Anda di halaman 1dari 10

"KASUS KORUPSI DI SEKTOR LINGKUNGAN GUBERNUR SULTAN NUR

ALAM MENGAKIBATKAN KERUGIAN EKOLOGIS"

Elsinta Handayani Kusasi


202001093
R2C Keperawatan

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2021

A. Kasus Korupsi

Kompas.com - 22/02/2016, 15:20 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil
Survei Perilaku Anti-Korupsi (SPAK) di Jakarta, Senin (22/2/2016). Terdapat
beberapa indikator kebiasaan atau perilaku di masyarakat yang menjurus kepada
perilaku koruptif. Indikator tersebut dibagi menjadi tiga lingkup, yaitu lingkup
keluarga, lingkup komunitas dan lingkup publik. Kepala Badan Pusat Statistik,
Suryamin menyebutkan, pemberian uang oleh masyarakat kepada tokoh-tokoh agama
atau tokoh masyarakat masih sering dilakukan. Bahkan, hanya 36,32 persen
masyarakat yang menilai pemberian uang atau barang kepada tokoh-tokoh tersebut
ketika satu keluarga melaksanakan hajatan adalah hal tidak wajar. Sedangkan sisanya
menganggap pemberian tersebut wajar. "Sedikit menurun dari tahun sebelumnya
(2014) yaitu 37,76 persen yang menganggap tidak wajar," ujar Suryamin. Pemberian
uang atau barang juga kerap diberikan jelang hari raya keagamaan (46 persen). Tak
hanya pada tokoh-tokoh agama, pemberian juga diberikan kepada pejabat setempat
(RT/RW/Kades/Lurah).

Sebanyak 60,37 persen masyarakat menilai pemberian uang atau barang


kepada mereka ketika satu keluarga melaksanakan hajatan adalah hal tidak wajar.
Sementara 72,56 persen masyarakat menilai tidak wajar perilaku memberi uang atau
barang kepada pejabat setempat ketika jelang hari raya. Kebiasaan Koruptif di
Lingkup Publik Contoh perilaku koruptif yang biasa dilakukan di lingkup publik jauh
lebih banyak. Misalnya saja pemberian uang atau barang jaminan kepada keluarga
atau rekan agar seseorang diterima menjadi pegawai negeri atau swasta. Contoh lain,
memberi uang pelicin untuk mempercepat urusan administrasi seperti pembuatan
Kartu Tanda Penduduk atau Kartu Keluarga dan lain sebagainya. Bahkan, hanya
62,28 persen masyarakat yang menilai pemberian uang pelicin untuk urusan
administrasi tersebut merupakan hal tidak wajar. Hal tersebut berarti ada hampir 40
persen masyarakat menilainya sebagai perilaku yang wajar untuk dilakukan. Adapun
perilaku koruptif lainnya yang juga biasa dilakukan di lingkup publik di antaranya
pemberian uang damai kepada polisi saat melanggar lalu lintas. Contoh lain, petugas
KUA yang meminta uang tambahan untuk transport, pemberian uang jaminan kepada
guru agar anaknya diterima masuk ke sekolah yang diajarnya, hingga pembagian
uang dan barang pada pelaksanaan pemilu. "77,61 persen masyarakat menilai tidak
wajar perilaku membagikan atau mengharapkan uang atau barang pada pelaksanaan
pilkada atau pemilu " ucap Suryamin. Survei Perilaku Anti-Korupsi dilakukan BPS
setiap tahunnya sejak 2012. Untuk 2015 survei dilaksanakan pada bulan November
dan mencakup 33 provinsi, 170 kabupaten/kota (49 kota dan 122 kabupaten) dengan
jumlah sampel 10.000 tumah tangga. Data yang dikumpulkan mencakup pendapat
terhadap kebiasaan di masyarakat dan pengalaman berhubungan dengan layanan
publik dalam hal perilaku penyuapan, pemerasan dan nepotisme.

Paradigma yang menempatkan lingkungan sebagai obyek eksploitasi telah


membawa kerusakan lingkungan yang fatal dan berujung kepada berbagai bencana
alam yang sangat merugikan.Negara kita juga tidak lepas dari masalah kerusakan
lingkungan yang begitu besar dan masif. Berdasarkan hasil peta paduserasi TGHK –
RTRWP pada tahun 1999 misalnya, dari luas kawasan hutan alam diduga sekitar
120.353.104 ha, diperkirakan sudah terjadi degradasi hingga mencapai 50 juta ha
(Haeruman, 2003). Hasil penafsiran citra satelit pun menguatkan bukti kerusakan itu.
Laju perusakan hutan alam tahun 1985 - 1997 tercatat 1,6 juta ha per tahun, tahun
1997 - 2000 tercatat 2,8 juta ha per tahun, tahun 2000 - 2003 laju kerusakan semakin
tidak terkendali (Purnama, 2003). Akibat hilangnya hutan alam seluas 50 juta ha itu,
Indonesia diperkirakan sudah mengalami kerugian sebesar Rp 30.000 Triliun. Bahkan
pada tahun 2008 lalu saja diperkirakan kawasan lahan negara yang terdegradasi
bertambah luas sebesar 77,8 juta ha3 .

B. Pembahasan
1. Modus Korupsi
a. Tersangka
Tersangka dalam kasus korupsi kasus korupsi di sektor lingkungan gubernur
sultan nur alam mengakibatkan kerugian ekologis. Sengkarut kasus Gubernur
Sulawesi Tenggara nonaktif, Nur Alam masih berlanjut di meja hijau. Kali ini jaksa
penuntut umum menghadirkan dua saksi ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor), Jakarta Pusat pada Rabu, 14 Februari 2018. Mereka adalah Ahli
kerusakan tanah dan lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Basuki Wasis
dan Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Agus
Setiawan. Keduanya bersaksi bahwa terdapat kerusakan alam dan kesalahan
prosedur yang menyebabkan kerugian negara akibat penerbitan izin usaha
pertambangan (IUP) nikel PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Pulau Kabaena,
Kabupaten Bombana oleh terdakwa Nur Alam saat menjabat sebagai Gubernur
Sulawesi Tenggara.

"Perizinan tambang nikel PT AHB ini, dihasilkan dari proses perizinan yang
tidak benar, Yang Mulia," kata Agus saat bersaksi di pengadilan Tipikor.

Pasal 90 (1) menyatakan bahwa Instansi pemerintah dan pemerintah daerah


yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan
ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian
lingkungan hidup. Ayat 2 menjelaskan bahwa lebih lanjut mengenai kerugian
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri. Jika merujuk pada hal tersebut maka Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
(Permen LH) No. 17 tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup.

UU Perbendaharaan Negara mendefinisikan kerugian negara/daerah sebagai


kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai
akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. UU Pemberantasan
Tipikor juga beberapa kali menyebut istilah “kerugian negara” dalam penjelasannya,
tetapi tidak memberikan definisi untuk istilah ini. Terminologi yang dapat ditemukan
pada batang tubuh UU Pemberantasan Tipikor adalah “kerugian keuangan negara”
dan “kerugian perekonomian negara”, namun yang dapat ditemukan definisinya
dalam undang-undang ini adalah “keuangan negara” dan “perekonomian negara”.
Keuangan negara didefinisikan sebagai seluruh kekayaan negara dalam bentuk
apapun baik yang dipisahkan maupun yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya
segala kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena (1) berada
dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat negara baik di
tingkat pusat maupun daerah; (2) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban BUMN/BUMD, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang
menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga
berdasarkan perjanjian dengan negara. Perekonomian negara didefinisikan sebagai
perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan
ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah
baik di tingkat pusat maupun daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dengan tujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan
kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat.

b. Hubungan
Dalam kasus korupsi ini terjadi hubungan antara Ahli kerusakan tanah dan
lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Basuki Wasis dan Auditor Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Agus Setiawan. Keduanya
bersaksi bahwa terdapat kerusakan alam dan kesalahan prosedur yang menyebabkan
kerugian negara akibat penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) nikel  PT Anugrah
Harisma Barakah (AHB) di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana oleh terdakwa
Nur Alam saat menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara. Sebelumnya, Saksi
Ahli Basuki Wasis juga menjelaskan ada kerugian negara sebesar Rp 2,7 triliun dari
kerusakan lingkungan akibat izin yang diterbitkan Nur Alam atas usaha
pertambangan nikel PT AHB. Perhitungan tersebut diakumulasikan Basuki dari
kerugian ekologis, ekonomis, dan juga biaya pemulihan. 

c. Suap menyuap
Dalam kasus ini terjadi proses suap menyuap yaitu Basuki Wasis dengan
Agus Setiawan Menurut jaksa, perbuatan Nur Alam telah mengakibatkan kerugian
negara yang berasal dari musnahnya atau berkurangnya ekologis/lingkungan pada
lokasi tambang di Pulau Kabena yang dikelola PT AHB.
Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ahli yang digelar sejak pukul 10.45
hingga pukul 22.00 itu berlangsung cukup tegang. Sembilan tim kuasa hukum Nur
Alam pun tak henti-hentinya mencecar saksi ahli yang dihadirkan jaksa.

Terlebih saat Basuki Wasis bersaksi dan menjelaskan perhitungan Rp 2,7


triliun kerugian dari kerusakan lingkungan akibat kegiatan tambang nikel PT AHB
nikel seluas 357,20 hektare (di dalam IUP sebesar 280,49 hektare dan di luar IUP
sebesar 76,71 hektare).

e. Penggelapan dalam jabatan


Basuki Wasis sebagai Ahli kerusakan tanah dan lingkungan dari Institut
Pertanian Bogor (IPB) dan Agus Setiawan sebagai Auditor Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Keduanya bersaksi bahwa terdapat kerusakan
alam dan kesalahan prosedur yang menyebabkan kerugian negara akibat penerbitan
izin usaha pertambangan (IUP) nikel PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Pulau
Kabaena, Kabupaten Bombana oleh terdakwa Nur Alam saat menjabat sebagai
Gubernur Sulawesi Tenggara. Dengan jabatan-jabatan ini dapat mempermudah
dalam melakukan korupsi seningga mengakibatkan kerugian. Lebih lanjut, menurut
Basuki, ia hanya menggunakan metode yang sudah dibakukan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain itu, ia mengungkapkan angka Rp2,7 triliun
yang ia keluarkan merupakan estimasi minimum dari total kerusakan lingkungan
akibat ulah Nur Alam.

f. Mark Up Anggaran
Menurut Muji, pasal 1365 KUHPerdata memang membolehkan untuk
menuntut semua orang yang dinilai melakukan perbuatan melawan hukum yang
mengakibatkan kerugian. Namun, undang-undang tersebut sudah diperbarui lewat
pasal 66 UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
disebutkan bahwa tiap orang yang memperjuangkan hak lingkungan hidup tidak
dapat dituntut secara pidana maupun perdata. Selain itu, Undang-Undang Nomor 31
tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban pun mengatur bahwa orang-orang
yang berposisi sebagai saksi, ahli, pelapor, dalam tindak pidana apapun Sebelumnya
Basuki Wasis selaku ahli perhitungan kerugian dampak lingkungan dihadirkan oleh
Jaksa Penuntut KPK untuk menjadi ahli di persidangan tindak pidana korupsi
Gubernur Sulawesi Tenggara non-aktif Nur Alam (14/02/2018) lalu. Dalam
kesaksiannya, Basuki Wasis mengungkapkan bahwa perkara korupsi yang melibatkan
Nur Alam mengakibatkan kerugian negara yang berasal dari dampak lingkungan pada
lokasi tambang di Pulau Kabaena sebesar Rp2,7 triliun rupiah. "Kita hanya
menggunakan metode yang selama ini memang kita gunakan. Banyak putusan-
putusan kita lakukan selama ini diterima sama majelis hakim, tidak ada masalah,"
kata Basuki Wasis, Senin (16/4/2018) di kantor YLBHI, Jakarta Pusat.

g. Pencucian Uang
Terlebih saat Basuki Wasis bersaksi dan menjelaskan perhitungan Rp 2,7
triliun kerugian dari kerusakan lingkungan akibat kegiatan tambang nikel PT AHB
nikel seluas 357,20 hektare (di dalam IUP sebesar 280,49 hektare dan di luar IUP
sebesar 76,71 hektare).
"Kenapa yang di di luar IUP, saudara ahli hitung juga. Kalau itu tanpa izin
Gubernur, apa dia juga yang harus bertanggungjawab?" kata kuasa hukum Nur
Alam.
Namun tim kuasa hukum Nur Alam terus mencecar Basuki sampai-sampai
mempertanyakan kredibilitas Basuki sebagai saksi ahli di dalam persidangan.
Hakim ketua pun sempat menenangkan kedua belah pihak. "Berdasarkan
data yang ada, saksi ahli ini hanya menghitung. Dia tidak menyebutkan siapa yang
bertanggungjawab atas kerugian itu," kata hakim ketua.

2. Putusan Pengadilan
a. putusan Pengadilan Majelis Hakim

Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara, Nur Alam divonis 12 tahun penjara Vonis ini
lebih rendah dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama 18
tahun. Namun, dalam tuntutan terhadap Nur Alam, pertama kalinya KPK
menggunakan kerusakan lingkungan untuk menilai kerugian keuangan negara.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai terobosan ini menunjukkan jaksa
KPK cukup progresif dalam memperhitungkan kerugian negara akibat korupsi di
sektor sumber daya alam.
"Dia menggunakan penghitungan kerugian negara bukan hanya dari kerugian
materiil saja tapi dilihat juga kerugian lingkungannya, bahkan sampai biaya
pemulihannya," ujar Koordinator Divisi Kampanye ICW Siti Juliantari kepada BBC
Indonesia.
"Ini adalah satu hal yang sudah baik dan kami mendorong harusnya bisa
diterapkan ke kasus-kasus korupsi sumber daya alam lainnya. Jangan hanya di kasus
Nur Alam," imbuhnya.
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Merah
Johansyah menyatakan terobosan KPK ini bisa menjadi yurisprudensi dan bisa
digunakan untuk menyasar kasus korupsi serupa yang menyebabkan dampak
kerusakan pada lingkungan hidup.
"Ini akan mampu tidak hanya memutus korupsi, tapi juga memutus kerusakan
lingkungan hidup," ujar Merah.
Nilai kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus Nur Alam sangat fantastis,
mencapai Rp4,3 triliun. Nilai itu hampir dua kali lipat nilai kerugian negara dalam
kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik, yang diklaim mencapai Rp2,3 triliun.
Namun, angka tersebut tidak sepenuhnya atas hasil penghitungan auditor
negara. Sebab, salah satu yang dihitung adalah kerugian akibat kerusakan lingkungan.
Tidak cuma itu, politikus Partai Amanat Nasional itu juga dituntut membayar
uang pengganti Rp2,7 miliar dari keuntungan yang diperoleh dari izin pertambangan
yang diberikan Nur Alam kepada pengusaha.
Imbas dari kasus korupsi yang menjeratnya, Ketua Majelis Hakim Diah Siti Basariah
mengganjar Nur Alam vonis pidana selama 12 tahun.
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Nur Alam dengan
pidana penjara selama 12 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar, dengan
ketentuan apabila denda itu tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan
selama enam bulan," ujar Diah seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia Abraham
Utama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada Rabu (23/03) malam.
Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa
Nur Alam untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar dan mencabut hak
politiknya selama lima tahun.
Nur Alam langsung mengajukan banding atas vonis yang diterimanya.
"Saya tanpa berkonsultasi dengan para pengacara atau penasihat hukum saya karena
pada akhirnya saya yang merasakan langsung. Maka saya menyatakan saat ini tanpa
menunda waktu untuk banding," tegas Nur Alam.
Sebelumnya, jaksa menilai, perbuatan Nur Alam telah mengakibatkan
musnahnya atau berkurangnya ekologis pada lokasi tambang di Pulau Kabena yang
dikelola PT Anugrah Harisma Barakah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan ahli kerusakan tanah dan lingkungan
hidup, Basuki Wasis, terdapat tiga jenis penghitungan kerugian akibat kerusakan
lingkungan. Pertama, total kerugian akibat kerusakan ekologis. Kemudian, kerugian
ekonomi lingkungan. Ketiga, menghitung biaya pemulihan lingkungan.
Sesuai penghitungan, kerugian terkait kerusakan tanah dan lingkungan akibat
pertambangan PT AHB di Kabupaten Buton dan Bombana, sebesar Rp2,7 triliun.
Jumlah tersebut dihitung oleh ahli kerusakan tanah dan lingkungan hidup, Basuki
Wasis.
Atas hal itu, Nur Alam dituntut hukuman 18 tahun penjara oleh jaksa. Dia
juga dituntut membayar denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan.
b. Putusan pengadilan Tinggi
Dalam kasus ini tidak ada putusan pengadilan Tinggi

c. Putusan Kasasi Mahkamah Agung

Dalam kasus ini tidak ada putusan kasasi mahkamah agung

d. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung


Dalam kasus ini tidak ada putusan peninjaun kembali mahkamah agung.

DAFTAR PUSTAKA

http://mappifhui.org/wp-content/uploads/2015/10/Kerugian-ekologis_DAW.pdf
https://nasional.kompas.com/read/2016/02/22/15204551/
Ini.Perilaku.Koruptif.yang.Biasa.Terjadi.di.Lingkungan.Masyarakat?page=all
file:///C:/Users/HP/Downloads/129-315-1-PB.pdf
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43554605

Anda mungkin juga menyukai