Anda di halaman 1dari 3

Rasanya tidak mungkin untuk bercerita tentang gelombang emo revival di Malang tanpa menyebutkan

campur tangan label rekaman Haum Entertainment. Ya, lewat kuratorial dan kesabaran I Made Nara
Virjana atau yang akrab dipanggil Vino Sungepet, gelombang emo revival dan emo adjacent alternative
pop kemudian dikenal di kancah musik nasional. Tak cukup rasanya untuk memilih satu album yang
mewakili era tersebut, maka 4 album pun dipilih untuk direview sebagai turning point bagaimana Haum
Entertainment bisa dikenal tak hanya sebagai label rekaman untuk musik pop-punk dan hardcore namun
juga emo. Ada 4 band yang bisa dibilang sebagai poster child untuk gelombang emo revival yaitu Write
The Future, Beeswax, Much dan Shewn. Layaknya Run For Cover Records, Topshelf, Count Your Lucky
Star, Jade Tree maupun Polyvinyl yang bisa dibilang berpengaruh untuk proliferasi musik emo yang
sedikit bernuansa pop-punk dan Indie-pop di Amerika Serikat, lewat 4 band tersebut, seakan Haum
Entertainment memberikan pengaruh dan penanda masuknya era baru emo revival di Indonesia.

Write The Future - Bury My Trace Someone Will Take My Place

Sebelum EP Bury My Trace Someone Will Take My Place, Write The Future pernah merilis EP berjudul
Reasons (2012) yang mempunyai style musik kurang lebih mendekati pop-punk Indonesia ala Rocket
Rockers yang juga mengusung lirik berbahasa Indonesia. Pada tahun yang sama, Write The Future juga
melakukan tour bertajuk “Ingin Meledak” bersama Stay Funny . Tiba-tiba, pada tahun 29 April 2014,
Dandy Gilang, Risang Candrasa, Agung, Dimas, dan Yoga memutuskan untuk merombak sedikit segi
musikalitas Write The Future yang ditandai dengan rilisnya album Bury My Trace Someone Will Take My
Place. Kebetulan pula di antara tahun 2012 sampai 2014 gelombang emo revival dan pop-punk
bernafaskan emo midwest mulai merasuk ke kancah musik nasional, tak terkecuali Malang. 3 lagu yaitu
Details, Consequences dan Safe To Say menjadi isi album Bury My Trace yang juga rilisan pertama kali
dari label rekaman Haum Entertainment. Semangat ceria dan optimisme ala Pop-punk angkatan New
Found Glory, SUM-41 maupun Blink-182 tidak lagi diusung Write The Future, seakan mereka merewrite
future mereka dengan Bury My Trace Someone Will Take My Place yang lebih resah, kesal, marah
namun juga penuh curahan hati yang dibalut dengan progresi drum yang lebih cepat, gaya vocal yang
lebih angsty dan progresi chord yang sedikit agresif seakan mengingatkan band-band melodic hardcore
New Jersey maupun Philadelphia seperti Lifetime dan Kid Dynamite yang dipadu band-band kekinian
seperti Real Friends dan Into It Over It. Dandy sendiri mengakui bahwa format Write The Future era Bury
My Trace Someone Will Take My Place memberikan kepuasan batin tersendiri karena emosinya bisa
lebih tercurahkan disini dan style musik yang kini mereka usung memberikan sensibilitas yang lebih
energik serta solid. Lirik-lirik yang ada pun didominasi dengan persoalan pergaulan dan konsekuensi
perbuatan.

Beeswax – First Step

Di tahun yang sama, Bagas Yudhiswa, seorang mahasiswa asal Sidoarjo (dulu merupakan salah satu
anggota Give Me Mona dan Dracula Omnivora yang kemudian tinggal lama di Malang bahkan sempat
bermusik bersama grup alternatif rock Megatruh) juga iseng membuat sebuah album rekaman bertajuk
First Step yang membawa nuansa emo/math rock ala Mock Orange bahkan YUCK. Ada 6 lagu dalam
album ini yaitu Dissapear, Fix, Hide Away, Stuck, The Bridge of Emptyness, dan The Day After This. Dari
album inilah lagu mereka yaitu “Fix” menjadi andalan dan anthem yang selalu bisa membawa fans
untuk singalong. Bahkan,video klip dari lagu “Fix”yang rilis 4 tahun kemudian juga dibintangi rekan
selabel mereka saat di Haum Entertainment yaitu Gusti Agung Wirahutomo, drummer dari Write The
Future. Di album ini belum ada sentuhan melodi twinkle ala midwest emo atau identik dengan band
Amercan Football, karena album ini dominan dengan progresi drum yang dalam waktu singkat bisa
berubah time signature nya. Walaupun, gitar yang ada di album ini lengkap dari seksi rhythm dan
melodi, Beeswax di era ini termasuk one man band yang direkam secara home recording. Lagu-lagu dari
First Step didominasi tempo yang cepat dan energik, namun satu lagu yang memberikan nuansa
progresif yaitu The Bridge of Emptyness. Walaupun dalam durasi 02:38, lagu ini terasa begitu penuh.
Pilihan untuk membawakannya secara mid-tempo dan mengayun, serta nuansa mendung dari lagu yang
bertema kehampaan ini menambahkan aura emo dari album ini. Album ini pula yang menarik perhatian
jurnalis musik nasional seperti Felix Dass, kepada Beeswax.

Shewn - At Home, Drowning

Didirikan oleh Ekki dan Iyok yang saat itu sedang menggilai Title Fight era album Shed, Shewn kemudian
berkembang menjadi Ekki, Iyok, Afif, Rio dan Endar. Pengaruh yang diambil juga meluas sampai band
Balance and Composure dan bahkan Make do and Mend. Sensibilitas post-rock seperti formula soft-loud
dynamic juga dipraktikkan dengan baik terutama lagu Sun, Shines yang bahkan mencantumkan kocokan
gitar ala Explosion in The Sky maupun Caspian. Liriknya juga tak kalah remuk seperti “It’s been my whole
life I spend my life for being someone else// Make someone else happy// While I am crushed inside”.
Kita juga bisa menemukan lagu yang agresif ala Title Fight seperti Oldplace, dengan breakdown yang
juga remuk dengan lirik “so why don’t you enjoy the road a little bit?//so why don’t you?”. Lagu-lagu
selanjutnya juga seperti disusun seperti mengikuti tempo naik turun seperti lagu self titled At Home
Drowning yang memakain tempo post-rock dengan formula build up dan crescendonya. Kemudian
dilanjutkan dengan A Poetry for Everyone yang kembali bertempo cepat. Secara teks album ini ditutup
dengan lagu Remorse, namun sebenarnya ditutup oleh Lawnmower yang kembali berciri soft-loud
dynamic yang ternyata mempunyai hubungan dengan lagu At Home, Drowning, di mana ketika di At
Home, Drowning, Ekki menyebut “I’m drowning again” di bagian reff” sedangkan di Lawnmower
menyebut “At home you are drowning.” di bagian bridge menuju outro. Disini bagian scream kedua diisi
oleh Iyok yang juga direkrut Bagas pada 2015 untuk menjadi full member Beeswax . Pada track terakhir,
Remorse yang didominasi ambience dan vokal Ekki saja, seakan menjadi “skit”, seperti sebuah
penampilan spoken word poetry yang menekankan aura depresif album ini. Oiya uniknya karena album
ini direkam di Monev, maka Yayan, drummer Beeswax juga ikut sebagai engineer disana dan ikut
membidani lahirnya album At Home, Drowning.

Much - Closest Things I Can Relate To

Album ini unik, karena merupakan tempat Dandy Gilang mencurahkan aspirasinya dalam bentuk
alternative pop, indie-emo ala Alvvays, Lemuria, Tigers Jaw, The Sundays dan bahkan American-Football.
Band yang awalnya merupakan couple yang kini menjadi suami istri, Aulia Anggia dan Dandy Gilang,
mulai memunculkan bentuk full bandnya di album Closest things I Can Relate To ini yang dirilis di tahun
2015. Dalam format ini Much dianggotai oleh Pandu, Dandy Gilang, Anggia Aulia dan Vino Sungepet
sendiri. Album ini direkam, dimix dan dimaster secara home recording kecuali drum yang direkam di
Osithok Studio. Uniknya, karena dimotori oleh couple, maka problem yang lazim ditemui di hubungan
percintaan juga dicurahkan di tiap lagu ini. Di album ini vokal Anggia lebih dominan sebagai lead vocal,
sedangkan sang pacar (kini suami) menonjolkan suaranya di beberapa lagu seperti Life’s too Demanding
and You’re too Depending dan Song to Put Me Sleep. Bahkan sejak lagu pertama yaitu Life’s too
Demanding and You’re too Depending sudah membahas hubungan co-dependence yaitu hubungan
pacaran yang tidak seimbang karena ketergantungan pada salah satu pasangan saja. Tidak itu saja,
bahkan ada masa-masa pdkt yang sering berawal canggung di lagu Cringeworthy. Betapa tidak lirik “I
wished the world would set me up//To be not socially awkward” sudah menunjukkan bagaimana kita
benci diri kita saat kita canggung saat berinteraksi dengan orang lain. Selanjutnya, Season’s Changing,
Everybody’s Leaving, membahas tentang proses move-on yang tidak segampang kita kira, dengan lagu
bertempo lambat dan chord minor dengan lirik “Leave me with your unmade bed sheets//Left me
hanging //Tonight I'll be hiding// No intention to seek//A better one, another places// I am stuck with
this kind of familiar faces” yang menggambarkan bagaimana proses move on sangat sulit karena bayang-
bayang hubungan lalu masih tinggal. Untuk lagu Singled Out, bisa diinterpretasikan sebagai unrequited
love atau bahkan masih proses move on, karena lirik “You touched my heart//You left a mark//You dig a
hole//I can't reach //Unless it's torned apart”. Perasaan difriendzoned juga ada, dengan lagu Carried
Away. Dengan aransemen yang mengingatkan kita pada The Rembrandts yang populer di tahun 90an
lewat ost Friends, Carried Away, yang bernada ceria malah memberikan lirik yang muram seperti “Oh, I
always thought that we had something //I got carried away but you won't stay” . Setelah lagu Carried
away, album ini ditutup dengan lagu Songs to Put Me Sleep yang berdurasi 6:48 menit dan membawa
progresi ala American Football yang lebih berisi. Namun lagi-lagi berisi keresahan dan retrospeksi
dengan lirik “Sinking deep to the ocean of my emphaty//I feel the light will be gone”. Cocok sekali untuk
menemani tidur terbalut perasaan yang gundah gulana. Walaupun direkam secara mandiri dan
sederhana, terbukti aransemen yang ada tidak sesederhana proses rekamannya. Album ini sangat
mungkin diremaster dan dimixing ulang dengan lebih matang.

Itulah 4 album dari label rekaman Haum Entertainment yang bisa dibilang menjadi tonggak “emo
revival” di Kota Malang. Kini tinggal dua yang masih bersama Haum yaitu Much dan Write The Future
(hiatus sejak 2019), namun peran Haum Entertainment dalam meletakkan batu pertama “emo revival”
di Malang dan keempat band tersebut tidak bisa dipisahkan.

Anda mungkin juga menyukai