1. KALIUM DIKLOFENAK
C14H10Cl2KNO2 BM 334,24
Kadar : Diklofenak Kalium mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C14H10Cl2KNO2 dihitung
terhadap zat kering.
Pemerian : Serbuk hablur; putih hingga hampir putih, kekuningan; sedikit higroskopik.
Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam metanol; larut dalam etanol; sukar larut dalam aseton.
Baku pembanding Diklofenak Kalium BPFI keringkan pada suhu 105° dalam hampa udara selama 3 jam sebelum
digunakan. Simpan dalam wadah tertutup rapat terlindung cahaya. Senyawa Sejenis A Diklofenak BPFI.
Identifikasi
Uji Batas
1) pH <1071>
Antara 7,0 dan 8,5; lakukan penetapan menggunakan larutan zat 1% dalam air.
2) Logam berat <371>
Metode III Tidak lebih dari 10 bpj.
Prosedur : LIHAT PROSEDUR DI BAGIAN UJI BATAS LOGAM BERAT PADA BISAKODIL
4) Cemaran organik
Syarat : Senyawa sejenis A diklofenak tidak lebih dari 0,1%; masing-masing cemaran lain tidak lebih dari 0,1% dan
jumlah semua cemaran tidak lebih dari 0,3%. Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja tinggi.
Prosedur
● Pembuatan Larutan
Masukkan 8,5 mL asam perklorat P ke dalam 500 mL asam asetat glasial P,tambahkan 21 mL anhidrida asetat
P,dinginkan dan tambahkan asam asetat glasial P hingga 1000 mL.Biarkan selama 24 jam.
● Prosedur
1. Timbang saksama lebih kurang 300 mg zat
2. larutkan dalam 50 mL asam asetat glasial P
3. Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N LV, Tetapkan titik akhir secara potensiometrik.
4. Lakukan penetapan blangko.
5. Tiap mL asam perklorat 0,1 N setara dengan 33,424 mg C14H10Cl2KNO2
Contoh Soal
2. BISAKODYL
C22H19NO4 BM 361,39
Kadar : Bisakodil mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C22H19NO4, dihitung terhadap zat
kering.
Pemerian : Serbuk hablur putih sampai hampir putih; terutama terdiri dari partikel dengan diameterterpanjang lebih
kecil dari 50 mcm.
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air; larut dalam kloroform dan dalam benzen; agak sukar larut dalam etanol dan
dalam metanol; sukar larut dalam eter.
Baku pembanding Bisakodil BPFI: Lakukanpengeringan pada suhu 105° selama 2 jam sebelum digunakan. Simpan dalam
wadah tertutup rapat.
Identifikasi
Uji Batas
Uji batas adalah suatu proses atau langkah dalam menentukan batas suatu kandungan maksimum dan minimum dalam
suatu uji
Tujuan dari Pengujian ini dimaksudkan untuk menunjukan batas cemaran yang masih di perkenankan.
1) Susut pengeringan
● Tujuan : Untuk penetapan jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu.
● Prinsip Keja alat : prinsip moisture balance berdasarkan pengukuran kelembaban gravimetrik yang juga disebut
sebagai termogravimetri atau kehilangan pengeringan (LOD)
● Cara Kerja :
●
● Rumus Perhitungan
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
×100%
2) logam berat
● Logam berat <371>Metode III Tidak lebih dari 10 bpj
● Tujuan : untuk menunjukkan bahwa cemaran logam yang dengan ion sulfida menghasilkan warna pada kondisi
penetapan, tidak melebihi batas logam berat yang tertera pada masing-masing monografi, dinyatakan dalam %
(bobot) timbal dalam zat uji, ditetapkan dengan membandingkan secara visual seperti tertera pada
pembandingan visual
● Contoh senyawa : ti timbal, raksa, bismut, arsen, timah, kadmium, tembaga.
● Penetapan jumlah logam berat menggunakan Metode I,III dan V :
1) Metode I : untuk zat yang pada kondisi penetapan memberikan larutan jemih dan tidak berwama pada
kondisi uji
2) Metode III : untuk zat yang pada kondisi Metode I tidak menghasilkan larutan jemih dan berwarna, atau
senyawa yang karena sifatnya menganggu pengendapan logam oieh ion sulfida atau minyak lemak dan
minyak menguap.
3) Metode V : suatu metode digesti basah, hanya digunakan bila Metode I dan Metode III tidak dapat
digunakan
● Prosedur
1) Pembuatan Pereaksi Khusus
⮚ Larutan persediaan timbal(II) nitrat : Larutkan 159,8 mg timbal(II) nitrat P dalam 100 ml air yang telah
ditambah 1 ml asam nitrat P, kemudian encerkan dengan air hingga 1000,0 ml. Buat dan simpan larutan
mi dalam wadah kaca yang bebas dari garam-garam timbal yang larut.
⮚ Larutan baku timbal : Buat larutan segar dengan mengencerkan 10,0 ml Larutan persediaan timbal(II)
nitrat dengan air hingga 100,0 ml. Tiap ml Larutan baku timbal setara dengan 10μg timbal. Larutan
pembanding yang dibuat dari 100 μl Larutan baku timbal dalam 1 gram zat uji setara dengan 1 bagian
timbal per sejuta.
2) Penetapan jumlah logam berat dengan Metode III
⮚ Dapar asetat pH 3,5
1. Larutkan 25,0 g amonium asetat P dalam 25 mL air
2. (+) 38,0 mL asam hidroklorida 6 N ( atur pH hingga 3,5 dengan penambahan amonium hidroksida 6 N
atau asam hidroklorida 6 N)
3. encerkan dengan air hingga 100 mL, campur.
⮚ Larutan baku
1. Pipet 2 mL Larutan baku timbal (20 μg Pb) ke dalam tabung pembanding warna 50 mL, dan encerkan
dengan air hingga 25 mL.
2. Atur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan penambahan asam asetat 1 N atau amonium hidroksida 6 N.
3. encerkan dengan air hingga 40 mL, campur.
⮚ Larutan uji
1. Gunakan sejumlah zat uji dalam g, yang dihitung dengan rumus : 2,0/1000𝐿 L adalah batas Logam
berat dalam persen.
2. Masukkan sejumlah zat yang telah ditimbang ke dalam krus yang sesuai, tambahkan asam sulfat P
secukupnya untuk membasahi, dan pijarkan hati-hati pada suhu rendah hingga mengarang. Selama
pengarangan krus tidak boleh ditutup rapat.
3. Pada bagian yang telah mengarang, tambahkan 2 mL asam nitrat P dan 5 tetes asam sulfat P,
panaskan hati-hati sampai asap putih tidak terbentuk lagi. Pijarkan, sebaiknya dalam tanur, pada
suhu 500º hingga 600º, sampai arang habis terbakar.
4. Dinginkan, tambahkan 4 mL asam hidroklorida 6 N, tutup, digesti di atas tangas uap selama 15
menit, buka dan uapkan perlahan-lahan di atas tangas uap hingga kering.
5. Basahkan sisa dengan 1 tetes asam hidroklorida P, tambahkan 10 mL air panas, dan digesti selama 2
menit.
6. Tambahkan amonium hidroksida 6 N tetes demi tetes, hingga larutan bereaksi basa terhadap kertas
lakmus, encerkan dengan air hingga 25 mL, dan atur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan penambahan
asam asetat 1 N, menggunakan kertas indikator pH rentang pendek sebagai indikator eksternal.
7. Saring jika perlu, bilas krus dan penyaring dengan 10 mL air. Kumpulkan filtrat dan air bilasan dalam
tabung pembanding
⮚ Prosedur
1. Ke dalam tiap tabung yang masing-masing berisi Larutan baku dan Larutan uji
2. (+) 2 mL dapar asetat pH 3,5 (+) 1,2 mL tioasetamida LP ad air hingga 50 mL,
3. campur, diamkan selama 2 menit.
4. Amati permukaan dari atas pada dasar putih: Warna yang terjadi pada Larutan uji tidak lebih gelap
dari warna yang terjadi pada Larutan baku.
4) Sisa pemijaran
● Sisa pemijaran <301> Tidak lebih dari 0,1%.
● Tujuan : untuk mengukur jumlah sisa zat anorganik yang tidak menguap
● Prosedur :
5) Jarak lebur
● Jarak lebur <1021> Antara 131 dan 135. 2057
● jarak lebur atau suhu lebur : sebagai rentang suhu atau suhu pada saat zat padat mulai mencair dan melebur
sempurna. Suatu rentang diamati dari awal melebur hingga melebur seluruhnya.
● Faktor yang mempengaruhi perubahan fase meliputi ukuran sampel, ukuran partikel, efisiensi difusi panas dan
kecepatan pemanasan, variabel lain, yang dikendalikan dalam prosedur.
● Kondisi yang harus ditetapkan agar memperoleh konsistensi dan keberulangan selama penetapan titik lebur :
1. Gunakan bahan kering yang dihaluskan, masukan kedalam pipa kapiler 3 mm
2. Lakukan penetapan jarak atau suhu lebur dengan kecepatan pemanasan 1°per menit
● Alat Digunakan alat yang dilengkapi kamera atau peralatan komputer lainnya dengan keunggulan akurasi,
sensitivitas, atau presisi.
1. ALAT I :
Contoh alat penetapan jarak lebur : wadah gelas untuk tangas cairan transparan, alat pengaduk,
termometer.
Cairan dalam tangas dipilih dengan melihat suhu yang dikehendaki ( contoh parafin cair dan silikon cair yang
baik untuk rentang suhu yang lebih tinggi).
Cairan dalam tangas mempunyai kedalaman yang cukup sehingga termometer dapat tercelup dengan
pencadang raksa tetap berada lebih kurang 2 cm di atas dasar tangas. Pipa kapiler berukuran panjang lebih
kurang 10 cm dan diameter dalam 0,8 sampai 1,2 mm dengan ketebalan dinding 0,2 sampai 0,3 mm.
2. ALAT II
⮚ Digunakan untuk prosedur I, Ia dan Ib.
⮚ Alat II terdiri dari potongan logam yang dapat dipanaskan dengan kecepatan yang dapat dikendalikan
dan suhu ini dapat diamati melalui sensor.
⮚ Pada potongan logam terdapat lubang untuk menempatkan kapiler yang berisi zat uji dan dapat untuk
mengamati proses peleburan, yang secara khusus terdiri dari seberkas cahaya dan detektor.
⮚ Sinyal detektor dapat diproses oleh komputer untuk menetapkan dan menunjukkan titik atau jarak lebur,
sinyal detektor dapat diplotkan untuk memperoleh estimasi visual dari titik atau jarak lebur.
● Prosedur Kelas I, alat 1
1. Gerus senyawa uji menjadi serbuk sangat halus, dan kecuali dinyatakan lain.
2. jika senyawa tidak mengandung air hidrat, keringkan di atas bahan pengering yang sesuai selama tidak
kurang dari 16 jam (atau pada kondisi yang tertera dalam Susut pengeringan <1121>).
3. Isi pipa kapiler kaca yang salah satu ujungnya tertutup, dengan serbuk kering secukupnya hingga membentuk
kolom di dasar tabung, isi semampat mungkin.
4. Sesuai dengan desain alat, alternatif ukuran sampel disesuaikan dengan instruksi petunjuk penggunaan alat
yang diterbitkan oleh pabrik.
5. Panaskan tangas hingga suhu lebih kurang 10° di bawah suhu lebur yang diperkirakan.
6. Pada saat suhu lebih kurang 3° di bawah dari batas bawah jarak lebur yang diperkirakan, kurangi pemanasan
sehingga suhu naik lebih kurang 1° per menit. Lanjutkan pemanasan sampai melebur sempurna.
● Interpretasi hasil
1. Suhu pada saat kolom zat uji yang diamati terlepas sempurna dari dinding kapiler didefinisikan permulaan
melebur, dan suhu pada saat zat uji mencair seluruhnya didefinisikan akhir peleburan atau “suhu lebur”.
2. Kedua suhu tersebut berada dalam batas jarak lebur. Jika melebur disertai penguraian, suhu lebur sesuai dengan
awal melebur pada rentang yang ditetapkan.
1) Pembuatan Larutan
● Pembuatan asam perklorat 0,1 N :
Masukkan 8,5 mL asam perklorat P ke dalam 500 mL asam asetat glasial P, tambahkan 21 mL anhidrida asetat P,
dinginkan dan tambahkan asam asetat glasial P hingga 1000 mL. Biarkan selama 24 jam (FI VI, 2020).
● Pembuatan indikator p-Naftolbenzein LP : Larutkan 250 mg p-naftolbenzein P dalam 100 mL asam asetat glasial
P (FI VI, 2020).
2) Prosedur
3. KETOPROFEN
Kadar : Ketoprofen mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C16H14O3, dihitung terhadap zat
kering.
Pemerian : Serbuk hablur putih atau hampir putih; tidak atau hampir tidak berbau.
Kelarutan : Mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter; praktis tidak larut dalam air.
Baku pembanding : Ketoprofen BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada suhu 60 selama 4 jam sebelum
digunakan. Simpan dalam wadah tertutup rapat.
IDENTIFIKASI KETOPROFEN
● Jarak Lebur
Untuk melihat banyaknya cemaran. Syarat : antara 92,0° dan 97,0°
● Susut Pengeringan
Syarat : Tidak lebih dari 0,5%; lakukan pengeringan pada tekanan tidak lebih dari 5,2 mm Hg, pada suhu 60° hingga
bobot tetap, menggunakan 1 g zat.
● Sisa Pemijaran
Untuk melihat cemaran anorganik. Syarat : Tidak lebih dari 0,2%
● Rotasi Jenis
Untuk melihat cemaran stereokimia. Syarat : Antara +1° dan -1°, lakukan penetapan menggunakan 10 mg zat per mL
dalam etanol dehidrat P.
● Logam Berat
Syarat : Tidak lebih dari 20 bpj menggunakan metode III (LIHAT PADA LOGAM BERAT PADA BISAKODIL)
● Cemaran Organik
Syarat : Memenuhi syarat
Uji cemaran organik dilakukan dengan cara penetapan kadar dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi
menggunakan :
• Fase gerak : Campuran larutan ammonium asetat P 1% - Metanol P -asetonitril P (55:30:15).
• Larutan baku : 3-Asetil-benzofenon BPFI, yang dilarutkan dalam fase gerak hingga diperoleh kadar 0,0025%.
• Larutan uji : sejumlah zat uji, yang dilarutkan dalam fase gerak hingga diperoleh kadar 0,50%.
• Enceran Larutan uji : mengencerkan sejumlah volume larutan uji dengan fase gerak hingga diperoleh kadar
0,0010%.
• Sistem Kromatografi : KCKT dengan detektor 233 nm dan kolom 4,6 mm x 20 cm berisi bahan pengisi LI, laju alir
kurang lebih 1,0 ml per menit.
Prosedur :
1. Sutikan secara terpisah sejumlah larutan baku, larutan uji dan enceran larutan uji ke dalam kromatogram
2. Rekam kromatogram dan ukur luas puncak
3. Lanjutkan kromatografi selama 5 kali waktu retensi ketoprofen
4. Interpretasi hasil : puncak larutan uji sesuai dengan puncak larutan baku luasnya tidak lebih besar dari luas
puncak enceran larutan uji , luas dari puncak sekunder lain tidak lebih besar dari dua setengah kali luas puncak
enceran larutan uji dan tidak lebih dari tiga puncak semacam ini mempunyai luas lebih besar dari luas puncak
enceran larutan uji.
5. Kemudian lakukan kromatografi kembali selama 5 kali waktu retensi ketoprofen.
● Cemaran Organik Mudah Menguap
Syarat : Memenuhi syarat
Uji cemaran organik mudah menguap dilakukan dengan menggunakan metode IV.
Prosedur
Larutan Baku :
• Larutan baku dibuat dalam air bebas senyawa organik atau pelarut seperti tertera pada monografi, yaitu
mengandung 1,0 µg kloroform P dan masing-masing 2,0 µg benzena P, 1-4-dioksan, metilena klorida P dan
trikloroetilena P per ml.
• Dipipet 5 ml larutan tersebut ke dalam vial dengan septum dan tutup bergerigi, berisi 1 gram natrium sulfat P,
dan disegel.
• Kemudian dipanaskan vial yang telah bersegel pada suhu 80° selama 60 menit
Larutan Uji :
Pipet 5 mL larutan ke dalam vial dengan septum dan tutup bergerigi, berisi 1 g natrium sulfat P, dan disegel. Panaskan vial
bersegel pada suhu 80° selama 60 menit.
• Kolom analitik leburan silika 0,53 mm x 30 m diameter dalam yang disalut fase diam G43 setebal 3,0 µm,
• Kolom pelindung silika 0,5 mm x 5 m diameter dalam yang dideaktivasi dengan fenilmetil siloksan dan sistem
injeksi tanpa celah.
• Gunakan helium P sebagai gas pembawa dengan kecepatan linier lebih kurang 35 cm per detik.
• Suhu injektor dan suhu detektor masing-masing dipertahankan pada 140° dan 260°.
● Suntikan secara terpisah larutan baku dan larutan uji ke dalam kromatografi sebanyak 1 µl
● Identifikasi setiap puncak pada kromatogram :
1. Larutan Uji : Waktu retensi
2. Hitung jumlah cemaran senyawa organic mudah menguap yang terdeteksi
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, jumlah masing-masing cemaran senyawa organik
mudah menguap dalam zat uji tidak lebih dari batas seperti tertera pada Tabel 1.
●
Titrasi Alkalimetri : Metode untuk menetapkan kadar asam dari suatu bahan dengan menggunakan larutan basa
Prinsip : Reaksi antara ion hidrogen (asam) dengan ion hidroksida (basa) yang membentuk molekul air
Prosedur :
Contoh Soal :
Seorang apoteker dibagian QC akan melakukan penetapan kadar Ketoprofen bahan baku menggunakan titrasi dengan
natrium hidroksida LV yang dibakukan dengan asam benzoate (C7H6O2). Sebanyak 500 mg asam benzoat ditimbang
kemudian dilarutkan dalam etanol P yang telah dinetralkan dengan NaOH 0,1 N, dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N.
Berapakah normalitas NaOH 0,1 N yang telah dibakukan dengan asam benzoate jika volume pentiter 40,5 ml?
Diketahui :
= 122,12
V NaOH = 24,5 mL
Ditanyakan = N NaOH ?
𝑚𝑔 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑛𝑧𝑜𝑎𝑡
Jawab = 𝐵𝐸
= 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻
500 𝑚𝑔 4,09
122,12
= 40, 5 𝑚𝑙 ×𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 🡺 N NaOH = 40,5
= 0,1 N
Seorang apoteker dibagian QC akan melakukan penetapan kadar Ketoprofen bahan baku menggunakan titrasi dengan
natrium hidroksida LV. Sebanyak 450 mg sampel ditimbang kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Berapa persenkah
kadar zat tersebut dalam sampel dan apakah hasil yang didapatkan masuk kedalam rentang penerimaan jika diketahui 1
ml NaOH 0,1 N setara dengan 25,43 mg C16H14O3 dan rata-rata volume pentiter 18 mL dengan volume pentiter blangko
adalah 0,5 mL?
Massa Ketoprofen (mg) = (Rata-rata volume pentiter sampel – volume pentiter blangko) x Kesetaraan
= (18-0,5) x 25,43
= 445,025 mg
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
Persen kadar Ketoprofen = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
× 100%
445,025
= 450
×100%
= 98,894 %
Kadar Ketoprofen memenuhi syarat karena masuk kedalam rentang 98,5% -101%