STRUKTUR
Rumus : C22H24N2O8
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam natrium atau
garam HCl-nya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan garam HCl Tetrasiklin
bersisfat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan Tetrasiklin sangat labil jadi cepat berkurang
potensinya.
Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit
terjadi dua proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif;
pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transport aktif.
Setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya
komplek tRNA asam amino pada lokasi asam amino.
EFEK SAMPING
Efek samping yang mungkin timbul akibat pemerian golongan tetrasiklin dapat dibedakan
dalam tiga kelompok yaitu reaksi kepekaan, reaksi toksik dan iritatif serta reaksi yang timbul
akibat perubahan biologi.
a. Reaksi Kepekaan
Reaksi kulit yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrsiklin ialah erupsi
morbiliformis, urtikaria dan dermatitis eksfoliatif. Reaksi yang lebih hebat ialah udem
angioneurotik dan reaksi anafilaksis. Demam dan eusinofilia dapat pula terjadi pada
waktu trapi berlangsung. Sensitisasi silang antara berbagai derivat tetrasiklin sering
terjadi.
b. Reaksi Toksik dan Iritatif
Iritasi lambung paling sering terjadi pada pemberian tetrasiklin peroral, terutama
dengan oksitetrasiklin dan doksisiklin. Makin besar dosis yang diberikan, maka sering
pula terjadi reaksi ini. Keadaan ini dapat diatasi dengan mengrangi dosis untuk
sementara waktu atau memberikan golongan tetrasiklin bersama dengan makanan,
tetapi jangan dengan susu atau antasid yang mengandung aluminium, magnesium
atau kalsium. Diare sering kali timbul akibat iritasi dan ini harus dibedakan dengan
diare akibat superinfeksi stafilokokus atau Clostridium difficile yang sangat berbahaya.
Manifestasi reaksi iritatif yang lain ialah terjadinya tromboflebitis pada pemberian IV
dan rasa nyeri setempat bila golongan tetrasiklin disuntikkan IM tanpa, anastetik lokal.
Terapi dalam waktu lama juga dapat menimbulkan kelainan darah tepi seperti
leukositosis, limfosit atipik, granulosit dan trombositopenia.
Reaksi fototoksik paling jarang timbul dengan terasiklin, tetapi paling sering timbul
pada pemberian demetilklortetrasiklin. Manifestasinya berupa fotosensitifitas,
kadang-kadang disertai demam dan eusinofilia. Pigmen kuku dan onikolisis, yaitu
lepasnya kuku dari dasarnya, juga dapat terjadi.
Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberiang golongan tetrasiklin dosis tinggi
(lebih dari 2 gram sehari) dan paling sering terjadi setelah pemberian parenteral.
Oksitetrasiklin dan tetrasiklin mempunyai sifat hepatotoksik yang paling lemah
dibandingkan dengan golongan tetrasiklin lain. Wanita hamil dengan pielonefritis
paling sering menderita kerusakan hepar akibat pemberian golongan tetrasiklin.
Kecuali doksisiklin, golongan tetrasiklin akan mengalami kumulasi dalam tubuh,
karena itu dikontraindikasikan pada gagal ginjal. Efek samping yang paling sering
timbul biasanya berupa azotemia, hiperfosfatemia dan penurunan berat badan.
Golongan tetrasiklin memperlambat koagulasi darah dan memperkuat efek
antikoagulan kumarin. Diduga hal ini disebabkan oleh terbentuknya kelat dengan
kalsium, tetapi mungkin juga karena obat-obat ini mempengaruhi sifat fisikokimia
lipoprotein plasma.
Tetrasiklin terikat pada jaringan tulang yang sedang tumbuh dan membentuk
kompleks. Pertumbuhan tulang anak terhambat sementara pada vetus dan anak.
Bahaya ini terutama terjadi mulai pertengahan masa hamil sampai anak umur 3 tahun.
Timbulnya kelainan ini lebih ditentukan oleh jumlah daripada lamanya penggunaan
tetrasiklin.
Pada gigi susu maupun gigi tetap, tetrasiklin dapat menimbulkan disgenesis,
perubahan warna permanen dan kecenderungan terjadinya karies. Perubahan warna
bervariasi dari kuning coklat sampai kelabu tua. Karena itu tetrasiklin jangan
digunakan mulai pertengahan kedua kehamilan sampai anak berumur 8 tahun. Efek
ini terlihat lebih sedikit pada oksitetrasikin dan dosisiklin.
Tetrasiklin yang sudah kadaluarsa akan mengalami degradasi menjadi bentuk anhidro-
4-epitetrasiklin. Pada manusia hal ini mengakibatkan timbulnya sindrom fanconi
dengan gejala poliuria, polidipsia, proteinuria, asidosis, glukosuria, aminoasiduria
disertai mual dan muntah. Kelainan ini biasanya bersifat reversible dan
menghilangkan kira-kira 1 bulan setelah pemberian tetrasiklin kadaluarsa ini
dihentikan.
Semua tetrasiklin dapat menimbulkan imbang nitrogen negatif dan meningkatkan
kadar ureum darah. Hal ini tidak menimbulkan arti klinik pada pasien dengan faal ginjal
yang normal yang mendapatkan dosis biasa, tetapi pada keadaan gagal ginjal dapat
timbul azotemia.
Pemberian golongan tetrasiklin pada neonatus dapat megakibatkan peninggian
tekanan intrakranial dan mengakibatkan fontanel menonjol, seaklipun obat-obat ini
diberikan dalam dosis terapi. Pada keadaan ini tidak ditemukan kelainan CSS dan bila
terapi dihentikan maka tekanannya akan menurun kembali dengan cepat.
Minosiklin sering bersifat vestibulotoksik dan dapat menimbulkan vertigo, ataksia dan
muntah yang bersifat reversible.
RESISTENSI
INDIKASI
Pada umumnya spektrum golongan tetrasiklin sama (sebab mekanisme kerjanya sama),
namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas masing-masing derivat terhadap kuman
tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini.
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja
dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
Pada umumnya tetrasiklin tidak digunakan untuk pengobatan infeksi oleh streptokokus
karena ada obat lain yang lebih efektif yaitu penicilin G, eritromisin, sefalosporin; kecuali
doksisiklin yang digunakan untuk pengobatan sinusitis pada orang dewasa yang disebabkan
oleh Str. Pneumoniae dan Str. Pyogeneses. Banyak strain S. aureus yang resisten terhadap
tetrasiklin.
Tetrasiklin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin dalam pengobatan infeksi batang
gram positif seperti B. anthracis, Erysipelothris erharhusiopathiae, Clostridium tetani dan
Listeria monocytogeneses.
Efektifitasnya tinggi terhadap infeksi batang gram negatif seperti Brucella, Francisella
tularensis, Pseudomonas mallei, Pseudomonas pseudomallei, Vibrio cholereae,
Campylobacter vetus, Haemophilus ducreyi dan Calymmatobacterium granulomastis, Yesinia
pestis, Pasteurella multocida, Spirillum minor, Leptotrichia buccalis, Bordetella pertusis,
Acinetobacter dan Fusobacteroim. Strain tertentu H. Influenzae mungkin sensifit, tetapi
E.Coli, Klebsiela, Enterobacter, Proteus indol positif dan Pseudomnas umunya resisten.
Tetrasiklin juga merupakan obat yang sangat efektif untuk infeksi Mycoplasma pneumoniae,
Ureaplasma, Urealyticum, Chlamidia trachomatis, Chamidia psittaci, dan berbagai riketsia.
Selain itu obat ini juga aktif terhadap Borellia recurrentis, Treonema pallidum, Treponema
pertenue, Actinomyces, Israeli. Dalam kadar tinggi antibiotik ini mrnghambat pertumbuhan
Entamoeba histolitica.
INTERAKSI
Interaksi Obat. Bila tetrasiklin diberikan dengan metoksifluoran maka dapat menyebabkan
nefrotoksik. Bila dikombinasikan dengan penisilin maka aktivitas antimikrobanya dihambat.
Karena penggunaannya yang berlebih, dewasa ini terjadi resistensi yang mengurangi
efektivitas tetrasiklin. Penyakit yang obat pilihannya golongan tetrasiklin ialah :
INFEKSI KLAMIDA. Untuk penyakit ini, golongan tetrasiklim merupakan obat pilihan utama.
Pada infeksi akut diberikan terapi selama 3-4 minggu dan untuk keadaan kronis diberikan
terapi 1-2 bulan. Empat hari setelah terapi diberikan,bubo mulai mengecil.
Psitakosis. Pemberian golongan tetrasiklin selama beberapa hari dapat mengatasi gejala
klinis. Dosis yang digunakan ialah 2gram perhari selama 7-10 hari atau 1gram perhari selama
21hari.
Inclusion conjunctivitis. Penyakit ini dapat diobati dengan hasil baik selama 2-3minggu
dengan memberikan salep mata atau obat tetes mata yang mengandung golongan tetrasiklin.
Trakoma. Pemberian salep mata golongan tetrasiklin yang dikombinasikan dengan doksisiklin
oral selama 40hari memberikan hasil pengobatan yang baik.
INFEKSI BASIL. Bruselosis. Pengobatan dengan golongan tetrasiklin memberikan hasil baik
sekali untuk penyakit ini. Hasil pengobatan yang memuaskan biasanya didapat dengan
pengobatan selama 3minggu. Untuk kasus berat, seringkali perlu diberikan bersama
streptomisin 1g sehari 1M.
Tularemia. Obat pilihan utama untuk penyakit ini sebenarnya ialah streptomisin, tetapi terapi
dengan golongan tetrasiklin juga memberikan hasil yang baik.
Kolera. Tetrasiklin merupakan antibiotik yang efektif untuk enyakit ini. Pemberian tetrasiklim
dapat mengurangi kebutuhan cairan infus sebanyak 50% dari yang dibutuhkan tanpa
antibiotika untuk mencapai keadaan dehidrasi.
Sampar. Antibiotik terbaik untuk mengobati infeksi ini ialah streptomisin. Bila streptomisin
tidak dapat diberikan, maka dapat dipakai golongan tetrasiklin. Pengobatan dimulai dengan
pemberian secara IV selama 2hari dan dilanjutkan dengan pemberian per oral selama
1minggu.
INFEKSI KOKUS. Golongan tetrasiklin sekarang tidak lagi diindikasikan untuk infeksi
stafilokokus maupun streptokokus sedang sering dijumpai resistensi. Adanya strain Str.
Pneumoniae yag resisten juga telah membatasi penggunaan tetrasiklin untuk pneumonia
yang disebabkan oleh kuman ini.
INFEKSI VENERIK. Penisilin masih merupakan antibiotik pilihan utama untuk infeksi ini. Bila
pasien alergi terhadap penisillin, dapat diberikan tetrasiklin per oral dengan dosis 500mg
empat kali sehari atau doksisiklin 100mg dua kali sehari selama 7hari. Perlu diperhatikan
bahwa tetrasiklin mempunyai masking effect terhadap infeksi sifillis sehingga menyulitkan
diagnosis.
Sifilis. Tetrasiklin merupakan antibiotik pilihan kedua setelah penisilin untuk mengobati sifilis.
Dosis nya 4kali 500mg sehari per oral selama 15menit. Tetrasiklin juga efektif untuk
mengobati chancroid dan granuloma inguinal. Karena itu dianjurkan memberikan dosis yang
sama dengan dosis untuk terapi sifilis.
AKNE VULGARIS. Tetrasiklin diduga meghambat produksi asam lemak dari sebum. Dosis yang
diberikan untuk ini ialah 2kali 250mg sehari selama 2-3 minggu, bila perlu terapi dapat
diteruskan sampai beberapa bulan dengan dosis minimal yang masih efektif.
Infeksi saluran cerna. Tetrasiklin mungkin merupakan ajuvan yang bermanfaat bagi pada
ambubiasis intestinal akut, dan infeksi Plasmodiun falciparum. Selain itu mungkin efektif
untuk disentri yang disebabkan oleh strain Shigella yang peka.
PENGGUNAAN TOPIKAL. Pemakaian topikal hanya dibatasi untuk infeksi mata saja . salep
mata golongan tetrasiklim efektif untuk mengobati trakoma dan infeksi lain pada mata oleh
kuman gram positif dan gram negatif yang sensitif. Selain itu, salep mata ini dapat pula
digunakan untuk profilaksis oftaimia neonatorum pada seonatus.
KOMBINASI OBAT