Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH TETRASIKLIN

OLEH:
-Siti Fauziah Nurhasna
-Syuja Haidar Ismail
-Mey Muthia Pj Pahlevi
-Mona Br Tambunan
-Tiara Aulia
-Hanan Aulia
Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa. atas rahmat dan hidayah-Nya,

Kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ‘’TETRASIKLIN" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Farmakologi. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang obat antibiotik tetrasiklin bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Amelia Siska selaku guru Mata Pelajaran Farmakologi.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya
makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Cianjur, 04 Oktober 2021

Kelompok Asam Mefenamat.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Antibiotik telah lama digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri .
Secara drastis antibiotik ini mampu menurunkan kematian yang disebabkan oleh infeksi
bakteri, hingga penggunaannya menjadi meningkat. Walaupun penggunaan antibiotik ini
mampu membunuh maupun menghambat pertumbuhan bakteri namun dapat menyebabkan
terjadinya resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik apabila penggunaannya tidak mengikuti
kaidah yang telah ditentukan. Dalam hal ini timbulnya resistensi akan menyebabkan
penurunan efektifitas antibiotic.
Pada saat ini banyak ditemukan bakteri Gram positif yang bersifat multidrug resisten, salah
satunya positif Staphylococcus aureus yang kemudian dikenal sebagai Staphylococcus aureus
resisten Metisilin atau dikenal sebagai MRSA (1) MRSA mulai ditemukan setelah bakteri ini
resisten terhadap Metisilin. Antibiotik ini merupakan suatu antibiotik yang digunakan karena
ditemukannya S. aureus yang resisten terhadap penisilin. Apabila bakteri ini telah menjadi
MRSA maka bakteri ini akan resisten terhadap banyak antibiotik terutama golongan antibiotik
betalaktam.(2) Di Indonesia prevalensi MRSA mencapai 23,5 %, penyebarannya tidak lagi
terbatas dirumah sakit yang kemudian dikenal sebagai Hospitalised MRSA tapi sudah
menyebar dikomunitas yang kemudian dikenal sebagai community MRSA(3). Antibiotik
betalaktam adalah suatu antibiotik yang menghambat proses pembentukkan dinding sel yaitu
pada proses pembentukkan peptidoglikan dengan mengganggu terbentuknya jembatan silang
pada kantung murein peptidoglikan.
(Chopra) Pada keadaan dimana terjadi MRSA maka harus ditemukan suatu antibiotik
yang mampu untuk menghambat ataupun membunuh MRSA dengan menggunakan antibiotik
yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan antibiotik betalaktam. Salah satu
antibiotik yang diduga dapat mengeliminasi MRSA ini adalah Tetrasiklin. Tetrasiklin
ditemukan sekitar tahun 1940 yang merupakan antibiotic yang mengganggu proses sintesis
protein. Antibiotik ini juga merupakan antibiotik pilihan yang mampu menghambat bakteri
baik Gram positif maupun Gram negatif. Senyawa ini diperoleh dari Streptomyces
aureofaqciens dan Strptomyces rimosus.(1,7)Mekanisme kerja tetrasiklin pada proses sintesis
protein yaitu antibiotik ini akan berikatan dengan subunit 30S rRibosom sehingga akan
menghambat ikatan aminoasil –tRNA pada sisi A Ribosom sehingga akan mengganggu ikatan
peptide.
BAB 2
PEMBAHASAN

Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang kegunaannya sudah menurun karena
meningkatnya resistensi bakteri. Namun obat ini tetap merupakan pilihan untuk infeksi yang
disebabkan oleh klamidia (trakoma, psitakosis, salpingitis, uretritis dan limfogranuloma
venereum), riketsia (termasuk Q-fever), brusela (doksisiklin dengan streptomisin atau
rifampisin) dan spiroketa, Borellia burgdorferi (Lyme disease). Tetrasiklin juga digunakan pada
infeksi saluran pernafasan dan mikoplasma genital, akne, destructive (refractory) periodontal
disease, eksaserbasi bronkitis kronis (karena aktivitasnya terhadap Hemophilus
influenzae), dan untuk leptospirosis pada pasien yang hipersensitif terhadap penisilin (sebagai
alternatif dari eritromisin).
Secara mikrobiologis, hanya sedikit jenis organisme yang dapat diatasi dengan menggunakan
golongan tetrasiklin, kecuali minosiklin yang memiliki spektrum luas. Minosiklin sudah jarang
digunakan karena efek samping seperti vertigo dan pusing. Infeksi pada rongga mulut. Pada
dewasa dan anak di atas 12 tahun, tetrasiklin efektif terhadap kuman anaerob oral namun
sudah jarang digunakan karena resistensi. Obat ini masih mempunyai peranan dalam
terapi destructive (refractory) forms of periodontal disease. Doksisiklin mempunyai lama kerja
yang lebih panjang daripada tetrasiklin, klortetrasiklin atau oksitetrasiklin dan hanya perlu
diberikan satu kali sehari; juga dilaporkan lebih aktif terhadap anaerob dibandingkan
tetrasiklin lainnya.
Doksisiklin digunakan dalam terapi recurrent aphthous ulceration, herpes oral atau sebagai
terapi tambahan pada gingival scaling dan root planing untuk periodontitis.
Peringatan: Tetrasiklin sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan
fungsi hati atau yang menerima obat yang bersifat hepatotoksik. Tetrasiklin dapat
meningkatkan kelemahan otot pada pasien miastenia gravis dan eksaserbasi lupus eritematosus
sistemik. Antasida dan garam Al, Ca, Fe, Mg dan Zn menurunkan absorpsi tetrasiklin. Susu
menurunkan absorpsi demeklosiklin, oksitetrasiklin dan tetrasiklin. Interaksi lain: Lampiran 1
(tetrasiklin).
Kontraindikasi: Tetrasiklin dideposit di jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh (terikat
pada kalsium) sehingga menyebabkan pewarnaan dan kadang-kadang hipoplasia pada gigi.
Obat ini tidak boleh diberikan pada anak-anak di bawah 12 tahun, ibu hamil (lampiran 4) dan
menyusui (lampiran 5). Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal karena dapat menyebabkan eksaserbasi penyakit ginjal,
kecuali doksisiklin dan minosiklin.
Efek samping: Efek samping dari tetrasiklin adalah mual, muntah, diare (kolitis akibat
antibiotik jarang dilaporkan), disfagia dan iritasi esofagus. Efek samping lain yang jarang
terjadi adalah hepatotoksisitas, pankreatitis, gangguan darah, fotosensitivitas (terutama dengan
demeklosiklin) dan reaksi hipersensitivitas (ruam, dermatitis eksfoliatif, sindrom Steven-
Johnsons, urtikaria, angioedema, anafilaksis, perikarditis). Sakit kepala dan gangguan
penglihatan dapat sebagai pertanda adanya benign intracranial hypertension (terapi
dihentikan). Bulging fontanelles pada bayi telah dilaporkan.

Monografi: 
DEMEKLOSIKLIN
Indikasi: 
lihat tetrasiklin. Lihat juga gangguan sekresi hormon antidiuretik.
Peringatan: 
lihat tetrasiklin
Kontraindikasi: 
lihat tetrasiklin.
Efek Samping: 
Fotosensitivitas lebih sering terjadi, pernah dilaporkan terjadinya diabetes insipidus
nefrogenik.
Dosis: 
150 mg tiap 6 jam atau 300 mg tiap 12 jam.

DOKSISIKLIN
Indikasi: 
untuk terapi infeksi-infeksi sebagai berikut: Rocky Mountain spotted fever, demam tiphoid dan
golongan thyphosa, demam Q, demam rickettsialpox and tick yang disebabkan oleh Rickettsiae;
infeksi saluran nafas yang disebabkan Mycoplasma pneumoniae; Psittacosis yang disebabkan
oleh Chlamydia psittaci; Lymphogranuloma venereum, yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis; infeksi uretra, endocervical, atau rektal tanpa komplikasi pada dewasa yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis; Trachoma yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis walau penyebab infeksi tidak selalu dapat dihilangkan, yang dijustifikasi
oleh immunoflourescence; Konjungtivitis inklusi yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis dapat diterapi dengan doksisiklin oral tunggal atau kombinasi dengan obat
topikal. Acute epididymo- orchitis yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis atau Neisseria
gonorrhoeae. Granuloma inguinale (donovanosis) yang disebabkan oleh Calymmatobacterium
granulomatis; Louse-borne elapsing fever yang disebabkan oleh Borrelia recurrentis; Tick-borne
relapsing fever yang disebabkan oleh Borrelia duttonii; Nongonococcal urethritis (NGU) yang
disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum (T-Mycoplasma); Doksisiklin diindikasikan untuk
profilaksis dan terapi infeksi Malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum (bila P.
falciparum resiten terhadap klorokuin); Penyakit Lyme awal (tahap 1 dan 2) yang disebabkan
oleh Borrelia burgdorferi. Doksisiklin juga diindikasikan untuk terapi infeksi yang disebabkan
bakteri Gram negatif (Acinetobacter species, Brucellosis; Bartonellosis); bila uji bakteriologi
mengindikasikan penggunaan obat sesuai. Gonorrhoe tanpa komplikasi yang disebabkan
oleh Neisseria gonorrhoeae; doksisiklin diindikasikan untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh
bakteri gram positif bila uji bakteriologi menunjukkan peka terhadap doksisiklin:
Streptococcus species: persentase strain Streptococcus pyogenes dan Streptococcus
faecalis tertentu diketahui resisten terhadap tetrasiklin. Tetrasiklin jangan digunakan untuk
penyakit yang disebabkan Streptococcus kecuali telah diketahui bakteri tersebut sensitif
terhadap tetrasiklin.
Antraks yang disebabkan oleh Bacillus anthracis, termasuk Antraks (setelah penggunaan)
inhalasi: untuk menurunkan kejadian atau perkembangan penyakit setelah
penggunaan Bacillus anthracis aerosol. Untuk infeksi saluran nafas bagian atas yang
disebabkan oleh kelompok streptococci betahemolitik, penisilin merupakan obat pilihan yang
biasa digunakan, termasuk profilaksis demam rematik. Hal ini termasuk: Infeksi saluran nafas
bagian atas yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae; infeksi pernafasan, kulit dan
jaringan lunak yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus; Tetrasiklin bukan merupakan
obat pilihan pada terapi infeksi Staphylococcus. Bila penisilin dikontraindikasikan, doksisiklin
merupakan alternative pada terapi Actinomycosis yang disebabkan oleh spesies Actinomyces;
Infeksi yang disebabkan oleh Clostridium species; Syphilis yang disebabkan oleh Treponema
pallidum dan yang disebabkan oleh Treponema pertenue; Listeriosis yang disebabkan
oleh Listeria monocytogenes; Vincent’s infection (acute necrotizing ulcerative gingivitis) yang
disebabkan oleh Leptotrichia buccalis (sebelumnya, Fusobacterium fusiform).
Pada amebiasis usus halus akut, doksisiklin mungkin merupakan terapi pendukung untuk
amebiasis.
Pada akne berat yang disebabkan oleh acne vulgaris, doksisiklin mungkin berguna debagai
terapi pendukung. Leptospirosis yang disebabkan oleh genus Leptospira. Kolera yang
disebabkan oleh Vibrio cholerae.
Doksisiklin diindikasikan untuk profilaksis pada keadaan sebagai berikut: Scrub typhus yang
disebabkan oleh Rickettsia tsutsugamushi; Traveler’s diarrhea yang disebabkan oleh
enterotoxigenic Eschericia coli.

Peringatan: 
lihat keterangan di atas. Boleh digunakan pada gangguan fungsi ginjal; ketergantungan
alkohol, fotosensitifitas (hindari paparan dengan sinar matahari atau sinar lampu); hindarkan
pada porfiria.
Kontraindikasi: 
lihat keterangan di atas.

Efek Samping: 
lihat keterangan di atas; anoreksia, kemerahan, dan tinnitus.

Dosis: 
Dosis lazim dewasa: 200 mg pada hari pertama (diberikan sebagai dosis tunggal atau 100 mg
setiap 12 jam) diikuti dengan dosis pemeliharaan 100 mg/hari (diberikan sebagai dosis tunggal
atau sebagai dosis 50 mg setiap 12 jam). Untuk mengatasi infeksi yang lebih berat (terutama
infeksi saluran kemih kronis), 200 mg sehari selama perioda terapi.
Anak di atas 8 tahun: Dosis yang dianjurkan pada anak BB kurang dari atau sama dengan 45
kg adalah 4,4 mg/kg bb (sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi dua pada hari pertama),
diikuti dengan 2,2 mg/kg bb (dosis tunggal atau dosis terbagi dua) pada hari yang berurutan.
Pada infeksi yang lebih berat, bisa hingga 4,4 kg/bb.Anak dengan berat badan lebih dari 45 kg:
sama dengan dosis dewasa.
Akne Vulgaris: 50-100 mg per hari hingga 12 minggu.
Infeksi gonokokus tanpa komplikasi pada serviks, rektum atau uretra dimana gonokokus masih
sensitif: doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 7 hari dianjurkan ditambah dengan
sefalosporin yang sesuai atau kuinolon, seperti berikut ini: sefiksim oral 400 mg dalam dosis
tunggal atau seftriakson 125 mg intramuskular dalam dosis tunggal atau siprofloksasin oral 500
mg dalam dosis tunggal atau ofloksasin oral 400 mg dalam dosis tunggal.
Infeksi gonokokus tanpa komplikasi pada faring, dimana gonokokus masih sensitif: Doksisiklin
oral 100 mg dua kali sehari selama 7 hari, dianjurkan ditambah dengan sefalosporin yang
sesuai atau kuinolon, seperti berikut ini: seftriakson 125 mg intramuskular dalam dosis tunggal
atau siprofloksasin oral 500 mg dalam dosis tunggal atau ofloksasin oral 400 mg dalam dosis
tunggal.
Tipus atau demam berulang yang disebarkan oleh kutu dapat diatasi dengan dosis oral tunggal
100 atau 200 mg, tergantung pada keparahan.
Terapi alternatif untuk mengurangi risiko tidak teratasinya atau berulangnya penyakit demam
berulang yang disebarkan oleh kutu, dianjurkan doksisiklin 100 mg setiap 12 jam selama 7
hari. Early Lyme disease  (Tahap 1 dan 2): doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 14-60
hari, tergantung dari gejala klinis dan respon.
Infeksi rektal, endoservikal dan uretra tanpa komplikasi, pada dewasa yang disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis: Oral, 100 mg, dua kali sehari selama tujuh hari.
Epididymo-orchitis  akut yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae: seftriakson 250 mg IM atau sefalosporin lain yang
sesuai dalam dosis tunggal, plus doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 10 hari.
Non gonococcal urethritis  (NGU) yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis atau Ureaplasma
urealyticum: oral, 100 mg, dua kali sehari selama tujuh hari.
Sifilis primer dan sekunder: Pasien alergi penisilin yang tidak hamil dan menderita sifilis
primer atau sekunder dapat diterapi dengan regimen berikut: doksisiklin oral 100 mg dua kali
sehari selama dua minggu, sebagai alternatif terapi penisilin.
Sifilis laten dan tersier: Pasien alergi penisilin yang tidak hamil dan menderita sifilis sekunder
atau tersier dapat diterapi dengan regimen berikut: doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari
selama dua minggu, sebagai alternatif dari terapi penisilin jika lama infeksi diketahui kurang
dari satu tahun.Jika tidak, doksisiklin harus diberikan selama empat minggu.
Acute pelvic inflammatory disease  (PID): Pasien rawat inap - Doksisiklin 100 mg setiap 12 jam,
plus sefoksitin 2 g intravena setiap enam jam atau sefotetan 2 g IV setiap 12 jam selama
minimal empat hari dan sekurang- kurangnya 24-48 jam setelah kondisi membaik. Kemudian
lanjutkan dengan doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari untuk melengkapi total terapi selama
14 hari.
Pasien rawat jalan – Doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 14 hari sebagai terapi
tambahan pada seftriakson 250 mg intramuskular sekali sehari atau sefoksitin 2 g
intramuskular, plus probenesid oral 1 g dosis tunggal diminum bersamaan, atau injeksi
sefalosporin generasi ketiga lainnya (misal, seftizoksim atau sefotaksim).
Terapi malaria falsiparum yang resisten pada klorokuin: 200 mg perhari selama sekurang-
kurangnya tujuh hari. Karena adanya potensi infeksi yang semakin parah,
suatu schizonticide dengan kerja cepat seperti kuinin harus selau diberikan dalam
kombinasi dengan doksisiklin, rekomendasi dosis kuinin bervariasi pada area yang berbeda.
Untuk profilaksis malaria: Dewasa, 100 mg per hari; Anak di atas 8 tahun, 2 mg/kg bb
diberikan sekali sehari, dapat hingga dosis dewasa. Profilaksis dapat dimulai pada 1-2 hari
sebelum perjalanan menuju area pandemik malaria. Dilanjutkan selama di sana dan empat
minggu setelah meninggalkan area tersebut. Lymphogranulomavenereum yangdisebabkan
oleh Chlamydia trachomatis: doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama minimum 21 hari.
Terapi dan profilaksis selektif kolera: Dewasa, 300 mg dosis tunggal.
Pencegahan scrub typhus: Oral, 200 mg sebagai dosis tunggal.
Pencegahan traveler’s diarrhea: Dewasa, 200 mg pada hari pertama perjalanan (diberikan
sebagai dosis tunggal atau 100 mg setiap 12 jam) diikuti dengan 100 mg sehari selama tinggal
diarea tersebut. Penggunaan di atas 21 hari untuk tujuan profilaksis belum ada datanya.
Pencegahan leptospirosis: Oral, 200 mg setiap minggu selama tinggal diarea yang berrisiko dan
200 mg pada akhir perjalanan. Penggu- naan di atas 21 hari untuk tujuan profilaksis belum
diketahui pasti efektifitasnya.
Terapi Leptospirosis: Oral, 100 mg dua kali sehari selama 7 hari.
Inhalational anthrax  (pasca terpapar): DEWASA: Doksisiklin oral, 100 mg dua kali sehari
selama 60 hari.
ANAK: Berat badan kurang dari 45 kg: 2,2 mg/kg bb, oral, dua kali sehari selama 60 hari. BB
lebih dari atau sama dengan 45 kg sama dengan dosis dewasa.
Catatan: kapsul harus ditelan dalam bentuk utuh bersama dengan makanan dan air yang
cukup, dalam posisi duduk atau berdiri. Jika terjadi iritasi lambung, dianjurkan untuk
diminum dengan makanan atau susu. Absorpsi doksisiklin tidak dipengaruhi oleh adanya
makanan atau susu.

MINOSIKLIN
Indikasi: 
lihat tetrasiklin, lihat juga carrier meningokokus.
Peringatan: 
lihat tetrasiklin.
Kontraindikasi: 
lihat tetrasiklin, tapi boleh digunakan pada gangguan fungsi ginjal.
Efek Samping: 
lihat juga tetrasiklin; sakit kepala dan vertigo (lebih sering pada wanita); dermatitis eksfoliatif,
pigmentasi (kadang-kadang ireversibel), SLE dan kerusakan hepar.

Dosis: 
100 mg dua kali sehari. Akne: 50 mg dua kali sehari atau 100 mg sekali sehari selama 6 minggu
atau lebih.Gonore: dosis awal 200 mg, dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam selama paling sedikit 4
hari untuk laki-laki. Untuk wanita perlu lebih lama.

OKSITETRASIKLIN
Indikasi: 
lihat tetrasiklin.
Peringatan: 
lihat tetrasiklin; hindari pada porfiria.
Kontraindikasi: 
lihat tetrasiklin; hindari pada porfiria.
Efek Samping: 
lihat tetrasiklin.
Dosis: 
250-500 mg tiap 6 jam.

TETRASIKLIN
Indikasi: 
eksaserbasi bronkitis kronis, bruselosis (lihat juga keterangan di atas), klamidia, mikoplasma
dan riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis, akne vulgaris.
Peringatan: 
gangguan fungsi hati (hindari pemberian secara intravena), gangguan fungsi ginjal (lihat
Lampiran 3), kadang-kadang menimbulkan fotosensitivitas.
Interaksi: 
lihat Lampiran 1 (tetrasiklin).
Efek Samping: 
mual, muntah, diare, eritema (hentikan pengobatan), sakit kepala dan gangguan penglihatan
dapat merupakan petunjuk peningkatan tekanan intrakranial, hepatotoksisitas, pankreatitis
dan kolitis.
Dosis: 
oral: 250 mg tiap 6 jam. Pada infeksi berat dapat ditingkatkan sampai 500 mg tiap 6-8
jam.Sifilis primer, sekunder dan laten: 500 mg tiap 6-8 jam selama 15 hari.Uretritis non
gonokokus: 500 mg tiap 6 jam selama 7-14 hari (21 hari bila pengobatan pertama gagal atau
bila kambuh).

Catatan: 
tablet atau kapsul harus ditelan bersama air yang cukup, dalam posisi duduk atau berdiri.
Injeksi intravena: 500 mg tiap 12 jam; maksimum 2 g per hari.
Untuk efusi pleura: infus intrapleural 500 mg dalam 30-50 mL NaCl fisiologis.

TIGESIKLIN
Indikasi: 
komplikasi infeksi pada kulit yang disebabkan Escherichia coli, Enterococcus faecalis (hanya
isolat rentan – vankomisin), Staphylococcus aureus (isolat rentan – metisilin dan resisten –),
termasuk kasus bakteremia konkuren, Streptococcus agalactiae, Streptococcus anginosus grp.
(termasuk S. anginosus, S. intermedius, dan S. constellatus), Streptococcus
pyogenes, Enterobacter cloacae, Klebsiella pneumonia, dan Bacteroides fragilis.
Komplikasi infeksi intra-abdominal yang disebabkan Citrobacter freundii, Enterobacter
cloacae, Escherichia coli (termasuk isolat yang memproduksi ESBL), Klebsiella
oxytoca, Klebsiella pneumoniae (termasuk isolat yang memproduksi ESBL), Enterococcus
faecalis (hanya isolat rentan – vankomisin), Staphylococcus aureus (isolat rentan – metisilin dan
resisten –), termasuk kasus bakteremia konkuren, Streptococcus anginosus grp. (termasuk S.
anginosus, S. intermedius, dan S. constellatus), Bacteroides fragilis, Bacteroides
thetaiotamicron, Bacteroides uniformis, Bacteroides vulgatus, Clostridium perfringens,
dan Peptostreptococcus micros.
Peringatan: 
dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan organisme lain, seperti jamur; kehamilan dan
menyusui.
Interaksi: 
Penggunaan bersamaan dengan warfarin, monitor waktu protrombin atau pemeriksaan
antikoagulan lain; penggunaan bersamaan dengan kontrasepsi oral dapat menurunkan
kemanfaatan obat kontrasepsi oral.
Kontraindikasi: 
riwayat hipersensitif.
Efek Samping: 
mual, muntah,diare, nyeri perut, sakit kepala, hipoproteinemia, peningkatan SGPT dan SGOT,
ruam, peningkatan amilase, peningkatan BUN, phlebitis, dispepsia.
Dosis: 
Dosis awal 100 mg, dilanjutkan dengan dosis 50 mg setiap 12 jam. Infus intravena tigesiklin
sebaiknya diberikan selama kira-kira 30 hingga 60 menit setiap 12 jam. Lama pengobatan
untuk komplikasi kulit atau komplikasi intra abdominal adalah 5 sampai 14 hari. Durasi
pengobatan sebaiknya disesuaikan dengan tingkat keparahan, tempat infeksi, kondisi klinis
pasien dan hasil pemeriksaan bakteri.
Pasien dengan gangguan fungsi hati berat: dosis awal 100 mg dilanjutkan dengan penyesuaian
dosis menjadi 25 mg setiap 12 jam.
Tidak direkomendasikan untuk pasien di bawah 18 tahun.

Anda mungkin juga menyukai