecil dulu. Semakin
boneka itu terlihat banyak kekurangan, seperti kulit yang mengelupas dan kancing yang
lepas, kau malah lebih menyukainya."

Mungkin ada benarnya. Pada akhirnya, orang yang kusuka ataupun tidak kusuka hanyalah
sebuah penilaian yang subjektif. Duniaku adalah milikku seorang. Penilaian yang benar,
hanya berasal dariku. Apapun yang kukatakan tentang seseorang pastilah berasal dari kesan
subjektifku terhadap dunia yang kutinggali ini.

Meski begitu.

Ada sebuah batasan untuk semua hal. Mustahil aku bisa mensupport pria terburuk di planet
ini, seseorang seperti Kusaoka-san.

"Mustahil lah. Aku tidak kenal orang itu."

Aku langsung memotong kata-kataku, membuat Misa terkejut. "Huh? Memangnya kau
sedang membicarakan siapa...?"

Menyadari kesalahanku, aku langsung memalingkan wajahku.

Tanpa adanya celemek yang bisa melindungiku, Misa mengendap-ngendap ke arahku


seperti kura-kura kecil. "Hey, hey, siapa dia?! Siapa dia?! Mungkinkah ini ada hubungannya
dengan seringnya dirimu pulang terlambat belakangan ini?!"

"Entahlah."

"Aku tidak tahu apa yang sedang kau lakukan, tapi kalau dipikir-pikir, kau pernah
mengatakan kalau kau menemukan seseorang yang baik! Kupikir itu sangat langka bagi
Onee-chan untuk membicarakan seorang pria, dan lihatlah sekarang!"

"Sudah kubilang aku tidak tahu!" Aku menaikkan bahuku.

Sejak hari itu, sebuah sudut di pikiranku selalu memikirkan dia. Aku tidak mengijinkan
satupun sel otakku untuk mampir ke sudut itu, bahkan jika sengaja sekalipun?

Sebenarnya, apa sich masalah dia?

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 6 : Kusaoka Haruma 2

x x x
ユウト

Sebenarnya, apa sich masalah gadis itu?

Aku memikirkan itu dalam perjalanan pulang ke rumah, mengambil jalan yang sama dengan
jalan yang kulalui ketika berangkat sekolah pagi tadi. Matahari sore sedang membumbung
tinggi seperti sudah menungguku sejak pagi tadi, dan arus keramaian sudah berjalan ke arah
sebaliknya. Aku seperti merasakan kalau yang kulakukan ini hanyalah meniru ulang apa yang
sudah kulakukan sebelumnya, ini juga berarti kalau perasaan yang kurasakan tadi pagi akan
menghantuiku lagi.

Sebenarnya, apa sich masalah dia?

Dia adalah gadis yang tidak ingin kau masukkan ke kategori orang yang aneh, tidak
rasional, dan bajingan kejam yang tidak berperasaan. Gadis yang sesat, lintah darat, dengan
kecantikan yang diselimuti pekatnya kegelapan. Entah mengapa, malah berujung dengan
memujinya, sial betul...

Kalau mau jujur, dia memang punya wajah yang cantik. Wajahnya sendiri sudah
memberikan sertifikat kalau memang layak untuk dipuji. Aku bahkan dengan sukarela akan
memberikan pujianku kepada penampilannya. Setelah itu, suaranya yang manis dan terkesan
sopan akan kukategorikan bonus. Aroma manis dari parfum dan shampoo organik yang dia
pakai juga patut ditambahkan, jadi aku akan memberikan ekstra poin disitu. Tubuhnya, well,
kurasa lebih baik kita tidak membahas lebih dalam soal ukuran dadanya, tapi karena punya
proporsi tubuh yang bagus, kakinya yang panjang dan pinggang yang ramping merupakan
sebuah nilai tambah. Semua spesifikasinya tersebut ketika memakai seragam sekolah,
tangannya yang cantik, kemampuan make-upnya yang kurang, kulitnya yang
halus membuatku memberikannya skor yang bagus di bukuku.

Meskipun dia punya kualitas-kualitas unggulan seperti itu, tidak bisa menyelimuti
kekurangannya yang fatal: dia punya sifat yang keras kepala, idealis, dan sensitif seperti
karakter psikopat di novel-novel latin tentang petualangan.

Dia adalah seorang dewi jika dilihat dari luar, dan seorang malaikat kematian jika dari
dalam. Jarak kedua figur dirinya tersebut dapat membuat orang berhalusinasi. Seandainya
aku terlahir sebagai pohon ataupun rerumputan, aku tidak akan merasakan hal
ini...Keyakinanku tentang "Penampilan akan selalu dihitung" seperti terguncang sampai ke
dasar-dasarnya.

Sambil memikirkan hal-hal tersebut di kepalaku, aku memasukkan tiketku di mesin tiket
gerbang stasiun dan masuk ke halaman stasiun, menuju ke kereta yang akan mengantarku
pulang.

Ketika senja tiba, gelombang manusia seakan tidak ada habisnya hilir-mudik ke kota: para
siswa pulang ke rumah, para ibu rumah tangga pulang belanja makan malam, para mahasiswa
yang berisik mencari tempat mabuk-mabukan. Mereka semua berjalan bersama-sama seperti
sebuah molekul yang bertabrakan satu sama lain.

Matahari senja seperti mengecat tembok gedung kota menjadi berwarna merah pekat, seperti
besi yang meleleh, dan bulan mulai terlihat berwarna coklat muda. Kadang ada sebuah faktor
ユウト

ketidakpastian tentang udara belakangan ini, dan akupun mencoba mencari apa itu dengan
memandangi cahaya matahari yang mulai meredup di langit ini.

"Harumaaa."

Seseorang memanggilku dari belakang ketika aku sedang melihat ke arah langit. Ketika
kubalikkan badanku, Amane-chan sedang melambaikan tangannya. Tampaknya, kami berdua
akan berakhir dengan menumpangi kereta yang sama.

Akupun melambatkan langkahku untuk mengimbangi langkah Amane-chan. "Kau pulang ke


rumah lebih awal."

"Aku ingin mampir ke suatu tempat terlebih dahulu," kata Amane-chan, sambil
menunjukkan beberapa dokumen yang dia bawa di lengannya. Sepertinya itu semacam
pamflet. Kata-kata seperti penginapan, villa, dan hakone terlihat di mataku. Tampaknya dia
akan bertemu teman-temannya untuk merencanakan perjalanan wisata selama liburan.

Amane-chan punya sifat yang menyenangkan terhadap orang luar, jadi dia punya banyak
sekali teman. Dengan alasan yang sama, dia juga adalah tipe orang yang membuat banyak
sekali musuh...Bahkan di ruang guru sekalipun, dia mungkin punya teman dan musuh yang
sama banyaknya.

"Oh, benar juga. Maaf ya, aku dulu memakai namamu sebagai alasan tanpa bertanya dulu
kepadamu."

Ketika aku memikirkan soal ruang guru, aku teringat tentang bagaimana minggu lalu aku
menyebutkan nama Amane-chan di depan Kuriu-sensei. Waktu itu, aku tidak bisa
menjelaskan alasanku ke sekolah ke Kuriu-sensei, tidak perlu berterima kasih ke Chigusa.
Amane-chan mungkin kebingungan jika Kuriu-sensei membahas masalah barangnya yang
hilang kepadanya.

Dan begitulah yang kupikirkan, tapi Amane-chan malah terlihat kebingungan saat ini.

"Huh? Apaan?"

"Uh, apa kamu tidak dengar dari Kuriu-sensei?" tanyaku.

Ekspresi Amane-chan mendadak menjadi lebih berawan dan suasana hatinya tampak
berubah tajam.

"Ahh. Aku sendiri tidak begitu dekat dengannya. Kurasa bisa dikatakan kalau kami berdua
ini tidak cocok. Dia pernah mengatakan kalau dia tidak punya pacar, tapi dia tidak pernah
mengajak ngobrol atau semacam itu..."

Itu mungkin karena Amane-chan suka ganti-ganti pacar...Oh, dan jika dia itu berarti dia
tidak menyukai seseorang hanya karena tidak cocok, maka sisi gelap dari komunitas sosial
para gadis ternyata lebih buruk daripada yang aku bayangkan...Sial! Kenapa kita tidak bisa
akrab dan bersikap baik satu sama lain?
ユウト

Ketika hal-hal itu terus bermunculan di kepalaku, Amane-chan menatapku dan membuat
suara-suara yang tidak menyenangkan. Akupun membalas tatapan suramnya tersebut dengan
berbalik menatapnya dengan tajam.

"Ahh. Jadi itu alasannya mengapa kau terlihat sedih belakangan ini. Apa kamu ini habis
ditolak Kuriu-san?"

"Huh?"

Apaan sich yang kamu ocehkan? Amane goblok!

Ini membuat Amane-chan menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Oh ternyata salah ya, huh...Well, itu tidak mengejutkan. Tipe pria idamannya tampak
berbeda dari diriku. Dia tampaknya juga bukan tipemu, Haruma."

"Oh, jadi sekarang kau sepakat denganku...Tunggu, ini aneh jika kau berpikir kalau gadis
sepertimu adalah tipeku, Amane-chan," kataku.

Langkah Amane-chan terhenti. Ketika aku menoleh ke arahnya, membayangkan mengapa


dia terhenti, Amane-chan terlihat sedang tersenyum aneh kepadaku sambil melambaikan
tangannya, Oh tolonglah.

"Maksudku, kau kan sudah sejak dulu siscon."

"Huh? Apa sich yang kamu katakan? Kau ini salah..."

Meski begitu, sangat normal bagi kakakku ini bersikap seperti ini. Akupun melanjutkan
langkahku, tidak mempedulikan ekspresinya yang terlihat jijik denganku. Meresponku,
Amane-chan lalu mempercepat langkahnya untuk mengejarku.

"Maksudku begini loch. Kau kan selalu membanding-bandingkan gadis lain denganku."

"Itu benar jika kita membahas sisi buruknya."

"Nah itu yang membuat kamu itu siscon...Aku tahu kalau kamu tidak bisa membenci gadis
yang melihatmu dengan rendah."

"Apa-apaan itu? Aku suka yang seperti Perfect Girl Evolution "
[note: Manga tentang gadis hikikomori yang tinggal bersama dengan beberapa pria tamvan, akhirnya secara
perlahan gadis tersebut berubah dan terlihat cantik.]

Kata-kataku dipotong olehnya ketika dia memukul kepalaku.

"Ya, pastinya begitu. Tapi kamu saja yang tidak menyadarinya. Aku tahu kalau kau
menikmati hal itu ketika aku memperlakukanmu seperti itu."

"Umm, apaan? Bisakah kau berhenti untuk mencocok-cocokkan semua hal sesuai dengan
pandanganmu?"
ユウト

Tentu, aku mungkin seperti yang dikatakan Amane-chan, tapi, tidak dari sudut pandangku.

Di dunia ini, tidak ada hal semacam subjektivitas dan objektivitas. Lawan dari subjektivitas
bukanlah objektivitas, tapi subjektivitas orang lain. Karena tidak ada hal semacam
objektivitas, kau bisa membuat penilaian sebanyak apapun yang kau mau tapi kau tidak akan
bisa mengetahui kebenaran tentang hal itu. Yang bisa kau nilai hanyalah takdir itu sendiri.

Lagipula, dunia ini tidak terbuat hanya dari satu penilaian subjektif saja; tabrakan-tabrakan
dari penilaian subjektif yang berbeda itulah yang membuat dunia ini ada. Kalau kita
kehilangan hal tersebut, maka dunia ini akan meledak.

Oleh karena itu, duniaku akan meledak jika aku setuju dengan sudut pandang dari Amane-
chan!

Melepaskan tangan yang dia gunakan untuk memegangi kepalaku, akupun membelokkan
langkahku.

"Haruma, kau mau kemana? Ayo kita pulang bersama."

"Aku ada keperluan. Kau pergilah dulu."

"Aww...Oke kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi bersama?"

"Mustahil, aku tidak butuh dirimu untuk terus menempelku. Juga, sikapmu ini membuatmu
menjadi brocon,"

Aku mengatakan itu sambil mengibas-ngibaskan tanganku ke arah Amane-chan, sikapku itu
membuat ekspresinya terlihat kecut.

Sebenarnya, aku tidak punya hal lain yang akan kukerjakan.

Hanya saja aku berpikir kalau aku disebut siscon oleh kakak perempuanku dan pulang
bersamanya hanya akan membuatku diselimuti perasaan malu, jadi yang ingin kulakukan saat
ini hanyalah pergi ke suatu tempat tanpa tujuan.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 6 : Kusaoka Haruma 3

x x x
ユウト

Aku sudah melakukan 1 putaran penuh : jalan-jalan di toko buku dan permainan
ketangkasan, membaca buku di kafe lalu window shopping di swalayan. Tanpa kusadari,
waktu berlalu begitu cepat.

Meski ini sudah hampir tengah malam, suasana kota masih terlihat sibuk.

Jalan-jalan utama yang membentang dari timur ke barat masih terlihat terang-benderang. Di
sepanjang jalan tersebut terlihat banyak sekali lampu penerangan jalan dan minimarket di tiap
tikungan, begitu pula dengan bar dan karaoke, restoran sake dan ramen. Tapi jika kau
berbelok ke salah satu gang sempit di jalan raya, tiba-tiba kau akan merasakan kegelapan.
Cahaya dari lampu penerangan jalan raya hanya membuat bayangan terlihat lebih gelap dan
pekat.

Dengan pemikiran yang sama, Tokyo ketika senja mungkin akan terlihat lebih gelap
daripada kota lainnya. Tidak karena gemerlap cahaya pertokoan di sepanjang jalan dan tidak
pula karena suara keramaian dari para siswa yang sedang berjalan di seberang.

Satu-satunya cahaya yang terlihat ketika kegelapan tiba adalah lampu kabut dari kendaraan
yang berjalan di jalan raya dan lampu penerangan jalan yang samar-samar. Juga, cahaya dari
lampu gedung-gedung tinggi ketika aku melihat ke arah langit.

Sang cahaya yang bersinar di atas langit ini bukanlah cahaya bintang, tapi cahaya merah
dari lampu. Bayangan sebuah gedung besar seperti bercampur dengan kegelapan malam dan
menjadi tidak terlihat dengan jelas. Hanya kedipan lampu merah yang berada di gedung
tersebut yang memberitahukan kehadiran gedung tersebut dengan jelas.

Ketika siang hari, latar gedung tersebut seakan-akan tidak pernah kusadari keberadaannya,
bahkan aku sendiri jarang sadar kalau ada gedung tersebut disana. Ketika bentuk gedung
tersebut seperti tersembunyi dari pandanganku, aku mulai menajamkan penglihatanku untuk
mencari keberadaan gedung tersebut.

Oleh karena itu, apa yang kau lihat adalah apa yang akan kau dapatkan. Dan apa yang kau
dengar mungkin adalah sesuatu yang ingin kau dengarkan.

Bla bla bla. Aku memikirkan banyak hal yang tidak berguna ketika berjalan pulang ke
rumah.

Karena banyak rumah dan gedung-gedung apartemen baru dibangun di sana-sini,


mengurangi jumlah lahan yang tersedia dan mengakibatkan jalan akses ke perumahan
tersebut menjadi sempit. Mobil yang berlalu-lalang seperti berjalan perlahan karena jalan
yang sempit, dan setiap itu terjadi, lampu mobil tersebut menerangi orang-orang yang sedang
berjalan di trotoar jalan tersebut. Ada sebuah sepeda sedang berjalan dari arah yang
berlawanan dan sepasang kekasih yang masih muda sedang berjalan di depanku. Tidak ada
orang lain lagi yang terlihat. Kalau dibandingkan dengan jalan utama tadi, jalan ini terasa
sangat sepi.

Sayangnya, saking sepinya, aku bisa mendengar pasangan yang sedang bermesraan di
depanku ini mengobrolkan sesuatu.

"Maaf ya sampai membuatmu mengantarkanku sampai sejauh ini..."


ユウト

"Aku sebenarnya memang ingin mengantarkanmu pulang, kok..."

"Oh jangan begitu, aku sebenarnya sudah senang sich kamu mengantarkanku ke stasiun.
Tapi, terima kasih."

Gadis itu mengatakannya sambil bermanja-manja di dekat si pria.

Aku tidak bisa melihat dengan jelas wajah mereka karena gelap, tapi kalau melihat
tampilannya, kurasa mereka masih muda. Mahasiswa, atau siswa SMA? Karena si gadis
punya model rambut yang disanggul, memberikan kesan manis. Sedangkan si pria, dia
tampaknya seumuran denganku, tapi apalah, masa bodo sama si pria.

Keduanya seperti sangat menikmati waktu mereka berdua; ketika si pria berjalan di sisi
trotoar yang lebih dekat ke jalan, dia menggenggam erat tangan pacarnya. Aku secara
spontan mengepalkan tanganku. Berhentilah bermesraan di kompleks perumahanku,
sialan. Mungkin karena aku menebarkan aura emosi yang tidak tertahankan, si pria terlihat
sedang berkeringat dingin.

"Harusnya aku yang berterima kasih kepadamu karena kau mau menemuiku, Maria."

"Oh tidak, aku memang suka mampir ke tempatmu, Tsutomu..." si gadis mengatakannya
sambil memandangi wajah si pria.

Keduanya saling menatap satu sama lain. Tiba-tiba, mereka disinari lampu halaman rumah
warga. Karena itu, aku bisa melihat wajah mereka. Ketika itu, aku berhenti mengepalkan
tanganku. Maksudku, well, tidak ada satupun alasan bagiku untuk marah!

"Lagipula, kalau aku tidak mampir ke tempatmu, kamu tidak akan pernah membersihkan
ruanganmu, Tsutomu."

"Ah, maaf ya. Oh, soal itu, kan kamu selalu ada di tempatku. Apa kamu ingin jalan-jalan
dan pergi ke suatu tempat seperti tempo hari?"

"Oh, ide yang bagus! Tapi aku sedang kesulitan keuangan..."

Sedangkan aku dipenuhi oleh kebencian...

Pria yang tampan dan gadis yang cantik akan terlihat enak jika berpasangan di depan
mataku, tapi ketika sepasang manusia dengan wajah pas-pasan sedang bermesraan, hanya
akan menimbulkan polusi saja. Persis seperti sebuah karakter di Hanasaka Tenshi ketika
membaca puisi dengan keras-keras.

Ketika sepasang kekasih mengumumkan kalau mereka berpacaran, mereka melakukan itu
karena mereka tidak percaya diri dengan cinta mereka berdua. Ketika orang lain terlihat
memasang ekspresi tidak setuju, mereka dengan yakin menafsirkan itu sebagai, "Kami ini
saling mencintai satu sama lain, sehingga membuat orang lain terlihat cemburu," seperti
mencari pembenaran. Ketika aku memikirkan itu, aku...aku tidak cemburu sama sekali!
Sumpah!
ユウト

Ketika aku memikirkan itu dengan ekspresi suram, ternyata aku sebentar lagi akan tiba di
pertigaan jalan. Kalau kau hendak menuju stasiun, maka kau belok ke kiri. Kalau ke
kompleks perumahanku, maka belok kanan. Harusnya, di pertigaan ini adalah tempat mereka
dan diriku akan berpisah.

Sesuai dugaanku, suara percakapan mereka terdengar semakin menjauh seperti berbelok ke
arah stasiun. Akupun bernapas lega dan mengambil langkah untuk hendak berbelok ke arah
kompleks perumahanku.

Setelah itu, sebuah pemandangan yang familiar tersaji di depanku. Setiap aku lewat tempat
ini, aku akan bertemu dengan sebuah pertigaan.

Tapi, kali ini aku menghentikan langkahku.

Aku tidak melihat satupun orang datang dari arah kanan, dan tidak ada satupun orang di
arah kiri. Malahan, suara sepasang kekasih tadi semakin terdengar jauh dan menjauh, seperti
sedang berjalan berduaan dan semakin jauh dariku.

Ada sebuah lubang besar terbuka di ujung pertigaan, dimana harusnya ada tembok besar
yang menghalangi itu. Di kejauhan, terlihat ada lampu berwarna biru dan berkabut, berkerlip
di tengah udara yang panas.

"Kalau seandainya kau punya uang, kau maunya kemana?"

"Oh, aku tidak masalah pergi kemana saja."

Pembicaraan tidak jelas itu semakin jauh dan menjauh.

Udara seperti semakin pekat.

Itu juga berlaku ke kabut yang menyelimuti jalan ini juga. Dan cahaya lampu-lampu yang
berasal dari pintu masuk apartemen sekitar terlihat merembet melalui kabut ini.

Lampu merah dari menara gedung juga terpengaruh. Membentuk semacam ilusi dari gunung
yang berkabut, dan seperti mustahil untuk melihat beberapa langkah ke depan.

Meski begitu, sepasang kekasih tadi terus berjalan di tengah kabut tersebut.

Langkah mereka seperti tidak terganggu, seperti tidak ada yang berubah sama sekali.
Mereka seperti terus bergandengan tangan dengan mesra sambil membicarakan rencana
liburan mereka.

Ada sebuah portal dimensi, dimana membuka jalan menuju dunia yang berbeda. Dan yang
lebih mengejutkan daripada pemandangan di depanku ini adalah sepasang kekasih tadi.
Mereka mengobrol dengan santai, tanpa mempedulikan kejanggalan di pertigaan ini.
Mungkin ada benarnya jika seseorang mengatakan kalau pasangan yang hendak bunuh diri
bersama akan memiliki ekspresi wajah yang tenang.

Setelah itu, keduanya menghilang dalam kegelapan.


ユウト

Yang tersisa hanyalah sebuah lubang hitam. Tidak, sebenarnya bukanlah lubang. Harusnya,
tempat ini ada sebuah tembok besar, lalu tembok ini terlihat hilang dan ada jalan yang
mengarah entah kemana, mungkin mengarah ke sebuah tempat yang tidak berujung.

Kalau begitu, mungkin lebih tepat jika ini disebut sebuah jalan.

Tepat ketika suara sepasang kekasih tersebut tidak terdengar lagi, jalan tersebut tiba-tiba
menghilang.

Entah mengapa, aku memaksakan kakiku yang membeku ini untuk terus berjalan, ketika aku
melihat itu dari dekat, yang kulihat hanyalah tembok besar. Aku lalu menjulurkan tanganku,
dan memastikan kalau ini benar-benar tembok.

Tidak ada jalan di tempat tembok ini berdiri.

Aku menyentuh tembok ini lagi sekali lagi, lalu menempelkan wajahku di tembok tersebut.
Rasa dingin yang menyentuh wajahku ini sudah cukup untuk meyakinkanku kalau aku
sedang berada di dunia yang nyata dan kembali ke realita.

"...Sialan, apa-apaan ini?"

Aku mengumpat begitu saja dan melihat ke sekelilingku. Meski begitu, aku tidak bisa
melihat sepasang kekasih tadi. Mereka harusnya masih ada dalam jangkauan pendengaran,
dan aku jelas-jelas sedang mengikuti mereka dengan mataku hingga saat-saat terakhir, meski
begitu, aku tidak bisa melihat mereka dimanapun.

Ada sebuah penjelasan familiar tentang situasi ini.

Ada gosip yang mengatakan jika kamu berjalan bersama kekasihmu di pertigaan yang dekat
kompleks perumahan pada waktu tengah malam, sebuah jalan baru akan terbuka di pertigaan
tersebut. Mustahil untuk mengetahui jalan mana yang benar. Kalau kau memilih jalan yang
salah, kau tidak akan bisa kembali lagi atau semacam itu.

Apa gosip itu benar adanya...? Tidak tidak tidak, mustahil itu benar. Pasti ini semacam trik
atau plasma atau ilusi putri kerajaan atau bintang jatuh...

Ngomong-ngomong, untuk melaporkan kejadian ini, aku mengambil HP-ku dan menekan
beberapa tombol, lalu aku terhenti.

...Ini konyol sekali.

Aku hanya berjalan dengan diselimuti rasa lelah, lalu salah melihat sesuatu. Entah itu
sebuah ilusi karena aku kelelahan, atau itu hanya teman imajinasiku karena aku sendiri tidak
punya teman yang real. Karena mereka tidak ada lagi, mungkin aku sudah selangkah lebih
dewasa! Meskipun terdengar luar biasa dan romantis, "selangkah lebih dewasa" tadi
merupakan kesimpulan dari mengalami hal yang mistis.

Menelpon seseorang setelah menyadari melakukan kesalahan adalah trik anak SMP untuk
mencari alasan agar bisa mengirim SMS ataupun menelpon gadis yang mereka sukai, tahu
tidak?
ユウト

Aku harusnya pulang saja dari tadi.

Sial, aku harus melihat hal-hal semacam tadi gara-gara omong kosong yang menghantuiku
belakangan ini.

- Chapter VI | END -
ユウト

Qualidea of The Scum Chapter 7 : Chigusa Yuu 1

x x x

Mengapa ikatan ini menjadi semacam penebusan;


Yang diklaim sudah sesuai aturan oleh si Yahudi itu
Satu pound dagingmu, akan dipotong
Yang berada di dekat jantungmu.

- Judge

Aku bersumpah dengan seluruh jiwaku


Tidak ada satupun kekuatan dari kata-kata manusia di dunia
Yang bisa mempengaruhiku.

- Shylock

Cahaya yang kita lihat itu membakar aulaku.


Sampai sejauh mana lilin kecil ini bisa melemparkan kilatakan cahayanya!
Saking bersinarnya hingga menjadi satu-satunya perbuatan yang baik
Di dunia yang kacau ini.

- Portia

The Merchant of Venice (Shakespear)

xxx

Setiap aku berangkat ke sekolah, aku pasti melewati kompleks perumahan. Banyak sekali
kompleks perumahan yang kulewati untuk ke sekolah.

Ada burung kakaktua yang dikurung di depan toko laundry, yang hanya diajari kata-kata
vulgar oleh pemiliknya. Poster manis yang ditempel di salah satu ujung tembok jalanan,
berisi himbauan-himbauan tentang keselamatan di jalanan. Beberapa truk sedang parkir
secara ilegal, seperti merasa kalau jalan ini punya pribadi. Beberapa rumah reyot, jendelanya
ditutup dengan poster yang bertuliskan: "Bertobatlah, kiamat sudah dekat!".

Duniaku ini, dibangung berdasarkan pendapat subjektif, oleh karena itu diisi oleh berbagai
macam hal yang menarik perhatianku.
ユウト

"...Wow." kataku dengan kagum.

Angin yang bertiup ke arahku ini, memiliki aroma hijau yang menyegarkan, lalu kembali
lagi ke langit.

Cuaca yang sangat indah hari ini. Tidak ada satupun awan yang terlihat di langit ini.
Matahari,bersinar dengan cernah, menerangi langit yang berwarna biru muda ini seperti
sebuah kalung yang menarik. Jika itu ada di tanganku, maka akan menjadi aksesoris yang
bisa didapatkan oleh siapapun.

Kupikir, akan ada sesuatu yang bagus terjadi hari ini.

Semakin dekat ke sekolah, semakin banyak siswa-siswa yang kulihat di jalan, mereka
terlihat sedang mengobrol. Dengan banyaknya keramaian siswa yang menunjukkan
bagaimana kehidupan masa muda mereka, akupun mellihat ke arah langit dan tersenyum.

Ketika kunyanyikan kata-kata keren dari lagu Jukensei Blues, aku melewati kerumunan
tersebut dan tepat ketika hendak melewati gerbang, terjadilah hal tersebut.

"Chigusa-san. Ada waktu sebentar?"

Ada tangan yang menepuk bahuku. Kira-kira ada apa ya? Satu-satunya orang yang boleh
menyentuhku hanyalah partner yang kupilih. Bisa juga orang tua yang sedang kelaparan akan
hangatnya sentuhan manusia, atau juga manusia yang hidupnya tersisa tiga hari lagi.

Ketika kulihat, seorang bajingan yang tampan sedang berdiri di belakangku.

"Umm...Maaf ya, saya ini sedang terburu-buru," kataku.

Dia ini Suzaku, ketua OSIS disini. Mungkin hidupnya tersisa tiga hari lagi.

Bibirnya membentuk garis yang lurus, dia memperlihatkan emosi yang serius di wajahnya.
Mungkin dia sedang memikirkan sesuatu. Aku tidak bisa memberinya perhatian yang dia
inginkan, tapi aku bisa meminjaminya uang. Tiga puluh persen bunga setiap 10 hari kurasa
normal bagi Suzaku-san. Aku akan menyambutnya di atap sekolah kapanpun dia mau.

"Maaf, tapi yang hendak kubahas ini sangat penting."

Suzaku-san tampaknya tidak berkeinginan untuk melepaskan bahuku. Tawaran semacam


apa yang tidak bisa kutolak? Maaf ya, aku sudah memutuskan untuk tidak menjadi model
sampai adikku cukup dewasa.

Ada beberapa gadis yang berdiri di belakangnya muncul.

"Suzaku ini sudah berusaha sesopan mungkin kepadamu, kenapa tidak kau tanya dulu apa
yang ingin dia katakan?"

Gadis berwajah cake itu tersenyum sinis kepadaku, mungkin lebih mirip dengan kumpulan
babi yang mengatakan "oink". Tatapan mereka membuat diriku ketakutan atau semacamnya.
ユウト

"Hei, apa bukti yang kita punya cukup?"

"Benar, benar. Apa kamu tahu apa yang kita punya soal dirimu?"

Ada apa ini? Sebelum aku mengatakan keberatanku, mereka menarik tasku. Membuka
resletingnya dan menjatuhkan beberapa dokumen di tanah.

"Apa-apaan yang kalian lakukan?! Maaf, Chigusa-kun. Kalian semua, sekarang minta maaf
kepadanya!"

Pria dari planet keren mengganti warnanya dan memarahi para gadis.

Tapi tatapan sinis dari para pengikutnya itu tidak berubah. Dengan sikap yang puas, mereka
menyerahkan sebuah dokumen ke Ketua OSIS.

"...Ah. Aku sebenarnya tidak ingin mempercayai ini, tapi gosipnya tampak benar adanya."

Setelah melihat dokumen tersebut, mata dari si Ketua OSIS menajam.

"Berapa banyak korbannya?"

Dokumen itu berisi data-data tentang berapa banyak jumlah pinjamannya, apa yang
dijanjikan mereka untuk membayarnya kembali, dan hal-hal sejenisnya. Selama aku punya
itu, mereka akan membayar dengan tersenyum. Akupun juga, akan tersenyum seperti jutaan
dollar.

Tampaknya kemana-mana dengan membawa dokumen itu membuatku seperti dihantui


sesuatu.

"...Lalu dokumen itu membuktikan apa?" akupun protes kepadanya.

Memang bisa saja orang-orang memperoleh data dokumen yang menunjukkan berapa
banyak uang yang dipinjam. Tapi dalam dokumen itu tidak ada tanda tangan dari pemilik
dokumen ataupun si peminjam. Lagipula, kontrak yang hanya berdasarkan kesepakatan lisan
bisa dengan mudah dibantah dan dianggap tidak ada. Oleh karena itu, tidak bisa dihitung
persis, aku berani menjamin...!

Tidak lama kemudian, banyak orang berkumpul di sekitar kami. Bahkan Tukang Kebun
yang sedang menyirami bunga tertarik ke arah kami. Karena mereka tidak punya hak untuk
menggangguku, aku ingin mereka berhenti dan berkumpul di tempat ini. Mari kita lupakan
kalau ini pernah terjadi!

"Bisakah kau berhenti pura-pura?"

Akupun mendengar itu dari si ketua OSIS, lalu dia menambahkan.

"Ada laporan kalau kau ini mengancam orang-orang. Lalu ada bukti kalau kau
meminjamkan uang ke mereka. Sekarang kau harus menjelaskan itu disini dan saat ini. Apa
benar kalau kau ini sudah merusak kehidupan orang?"
ユウト

"Me-Merusak kehidupan orang itu punya makna yang berbeda-beda tergantung orang yang
menilainya. Aku tidak menusuk mereka dari belakang, lagipula mereka ini hanyalah siswa
yang ingin bersenang-senang, dan karena kami berdua menyepakati itu, maka ini tidak benar-
benar "

"Mereka tidak menyetujui itu, dan karena itulah kau disini saat ini. Siswa macam apa yang
mengatakan kalau kondisi seperti ini adalah bersenang-senang? Kita ini sedang
membicarakan manusia."

Akupun menggigit lidahku. Oleh karena itulah aku tidak suka orang ini.

"...Ta-Tapi ini bukanlah sebuah hal yang permanen, jadi kalian tidak bisa menyebutnya "

"Lalala, gue gak denger, dasar emak-emak jelek!"

"Ayo ngomong lo, lonte gembrot!"

"Jangan membuat polusi udaranya, lonte!"

Kata orang, manusia dengan inteligensi berbahasa rendah kata-katanya sangat kotor, mereka
secara tidak sadar mengatakan dirinya seperti apa ketika menghina orang lain. Dengan begitu,
dengar saja apa yang para gadis yang berwajah cake ini baru saja katakan, well, kau akan
langsung paham. Mereka menggambarkan dirinya dengan sempurna.

Kira-kira kenapa para gadis ini menggunakan diriku sebagai cermin mereka?

Ujung dari hidungku seperti terbakar. Air mata mulai keluar dari mataku, tapi aku berusaha
membuat suara tangisku ini serendah mungkin.

Ini adalah skenario terburuk.

"Jangan senang dulu ya! Kau pikir akan lolos begitu saja dengan menangis karena kau pikir
kamu ini manis?"

Mereka mengatakan itu sambil mendorong bahuku.

Bahkan jika aku menangis karena disengaja, aku tidak pernah berpikir untuk menggunakan
kelemahanku itu sebagai senjata.

Meski aku mencoba untuk membalas kata-kata mereka, aku tidak bisa begitu saja membuka
mulutku. Malahan, aku melihat betapa mengerikan mereka itu ketika melihat bibir mereka
bergetar karena benci. Seperti ada seseorang menaikkan tangannya untuk memberi kode regu
penembak untuk mulai menembak. Mereka menggunakan hatiku ini sebagai sasaran tembak
mereka.

"Semua hal tentangmu itu membuatku ingin muntah!"

"Kenapa kau tidak berlutut saja dan minta maaf, dasar bajingan?!"
ユウト

"Serahkan dompetmu dan berikan kembali uang mereka, dasar kotoran tidak berguna!"

"Kau harusnya jual dirimu saja, dasar lonte!"

"Pura-pura manis dan lugu, tapi busuk di dalamnya. Kami tahu kalau kau hanya cari-cari
alasan saja, tapi itulah dirimu, manusia rendahan yang paling hina!"

Mereka saling bersahutan seperti tembakan senjata. Setelah mereka menghantamku dengan
hinaan, mereka lalu mengokang ulang senjatanya dan mengisi pelurunya lagi. Mereka
mendorongku ke kiri dan kekanan, ke depan dan ke belakang, dan akhirnya membuatku
berlobang disana-sini seperti keju Swiss.

Seperti ada cairan aspal yang hendak menerjangku. Menghancurkan dinding dalam diriku,
dan masuk ke hatiku hingga membuat semuanya menjadi gelap.

"Kalian hentikan itu! Kalian berlebihan. Kalau terus begini, kalian tidak ada bedanya
dengan Chigusa-kun!"

Suara si Ketua OSIS tadi, disertai ramainya suara orang-orang yang menonton, terdengar
buruk sekali di telingaku.

Pandanganku mulai terlihat buruk, dan aku sendiri tidak bisa mengontrol tenggorokan, kaki,
dan hatiku. Sebuah rantai yang tidak terlihat seperti menahan tubuhku. Air mataku mulai
membasahi wajahku ini. Yang bisa kupikirkan hanya betapa buruk diriku untuk saat ini.

Kenapa aku tidak punya kekuatan untuk melakukan sesuatu?

Aku ini sudah bekerja keras agar membuat diriku terlihat seperti angsa, bukan begitu?

Selama aku tidak punya kekuatan, maka eksistensiku tidak dianggap.

Setelah itu terpikirkan olehku, tanah di sekitarku ini seperti mulai retak, lututku seperti
tenggelam di ke tempat yang tidak memiliki dasar. Cairan yang dingin sedingin es
membungkusku, sebelum bisa merangkak keluar seperti siput. Begitulah itu terjadi terus
menerus, cairan tersebut semakin membungkus tubuhku dengan tebal, hingga aku tidak bisa
bergerak sedikitpun.

Ini adalah dasar dari lautan.

Sebuah ujung dari tempat yang hitam berisi mimpi buruk dan kehampaan, tidak ada satupun
cahaya yang datang ke tempat itu.

Tidak bisa melihat ke langit, dan satu-satunya hal yang terlihat cantik di mataku, aku
semakin tenggelam oleh tiupan angin ini hingga aku menjadi satu-satunya orang yang tersisa
di dunia ini.

Aku hanya bisa mendengar suara jahitan luka di hati yang dibuka dengan paksa.

Secara perlahan, aku melihat seorang gadis bernama Chigusa Yuu yang ragu-ragu dan
memiliki keinginan yang lemah itu tenggelam dalam lautan keputusasaan, seperti halnya
ユウト

terlihat dialami oleh orang lain.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 7 : Kusaoka Haruma 1

x x x

Seperti kataku, aku benar-benar benci hal-hal yang jelek.

Apa yang kurasakan ketika melihat gerombolan semut membawa seekor kupu-kupu?
Mengesampingkan ukuran kecil mereka, mereka bekerjasama dengan keras untuk membawa
si kupu-kupu seperti sebuah yacht...ini adalah omong kosong yang dengan mudah kukatakan
tanpa perlu berpikir.

Aku hanya merasa jijik ketika tahu kalau mereka berubah menjadi cantik dan tiba-tiba
menjadi makanan.

Ketika berpikir seperti itu, bukankah kau akan merasa sangat kasihan dengan gerombolan
semut-semut itu jika makanan mereka diambil dari mereka? Jangan konyol. Serangga tidak
punya perasaan. Ini hanyalah pemikiran brengsek seorang manusia yang melihat para
gerombolan semut dan merefleksikan perasaannya ke mereka. Maksudku, kenapa kita harus
memperlakukan semut-semut ini spesial? Bagaimana dengan kupu-kupu? Bagaimana juga
hidup para kutu kayu yang tersiksa dalam cuaca lembab, gerah dan bersembunyi di balik
batu?

Ketika orang mengatakan kalau dia merasa tidak enak ke para semut itu dan meminta maaf
ke mereka, itu adalah bentuk empati. Mereka kurus kering, makhluk yang hanya menuruti
insting dan hierarki, cemburu karena kupu-kupu yang cantik bisa terbang di angkasa, dan
menunggu momen dimana si kupu-kupu jatuh agar bisa menyerang dengan brutal titik
lemahnya. Mereka hanya melihat kumpulan semut saja dan melemparkan semua empatinya
ke mereka.

Ini memang benar-benar buruk. Maksudku, hanya serangga yang bersimpati kepada
serangga yang lain.

Tapi adegan yang kulihat di halaman sekolah ini lebih jelek dan menyedihkan daripada
adegan serangga tadi.

Kertas-kertas berserakan seperti bulu dan kata-kata cacian muncul dari orang-orang sekitar,
dan yang lainnya hanya menontonnya seperti tertarik. Untuk menambahkan luka, mereka
bahkan merekam adegan ini dengan HP mereka. Seperti tumpukan sampah saja. Halaman
sekolah ini seperti menyambut datangnya seorang iblis. Dan di tengah-tengah itu ada Chigusa
ユウト

Yuu.

Tadi malam, aku menyaksikan sebuah fenomena yang tidak menyenangkan sehingga
kepalaku menjadi pusing tujuh keliling, jadi aku pergi ke sekolah dengan perasaan yang
buruk, dan sekarang yang kulihat di depanku ini lebih buruk lagi.

Chigusa didorong-dorong oleh beberapa siswi, ke depan dan ke belakang. Cacian muncul
dari satu dan yang lain, membuat bahu Chigusa yang kecil bergetar dan bibirnya seperti
menahan sesuatu. Dia sedang menangis.

Di situasi semacam ini, tidak ada yang berani melindungi Chigusa atau menarik tangannya
untuk lari bersama seperti MC manga Shonen Jump ataupun protagonis dari suatu cerita
Rom-Com. Satu-satunya orang yang akan melakukan adegan itu harusnya orang yang tampan
dan berasal dari keluarga terpandang, atau bisa juga pria yang ramah ke manusia dan hewan,
dan punya ingatan samar-samar kalau dia punya sebuah janji ke seorang gadis manis semasa
kecil.
[note: Protagonis Rom-com yang melindungi gadis cantik itu ada di Oregairu vol 7.5 side B ketika trio kentang
hendak merencanakan rencana mesum ke Yukinoshita. Pria yang punya janji dengan gadis semasa kecil itu
manga Nisekoi, Raku Ichijo.]

Sayangnya, aku tidak punya ciri-ciri protagonis seperti di atas.

Tapi, pasti ada setidaknya satu alasan mengapa aku harus beraksi saat ini. Hanya ada
satu, tapi kurang bermutu.

Aku tidak punya hak, tugas, maksud, hutang, alasan dan ikatan yang membuatku harus
melakukan itu untuknya, tapi, jika aku memang harus terlibat dalam situasi di depanku ini...

'...Untung saja. Mau bagaimana lagi. Tapi, mengapa aku...? Sial, jangan banyak alasan'.

...Maka itu bisa menjadi kata-kata ajaibnya alias yang harusnya kukatakan.

Sambil mendesah kesal, akupun mengatakan dengan pelan kata-kata idiot tadi, kata-kata
klise yang tidak pernah kukatakan di depan siapapun. Lalu aku berdiri di samping Chigusa.
Chigusa, yang sedang menangis, mungkin tidak melihatku. Meh, mungkin lebih baik begitu.

Salah satu gadis yang dari tadi banyak bacot melihat ke arahku dan terlihat kurang senang.
Lonte ini sepertinya memang punya sikap yang jelek.

"Hei, bisa minggir tidak? Sikap sok jagoanmu menakutkanku. Ini tidak ada hubungannya
denganmu, tahu tidak?"

"Sebenarnya, ini berhubungan denganku."

"Contohnya?" dia bertanya balik.

Aku membalas lonte agresif itu dengan senyuman.

"Aku juga ko-korban dari Chigusa Yuu. Tapi bukan karena aku meminjam uang kepadanya.
Gyarumi-senpai yang disana harusnya ingat aku, benar tidak? Chigusa Yuu memaksaku
untuk pergi dengannya," kataku.
ユウト

Si lonte ini lalu menatap Gyarumi-senpai.

"Oh, benarkah?" dia bertanya.

Tapi Gyarumi-senpai hanya bermain-main dengan rambutnya dan menaikkan bahunya.

"Huh? Siapa lu?"

Akan bagus sekali jika kau mengaku kalau ingat denganku, Gyarumin.

Suzaku Reiji lalu membetulkan kacamatanya dan menatapku.

"Aku ingat kamu. Kalau tidak salah, waktu itu kau sepertinya berusaha mengatakan tidak
punya...bagaimana ya...? Energi? Sikap?"

"Umm, baiklah...Aku memang tidak punya energi untuk melakukan sesuatu, tapi terserah
saja. Seperti yang kau lihat, dia memang membuang-buang waktu dan kaloriku, juga
membuatku mengalami siksaan spiritual. Juga, dia memperlakukanku dengan buruk agar aku
menurutinya," kataku.

Si lonte itu mulai memegangi perutnya dan tertawa.

"Sungguh buruk sekali! Chigusa benar-benar seorang penyendiri, ya? Jika pria figuran
seperti ini saja tidak suka kepadanya, dia pasti sudah dekat dengan ajalnya! Wooow."

"Woooow memang. Oke, begini saja, entah siapa namamu, pria figuran, kami ini berpihak
kepadamu. Tenang saja, aku menjamin akan membuat Chigusa meminta maaf setelah ini."

"Buat dia menyembah-nyembah kita!"

Gyarumi-senpai mulai bertepuk tangan dan menyuruh Chigusa untuk menyembahnya


seperti sedang bersenang-senang, tapi aku tidak bisa meninggalkan Chigusa begitu saja.

Bukannya Chigusa ini sedang berpegangan ke lenganku atau sejenisnya. Kalau saja ada satu
alasan bagiku untuk berdiri di situasi ini, maka itu cukup.

"...Nah, tidak perlu sebegitunya. Maksudku, aku ini sekarang berpihak ke gadis ini Pihak
Chigusa, maksudku."

"Huuuh?" Gyarumi-senpai terkejut.

Dia lalu menoleh ke arahku dan memandangiku dengan tajam, sebuah pose yang bisa kau
katakan sangat konyol.

"Benar kalau sifatnya itu sampah dan dia juga psikopat dengan nol skill komunikasi yang
tidak ragu-ragu untuk memperlakukan orang, juga dia memang sombong dengan berpikir bisa
lolos dari apapun karena dirinya cantik. Sejujurnya, tidak ada yang benar-benar pantas dibela
darinya. Tapi..." ketika mengatakan kata-kata itu, aku menatap ke wajah Chigusa.
ユウト

Wajahnya dipenuhi air mata, dan dia melihatku dengan mata berbinar-binar seperti kristal.

"Dia punya wajah cantik. Itu saja, jadi, yeah. Bagaimana ya...? Jadi aku benar-benar
menyukainya."

Aku mengatakan itu dengan cepat sehingga tidak ada yang mendengarku. Kali ini, aku
melihat ke arah Suzaku dan para PSK di sampingnya.

Oke, kujelaskan sekali lagi tentang idealismeku.

Tidak ada gunanya bagi para gadis jelek dan goblok; orang itu selalu dinilai dari wajahnya.
Jadi, orang-orang di depanku ini tidak ada gunanya, juga orang-orang yang bergosip di
barisan penonton.

Idealismeku ini penting karena aku bertindak berdasarkan itu. Kalau begitu, sikapku ini
sudah jelas. Bagi yang berdiri di depanku, dengar ya. Aku akan all out. Tidak ada satupun
penalti bagiku.

"Maksudku, lihat saja sikap kalian ini, tidak berbeda dengan Chigusa. Lagipula, jika kalian
semua punya sifat yang buruk, tentunya aku akan memilih untuk berpihak ke yang paling
cantik. Pakai otak kalian. Apa kalian tidak tahu kata-kata 'cantik adalah adil'? Pada dasarnya,
kalian semua jelek."

"...H-Huuuh? Apa-apaan yang kau katakan? Kau pikir kau ini siapa, kau ini bukan
siapapun?!"

Si lonte itu menghentakkan kakinya ke tanah karena emosi, membuat bumi seperti gempa
atau semacamnya. Bahkan kepalaku sempat merasa pusing melihatnya. Membuat diriku diisi
ketakutan dan antusiasme dalam waktu yang bersamaan.

Balas dendam adalah milikku seorang. Cantik adalah keadilan. Sekarang, mari kita karang
sebuah cerita tentang keadilan ini.

Kalau semua sayuran rasanya sama, maka kau akan membelinya berdasarkan
penampilannya. Semua orang tahu kalau mereka mendapatkan pekerjaan karena penampilan
mereka. Kalau mengasumsikan para pencari kerja memiliki kemampuan yang sama, maka
siapa yang memiliki penampilan paling menariklah yang akan diterima.

Sebenarnya, untuk mengatakan itu lebih tepat, tampilan luar dan sifat awalnya adalah
sebuah parameter untuk menampilkan kelebihan-kelebihan individual, tapi mereka yang tidak
punya penampilan menarik terus mengeluh kalau itu tidak adil. Mereka terus mengatakan
kalau yang terpenting adalah sifat orangnya sambil terus berdebat agar mengeluarkan kriteria
penampilan sebagai parameter. Secara ironis, mereka sendiri yang membuat sistem itu
menjadi tidak adil.

Maksudku, menilai penampilan seseorang adalah subjektif, mustahil kau bisa mencari
sebuah keadilan disana. Ada orang yang mungkin baik dan punya sifat yang bagus, tapi selain
itu sangat buruk untuk dilihat. Tapi jika orang seperti itu bersikap buruk kepadaku, maka
mereka tidak punya satupun hal yang bisa kunilai lagi. Jika ada dua gadis yang cantik, maka
aku akan memilih "siapa yang bersikap paling baik kepadaku" daripada "gadis yang bersikap
ユウト

paling baik ke seluruh umat manusia".

Ngomong-ngomong, aku tidak mencari gadis yang baik. Aku menilai orang dari tampilan
luarnya.

Dan yang terlihat di depanku, Chigusa jelas cantik.

Korup dari segi sifat, jiwa, atau apalah itu, kecantikannya saja sudah merupakan fitur yang
bernilai lebih. Sebagai seseorang yang tidak punya hubungan dengannya, kecantikannya saja
sudah merupakan hal yang mencolok bagiku.

Itulah satu-satunya alasan mengapa aku menyukai Chigusa Yuu.

"Haruma-san..."

Akupun menoleh ke asal suara itu. Chigusa menatapku dengan terkejut seperti mematung.

Diperhatikan seperti itu membuatku sadar tentang apa yang kuucapkan barusan, jadi akupun
memalingkan wajahku. Lalu, aku menatap ke Suzaku Reiji, yang dari tadi memegangi
keningnya dan menggerutu.

"Aku tidak paham apa yang kau katakan. Jadi apa yang kau mau? Bisakah kau tidak
berusaha mengalihkan topik dari drama ini?"

Dia mengatakan itu sambil menatapku jijik, dan melihatku rendah. Karena inilah aku
membenci pria yang tampan dan pintar.

Meski begitu, dia adalah Suzaku Reiji, orang yang mampu menyedot perhatian karena
ketampanan dan kepintarannya. Kalau begitu, kalau aku bisa memancing emosi orang ini
keluar, maka aku bisa mengontrol situasi ini.

"Hei, jangan kejam begitu. Coba berpikir sedikit dan pahami yang sudah kukatakan. Aku ini
orangnya mudah gugup jika dilihat banyak orang. Aku ini cuma rakyat kecil, Joe si pria rata-
rata, si korban. Aku ini sudah menderita karena kelemahan dan kejelekan wajahku, jadi aku
ingin meminta perlindunganmu. Bukankah menyelamatkan rakyat kecil merupakan
pekerjaanmu? Tuan Ketua OSIS?"

Aku menyadari semua yang kukatakan itu seperti berakting di sebuah shooting film. Oke,
oke, benar, ini hanya akting saja. Aku hanya berpura-pura menjadi penjahat disini. Ini hanya
akting, jadi tidak masalah jika dia memintaku pergi atau jijik kepadaku karena apapun itu
hatiku akan tetap putih tidak ternoda. Sebenarnya, aku sendiri juga bajingan seperti para idiot
ini. Apa-apaan dengan seluruh skenario pembelaan ini? Tapi jika aku tidak melakukan ini,
aku yang pengecut tidak akan bisa mengatasi situasi ini.

Jika orang bisa membuang rasa malunya, tidak cengeng dan langsung menggebrak, mereka
bisa mendapatkan apapun yang mereka mau. Sembilan puluh persen manusia bisa
menyelesaikan seluruh masalahnya jika punya uang dan kemauan.

Dalam kasus ini: Jika kedua pihak sudah membuang rasa malunya, maka untuk
memenangkan pertempuran ini yang tersisa adalah membuang harga diri. Berpura-pura
ユウト

menjadi korban adalah taktik terkuat selama diperhatikan oleh publik. Para kriminal yang
berbuat jahat ketika tidak ada yang melihat lalu pura-pura menjadi korban ketika diperhatikan
publik adalah rencana yang efektif dan cerdas.

Karena itulah, ini akan menjadi efektif jika tidak ada korban yang lebih besar dariku muncul
setelah ini.

Oleh karena itu aku bersikap sinis dan menyedihkan seperti sekarang ini.

"Kau perhatian sekali jika ada gadis yang menangis datang kepadamu, tapi kamu tidak mau
hanya sekedar mendengarkan orang seperti diriku ini? Apa kamu ini bersikap diskriminatif
hanya karena aku pria jelek? Atau kamu ini cuma mau memperhatikan perempuan saja?"

"Hentikan itu. Pura-pura jadi korban adalah hal yang dilakukan para bajingan."

"Bisakah kau berhenti menilai berdasarkan kepentingan pribadi? Okelah sekarang kuturuti
logikamu, katamu tadi gadis yang menangis ini adalah bajingan, benar?"

Dia hanya diam saja melihatku.

Suzaku tidak membantah kata-kataku. Sebenarnya, melakukan kekerasan verbal ke Chigusa


bukanlah sikap yang bisa Suzaku banggakan.

"Mereka tahu kalau dia lintah darat, tapi tetap meminjam uang kepadanya. Sekarang mereka
tidak bisa membayarnya, jadi mereka memanfaatkanmu sebagai alat untuk menghentikan
pembayaran hutang mereka. Langsung menghajar orang terang-terangan di tempat umum
bukanlah hal yang dilakukan bangsa kita, bahkan mereka tidak melakukan itu di jaman
Kamakura."

"Bukan itu yang sedang kulakukan! Aku hanya ingin membuat kebenaran ini jelas, bahkan
jika aku dipaksa untuk menggunakan metode yang membuatku terlihat tercela..."

"Maksudmu dengan menghinanya dan menghukumnya seperti ini?"

"...Jika diperlukan," Suzaku menjawabnya dengan berat.

Suara-suara di sekitarnya menjadi gaduh. Begitu ya, jadi Suzaku adalah simbol dari
keadilan, suaranya merupakan yang terbenar jika ada perbedaan pendapat.

Karena itulah, aku akan menggunakan apapun yang ada disini untuk membalikkan keadaan.

"...Kalau begitu kau harus mencaci-maki dan menghukum dirimu sendiri."

"Huh?"

"Kau juga sedang merusak kehidupan orang-orang yang mengikutimu juga. Bukankah
mereka selama ini mengikutimu karena mereka suka kepadamu?"

"Jangan cari-cari alasan. Aku tidak pernah merusak kehidupan orang lain. Juga, aku tidak
bisa menolak jika mereka mengikutiku karena itu keinginan mereka sendiri."
ユウト

...Well, sial...dia menekan remnya.

Aku berharap dengan menggertak dan menanyakan pertanyaan yang menjurus, aku bisa
memperoleh beberapa celah kecil yang dia tunjukkan, tapi Suzaku Reiji terlihat tenang dan
terkendali, dan dosa-dosanya belum terlihat sedikitpun ketika dia berbicara.

Gara-gara ini, kata-kata yang sudah kususun seperti hilang entah kemana. Aku akan kalah
jika aku diam saja, jadi aku pura-pura menggerutu untuk membeli waktu.

"...Um, uhhh. Uh, tahu tidak. Seperti, tahulah, otaku, orang yang menghargai uang dan
benda diatas segala-galanya. Mereka memang orang-orang yang menyedihkan. Ada beberapa
hal yang uang tidak bisa beli, seperti waktu, orang, dan perasaan."

"Well, kupikir begitu...Tentunya, itu adalah pendapat pribadi."

Luar biasa, dia ini memang idiot. Dia sudah menaruh tongkat besar di ujung pantatnya.
Kurasa, dia memang pria baik yang normal. Aku mengatakan omong kosong tapi dia
menjawabku serius. Mengatakan hal-hal buruk seperti yang dikatakan pria baik barusan itu
membuat hatiku dipenuhi antusiasme.

"Benar, kan? Kalau begitu, itu artinya kau lebih bajingan daripada Chigusa. Kau
menghancurkan apa yang lebih penting dari uang dan berpura-pura semuanya baik-baik saja."

"Sudah kukatakan aku tidak melakukan hal semacam itu," Suzaku mengatakan itu dengan
nada yang jijik.

Heh.

"Bagaimana dengan membuat orang menunggumu hingga pulang? Kau sendiri sejak awal
tidak berniat pulang bersama, tapi kau membiarkannya menunggu. Bukankah kau sendiri
mengambil sesuatu dari mereka?"

Suzaku tampaknya paham maksudku. Dia menatap ke arah Gyarumi-senpai.

"Dia sendiri yang mau menunggu..."

"Ohhh? Jadi kau tidak mau disalahkan jika mereka melakukan itu? Jadi kau mengatakan
tidak apa-apa jika seseorang menderita dan terluka karena mereka dianggap setuju untuk
melakukan itu? Tadi, kau mengatakan itu karena itu kemauan mereka? Kalau begitu, semua
orang yang mengaku korban Chigusa harusnya bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Kau langsung membuka matamu terhadap kasus pencurian keuangan siswa karena kasus
Chigusa, tapi kau sendiri menutup mata terhadap dirimu sendiri yang mencuri waktu orang
lain."

"Itu tidak masuk akal, sialan!"

Tepat sekali. Tapi, debat bukanlah satu-satunya hal yang bisa meyakinkan seseorang. Suara
debat tidak akan mencapai mereka yang tidak terlibat dalam masalah ini.
ユウト

"Kau mungkin tidak sadar, tapi kau sendiri juga orang jahat. Kau ambil waktu berharga
orang lain, dimana itu lebih berharga dari uang, kau mempermainkan perasaan dan emosi
mereka, dimana beban itu terasa lebih berat dari yang mereka miliki. Lebih dari itu, kau
memakai jabatanmu itu untuk menghakimi orang lain dimana kau sendiri melakukan hal yang
serupa. Ha, kau ini yang terburuk dari yang buruk..."

"Logikamu tidak berdasar. Ocehanmu itu tidak masuk akal!" Suzaku yang emosi mulai
membantahnya.

Para pengikutnya mulai ramai dengan kombinasi kata-kata "Diam lu!", "Mati aja!", "Diam
dan mati aja lo!".

Akupun mengaktifkan mode 'tuli' dan menutup mataku. Tapi, aku membiarkan mulutku
terbuka dan bersikap sinis ke Suzaku. Sejak awal, aku tidak punya satupun keinginan untuk
berdebat. Aku tidak masalah dengan membuatnya jengkel, tapi jika itu tidak bekerja maka
aku akan mengalihkan perhatiannya dan membuat serangan pamungkas.

Keh. Akupun tertawa sinis.

"Seperti kataku, aku ini suka gugup dan agak masalah dalam menyampaikan maksudku.
Skill komunikasiku kurang bagus. Kau ini hanya tukang bully saja jika yang bisa kaulakukan
hanyalah berteriak saja kepadaku. Cobalah untuk memahami perasaan orang yang tidak
punya itu. Pikirkan perasaan mereka itu seperti apa. Arogansimu itu membuatmu menjadi
yang terburuk dari yang buruk, Tuan Ketua OSIS."

Suzaku lalu menggerutu dengan suara serak. Kemudian, dia menatapku dengan mata yang
dipenuhi oleh kebencian dan rasa jijik.

"Kau ini memang bajingan. Kuzu..."


[note: Kuzu itu bisa berarti sampah, kalau dikatakan ke orang berarti sampah masyarakat.]

Akupun menaikkan bahuku untuk mencoba mengatakan: UH-HUH, YA, NAMAKU


ADALAH KUZUOKA HARUMA!

Setelah itu, Suzaku menarik kerahku dan memegangiku, dengan gigi yang menyeringai.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 7 : Chigusa Yuu 2

x x x

Entah mengapa, aku sampai lupa kalau hidungku berair.


ユウト

Si penolong Andromeda yang sedang terperangkap di dasar laut bukanlah pahlawan yang
melawan Medusa atau seorang pangeran dengan kuda putihnya.

Dia adalah si pengkhianat yang menusuk Ketua OSIS dengan cakar jahatnya. Sang pengecut
menyedihkan yang pura-pura jadi orang lemah. Si bajingan yang wajah, intelegensi, dan
sifatnya merupakan terendah dari semua manusia. Kuambil lagi kata-kataku. Intelegensi dan
sifatnya berubah tergantung siapa yang melihatnya.

Dia adalah Kusaoka-san. Kusaoka Haruma-san.

Orang akan berpikir kalau manusia yang memeras uang orang lain hingga menyuruhnya
melompat ke jurang agar mendapatkan untung dan pria tampan yang menjadi idola asmara
para gadis mustahil bisa dibandingkan. Mereke berbeda seperti gelombang elektromagnetik
dan langit yang menjulang tinggi, dan mereka saling memandang rendah ke level
terendahnya dan membuat gelombang radio, jadi jika ada yang bisa membandingkan mereka,
aku yakin dialah orangnya. Dia bisa melakukannya karena dia ini, well, tahulah sendiri.

Ketika aku memikirkan mengapa dia sampai sejauh itu demi diriku, jawabannya, tentunya,
sudah datang di pikiranku. Kusaoka-san menyukaiku atau sejenisnya. Bukankah itu berarti
dia jatuh cinta kepadaku?

Aku adalah gadis yang sempurna, dikagumi oleh dunia, tentunya aku sangat paham
mengapa banyak pria jatuh cinta kepadaku. Aku adalah seorang jenius dimana setiap tugas
adalah hal yang mudah, tapi, well, bagaimana kukatakan? Entah mengapa, aku sulit untuk
mengatakan ini.

...Wa-wajahku memerah. Hanya sedikit.

Ketika aku melihat bagaimana Kusaoka-san sebegitu putus asanya hendak melindungiku,
hatiku tiba-tiba diselimuti kehangatan. Meski tubuhku diselimuti lautan yang gelap dan
dalam, ada kehangatan yang mulai datang kepadaku. Aku tidak paham emosi yang seperti ini.
Aku sendiri tidak tahu harus menyebutnya apa. Kira-kira Kusaoka-san juga mengalami
perasaan ini? Betapa luar biasanya ini. Sangat luar biasa. Sekarang yang harus kulakukan
adalah memberinya bayaran berapa harga kehangatan ini.

Akupun menyeka wajahku dengan lengan seragamku.

"Maaf ya? Apa yang sedang kau rencanakan, Tuan Ketua OSIS? Siswa yang melakukan
kekerasan akan dikeluarkan, tahu tidak? Kau juga bisa berakhir di pengadilan."

"Jangan main-main brengsek. Kalau memang begitu, maka semua orang disini akan tahu
siapa yang sebenarnya berada dalam masalah. Kau tidak punya pilihan apapun disini."

"Oh, silakan saja kalau begitu..."

Aku memang baru saja keluar dari lautan, tapi masih jauh dari keadaan tenang, badai sudah
menyapu lautan seperti meminta tumbal.

Jika ada sesuatu saja dimana si Andromeda yang baru saja diselamatkan bisa melakukan
ユウト

sesuatu...

Akupun meyakinkan bibirku yang bergetar. Aku akan bertarung demi orang lain.

"Haruma-san. Dan kau juga, Suzaku-san. Tolong hentikan itu..."

Tidak ada satupun dari mereka yang mendengarkanku.

"Kalau mau lanjut ayo saja, tapi entah bagaimana dengan Tuan Ketua ini?"

"...Apa maksudmu?"

"Aku hanya membayangkan bagaimana sikapmu jika tahu fakta kalau si Ketua OSIS itu
memperlakukan tiap siswa berbeda-beda. Apa tidak masalah jika punya standar keadilan
ganda?"

Mereka tampak tidak tertarik untuk menoleh ke arahku. Suaraku gagal mencapai mereka.
Aku bisa merasakan kalau tenggorokanku mulai menyempit.

"Haruma-san "

Meski begitu, aku terus saja berusaha memanggilnya dari hati. Bukan kepada Kusaoka-san,
tapi ke Haruma-san. Agar bisa begitu, aku menggunakan sedikit keberanianku. Haruma-san.
Dia bukanlah Perseus, tidak pula pengendara kuda putih; dia hanyalah anak laki-laki yang
wajahnya, well, tahulah.

Tapi di lain pihak, bagi kedua mataku dia terlihat

"Hentikan ini. SEKARANG!"

Meski aku ini lemah, aku menggunakan semua keberanianku untuk mengatakan itu sekeras
mungkin, melebarkan kedua tanganku dan memaksa mereka berdua berpisah.

"Perkelahian sia-sia ini selesai...!"

Si Ketua OSIS melihatku dengan ekspresi pura-pura bodoh. Para gadis disini hanya bisa
terdiam. Kesunyian mengisi area ini. Seperti sebuah bunga yang mekar setelah badai di
lautan selesai.

Dan Haruma-san hanya melihatku saja dengan tanpa ekspresi. Bagiku, ah, mungkin akan
bagus jika aku tidak terlihat mengeluarkan air mata lagi, tapi aku tersenyum kepadanya
sebisaku.

"Siapa yang salah, siapa yang memulai...Ini seperti berburu penyihir di masa lampau.
Bisakah kita hentikan ini?"

Di sebuah panggung yang disinari lampu sorot, aku menyanyikan laguku. Hanya saja, lagu
yang kunyanyikan ini adalah lagu yang bisa menimbulkan perdamaian.

"Kalian berdua sama-sama salah. Haruma-san dan Suzaku-san sama-sama salah. Kalian
ユウト

berdua sama-sama bajingan. Bisakah kita tinggalkan ini begitu saja? Kita tinggal di dunia
yang sama. Dunia yang indah. Kalian berdua adalah penumpang kapal luar angkasa yang
sama. Karena itulah, aku tidak ingin memihak. Pertarungan kalian sudah selesai, bukan
begitu?"

Tidak ada yang mengatakan apapun. Semuanya terdiam dan pura-pura bodoh. Mereka
kemudian menatapku. Mereka mungkin menyadari kalau perkelahian mereka adalah sia-sia.
Dunia ini diisi oleh cinta dan perdamaian. Bayangkan. Mari kita bayangkan. Sebuah dunia
tanpa adanya perang.

"Baiklah, aku akan menjadi duta besar perdamaian. Berbaikanlah dan berjabat tangan, dasar
para bajingan..."

Akupun memeluk lengan Haruma-san dengan erat, seperti membawanya lebih dekat ke
hatiku. Ketika aku menarik tangannya ke arah Ketua OSIS

" Awas kau, brengsek! Jangan kira karena ini kau pikir bisa lolos!"

Sekali lagi, pandanganku menjadi kabur. Air mata dan apapun itu mulai membasahi
wajahku, dan tetesan air itu mulai membasahi rambut dan daguku.

Ini bukan karena aku baru saja keluar dari lautan yang dalam. Ini seperti disirami air dingin.
Air itu seperti terus menghujani diriku.

Di salah satu suduut mataku, aku bisa melihat ada penjaga gerbang mulai berjalan menuju
kebun bunga. Dia lalu memegang ujung selang air, tapi ujungnya ditahan dan diarahkan ke
para gadis yang berdiri di sebelah Ketua OSIS. Para gadis itu mulai ketakutan, lalu mereka
menunjuk jarinya ke arah kami.

Ya ampun. Mengapa setelah wasit meniup peluit menjadi seperti ini? Kemana perginya rasa
sportivitas dalam negara Jepang?

Akupun mengedipkan mataku.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 7 : Kusaoka Haruma 2

x x x

...Nyaliku sudah menciut.


ユウト

"Apa yang kalian lakukan?! Ayo cepat hentikan!"

Suzaku menghentikan para gadis, mengajak mereka pergi dan menyudahi pertarungan ini.
Aku juga bisa melihat si penjaga gerbang lari ke gedung sekolah seperti hendak memanggil
guru, seperti merasa ada sesuatu yang besar terjadi. Mungkin ini momen yang bagus karena
semua kebingungan ini mengalihkan perhatiannya.

Ketika si tukang kebun menyiramkan air lewat selang itu ke arahku, seluruh tubuhku seperti
seekor tikus yang basah kuyup. Rambutku ini seperti diwarnai ulang oleh air ini, seperti
seekor tikus yang berwarna coklat. Ketika tubuhmu basah oleh air, kau juga terlihat
seperti...seperti apa tadi? Sesuatu atau makhluk yang terbang ke api yang membara, seperti
itulah.

Satu orang lagi yang juga sedang basah kuyup sepertiku dan berada di sampingku: Chigusa
Yuu.

"Chigusa-kun, kita akan lanjutkan lagi ini di lain waktu."

Kata-kata perpisahan dari Suzaku tampaknya tidak terdengar oleh Chigusa karena suara
gaduh para penonton.

Tetesan air jatuh dari kening Chigusa. Juga, blusnya yang basah menampakkan penampakan
samar-samar bra berenda berwarna biru miliknya. Tapi Chigusa masih belum sadar dengan
kondisinya itu. Matanya, bulat seperti piring, hanya mengedip-ngedipkan matanya karena
terkejut, ekspresinya menunjukkan seperti tidak tahu apa yang baru saja menimpanya. Ya
begitulah si Johannes ini.

"Kita harusnya ada disini bersama-sama sebagai anak yang tidak punya salah apapun, jadi
mengapa hal buruk ini terjadi...?"

"...Bukankah sudah jelas?"

Akupun menutup wajahku dengan telapak tanganku.

Kata-kata yang bijak sekali dari Chigusa, dimana dirinya merasa kalau dia sendiri bukanlah
si penjahat dan sumber dari segala bencana disini. Tapi, aku sendiri sangat puas melihatnya
basah dengan air. Kalau dipikir-pikir, rasa puasku itu seperti campuran antara jijik dan emosi.

Karena tidak ada yang bisa dilakukan, jadi untuk saat ini, aku hanya bisa menaruh telapak
tanganku di keningku.

Setelah melakukan itu, Chigusa menatapku dengan terkejut. Sambil melihat ke sekitarnya,
dia membuka mulutnya.

"Haruma-san," katanya.

"A-Apa? Kau menakutiku."

Suaranya terdengar lebih hangat daripada biasanya, yang membuat mataku terbuka lebar.
ユウト

Tidak ada nada yang tajam ataupun menusuk dari suara Chigusa. Seperti mengkonfirmasi
itu untuk dirinya sendiri, dia memanggilku sekali lagi.

"Haruma-san, tee hee."

Dengan malu-malu, sambil merenung, Chigusa tertawa terkekeh-kekeh.

x Chapter VII | END x


ユウト

Qualidea of The Scum Chapter 8 : Chigusa Yuu 1

x x x

" Berita Terkini. Jam 9.00 waktu Jepang, Perdana Mentri Tenkawa menggelar konferensi
pers. Memberitahukan tentang kondisi terkini kepada masyarakat, mengenai jatuhnya
pesawat militer Amerika Serikat."

" Berita Siang. Sekitar jam 10.30 waktu Jepang, Perdana Mentri Tenkawa meninggal
dunia di rumah sakit. Menurut rilis resmi dari pemerintah, ketika berada di rumah sakit,
Perdana Mentri Tenkawa sempat menunjuk Sekretaris Kabinet, Rindou, untuk bertindak
sebagai Perdana Mentri Sementara..."

" Berita Petang. Jam 7 malam waktu Jepang, PM sementara, Rindou mengumumkan
kalau seluruh menteri mengundurkan diri karena situasi yang begitu mendadak. Nagatachou
saat ini sangat ragu dan tidak mempercayainya. Yamamoto-san terlihat di layar..."

x x x

Kami akhirnya kabur bersama.

Sejujurnya, kami melakukan itu karena kami tidak punya baju ganti, tapi ini adalah
pertamakalinya bagiku kabur dari sekolah dengan keinginan sendiri. Sejak aku kenal
Haruma-san, aku sering mengalami hal-hal pertama dalam hidupku.

"Kau buruk sekali, Haruma-san."

"Umm, bisakah kau berhenti membuatnya seolah-olah aku yang membawamu kesini? Jelas-
jelas kamu yang membawaku..." Haruma-san mengatakan itu sambil menutupi tawanya.

Dia tiba-tiba terdiam ketika kami tiba di depan rumahku.

"Mungkin ini pertamakalinya bagimu masuk ke rumah lawan jenis?" akupun bertanya
kepadanya.

Dia mengatakan dengan pelan, respon yang tidak begitu jelas. Kupikir itu lucu, jadi aku
tertawa kecil. Ada satu hal dimana aku pertama kali merasakannya, yaitu aku memiliki
semacam perasaan yang tidak bisa kujelaskan tentang dirinya.

Ketika kubuka pintu rumahku, Misa yang berada di ruang keluarga menolehkan kepalanya
ke arahku.

"Kenapa kau basah sekali? Ini buruk sekali!" dia mengatakan itu dengan panik sambil
tergesa-gesa ke arah kami.
ユウト

Meskipun pakaian kami mulai kering karena perjalanan dari sekolah ke rumah, rambut dan
pakaianku sendiri masih terasa lembab. Masih terlihat ada air yang menetes ke lantai.

Misa lalu berjalan menuju kamar mandi dan mengambilkan handuk.

"Kami diserang kerumunan massa. Sangat berbahaya di luar sana, jadi kau lebih baik tidak
pergi keluar, Misa." akupun mengatakan itu.

"Ya ampun, kau tidak bisa mengatakan itu kepadaku!" Misa mengembungkan pipinya
seperti seorang malaikat.

Dia lalu menoleh ke arah Haruma-san seperti melihatnya untuk pertama kali. Dia
tampaknya cepat sekali sadar dengan keberadaannya daripada kebanyakan orang begitulah
malaikatku.

Ada suasana aneh diantara mereka, jadi aku berusaha memecahkan kesunyian ini.

"Ahem, Haruma-san. Ini adikku, Misa. Dia manis seperti diriku, benar tidak?"

"Yep, dia memang manis." Haruma-san mengangguk.

Dia terlihat tercengang ke arah Misa. Ini bisa dikatakan waktu yang lama karena dia tidak
menoleh ke arahku lagi. Mungkinkah dia ini sebenarnya ada sifat menyimpang seperti
loli+con? Pria ini sudah tidak bisa tertolong lagi.

"Misa, orang ini mungkin tidak akan ada hubungannya dengan hidupmu lagi setelah ini.
Pastikan kau mengamati perilakunya dengan baik untuk pengalaman."

"Kau begitu lagi, Onee-chan!" Misa lalu tertawa, sebelum melihat ke arah Haruma-san
dengan kebingungan. "Mungkinkah dia?! Apa pria ini anu-nya Onee-chan...heh heh?"

"...Ah yang benar saja, Misa."

Belakangan ini, adikku ini sangat tertarik dengan hal-hal yang berbau salah paham.
Mungkinkah karena dia sekarang ini umurnya sudah dikatakan cukup untuk menikah?
Akupun memberikan kode kepada Misa untuk mendekatiku.

"Ada apaaa?"

Setelah dia datang kepadaku, melihatku dengan tanda tanya, akupun memeluknya. Air mulai
menetes dari lenganku ke Misa.

"Eeek ?!" Misa yang basah mulai berteriak. Lalu dia menggeleng-gelengkan kepalanya
dan menatapku dengan ekspresi yang cantik. "Kau harusnya mandi saja dulu! Ya ampun!"

"Kau benar. Kalau begitu, mau mandi bersama?"

"Urk."
ユウト

Akupun mengepalkan tanganku, membuat Haruma-san yang disebelahku ini tiba-tiba kikuk
dan pura-pura batuk. Kedua mata kami bertemu, seketika kami berdua paham.

"Apa-apaan batukmu tadi...? Yang memintaku mandi ini adikku!"

"Ka-Kau tidak usah memberitahuku dua kali. Bahkan, bukankah normal jika diriku
gelisah?"

"Kurang lebih begitu, tapi reaksimu agak berlebihan. Apa kau membayangkan sesuatu?"

"Aku sudah berhenti berharap dari orang lain sejak kelas 2 SMP. Sudah kau pergi saja
mandi sana!"

Akupun tertawa. "Wajahmu itu jelas-jelas memerah."

"Heeei, apa kamu dengar yang kukatakan? Oh, apa yang membuatmu berpikir bisa
mengatakan ini dan itu soal diriku seperti bossku? Meski kuakui, kau memang cocok untuk
itu!"

Ketika kami berdua berbicara, Misa terlihat bersin-bersin.

"Ya ampun," kataku. "Maaf ya, tapi aku akan mandi dulu. Tunggu saja di ruang keluarga
dan anggap rumah sendiri."

"...Mhmm."

Haruma-san mulai berjalan ke ruang keluarga sambil menggigil, seperti seekor domba.
Akupun memanggilnya dan memberinya handuk.

"Oh aku lupa, kamar mandi kami ini punya dua pintu: satunya menuju wastafel, dan satunya
adalah kamar ganti yang menyatu dengan kamar mandi. Pintu yang ke wastafel itu sama
seperti tangan yang kugunakan untuk memegang mangkuk nasi, dan pintu yang menuju ke
kamar ganti adalah tangan yang biasa kupakai untuk memegang sumpit."

"Mhmm...ah, oke."

"Awas kalau kau pura-pura lupa dan mengintip kami!"

"Enggak bakalan."

"Memang harusnya begitu. Kau paham, tidak? Apapun itu akan tetap salah kalau mereka
salah. Karena itulah mereka menjadi salah."

"Kau pikir aku ini siapa...? Dachou?"

Haruma-san membunyikan suara klik dari lidahnya seperti merasa jengkel.

Mungkin saja dia adalah jenis laki-laki yang tidak suka terus-menerus diperingatkan. Aku
bisa melihat dengan jelas kalau dia seperti sedang senang. Dia harusnya terlihat seperti pria
ユウト

yang setahun lebih tua dariku, tapi tindakannya kepadaku seperti pria yang lebih muda
dariku.

Aku tahu lebih banyak tentangnya dari apa yang kutahu dari pertemuan pertama kita. Aku
ingin tahu lagi tentang dirinya di masa depan. Apakah Haruma-san akan menunjukkan
kepadaku tentang sisi lainnya.

Dengan perasaan puas, akupun menuju ke kamar mandi dan masuk ke pintu kamar ganti.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 8 : Chigusa Yuu 2

x x x

Mandi bersama Misa seperti ini, merupakan kebiasaan sehari-hari bisa juga dikatakan
ritual bagi kita.

Misa bisa dikatakan memiliki tubuh mungil bagi seseorang dengan usia seperti itu. Tulang
belakangnya bisa terlihat jelas dari punggungnya, dan ketika kusentuh dengan tanganku, aku
bisa merasakan kalau gadis ini masih dalam pertumbuhan. Dia butuh daging yang lebih
banyak untuk tulang-tulangnya, tapi mungkin memang genetiknya yang membuatnya terlihat
seperti ini.

Setelah menyirami tubuhnya, akupun menyentuh rambutnya. Ketika aku mulai mencuci
rambutnya

"Onee-chan, aku ingin membicarakan sesuatu yang serius," Misa mengatakan itu dengan
serius.

"Ada apa...?"

"Pria yang bersamamu itu, umm "

"Kusaoka Haruma-san."

"Benar, soal Kusaoka-senpai. Aku penasaran dengannya..."

Begitulah Haruma-san. Bahkan Misa, sang malaikat, tidak bisa menahan dirinya ketika
membahas dia. Mungkin aku harusnya mengusirnya keluar setelah kondisiku membaik.

"Tolong jawab dengan serius." Misa lalu menoleh. "Onee-chan, apa kau berpacaran dengan
Kusaoka-senpai?" dia mengatakan itu seperti mengharapkan sesuatu.
ユウト

"Ya Tuhan. Kau ini ternyata tumbuh dengan cepat..." akupun secara spontan mendesah.

"Ayolah! Beritahu aku!"

"...Tapi jika salah satu diantara kita merasa begitu dan yang lain tidak, tidak ada yang bisa
kau lakukan lagi."

Haruma-san menyukaiku, sedang aku sendiri tidak bisa melihatnya sebagai seorang pria
yang seharusnya, jadi cinta Haruma-san ini hanya sepihak. Tolong jangan menangis ya,
Haruma-san!

"Ohhh, begitu ya..." Misa tampak kecewa. "Aku tadi berpikir akan sangat bagus sekali jika
dia memang pacarmu..."

"Ya ampun, apa dia memang terlihat menarik bagimu?"

"Tidak, tidak sama sekali. Tapi kupikir kau menyukai tipe orang seperti itu, Onee-chan."

Apa adikku ini baru saja mengatakan kalau aku menyukai tipe pria yang tidak normal?
Sungguh menghina sekali.

Sambil menarik-narik ujung handuk dengan jari-jari kecil kakinya, Misa mengatakan
sesuatu dengan pelan.

"Tahu tidak, Onee-chan. Kau selalu mengatakan kepadaku kalau aku harusnya memikirkan
tentang diriku sendiri. Kupikir, kau juga harusnya menyisihkan waktumu dan berpikir tentang
dirimu sendiri."

"...Aku juga sering memikirkan diriku sendiri, lebih dari yang kau pikir, Misa."

"Kupikir begitu. Entah apa yang kau pikirkan. Kau itu sangat pintar soal menyembunyikan
perasaanmu sendiri, Onee-chan. Kau ini orang yang baik." Misa lalu menatapku dari posisi
duduknya yang bersebelahan denganku. "Apapun yang dikatakan orang lain, kau adalah
seorang malaikat, Onee-chan!" dia menekankan itu.

Aku bisa mendengar sebuah suara. Suara yang aneh. Apa karena shampoonya? Mungkin
karena aku ini sedang memberikan shampoo ke rambutnya.

"Suara itu, apa ada masalah, Onee-chan? Apa perutmu bermasalah?"

"...Oh bukan, aku hanya sedikit lapar, itu saja. Ayo kita makan sesuatu yang mewah setelah
ini."

"Yep!" Misa tertawa.

Akupun menggerakkan jari-jemariku diantara rambutnya. Aku berusaha menahan diriku


untuk tidak memeluknya; aku harus bisa.

Saking harus menahannya, akupun menekan terlalu keras ke botol shampoonya, ternyata
shampoonya sudah habis. Kira-kira aku punya stok shampoo yang cukup, tidak?
ユウト

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 8 : Kusaoka Haruma 1

x x x

Aku merasa tidak nyaman berada di dalam rumah orang lain. Diperparah lagi, ini rumah dari
seorang gadis. Untuk sejenak, aku bersantai di ruang keluarga seperti seekor beruang
kebingungan yang baru turun dari gunung, tapi aku menemukan tempat yang enak untuk
duduk. Setelah memastikan kalau aku tidak mengotori karpetnya, aku duduk di lantai yang
berada di salah satu sudut dengan menyilangkan kakiku, sambil menoleh kesana-kesini tanpa
henti...

Mungkin yang membuat diriku tidak nyaman adalah baunya, dimana berbeda dari
ruanganku. Ini membuat claustrophobia dan dan penciuman ala binatang milikku ini
meninggi, dan akupun melirik ke seluruh penjuru ruangan untuk mencari tahu penyebab
ketidaknyamananku.

Di atas meja, ada pot bunga, dan sofa lembut yang diberi boneka beserta bantal. Di atas
lemari, ada pewangi ruangan. Meski kurasa baunya agak aneh karena membuatku mencium
bau pasta terbakar.

Sambil mengeringkan kepalaku dengan handuk, aku tampaknya mulai merasa terbiasa
dengan wangi citrus ini. Akhirnya, aku menarik napas yang dalam, sehingga semua
ketegangan ini keluar dari tubuhku.

Setelah rasa gugupku menghilang, aku mulai merasa kalau tubuhku ini
kedinginan...Mungkin harusnya aku pergi ke toilet. Yeah, maksudku, akan sangat buruk jika
aku sendiri buang air di rumah orang lain. Er, sebenarnya buruk juga jika aku lakukan di
rumahku sendiri.

Akupun berdiri dan menuju wastafel. Di dalam, ada dua pintu. Mencoba mengingat-ingat
kata-kata Chigusa, akupun membuka pintu yang berada di sebelah kiri.

Tepat di depanku, Chigusa yang telanjang sedang membelakangiku dan menolehkan


kepalanya ke arahku.

"..."

"..."

Tampaknya dia baru saja keluar dari bak mandi, karena dari kulitnya yang berwarna pink itu
ユウト

masih terlihat air yang menetes. Memberiku sebuah ilusi yang berwarna-warni, seperti
sebuah gambar yang berkerlap-kerlip, dan rambut hitamnya yang basah memang menarik.
Aku bisa melihat setiap tetes air di tubuhnya, seperti menegaskan lekukan tubuhnya.

Ini seperti sebuah adegan tak ternilai dari lukisan seni, kecuali yang kulihat ini jauh lebih
artistik. Secara tidak sadar, bahkan pemandangan keindahan tradisional yang sedang
memegang botol shampoo ini seperti seorang gadis muda yang memegangi ember air di
sebuah mahakarya seni.

Akupun terkejut dan terpesona atau kau bisa katakan kalau ada beberapa bagian dari
diriku yang tergerak. Sambil berdiri dan terdiam, kedua mataku bertemu dengan kedua mata
Chigusa.

Chigusa tidak berteriak atau berusaha menyembunyikan dirinya; dia hanya mengedipkan
matanya, dan menatap ke arah tubuhnya seperti benda yang aneh. Setelah itu, wajahnya
memerah, punggung hingga wajahnya memerah(setidaknya begitu, itulah yang kulihat dari
balik rambut hitamnya) hingga telinganya.

Setelah itu, aku mulai menyadarkan diriku dan segera menutup pintunya dengan pelan untuk
pergi. Aku tidak tahu harus mengatakan apa terhadap yang barusan kulihat...Ada apa
barusan? Sebuah ilusi optik?!

Akupun mundur selangkah dari pintu yang baru saja kututup itu...Oke, tarik napas yang
dalam. Bagaimana itu bisa terjadi?

Akupun pura-pura memegang sumpit dengan tangan kananku dan memegang mangkuk nasi
dengan tangan kiriku. Ini tidak ada hubungannya, tapi entah mengapa posisi tangan kiriku
yang sedang berhalusinasi memegang mangkuk terlihat seperti memegang mangkuk yang
lebih kecil dari biasanya...Sumpah, sepertinya aku pernah melihat mangkuk dengan ukuran
yang seperti ini belakangan ini.

Untuk memastikan lagi, aku buka pintu yang lainnya, dan disana ada toilet.

KENAPA INI?! KENAPA ADA TOILET DISINI?! Akupun memegangi kepalaku karena
bingung. KENAPAAAAAA?! TIDAAAAAAAK! Akupun meniru adegan dari Fujiwara Tatsuya
ketika menutup pintunya. Aku sepertinya baru saja diperdaya oleh ingatanku tentang yang
baru saja aku lihat.
[note: Fujiwara Tatsuya adalah aktor 33 tahun yang terkenal dengan peran Light Yagami di Death Note, Shishio
Makoto di Rurouni Kenshin, Satoru Fujinuma di Boku Dake ga Inai Machi (adult ver).]

Ketika aku melihat ke samping, ternyata Chigusa menampakkan wajahnya dibalik pintu
satunya. Wajahnya tidak memerah lagi, dan warna dari pipinya sudah kembali normal.
Akupun bisa melihat baju dan lengannya, dan sedikit bagian dari dadanya.

"Soal makan siang, Misa bilang dia ingin makan daging sapi," dia mengatakannya dengan
lambat, lalu menutup pintunya dengan senyum seperti Monalisa di musium seni pada malam
hari.

"...O-Oke," akupun menjawabnya, sambil terus menatap ke arah pintu. Hanya ketika bau
shampoo dan sabunnya mulai menghilang, aku akhirnya menyadarkan diriku kembali.
ユウト

Sangat jelas sekali kalau dibalik senyumannya barusan ada sebuah ancaman yang kejam.
Karena dia bilang soal makan siang, kurasa itu yang dia mau dari diriku. Kurasa aku yang
disuruh untuk menyiapkannya.

Daging, oke, daging. Benar. Sambil mengulangi pesanannya, akupun pergi ke Seijou Ishii,
masih dengan pakaian yang basah.
[note: Seijou Ishii itu semacam minimarket, kalau versi Indo mungkin semacam Alfa atau Indo-mart.]

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 8 : Chigusa Yuu 3

x x x

"Daging, daging, yay untuk daging!"

Misa sedang menepuk-nepuk ujung mejanya dengan ritme tertentu seperti menyanyikan
sebuah march lagu. Ratatatat. Pemandangan dirinya yang menatap tumpukan daging sapi
panggang dengan mata yang berbinar-binar sangat manis sekali, seperti sebuah mainan
marching band. Haruskah kusertakan adikku ini sebagai salah satu gambar malaikat dalam
kuil pemujaan atau lukisan keagamaan?

"Baiklah, dimulai dengan ponzu! Bisakah kau berikan botol ponzunya kepadaku?"
[note: ponzu adalah saos citrus yang biasa dipakai untuk memakan daging goreng atau panggang di Jepang.]

"Haruma-san, Misa ingin kau memberinya botol ponzu."

"...Oke."

Duduk di seberangku adalah Haruma-san, yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Tubuhnya bau shampoo yang ada di kamar mandi. Dia seperti anjing atau kucing yang
menandai sesuatu dengan aroma. Dia memberikan saosnya kepadaku dan kuteruskan ke
Misa.

"Terima kasih banyak, Kusaoka-senpai!"

"Haruma-san, Misa bilang terima kasih."

"...Umm, asal tahu saja ya, aku ini orang Jepang dan bisa mengerti bahasa Jepang. Bisakah
kau berhenti menterjemahkan itu untukku?"

Haruma-san mengatakan ketidaksetujuannya sambil menggaruk-garuk kepalanya. Dia harus


tahu dimana dia berada. Dalam sebuah sistem feudal, ada sebuah hubungan dimana pesan
harus disampaikan lewat perantara.
ユウト

"Maaf ya. Onee-chan ini sangat malu-malu kalau dikelilingi orang, jadi dia ini kadang
bersikap seperti orang aneh."

"Haruma-san, Misa merasa kurang senang atas tatapanmu, jadi dia berharap kau tidak
mencoba untuk mendekatinya."

"Kalau kau mencoba menerapkan kebijakan perantara pesan, maka kau sudah gagal karena
menaruh pendapatmu sendiri di pesan orang lain..."

Haruma-san mengatakan sesuatu yang jelas dan subjektif, tapi hubungan kita ini tidak dalam
level itu. Jadi ini bisa dikatakan sebuah krisis manajemen. Aku tidak ingin adikku yang
mempesona ini terlihat seperti makanan bagi hewan buas sepertinya.

Aku membagi potongan daging panggang ke tiga piring dan memberikan sebuah mangkuk
nasi beserta sumpit ke tiap orang. Misa memegang mangkuknya di tangan kiri, sedangkan
aku di tangan kanan; kami ini memang semacam cermin bagi masing-masing.

"Oh, ternyata kau kidal..."

Haruma-san menggumamkan itu, menatap ke arah tanganku seperti menyadari sesuatu.

"Memangnya ada apa?"

"Oh, tidak ada apa-apa."

Dia lalu menoleh ke samping, seperti sedang kesal.

Aku memang memperhatikan detail seperti apakah orang itu kidal atau normal, tapi
mungkin dia kesal karena tidak memperoleh info itu secepatnya, saking begitu besar cintanya
kepadaku. Ya Tuhan, pria di depanku ini bahkan tidak malu-malu untuk menunjukkan
perasaannya di siang bolong.

"Ini mengingatkanku sesuatu, kau sangat menyukai daging seperti ini, benar tidak?"

"Well, aku memang yang memilihnya."

"Kupikir para pria memang suka daging yang lebih berisi."

"Ketika mereka muda kurasa begitu."

"Tapi kau berbeda, Haruma-san."

"Hmm, kurasa begitu."

"Ketika tiba dalam hal menyentuh dan melihat, kau lebih suka yang tidak terlalu besar. Kau
tidak terlihat tertarik dengan Kuriu-sensei."

Akupun mengatakan itu dengan senyum kemenangan. Kalau dipikir-pikir, kurasa aku bisa
memaafkan binatang ini sekali ini saja. Aku ini ternyata sangat pemaaf.
ユウト

"Begitukah menurutmu...Well, terserah kamu saja." Haruma-san tersenyum kecut.

"...Aku tidak begitu paham, tapi tampaknya kalian berdua sangat akrab!"

Misa melihat ke arah kami dan tersenyum bahagia.

Dan kemudian

"Mari kita makan!"

Kami bertiga mulai memakan makan siang kami dengan tersenyum.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 8 : Kusaoka Haruma 2

x x x

Seperti dugaanku, daging tanpa lemak itu sempurna dan luar biasa. Tapi memang ada
kalanya daging berlemak itu itu lebih enak, seperti daging kare dan osechi yang biasa untuk
setahun sekali? Akupun merasakan hal yang sama.
[note: osechi itu makanan khas tahun baru di Jepang. Sebuah kotak makan dengan makanan yang disusun
bertingkat-tingkat (biasanya tingkat 3), melambangkan keberuntungan yang berlipat-lipat.]

Sambil perut kami mengolah daging panggang yang dimasak oleh kedua bersaudari yang
cantik ini, kami bertiga mengembuskan napas pertanda puas.

Lalu, misa berdiri dengan semangat. "Aku akan mencuci piringnya!"

"Baiklah kalau begitu, aku akan menemanimu..."

Ketika Chigusa hendak berdiri, Misa menghentikannya. Lalu dia memasang pose yang
sangat antusias dan penuh motivasi.

"Kau tidak boleh melakukannya! Serahkan padaku! Aku suka membersihkan dan mencuci
piring!"

"Oh begitukah? Kalau begitu kuserahkan itu kepadamu. Ah, tapi kau tetap tidak boleh
membersihkan kotoran yang ada disana, oke?"

Yeaaaaah, jari si Johanne menunjuk ke arahku...Dan tunggu dulu, apa maksudnya bilang
tetap? Jangan bilang kalau dia masih marah soal insiden kamar mandi tadi.
ユウト

Entah dia paham atau tidak kata-kata Chigusa, Misa mengangguk dan mulai beranjak pergi.
Sambil melihat Misa dengan baju piyamanya pergi, aku teringat sesuatu.

"Oh iya, apa Misa-chan punya masalah di sekolah?" tanyaku.

Kami disabotase dan kabur dari sekolah, seperti terusir dari surga, tapi, kurasa agak aneh
bagiku melihat Misa ada di rumah.

Chigusa lalu mendesah. "Misa punya tubuh yang lemah terhadap cuaca, jadi dia ijin dari
sekolah ketika cuacanya tidak bersahabat."

"Ohh...begitu ya."

Kalau diingat-ingat, aku memang pernah melihatnya di UKS. Aku juga pernah merasa kalau
Amane-chan bercerita kepadaku soal dirinya. Waktu itu aku merasa kalau dia akan bercerita
sesuatu yang membosankan, jadi aku lupakan begitu saja semua kata-katanya.

Sementara itu, Chigusa tertawa kecil.

"Jangan khawatir. Aku sudah memastikan dirinya mendapatkan penanganan medis yang
tepat hingga sembuh, dan oleh karena itulah aku berusaha mencapai targetku. Aku tinggal
mengurus biayanya, tidak masalah."

Dia mengatakan itu dengan jelas. Dia tertawa seperti semua ini sebuah masalah yang jelas.

"...Jadi begitukah yang terjadi selama ini?"

"Begitulah yang terjadi. Apa kau jatuh cinta lagi kepadaku setelah mendengarnya? Apa kau
mau ke ujung dunia demi diriku?"

"Gak."

Chigusa hanya terdiam, kecewa. Tapi, dia belum pernah membahas hal ini hingga sekarang.
Jika dia menjadikan ini sebagai alasannya, orang-orang hanya akan memandangnya dengan
kasihan.

Tentunya, siapapun itu akan berpikir seperti itu. Kalau dia melakukan ini demi adiknya, atau
dia sebenarnya tidak mau menjadi lintah darat, atau dia tidak mau menjadikan adiknya
alasan, atau sesuatu yang harus dia lindungi meski itu berarti harus mengorbankan sesuatu.

"Jika situasiku ini sudah menjadi rahasia umum, aku yakin kau akan lebih menyukaiku.
Menyedihkan sekali. Akan menjadi gadis cantik semacam apa diriku jika begitu?"

Chigusa mengatakan itu sambil bermain-main dengan rambutnya. Bisa jadi itu hanya pura-
pura untuk menyembunyikan perasaannya. Atau bisa juga dia adalah seorang psikopat yang
sedang mencari keuntungan atas kondisi dirinya.

Tapi mari kita buat ini jelas aku tidak peduli. Aku tidak tertarik.
ユウト

Apa yang membuatnya menjadi seperti ini adalah hal yang tidak penting bagiku. Bukannya
aku akan merasa senang menolongnya jika tahu cerita hidupnya itu. Latar belakang
kehidupannya itu hanyalah suara berisik yang menggangguku saja.

Hanya saja, Chigusa punya wajah yang cantik. Kecantikannya saja sudah cukup membuatku
melakukan apapun untuknya. Itu adalah satu-satunya alasan aku membantunya.

Itulah, kawanku, motivasi semua pria di dunia ini, kebenaran yang mutlak.

Sambil merasakan kembali rasa percaya diriku, aku melihat ke wajah Chigusa. Dia terlihat
seperti mencari-cari sesuatu di bawah mejanya dan mengeluarkannya.

"Dengan begini, aku akan menunjukkan kepadamu, sang penolong dari Kamon!"
[note: Kamon Tatsuo, penyanyi dan penulis lagu terkenal di Jepang.]

Chigusa menepuk-nepuk sebuah toples kaca besar dengan sticker bank bermotif kepala babi.
Di dalamnya, banyak sekali koin dan kertas tagihan, dan di atas itu semua, ada sebuah
dompet.

"Err, Kamon tadi maksudmu Kamon Tatsuo? Dan bukankah itu dompetku?!"

Jadi Chigusa ini sedang menyita uangku demi menolong adiknya...Itu membuatnya seperti
Gon, si Rubah Kecil, tapi metodenya ini tidak bisa dikatakan patut mendapatkan pujian.

Ketika aku hendak mengambil dompetku kembali, dimana Chigusa mengamankannya


ketika aku pergi mandi, hanya membuatnya bersikeras untuk menyembunyikan toples itu
seperti menggendong bayi.

"Ini adalah sebuah sumber uang yang berada dalam properti pribadiku, akulah pemilik
toples ini. Toples ini milikku, jadi asetmu ini adalah milikku."

"Akan sangat bagus jika kau tidak melihatku hanya sekedar properti."

"Non! Uang membuat dunia ini berputar! Uang! Harasho!"

"Kurasa yang benar Hamasho..."


[note: Hamasho adalah nama panggung Hamada Shogo, populer dengan lagunya yang berjudul 'uang'.]

Apa karena hal itu gadis ini bersikap seperti orang jadul? Dan tidak lupa, menahan
seseorang dan mengambil uang mereka adalah metode yang kuno.

"Haruma-san, lompat! Tolong lompat!"

"Tunggu saja hingga selasa. Lagipula, uangku ada di dompet, jadi sekarang aku tidak punya
uang sama sekali. Tidak lupa juga aku tidak bisa pulang ke rumah kalau kau tidak
mengembalikan dompetku."

"...Itu memang masalah," Chigusa mengatakannya setelah berpikir panjang.

Lalu, dengan santainya dia mengambil 1000Yen dari toples. Tangannya bergetar seperti dia
ユウト

dengan berat hati tidak ingin memberikannya kepadaku...Err, kembalikan saja dompetku itu.

Dengan pelan, sangat pelan, tangan Chigusa bergerak seperti 5mm per detik, ketika hendak
kuambil uangnya, mejanya bergetar.

"Whoa! Ada apa it !" Chigusa dengan tiba-tiba membatalkannya. "Ah, Misa, kau ada
SMS. HP-mu bergetar," dia memanggil Misa dan menaruh kembali 1000Yen ke toples
seperti tidak ada satupun hal yang baru saja terjadi.

"Onee-chan, bisa kau lihatkan apa isinya?"

"Oke."

Setelah mendengarkan permintaan Misa, Chigusa menaruh kembali toplesnya di bawah


meja dan mengambil HP misa. Err, bisakah kau kembalikan dompetku?

"Apa-apaan ini...?"

Ketika dia melihat layar HP Misa, kedua mata Chigusa melebar. Lalu dia memperlihatkan
kepadaku apa yang tertulis di layar tersebut.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 8 : Kusaoka Haruma 3

x x x

Halo.

Bagaimana kesehatanmu belakangan ini?

Ibu mencoba membantu tentang masalahmu di UKS tempo hari, dan Ibu kenal satu atau
dua klinik medis yang bisa menyembuhkannya. Jika kamu tertarik, kenapa kita tidak coba
datangi klinik yang lokasinya tidak jauh itu? Ibu pikir mungkin pemeriksaannya bisa
memakan waktu hingga malam, jadi tolong siapkan baju dan pakaian dalam ganti untuk
jaga-jaga. Kalau soal uangnya, kau tidak perlu mengkhawatirkan itu.

Belakangan ini, ada gosip aneh yang menyebar (misalnya gadis remaja hilang ketika
malam), jadi untuk amannya, Ibu akan menjemputmu dengan mobil.

Mari kita bicarakan tentang detailnya besok, Misa-san.

Ibu percaya kalau kakakmu itu akan lega jika kau bisa melakukan sesuatunya sendiri. Mari
kita rahasiakan ini darinya sehingga kita bisa memberikannya kejutan.
ユウト

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 8 : Chigusa Yuu 4

x x x

Nama Kuriu-sensei tertulis di bagian nama pengirim. Aku hanya bisa membayangkan satu
orang dengan nama itu. Wali kelas Haruma-san yang kita temui tempo hari di sekolah.

"...Aneh..."

"Sangat janggal sekali..."

Kami berdua terdiam, kemudian Haruma-san dan diriku saling menatap satu sama lain dan
mengangguk. Tanpa adanya satupun kata yang keluar, kami bisa melihat apa yang dipikirkan
oleh orang lain. Kami, yang sudah menempuh banyak sekali cobaan untuk mempelajari sikap
satu sama lain, memahami ini lebih daripada yang lain.

Kami lalu membuka mulut kami secara bersamaan.

"Perempatan jalan antah-berantah."

"Adik tercintaku, Misa."

Kami sangat berbeda satu sama lain.

Kami membuat ekspresi yang terkejut, hanya Haruma-san yang meresponnya dengan hal
yang tidak masuk akal.

"Ayolah, dia tempo hari menyebutkan soal gosip perempatan jalan mistis itu! Dia bilang
kalau ada orang yang menyebarkan gosip itu, tapi ini jelas-jelas kalau dia sendiri yang
menyebarkannya!"

Kesimpulan tergesa-gesa itu tidak ada hubungannya dengan topik utama ini, tidak sekalipun
menyerempet topiknya...

Yang terpenting, fakta bahwa Kuriu-sensei mengajak Misa-ku yang tercinta adalah
perkembangan yang tidak diduga-duga. Kira-kira sejak kapan mereka mulai saling SMS
seperti ini?

"Err, dia mungkin hanya terlalu peduli saja kepadanya," kata Haruma-san.
ユウト

"Apa jaman sekarang masih ada guru seperti itu? Guru yang sangat antusias untuk
memperhatikan siswanya di luar sekolah mungkin sudah ditangkap polisi ataupun punah
sejak abad lalu."
[note: Ini menyindir manga Great Teacher Onizuka, era 90-an.]

Bukan itu saja. Aku menggerutu dengan keras.

"Aneh sekali kalau dia meminta ini untuk dirahasiakan dariku. Jika dia ingin melibatkan
sesuatu terhadap satu-satunya hal yang berarti bagiku di dunia ini, maka dia harus meminta
ijin dariku terlebih dahulu, benar tidak?"

"Yang kau katakan tadi adalah hal yang idiot, tapi logikanya benar, setidaknya begitu."

Haruma-san menyilangkan lengannya dan menepuk-nepuk keningnya. Lalu dia berkata,


"Oke, katakanlah yang kau katakan itu benar, apa yang Kuriu-sensei inginkan? Kenapa dia
ingin mengajak adikmu pergi dan merahasiakannya darimu?"

"Dia tampaknya tahu kalau Misa tidak punya uang..."

Kami lalu melirik lagi ke layar HP yang berisi SMS tersebut. Ada satu hal lagi.

"Pakaian dalam ganti..."

Pakaian dalam? Haruma-san menggumamkannya pelan, dimana aku teringat tentang


pembicaraan bisnis celana dalam bekas tempo hari. Lintah darat sainganku ini juga berbisnis
celana dalam bekas.

"Aku tidak tahu apa yang Kuriu-sensei rencanakan, tapi ini sangat dekat tentang kebenaran
penyelidikan kita ketika malam hari di sekolah."

"Bukankah kamu sendiri yang mengatakan kalau Kuriu-sensei bukan tersangkanya?"

"Itu hanya kata-kata psikologis saja, Haruma-san."

"Hmm?"

"Kalau waktu itu aku mengatakan orang itu tersangkanya, maka aku seperti mengungkapkan
kekesalanku karena sesama wanita: Aku ingin mengalahkan orang itu!"

Merasa diriku lemah tidak berdaya, akupun memeluk bahuku ini karena takut, dimana
Haruma-san mungkin akan kecewa dan marah-marah. Mungkin dia merasa ada konflik batin
antara alasan kemanusiaan dengan insting seekor hewan liar.

Dan disinilah. Aku memberinya kehangatan hatiku. Rambutnya berdiri seperti amarah dari
hewan buas. Karena dia kehilangan dompetnya, jadi kubiarkan dia singgah di kebun bungaku
ini, aku harusnya memberikannya kebebasan untuk pergi.

"Misa itu gadis yang lugu, jadi dia pasti akan menurut begitu saja apa kata gurunya. Kita
tidak boleh menyia-nyiakan waktu ini! Haruma-san, peliharaanku, ayo kita pergi dan
menginvestigasi ini!"
ユウト

"Apa-apaan kata-katamu tadi? Kenapa kau menjadi majikanku?"

Untuk jaga-jaga, aku menghapus SMS itu, lalu berdiri.

"Misa, aku akan pergi keluar sebentar! Jika aku pulang telat, kau tidur saja dahulu?"

"Baiklah. Aku akan menunggui markas, kalian bermesraan saja dengan tenang." dia
mengatakan suara lembutnya itu dari arah dapur.

Akupun mengangguk, lalu melihat dari balik bahuku ke Haruma-san. Dia harusnya bersiap-
siap untuk pergi, tapi entah mengapa dia hanya duduk bermalas-malasan disana.

Kalau sudah begini, aku kumpulkan seluruh keberanianku untuk meminta sesuatu darinya.

"Aku ada waktu luang setelah ini." akupun berhenti sejenak. "Haruma-san, kau ada waktu
luang?"

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 8 : Kusaoka Haruma 4

x x x

"Aku ada waktu luang setelah ini." Dia berhenti sejenak. "Haruma-san, kau ada waktu
luang?"

Chigusa menanyakan pertanyaan yang Chigusa-banget dengan sikap yang tidak Chigusa-
banget. Tapi ini tidak ada bedanya dengan tempo hari. Kalau tempo hari dia memegang alarm
anti stalker, sekarang dia memegangi lenganku.

Ini adalah pertamakalinya dia menginginkan sesuatu, sebuah keinginan yang melambangkan
harapan.

Jadi aku menjawabnya dengan kata-kata brengsek, tapi dengan suara yang lembut sehingga
tidak akan merasa kalau kata-kata yang kukeluarkan itu terdengar brengsek.

"...Apa aku terlihat sedang memiliki itu?" kataku.

Chigusa menutup tangannya di mulut dan tertawa, dia mengangguk setelah itu.

Dengan percakapan yang ditutup dengan senyum, kami pergi meninggalkan rumah.
ユウト

Bulan yang berwarna kemerahan seperti mengintip di balik awan. Kumpulan awan seperti
bergerak dari arah timur. Di barat, matahari mulai beranjak sore, sangat sulit untuk
mengetahui apa ini pagi atau sore. Tapi cahayanya mewarnai langit dengan warna merah
muda. Campuran dari bayangan benda-benda dengan ketinggian yang berbeda-beda
memberikan pemandangan yang indah.

Lalu mataku tertuju ke gadis yang sedang berjalan di depanku.

Rambut hitamnya bersinar terang karena matahari sore, dan pipinya yang putih itu terlihat
memerah seperti dipasangi lipstik.

Seperti biasanya, Chigusa berjalan di depan, tidak merasa terganggu dengan sikapnya yang
tidak memberitahu kalau kita akan pergi kemana. Akupun memanggilnya dari belakang.

"Jadi, uh, kita ini akan kemana?"

"Kita ini akan menemui Kuriu-sensei, Haruma-san," kata Chigusa, seperti menggunakan
gerakan tarian waltz, ujung dari roknya berkibar secara perlahan.

Ketika kami sampai di stasiun terdekat, Chigusa menuju ke mesin tiket. Jadi masih ada saja
orang yang memakai mesin peninggalan abad lalu ini?

Chigusa tampaknya sudah menebak apa yang ada dalam pikiranku dari ekspresiku saja,
karenanya dia berbicara dengan kesal.

"Karena aku tidak percaya dengan metode pembayaran kereta dengan kartu. Aku tidak tahu
persis berapa uang yang sudah kubayarkan."

"Oh, oke...Well, aku sendiri punya kartu langganan, tapi..."

Akupun meraba-raba kantong belakang celanaku, dan baru sadar kalau dompetku tidak ada
disana. "Oh."

Ketika kulihat ke arah Chigusa, dia tampak kesal denganku. Lalu dia tersenyum sambil
mengambil sebuah dompet hitam.

"Ya Tuhan, Haruma-san, kau ini parah sekali. Aku akan meminjamkanmu sebentar, tidak
apa-apa?"

"Apa kamu sadar kalau itu dompetku..."

Dasar lonte tukang kredit psikopat. Kira-kira apa tidak masalah kalau kukatakan langsung
kepadanya saat ini?

x x x
ユウト

Qualidea of The Scum Chapter 8 : Kusaoka Haruma 5

x x x

Dari Tokyo, kami naik kereta dan turun di pinggiran Saitama seperti yang Chigusa katakan.
Tanahnya terasa tebal, dan diselimuti rumput yang hijau. Daerah ini dilindungi oleh sebuah
gunung sehingga cahaya matahari sore tidak bisa menembusnya, tapi jalan yang terlihat di
depan stasiun mulai diterangi oleh lampu penerangan jalan.

Kami berjalan sebentar setelah keluar dari stasiun. Ketika kulihat ke arah samping, aku tidak
melihat adanya gedung-gedung, dan ketika kulihat di depanku, hanya terlihat pemandangan
sawah dan padi.

Ketika berjalan di jalan yang menuju perumahan terdekat, suara-suara katak mengisi suara
latar kami. Aku sendiri tidak melihat satupun langkah kaki dari Chigusa yang terlihat ragu-
ragu. Akhirnya, setelah melewati beberapa rumah, kami tiba di depan rumah yang terlihat
agak terpisah dari rumah-rumah sekitarnya.

Ketika Chigusa memeriksa papan nama di depan rumah itu, memang tertulis jelas nama
Kuriu.

"...Kau tampaknya tahu betul daerah sini," kataku, antara separuh terkejut dan separuh
curiga.

Chigusa memalingkan wajahnya ke arahku.

"Bukankah memang wajar jika semua orang tahu dimana rumah Sensei?"

"Tidak, ini tidak wajar. Ini bukan jaman Showa..."


[note: Jaman Showa adalah jaman kekaisaran tertentu memerintah di Jepang, yaitu 1926-1989. Untuk 1989-
sekarang adalah jaman Heisei. Pada jaman Showa, wajar jika siswa dan guru dekat dan tahu rumah masing-
masing. Ini seperti Indonesia jaman 1970-1980an ketika siswa membawakan tas gurunya atau sepeda gurunya.
Seperti Amrik dimana siswa memberikan gurunya apel.]

Dulu, guru dan siswa sangat normal jika tahu alamat masing-masing, begitulah. Sangat
jarang pada jaman ini untuk membawa sebuah kertas berisikan alamat dan nomor HP semua
orang.

Kami mencoba menekan bel di pintunya, tapi tidak ada respon. Kami lalu mengelilingi luar
rumahnya, tapi tidak melihat adanya satupun lampu yang menyala, bahkan ketika kami
berusaha mengintip jendela di lantai pertama dan dua. Ini sudah petang, harusnya ada
setidaknya satu lampu yang menyala...

"Tampaknya dia tidak ada di rumah. Ini justru situasi yang bagus bagi kita."

Chigusa lalu memutar knop pintu rumahnya, tapi terkunci, seperti yang kau duga. "Urk..."

Chigusa seperti frustasi dan melakukan hal itu terus seperti kelinci di Alice in Wonderland.
"Ya ampun! Ya ampun! Aku akan terlambat!"
ユウト

Well, bukannya aku tidak paham apa yang dia rasakan. Bergantung situasinya, aku juga
pasti akan emosi jika ada orang yang mencurigakan menghubungi Amane-chan. Err,
bukannya aku ini siscon atau semacamnya.

Akupun berusaha melihat ke sekitarku dan mencari sebuah kesimpulan tentang tempat ini.

"Rumah ini memiliki jarak yang lapang sekali dengan rumah-rumah sekitarnya. Tidak ada
satupun rumah yang berada di samping rumah ini."

"Memang. Haruma-san, jika kau hendak menyerbu sebuah rumah dan pemiliknya berteriak
minta tolong, tidak ada satupun yang akan mendengarnya."

Akupun mendesah kesal.

"Bodoh sekali. Bahkan jika aku darmawisata ke kota besar dengan teman-teman sekelasku,
tidak ada yang menyadariku jika aku berteriak minta tolong."

"Mungkin mereka hendak memutus hubungannya denganmu, Haruma-san..."

Chigusa mengatakan pendapatnya, tapi aku memutuskan untuk tidak mendengarkannya.


Orang-orang mulai menggunakan pendapatnya sendiri ketika mereka berusaha mencari-cari
kesalahan orang lain, bukan hendak untuk mendengarkan kata-kata mereka.

"Meh, tidak akan ada yang menyadari jika tidak ada satupun orang di sekitar sini." Akupun
terdiam sejenak. "Oke, haruskah aku memecahkan jendelanya dengan batu?"

Maksudku, ayolah, ini kan Saitama. Jarang sekali orang mau tinggal disini, jadi membuat
sebuah bunyi gaduh bukanlah masalah bear! Jika ada sebuah bunyi, mereka mungkin akan
tidak mempedulikannya dan mengatakan, "Anginnya kencang sekali ya hari ini!", tapi aksi
ini akan sangat berbahaya jika kita melakukannya di kota metropolis seperti Chiba.
[note: LOL, Watari mencoba membahas setting LN lain miliknya, Chiba. Kuzukin, baik
Yuu/Haruma/sekolahnya mengambil setting kota Tokyo.]

Ketika aku sedang mencari-cari batu, Chigusa menatapku.

"Hmm? Apa yang sedang kau lakukan? Kalau kau mau melempar batu, berarti kau sejak
awal percaya kalau dialog itu tidak berguna, bukankah itu akan membuatmu seperti
seseorang yang berasal dari jaman batu?"

"Aku tidak ingin mendengar itu darimu, sial. Mau bagaimana lagi? Pintunya terkunci.
Lagipula, ada yang bilang kalau kita ada di Roma, maka kita lakukan apa yang orang Roma
lakukan."

"Haruma-san, kaupikir Saitama itu apa...?"


[note: Saitama juga terkenal karena geng-geng remaja berandalan, terutama geng siswinya yang sering
melakukan tindakan kriminal.]

Kupikir Saitama adalah dataran dengan ketinggian terendah ketiga di propinsi Kanto. Utara
Kanto? Entah kalau itu. Apakah berbeda dengan Tohoku Selatan? Aku, seorang pria yang
lahir dan besar di Tokyo, paham betul kota Tokyo. Aku tidak suka bagaimana propinsi
ユウト

Kanagawa terlihat seperti daerah yang lebih trendi dari Tokyo meskipun punya kota-kota
yang layak untuk disebut seperti Yokohama. Tidak lupa, Chiba menempel erat Tokyo di
berbagai hal sehingga kau harus menghormati Tokyo. Aku tidak tahu satupun hal mengenai
Saitama. Mengapa aku harus ke Saitama? Kue Manju?
[note: Di salah satu LN Watari, Oregairu vol 10 chapter 5, Totsuka mengatakan akan kuliah di Univ. Waseda -
Saitama. Watari juga membahas kue Manju mengenai Saitama.]

Ketika aku hendak mencari batu lagi, Chigusa mengembuskan napasnya yang terlihat kesal.
Dia lalu meraba-raba kantongnya, dan dia terlihat senang ketika mengambil obeng kecil dan
kawat besi kecil bergelombang.

"Kau bisa melakukan ini, Haruma-san. Jika aku gunakan obeng dan kawat ajaib ini...Nah,
selesai kan?"

Chigusa memasukkan kawat dan obeng tersebut ke lubang kunci dan mulai memutar-
mutarnya.

"Bukankah ini tindakan kriminal...?

"Bukan, ini adalah sihir."

"Oh baiklah, jadi ini adalah sihir..."

Lalu, knop pintu diputar dan terbuka. Open sesame...Pasti cara yang sama dia gunakan
untuk menjebol kunci pintu yang menuju atap sekolah...? Begitu ya! Keajaiban dan sihir
adalah nyata!

"Sekarang, ayo kita lanjutkan?"

Chigusa menunjuk ke arah pintu, dingin...sedingin mentimun.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 8 : Chigusa Yuu 5

x x x

Setelah kita mengendap-endap di pintu masuk, tubuh kita tiba-tiba lemas.

Cahaya dari lampu penerangan jalan menyinari pintu masuk, dan memperlihatkan kami
lautan sepatu. Sepatu boots, loafers, sandal, sneakers, sepatu hak, sepatu olahraga...Sepatu
dengan jumlah tidak normal berserakan di dekat pintu masuk. Apa seekor lipan tinggal
disini? Mungkinkah Kuriu-sensei adalah bentuk manusia dari suatu makhluk? Aku dari dulu
ユウト

memang sudah menduga kalau proporsi tubuhnya itu memang jauh berbeda dari manusia
biasa. Kurasa aku tidak akan kaget kalau dia bukanlah manusia.

"Apa-apaan ini...?"

Haruma-san kaget setelah membuka salah satu lemari sepatu dan lebih banyak lagi sepatu
yang jatuh ke lantai.

"Kalau tidak salah ada istri Presiden Filipina yang mengoleksi sepatu. Marcos...Pendeta
Marcos X?"
[note: Imelda Marcos, kalau tidak salah koleksinya ada 3000 pasang sepatu.]

Ketika kulihat sepatu Haruma-san, tampaknya adalah sepatu yang baru rilis di musim panas
ini. Kalau menilai dirinya membeli sepatu ini dari toko grosiran, aku bisa melihat kalau dia
memang tidak punya pacar. Setelah memikirkan ini, aku kemudian melepas sepatuku dan
menentengnya sambil berjalan ke lorong.

"Polisi belakangan ini suka memperhatikan detail TKP, jadi usahakan agar tidak
meninggalkan bukti."

"...Kalau boleh tanya, pekerjaanmu yang sebenarnya apa sih? Mungkinkah kau ini ahli di
pekerjaan lain selain tukang kredit, nona?"

Haruma-san berusaha becanda, meski ini bukan waktu yang tepat.

Hanya dengan menutup pintunya, tidak ada lagi cahaya yang masuk ke rumah ini.
Kesunyian melanda ruangan ini.

Di dalam lorong ini, mustahil bisa melihat beberapa langkah ke depan, sebuah kegelapan
yang pekat tersaji di depanku. Akupun merasakan sebuah rasa takut yang besar menjalar dari
belakang tubuhku.

"Haruma-san, tanganmu mana?"

"Hmm?"

"Senter? Pisau Swiss Army? Kawat kasa? Chloroform? Pistol Setrum?"


[note: kawat kasa bisa dipakai untuk mencekik orang sampai mati. Choloroform dalam dosis tepat dapat
membuat orang yang mencium baunya pingsan seketika, bahkan meninggal. Jangan tanya saya tahu darimana
=) ]

Meski aku sudah menjulurkan tanganku beberapa kali, aku tidak menerima satupun benda
yang kuminta tadi. Haruma-san hanya diam disana.

"...Kalau kau tidak membawa satupun benda-benda sihir itu, lalu buat apa kesini? Apa kamu
tidak punya sebuah insting sebagai seorang penyihir?"

"Si-Si-Si-Sihir? Oke, aku memang menggunakan sihir. Jangan salah paham denganku."

"Hmm? Haruma-san, kadang-kadang kau gugup dengan hal-hal yang janggal...Apa kau
merasa kurang nyaman dengan hal-hal berbau sihir yang kubicarakan ini?"
ユウト

"...Jangan khawatir. Ini hanya sebagai referensi."


[note: barang-barang kunci sebagai referensi sihir di Precure.]

"Aku tidak paham, tapi jangan berkecil hati. Masih banyak waktu sebelum umurmu 30
tahun, pasti banyak kejadian-kejadian yang terjadi sebelum itu."
[note: Ada guyonan di Jepang, kalau tetap perjaka/perawan sampai umur 30, kau akan menjadi penyihir.]

"Kau tampaknya tidak paham maksudku, ya?"

Kami mengatakan itu sambil berbisik dan menyinari area di depan kami dengan aplikasi
senter dari smartphone. Kami mengandalkan itu agar keberadaan kami tidak mudah dideteksi.

Di sisi lain, aku tahu kalau masuk tanpa terdeteksi adalah hal terpenting, tapi bagaimana
dengan hal lainnya? Konsep kami berdua ingin menjadi penyihir dalam kegelapan ini
terdengar seperti sebuah sindiran berbau seksual, Haruma-san. Aku akan menggantikan
kertas pemberitahuan di dompetnya dengan sebuah saran-saran. Yoink.

Dengan perlahan, kami membuka tiap pintu yang ada, memeriksa setiap sudut di rumah ini.
Dapur, kamar mandi, wastafel, dan begitulah akhirnya kusimpulkan kalau area sebelah kanan
ini terasa agak lembab, sementara area sebelah kiri seperti menyisakan banyak sekali ruang.
Kalau dari tampilan rumahnya, orang pasti mengira kalau sebelah kanan rumah ini banyak
ruangannya, sehingga bagian sebelah kiri kebanyakan adalah lorong untuk memudahkan
keluar-masuk ruangan. Akupun berusaha mengkalkulasi ini seperti membayangkan ruangan-
ruangan di kapal selam atau sebuah penjara.

"..."

Kurasa aku mendengar suara tangis dari salah satu dinding. Tentunya, aku sendiri berpikir
kalau itu hanya suara ranting atau semacamnya. Aku ini tidak percaya dengan omong kosong
yang tidak ilmiah seperti hal-hal mistis atau gaib, jadi aku tidak takut sedikitpun dengan
hantu.

"Karena kita sudah sejauh ini, kita mungkin perlu berjalan dengan posisi depan-belakang."

"Huh, kenapa?"

Karena aku lelah berjalan berdampingan, tahu tidak. Haruma-san harusnya di depan
sementara aku di belakangnya. Sang pengawal dan yang dikawal. Kuda dan kusir. Peluru dan
pemimpin geng. Ekor dan kadal. Hal-hal semacam itu.

"Um, agak sulit berjalan..."

Sayangnya, Haruma-san menggerutu seperti dia takut akan gelap, jadi aku menempelkan
tubuhku di punggungnya. Akupun memegangi lengan kemejanya dengan kencang,
kuputuskan kalau aku tidak akan melepaskannya begitu saja. Baguslah, harusnya ini
membuat Haruma-san tenang. Ya ampun, dia memang kucing yang penakut. Tidak akan ada
apa-apa, manis. Ini, ini.

" Stop."
ユウト

"Eeeeek ?!"

Tiba-tiba, ada telapak tangan di depan mataku. Akupun kaget dan jiwaku ini serasa hampir
lepas dari tubuhku. Ketika aku hendak berteriak karena kaget, sebuah telapak tangan yang
besar menutupi mulutku. Ketika aku hendak protes, tangan tersebut bahkan berusaha lebih
kencang untuk menutup mulutku. Jadi ada benarnya kalau ada yang bilang manusia lebih
menakutkan daripada hantu. Akupun menatapnya dengan tajam untuk menyuarakan protesku.

"...Disana."

Haruma-san memberi kode dengan dagunya ke ujung lorong, sebuah pintu di sebelah kanan.

Mungkinkah ada seseorang disana? Aku bisa mendengar suara yang pelan muncul di balik
pintu itu. Ataukah itu suara jantungku? Aku tidak tahu bedanya apa. Aku harus menghentikan
jantungku untuk mengetahuinya. Juga, aku harus hidup lagi untuk menghentikan pria di
sebelahku ini.

Aku bisa mendengar suara dari Haruma-san menelan ludahnya sendiri.

Tiba-tiba, dia seperti meraba-raba area sekitar pintu itu tanpa ragu. Tanpa membawa pistol
setrum ataupun chloroform, dia tidak sadar kalau ruangan ini seperti sebuah penjara dan yang
dia lawan adalah manusia lipan.

Ini sangat janggal sekali. Dia tidak punya sihir ataupun mukjizat. Jika sesuatu terjadi dengan
tubuh Haruma-san, apa yang harus kulakukan? Aku tidak mau itu terjadi. Aku tidak bisa
kehilangan Haruma-san begitu saja. Dia harusnya menemui petugas asuransi jiwa dan
membuat kontrak dengan nama diriku sebagai penerima uang sebelum masuk ke ruangan itu.

"Aku menemukan saklarnya. Aku akan menyalakan lampunya."

"Tunggu, tunggu, tunggu dulu!"

Ketika aku mulai panik, lampunya menyala.

Ruangan tersebut cukup untuk dipasang enam tatami. Dinding dan karpetnya berwarna abu-
abu, perabotan dan hiasannya juga sewarna dengan taplak mejanya. Di tengah ruangan itu
ada kasur...tunggu, kasur?

Kasurnya tidak terbuat dari kayu. Tidak ada batangan besinya pula. Bahkan ini tidak ada
matras ataupun selimutnya; ini hanya tumpukan pakaian yang menyerupai kasur.

Pendek, berenda, lentur, gampang rusak, ada beberapa yang perlu dijahit, dan tentunya
pakaian yang tidak normal ditemukan di tempat ini ini adalah tumpukan pakaian dalam.
Banyaknya bra dan celana dalam membuat ini terlihat seperti gunung kecil.

Dan yang sedang tertidur lelap di tengah tumpukan itu adalah Kuriu-sensei. Sensei, yang
tidur dengan nyenyak, tampaknya mulai terbangun oleh lampu yang menyala, karena dia
mulai terlihat menggaruk-garuk matanya dengan sesuatu yang mirip bra.

Lalu, akhirnya dia membuka kedua matanya.


ユウト

"Mmm, siapa itu? Shia...? Bukankah sudah kubilang untuk tidak masuk sembara "

Ketika kedua mata Kuriu-sensei menyadari kehadiran kami, kedua mata dan mulutnya
terbuka lebar, dan aku bisa melihat tenggorokannya dengan jelas.

Juga, kepalanya yang harusnya memakai topi tidur, kini memakai dua pasang celana dalam.
Apa-apaan ini?

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 8 : Kusaoka Haruma 6

x x x

Apa-apaan ini...?

Pemandangan yang mengejutkan dari Kuriu-sensei yang kebingungan ini mulai terasa
kurang menyenangkan di mataku. Sebenarnya itu bukan metafora; ada sesuatu yang
menyerupai kilatan tiba-tiba menerangi ruangan ini.

Ketika kulihat sumber cahaya tersebut, ternyata berasal dari kamera smartphone yang
sedang dipegang oleh orang yang memasang senyum puas: Chigusa Yuu...Apa-apaan ini?

Aku bukanlah satu-satunya orang yang berpikir seperti itu. Ekspresi dari Kuriu-sensei itu
juga menggambarkan sebuah keputusasaan.

"Kuriu-sensei, bisakah anda jelaskan dengan detail ada apa ini?"

Chigusa mengatakannya sambil menunjuk ke arah lantai. Menunjuk ke tumpukan pakaian


dalam yang berada di atas lantai.

"Err, uh, Chigusa-san. Ini, umm..."

Kuriu-sensei yang sedang merangkak keluar dari tumpukan pakaian dalam, berusaha
mengucapkan beberapa kata yang sebenarnya tidak bisa dikatakan sebuah kata-kata, tapi
Chigusa terus tersenyum, seperti tidak bosan-bosannya mendengarkan hal itu. Dengan
ekspresi puas, dia menekan kembali tombol HP-nya dan mengambil gambar. Benar-benar
senyum yang jahat.

Kuriu-sensei menggonggong seperti anjing laut dan dengan patuhnya duduk di kursi. Dia
seperti hendak menangis saja.
ユウト

"Sebelum kita mulai, bisakah anda lepas celana dalam itu dari kepala anda?" kata Chigusa.

Sambil menyeka air matanya, Kuriu-sensei secara perlahan mengambil celana dalam itu dari
kepalanya dan melipatnya. Setelah melihatnya dengan seksama, Chigusa kemudian
mengambil gambar lagi dengan HP-nya.

"Anda sudah tahu situasinya, bukan?" dia mengatakan itu secara perlahan, "Sekarang,
bisakah anda jelaskan?"

"Aku tidak melakukan sesuatu yang salah...Ini hanya, umm..."

Seperti kehilangan lidahnya karena diancam oleh bukti foto-foto itu, Kuriu-sensei seperti
kehilangan fokusnya.

Chigusa mendesah kesal dan menunjuk ke arah lantai.

"Lalu bagaimana dengan tumpukan pakaian dalam ini? Ini jelas-jelas bukan milik anda,
bukan? Dari sekilas saja saya langsung tahu kalau tidak ada satupun pakaian dalam disini
adalah ukuran anda, Sensei."

"Itu adalah, umm, transaksi yang adil. Kami sudah sepakat. Para gadis ini juga mendapatkan
uang yang layak, dan umm..."

"Anda tadi menyebutkan nama Shia, tapi bukankah Shia-san ini dilaporkan menghilang oleh
keluarganya? Kenapa menyebutkan namanya? Dan juga, apa penjelasan anda dengan
banyaknya sepatu disini? Apakah ini menjelaskan denah ruangan yang tidak biasa di rumah
ini? Apa kombinasi nomor brangkas anda?"

Interograsi Chigusa ini tidak ada hubungannya. Dia bertanya banyak sekali dalam waktu
yang singkat, sehingga aku bisa merasa kalau dia menanyakan pertanyaan yang tidak ada
hubungannya!

"Kalau kau membahas soal Shia-chan dan yang lainnya...Mereka ada disana."

Bahu Kuriu-sensei merendah seperti paham maksudnya, dan dia menunjuk ke ruangan lain
yang berada di sisi lain dinding ini.

Jadi dia mulai bicara, huh...? Kekuatan dari intimidasi memang tidak boleh diremehkan.
Fakta kalau Chigusa menekannya dengan setiap detail membuat jawaban Kuriu-sensei
disertai nada ketakutan yang luar biasa.

Tapi ada satu hal dimana aku sendiri masih merasa kurang puas.

"...Umm, kenapa anda bisa sampai sejauh ini?"

"Ini sebenarnya masalah mudah. Kuriu-sensei ini sangat menyukai pakaian dalam dari para
gadis yang manis. Dia itu sama sepertimu, Haruma-san."

Maksudku itu, pertanyaan untuk Kuriu-sensei, tapi malah dijawab oleh Chigusa. Dia juga
menunjuk dengan jari telunjuknya seperti melakukan sesuatu yang benar...Maksudku, well,
ユウト

aku jelas-jelas tidak membenci celana dalam gadis!

Kuriu-sensei hanya mengangguk dengan lemah seperti sebuah boneka yang benangnya
sudah dipotong. Dia seperti kehilangan sifat tenang dan cerianya; dia bahkan tampak
menyedihkan. Sikap Chigusa yang biasanya mungkin juga sama saja.

"Kenapa anda tidak mengatakan satupun hal kepada saya...? Jika saja saya tahu betapa
menderitanya anda, saya mungkin bisa melakukan sesuatu untuk anda, Sensei!"

Chigusa mengatakannya ke Sensei dengan lembut. Suaranya, juga, terdengar perhatian dan
menggugah.

"Ini sangat memalukan dan aku merasa kurang nyaman mengenai ini, tapi dulu aku memang
pernah menjual beberapa pakaian dalamku kepada orang seperti anda! Tergantung harganya,
aku mungkin juga telah menciptakan pasar eksklusif yang siap beroperasi dengan stok tanpa
batas!"

"Err, sebenarnya bukan begitu..."

Kenapa kata-katanya tadi terkesan seperti sebuah penawaran bisnis? Dia melihat ke arah
Kuriu-sensei, berharap untuk meyakinkannya, berharap dia berbicara, berharap dia bisa
menggugah hatinya. Sensei sendiri, tersenyum kecut.

"Maaf, sebenarnya ini di luar topik. Tapi kau bukan tipeku, Chigusa-san..."

"Maaf, bisa anda ulangi lagi?!" Chigusa seperti terguncang hebat.

"Umm, Sensei, harusnya anda dan Chigusa tidak membicarakan ini..."

"Memang, ini keluar dari topiknya. Aku jelas-jelas tidak paham hobi atau latar belakang
Kuriu-sensei melakukannya. Aku tidak tahu apa maksudnya,"

Chigusa mengatakannya dengan terengah-engah. Wow, setelah menyadari kalau Kuriu-


sensei tidak menyukainya, Chigusa langsung membencinya...Begitulah Johannes!

Meski Chigusa mengatakan itu dengan nada becanda, tapi wajah Kuriu-sensei seperti
ditutupi bayangan gelap setelah mendengarkan kata-kata itu.

"Kau benar. Tidak ada seorangpun, dan maksudku tidak ada satupun yang
memahamiku...Aku hanya melakukan apa yang kusuka tanpa menyebabkan masalah bagi
siapapun...Jadi aku menyebarkan gosip legenda perempatan mistis dan mengumpulkan para
gadis-gadis di surga ini...Aku hanya ingin hidup bahagia berasama para gadis-gadis yang
lugu dan manis..."

Dia mulai memelankan nada suaranya, tapi tepat sebelum mengakhiri kata-katanya dia
menaikkan nada suaranya dengan penuh emosi.

"Tidak ada satupun yang memahamiku! Tidak dengan sesuatu yang kuanggap berharga!
Tidak ada satupun di duniaku!"
ユウト

Suara teriakannya seperti menggema di ruangan ini.

Dia punya selera dan hobi yang unik, atau, kau bisa katakan, sebuah penyimpangan seksual.
Hal-hal semacam ini pasti tidak akan bisa diterima oleh siapapun. Bagiku, aku sendiri paham
semua hal yang Sensei katakan. Jujur saja ya, dia memang orang aneh.

Bahkan jika dia punya banyak hal yang harus dia rahasiakan sendiri, tidak akan ada satu
orangpun yang mau memahami sebuah hal yang tidak bisa terpecahkan.

Ruangan ini mulai diliputi kesunyian, tapi Chigusa melangkah ke depan dan berkata dengan
suara yang jelas.

"Aku paham perasaan anda, Sensei. Aku paham semuanya."

Kuriu-sensei menatap ke arah Chigusa setelah mendengar kata-katanya. Sensei seperti


mengatakan, Kau ini seperti paham saja! Kau ini seperti tahu rasanya menjadi diriku! Aku
tidak tahan dengan orang-orang yang mengatakan itu dengan entengnya! Tatapannya penuh
emosi, bahkan dengan emosi yang ingin membunuh.

Meski begitu, Chigusa tetap menatap ke arah matanya. Tatapan mata kebenciannya yang
sedari tadi dia pasang telah hilang, kini berganti dengan sebuah tatapan mata yang jujur. Dia
memilih kata-katanya dengan bijak.

"Dunia ini memang berpikiran sempit. Dunia ini arogan. Dunia ini kejam. Dunia ini tidak
akan mengakui orang yang tidak bertindak sesuai dengan keinginannya."

Kuriu-sensei terlihat terkejut dengan kata-kata Chigusa. Tapi setelah kata-kata bijak tadi,
Chigusa belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.

"Dunia ini tidak bersahabat dengan kita. Dunia ini menertawakan kita, sinis kepada kita, dan
menolak eksistensi kita. Dunia ini melempar kita ke kawah gunung berapi ataupun dasar
lautan. Di dunia ini, kita, yang memutuskan kalau kita berbeda dari yang lainnya, adalah
seorang penyendiri."

Kata-kata yang Chigusa katakan itu memang benar.

Dunia ini memang memiliki pikiran yang sempit.

Dunia ini tidak menyukai subjektivitas dan memaksakan objektivitas di satu jalur. Semua
orang mengatakan: "kau harus melihatnya lebih objektif", "Dewasalah", dan "Pikirkan juga
perasaan orang lain."

Dunia ini tidak mentoleransi kesalahan, keganjilan ataupun fenomena-fenomena tidak


terjelaskan; hanya menganggap subjektivitas dari kaum mayoritas sebagai pendapat objektif.
Siapa yang menolak akan diasingkan, ditolak, dan dieksekusi, dan siapa yang menerima
objektivitas itu akan terus hidup. Sebuah pengecualian ataupun hal yang terlalu cantik akan
dianggap sebuah kekuatan yang dapat menghancurkan. Tanpa mempedulikan apakah adil
atau tidak, mereka mengenalkan diri mereka terang-terangan dan menghancurkan semua
perdamaian yang ada.
ユウト

Oleh karena itulah dunia ini menolak mereka. Jika ada eksistensi yang lebih tinggi dari
mereka, maka akan dibuang dari komunitas. Dengan membuat malu dan menghina mereka
yang terlihat lebih baik, dunia ini merasakan semacam kepuasan. Asal mau membuang semua
harapan dan pemahaman masing-masing, maka dunia mau menerimamu.

Karena itulah, lebih daripada yang lain, Chigusa ini hanyalah korban dari dunia ini.

"Memang tidak banyak yang bisa kami, yang ditolak oleh dunia ini, lakukan untukmu."
Chigusa memotong kata-katanya sambil melihatku dari balik bahunya.

Untuk sejenak, Chigusa dan diriku saling menatap satu sama lain dan mengangguk.
Bersama-sama, kami membuka mulut kami dan menceritakan sebuah cerita tentang masa
depan dunia ini. Tentang sebuah dunia yang kuyakin sendiri Chigusa dan diriku telah
memilih ini sejak disini dan seterusnya.

Kami bersama-sama membuka mulut kami.

"Ketika dunia ini sudah seperti ini, satu-satunya hal yang bisa kau lakukan adalah setuju
untuk tidak setuju."

"Ketika dunia ini sudah seperti ini, satu-satunya hal yang bisa kau lakukan adalah
membakar habis semuanya."

Yang terakhir tadi jelas-jelas diluar topik.

"Kenapa kau menyimpulkan seperti itu...?" Akupun bertanya kepadanya.

"W-Well, tahulah, aku ini biasanya benar. Jadi dunia ini pastilah salah..." dia
menjelaskannya dengan nada malu-malu.

Dia memang sangat manis dengan wajah yang memerah dan sedikit melambaikan
tangannya, tapi sayangnya, itu tidak banyak menjelaskan sesuatu.

Sambil melihat percakapan kami, Kuriu-sensei tersenyum untuk pertamakalinya sejak tadi.
Dia tertawa sambil memegangi perutnya seperti tidak mampu menahan itu.

Mungkin dia berusaha untuk menyembunyikan rasa malunya, Chigusa pura-pura batuk dan
membuka mulutnya.

"Me-Memang benar kalau dunia ini adalah dunia yang tidak berguna, tapi...bukan berarti
kita harus membuangnya begitu saja. Kalau bisa sekalian tutup kedua matamu juga, well,
jangan pergi kesana, mungkin akan ada orang-orang di dekatmu yang akan datang dan
membantumu.

Chigusa mengatakan itu sambil sedikit melirik ke arahku. Akupun sedikit mengangguk
untuk membalasnya.

Ya ampun. Chigusa sampai menutup matanya ketika mengatakan kemunculanku tadi, well,
sudahlah tidak perlu dibahas. Akupun mulai melihat ke arah Chigusa. Tidak ada gunanya kita
membahas kekurangan masing-masing. Pada akhirnya hanya akan mendesak kita di suatu
ユウト

sudut dan menekan tombol emosi masing-masing.

"Kau benar sekali...Kau mungkin tidak cocok, tapi kaulah yang terbaik pada saat itu..." kata
Kuriu-sensei sambil mengusap matanya.

x x x

Qualidea of The Scum Chapter 8 : Kusaoka Haruma 7

x x x

Tidak banyak yang bisa kukatakan soal apa yang terjadi selanjutnya.

Shia-chan dan beberapa gadis lainnya hidup nyaman di sebuah ruangan misterius, seperti
yang Sensei katakan. Sejujurnya, meski dia penyuka gadis muda, dia merawat mereka sebaik-
baiknya, para gadis terlihat hidup dengan mewah dengan kondisi yang segar bugar. Bahkan,
mereka seperti sangat puas dengan kehidupan mewah yang mereka alami saat ini.

Kalau ada satu masalah, itu adalah para gadis-gadis ini tidak dipulangkan lengkap dengan
pakaian dalam mereka, bahkan jika mereka sedang memakainya ketika kami datang kesini.

Terlebih lagi, pakaian dalam mereka dimasukkan di suatu kantong misterius dan didata
lengkap beserta profil pakaian dalam ini milik siapa, uangnya berapa, dan perhiasannya apa
saja.

"Kata orang-orang jaman dulu, siapapun yang berhutang dengan Caesar, harus
membayarnya ke Caesar. Mari kita tagih dulu pembayaran hutang-hutang mereka kepada
pemilik uang yang sebenarnya..."

Dompet Chigusa terlihat menggelembung. Ampun dah, gadis ini sangat buruk sekali.

Setelah kami memeriksa satu-persatu celana dalam yang ada, Chigusa memanggil Kuriu-
sensei.

"Ngomong-ngomong, tampaknya Maria-san, gadis yang menamparku di hari selasa,


seminggu yang lalu, tidak ada datanya disini."

"Ada apa dengan ingatan yang detail itu...? Bahkan hardisk perekam saja tidak punya data
tentang seminggu sebelumnya."

"Haruma-san, anime apa saja sih yang kau tonton tiap minggunya...?"

Kenapa dia hanya membahas anime saja? Memang ada benarnya, sih. Akupun menggerutu,
ユウト

Chigusa mulai terlihat tidak tertarik kepadaku dan menoleh ke Kuriu-sensei.

"Jadi apa yang terjadi dengan Maria-san?" tanya Chigusa.

Kuriu-sensei memiringkan kepalanya, seperti kebingungan.

"Maria-san? Apa Maria-san juga dilaporkan menghilang?"

x Chapter VIII | END x


ユウト

Qualidea of The Scum Epilog 1 : Chigusa Yuu 1

x x x

Dan mereka dituntun bersama-sama ke suatu tempat


dimana orang-orang Yahudi menyebutnya kiamat.
Disana ada cahaya, suara, dan petir;
dan juga ada gempa bumi yang luar biasa besar,
yang belum pernah manusia alami semenjak mereka hidup di bumi,
gempa bumi yang besar, sangat besar.
Dan kota yang megah itu terbagi menjadi tiga bagian, dan ibukota itu hancur:
dan kota megah Babylon itu hanya diingat sebagai kota untuk melihat Tuhan,
tempat untuk menuangkan anggur kepada-Nya agar tidak menumpahkan amarahnya ke
bumi.
Dan setiap pulau menghilang begitu saja, bebatuan terbang begitu saja,
sebuah komet jatuh dari surga kepada manusia:
dan para manusia mengutuk Tuhannya karena menjatuhkan banyak sekali musibah:
musibah yang yang sebenarnya memberikan kebaikan bagi manusia.

Ramalan kepada John (Johannes) 16: 16; 18-21, ASV

x x x

Pagi hari di hari minggu, ditengah-tengah musim hujan, sedang diliputi oleh langit biru yang
cerah.

Di setiap sudut, aku tidak melihat adanya satupun awan di langit. Langit terlihat biru sejauh
mata memandang, dan cuacanya terlihat cerah seperti sebuah keajaiban alam. Ini seperti
sebuah pemandangan latar dalam pementasan Kabuki. Tirai pertunjukkan sudah diturunkan,
dan yang tersisa hanyalah menunggu seseorang untuk mengemas properti pertunjukan.

Entah mengapa, seperti ada sesuatu yang sedang merayap di kulitku.

Tidak peduli seperti apa tindakanku, akan memiliki endingnya sendiri-sendiri. Bahkan jika
aku memutuskan untuk terus hidup sesuai jalanku, orang lain yang punya pendapat subjektif
berbeda akan terus menggangguku. Perasaan semacam itulah yang kualami.

Apa yang ada di depan kita hanyalah keputusasaan yang terlihat manis.

Sebuah kepunahan dari kesadaran individu manusia. Sebuah mimpi buruk yang tanpa akhir.
Sebuah jaring yang mencapai kehampaan.
ユウト

Hidup kita setiap harinya, merupakan satu langkah lebih dekat menuju kematian. Tidak ada
yang bisa menjamin kalau mereka besok akan tetap hidup.

Tiap orang tidak punya waktu luang untuk dihabiskan dengan berselisih ataupun ikut
campur urusan orang lain. Mungkin akan timbul perasaan simpati atau benci, tapi akhirnya
ini kembali ke mereka sendiri. Daripada membuang waktu untuk menjelaskan
kesalahpahaman dengan orang lain, lebih baik fokus saja dengan jalan hidup masing-masing.
Daripada peduli dengan orang yang tidak terlalu penting, lebih baik fokus dengan diri sendiri.

Lalu mereka berdoa. Mereka berdoa agar ketika ajal menjemput kelak, mereka akan mati
dengan tersenyum

"...Cerahnya hari ini," akupun menggumam, sambil menutup kedua mataku.

Ketika mataku tertutup, bel rumah ini berbunyi.

x x x

Qualidea of The Scum Epilog 1 : Chigusa Yuu 2

x x x

Haruma-san duduk di tempat biasanya, bagian pojok dari sofa ruang keluarga, lebih cepat
dari dugaanku, bahkan aku belum sempat menaruh teh barley-nya.

Saat ini, dia merasa nyaman disini. Awalnya dia seperti sudah tidak tertolong lagi, bahkan
dia tidak bisa mengingat dimana toilet berada, tapi setidaknya latihan-latihan selama ini
terbayarkan. Aku ini memang luar biasa. Aku ini memang pelatih berbakat sehingga aku bisa
menariknya kemanapun tanpa perlu merasa malu.

Akupun duduk di seberang sofanya dan mengangguk.

Biasanya, kebiasan dari keluarga Chigusa adalah Misa duduk di tengah, tapi Kusaoka-san
hari ini datang kemari untuk menemaniku mengantar Misa untuk check-up di klinik medis.

Misa menolak tawaran kami untuk mengantarnya, dia mengatakan kalau tempat check-up
terakhirnya berada di klinik yang sudah sering didatangi berkali-kali. Dia tampaknya sudah
beranjak dewasa dan mandiri. Kira-kira adakah salah satu sudut tubuhnya yang berkembang
dimana aku sendiri tidak tahu? Bisa juga dia tidak mau diantar karena dia malas untuk
bertemu Haruma-san. Aku duga kalau kemungkinan yang terakhir tadi punya peluang sebesar
60%.

"Aku sudah memeriksanya berkali-kali."


ユウト

Haruma-san menunjukkan beberapa dokumen yang dia taruh di sofa dan memberikannya
kepadaku.

"Hasilnya, klienmu yang masih hilang sampai saat ini, dan kuperiksa silang dengan data
pemilik pakaian dalam yang dikoleksi Kuriu-sensei, tidak ada petunjuk sama sekali."

"Ini mungkin agak keluar topik, tapi cukup geli melihat ekspresi wajahmu ketika
mengatakan koleksi pakaian dalam."

"Aku sendiri tidak merasa geli. Dan yang kau katakan itu benar-benar keluar dari topik."

Wajah Haruma-san (yang, well, mari tidak usah kita bahas) terlihat marah, yang membuatku
tertawa. Dia terlihat kesal seperti anak kecil. Tch! Entah mengapa, malah aku yang merasa
geli. Mungkin aku kecanduan untuk tertawa setelah ini.

"Aku sudah menelusuri seluruh sudut rumah Sensei, tapi Maria-chan tidak bisa kutemukan.
Di luar itu, perasaan sayang dari Kuriu-sensei terhadap gadis muda memang benar-benar
tulus, jadi kupikir dia tidak berbohong ketika mengatakan Maria-chan tidak ada dalam daftar
gadisnya..."

"Tumben kau tidak mengatakan adanya kemungkinan dia hilang karena jalan mistis itu?"

Kuriu-sensei mengaku kalau dialah penyebar gosip tentang para gadis yang hilang di kota
ketika malam hari. Tapi yang kudengar dari orang-orang adalah sepasang kekasih yang
hilang di pesimpangan jalan, gosip yang cukup aneh untuk dipercaya. Mungkin orang akan
berpikir kalau gosip itu menyebar dengan cepat sehingga bisa berubah dari yang awalnya
hanya gadis saja kini menjadi sepasang kekasih.

"Hei, aku ini sudah memberitahumu berkali-kali kalau aku sebenarnya pernah melihat
secara langsung sepasang kekasih hilang di perempatan mistis itu."

"Aku tidak percaya hal-hal mistis jadi aku tidak mempedulikannya."

"Jangan begitulah. Kali ini percayalah kepadaku."

Aku tidak mau percaya begitu saja dengan gosip yang bertujuan untuk mengelabuhi orang.
Haruma-san mungkin saja mengarang sebuah cerita agar dia bisa lebih dekat denganku.
Cantik itu memang sebuah kutukan. Mereka yang jauh di bawahku harus mendekatiku
dengan cerita-cerita murahan seperti ini.

"Baguslah, ini tidak akan ada kemajuan sama sekali...Kalau saja aku punya pacar dan dia
bersedia membantuku, aku bersedia tersedot masuk ke perempatan mistis itu dan melihat
sendiri dengan mata kepalaku apa yang sebenarnya terjadi..."

Haruma-san seperti meminta pertolongan kepada siapapun di dunia ini seperti merasa
pikirannya sudah buntu, entah mengapa aku tiba-tiba mengembuskan napasku.

"...Ya sudahlah. Tampaknya aku tidak punya pilihan lain."


ユウト

Akupun mengatakan kata-kata ajaib itu (sebenarnya ini adalah kata-kata yang harus
kukatakan). Dengan ekspresi datar, akupun menaikkan jari telunjukku dan menggunakan
kata-katanya tadi sebagai senjata.

"Kalau kau ingin menguji kebenaran cerita mistis itu, mungkinkah aku bisa membantumu?"

"Huh? Kenapa?"

"Kenapa, katamu? Karena kita saling mencintai!"

Haruma-san mengedipkan matanya sekali, dua kali, dan dia mengangguk seperti puas akan
sesuatu.

"Itu benar." dia terdiam sejenak.

"Er, apa ini benar? Yakin?" dia terdiam lagi.

"Oke. Yeah, um, oke."

"Huh? Er, um, ya..."

"Huh? Apa? Katamu selama ini bukan begitu?"

"Bukan, um, bukan itu maksudku..."

Haruma-san tampak kebingungan dan semua kata-katanya tadi terkesan ironis, jadi aku
tidak menduga kalau dia akan meresponnya dengan sejujur itu. Sikap arogan yang dia
tunjukkan kepada candaan gadis sempurna tentang perbedaan level mereka mirip seperti si
pendosa, yang digambarkan dalam Buku Johanne. Wajahku tiba-tiba memerah seperti sebuah
teko air yang mengeluarkan uap panas, jadi aku meniup-niup cangkir tehku untuk
membuatnya sedikit dingin. Tidak-tidak, kurasa tidak ada gunanya meski aku sudah meniup
ini dengan mulutku, ya ampun. Kenapa aku bilang 'ya ampun'? Apakah karena wajahku
memerah? Tubuhku yang bergetar ini memberikan efek yang tidak mau berhenti begitu saja.
Dan yang menyebabkan itu pastilah emosiku. Pasti ini gara-gara emosiku.

Tenangkan dirimu, Yuu.

Akupun meminum teh barley-ku dan menatap ke arah tangga lantai dua.

"Aku baru ingat, Misa tidak ada disini hari ini. Mungkin dia harus menginap di klinik medis
itu."

"Hmm..."

Haruma-san meminum teh barley-nya dan terus menatap ke arah dasar cangkirnya, entah
mengapa.

"Oh iya, Amane-chan bilang dia akan pulang larut malam juga."
ユウト

"...Hmm," akupun menggumamkan sesuatu seperti menghitung ada berapa kotak langit-
langit di atasku ini dan pura-pura tenang.

Sebuah kesunyian melanda ruangan ini. Punggungku terasa sedikit gatal, dan tubuhhku ini
seperti tidak sabar akan sesuatu. Leherku ini tidak bisa diam dari melihat langit-langit
ruangan ini, tapi aku tidak tahu harus memasang ekspresi apa jika aku menegakkan wajahku.

Banyak hal di dunia ini yang bisa melanggar sebuah kesepakatan bersama.

Kalau begitu, siapakah yang membuat tanganku di sofa ini serasa lebih berat? Siapakah
yang akan mendekati terlebih dahulu? Aku bisa memastikan kalau itu pastilah Haruma-san.

Kalau itu yang kupikirkan, maka pastilah itu yang benar. Begitulah cara duniaku bekerja.

x x x

Qualidea of The Scum Epilog 1 : Kusaoka Haruma 1

x x x

Dunia ini diciptakan oleh pendapat subjektif, ada beberapa hal di dunia ini yang aku tahu
kalau aku tidak boleh lakukan (kalau itu memang masalahnya, harusnya diberi tanda tanya
besar jika aku menyebut itu duniaku), tapi, kali ini adalah satu-satunya kejadian dimana aku
tidak bisa paham mengapa bisa menjadi seperti ini.

Tidak, aku sudah melakukan apa yang harus kulakukan. Aku sudah memberikan yang
terbaik untuk memahami ini, bahkan aku sudah bersikap seharusnya. Tapi entah seberapa
gigih orang yang mencoba melawan sistem seperti seekor monster hijau dengan mata yang
sayu, ini jelas tidak akan berakhir bagus. Pada akhirnya, hanya kekosongan yang kudapat.

Akupun tertidur di sebuah tempat tidur yang tidak kukenal dan membuka kedua mataku, dan
yang kulihat adalah sebuah langit-langit ruangan yang tidak kukenal.

Angin bertiup melewati jendela, seperti mendinginkan kulitku yang berkeringat. Akupun
mengembuskan napasku dan melihat ke sekeliling tempat tidur ini.

Meski dihalangi tirai jendela, cahaya yang berwarna kuning dari matahari sore ini
menembus masuk.

Cahaya tersebut menyinari rambut hitam yang berada di atas selimut, kulitnya yang putih,
dan senyum seorang gadis di lenganku.

Chigusa tersenyum dengan diselimuti selimut di sekujur tubuhnya, wajahnya terkubur


dalam bantal. Bahu dan kakinya terpapar begitu saja, dan aku bisa melihat sedikit belahan
dadanya. Melihatnya seperti ini seperti sebuah mimpi; bahkan aku secara sadar terus
ユウト

mengatakan kalau ini bukanlah kenyataan. Atau kau mungkin bisa mengatakan kalau ini
semacam mimpi yang terus kuimpikan selama ini.

Banyak hal di dunia ini yang bisa melanggar sebuah kesepakatan bersama. Saatnya untuk
menghadapi kenyataan dan mengungkap misteri ini.

"Umm, boleh kutanyakan sesuatu?"

"Ada apa, Haruma-san?"

"...Apa kau tidak masalah dengan ini? Dengan, umm...diriku," akupun terbata-bata
mengucapkannya, suaraku terdengar sangat menyedihkan.
ユウト

Merespon itu, Chigusa menaruh jarinya di bibirku. Lalu dia mendekatiku dengan tawanya.
Heh heh. Kedua bahu kita bersentuhan, membuat aroma tubuh kita bercampur menjadi satu
seperti sampanye.

"Aku tidak masalah dengan itu. Benar-benar tidak masalah. Maksudku, bahkan jika kau
melakukan sedikit kesalahan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Clumsyoka-san!"

"...Bukan itu maksudku. Oh, ya sudah kalau begitu katamu. Maaf ya, Chibusa-san."

Ketika kukatakan itu, dia menamparku. Thwack!

"Ouuuch! Umm, ada apa? Serius, kau baru saja memukulku?!"

"Aku selalu serius."

Chigusa terlihat kesal. Dia lalu melepas selimut yang menyelimuti dadanya, dengan
hembusan napas yang pendek, dia seperti hendak menyanyikan sesuatu.

"Oleh karena itu aku serius ketika aku senang kau ada disini disampingku, Clumsyoka-san."

"Oh, baiklah..."

Kalau dia maunya begitu, maka aku tidak bisa menolaknya.

Setelah terdiam sejenak, akupun berkata.

"Kalau begitu aku juga ikut senang, Chibusa-san."

Harusnya adegan tadi menjadi adegan manis antara kita berdua, tapi aku malah ditampar
lagi dengan lebih keras olehnya, kali ini pipi sebelah kiriku. Ouuuch! Ya ampun, apa dia
sebegitu marahnya soal dadanya? Maaf, lagipula aku tidak begitu peduli...

Setidaknya, begitulah yang kupikirkan tentang mengapa dia menamparku, tapi kali ini
alasannya berbeda.

"Kau harus memanggilku dengan nama depanku. Lakukan dengan normal," kata Chigusa
sambil memalingkan wajahnya dan membelakangiku.

"Chigusa?"

Tidak ada satupun respon ketika aku memanggilnya. Aku berusaha memperoleh
perhatiannya beberapa kali tapi dia tidak mempedulikanku.

Ini berarti bahwa, jika aku harus mengatakan itu, maka sekarang saatnya.

"Yuu."

Ketika aku menyebut namanya, Yuu membalikkan badannya. Jari-jarinya menyentuh


tubuhku dan dia berbisik di telingaku.
ユウト

"Hanya seseorang yang kuanggap spesial saja yang kuperbolehkan memanggil nama
depanku. Aku ini gadis super premium. Apakah kau bersedia mengorbankan seluruh
hidupmu untuk itu?"

"...Sampai sisa hidupku? Ini bukan penawaran yang bagus."

Kali ini, dia menamparku di kedua pipiku seperti berusaha untuk meremasku. Kubilang
sakit, tahu! Aku harusnya mengatakan itu, tapi itu tidak pernah keluar dari mulutku. Yuu
memegangiku wajahku, dan yang bisa kulihat hanyalah wajahnya.

Tubuh kami sedang berhadapan satu sama lain, tempat tidur ini bergetar seperti ada paus
raksasa di sekitarnya. Getarannya tidak mau pergi; memberiku semacam perasaan yang aneh.

Tidak ada tempat berpijak yang bagus untukku, tapi aku sendiri tidak sedang mencarinya.
Wajah kami mulai mendekat satu sama lain, karena kami berdua memang menginginkan itu.

Ketika kedua bibir kami bersentuhan, Yuu mendesah kecil. "Ah."

Kedua matanya yang lebar menatap ke arah luar jendela. Ketika aku melihat dibalik bahuku
untuk mengetahui apa yang dilihatnya, dia memaksa kepalaku untuk terus memandangnya.

Duniaku, dan dunia penyendiri milikku, akan berakhir.

Sebuah bayangan hitam menyelimuti dunia itu. Rambut hitamnya yang tertiup angin
memantulkan cahaya senja.

Ini terjadi begitu saja, ketika aku sedang tidak waspada.

Kami berciuman, menandakan akhir dari cerita itu.

x Epilog I | END x
ユウト

Qualidea of The Scum Epilog 2 : Kusaoka Haruma 1

x x x

Kedua matanya membuka lebar dan melihat ke arah jendela di belakangku.

"Ya ampun, ada apa itu...?"

Yuu menggumamkan itu ketika dia menatap pemandangan di luar.

Ketika kulihat, matahari yang terbenam itu terlihat lebih merah daripada biasanya, langitnya
terlihat terbakar dengan warna merah seperti sebuah pilar api yang membakar habis kota.

Cahaya bintang-bintang yang terlihat di langit tersebut terlihat seperti jutaan koin emas yang
jatuh dari langit.

x x x

Qualidea of The Scum Epilog 2 : Chigusa Yuu 1

x x x

Kami berdua meninggalkan rumah dan berjalan bersama dengan pelan.

Tidak ada satupun jiwa manusia di sekitar kami. Hanya ada kotak telepon umum dan nyala
api neraka yang muncul dari tanah, seperti sudah tidak sabar untuk meledak. Jika suatu saat
bumi ini kiamat, aku cukup yakin kalau keadaannya akan seperti itu.

Seperti sedang menatap ke surga, sang matahari senja memancarkan cahaya merah seperti
sedang marah, dan diliputi oleh cinta, lalu bulan yang berwarna merah seperti sedang
diselimuti darah segar. Keduanya seperti berkolaborasi untuk menciptakan pemandangan
lukisan yang menggambarkan kiamat dengan sempurna.

Meski begitu, masih ada hal-hal yang terlihat dan tidak terlihat oleh mata manusia yang
menandakan kalau dunia ini sudah kiamat. Setahu kami yang hidup dalam gelembung
subjektivitas, sangat mustahil untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara bagaimana
dunia diciptakan dan bagaimana dunia akan kiamat.

Kami, yang selama ini ditekan oleh dunia yang sempit ini, tidak berhak untuk berpendapat
tentang bagaimana dunia ini akan berakhir. Yang terpenting bagi kita hanyalah tahu kalau
ユウト

kita saat ini sedang hidup, dan kami sedang bergandengan tangan, dan kami sedang berjalan
berdua.

"Pertigaan di depan ini yang katanya pertamakali terlihat fenomena mistis itu?" katanya.

"Entahlah? Kalau benar terjadi, kita nanti mau pilih arah yang mana?"

"Belok kanan saja."

"Kalau begitu, aku pilih kiri saja.

"Begini saja, kita ambil jalan tengah dan memilih lurus ke depan."

Kamipun tersenyum saling mendekat, berdiri sejenak sebelum menyusuri kebenaran jalan
mistis itu.

Akhirnya, kami sampai di tempat dimana semua gosip ini bermula.

x x x

Qualidea of The Scum Epilog 2 : Kusaoka Haruma 2 (FIN)

x x x
ユウト

Kami berdiri berdua dengan kedua bahu kami saling bersentuhan, dan ditemani tiupan
angin.

"...Pemandangan yang indah."

Tempat ini, merupakan tempat yang familiar bagiku, sekarang menampilkan pemandangan
seperti dunia yang akan berakhir. Kalau aku melihat pemandangan matahari tenggelam
sendirian, mungkin aku tidak bisa melihat nilai lebih di dalamnya.

Jika ada orang yang memintaku untuk menggambarkan bagaimana kiamat nanti, maka aku
akan mengatakan pemandangan yang seperti ini. Jika para Dewa datang dari langit melalui
proses antah-berantah, atau bagaimana wanita tercantik yang pernah kau temui dilempar
begitu saja ke langit yang sedang terbakar. Kurasa mirip adegan-adegan sejenis itu.

Aku sangat yakin jika semua makhluk disini harus mati, maka gadis ini akan menjadi gadis
tercantik bagiku, akupun memikirkan itu sambil melihat ke arah langit dan kemudian ke
arahnya. Ini membuatnya tertawa kecil.

"Apa kau akan jatuh cinta padaku lagi? Aku percaya kau ini jatuh cinta padaku pada
pandangan pertama, Haruma-san."

"Well, pertama memang begitu. Lalu aku sadar betapa brengsek dirimu, dan aku masih
merasa dirimu itu brengsek hingga di tengah cerita, dan sekarang aku masih berpikir kalau
dirimu ini brengsek, pada akhirnya aku terbiasa dengan itu. Jadi begitulah, well, yeah. Itu
memang cinta pada pandangan pertama."

"Aku tidak mau menyebut itu cinta pada pandangan pertama..."

"Aku cukup yakin kalau awalnya aku menyebutnya cinta pada pandangan pertama."

"Kau tidak. Apa kau dengar aku? Cinta pada pandangan pertama itu, well, kau ingin
bersama orang itu sejak awal pertama bertemu, kau sangat putus asa ingin pergi bersama
orang itu, kau marah karena hal-hal kecil, dan kau melakukan hal-hal yang diluar kewajaran."

"Itu spesifik sekali," kataku.

Dia lalu menepuk-nepuk dadanya dengan bangga.

"Aku ini spesialis, loh." dia lalu tertawa kecil. "Haruma-san, kau itu kebalikannya."

Tangannya menyentuh tanganku. Jari-jari kami bersentuhan dengan situasi yang aneh.

Kami bertemu, kami saling berargumen, kami saling berteriak, kami saling membuka diri,
dan akhirnya kami bersatu.

Begitulah kami ini jatuh cinta.


ユウト

x Qualidea : Kuzu to Kinka | END x

Anda mungkin juga menyukai