Anda di halaman 1dari 63

PROFIL KECERDASAN EMOSI SISWA SMP NEGERI 2 SINGAPARNA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Bimbingan dan Konseling

Oleh :

Putri Mei Aurelia


C1686201015

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sekolah memiliki kedudukan penting dalam pembentukan watak dan


sikap peserta didik. Membentuk kepribadian yang luhur dan patut dipertahankan
melalui proses belajar agar peserta didik mampu menunjukan adanya perubahan-
perubahan yang sifatnya positif. Sekolah tidak cukup hanya memfokuskan
pembelajaran yang menekankan transfer of knowledge saja, tetapi juga transfer
of value. Hal itu yang akan membantu terbentuknya nilai-nilai dan karakter para
siswa salah satunya mengembangkan kecerdasan emosi. (Maksum, 2013).
Kecerdasan emosi merupakan bagian penting dalam diri setiap manusia,
begitu juga remaja. Dimana salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi
oleh remaja adalah mencapai kemandirian secara emosional. Tanpa kecerdasan
emosi, psikis seseorang cenderung rentan dengan berbagai konflik, mudah
depresi dan banyak mengalami hambatan dalam bergaul dan bekerjasama dengan
orang lain. (Jerahu, 2014).
Kecerdasan emosi menurut Goleman (2001) adalah kemampuan
seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi (to manage our
emotional life with intelligence), menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui
keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati diri dan
keterampilan sosial. Dengan kata lain kecerdasan emosi adalah kemampuan
seseorang untuk memahami dan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemamuan
untuk membina hubungan (kerjasama) baik dengan orang lain. (Bariyyah &
Latifah, 2019).
Emosi memegang peran penting dalam berlangsungnya kehidupan
manusia, karena dengan emosi manusia dapat mengontrol tindakan yang
dilakukan, menjaga diri, menjalin hubungan dengan orang lain, mempunyai
keinginan untuk berkompetensi, dsb. Tapi apabila emosi yang berlebihan

2
sehingga mengalahkan nalar yang rasional, maka kurang baik bagi kehidupan
manusia dan itu yang perlu dilatih dan dikembangkan.
Emosi adalah salah satu potensi yang dimiliki manusia sejak lahir dan
akan berkembang sesuai dengan lingkungannya. Emosi seringkali disamakan
dengan perasaan, namun keduanya dapat dibedakan. Emosi bersifat lebih intens
dibandingkan perasaan sehingga perubahan jasmaniah yang ditimbulkan oleh
emosi lebih jelas dibandingkan perasaan (Chaplin, 1999). Dapat disimpulkan
bahwa sesungguhnya emosi itu merupakan kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk bertindak atau melakukan sesuatu setelah adanya stimulus yang
berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Jadi emosi memiliki reaksi yang
kompleks mengandung aktivitas dengan derajat yang tinggi sehingga terjadi
perubahan perilaku yang akan menimbulkan kegoncangan yang kadang-kadang
terjadi ketegangan dalam hubungannya dengan lingkungan. (Tadrib, 2016).
Nasution (2003) menyatakan bahwa di dalam diri manusia banyak emosi
dengan berbagai bentuk ungkapan seperti, marah, sedih, senang, cinta, bahagia,
dan sebagainya. Emosi tersebut turut mempengaruhi sikap, tindakan dan seluruh
perbuatan seseorang. Emosi memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positif
diantaranya senang, bahagia, cinta, kasih dan sebaginya. Sedangkan sisi negatif
misalnya marah, dengki, iri, cemburu, dan sebagainya. (Herlinda, Wasidi &
Sulian, 2018).
Ketika manusia gagal mengendalikan atau menyeimbangkan emosi
negatif, maka saat itulah keadaan suasana hati menjadi buruk, dan disaat suasana
hati menjadi buruk, kecerdasan kita juga akan menjadi buruk. Seperti
perkelahian, pembunuhan, pemukulan, bahkan bunuh diripun bisa terjadi.
Perkembangan emosional remaja perlu diperhatikan, mengingat saat usia remaja
perubahan perkembangan emosional seseorang dengan cepat.
Desmita (Saputra, 2009) menyebutkan bahwa “peralihan yang sulit dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa inilah yang dapat menyebabkan remaja
rentan mengalami perubahan emosi yang tidak stabil”. (Haryani, Dian. 2014).
Individu pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan masa transisi
dari masa kanak-kanak menuju masa remaja. Pada masa remaja awal,
3
perkembangan emosi bersifat reaktif, dan sensitif terhadap berbagai peristiwa atau
situasi sosial. Seperti yang diungkapkan oleh Syamsu (2002:196) bahwa “masa
remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi”.
(Haryani, Dian. 2014). Namun dalam menjalani proses perkembangan ini, tidak
semua remaja dapat mencapainya secara mulus. Diantara para remaja masih
banyak yang mengalami masalah, yaitu remaja yang menampilkan sikap dan
perilaku menyimpang, tidak wajar, seperti: membolos, berkelahi, saling
mengejek, dan lain sebaginya. (Azmi, 2015). Dan juga di sekolah sering
ditemukan siswa yang tidak dapat mengontrol emosinya atau bersikap agresif,
seperti kasar terhadap orang lain, sering bertengkar, bergaul dengan anak-anak
bermasalah, tidak menghargai guru, keras kepala, sering mengolok-olok, dan
bertempramen tinggi. Selain itu banyak siswa yang menarik diri dari pergaulan.
Pentingnya kecerdasan emosi dalam kehidupan, telah ditekankan oleh
Goleman (1998) yang menyatakan bahwa “kecerdasan bila tidak disertai dengan
pengelolaan emosi yang baik, tidak akan menghasilkan seseorang yang sukses
dalam hidupnya”. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rimawanti (2004:25)
bahwa “orang yang dapat mengendalikan emosinya maka akan lebih bertanggung
jawab, lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan
menaruh perhatian, dan lebih menguasai diri”. (Haryani, Dian. 2014).
Remaja yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka ia akan
mampu dalam mengendalikan emosi, mampu mengatasi masalah atau kesulitan
dalam melakukan tugas perkembangannya seperti membentuk identitas diri dan
mampu mencapai kemandirian untuk dirinya. Sebaliknya remaja dengan
kecerdasan emosi yang rendah maka remaja tidak mampu dalam mengatasi
berbagai masalah dalam tugas perkembangannya yang membuat remaja sulit
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya sehingga memicu remaja
untuk berperilaku menyimpang atau perilaku kenakalan remaja. (Yusuf, 2009).
Melihat fakta diatas, maka penting bagi para remaja khususnya usia SMP
untuk mengenali kecerdasan emosinya. Kecerdasan emosi ini dapat dilihat dari
kemampuan remaja untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu
mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri
4
dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan
reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada, sehingga interaksi
dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif. (Haryani, Dian. 2014).
Berdasarkan fenomena yang terjadi di MTs Wahid Hasyim Yogyakarta,
berdasarkan observasi pra penelitian penulis menjumpai banyak siswa yang
cenderung mempunyai kecerdasan emosi yang rendah, seperti mudah marah,
berbicara kasar, berbicara seenaknya dengan guru, suka membolos, melanggar
tata tertib, dsb. Kondisi tersebut jika tidak segera ditangani dan dibiarkan
seterusnya akan mengganggu perkembangan siswa. Maka sangat diperlukan
rumusan upaya penanganan yang efektif.
Berdasarkan fenomena yang terjadi di siswa SMP menunjukan bahwa
tingkat kecerdasan emosi di siswa SMP masih dikategorikan rendah. Hal ini
diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurnaningsih (2011) dan
Indah Lestari (2012) yang mengambil subjek siswa SMP, menunjukan hasil profil
kecerdasan emosional responden yang tergolong rendah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti
di SMPN 2 Singaparna, melalui guru BK yang bersangkutan, peneliti menemukan
bahwa kecerdasan emosi siswa kelas VIII masih tergolong rendah dengan adanya
sikap yang menunjukan emosi diluar kendali, kurangnya empati terhadap satu
sama lain, saling mengejek, dan sulit bergaul.
Menurut Goleman (2006) jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi. Jenis kelamin merupakan pembagian dua jenis
kelamin manusia yang sudah ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis
kelamin tertentu (Herdiansyah, 2016). Menurut Renyaan (2010) secara psikologis
anak perempuan cenderung menonjolkan kekuatan fisik dan logika.
Hasil penelitian yang dilakukan Katyal dan Awasthi (2005) tentang
perbedaan kecerdasan emosi ditinjau dari jenis kelamin pada remaja di
Chandigarh, menyatakan bahwa perempuan mempunyai kecerdasan emosi lebih
tinggi dari pada laki-laki. (Khasanah, 2018).
Berdasarkan observasi yang peneliti lakuakn di SMPN 4 Padang (2019)
siswa lebih banyak mengalami masalah dengan teman sebayanya karena
5
meledaknya emosi atau karena emosi yang tidak bisa terkendali. Emosi yang tidak
bisa dikendali atau dikelola oleh siswa mengakibatkan terjadinya hal seperti
perselisihan, perkelahian, pembullyan dan lainnya.
Bimbingan dan Konseling (BK) merupakan bagian integral dalam
pendidikan, BK juga berperan untuk memfasilitasi siswa dalam rangka
tercapainya perkembangan yang utuh dan optimal dengan fokus pribadi mandiri
dan mampu mengendalikan diri (Prayitno, 2013:85). Bimbingan dan konseling
juga hadir sebagai upaya pemberian layanan kepada siswa agar dapat
mengembangkan diri secara optimal, memahami potensi diri dan lingkungan
sehingga siswa dapat memiliki kompetensi khususnya kompetensi kecerdasan
emosi yang diharapkan dan berguna untuk mencapai kesuksesan hidup. (Haryani,
Dian. 2014). Guru BK merupakan sosok yang sangat tepat dan bijak untuk
mengatasi gangguan dalam perkembangan emosi siswa.
Berkaitan dengan permasalahan yang terjadi, kecerdasan emosi sangat
penting agar siswa dapat mengendalikan emosinya dengan tepat. Cara agar siswa
dapat mengendalikan emosinya dapat dilakukan dengan memberikan layanan
Bimbingan Kelompok. Bimbingan Kelompok merupakan proses pemberian
bantuan yang diberikan pada individu-individu dalam situasi kelompok.
Bimbingan kelompok ditujukan untuk membantu menyelesaikan masalah pada
siswa dan mengembangkan potensi yang ada pada diri siswa. Bimbingan
kelompok mengacu pada aktivitas-aktivitas kelompok yang berfokus kepada
penyediaan informasi atau pengalaman, melalui aktivitas kelompok yang
terencana dan terorganisasi. Bimbingan kelompok juga salah satu layanan yang
diberikan oleh seseorang yang ahli kepada sekumpulan kelompok siswa yang
ditujukan untuk mencegah masalah pada siswa dan mengembangkannya.
Bimbingan kelompok adalah salah satu upaya untuk mengubah sikap
individu yang tidak dapat mengontrol emosionalnya. Dengan layanan bimbingan
kelompok siswa dapat secara langsung melatih emosional yang ada pada dirinya.
Terdapat beberapa teknik dalam layanan bimbingan kelompok untuk dapat
meningkatkan kecerdasan emosional siswa, salah satunya teknik diskusi
kelompok.
6
Diskusi kelompok merupakan percakapan yang terencana antara tiga orang
atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas
suatu persoalan yang terpimpin. Diskusi kelompok dilakukan dengan tujuan yang
jelas dan terencana. Pelaksanaan diskusi kelompok terdapat seorang pemimpin
yang bertugas mengatur jalannya diskusi agar tujuan dari diskusi kelompok dapat
tercapai. (Fajrillah, Putra. 2019).
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui profil kecerdasan
emosi siswa SMP Negeri 2 Singaparna, tujuan khusus untuk mengetahui profil
kecerdasan emosi yakni mengenali tentang emosi diri sendiri, mengelola emosi
diri sendiri, memotivasi diri sendiri dan mengenali emosi orang lain, mengelola
emosi orang lain, serta memotivasi orang lain.

B. Identifikasi Masalah
Siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan emosi yang rendah,
diantaranya siswa yang tidak bisa mengontrol emosinya, kurangnya empati,
saling mengejek teman-temannya dan sulit bergaul dengan teman dapat
berpengaruh pada tugas dan tanggung jawab sebagai seorang siswa.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi tersebut
maka siswa telah menyadari bahwa kecerdasan emosi sangat dibutuhkan dalam
menghadapi permasalahan, hambatan untuk tercapainya tujuan yang diinginkan
remaja, pernyataan ini terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan siswa
remaja yaitu kepada 9 orang siswa perempuan dan 13 orang siswa laki-laki,
berdasarkan hasil wawancara beberapa siswa mengatakan bahwa terkadang
mereka tidak mampu untuk mengendalikan emosinya. Siswa mengatakan bahwa
ketika mereka memiliki emosi yang negatif ia cenderung meluapkan emosinya
dengan cara yang negatif pula (Zonya & Sano, 2019).

7
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana profil kecerdasan emosi pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna?
2. Bagaimana gambaran umum kecerdasan emosi siswa berdasarkan aspek dan
indikator?
3. Bagaimana gambaran kecerdasan emosi siswa berdasarkan gender?
4. Bagaimana rancangan program bimbingan dan konseling dalam
mengembangkan kecerdasan emosi siswa?

D. Tujuan Penelitian
1. Memperoleh gambaran umum kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2
Singaparna
2. Memperoleh gambaran umum kecerdasan emosi berdasarkan aspek dan
indikator
3. Memperoleh gambaran umumkecerdasan emosi berdasarkan gender
4. Mengetahui rancangan program bimbingan dan konseling dalam
mengembangkan kecerdasan emosi siswa

E. Manfaat Hasil Penelitian


1. Siswa dapat mengetahui gambaran umum kecerdasan emosi pada siswa
kelas VIII di SMP Negeri 2 Singaparna
2. Penelitian ini bermanfaat untuk guru BK di sekolah agar dapat mengetahui
kecerdasan emosi pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna

8
BAB II

KONSEP KECERDASAN EMOSI SISWA SMP NEGERI 2 SINGAPARNA

A. Kecerdasan Emosi
1. Pengembangan Kecerdasan Emosi

Kecerdasan Emosi adalah istilah yang dipopulerkan oleh Daniel Goleman


(2001). Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang mengatur emosinya
dengan intelegensi (to manage our emotional life with intelligence), menjaga
keselarasan emosi dan pengungkapanya (the appropriateness of emotion and
expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri,
empati diri dan keterampilan sosial. Dengan kata lain kecerdasan emosi adalah
mengenali dan mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain
(empati), dan kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain
(kerjasama). (Bariyyah & Latifah, 2019).
Goleman menjelaskan kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali
perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri,
dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam
hubungannya dengan orang lain. Sedangkan dalam Emotional Intelligence
Goleman menjelaskan tentang kecerdasan emosi merupakan kemampuan seperti
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi,
mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur
suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan
berpikir dan berempati.
Menggunakan ungkapan Howard Gardner, Kecerdasan Emosi terdiri dari dua
kecakapan yaitu: interpersonal intelligence dan interpersonal intelligence.
Interpersonal intelligence adalah kemampuan untuk menangkap dan membuat
perbedaan dalam suasana hati, keinginan, motivasi, dan perasaan orang lain.
Kecerdasan interpersonal kemampuan yang menonjol yaitu mudah bekerja sama
dengan teman, mengenal dan mudah membedakan perasaan dan pribadi teman,

9
komunikasi verbal dan non verbal, peka terhadap teman, dan suka memberikan
feedback. Sedangkan intrapersonal intelligence adalah kemampuan diri sendiri
dan kemampuan untuk melakukan tindakan yang adaptif atas dasar pengetahuan
tersebut. Kemampuan yang menonjol pada kecerdasan intrapersonal adalah dapat
konsentrasi dengan baik, kesadaran dan ekspresi perasaan-perasaan yang berbeda,
pengenalan diri yang mendalam, keseimbangan diri, kesadaran akan realitas
spritiual dan suka bekerja sendiri.
2. Cara Pengembangan Kecerdasan Emosi

Adapun rangsangan pengembangan kecerdasan emosi yang perlu dilakukan


oleh guru sebagai pendidik di sekolah menurut Nugraha dan Rachmawati antara
lain: memberikan kegiatan yang diorganisasikan berdasarkan kebutuhan, minat
dan karakteristik anak yang menjadi sasaran pengembangan kecerdasan
emosi.pemberian kegiatan yang diorganisasikan bersifat holistis (menyuluruh).
Kegiatan holistis ini meliputi sama aspek perkembangan dan semua pihak yang
terkait dalam proses tumbuh kembang anak.
Selain langkah-langkah tersebut, untuk mengembangkan kecerdasan emosi
dengan cara mengejarkan anak untuk bermusyarwarah mengeluarkan semua
beban psikologisnya agar mendapatkan respon, kritik, atau persetujuan orang lain.
Dengan musyawarah, orang akan mendapat kesempatan belajar untuk aktualisasi
diri, mengungkapkan gagasan, pendapat, dan sikap dengan cara yang bisa
dipahami orang lain. (Zidan. 2019)
3. Konsep Emosi

Emosi dapat memberikan wawasan berharga untuk diri sendiri agar lebih baik
dalam berkomunikasi (George, 2000) memerankan emosional manajemen diri
seperti stress, tertekan, moral dan rendahnya kualitas bermain kehidupan sehari-
hari (Siti & Jafar, 2010). Kecerdasa emosional mencakup hal-hal seperti
kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial (Veena,
2013). Hal-hal yang menjadi cakupan kecerdasan tersebut dijadikan indikator dari
variabel kecerdasan emosional dalam penelitian ini. (Afero & Adman, 2016).

10
Menurut Daniel Goleman “emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran
yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan
untuk bertindak”. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai
pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
manusia, karena emosi merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan,
tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Thaib, Eva Nauli.
2013).
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya
emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu.
Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang,
sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang
berprilaku menangis. Emosi dapat muncul karena berhubungan dengan konteks
terjadinya sesuatu, seperti emosi marah apabila suatu tujuan terhalang oleh
sesuatu, emosi bahagia apabila dicintai atau mencintai, sedangkan emosi takut
akan muncul jika mnghadapi sebuah ancaman, dan sebagainya. (Basaria, 2019).
Menurut Yusuf (2004:115) emosi memberi pengaruh terhadap perilaku
individu, yaitu: 1) memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atatu puas
atau hasil yang telah dicapai; 2) melemahkan semangat, apabila timbul rasa
kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya
rasa putus asa. Salah satu peranan penting dari emosi dalam kehidupan sehari-hari
adalah meningkatkan aktivitas otak. Emosi yang dalam kondisi tidak
menguntungkan (sedih, marah) atau emosinya sedang tidak dalam keadaan stabil
menyebabkan aktivitas otak akan terganggu. Sebaliknya, dalam keadaan yang
gembira dan tenang menyebabkan aktivitas otak akan meningkat, sehingga dapat
berkonsentrasi dengan lebih baik, maka motivasi belajarpun akan semakin
meningkat karena akan mempertinggi usaha yang dilakukan siswa dalam
mencapai tujuannya.
Jadi, dapat disimpulkan emosi merupakan sebuah kondisi psikologis yang
terjadi akibat merespon suatu peristiwa. Dan emosi merupakan salah satu aspek
penting dalam kehidupan manusia, karena emosi merupakan motivator kecerdasan
dalam arti untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu
11
mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri
dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan
reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada.
4. Kecerdasan Emosi
Daniel Goleman dalam bukunya yang berujudul Emotional Intelligence
mempopulerkan konsep kecerdasan emosi dan menyamanakannya dengan
perilaku sosial yang baik. Hal ini melonggarkan makna dari kecerdasan emosi itu
sendiri. Goleman menjelaskan kecerdasan emosi sebagai kemampuan yang
meliputi control diri, semnagat dan ketekunan, dan kemampuan untuk memotivasi
seseorang (Gosling & Gosling, 2004). Pada buku selanjutnya yang berujudul
Working with Emotional Intelligence Goleman menjelaskan kecerdasan emosi
sebagai “The capacity for recognizing your own feelings and those others, for
motivating ourselves, and for managing emotions well in ourselves and in our
relationships.” Pengertian di atas kurang lebih dapat diartikan kecerdasan emosi
adalah kapasitas untuk mengenali perasaan diri dan perasaan orang lain,
memotivasi diri dan orang lain, dan mengatur emosi diri dengan baik dan ketika
berhubungan dengan orang lain (Gosling dan Gosling, 2004).
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan remaja mengetahui perasaan
sendiri, mampu untuk mengelola emosinya, memiliki motivasi yang tinggi dan
peduli terhadap orang lain sehingga ia dapat hidup dengan orang lain dan
menjadikan remaja sukses dimasa yang akan datang. Goleman (2015)
berpendapat bahwa remaja yang mempunyai kecerdasan emosi akan terhindar
dari perilaku-perilaku menyimpang seperti seks bebas, narkoba, tawuran, minum-
minuman keras, dan lain sebagainya. Penelitian yang dilakukan oleh Sabiq dan
Djalali (2012) menyatakan bahwa remaja yang mempunyai kecerdasan
emosional tinggi akan berprilaku prososial tinggi pula dan sebaliknya mereka
yang kecerdasan emosionalnya rendah akan menyesbabkan perilaku prososial
yang rendah pula. Penelitian lain dilakukan oleh Aprilia dan Indrijati (2014)
memperkuat penelitian sebelumnya bahwa remaja yang memiliki kecerdasan
emosional tinggi makan akan terhindar dari perilaku menyimpang sedangkan

12
remaja yang memiliki kecerdasan emosional rendah maka akan terlibat perilaku
menyimpang. (Darmawati & Yuniar, 2018).
Kecerdasan emosional sebagai suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan
kemampuan individu dalam memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang
lain, dan juga kemampuannya dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi
orang lain, dimana kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan
perilakunya. (Jati, Ginanjar Waluyo & Yoenanto, Nono Hery. 2013).
Boyatzis et al. (2000) dalam Fitriani (2013) menyatakan, bahwa kecerdasan
emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar
menggunakan emosi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa emosi manusia berada di
wilayah bawah sadar sehingga diakui kecerdasan emosional menyediakan
pemahaman yang lebih mendalam dan utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Boyatzis et al. (2000) membagi dua wilayah kecerdasan emosional, yaitu
kompetensi pribadi (personal competence) dan empati. Kompetensi pribadi
adalah kemampuan individu yang meliputi kesadaran diri (self awareness),
kemampuan mengatur diri (self regulation), dan kesadaran sosial (social
awareness). Empati adalah kesadaran untuk memberikan perhatian, kebutuhan
atau kepedulian pada orang lain dan memelihara hubungan sosial (relationship
management).
Dari penelitian sebelumnya yang telah di lakukan oleh Ananta (2012), dapat
di ketahui bahwa Kecerdasan intelektual hanya menyumbang 20% bagi
kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain,
diantaranya adalah kecerdasan emosional yang didalamnya termasuk
kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi masalah, serta kemampuan
bekerja sama. Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih
tinggi, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangka dirinya dengan cepat,
lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan
dengan orang lain, lebih mampu dalam memahami orang lain, dan kemampuan
akademik di sekolah menjadi lebih baik. Kecerdasan emosional mencakup
kemampuan yang berbeda, tetapi mempengaruhi kecerdasan akademik, orang
tidak akan mampu menggunakan kemampuan kognitif mereka sesuai dengan
13
potensi yang maksimum tanpa memiliki kecerdasan emosional. Begitu pula jika
seseorang memiliki tingkat kecerdasan emosi yang rendah maka ia akan lebih
sulit dalam mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat,
cenderung keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya
kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan, dan cenderung putus
asa bila mengalami stress.
Menurut Pamungkas (2013) kecerdasan emosi yang tinggi pada peserta didik
mendorong peserta didik untuk lebih berprestasi. Kemampuan peserta didik
dalam memahami kelemahan dan kelebihan yang ada pada dirinya berpengaruh
terhadap hasil belajarnya. Peserta didik yang memahami kelemahannya dengan
baik akan berusaha untuk memecahkan masalahnya secara mandiri atau dengan
bantua orang lain. Peserta didik dengan kecerdasan emosi tinggi mampu
memanfaatkan waktu yang ada untuk menyelesaikan serangkaian tugas belajar
dengan sebaik-baiknya sehingga dengan kecerdasan emosional seseorang dapat
mencapai kesuksesan di sekolah maupun dalam berkomunikasi di lingkungan
masyarakat. (Lestari, Sofah & Putri, 2019).
Mengingat pentingnya kecerdasan emosional untuk menunjang hasil belajar
peserta didik, maka pengetahuan tentang kecerdasan emosional penting untuk
dimiliki oleh setiap guru agar mampu mengembangkan kecerdasan emosional
peserta didik. Peserta didik yang memiliki kecerdasan emosi dapat mengendalikan
dirinya dengan baik dalam mengikuti proses pembelajaran dan memiliki
kesadaran yang tinggi untuk belajar. Hal ini akan menjadi modal besar bagi para
peserta didik untuk meraih hasil belajar dengan standar tinggi dalam berbagai hal,
baik akademi maupun non akademik. Kecerdasan emosi dapat menempatkan
emosi seorang pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana
hati. Koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik.
Kecerdasan emosi sebagai suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan
kemampuan individu dalam memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang
lain, dan juga kemampuannya dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi
orang lain, dimana kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan
perilakunya (Kadeni, 2014).
14
Sejalan dengan itu, Robert dan Cooper (Ginanjar, 2001) mengungkapkan
bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara
efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energy, emosi,
koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Individu yang mampu memahami emosi
individu lain, dapat bersikap dan mengambil kepuasan dengan tepat tanpa
menimbulkan dampak yang merugikan kedua belah pihak. Emosi dapat timbul
setiap kali individu mendapatkan rangrasangan yang dapat mempengaruhi kondisi
jiwa dan menimbulkan gejolak dari dalam. Emosi yang dikelola dengan baik
dapat dimanfaatkan untuk mendukung keberhasilan dalam berbagai bidang karena
pada waktu emosi muncul, individu memiliki energi lebih dan mampu
mempengaruhi individu lain. Segala sesuatu yang dihasilkan emosi tersebut bila
dimanfaatkan dengan benar dapat diterapkan sebagai sumber energi yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas mempengaruhi orang lain dan menciptakan
hal-hal baru.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan dan memahami secara
lebih efektif terhadap daya kepekaan emosi yang mencakup kemampuan
memotivasi diri sendiri atau orang lain, pengendalian diri, mampu memahami
perasaan orang lain dengan efektif, dan mampu mengelola emosi yang dapat
digunakan untuk membimbing pikiran untuk mengambil keputusan yang terbaik.

B. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi


Goleman telah merancang kerangka kecerdasan emosi yang menggambarkan
bagaimana potensi seorang individu untuk menguasai kemampuan kesadaran diri,
pengaturan diri, kesadaran sosial, dan pengaturan hubungan.

Self (personal competence) Other (social competence)

Recognition Self-Awareness Social-Awareness


 Emotionalself-awareness -Empathy
-Accurate self assessment -Service orientation
-Self confidence -Organizational awareness
15
Regulation Self Management Relationship Management
-Emotional self-control -Developing Others influence
-Trustworthiness  Communication
-Conscientiousness -Conflict management
-Adaptability -Visionary leadership
-Achievement -Catalyzing change
-Drive initiative
 Building Bonds
-Teamworkand collaboration

Model kerangka tersebut adalah perbaikan dari model yang dirancang oleh
Goleman sendiri pada tahun 1998. Model kerangka sebelumnya
mengindentfikasi lima aspek (dimensi) dari kecerdasan emosi yang terdiri dari 25
kompetensi. Tiga dimensi pada model sebelumnya yaitu; kesadaran diri (self
awareness), pengaturan diri (self regulation), dan motivasi dikatakan sebagai
kompetensi diri yang artinya kemampuan untuk mengetahui dan mengatur emosi
diri sendiri. Dua dimensi model sebelumnya yaitu; empati dan membina
hubungan (social skill) dikatakan sebagai kompetensi sosial yang artinya
kemampuan untuk mengetahui dan mengatur emosi orang lain.
Salovey (Goleman, 2009: 57-59) menempatkan kecerdasan pribadi Gardner
dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan
memperluas kemampuan ini menjadi lima wilayah. Kelima wilayah atau aspek-
aspek yang terkandung dalam kecerdasan emosional tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Kesadaran Diri
Kemampuan mengenali emosi diri adalah suatu kemampuan dimana orang
dapat mengenali emosinya sendiri pada saat emosi itu terjadi dan juga mampu
menyebutkan nama emosi tersebut.
Orang yang dapat mengenali emosinya, dapat berpikir jernih dan dapat
mengambil keputusan yang tepat yang tepat dan baik bagi dirinya.
kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosi, para ahli psikologi
menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang

16
aka emosinya sendiri. Menurut Mayer (Goleman, 2002:64) kesadaran diri
adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati,
bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi
dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin
penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk
mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
Menurut Goleman (2009:403-404) orang yang memiliki kesadaran diri
emosional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul
2) Mengenali perbedaan perasaan dan tindakan
2. Kesadaran Sosial
Kesadaran sosial atau Emphaty merupakan kemampuan merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif orang lain dan
menumbuhkan hubungan saling percaya, serta mampu menyelaraskan diri
dengan berbagi tipe hubungan.
3. Pengaturan Diri
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai
keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosinya tetap terkendali
merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang
meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita
(Goleman, 2009:77-78). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk
menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau
ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan
untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.
Menurut Goleman (2009:404-405) orang yang memiliki kemampuan
mengelola emosi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Toleransi yang tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan amarah
2) Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan diruangan
kelas
3) Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat
17
4) berkurangnya tindakan egresif atau merusak diri sendiri
5) Mempunyai perasaan positif tentang dirinya sendiri
4. Motivasi Diri
Kemampuan memotivasi diri adalah kemampuan memberikan semangat,
dukungan pada diri sendiri untuk mengerjakan atau melakukan sesuatu yang
baik dan berguna. Orang yang mampu memotivasi dirinya kearah yang positif
akan lebih berhasil menjalani kehidupan dibandingkan dengan orang yang
menunggu orang lain untuk memperhatikan dirinya. kemampuan memotivasi
diri adalah kemampuan memberikan semangat pada diri sendiri untuk
melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat.
Menurut Goleman (2009:404) orang yang memiliki kemampuan
memotivasi diri sendiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Lebih bertanggung jawab
2) Lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan
dan menaruh perhatian
5. Membina Hubungan
Mmebina hubungan atau Relationship management adalah kemampuan
untuk menangani emosi dengan baik ketika berhubungan sosial dengan
orang lain, mampu membaca situasi dan jaringan sosial secara cermat,
berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan ini untuk
mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan,
serta bekerja sama dalam tim.
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam
keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.
Orang-orang yang hebat dan mampu dalam keterampilan membina
hubungan akan sukses dalam bidang apapun. Orang-orang yang mampu
membina hubungan akan populer dalam lingkungannya dan menjadi teman
yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman,
2002:59). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat
dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan
18
dengan orang lain. Sejauh mana kepribadian seseorang berkembang dilihat
dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.
Menurut Goleman (2009: 404-405) orang-orang yang memiliki
kepandaian atau kecakapan dalam membina hubungan memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Meningkatkan kemampuan menganalisis dan memahami hubungan
2) Lebih baik dalam menyelesaikan permasalahan
3) Lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam
hubungan
4) Lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi
5) Lebih menaruh perhatian dan tenggang rasa
6) Lebih memikirkan kepentingan sosial dalam kelompok
7) Suka bekerja sama dan suka menolong
(Jerahu, Irenius. 2014).

C. Faktor-Faktor Kecerdasan Emosi


Kecerdasan atau kompetensi seseorang dipengaruhi oleh dua faktor utama
yaitu faktor internal yaitu faktor pembawaan yang bersifat genetik dan faktor
eksternal yaitu faktor yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan
seseorang secara akumulatif sejak kecil seperti pendidikan dan pengalaman
yang dimiliki seseorang.
Faktor genetik mempengaruhi seseorang menggunakan pemikiran
intelektual dan emosinya. Pengendalian emosi dengan kecerdasan emosional
(emotional intelligence) dapat mempengaruhi keseimbangan antara
penggunaan pusat emosi (amygdala) dan penggunaan pemikiran intelektual
(prefrontal neocortex). Dengan mengendalikan emosi, seseorang dapat
mengatur kapan dia harus lebih banyak menggunakan pemikiran intelektual
yang bersifat kognitif dan kapan dia dapat menggunakan emosi (Hutapea &
Thoha, 2008: xvi).
Menurut Goleman (2003: 268), sekolah pertama untuk mempelajari emosi
adalah kehidupan keluarga. Semua interaksi sekecil apapun antara orang tua
19
dan anak mempunyai nilai emosional, dan dalam pengulangan pesan selama
bertahun-tahun pada anak akan membentuk pandangan hidup serta
kemampuan emosionalnya. Anak adalah murid yang pintar, mereka sangat
peka terhadap transmisi emosi yang paling halus sekalipun dalam kehidupan
keluarga. Pembelajaran emosi yang diterima anak bukan hanya melalui hal-hal
yang diucapkan atau dilakukan orang tua secara langsung, melainkan juga
contoh-contoh yang diberikan orang tua sewaktu menangani perasaannya
sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi proses perkembangan emosional
adalah sekolah dan masyarakat. Dalam lingkungan tersebut seseorang belajar
bagaimana merasakan perasaan diri sendiri dan bagaimana orang lain
menanggapi perasaan tersebut, bagaimana berpikir tentang perasaan-perasaan
itu dan pilihan-pilihan apa yang dimiliki untuk bereaksi, serta bagaimana
membaca dan mengungkapkan harapan dan rasa takut.
Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak
dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan teman-teman sebaya, maka untuk
menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang
lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan
emosional.
Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja
mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu
mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri
dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu
mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada
sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif.
Menurut Daradjat (dalam Kasdin, 1999: 11), kemampuan mengendalikan
emosi merupakan kebutuhan yang harus dimiliki oleh remaja. Dengan
kemampuan inilah remaja akan mempunyai sikap yang lebih stabil.
Banyak bukti memperlihatkan bahwa individu yang cakap secara
emosional mampu mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri
dengan baik, serta mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain
secara efektif. Individu dengan keterampilan emosional yangberkembang baik
20
berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam pelajaran, menguasai
kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Sebaliknya siswa
yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya
akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk
berkonsentrasi pada pelajaran ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih,
sehingga bagaimana siswa diharapkan berprestasi kalau mereka masih
kesulitan mengatur emosi mereka (Goleman, 2003: 48).
Adapun faktor lain kecerdasan emosi tidak ditentukan sejak lahir tetapi
dapat dilakukan melalui proses pembelajaran. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi individu menurut Goleman (2009:267-282),
yaitu:
1. Lingkungan Keluarga
Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari
emosi. Peran serta orangtua sangat dibutuhkan karena orangtua adalah
subyek pertama yang perilakunya diidentifikasi, diinternalisasi yang pada
akhirnya akan menjadi bagiandan kepribadian anak. Kecerdasan emosi ini
dapat diajarkan pada saat anak masih bayi dengan contoh-contoh ekspresi.
Kehidupan emosi yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak
kelak di kemudian hari, sebagai contoh: melatih kebiasaan hidup disiplin dan
bertanggung jawab, kemampuan berempati, kepedulian, dan sebagainya. Hal
ini akan menjadikan anak menjadi lebih mudah untuk menangani dan
menenangkan diri dalam menghadapi permasalahan, sehingga anak-anak
dapat berkonsentrasi dengan baik dan tidak memiliki banyak masalah
tingkah laku seperti tingkah laku kasar dan negatif.
2. Lingkungan non keluarga
Dalam hal ini adalah lingkungan masyarakat dan lingkungan penduduk.
Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan
mental anak. Pembelajaran ini biasanya ditunjukan dalam aktivitas bermain
anak seperti bermain peran. Anak berperan sebagai individu di luar dirinya
dengan emosi yang menyertainya sehingga anak akan mulai belajar mengerti
keadaan orang lain. Pengembangan kecerdasan emosi dapat ditingkatkan
21
melalui berbagai macam bentuk pelatihan diantaranya adalah pelatihan
asertivitas, empati dan masih banyak lagi bentuk pelatihan yang lainnya.
D. Perbedaan Kecerdasan Emosi Antara Siswa Laki-Laki dan Perempuan
Beberapa penelitian menemukan bahwa wanita lebih menyadari emosi
mereka, menunjukan empati dan lebih baik dalam hubungan interpersonal
dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian yang dilakukan oleh King (1999),
Sutarso (1999), Wing dan Love (2001) dan Singh (2002) (dalam Sarhad,
2009) juga menunjukan bahwa wanita memiliki kecerdasan emosi yang lebih
tinggi dari pada laki-laki. Goleman juga (1995) mengatakan wanita lebih
beruntung padaemosi daripada lingkungan sosial yang lebih menekankan
kepada laki-laki (Jerahu, 2014).
E. Pengembangan Layanan Bimbingan dan Konseling untuk
Meningkatkan Kecerdasan Emosi
Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua bagi remaja. Untuk itu,
dalam pelayanan sekolah hendaknya memperhatikan tugas perkembangan
remaja. Hal ini karena memperhatikan tugas-tugas perkembangan remaja.
Sekolah dapat mengoptimalkan semua aspek perkembangan siswanya.
Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa dunia pendidikan saat ini
dipandang sebagai salah satu faktor utama penentu keberhasilan dari setiap
individu baik secara akademik, pribadi, sosial maupun karir. Idealnya,
individiu mampu mengarahkan dan mengatur dirinya sendiri untuk terlibat
dalam proses pembelajaran yang terjadi. Pembelajaran mandiri akan terjadi
ketika individu secara sistematis mampu mengarahkan perilaku dan kognisi
mereka terhadap pengendalian proses pembelajaran, pencapaian tujuan
pembelajaran dan hal ini disebut dengan determinasi diri. Upaya dalam
meningkatkan kecerdasan emosi telah banyak dikaji pada berbagai bidang
pendidikan salah satunya layanan yang terdapat dalam bimbingan dan
konseling yaitu bimbingan kelompok.
Penelitian ini merujuk pada konsep kecerdasan emosi yang dikemukakan
oleh Salovey. Kecerdasan emosi dapat berlangsung efektif apabila siswa
dapat mencapai setiap aspek yang terkandung dalam kecerdasan emosional
22
yaitu mengenali emosi sendiri, mengelola emosi, memotivasi emosi,
mengenali emosi orang lain, membina hubungan dengan orang lain. Pada
penelitian ini siswa diharapkan mampu memiliki tingkat pencapaian pada
setiap aspek dikarenakan setiap aspek saling berkesinambungan dalam
pencapaian perkembangan siswa.
Melalui bimbingan kemlompok setiap anggota akan diberikan informasi
berkenaan dengan emosi untuk kemudian dibicarakan bersama-sama anggota
lainnya untuk mencari solusi yang tepat. Melalui dinamika kelompok sebagai
media dalam kegiatan bimbingan kelompok diharapkan setiap anggota dapat
menyumbangkan pendapat, gagasan dan masukan serta pengalamannya secara
terbuka mengenai bagaimana seharusnya bersikap ketika emosi tertentu
muncul, mngelola dan memanfaatkan emosi secara efektif.
Pada bimbingan kelompok terdapat permainan kelompok yang merasa
anggota kelompok merasa senang, penuh keakraban, dapat memahami topik
dan menerapkan semua materi kedalam setiap layanan yang hampir semua
materi di tiap pertemuan terdapat permainan tentang peningkatan kecerdasan
emosi. Hal ini sejalan dengan pendapat Goleman (1995:253) bahwa
kecerdasan emosi seseorang akan lebih cepat terangsang apabila di stimulus
dengan layanan yang berupa permainan-permainan kelompok.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk
mencegah berbagai masalah siswa maka setiap individu harus mampu melatih
kecerdasan emosi dengan baik. Sehingga layanan bimbingan kelompok dirasa
efektif untuk digunakan karena mampu menjangkau beberapa orang sekaligus
secara cepat dan tepat.
F. Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Riris (2009) di SMP Negeri 1 Pakis
mengenai hubungan kecerdasan emosional terhadap perilaku cyber
bullying bahwa 130 siswa dari 246 siswa terbukti memiliki cyber bullying
pada kategori tinggi karena semakin tinggi cyber bullying maka semakin
rendah kecerdasan emosi yang rendah. Berdasarkan penelitian tersebut,
menunjukan masih ada sebagian remaja yang mengekspresikan
23
kemarahannya ke seorang temannya dengan berkata-kata kotor, memukul
teman, membagikan kemarahannya di sosial media, menceritakan
kesenangannya dengan heboh kepada orang lain tanpa memikirkan
lingkungan sekitar. (Hardanti, Resa. 2020).
2. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan pada
golongan umur yang sama memiliki kecerdasan emosi yang berbeda.
Remaja perempuan umumnya lebih memiliki ekspresi emosional daripada
laki-laki, dimana ekspresi emosi ini menggambarkan kecerdasan emosi
dan kemampuan melakukan hubungan interpersonal yang baik dengan
orang lain. (Sanchez-Nunez, Fernandez-Berrocal, Montanes & Latorre,
2015). Meskipin penelitian lainnya menjelaskan bahwa tingkat
kecerdasan emosi laki-laki dan perempuan berbeda, namun perbedaan
tersebut tidaklah signifikan (Chong, Lee, Roslan, 2015). (Yunalia &
Etika. 2020).
3. Penelitian yang dilakuka oleh Helma (2001 : 111) menerangkan bahwa
terdapat perbedaan skor skala kecerdasan emosi berdasarkan prestasi
belajar. Ternyata bahwa siswa yang berprestasi tinggi memiliki skor skala
kecerdasan emosi yang tinggi dibandingkan dengan siswa dengan prestasi
rendah. Temuan ini membuktikan teori yang dikemukakan oleh Goleman
dan Shapiro yang menyatakan bahwa siswa yang memiliki kecerdasan
emosi yang tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang tinggi atau
dengan kata lain dapat dikatakan siswa yang tinggi kecerdasan emosinya
secara akademik lebih berhasil dibandingkan dengan siswa lain yang
memiliki IQ sama tetapi memiliki kecerdasan emosi yang rendah.
(Haryani, Dian. 2014).

24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini merupakan untuk memperoleh gambaran
kemampuan berpikir positif pada siswa. Oleh karena itu penelitian yang
digunakan peneliti merupakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif.
Menurut Sugiyono (2013 : 14) penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai :
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada
umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistic dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan. Dalam penelitian kuantitatif, penyidik
mengidentifikasi masalah penelitian berdasarkan tren di lapangan atau pada
kebutuhan untuk menjelaskan mengapa sesuatu terjadi (Creswel, 2002 : 13).
Desain penelitian menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif
menurut priyono ( 2008 :37) suatu bentuk gagasan dasar. ditunjukan untuk
mendeskripsikan gambaran-gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala
atau fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian
deskriptif digunakan untuk menyelidiki keadaan, kondisi dan gambaran dan
lainya yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian.

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2017:80).
Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII di SMP Negeri
2 Singaparna yang berjumlah 181 siswa.

25
Tabel 3.1
Populasi Penelitian

No. SMPN 2 SINGAPARNA Kelas VIII


1. VIII A 31 Siswa
2. VIII B 31 Siswa
3. VIII C 31Siswa
4. VIII D 30 Siswa
5. VIII E 29 Siswa
6. VIII F 29 Siswa
Total 181 Siswa

3. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan
dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi itu (Sugiono, 2017:81).

Sampel yang diambil penelitian ini menggunakan Sampling Jenuh


(Sugiyono, 2015:124). Sampling Jenuh teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel. Alasan digunakannya teknik
Sampling Jenuh dikarenakan untuk mendapatkan gambaran umum tentang
Kecerdasan Emosi siswa SMP Negeri 2 Singaparna.

C. Lokasi Penelitian
Dalam sebuah penelitian memerlukan sebuah lokasi atau tempat
penelitian. Lokasi penelitian yaitu di SMP Negeri 2 Singaparna yang bertempat di
Jl. Raya Pemda, Sukamulya, Kec. Singaparna, Tasikmalaya.

26
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
angket (kuesioner) untuk mengungkap kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2
Singaparna. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan dan pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawab. Dalam penelitian ini, metode yang
digunakan adalah kuesioner tertutup dengan item-item kuesioner disusun
berdasarkan dimensi kecerdasan emosi.
2. Definisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kecerdasan Emosi.
Kecerdasan emosi merupakan sisi lain kecenderungan kognitif yang berperan
dalam aktifitas manusia, yang meliputi aspek-aspek diantaranya kesadaran
diri, kesadaran sosial, pengaturan diri, dan manajemen hubungan. Kecerdasan
emosi lebih ditunjukan kepada upaya mengendalikan, memahami dan
mewujudkan emosi agar terkendali dan dapat dimanfaatkan untuk
memecahkan masalah kehidupan manusia.
Menurut W.T Grant Consortium (dalam Goleman 1995) kecerdasan emosi
meliputi mengidentifikasi dan memberi nama-nama perasaan, mengungkapkan
perasaan, menilai intensitas perasaan, mengelola perasaan, menunda
pemuasan, mengendalikan dorongan hati, mengurangi stress, dan mengetahui
antara perasaan dan tindakan. (Nasril & Ulfatmi, 2018).
Menurut Cooper dan Sawaf (dalam Fatimah 2006:115) mengatakan bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara
selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan
pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut untuk belajar
mengakui, menghargai perasaan pada diri sendiri dan orang lain serta
menganggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam
kehidupan sehari-hari. (Shokiyah, 2015).
Howes dan Herald, 1999 (dalam Fatimah, 2006:115) mengatakan pada
intinya kecerdasan emosi merupakan komponen yang membuat seseorang
27
menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi
manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi,
dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosi
menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri
sendiri dan orang lain.
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan bahwa kecerdasan emosi
adalah kemampuan untuk mengenali, mengolah, dan mengontrol emosi agar
seseorang mampu merespon secara positif kondisi yang meliputi aspek-aspek
diantaranya yang pertama yaitu kesadaran diri, kesadaran sosial, manajemen
diri dan manajemen hubungan.
Aspek-aspek kecerdasan emosi diantaranya:
1. Self Awareness (kesadaran diri)
Kemampuan untuk memahami emosi diri sendiri, sadar akan kelebihan
dan kekurangan, keterbatasan, nilai, dan memiliki kepercayaan diri yang kuat.
2. Social Awareness (sesadaran sosial)
Kemampuan untuk berempati dan memiliki kesadaran berorganisasi
seiring dengan kesadaran bahwa suasana hati dan tindakan seseorang dapat
memengaruhi orang lain baik secara positif maupun negatif.
3. Self Management (manajemen diri)
Kemampuan seseorang alam mengendalikan emosinya sendiri sehingga
berdampak positif, memiliki kepekaan, serta akan berusaha sampai
tercapainya suatu sasaran.
4. Relationship Management (manajemen hubungan)
Kemampuan untuk menangani emosi dengan baik ketika berhubungan
sosial engan orang lain, mampu membaca situasi dan jaringan sosial dengan
cermat, berinteraksi dengan baik, menunjukan keterampilannya untuk
mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan masalah serta
bekerja sama.

28
3. Penyusunan Kisi-Kisi Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa angket yang
mengungkap gambaran kecerdasan emosi siswa-siswi SMPN 2 Singaparna
Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini berdasarkan pada teori Daniel Goleman yang
terdiri dari 5 aspek yaitu self awareness, social awareness, self management,
self motivation, dan relationship management.. kisi-kisi ini dibuat
dimaksudkan sebagai acuan dalam penyusunan instrument agar tetap sesuai
dengan tujuan dari penelitian.

Berikut ini adalah konstruk kisi-kisi serta aspek-aspek yang menyertainya:

Tabel 3.2
Kisi-Kisi Instrumen KecerdasanEmosi

ASPEK INDIKATOR NO ITEM

Self Awareness 1. Menyadari apa yang dirasakan 1,2,3,4


(kesadaran diri) oleh dirinya sendiri

2. Memiliki kepercayaan diri yang 5,6,7,8


tinggi

Social Awareness 1. Dapat memahami perasaan 9,10,11,12


(kesadaran sosial) orang lain (empati)

2. Mempunyai kemauan untuk 13,14,15


mengembangkan orang lain

29
Self Management 1. Dapat menangani emosinya agar 16,17,18,19
(kontrol diri) tetap terkendali

2. Dapat menyesuaikan diri dalam 20,21,22,23


situasi yang berubah-ubah

Self Motivation 1. Optimis dalam meraih tujuan 24,25,26,27


(motivasi diri)

2. Semangat dalam melakukan 28,29,30


sesuatu

Relationship 1. Dapat menangani emosi dengan 31,32,33,34


Management baik ketika berhubungan sosial
(manajemen hubungan) dengan orang lain

2. Menciptakan sinergi untuk 35,36,37


meraih tujuan kelompok

Tabel 3.3
Instrument Kecerdasan Emosi

Aspek Indikator Pernyataan (+) (-) No Soal

Kesadaran Diri 1. Menyadari apa 1. Saya mengerti dengan jelas (+)


(Self Awareness) yang dirasakan setiap perasaan yang muncul
oleh dirinya dalam diri
Siswa mengetahui sendiri 2. Saya mengetahui kelebihan (+)
apa yang dirasakan dan kekurangan saya +
dalam dirinya dan 3. Saya sulit menahan amarah + (-)
menggunakannya jika dijaili oleh teman
untuk mengambil 4. Saya mudah tersinggung (-)
keputusan diri
sendiri

30
2. Mempunyai 1. Saya berani menyampaikan (+)
kepercayaan pendapat dengan percaya diri
diri yang 2. Saya berani mengkritik teman (+)
tinggi dengan cara yang baik dan
sopan ketika melakukan
kesalahan (-)
3. Saya sulit mengungkapkan
perasaan yang dirasakan (-)
4. Saya ragu membuat
keputusan sendiri

Kesadaran Sosial 1. Dapat 1. Saya merasa prihatin dengan (+)


(Social Awareness) memahami musibah yang menimpa
perasaan orang teman
Siswa sadar akan lain 2. Saya berusaha membantu
(+)
perasaan, teman ketika membutuhkan
kebutuhan, dan pertolongan
urusan orang lain. 3. Saya akan bersikap cuek jika (-)
teman menghadapi masalah
4. Saya tidak ingin mencampuri (-)
urusan orang lain
2. Mempunyai 1. Saya memberi dukungan (+)
kemauan untuk kepada teman yang kurang
mengembangk semangat dalam belajar
an orang lain 2. Saya akan membantu teman (+)
ketika kesulitan memahami
materi pelajaran
3. Saya tidak memberikan (-)
contoh yang baik kepada
teman-teman

31
Pengaturan Diri 1. Dapat 1. Saya tidak mudah terpancing (+)
(Self Management) menangani emosi
emosinya agar 2. Saya berusaha tenang jika (+)
Siswa bisa tetap mengalami kesulitan
mengendalikan dan terkendali 3. Saya sulit mengendalikan (-)
menangani diri ketika sedang emosi
emosinya sendiri 4. Saya terburu-buru dalam (-)
sedemikian rupa mengambil suatu keputusan
sehingga berdampak
positif

2. Dapat 1. Saya dapat menyesuaikan (+)


menyesuaikan diri dengan lingkungan baru
diri dalam 2. Saya mudah akrab dengan (+)
situasi yang siapa saja
berubah-ubah 3. Saya tidak begitu banyak (-)
bersosialisasi
4. Saya tidak dapat mengawali (-)
pembicaraan dengan orang
baru

Motivasi Diri 1. Mempunyai 1. Saya berfikir positif dan (+)


(Self motivation) rasa optimis selalu melihat sisi baik dari
dalam meraih setiap permasalahan
Kemampuan tujuan 2. Saya berusaha belajar lebih (+)
memotivasi diri giat untuk memahami
yang dimiliki pelajaran yang belum
seseorang yang dimengerti
cenderung memiliki 3. Saya menyerah apabila ada (-)
pandangan positif materi pelajaran yang sulit
dalam menilai dimengert
segala sesuatu yang 4. Saya ragu dengan (-)
terjadi dalam kemampuan yang saya miliki
dirinya.

32
2. Semangat 1. Saya semangat dalam belajar (+)
dalam dan melakukan kegiatan-
melakukan kegiatan di sekolah (+)
sesuatu 2. Saya menyukai aktivitas atau
hal-hal baru
3. Saya tidak tertarik mengikuti (-)
ekstrakulikuler di sekolah

Manajemen 1. Dapat 1. Saya dapat mengatur emosi (+)


Hubungan menangani ketika berada dihadapan
(Relationship emosi dengan banyak orang
Management) baik ketika 2. Saya mencari jalan keluar (+)
berhubungan sendiri sebelum meminta
Siswa bisa sosial dengan bantuan orang lain
menangani emosi orang lain 3. Saya banyak dipengaruhi (-)
dengan baik ketika teman dalam mengambil
berhubungan sosial keputusan
dengan orang lain 4. Saya mudah melampiaskan (-)
amarah kepada siapa saja
ketika sedang emosi
2. Dapat 1. Saya suka belajar secara (+)
menciptakan berkelompok
sinergi untuk 2. Saya senang jika bertukar (+)
meraih tujuan cerita dengan teman-teman
kelompok 3. Saya tidak banyak (-)
berinteraksi ketika berada
didalam kelas

3. Pedoman Skoring
Model skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala Likert. Skala
Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial

33
ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut
sebagai variabel penelitian.
Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak
untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau
pertanyaan. (Sugiyono, 2015).
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert
mempunyai gradasi dari yang sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat
berupa kata-kata antara lain:

Tabel 3.4 Pedoman Skor Kuesioner


Kategori Nilai
Sangat Sesuai 5
Sesuai 4
Netral 3
Tidak Sesuai 2
Sangat Tidak Sesuai 1

Dengan jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala likert


mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, berupa Sangat
Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat
Tidak Sesuai (STS).
Setiap jenis jawaban memiliki skor yang berbeda untuk penyataan
positif (Favorable) dan Negatif (Unfavorbale). Berikut ini kriteria skor antara
lain:

34
Tabel 3.5
Kriteria Pemberian Skor Alternatif Jawaban
Kecerdasan Emosi
Alternatif Jawaban
SS S N TS STS
(Sangat (Sesuai) (Netral) (Tidak (Sangat Tidak
Sesuai) Sesuai) Sesuai)
Favorable (+) 5 4 3 2 1
Unfavorable (-) 1 2 3 4 5

4. Uji Keterbacaan
Sebelum instrument diuji secara empiris, terlebih dahulu diuji keterbacaan
kepada sepuluh orang siswa. Uji keterbacaan dilakukan agar seberapa sesuai
bahasa yang digunakan dengan pemahaman membaca siswa SMP dan setelah di
uji kan ternyata intrumen sudah sesuai dengan pemahaman siswa.

5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen


1. Uji Validitas
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2015:173).
Validasi menurut (Creswell, 2012) merupakan tingkat penafsiran dan
kesesuaian hasil instrument dengan tujuan yang diinginkan suatu instrumen.
Instrumen yang sudah dibuat sebelum nya akan diuji validasi terlebih dahulu
karena selain sangat penting, uji validasi juga menunjukan kualitas riset secara
mendasar. Pengujian validitas butir item menggunakan software Spps Versi 16
serta microssoft Excel 2010 agar memudahkan peneliti dalam pengujian
ataupun menggunakan rumus korelasi pearson product-moment dengan skor
mentah. Pengujian yang dilakukan dengan mengkorelasikan skor butir dengan
skor total dengan rumus sebagai berikut:

35
r =

Keterangan :

r : Koefisien korelasi yang dicari


x : jumlah skor butir
y : Jumlah skor total
xy : Jumlah perkalian antara skor x dan skor y

x : Jumlah skor x yang dikuadratkan

y : Jumlah skor y yang dikuadratkan

Selanjutnya dengan mencari thitung dengan menggunakan rumus t sebagai berikut.

Dengan keterangan:
t = harga thitung untuk tingkat signifikansi
r = koefisien korelasi
n = banyaknya subjek

Setelah diperoleh nilai thitung, maka langkah selanjutnya adalah


membandingkan dengan ttabel untuk mengetahui tingkat signifikasinya dengan
ketentuan thitung > ttabel. Pendekatan uji signifikan dilakukan untuk menentukan
valid tidaknya suatu butir pernyataan dengan rumus jika thitung lebih besar daripada
ttabel, maka pernyataan tersebut dinyatakan valid. Dan sebaliknya, jika t hitung lebih
kecil daripada ttabel, maka pernyataan tersebut dinyatakan tidak valid.
Hasil perhitungan validitas Software Spss Versi 16, maka terdapat 2 item butir
penyataan yang tidak valid dan 35 item valid. Maka di peroleh gambaran item
yang valid dan tidak valid dibawah ini :

36
Tabel 3.6
Jenis Signifikasi No Item Jumlah
Pernyataan
Positif Valid 1,5,6,9,10,13,16,17,20,21,24,25,28,29,31,32,35,36 18
Negatif Valid 3,4,7,8,11,12,15,18,19,22,23,26,27,30,33,34,37 17
Tidak Valid 2,14 2
Jumlah Item 37

2. Uji Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2016: 121) instrument yang reliable merupakan


instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang
sama akan menghasilkan data yang sama. Maka reliabilitas menunjuk pada
suatu pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik.
Rumus yang digunakan dalam uji reliabilitas adalah rumus Cronbach
alpha. Instrumen dinyatakan reliable apabila nilai Cronbach alpha ≥ r table,
dan apabila nilai Cronbach alpha ≤ r table maka dinyatakan tidak reliable.
Rumus Cronbach alpha dapat disuraikan sebagai berikut:

Keterangan :
r11 = Koefisien reliabilitas alpha
k = Jumlah butir soal
Si = Varians butir soal
St = Varians total

37
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan Software SPSS Versi 16
dengan uji keterandalan teknik Cronbach’s Alpha. Adapun ringkasan hasil uji
realibilitas terjadi dalam table berikut :

Tabel 3.7
Hasil SPSS Versi 16
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.735 35

Berdasarkan uji reliabilitas terhadap instrumen kecerdasan emosi dengan


menggunakan bantuan Software SPSS v.16 menunjukan reliabilitas sebesar
0,735. Berdasarkan kriteria koefisien reliabiitas, maka instrument dapat
diketahui bahwa variabel kecerdasan emosi diperoleh nilai reablilitas sebesar
0,735 yang berarti instrumen variabel ini memiliki tingkat reabilitas yang
sangat tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa instrument untuk variabel
dinyatakan reliable untuk digunakan dalam penelitian ini.

6. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu diarahkan
untuk menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan Sugiyono (Isma,
2019). Proses analisis data dilakukan menggunakan analisis statistik yaitu
deskriptif kuantitatif dengan menjabarkan hasil dari mencari ukuran gejala
pusat diantaranya mean, median, modus dan standar deviasi. Melalui proses
tersebut akan memberikan bobot skor pada setiap item dari pernyatan
instrumen penelitian yang dapat menggambarkan kecerdasan emosi pada siswa
SMP Negeri 2 Singaparna.
Pada penelitian dirumuskan tiga pertanyaan penelitian. Secara berurutan,
masing-masing pertanyaan penelitian dijawab dengan cara sebagai berikut:

38
1. Pertanyaan penelitian mengenai dijawab dengan menggunakan
persentase dari jawaban siswa mengenai Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
2. Kecerdasan Emosi yang dilakukan melalui patokan skor ideal dan
menghasilkan tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Perhitungan kategorisasi tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

39
a. Menentukan Skor Maksimal Ideal (SMI) yang diperoleh dengan
rumus:
Skor maksimal ideal = Jumlah Item x Bobot Maksimal
b. Menenukan Skor Minimal Ideal (SMI) yang di peroleh dengan
rumus:
Skor minimal ideal = Jumlah Item x Bobot Minimal
c. Menentukan rata-rata / Mean Ideal yang diperoleh dengan
rumus:
Skor Maksimal Ideal + Skor Minimal Ideal /2
d. Menentukan Standar Deviasi Ideal yang di peroleh dengan
menggunakan rumus :
Skor Maksimal Ideal - Skor Minimal Ideal/ 6

Tabel 3.8
Rumus Kategorisasi
Kategori Kategori
Tinggi X > Mean Ideal + SD Ideal
Sedang Mean Ideal – SD ideal ≤ X ≤ Mean ideal+ SD ideal
Rendah X ≤ Mean Ideal – SD Ideal

(Arikunto, 2019)

Table 3.9
Skor Kategori

Skor Kategori Frekuensi Persentase


129-185 Tinggi 44 24%
83-128 Sedang 137 76%
35-82 Rendah 0  0%
Total 181 100%

40
Kemudian dari data kuantitatif yang tinggi, sedang dan rendah maka dapat
ditambahkan dengan persentase terhadap kategori. Rumus persentase sebagai
berikut :

F
P= X 100
N

Ket :
P = Presentase
F = Frekuensi dari setiap jawaban angket
N = Jumlah skor ideal

41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Kecerdasan Emosi Siswa SMP 2 Singaparna

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 2 Singaparna


dengan menggunakan kategorisasi tinggi, sedang dan rendah yang secara
umum dapat dilihat gambaran kecerdsan emosi pada tabel berikut:
Table 4.1
Gambaran Umum Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
129-185 Tinggi 44 24%
83-128 Sedang 137 76%
35-82 Rendah 0 0%
Total 181 100%

Berdasarkan table 4.1 kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2 Singaparna


menunjukan tiga kategori berbeda. Pertama, kecerdasan emosi siswa dalam
kategori tinggi mendapatkan skor sebesar 24% dengan frekuensi sebanyak 44
orang. Hal ini menunjukan bahwa siswa memiliki kecerdasan emosi yang
tinggi. Selanjutnya kecerdasan emosi siswa dalam kategori sedang memiliki
skor 76% dengan frekuensi 137 orang. Hal ini menunjukan bahwa siswa
memiliki kecerdasan emosi yang sedang (cukup), dan kecerdasan emosi siswa
pada kategori rendah memiliki skor 0% dengan frekuensi 0.

Tabel 4.2
Gambaran Umum Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna

42
a. Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi
1. Kesadaran Diri (Self Awareness)

Table 4.3
Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
27-35 Tinggi 12 7%
17-26 Sedang 154 85%
7-16 Rendah 15 8%
Total 181 100%

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui data yang ada terkait aspek-aspek


kecerdasan emosi sisa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan tiga kategori
berbeda. Aspek pertama yaitu aspek Kesadaran Diri (self awareness). Kesadaran
Diri pada kategori tinggi dengan skor sebesar 7% dengan frekuensi sebanyak 12
orang. Hal ini menunjukan bahwa siswa mempunyai kesadaran diri yang tinggi
akan perasaan yang dirasakan oleh dirinya sendiri dalam mengenali emosinya.
Selanjutnya siswa dengan kategori kecerdasan emosi sedang memiliki skor 85%
dengan frekuensi 154 orang. Hal ini menunjukan bahwa siswa mempunyai
kesadaran diri yang sedang atau cukup akan perasaan yang dirasakan oleh dirinya
sendiri dalam mengenali emosinya. Dan siswa yang berada pada kategori rendah
memiliki skor 0% dengan frekuensi 0.
2. Kesadaran Sosial (Social Awareness)

Table 4.4
Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
23-30 Tinggi 125 69%
15-22 Sedang 56 31%
6-14 Rendah 0 0%
Total 181 100%

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui data yang ada terkait aspek-aspek


kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan tiga kategori
berbeda. Aspek kedua yaitu aspek Kesadaran Sosial (Social Awareness).
43
Kesadaran sosial pada kategori tinggi dengan skor sebasar 69% dengan frekuensi
125 orang. Hal ini menunjukan bahwa siswa mempunyai kesadaran sosial yang
tinggi karena dapat menyadari atau peka terhadap sosial atau memahami perasaan
orang lain. Selanjutnya siswa dengan kategori kecerdasan emosi sedang memiliki
skor 31% dengan frekuensi 56 orang. Hal ini menunjukan siswa mempunyai
kesadaran sosial sedang atau cukup peka terhadap sosial atau memahami perasaan
orang lain. Dan siswa dengan kategori kecerdasan emosi rendah memiliki skor 0%
dengan frekuensi 0.
3. Kontrol Diri (Self Management)

Tabel 4.5
Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
30-40 Tinggi 25 14%
20-29 Sedang 149 82%
8-19 Rendah 7 4%
Total 181 100%

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui data yang ada aspek-aspek terkait


kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan kategori yang
berbeda. Aspek ketiga yaitu Kontrol Diri (Self Management). Kontrol Diri pada
kategori tinggi dengan skor 14% dengan frekuensi 25 orang. Hal ini menunjukan
bahwa siswa mempunyai kontrol diri yang tinggi dalam mengontrol atau
menangani emosinya agar tetap terkendali. Selanjutnya kontrol diri pada kategori
sedang memiliki skor 82% dengan frekuensi 149 orang. Hal ini menunjukan
bahwa siswa mempunyai kontrol diri yang sedang atau cukup sehingga dapat
mengontrol atau menangani emosinya agar tetap terkendali. Dan kontrol diri yang
berada pada kategori rendah memiliki skor 4% dengan frekuensi 7 orang. Hal ini
menunjukan bahwa siswa mempunyai kontrol diri yang rendah karena belum
dapat mengontrol atau menangani emosinya agar tetap terkendali.

4. Motivasi Diri (Self Motivation)

44
Tabel 4.6
Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
27-35 Tinggi 56 31%
17-26 Sedang 123 68%
7-16 Rendah 2 1%
Total 181 100%

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui data yang ada terkait aspek-aspek


kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan tiga kategori yang
berbeda. Aspek keempat, Motivasi Diri (Self Motivation). Motivasi Diri pada
kategori tinggi dengan skor sebesar 31% dengan frekuensi 56 orang. Hal ini
menunjukan bahwa siswa memiliki rasa optimis yang tinggi dalam mencapai
suatu tujuan. Selanjutnya motivasi diri pada kategori sedang memiliki skor 68%
dengan frekuensi 123 orang. Hal ini menunjukan bahwa siswa mempunyai rasa
optimis yang sedang atau cukup dalam mencapai suatu tujuan. Dan motivasi diri
pada kategori rendah memiliki skor 1% dengan frekuensi 2 orang. Hal ini
menunjukan bahwa siswa mempunyai rasa optimis yang rendah dalam mencapai
suatu tujuan.
5. Membina Hubungan (Relationship Management)

Tabel 4.7
Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
27-35 Tinggi 52 29%
17-26 Sedang 129 71%
7-16 Rendah 0 0%
Total 181 100%

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui data yang ada terkait aspek-aspek


kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan tiga kategori yang
berbeda. Aspek kelima yaitu Manajemen Hubungan (Relationship Management).
Manajemen hubungan pada kategori tinggi dengan skor 29% dengan frekuensi 52

45
orang. Hal ini menunjukan bahwa siswa dalam memanage hubungan bisa
dikatakan tinggi dalam menangani emosinya dengan baik ketika berhubungan
sosial dengan orang lain. Selanjutnya manajemen hubungan pada kategori sedang
memiliki skor 71% dengan frekuensi 129 orang. Hal ini menunjukan bahwa siswa
dalam memanage hubungan yang sedang atau cukup dalam menangani emosi
dengan baik ketika berhubungan sosial dengan orang lain. Dan siswa yang berada
pada kategori rendah memiliki skor 0% dengan frekuensi 0.
b. Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi
1. Menyadari apa yang dirasakan oleh dirinya sendiri

Tabel 4.8
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
12-15 Tinggi 34 19%
8-11 Sedang 116 64%
3-7 Rendah 31 17%
Total 181 100%

Penelitian pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan persentase


dilihat dari setiap indikator kecerdasan emosi. Indikator pertama yaitu menyadari
apa yang dirasakan oleh dirinya sendiri, menunjukan kategori tinggi dengan skor
sebesar 19% dengan frekuensi 34 orang. Selanjutnya siswa dengan kategori
sedang memiliki skor 64% dengan frekuensi 116 orang dan siswa berada pada
kategori rendah memiliki skor 17% dengan frekuensi 31 orang.
2. Mempunyai kepercayaan diri

Tabel 4.9
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
16-20 Tinggi 9 5%
10-15 Sedang 145 80%
4-9 Rendah 27 15%
total 181 100%

46
Penelitian pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan persentase
dilihat dari setiap indikator kecerdasan emosi. Indikator kedua yaitu mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi, menunjukan kategori tinggi dengan skor sebesar 5%
dengan frekuensi 9 orang. Selanjutnya siswa dengan kategori sedang memiliki
skor 80% dengan frekuensi 145 orang. Dan siswa berada pada kategori rendah
memiliki skor 15% dengan frekuensi 27 orang.
3. Dapat memahami perasaan orang lain (empati)

Tabel 4.10
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna

Skor Kategori Frekuensi Persentase


12-15 Tinggi 135 75%
8-11 Sedang 45 25%
3-7 Rendah 1 1%
Total 181 100%

Penelitian pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan persentase


dilihat dari setiap indikator kecerdasan emosi. Indikator ketiga yaitu dapat
memahami perasaan orang lain menunjukan kategori tinggi dengan skor sebesar
75% dengan frekuensi 135 orang. Selanjutnya siswa dengan kategori sedang
memiliki skor 25% dengan frekuensi 45 orang. Dan siswa beradapada kategori
rendah memiliki skor 1% dengan frekuensi 1 orang.
4. Mempunyai Kemauan Untuk Mengembangkan Orang Lain

Tabel 4.11
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
12-15 Tinggi 101 56%
8-11 Sedang 80 44%
3-7 Rendah 0 0%
Total 181 0%

Penelitian pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan persentase


dilihat dari setiap indikator kecerdasan emosi. Indikator keempat yaitu
47
mempunyai kemauan untuk mengembangkan orang lain menunjukan kategori
tinggi dengan skor sebesar 56% dengan frekuensi 101 orang. Selanjutnya siswa
dengan kategori sedang memiliki skor 44% dengan frekuensi 80 orang. Dan siswa
berada pada kategori rendah memiliki skor 0% dengan frekuensi 0 orang.
5. Dapat Menangani Emosinya Agar Tetap Terkendali

Tabel 4.12
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
16-20 Tinggi 26 14%
10-15 Sedang 146 81%
4-9 Rendah 9 5%
Total 181 100%

Penelitian pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan persentase


dilihat dari setiap indikator kecerdasan emosi. Indikator kelima yaitu dapat
menangani emosinya agar tetap terkendali menunjukan kategori tinggi dengan
skor sebesar 14% dengan frekuensi 26 orang. Selanjutnya siswa dengan kategori
sedang memiliki skor 81% dengan frekuensi 146 orang. Dan siswa berada pada
kategori rendah memiliki skor 5% dengan frekuensi 9 orang.
6. Dapat Menyesuaikan Diri Dalam Situasi Yang Berubah-ubah

Tabel 4.13
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
16-20 Tinggi 19 10%
10-15 Sedang 151 83%
4-9 Rendah 11 6%
Total 181 100%

Penelitian pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan persentase


dilihat dari setiap indikator kecerdasan emosi. Indikator keenam yaitu dapat
menyesuaikan diri dalam situasi yang berubah-ubah menunjukan kategori tinggi
dengan skor sebesar 10% dengan frekuensi 19 orang. Selanjutnya siswa dengan

48
kategori sedang memiliki skor 83% dengan frekuensi 151 orang. Dan siswa
berada pada kategori rendah memiliki skor 6% dengan frekuensi 11 orang.
7. Mempunyai Rasa Optimis Dalam Meraih Tujuan
Tabel 4.14
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
16-20 Tinggi 42 23%
10-15 Sedang 133 73%
4-9 Rendah 6 3%
Total 181 100%

Penelitian pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan persentase


dilihat dari setiap indikator kecerdasan emosi. Indikator ketujuh yaitu mempunyai
rasa optimis dalam meraih tujuan menunjukan kategori tinggi dengan skor sebesar
23% dengan frekuensi 42 orang. Selanjutnya siswa dengan kategori sedang
memiliki skor 73% dengan frekuensi 133 orang. Dan siswa berada pada kategori
rendah memiliki skor 3% dengan frekuensi 6 orang.
8. Semangat Dalam Melakukan Sesuatu

Tabel 4.15
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
12-15 Tinggi 58 32%
8-11 Sedang 120 66%
3-7 Rendah 3 2%
Total 181 100%

Penelitian pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan persentase


dilihat dari setiap indikator kecerdasan emosi. Indikator kedelapan yaitu semangat
dalam melakukan sesuatu menunjukan kategori tinggi dengan skor sebesar 32%
dengan frekuensi 58 orang. Selanjutnya siswa dengan kategori sedang memiliki
skor 66% dengan frekuensi 120 orang. Dan siswa berada pada kategori rendah
memiliki skor 2% dengan frekuensi 3 orang.

49
9. Dapat Menangani Emosi Dengan Baik Ketika Berhubungan Sosial
Dengan Orang Lain

Tabel 4.16
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
16-20 Tinggi 40 22%
10-15 Sedang 136 75%
4-9 Rendah 5 3%
Total 181 100%

Penelitian pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan persentase


dilihat dari setiap indikator kecerdasan emosi. Indikator kesembilan yaitu dapat
menangani emosi dengan baik ketika berhubungan sosial dengan orang lain
menunjukan kategori tinggi dengan skor sebesar 22% dengan frekuensi 40 orang.
Selanjutnya siswa dengan kategori sedang memiliki skor 75% dengan frekuensi
136 orang. Dan siswa berada pada kategori rendah memiliki skor 3% dengan
frekuensi 5 orang.
10. Dapat Menciptakan Sinergi Untuk Meraih Tujuan Kelompok

Tabel 4.17
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
12-15 Tinggi 74 41%
8-11 Sedang 100 55%
3-7 Rendah 7 4%
Total 181 100%

Penelitian pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan persentase


dilihat dari setiap indikator kecerdasan emosi. Indikator kesembilan yaitu dapat
menciptakan sinergi untuk meraih tujuan kelompok menunjukan kategori tinggi
dengan skor sebesar 41% dengan frekuensi 74 orang. Selanjutnya siswa dengan
kategori sedang memiliki skor 55% dengan frekuensi 100 orang. Dan siswa
berada pada kategori rendah memiliki skor 4% dengan frekuensi 7 orang.

50
c. Gambaran Umum Kecerdasan Emosi Siswa SMP Negeri 2
Singaparna Berdasarkan Gender

Secara umum gambaran kondisi berpikir positif pada siswa SMP 2


Singaparna kelas VIII ditinjau berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut:
Tabel 4.18
Jenis N Kategorisasi

Kelamin T F S F R F

inggi edang endah

Laki – 9 2 2 7 7 0 0

laki 4 2% 1 8% 3 %

Perem 8 1 2 35% 6 0 0

puan 7 3% 3 4 %

Berdasarkan tabel.18 menunjukkan bahwa siswa laki-laki dengan jumlah


94 orang dikategorisasikan: 22% (21 orang) siswa Laki-laki berada pada
kategori tinggi, 78% (73 orang) siswa laki-laki berada pada kategori sedang,
dan 0% (0 orang) siswa berada pada kategori rendah. Sedangkan pada siswa
Perempuan dengan jumlah 87, serta dikategorisasikan: 13% (23 orang) siswa
perempuan berada pada kategori yang tinggi, 35% (64 orang) siswa
perempuan berada pada kategori sedang dan tidak ditemukan siswa
perempuan yang berada pada persentase rendah.
Tabel 4.19
Hasil Uji Perbedaan Kecerdasan Emosi Berdasarkan Gender

51
ANOVA

Kecerdasan Emosi

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 6.836 1 6.836 .058 .810

Within Groups 21016.490 179 117.411

Total 21023.326 180

Untuk mengetahui perbandingan berpikir positif pada siswa laki-laki dan


perempuan dilakukan dengan menggunakan One-Way Anova pada aplikasi Spss
v.16, dengan ketentuan jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 maka terdapat
perbedaan antara kondisi kecerdasan emosi siswa laki-laki dan perempuan.
Sebaliknya jika nilai signifikansi (Sig.) > 0,05, maka tidak terdapat perbedaan
antara kondisi kecerdasan emosi pada siswa laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan tabel diatas didapatkan gambaran umum kecerdasan emosi
berdasarkan jenis kelamin dihitung dengan menggunakan Spss 16 dengan One-
Way Anova menunjukkan hasil Sig 0,810 > 0,05 yang artinya tidak terdapat
perbedaan yang siginfikan kondisi kecerdasan emosi pada siswa laki-laki dan
perempuan SMP Negeri 2 Singaparna.
B. Pembahasan dan Hasil Penelitian
1. Pembahasan Profil Kecerdasan Emosi Siswa SMP Negeri 2
Singaparna
a. Pembahasan Gambaran Umum Kecerdasan Emosi Siswa SMP
Negeri 2 Singaparna

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa gambaran kecerdasan


emosi siswa secara umum berada pada kategori cukup tinggi atau kategori
sedang. Hasil ini menunjukan persentase sebesar 24% (44 orang) pada
kategori tinggi. Artinya siswa pada level ini telah mencapai kecerdasan
emosi yang sedang atau cukup pada semua aspek dan indikatornya.
Selanjutnya, terdapat persentase sebesar 76% (137 orang) pada kategori
sedang. Artinya siswa pada level ini telah mencapai kecerdasan emosi

52
yang tinggi pada beberapa aspek dan indikatornya. Kemudian, terdapat
persentase sebesar 0% (0 orang) yang berada pada kategori rendah, dengan
kata lain sisa pada level ini tidak ada yang memiliki kecerdasan emosi
yang rendah pada beberapa aspek dan indikatornya.
Berdasarkan hal tersebut maka kecerdasan emosi pada siswa SMP
Negeri 2 Singaparna perlu ditingkatkan lagi agar siswa berada pada
kategori tinggi karena dilihat dari frekuensi siswa pada kategori sedang
lebih banyak dibandingkan dengan kategori yang tinggi.
Kecerdasan emosi bermanfaat bagi proses penyesuaian diri individu.
Kecerdasan emosi juga sangat berguna karena dalam penyesuaian diri,
seorang individu diharuskan untuk mampu berlaku sesuia dengan apa yang
menjadi keinginan dari lingkungan sosialnya. Jika individu tersebut dapat
memahami betul bagaimana keadaan yang ada di sekitarnya, maka secara
otomtis pasti akan mengerti perlakuan apa yang harus dilakukan
agarsesuai dengan keadaan lingkungan tersebut. Dengan memiliki
kemampuan kecerdasan emosi yang tinggi, individu akan mampu
menyesuaikan diri dan terhindar dari perilaku penyesuaian diri yang salah.
Hal ini selaras dengan pendapat Salovey (Goleman, 1996 : 58-59) hal
yang terpenting dalam menyesuaikan diri adalah kecerdasan emosi, yaitu
kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam mengenali emosi sendiri
dan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan
mengenali emosi orang lain dengan baik, serta mampu membina hubungan
dengan orang lain. Seorang individu yang matang emosinya mampu
bersikap realistik dan objektif serta memiliki keterampilan hubungan
intrapersonal dan interpersonal yang baik pula. (Tania, Hadiwinarto &
Sinthia, 2018).
b. Pembahasan Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna

Gambaran umum aspek dilihat dari pencapaian tertinggi lima aspek


Kecerdasan Emosi yaitu Kesadaran Diri (Self Awareness) dengan capaian

53
persentase sebesar 7% (12 orang). Selanjutnya aspek Kesadaran Sosial
69% (125 orang), Kontrol Diri dengan capaian 14% (25 orang), Motivasi
Diri dengan capaian 31% (56 orang), Membina Hubungan dengan capaian
29% (52 orang). Dengan demikian dari kelima aspek tersebut terlihat
aspek Kesadaran Diri memiliki frekuensi lebih tinggi dibandingkan
dengan aspek-aspek lainnya.
Berdasarkan hasil temuan, gambaran umum siswa SMP Negeri 2
Singaparna dilihat melalui aspek memiliki tingkat pencapaian yang
berbeda-beda. Berikut pembahasan gambaran umum aspek kecerdasan
emosi peserta didik SMP Negeri 2 Singaparna:
a. Kesadaran Diri

Hasil temuan penelitian meunjukan kesadaran diri memiliki


capaian 7% (12 orang) dalam kategori tinggi. Kesadaran diri
merupakan kemampuan untuk memonitor perasan dari masa ke masa
yang merupakan hal yang penting untuk pemahaman psikologis dan
pemahaman diri seseorang.
b. Kesadaran Sosial

Hasil temuan penelitian menunjukan kesadaran sosial memiliki


capaian sebesar 69% (125 orang) dalam kategori tinggi. Kesadaran
sosial atau emphaty skills merupakan kemampuan lain yang
membangun kesadaran diri. Hal ini merupakan keterampilan individu
yang mendasar. Individu yang empatik lebih dapat menyesuaikan diri
pada sinyal sosial yang mengindikasikan kebutuhan atau keinginan
individu lain.
c. Kontrol Diri

Hasil temuan penelitian menunjukan kesadaran sosial memiliki


capaian sebesar 82% (149 orang) dalam kategori sedang. kontrol diri
merupakan kemampuan mengatasi perasaan dengan tepat yang
merupakan kemampuan untuk membangun kesadaran diri. Individu

54
yang memiliki kekurangan dalam kemampuan kontrol diri butuh
berjuang secara terus-menerus dalam melawan perasaan tertekan,
sementara individu yang berhasil menanganinya akan jauh lebih cepat
bangkit dari keterpurukan atau hal-hal yang mengganggu dalam
hidupnya.
d. Motivasi Diri

Hasil temuan penelitian menunjukan kesadaran sosial memiliki


capaian sebesar 68% (123 orang) dalam kategori sedang. individu yang
memiliki keterampilan ini cenderung lebih produktif dan efektif dalam
segala hal yang dilakukannya.
e. Membina Hubungan

Hasil temuan penelitian menunjukan kesadaran sosial memiliki


capaian sebesar 71% (129 orang) dalam kategori sedang. seni dalam
menjalin relasi sebagian besar adalah pengelolaan emosi individu lain.
Kemampuan ini yang mendasar popularitas, kepemimpinan, dan
efektivitas hubungan interpersonal. Individu yang mampu dalam
komponen ini akan dapat melakukan segala sesuatu dengan baik pada
setiap hal yang mengandalkan interaksi secarahalus dengan individu
lain. (Basaria, Debora. 2019).

c. Pembahasan Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi


Siswa SMP Negeri 2 Singaparna

Gambaran umum indikator kecerdasan emosi siswa dilihat dari


pencapaian tertinggi 10 indikator kecerdasan emosi yaitu (a) menyadari
atau mengenali perasaan diri sendiri yang mendapatkan skor dengan
persentase sebesar 64% (116) dalam kategori sedang, persentase sebesar
19% (34 orang) dalam kategori tinggi dan persentase sebesar 17% (31
orang), (b) mempunyai kepercayaan diri yang mendapatkan skor
persentase sebesar 80% (145 orang) dalam kategori tinggi, persentase 15%

55
(27 orang) dalam kategori rendah dan persentase sebesar 5% (9 orang)
dalam kategori tinggi. (c) dapat memahami perasaan orang lain dengan
skor persentase 75% (135 orang) dalam kategori tinggi, persentase sebesar
25% (45 orang) dalam kategori sedang, dan persentase sebesar 1% (1
orang) dalam kategori rendah (d) mempunyai kemauan untuk
mengembangkan orang lain dengan skor 56% (101 orang) dalam kategori
tinggi, persentase 44% (80 orang) dalam kategori sedang dan 0% (0 orang)
dalam kategori rendah (e) dapat menangani emosinya agar tetap terkendali
dengan skor 83% (151 orang) dalam kategori sedang, persentase 10% (19
orang) dalam kategori tinggi, dan 6% ( 11 orang) dalam kategori rendah
(f) mempunyai rasa optimis dalam meraih tujuan dengan skor 73% (133
orang) dalam kategori sedang, persentase 23% (42 orang) dan persentase
3% (6 orang) dalam kategori rendah (g) semangat dalam melakukan
sesuatu dengan skor 66% (120 orang) dalam kategori sedang, persentase
32% (58 orang) dalam kategori tinggi, dan persentase 2% (3 orang) dalam
kategori rendah (h) dapat menangani emosinya dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain dengan skor 75% (136 orang) dalam
kategori sedang, 22% (40 orang) dalam kategori tinggi, dan 3% (5 orang)
dalam kategori rendah (i) dapat menciptakan sinergi untuk meraih tujuan
kelompok dengan skor 55% (100 orang) dalam kategori sedang, persentase
41% (74 orang) dalam kategori tinggi,dan persentase 4% (7 orang) dalam
kategori rendah.
d. Perbedaan Kecerdasan Emosi Siswa SMP Negeri 2 Singaparna
Berdasarkan Gender

Untuk mengetahui perbandingan berpikir positif pada siswa laki-laki


dan perempuan dilakukan dengan menggunakan One-Way Anova pada
aplikasi Spss 16, dengan ketentuan jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05,
maka terdapat perbedaan antara kecerdasan emosi siswa laki-laki dan
perempuan. Sebaliknya jika nilai signifikansi (Sig.) > 0,05, maka tidak

56
terdapat perbedaan antara kondisi berpikir positif pada siswa laki-laki dan
perempuan.
Berdasarkan tabel diatas didapatkan gambaran umum kecerdasan
emosi berdasarkan jenis kelamin dihitung dengan menggunakan Spss 16
dengan One-Way Anova menunjukkan hasil Sig 0,810 > 0,05 yang artinya
tidak terdapat perbedaan yang siginfikan kecerdasan emosi pada siswa
laki-laki dan perempuan SMP Negeri 2 Singaparna.
Goleman (2009) menyebutkan bahwa factor yang mempengaruhi
kecerdasan emosi yaitu pengalaman, usia, jenis kelamin, serta jabatan.
Jenis kelamin berpengaruh pada perbedaan hormonal laki-laki dan
perempuan, selain itu peran dan tuntutan sosial akan mempengaruhi
perbedaan karakteristik emosi remaja laki-laki dan perempuan (Safari,
2019). Kecenderungan sifat yang dimiliki perempuan adalah empati,
keibuan, lebih sensitif terhadap lingkungan, dan lebih menggunakan
perasaan dalam berprilaku, serta mampu mengenali dan mengelola emosi
dibandingankan dengan laki-laki sehingga kecerdasab emosi perempuan
lebih tinggi (Chong, Mahamod, & Yamat, 2016; Meyers & Loken, 2015).
Hal inni berbeda dengan penelitian Safari dan Hestaliana (2019) yang
membuktikan bahwa kecerdasan emosi perempuan lebih rendah
dibandingkan dengan laki-laki. Hasil penelitian tersebut mendukung
penelitian Bariyyah dan Latifah (2019). (Nyiagani & Kristinawati, 2021).
2. Rancangan Layanan Bimbingan Konseling dalam Mengembangkan
Kecerdasan Emosi Siswa SMP Negeri 2 Singaparna

RANCANGAN LAYANAN BIMBINGAN KONSELING UNTUK


MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSI SISWA
SMP NEGERI 2 SINGAPARNA

57
A. Rasional

Tabel 4.20
Gambaran Umum Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
129-185 Tinggi 44 24%
83-128 Sedang 137 76%
35-82 Rendah 0 0%
Total 181 100%

Berdasarkan gambaran umum kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2


Singaparna menunjukan tiga kategori berbeda. Pertama, kecerdasan emosi
dengan kategori tinggi mendapatkan skor sebesar 24% dengan frekuensi
sebanyak 44 orang. Hal ini menunjukan bahwa siswa memiliki kecerdasan
emosi yang tinggi. Selanjutnya siswa dengan kategori kecerdasan emosi
sedang memiliki skor 76% dengan frekuensi 137 orang. Hal ini menunjukan
siswa cukup memiliki kecerdasan emosi dan siswa berada pada kategori
rendah memiliki skor 0% dengan frekuensi 0. Maka dari itu Bimbingan dan
Konseling bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan Kecerdasan
Emosi siswa menggunakan layanan bimbingan kelompok.
B. Tujuan

Tujuan merupakan kompetensi yang harus dicapai siswa setelah


memperoleh layanan. Tujuan disusun berdasarkan hasil analisis terhadap
deskripsi kebutuhan siswa tentang Kecerdasan Emosi
C. Sasaran

Sasaran bimbingan pribadi ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 2


Singapara kelas VIII yang memiliki kecerdasan emosi rendah atau sedang di
sesuaikan dengan kebutuhan

58
D. Prosedur Intervensi

Intervensi layanan bimbingan kelompok menggunakan teknik teknik


jurnal dilakukan selama dua sampai tiga minggu dengan penilaian harian.
Berikut diuraikan prosedur untuk pelaksanaan intervensi.
1. Pertemuan Pertama

Pertemuan pertama dimulai dengan sosialisasi atau pemberian


informasi mengenai kegiatan yang akan dilakukan. Pada sesi ini
konselor memberikan materi kecerdasan emosi agar siswa mengetahui
makna dari kecerdasan emosi yang dimaksud. Konselor
mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan oleh siswa. Selanjutnya,
memberitahu untuk mengikuti bimbingan kelompok dengan teknik
permainan. Proses ini berlangsung selama satu minggu dalam
pengawasan guru bimbingan dan konseling
2. Pertemuan Kedua

Pertemuan kedua dilakukan satu minggu dari setelah pertemuan


pertama, atau dilakukan di akhir pekan. Konselor dapat menentukan
hari untuk mengevaluasi hasil menulis jurnal selama satu minggu,
misalnya pada hari Jumat. Selama proses evaluasi, konselor emminta
siswa untuk menganalisis kegiatan yang telah mereka lakukan.
Selanjutnya, konselor meminta beberapa orang untuk menyebutkan
manfaat apa saja yang mereka dapatkan selama satu minggu. Konselor
turut menganalisis manfaat yang didapatkan siswa disesuaikan dengan
karakteristik kecerdasan emosi yang ada.

Tabel 4.21
Indikator Keberhasilan

Pertemuan Pencapaian

Pertemuan 1 - Siswa mampu memahami hakikat kecerdasan


emosi, karakteristik kecerdasan emosi dan

59
manfaat kecerdasan emosi.
- Siswa mampu memahami alur dari intervensi
yang akan dilaksanakan selama dua minggu.
Pertemuan 2 - Siswa mampu menuliskan tiga sampai lima
kebaikan yang mereka dapatkan di hari
kemarin selama satu minggu.
- Siswa mampu menganalisis bentuk kebaikan
yang akan diterima, dri mulai hal yang
sederhana sampai yang berpengaruh.

E. Keterbatasan Peneliti
1. Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu layanan dasar bimbingan
konseling masih belum bisa diujikan secara langsung
2. Penyusunan dalam layanan dasar masih belum rinci

60
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh
kesimpulan dari penelitian mengenai kecerdasan emosi siswa SMP Negeri
2 Singaparna adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisis data penelitian, disimpulkan gambaranumum
kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2 Singaparna berada pada kategori
sedang (cukup). Berdasarkan hasil yang ditunjukan oleh persentase skor
sebesar 24% dengan frekuensi sebanyak 44 orang dalam kategori tinggi,
skor 76% dengan frekuensi 137 orang dalam kategori sedang, dan siswa
berada pada kategori rendah memiliki skor 0% dengan frekuensi 0 dalam
kategori rendah. Secara keseluruhan frekuensi tertinggi berada pada
kategori sedang, artinya secara umum siswa cukup memiliki kecerdasan
emosi hal ini mengandung arti bahwa siswa SMP Negeri 2 Singaparna
belum sepenuhnya memiliki kecerdasan emosi yang tinggi.
2. Hasil analisis data disimpulkan gambaran umum aspek. Aspek pertama
yaitu kesadaran diri mendapatkan skor sebesar 85% dengan frekuensi
sebanyak 154 orang dalam kategori sedang, aspek kedua kesadaran sosial
dengan skor 69% dengan frekuensi 125 orang dalam kategori tinggi, aspek
ketiga kontrol diri dengan skor 82% dengan frekuensi 149 orang dalam
kategori sedang, aspek keempat motivasi diri dengan skor 68% dengan
frekuensi 123 orang dalam kategori sedang, aspek kelima menjalin
hubungan dengan skor 71% dengan frekuensi 129 orang dalam kategori
sedang. Artinya hanya aspek kesadaran sosial yang memiliki skor tertinggi
dalam kategori tinggi, sedangkan aspek kesadaran diri, kontrol diri,
motivasi diri dan menjalin hubungan berada pada kategori sedang. Artinya
aspek dalam kategori sedang lebih banyak dibandingkan dengan aspek
dalam kategori tinggi. dalam hal ini siswa belum sepenuhnya berada
dalam kategori tinggi dan perlu pengembangan lagi.
61
Hasil analisis data disimpulkan gambaran umum indikator. Indikator satu,
dua, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan dan sepuluh berada pada
kategori sedang dan indikator tiga dan empat berada pada kategori tinggi.
artinya indikator dalam kategori sedang lebih banyak dibandingkan
indikator dalam kategori tinggi, dalam hal in siswa belum sepenuhnya
berada dalam kategori tinggi dan perlu pengembangan lagi.
3. Dilihat dari gambaran umum dari gambaran umum kecerdasan emosi
berdasarkan gender dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara kecerdasan emosi pada siswa laki-laki dan perempuan.
Artinya kecerdasan emosi pada siswa laki-laki maupun perempuan hamper
sama.
4. Implikasi bimbingan dan konseling dibuat menggunakan layanan
bimbingan kelompok yang disusun berdasarkan hasil need assessment
terhadap gambaran umum kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2
Singaparna untuk meningkatkan kecerdasan emosi supaya lebih tinggi.

B. Rekomendasi
1. Bagi Siswa
Untuk siswa yang memiliki kecerdasan emosi rendah diharapkan untuk
selalu berkonsultasi dengan guru bimbingan dan konseling agar bisa terus
meningkatkan kecerdasan emosinya. Dan untuk siswa yang memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi agar terus mempertahankan dan terus
berkonsultasi dengan guru BK mengenai progress kecerdasan emosi yang
dialami.
2. Bagi Praktisi Bimbingan dan Konseling
Untuk praktisi Bimbingan dan Konseling diharapkan bisa memberikan
layanan bimbingan dan konseling pada siswa yang memiliki permasalahan
mengenai kecerdasan emosi yang dialami siswa.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi para peneliti selanjutnya, karena dalam penelitian ini masih banyak
kekurangan diharapkan dapat memperluas subjek penelitian dan
62
memperbanyak lagi responden yang lebih menarik, tidak hanya disatu
sekolah saja namun bisa juga membandingkan antar sekolah.

63

Anda mungkin juga menyukai