***
***
4
tutur kata lembutnya masih saja menghujam
kesendirian?
***
6
Belum juga lelah itu lepas, telephone genggam
Sarah memanggil. Terbaca pesan tentang kisah
cinta. Cinta yang seharunya lupa lalu. Cinta yang
seharusnya pergi lenyap. Tetapi semakin ia diusir
pergi, bagai dipanggil, ia kian mendekat ” Jelita mata
bulan, merindu apa tatapanmu? apakah jelita
tatapmu menatapku? kepada malam kutitipkan
pesan, katakan kepadanya, aku merindukan Sarah”
***
8
Malam hari itu Sarah kisahkan tentang „Bunga-Bunga
Impian‟ seperti yang disyairkan May Ziadah, wanita
cantik dan cerdas, sastrawati Lebanon yang menjadi
besar di Kairo. Seorang wanita yang berharap pada
cinta dan Tuhan sebagai muara. Kepada Tuhan ia
selalu pinta kekuatan. Kepada cinta ia berpasrah.
***
13
matanya. Azam tetap bersimpuh diam, dengan mata
terpejam mematung bagai khubah.
***
24
“Hufz….hufz…hufz….Zzz..z” mendesis keras tak
berupa kata, tak berbentuk kalimat. Lepasan kata
tak bermakna melejit-lejit dari dua belah bibirnya
yang gigil. Hendak ia berteriak keras. Hendak ia
koyakan jiwa. Hendak ia runtuhkan tubuhnya. Tapi
ia bagai tak berdaya.
28
menyerahkan segala. Bagai doa, bagai sembahyang,
Sarah berpasrah.
***
30
Perubahan itu tentu saja mengejutkan Dinda dan
Dewi. Dua sahabat setianya.
31
“Ya..” Sarah menjawab sambil melepas senyum.
32
“Bangkitlah dan tinggalkan sesal dunia yang telah
lalu,
33
Dewi dan Dinda mengangguk. Seperti memahami
maksud Sarah keduanya saling pandang dan
mengangguk. Sarah memperhatikan tingkah
sahabatnya dengan Senyum. Sarah tahu betul
keduanya sahabatnya mengangguk tidak tahu. Tapi
Sarah membiarkan itu.
***
36
“Azam….jika kau dengar jeritan hati ini. Kau pasti
tahu, bahwa semua luka yang kuderita berawal dari
cinta yang pernah kita bangun di bawah purnama.
Andai kau tak memberi harap, andai kau tak
memberi janji, aku tak mungkin menanti dengan
sakit” Sarah menuliskan itu dengan sepenuh hati. Ia
menumpahkan semua gundah, melepaskan semua
gerahnya.
37
terindah dalam hidupmu.” Demikian Sarah menutup
kisahnya.
39
Sedangkan bagi Nurillah mengajar di Al Hidayah
adalah kesempatan untuk mengenal Azam secara
lebih dekat. Ia menjadi santriwati yang berbahagia,
karena selain menuntut ilmu, juga menjadi bagian
dari keluarga besar Habib Ridzki. Karena keluarga
Habib sudah menganggapnya sebagai anaknya
sendiri. Dengan demikian, kedekatan antara Nurillah
dan Azam pada hari-hari di Al Hidayah, bagi Habib
Ridzki adalah sesuatu yang wajar, layaknya sebagai
sahabat dan saudara.
42
“Nurillah…”
“Nurillah…”
“Subhanaallah”
44
Sebagaimana Firman Allah Subhanallohu wa Ta‟ala:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah
Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya , dan dijadikan-Nya di antara
kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar- benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir” (QS. Ar Rum: 21)
“Astaqfirullahalazim…. Astaqfirullahalazim…
Astaqfirullahalazim” Azam kembali melepaskan
48
istiqfar. Ia menitihkan air mata. Dalam sujud yang
khusuk Azam melantunkan taubat dan petunjuk.
.
.
ل .
.
“Aku menghadap kepada Tuhan Pencipta langit dan
bumi, dengan me-megang agama yang lurus dan
aku tidak tergolong orang-orang yang mus-yrik.
Sesungguhnya shalat, ibadah dan hidup serta matiku
adalah untuk Allah. Tuhan seru sekalian alam, tiada
sekutu bagiNya, dan karena itu, aku diperintah dan
aku termasuk orang-orang muslim. Ya Allah, Engkau
adalah Raja, tiada Tuhan (yang berhak disembah)
kecuali Engkau, engkau Tuhanku dan aku ada-lah
hambaMu. Aku menganiaya diriku, aku mengakui
dosaku (yang telah kula-kukan). Oleh karena itu
ampunilah selu-ruh dosaku, sesungguhnya tidak
akan ada yang mengampuni dosa-dosa, ke-cuali
Engkau. Tunjukkan aku pada akhlak yang terbaik,
tidak akan menunjukkan kepadanya kecuali Engkau.
Hindarkan aku dari akhlak yang jahat, tidak akan
ada yang bisa menjauhkan aku daripada-nya, kecuali
Engkau. Aku penuhi pang-gilanMu dengan
kegembiraan, seluruh kebaikan di kedua tanganMu,
49
kejelekan tidak dinisbahkan kepadaMu. Aku hidup
dengan pertolongan dan rahmatMu, dan kepadaMu
(aku kembali). Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi.
Aku minta ampun dan bertaubat kepadaMu”.
52
“Nak…ini salah satu jati diri kita bangsa Tionghoa.
Pakaian Cheongsam cocok dengan bentuk tubuh
wanita bangsa Tionghoa. Semoga dengan ini, kamu
tetap menjaga kesederhanaan dan keanggunan,
juga kemewahan dan kerapian…kami mencintaimu
nak!!” Mengenang itu Sarah menitihkan air mata.
53
“Ada apa sih Sar…sms kita-kita, pake penting segala,
darurat, gawat…kayak ada gempa bumi aja” ceplos
Dewi.
“Ya..”
“Subahanaallah”
“Alahu akbar”
56
Dewi dan Dinda menengadah. Mereka benar-benar
tidak menyangka kalau Sarah akhirnya memilih
menjadi penganut islam. Namun demikian, dari hati
mereka yang paling dalam, masih terganjal
pertanyaan yang belum tuntas dijawab.
57
Dewi dan Dinda pun tak dapat menahan keharuan
yang sama. Keduanya pun menjatuhkan air mata.
“Subahanaallah…Subahanaallah…Subahanaallah”
Dewi dan Dinda melantunkan itu dengan gembira.
“Amin…”
“amin”
63
keyakinanmu itu adalah karena Ridho-nya dan bukan
karena aku” Kata Azam dalam hatinya.
“Azzahara”
69
pergaulannya selalu hadir bagai bunga yang mekar
semerbak (az-zahara).
70
“Ya Allah…hanya Engkau yang tahu tentang segala
rahasia hidupku” Zahra melepas keluh dengan
harap.
73
Sepenggal harap itu adalah doanya. Ia memanjatkan
itu dengan air mata. Dengan penuh pasrah dari balik
dada yang lapang dan tulus.
74
meyambutnya dengan senyum, sedang Azam
membisu dengan wajah bingung.
75
“Terima kasih banyak Abi, Azam dan Nurillah yang
mau menolong Zahra” puji Zahra tulus.
79
Wajah Zahra tiba-tiba berubah. Ia bagai disambar
petir. Rasanya menyengat-nyengat. Hendak
berteriak sekeras-kerasnya “Tidakkkkkkkk!!” tetapi ia
tak kuasa. Ia tidak hendak kebahagiaan Nurillah
pecah berantakan.
“Mmmm…”
***
84
“Nurillah sedang berbahagia. Kelompak cintanya
sedang mekar. Ia bagai bunga yang tumbuh segar
dalam taman yang tepat. Dan karenanya, aku tidak
hendak melukai kebagiaannya” Azam menimbang
dengan rasa.
***
85
Di seberang kamar. Nurillah tampak murung. Ada
sebuah rahasia dalam dadanya yang belum tuntas
dijawab. Siapakah Zahra bagi Azam. Siapakah Azam
bagi Zahra. Mengapa antara keduanya begitu dekat.
Pandangan mata mereka begitu menyatu. Adakah
keduanya punya masa lalu yang indah kemudian
terluka.
“Ya Allah…”
***
88
Azam mencoba menebak. Mungkin karena peristiwa
kemarin sore. Mungkin Nurillah sudah mengetahui
semuanya. Mungkin Nurillah kecewa. Sehingga
memutuskan untung mengurung diri di dalam
kamar, atau mungkin saja pergi ke Al Hikam.
“Asalamuallaikum adik-adik”
“Nurillah” sapanya.
“Nurillah”
“Nur…”
92
93