SKRIPSI
Oleh :
2022
BAB I
PENDAHULUAN
2
sehingga mengalahkan nalar yang rasional, maka kurang baik bagi kehidupan
manusia dan itu yang perlu dilatih dan dikembangkan.
Emosi adalah salah satu potensi yang dimiliki manusia sejak lahir dan
akan berkembang sesuai dengan lingkungannya. Emosi seringkali disamakan
dengan perasaan, namun keduanya dapat dibedakan. Emosi bersifat lebih intens
dibandingkan perasaan sehingga perubahan jasmaniah yang ditimbulkan oleh
emosi lebih jelas dibandingkan perasaan (Chaplin, 1999). Dapat disimpulkan
bahwa sesungguhnya emosi itu merupakan kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk bertindak atau melakukan sesuatu setelah adanya stimulus yang
berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Jadi emosi memiliki reaksi yang
kompleks mengandung aktivitas dengan derajat yang tinggi sehingga terjadi
perubahan perilaku yang akan menimbulkan kegoncangan yang kadang-kadang
terjadi ketegangan dalam hubungannya dengan lingkungan. (Tadrib, 2016).
Nasution (2003) menyatakan bahwa di dalam diri manusia banyak emosi
dengan berbagai bentuk ungkapan seperti, marah, sedih, senang, cinta, bahagia,
dan sebagainya. Emosi tersebut turut mempengaruhi sikap, tindakan dan seluruh
perbuatan seseorang. Emosi memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positif
diantaranya senang, bahagia, cinta, kasih dan sebaginya. Sedangkan sisi negatif
misalnya marah, dengki, iri, cemburu, dan sebagainya. (Herlinda, Wasidi &
Sulian, 2018).
Ketika manusia gagal mengendalikan atau menyeimbangkan emosi
negatif, maka saat itulah keadaan suasana hati menjadi buruk, dan disaat suasana
hati menjadi buruk, kecerdasan kita juga akan menjadi buruk. Seperti
perkelahian, pembunuhan, pemukulan, bahkan bunuh diripun bisa terjadi.
Perkembangan emosional remaja perlu diperhatikan, mengingat saat usia remaja
perubahan perkembangan emosional seseorang dengan cepat.
Desmita (Saputra, 2009) menyebutkan bahwa “peralihan yang sulit dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa inilah yang dapat menyebabkan remaja
rentan mengalami perubahan emosi yang tidak stabil”. (Haryani, Dian. 2014).
Individu pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan masa transisi
dari masa kanak-kanak menuju masa remaja. Pada masa remaja awal,
3
perkembangan emosi bersifat reaktif, dan sensitif terhadap berbagai peristiwa atau
situasi sosial. Seperti yang diungkapkan oleh Syamsu (2002:196) bahwa “masa
remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi”.
(Haryani, Dian. 2014). Namun dalam menjalani proses perkembangan ini, tidak
semua remaja dapat mencapainya secara mulus. Diantara para remaja masih
banyak yang mengalami masalah, yaitu remaja yang menampilkan sikap dan
perilaku menyimpang, tidak wajar, seperti: membolos, berkelahi, saling
mengejek, dan lain sebaginya. (Azmi, 2015). Dan juga di sekolah sering
ditemukan siswa yang tidak dapat mengontrol emosinya atau bersikap agresif,
seperti kasar terhadap orang lain, sering bertengkar, bergaul dengan anak-anak
bermasalah, tidak menghargai guru, keras kepala, sering mengolok-olok, dan
bertempramen tinggi. Selain itu banyak siswa yang menarik diri dari pergaulan.
Pentingnya kecerdasan emosi dalam kehidupan, telah ditekankan oleh
Goleman (1998) yang menyatakan bahwa “kecerdasan bila tidak disertai dengan
pengelolaan emosi yang baik, tidak akan menghasilkan seseorang yang sukses
dalam hidupnya”. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rimawanti (2004:25)
bahwa “orang yang dapat mengendalikan emosinya maka akan lebih bertanggung
jawab, lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan
menaruh perhatian, dan lebih menguasai diri”. (Haryani, Dian. 2014).
Remaja yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka ia akan
mampu dalam mengendalikan emosi, mampu mengatasi masalah atau kesulitan
dalam melakukan tugas perkembangannya seperti membentuk identitas diri dan
mampu mencapai kemandirian untuk dirinya. Sebaliknya remaja dengan
kecerdasan emosi yang rendah maka remaja tidak mampu dalam mengatasi
berbagai masalah dalam tugas perkembangannya yang membuat remaja sulit
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya sehingga memicu remaja
untuk berperilaku menyimpang atau perilaku kenakalan remaja. (Yusuf, 2009).
Melihat fakta diatas, maka penting bagi para remaja khususnya usia SMP
untuk mengenali kecerdasan emosinya. Kecerdasan emosi ini dapat dilihat dari
kemampuan remaja untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu
mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri
4
dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan
reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada, sehingga interaksi
dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif. (Haryani, Dian. 2014).
Berdasarkan fenomena yang terjadi di MTs Wahid Hasyim Yogyakarta,
berdasarkan observasi pra penelitian penulis menjumpai banyak siswa yang
cenderung mempunyai kecerdasan emosi yang rendah, seperti mudah marah,
berbicara kasar, berbicara seenaknya dengan guru, suka membolos, melanggar
tata tertib, dsb. Kondisi tersebut jika tidak segera ditangani dan dibiarkan
seterusnya akan mengganggu perkembangan siswa. Maka sangat diperlukan
rumusan upaya penanganan yang efektif.
Berdasarkan fenomena yang terjadi di siswa SMP menunjukan bahwa
tingkat kecerdasan emosi di siswa SMP masih dikategorikan rendah. Hal ini
diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurnaningsih (2011) dan
Indah Lestari (2012) yang mengambil subjek siswa SMP, menunjukan hasil profil
kecerdasan emosional responden yang tergolong rendah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti
di SMPN 2 Singaparna, melalui guru BK yang bersangkutan, peneliti menemukan
bahwa kecerdasan emosi siswa kelas VIII masih tergolong rendah dengan adanya
sikap yang menunjukan emosi diluar kendali, kurangnya empati terhadap satu
sama lain, saling mengejek, dan sulit bergaul.
Menurut Goleman (2006) jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi. Jenis kelamin merupakan pembagian dua jenis
kelamin manusia yang sudah ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis
kelamin tertentu (Herdiansyah, 2016). Menurut Renyaan (2010) secara psikologis
anak perempuan cenderung menonjolkan kekuatan fisik dan logika.
Hasil penelitian yang dilakukan Katyal dan Awasthi (2005) tentang
perbedaan kecerdasan emosi ditinjau dari jenis kelamin pada remaja di
Chandigarh, menyatakan bahwa perempuan mempunyai kecerdasan emosi lebih
tinggi dari pada laki-laki. (Khasanah, 2018).
Berdasarkan observasi yang peneliti lakuakn di SMPN 4 Padang (2019)
siswa lebih banyak mengalami masalah dengan teman sebayanya karena
5
meledaknya emosi atau karena emosi yang tidak bisa terkendali. Emosi yang tidak
bisa dikendali atau dikelola oleh siswa mengakibatkan terjadinya hal seperti
perselisihan, perkelahian, pembullyan dan lainnya.
Bimbingan dan Konseling (BK) merupakan bagian integral dalam
pendidikan, BK juga berperan untuk memfasilitasi siswa dalam rangka
tercapainya perkembangan yang utuh dan optimal dengan fokus pribadi mandiri
dan mampu mengendalikan diri (Prayitno, 2013:85). Bimbingan dan konseling
juga hadir sebagai upaya pemberian layanan kepada siswa agar dapat
mengembangkan diri secara optimal, memahami potensi diri dan lingkungan
sehingga siswa dapat memiliki kompetensi khususnya kompetensi kecerdasan
emosi yang diharapkan dan berguna untuk mencapai kesuksesan hidup. (Haryani,
Dian. 2014). Guru BK merupakan sosok yang sangat tepat dan bijak untuk
mengatasi gangguan dalam perkembangan emosi siswa.
Berkaitan dengan permasalahan yang terjadi, kecerdasan emosi sangat
penting agar siswa dapat mengendalikan emosinya dengan tepat. Cara agar siswa
dapat mengendalikan emosinya dapat dilakukan dengan memberikan layanan
Bimbingan Kelompok. Bimbingan Kelompok merupakan proses pemberian
bantuan yang diberikan pada individu-individu dalam situasi kelompok.
Bimbingan kelompok ditujukan untuk membantu menyelesaikan masalah pada
siswa dan mengembangkan potensi yang ada pada diri siswa. Bimbingan
kelompok mengacu pada aktivitas-aktivitas kelompok yang berfokus kepada
penyediaan informasi atau pengalaman, melalui aktivitas kelompok yang
terencana dan terorganisasi. Bimbingan kelompok juga salah satu layanan yang
diberikan oleh seseorang yang ahli kepada sekumpulan kelompok siswa yang
ditujukan untuk mencegah masalah pada siswa dan mengembangkannya.
Bimbingan kelompok adalah salah satu upaya untuk mengubah sikap
individu yang tidak dapat mengontrol emosionalnya. Dengan layanan bimbingan
kelompok siswa dapat secara langsung melatih emosional yang ada pada dirinya.
Terdapat beberapa teknik dalam layanan bimbingan kelompok untuk dapat
meningkatkan kecerdasan emosional siswa, salah satunya teknik diskusi
kelompok.
6
Diskusi kelompok merupakan percakapan yang terencana antara tiga orang
atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas
suatu persoalan yang terpimpin. Diskusi kelompok dilakukan dengan tujuan yang
jelas dan terencana. Pelaksanaan diskusi kelompok terdapat seorang pemimpin
yang bertugas mengatur jalannya diskusi agar tujuan dari diskusi kelompok dapat
tercapai. (Fajrillah, Putra. 2019).
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui profil kecerdasan
emosi siswa SMP Negeri 2 Singaparna, tujuan khusus untuk mengetahui profil
kecerdasan emosi yakni mengenali tentang emosi diri sendiri, mengelola emosi
diri sendiri, memotivasi diri sendiri dan mengenali emosi orang lain, mengelola
emosi orang lain, serta memotivasi orang lain.
B. Identifikasi Masalah
Siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan emosi yang rendah,
diantaranya siswa yang tidak bisa mengontrol emosinya, kurangnya empati,
saling mengejek teman-temannya dan sulit bergaul dengan teman dapat
berpengaruh pada tugas dan tanggung jawab sebagai seorang siswa.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi tersebut
maka siswa telah menyadari bahwa kecerdasan emosi sangat dibutuhkan dalam
menghadapi permasalahan, hambatan untuk tercapainya tujuan yang diinginkan
remaja, pernyataan ini terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan siswa
remaja yaitu kepada 9 orang siswa perempuan dan 13 orang siswa laki-laki,
berdasarkan hasil wawancara beberapa siswa mengatakan bahwa terkadang
mereka tidak mampu untuk mengendalikan emosinya. Siswa mengatakan bahwa
ketika mereka memiliki emosi yang negatif ia cenderung meluapkan emosinya
dengan cara yang negatif pula (Zonya & Sano, 2019).
7
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana profil kecerdasan emosi pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna?
2. Bagaimana gambaran umum kecerdasan emosi siswa berdasarkan aspek dan
indikator?
3. Bagaimana gambaran kecerdasan emosi siswa berdasarkan gender?
4. Bagaimana rancangan program bimbingan dan konseling dalam
mengembangkan kecerdasan emosi siswa?
D. Tujuan Penelitian
1. Memperoleh gambaran umum kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2
Singaparna
2. Memperoleh gambaran umum kecerdasan emosi berdasarkan aspek dan
indikator
3. Memperoleh gambaran umumkecerdasan emosi berdasarkan gender
4. Mengetahui rancangan program bimbingan dan konseling dalam
mengembangkan kecerdasan emosi siswa
8
BAB II
A. Kecerdasan Emosi
1. Pengembangan Kecerdasan Emosi
9
komunikasi verbal dan non verbal, peka terhadap teman, dan suka memberikan
feedback. Sedangkan intrapersonal intelligence adalah kemampuan diri sendiri
dan kemampuan untuk melakukan tindakan yang adaptif atas dasar pengetahuan
tersebut. Kemampuan yang menonjol pada kecerdasan intrapersonal adalah dapat
konsentrasi dengan baik, kesadaran dan ekspresi perasaan-perasaan yang berbeda,
pengenalan diri yang mendalam, keseimbangan diri, kesadaran akan realitas
spritiual dan suka bekerja sendiri.
2. Cara Pengembangan Kecerdasan Emosi
Emosi dapat memberikan wawasan berharga untuk diri sendiri agar lebih baik
dalam berkomunikasi (George, 2000) memerankan emosional manajemen diri
seperti stress, tertekan, moral dan rendahnya kualitas bermain kehidupan sehari-
hari (Siti & Jafar, 2010). Kecerdasa emosional mencakup hal-hal seperti
kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial (Veena,
2013). Hal-hal yang menjadi cakupan kecerdasan tersebut dijadikan indikator dari
variabel kecerdasan emosional dalam penelitian ini. (Afero & Adman, 2016).
10
Menurut Daniel Goleman “emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran
yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan
untuk bertindak”. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai
pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
manusia, karena emosi merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan,
tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Thaib, Eva Nauli.
2013).
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya
emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu.
Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang,
sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang
berprilaku menangis. Emosi dapat muncul karena berhubungan dengan konteks
terjadinya sesuatu, seperti emosi marah apabila suatu tujuan terhalang oleh
sesuatu, emosi bahagia apabila dicintai atau mencintai, sedangkan emosi takut
akan muncul jika mnghadapi sebuah ancaman, dan sebagainya. (Basaria, 2019).
Menurut Yusuf (2004:115) emosi memberi pengaruh terhadap perilaku
individu, yaitu: 1) memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atatu puas
atau hasil yang telah dicapai; 2) melemahkan semangat, apabila timbul rasa
kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya
rasa putus asa. Salah satu peranan penting dari emosi dalam kehidupan sehari-hari
adalah meningkatkan aktivitas otak. Emosi yang dalam kondisi tidak
menguntungkan (sedih, marah) atau emosinya sedang tidak dalam keadaan stabil
menyebabkan aktivitas otak akan terganggu. Sebaliknya, dalam keadaan yang
gembira dan tenang menyebabkan aktivitas otak akan meningkat, sehingga dapat
berkonsentrasi dengan lebih baik, maka motivasi belajarpun akan semakin
meningkat karena akan mempertinggi usaha yang dilakukan siswa dalam
mencapai tujuannya.
Jadi, dapat disimpulkan emosi merupakan sebuah kondisi psikologis yang
terjadi akibat merespon suatu peristiwa. Dan emosi merupakan salah satu aspek
penting dalam kehidupan manusia, karena emosi merupakan motivator kecerdasan
dalam arti untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu
11
mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri
dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan
reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada.
4. Kecerdasan Emosi
Daniel Goleman dalam bukunya yang berujudul Emotional Intelligence
mempopulerkan konsep kecerdasan emosi dan menyamanakannya dengan
perilaku sosial yang baik. Hal ini melonggarkan makna dari kecerdasan emosi itu
sendiri. Goleman menjelaskan kecerdasan emosi sebagai kemampuan yang
meliputi control diri, semnagat dan ketekunan, dan kemampuan untuk memotivasi
seseorang (Gosling & Gosling, 2004). Pada buku selanjutnya yang berujudul
Working with Emotional Intelligence Goleman menjelaskan kecerdasan emosi
sebagai “The capacity for recognizing your own feelings and those others, for
motivating ourselves, and for managing emotions well in ourselves and in our
relationships.” Pengertian di atas kurang lebih dapat diartikan kecerdasan emosi
adalah kapasitas untuk mengenali perasaan diri dan perasaan orang lain,
memotivasi diri dan orang lain, dan mengatur emosi diri dengan baik dan ketika
berhubungan dengan orang lain (Gosling dan Gosling, 2004).
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan remaja mengetahui perasaan
sendiri, mampu untuk mengelola emosinya, memiliki motivasi yang tinggi dan
peduli terhadap orang lain sehingga ia dapat hidup dengan orang lain dan
menjadikan remaja sukses dimasa yang akan datang. Goleman (2015)
berpendapat bahwa remaja yang mempunyai kecerdasan emosi akan terhindar
dari perilaku-perilaku menyimpang seperti seks bebas, narkoba, tawuran, minum-
minuman keras, dan lain sebagainya. Penelitian yang dilakukan oleh Sabiq dan
Djalali (2012) menyatakan bahwa remaja yang mempunyai kecerdasan
emosional tinggi akan berprilaku prososial tinggi pula dan sebaliknya mereka
yang kecerdasan emosionalnya rendah akan menyesbabkan perilaku prososial
yang rendah pula. Penelitian lain dilakukan oleh Aprilia dan Indrijati (2014)
memperkuat penelitian sebelumnya bahwa remaja yang memiliki kecerdasan
emosional tinggi makan akan terhindar dari perilaku menyimpang sedangkan
12
remaja yang memiliki kecerdasan emosional rendah maka akan terlibat perilaku
menyimpang. (Darmawati & Yuniar, 2018).
Kecerdasan emosional sebagai suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan
kemampuan individu dalam memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang
lain, dan juga kemampuannya dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi
orang lain, dimana kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan
perilakunya. (Jati, Ginanjar Waluyo & Yoenanto, Nono Hery. 2013).
Boyatzis et al. (2000) dalam Fitriani (2013) menyatakan, bahwa kecerdasan
emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar
menggunakan emosi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa emosi manusia berada di
wilayah bawah sadar sehingga diakui kecerdasan emosional menyediakan
pemahaman yang lebih mendalam dan utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Boyatzis et al. (2000) membagi dua wilayah kecerdasan emosional, yaitu
kompetensi pribadi (personal competence) dan empati. Kompetensi pribadi
adalah kemampuan individu yang meliputi kesadaran diri (self awareness),
kemampuan mengatur diri (self regulation), dan kesadaran sosial (social
awareness). Empati adalah kesadaran untuk memberikan perhatian, kebutuhan
atau kepedulian pada orang lain dan memelihara hubungan sosial (relationship
management).
Dari penelitian sebelumnya yang telah di lakukan oleh Ananta (2012), dapat
di ketahui bahwa Kecerdasan intelektual hanya menyumbang 20% bagi
kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain,
diantaranya adalah kecerdasan emosional yang didalamnya termasuk
kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi masalah, serta kemampuan
bekerja sama. Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih
tinggi, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangka dirinya dengan cepat,
lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan
dengan orang lain, lebih mampu dalam memahami orang lain, dan kemampuan
akademik di sekolah menjadi lebih baik. Kecerdasan emosional mencakup
kemampuan yang berbeda, tetapi mempengaruhi kecerdasan akademik, orang
tidak akan mampu menggunakan kemampuan kognitif mereka sesuai dengan
13
potensi yang maksimum tanpa memiliki kecerdasan emosional. Begitu pula jika
seseorang memiliki tingkat kecerdasan emosi yang rendah maka ia akan lebih
sulit dalam mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat,
cenderung keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya
kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan, dan cenderung putus
asa bila mengalami stress.
Menurut Pamungkas (2013) kecerdasan emosi yang tinggi pada peserta didik
mendorong peserta didik untuk lebih berprestasi. Kemampuan peserta didik
dalam memahami kelemahan dan kelebihan yang ada pada dirinya berpengaruh
terhadap hasil belajarnya. Peserta didik yang memahami kelemahannya dengan
baik akan berusaha untuk memecahkan masalahnya secara mandiri atau dengan
bantua orang lain. Peserta didik dengan kecerdasan emosi tinggi mampu
memanfaatkan waktu yang ada untuk menyelesaikan serangkaian tugas belajar
dengan sebaik-baiknya sehingga dengan kecerdasan emosional seseorang dapat
mencapai kesuksesan di sekolah maupun dalam berkomunikasi di lingkungan
masyarakat. (Lestari, Sofah & Putri, 2019).
Mengingat pentingnya kecerdasan emosional untuk menunjang hasil belajar
peserta didik, maka pengetahuan tentang kecerdasan emosional penting untuk
dimiliki oleh setiap guru agar mampu mengembangkan kecerdasan emosional
peserta didik. Peserta didik yang memiliki kecerdasan emosi dapat mengendalikan
dirinya dengan baik dalam mengikuti proses pembelajaran dan memiliki
kesadaran yang tinggi untuk belajar. Hal ini akan menjadi modal besar bagi para
peserta didik untuk meraih hasil belajar dengan standar tinggi dalam berbagai hal,
baik akademi maupun non akademik. Kecerdasan emosi dapat menempatkan
emosi seorang pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana
hati. Koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik.
Kecerdasan emosi sebagai suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan
kemampuan individu dalam memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang
lain, dan juga kemampuannya dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi
orang lain, dimana kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan
perilakunya (Kadeni, 2014).
14
Sejalan dengan itu, Robert dan Cooper (Ginanjar, 2001) mengungkapkan
bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara
efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energy, emosi,
koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Individu yang mampu memahami emosi
individu lain, dapat bersikap dan mengambil kepuasan dengan tepat tanpa
menimbulkan dampak yang merugikan kedua belah pihak. Emosi dapat timbul
setiap kali individu mendapatkan rangrasangan yang dapat mempengaruhi kondisi
jiwa dan menimbulkan gejolak dari dalam. Emosi yang dikelola dengan baik
dapat dimanfaatkan untuk mendukung keberhasilan dalam berbagai bidang karena
pada waktu emosi muncul, individu memiliki energi lebih dan mampu
mempengaruhi individu lain. Segala sesuatu yang dihasilkan emosi tersebut bila
dimanfaatkan dengan benar dapat diterapkan sebagai sumber energi yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas mempengaruhi orang lain dan menciptakan
hal-hal baru.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan dan memahami secara
lebih efektif terhadap daya kepekaan emosi yang mencakup kemampuan
memotivasi diri sendiri atau orang lain, pengendalian diri, mampu memahami
perasaan orang lain dengan efektif, dan mampu mengelola emosi yang dapat
digunakan untuk membimbing pikiran untuk mengambil keputusan yang terbaik.
Model kerangka tersebut adalah perbaikan dari model yang dirancang oleh
Goleman sendiri pada tahun 1998. Model kerangka sebelumnya
mengindentfikasi lima aspek (dimensi) dari kecerdasan emosi yang terdiri dari 25
kompetensi. Tiga dimensi pada model sebelumnya yaitu; kesadaran diri (self
awareness), pengaturan diri (self regulation), dan motivasi dikatakan sebagai
kompetensi diri yang artinya kemampuan untuk mengetahui dan mengatur emosi
diri sendiri. Dua dimensi model sebelumnya yaitu; empati dan membina
hubungan (social skill) dikatakan sebagai kompetensi sosial yang artinya
kemampuan untuk mengetahui dan mengatur emosi orang lain.
Salovey (Goleman, 2009: 57-59) menempatkan kecerdasan pribadi Gardner
dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan
memperluas kemampuan ini menjadi lima wilayah. Kelima wilayah atau aspek-
aspek yang terkandung dalam kecerdasan emosional tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Kesadaran Diri
Kemampuan mengenali emosi diri adalah suatu kemampuan dimana orang
dapat mengenali emosinya sendiri pada saat emosi itu terjadi dan juga mampu
menyebutkan nama emosi tersebut.
Orang yang dapat mengenali emosinya, dapat berpikir jernih dan dapat
mengambil keputusan yang tepat yang tepat dan baik bagi dirinya.
kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosi, para ahli psikologi
menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang
16
aka emosinya sendiri. Menurut Mayer (Goleman, 2002:64) kesadaran diri
adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati,
bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi
dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin
penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk
mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
Menurut Goleman (2009:403-404) orang yang memiliki kesadaran diri
emosional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul
2) Mengenali perbedaan perasaan dan tindakan
2. Kesadaran Sosial
Kesadaran sosial atau Emphaty merupakan kemampuan merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif orang lain dan
menumbuhkan hubungan saling percaya, serta mampu menyelaraskan diri
dengan berbagi tipe hubungan.
3. Pengaturan Diri
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai
keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosinya tetap terkendali
merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang
meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita
(Goleman, 2009:77-78). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk
menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau
ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan
untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.
Menurut Goleman (2009:404-405) orang yang memiliki kemampuan
mengelola emosi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Toleransi yang tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan amarah
2) Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan diruangan
kelas
3) Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat
17
4) berkurangnya tindakan egresif atau merusak diri sendiri
5) Mempunyai perasaan positif tentang dirinya sendiri
4. Motivasi Diri
Kemampuan memotivasi diri adalah kemampuan memberikan semangat,
dukungan pada diri sendiri untuk mengerjakan atau melakukan sesuatu yang
baik dan berguna. Orang yang mampu memotivasi dirinya kearah yang positif
akan lebih berhasil menjalani kehidupan dibandingkan dengan orang yang
menunggu orang lain untuk memperhatikan dirinya. kemampuan memotivasi
diri adalah kemampuan memberikan semangat pada diri sendiri untuk
melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat.
Menurut Goleman (2009:404) orang yang memiliki kemampuan
memotivasi diri sendiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Lebih bertanggung jawab
2) Lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan
dan menaruh perhatian
5. Membina Hubungan
Mmebina hubungan atau Relationship management adalah kemampuan
untuk menangani emosi dengan baik ketika berhubungan sosial dengan
orang lain, mampu membaca situasi dan jaringan sosial secara cermat,
berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan ini untuk
mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan,
serta bekerja sama dalam tim.
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam
keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.
Orang-orang yang hebat dan mampu dalam keterampilan membina
hubungan akan sukses dalam bidang apapun. Orang-orang yang mampu
membina hubungan akan populer dalam lingkungannya dan menjadi teman
yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman,
2002:59). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat
dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan
18
dengan orang lain. Sejauh mana kepribadian seseorang berkembang dilihat
dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.
Menurut Goleman (2009: 404-405) orang-orang yang memiliki
kepandaian atau kecakapan dalam membina hubungan memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Meningkatkan kemampuan menganalisis dan memahami hubungan
2) Lebih baik dalam menyelesaikan permasalahan
3) Lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam
hubungan
4) Lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi
5) Lebih menaruh perhatian dan tenggang rasa
6) Lebih memikirkan kepentingan sosial dalam kelompok
7) Suka bekerja sama dan suka menolong
(Jerahu, Irenius. 2014).
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini merupakan untuk memperoleh gambaran
kemampuan berpikir positif pada siswa. Oleh karena itu penelitian yang
digunakan peneliti merupakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif.
Menurut Sugiyono (2013 : 14) penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai :
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada
umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistic dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan. Dalam penelitian kuantitatif, penyidik
mengidentifikasi masalah penelitian berdasarkan tren di lapangan atau pada
kebutuhan untuk menjelaskan mengapa sesuatu terjadi (Creswel, 2002 : 13).
Desain penelitian menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif
menurut priyono ( 2008 :37) suatu bentuk gagasan dasar. ditunjukan untuk
mendeskripsikan gambaran-gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala
atau fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian
deskriptif digunakan untuk menyelidiki keadaan, kondisi dan gambaran dan
lainya yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian.
25
Tabel 3.1
Populasi Penelitian
3. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan
dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi itu (Sugiono, 2017:81).
C. Lokasi Penelitian
Dalam sebuah penelitian memerlukan sebuah lokasi atau tempat
penelitian. Lokasi penelitian yaitu di SMP Negeri 2 Singaparna yang bertempat di
Jl. Raya Pemda, Sukamulya, Kec. Singaparna, Tasikmalaya.
26
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
angket (kuesioner) untuk mengungkap kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2
Singaparna. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan dan pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawab. Dalam penelitian ini, metode yang
digunakan adalah kuesioner tertutup dengan item-item kuesioner disusun
berdasarkan dimensi kecerdasan emosi.
2. Definisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kecerdasan Emosi.
Kecerdasan emosi merupakan sisi lain kecenderungan kognitif yang berperan
dalam aktifitas manusia, yang meliputi aspek-aspek diantaranya kesadaran
diri, kesadaran sosial, pengaturan diri, dan manajemen hubungan. Kecerdasan
emosi lebih ditunjukan kepada upaya mengendalikan, memahami dan
mewujudkan emosi agar terkendali dan dapat dimanfaatkan untuk
memecahkan masalah kehidupan manusia.
Menurut W.T Grant Consortium (dalam Goleman 1995) kecerdasan emosi
meliputi mengidentifikasi dan memberi nama-nama perasaan, mengungkapkan
perasaan, menilai intensitas perasaan, mengelola perasaan, menunda
pemuasan, mengendalikan dorongan hati, mengurangi stress, dan mengetahui
antara perasaan dan tindakan. (Nasril & Ulfatmi, 2018).
Menurut Cooper dan Sawaf (dalam Fatimah 2006:115) mengatakan bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara
selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan
pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut untuk belajar
mengakui, menghargai perasaan pada diri sendiri dan orang lain serta
menganggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam
kehidupan sehari-hari. (Shokiyah, 2015).
Howes dan Herald, 1999 (dalam Fatimah, 2006:115) mengatakan pada
intinya kecerdasan emosi merupakan komponen yang membuat seseorang
27
menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi
manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi,
dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosi
menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri
sendiri dan orang lain.
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan bahwa kecerdasan emosi
adalah kemampuan untuk mengenali, mengolah, dan mengontrol emosi agar
seseorang mampu merespon secara positif kondisi yang meliputi aspek-aspek
diantaranya yang pertama yaitu kesadaran diri, kesadaran sosial, manajemen
diri dan manajemen hubungan.
Aspek-aspek kecerdasan emosi diantaranya:
1. Self Awareness (kesadaran diri)
Kemampuan untuk memahami emosi diri sendiri, sadar akan kelebihan
dan kekurangan, keterbatasan, nilai, dan memiliki kepercayaan diri yang kuat.
2. Social Awareness (sesadaran sosial)
Kemampuan untuk berempati dan memiliki kesadaran berorganisasi
seiring dengan kesadaran bahwa suasana hati dan tindakan seseorang dapat
memengaruhi orang lain baik secara positif maupun negatif.
3. Self Management (manajemen diri)
Kemampuan seseorang alam mengendalikan emosinya sendiri sehingga
berdampak positif, memiliki kepekaan, serta akan berusaha sampai
tercapainya suatu sasaran.
4. Relationship Management (manajemen hubungan)
Kemampuan untuk menangani emosi dengan baik ketika berhubungan
sosial engan orang lain, mampu membaca situasi dan jaringan sosial dengan
cermat, berinteraksi dengan baik, menunjukan keterampilannya untuk
mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan masalah serta
bekerja sama.
28
3. Penyusunan Kisi-Kisi Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa angket yang
mengungkap gambaran kecerdasan emosi siswa-siswi SMPN 2 Singaparna
Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini berdasarkan pada teori Daniel Goleman yang
terdiri dari 5 aspek yaitu self awareness, social awareness, self management,
self motivation, dan relationship management.. kisi-kisi ini dibuat
dimaksudkan sebagai acuan dalam penyusunan instrument agar tetap sesuai
dengan tujuan dari penelitian.
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Instrumen KecerdasanEmosi
29
Self Management 1. Dapat menangani emosinya agar 16,17,18,19
(kontrol diri) tetap terkendali
Tabel 3.3
Instrument Kecerdasan Emosi
30
2. Mempunyai 1. Saya berani menyampaikan (+)
kepercayaan pendapat dengan percaya diri
diri yang 2. Saya berani mengkritik teman (+)
tinggi dengan cara yang baik dan
sopan ketika melakukan
kesalahan (-)
3. Saya sulit mengungkapkan
perasaan yang dirasakan (-)
4. Saya ragu membuat
keputusan sendiri
31
Pengaturan Diri 1. Dapat 1. Saya tidak mudah terpancing (+)
(Self Management) menangani emosi
emosinya agar 2. Saya berusaha tenang jika (+)
Siswa bisa tetap mengalami kesulitan
mengendalikan dan terkendali 3. Saya sulit mengendalikan (-)
menangani diri ketika sedang emosi
emosinya sendiri 4. Saya terburu-buru dalam (-)
sedemikian rupa mengambil suatu keputusan
sehingga berdampak
positif
32
2. Semangat 1. Saya semangat dalam belajar (+)
dalam dan melakukan kegiatan-
melakukan kegiatan di sekolah (+)
sesuatu 2. Saya menyukai aktivitas atau
hal-hal baru
3. Saya tidak tertarik mengikuti (-)
ekstrakulikuler di sekolah
3. Pedoman Skoring
Model skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala Likert. Skala
Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial
33
ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut
sebagai variabel penelitian.
Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak
untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau
pertanyaan. (Sugiyono, 2015).
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert
mempunyai gradasi dari yang sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat
berupa kata-kata antara lain:
34
Tabel 3.5
Kriteria Pemberian Skor Alternatif Jawaban
Kecerdasan Emosi
Alternatif Jawaban
SS S N TS STS
(Sangat (Sesuai) (Netral) (Tidak (Sangat Tidak
Sesuai) Sesuai) Sesuai)
Favorable (+) 5 4 3 2 1
Unfavorable (-) 1 2 3 4 5
4. Uji Keterbacaan
Sebelum instrument diuji secara empiris, terlebih dahulu diuji keterbacaan
kepada sepuluh orang siswa. Uji keterbacaan dilakukan agar seberapa sesuai
bahasa yang digunakan dengan pemahaman membaca siswa SMP dan setelah di
uji kan ternyata intrumen sudah sesuai dengan pemahaman siswa.
35
r =
Keterangan :
Dengan keterangan:
t = harga thitung untuk tingkat signifikansi
r = koefisien korelasi
n = banyaknya subjek
36
Tabel 3.6
Jenis Signifikasi No Item Jumlah
Pernyataan
Positif Valid 1,5,6,9,10,13,16,17,20,21,24,25,28,29,31,32,35,36 18
Negatif Valid 3,4,7,8,11,12,15,18,19,22,23,26,27,30,33,34,37 17
Tidak Valid 2,14 2
Jumlah Item 37
2. Uji Reliabilitas
Keterangan :
r11 = Koefisien reliabilitas alpha
k = Jumlah butir soal
Si = Varians butir soal
St = Varians total
37
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan Software SPSS Versi 16
dengan uji keterandalan teknik Cronbach’s Alpha. Adapun ringkasan hasil uji
realibilitas terjadi dalam table berikut :
Tabel 3.7
Hasil SPSS Versi 16
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.735 35
38
1. Pertanyaan penelitian mengenai dijawab dengan menggunakan
persentase dari jawaban siswa mengenai Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
2. Kecerdasan Emosi yang dilakukan melalui patokan skor ideal dan
menghasilkan tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Perhitungan kategorisasi tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
39
a. Menentukan Skor Maksimal Ideal (SMI) yang diperoleh dengan
rumus:
Skor maksimal ideal = Jumlah Item x Bobot Maksimal
b. Menenukan Skor Minimal Ideal (SMI) yang di peroleh dengan
rumus:
Skor minimal ideal = Jumlah Item x Bobot Minimal
c. Menentukan rata-rata / Mean Ideal yang diperoleh dengan
rumus:
Skor Maksimal Ideal + Skor Minimal Ideal /2
d. Menentukan Standar Deviasi Ideal yang di peroleh dengan
menggunakan rumus :
Skor Maksimal Ideal - Skor Minimal Ideal/ 6
Tabel 3.8
Rumus Kategorisasi
Kategori Kategori
Tinggi X > Mean Ideal + SD Ideal
Sedang Mean Ideal – SD ideal ≤ X ≤ Mean ideal+ SD ideal
Rendah X ≤ Mean Ideal – SD Ideal
(Arikunto, 2019)
Table 3.9
Skor Kategori
40
Kemudian dari data kuantitatif yang tinggi, sedang dan rendah maka dapat
ditambahkan dengan persentase terhadap kategori. Rumus persentase sebagai
berikut :
F
P= X 100
N
❑
Ket :
P = Presentase
F = Frekuensi dari setiap jawaban angket
N = Jumlah skor ideal
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Kecerdasan Emosi Siswa SMP 2 Singaparna
Tabel 4.2
Gambaran Umum Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
42
a. Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi
1. Kesadaran Diri (Self Awareness)
Table 4.3
Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
27-35 Tinggi 12 7%
17-26 Sedang 154 85%
7-16 Rendah 15 8%
Total 181 100%
Table 4.4
Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
23-30 Tinggi 125 69%
15-22 Sedang 56 31%
6-14 Rendah 0 0%
Total 181 100%
Tabel 4.5
Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
30-40 Tinggi 25 14%
20-29 Sedang 149 82%
8-19 Rendah 7 4%
Total 181 100%
44
Tabel 4.6
Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
27-35 Tinggi 56 31%
17-26 Sedang 123 68%
7-16 Rendah 2 1%
Total 181 100%
Tabel 4.7
Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
27-35 Tinggi 52 29%
17-26 Sedang 129 71%
7-16 Rendah 0 0%
Total 181 100%
45
orang. Hal ini menunjukan bahwa siswa dalam memanage hubungan bisa
dikatakan tinggi dalam menangani emosinya dengan baik ketika berhubungan
sosial dengan orang lain. Selanjutnya manajemen hubungan pada kategori sedang
memiliki skor 71% dengan frekuensi 129 orang. Hal ini menunjukan bahwa siswa
dalam memanage hubungan yang sedang atau cukup dalam menangani emosi
dengan baik ketika berhubungan sosial dengan orang lain. Dan siswa yang berada
pada kategori rendah memiliki skor 0% dengan frekuensi 0.
b. Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi
1. Menyadari apa yang dirasakan oleh dirinya sendiri
Tabel 4.8
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
12-15 Tinggi 34 19%
8-11 Sedang 116 64%
3-7 Rendah 31 17%
Total 181 100%
Tabel 4.9
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
16-20 Tinggi 9 5%
10-15 Sedang 145 80%
4-9 Rendah 27 15%
total 181 100%
46
Penelitian pada siswa SMP Negeri 2 Singaparna menunjukan persentase
dilihat dari setiap indikator kecerdasan emosi. Indikator kedua yaitu mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi, menunjukan kategori tinggi dengan skor sebesar 5%
dengan frekuensi 9 orang. Selanjutnya siswa dengan kategori sedang memiliki
skor 80% dengan frekuensi 145 orang. Dan siswa berada pada kategori rendah
memiliki skor 15% dengan frekuensi 27 orang.
3. Dapat memahami perasaan orang lain (empati)
Tabel 4.10
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Tabel 4.11
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
12-15 Tinggi 101 56%
8-11 Sedang 80 44%
3-7 Rendah 0 0%
Total 181 0%
Tabel 4.12
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
16-20 Tinggi 26 14%
10-15 Sedang 146 81%
4-9 Rendah 9 5%
Total 181 100%
Tabel 4.13
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
16-20 Tinggi 19 10%
10-15 Sedang 151 83%
4-9 Rendah 11 6%
Total 181 100%
48
kategori sedang memiliki skor 83% dengan frekuensi 151 orang. Dan siswa
berada pada kategori rendah memiliki skor 6% dengan frekuensi 11 orang.
7. Mempunyai Rasa Optimis Dalam Meraih Tujuan
Tabel 4.14
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
16-20 Tinggi 42 23%
10-15 Sedang 133 73%
4-9 Rendah 6 3%
Total 181 100%
Tabel 4.15
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
12-15 Tinggi 58 32%
8-11 Sedang 120 66%
3-7 Rendah 3 2%
Total 181 100%
49
9. Dapat Menangani Emosi Dengan Baik Ketika Berhubungan Sosial
Dengan Orang Lain
Tabel 4.16
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
16-20 Tinggi 40 22%
10-15 Sedang 136 75%
4-9 Rendah 5 3%
Total 181 100%
Tabel 4.17
Gambaran Umum Indikator Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
12-15 Tinggi 74 41%
8-11 Sedang 100 55%
3-7 Rendah 7 4%
Total 181 100%
50
c. Gambaran Umum Kecerdasan Emosi Siswa SMP Negeri 2
Singaparna Berdasarkan Gender
Kelamin T F S F R F
Laki – 9 2 2 7 7 0 0
laki 4 2% 1 8% 3 %
Perem 8 1 2 35% 6 0 0
puan 7 3% 3 4 %
51
ANOVA
Kecerdasan Emosi
52
yang tinggi pada beberapa aspek dan indikatornya. Kemudian, terdapat
persentase sebesar 0% (0 orang) yang berada pada kategori rendah, dengan
kata lain sisa pada level ini tidak ada yang memiliki kecerdasan emosi
yang rendah pada beberapa aspek dan indikatornya.
Berdasarkan hal tersebut maka kecerdasan emosi pada siswa SMP
Negeri 2 Singaparna perlu ditingkatkan lagi agar siswa berada pada
kategori tinggi karena dilihat dari frekuensi siswa pada kategori sedang
lebih banyak dibandingkan dengan kategori yang tinggi.
Kecerdasan emosi bermanfaat bagi proses penyesuaian diri individu.
Kecerdasan emosi juga sangat berguna karena dalam penyesuaian diri,
seorang individu diharuskan untuk mampu berlaku sesuia dengan apa yang
menjadi keinginan dari lingkungan sosialnya. Jika individu tersebut dapat
memahami betul bagaimana keadaan yang ada di sekitarnya, maka secara
otomtis pasti akan mengerti perlakuan apa yang harus dilakukan
agarsesuai dengan keadaan lingkungan tersebut. Dengan memiliki
kemampuan kecerdasan emosi yang tinggi, individu akan mampu
menyesuaikan diri dan terhindar dari perilaku penyesuaian diri yang salah.
Hal ini selaras dengan pendapat Salovey (Goleman, 1996 : 58-59) hal
yang terpenting dalam menyesuaikan diri adalah kecerdasan emosi, yaitu
kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam mengenali emosi sendiri
dan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan
mengenali emosi orang lain dengan baik, serta mampu membina hubungan
dengan orang lain. Seorang individu yang matang emosinya mampu
bersikap realistik dan objektif serta memiliki keterampilan hubungan
intrapersonal dan interpersonal yang baik pula. (Tania, Hadiwinarto &
Sinthia, 2018).
b. Pembahasan Gambaran Umum Aspek Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
53
persentase sebesar 7% (12 orang). Selanjutnya aspek Kesadaran Sosial
69% (125 orang), Kontrol Diri dengan capaian 14% (25 orang), Motivasi
Diri dengan capaian 31% (56 orang), Membina Hubungan dengan capaian
29% (52 orang). Dengan demikian dari kelima aspek tersebut terlihat
aspek Kesadaran Diri memiliki frekuensi lebih tinggi dibandingkan
dengan aspek-aspek lainnya.
Berdasarkan hasil temuan, gambaran umum siswa SMP Negeri 2
Singaparna dilihat melalui aspek memiliki tingkat pencapaian yang
berbeda-beda. Berikut pembahasan gambaran umum aspek kecerdasan
emosi peserta didik SMP Negeri 2 Singaparna:
a. Kesadaran Diri
54
yang memiliki kekurangan dalam kemampuan kontrol diri butuh
berjuang secara terus-menerus dalam melawan perasaan tertekan,
sementara individu yang berhasil menanganinya akan jauh lebih cepat
bangkit dari keterpurukan atau hal-hal yang mengganggu dalam
hidupnya.
d. Motivasi Diri
55
(27 orang) dalam kategori rendah dan persentase sebesar 5% (9 orang)
dalam kategori tinggi. (c) dapat memahami perasaan orang lain dengan
skor persentase 75% (135 orang) dalam kategori tinggi, persentase sebesar
25% (45 orang) dalam kategori sedang, dan persentase sebesar 1% (1
orang) dalam kategori rendah (d) mempunyai kemauan untuk
mengembangkan orang lain dengan skor 56% (101 orang) dalam kategori
tinggi, persentase 44% (80 orang) dalam kategori sedang dan 0% (0 orang)
dalam kategori rendah (e) dapat menangani emosinya agar tetap terkendali
dengan skor 83% (151 orang) dalam kategori sedang, persentase 10% (19
orang) dalam kategori tinggi, dan 6% ( 11 orang) dalam kategori rendah
(f) mempunyai rasa optimis dalam meraih tujuan dengan skor 73% (133
orang) dalam kategori sedang, persentase 23% (42 orang) dan persentase
3% (6 orang) dalam kategori rendah (g) semangat dalam melakukan
sesuatu dengan skor 66% (120 orang) dalam kategori sedang, persentase
32% (58 orang) dalam kategori tinggi, dan persentase 2% (3 orang) dalam
kategori rendah (h) dapat menangani emosinya dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain dengan skor 75% (136 orang) dalam
kategori sedang, 22% (40 orang) dalam kategori tinggi, dan 3% (5 orang)
dalam kategori rendah (i) dapat menciptakan sinergi untuk meraih tujuan
kelompok dengan skor 55% (100 orang) dalam kategori sedang, persentase
41% (74 orang) dalam kategori tinggi,dan persentase 4% (7 orang) dalam
kategori rendah.
d. Perbedaan Kecerdasan Emosi Siswa SMP Negeri 2 Singaparna
Berdasarkan Gender
56
terdapat perbedaan antara kondisi berpikir positif pada siswa laki-laki dan
perempuan.
Berdasarkan tabel diatas didapatkan gambaran umum kecerdasan
emosi berdasarkan jenis kelamin dihitung dengan menggunakan Spss 16
dengan One-Way Anova menunjukkan hasil Sig 0,810 > 0,05 yang artinya
tidak terdapat perbedaan yang siginfikan kecerdasan emosi pada siswa
laki-laki dan perempuan SMP Negeri 2 Singaparna.
Goleman (2009) menyebutkan bahwa factor yang mempengaruhi
kecerdasan emosi yaitu pengalaman, usia, jenis kelamin, serta jabatan.
Jenis kelamin berpengaruh pada perbedaan hormonal laki-laki dan
perempuan, selain itu peran dan tuntutan sosial akan mempengaruhi
perbedaan karakteristik emosi remaja laki-laki dan perempuan (Safari,
2019). Kecenderungan sifat yang dimiliki perempuan adalah empati,
keibuan, lebih sensitif terhadap lingkungan, dan lebih menggunakan
perasaan dalam berprilaku, serta mampu mengenali dan mengelola emosi
dibandingankan dengan laki-laki sehingga kecerdasab emosi perempuan
lebih tinggi (Chong, Mahamod, & Yamat, 2016; Meyers & Loken, 2015).
Hal inni berbeda dengan penelitian Safari dan Hestaliana (2019) yang
membuktikan bahwa kecerdasan emosi perempuan lebih rendah
dibandingkan dengan laki-laki. Hasil penelitian tersebut mendukung
penelitian Bariyyah dan Latifah (2019). (Nyiagani & Kristinawati, 2021).
2. Rancangan Layanan Bimbingan Konseling dalam Mengembangkan
Kecerdasan Emosi Siswa SMP Negeri 2 Singaparna
57
A. Rasional
Tabel 4.20
Gambaran Umum Kecerdasan Emosi Siswa
SMP Negeri 2 Singaparna
Skor Kategori Frekuensi Persentase
129-185 Tinggi 44 24%
83-128 Sedang 137 76%
35-82 Rendah 0 0%
Total 181 100%
58
D. Prosedur Intervensi
Tabel 4.21
Indikator Keberhasilan
Pertemuan Pencapaian
59
manfaat kecerdasan emosi.
- Siswa mampu memahami alur dari intervensi
yang akan dilaksanakan selama dua minggu.
Pertemuan 2 - Siswa mampu menuliskan tiga sampai lima
kebaikan yang mereka dapatkan di hari
kemarin selama satu minggu.
- Siswa mampu menganalisis bentuk kebaikan
yang akan diterima, dri mulai hal yang
sederhana sampai yang berpengaruh.
E. Keterbatasan Peneliti
1. Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu layanan dasar bimbingan
konseling masih belum bisa diujikan secara langsung
2. Penyusunan dalam layanan dasar masih belum rinci
60
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh
kesimpulan dari penelitian mengenai kecerdasan emosi siswa SMP Negeri
2 Singaparna adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisis data penelitian, disimpulkan gambaranumum
kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2 Singaparna berada pada kategori
sedang (cukup). Berdasarkan hasil yang ditunjukan oleh persentase skor
sebesar 24% dengan frekuensi sebanyak 44 orang dalam kategori tinggi,
skor 76% dengan frekuensi 137 orang dalam kategori sedang, dan siswa
berada pada kategori rendah memiliki skor 0% dengan frekuensi 0 dalam
kategori rendah. Secara keseluruhan frekuensi tertinggi berada pada
kategori sedang, artinya secara umum siswa cukup memiliki kecerdasan
emosi hal ini mengandung arti bahwa siswa SMP Negeri 2 Singaparna
belum sepenuhnya memiliki kecerdasan emosi yang tinggi.
2. Hasil analisis data disimpulkan gambaran umum aspek. Aspek pertama
yaitu kesadaran diri mendapatkan skor sebesar 85% dengan frekuensi
sebanyak 154 orang dalam kategori sedang, aspek kedua kesadaran sosial
dengan skor 69% dengan frekuensi 125 orang dalam kategori tinggi, aspek
ketiga kontrol diri dengan skor 82% dengan frekuensi 149 orang dalam
kategori sedang, aspek keempat motivasi diri dengan skor 68% dengan
frekuensi 123 orang dalam kategori sedang, aspek kelima menjalin
hubungan dengan skor 71% dengan frekuensi 129 orang dalam kategori
sedang. Artinya hanya aspek kesadaran sosial yang memiliki skor tertinggi
dalam kategori tinggi, sedangkan aspek kesadaran diri, kontrol diri,
motivasi diri dan menjalin hubungan berada pada kategori sedang. Artinya
aspek dalam kategori sedang lebih banyak dibandingkan dengan aspek
dalam kategori tinggi. dalam hal ini siswa belum sepenuhnya berada
dalam kategori tinggi dan perlu pengembangan lagi.
61
Hasil analisis data disimpulkan gambaran umum indikator. Indikator satu,
dua, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan dan sepuluh berada pada
kategori sedang dan indikator tiga dan empat berada pada kategori tinggi.
artinya indikator dalam kategori sedang lebih banyak dibandingkan
indikator dalam kategori tinggi, dalam hal in siswa belum sepenuhnya
berada dalam kategori tinggi dan perlu pengembangan lagi.
3. Dilihat dari gambaran umum dari gambaran umum kecerdasan emosi
berdasarkan gender dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara kecerdasan emosi pada siswa laki-laki dan perempuan.
Artinya kecerdasan emosi pada siswa laki-laki maupun perempuan hamper
sama.
4. Implikasi bimbingan dan konseling dibuat menggunakan layanan
bimbingan kelompok yang disusun berdasarkan hasil need assessment
terhadap gambaran umum kecerdasan emosi siswa SMP Negeri 2
Singaparna untuk meningkatkan kecerdasan emosi supaya lebih tinggi.
B. Rekomendasi
1. Bagi Siswa
Untuk siswa yang memiliki kecerdasan emosi rendah diharapkan untuk
selalu berkonsultasi dengan guru bimbingan dan konseling agar bisa terus
meningkatkan kecerdasan emosinya. Dan untuk siswa yang memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi agar terus mempertahankan dan terus
berkonsultasi dengan guru BK mengenai progress kecerdasan emosi yang
dialami.
2. Bagi Praktisi Bimbingan dan Konseling
Untuk praktisi Bimbingan dan Konseling diharapkan bisa memberikan
layanan bimbingan dan konseling pada siswa yang memiliki permasalahan
mengenai kecerdasan emosi yang dialami siswa.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi para peneliti selanjutnya, karena dalam penelitian ini masih banyak
kekurangan diharapkan dapat memperluas subjek penelitian dan
62
memperbanyak lagi responden yang lebih menarik, tidak hanya disatu
sekolah saja namun bisa juga membandingkan antar sekolah.
63