Anda di halaman 1dari 236

Modul Pelatihan Penggunaan EKG dan AED

Bagi Dokter di FKTP


Kerjasama antara Pusat Pelatihan Sumberdaya Manusia Kesehatan-Badan
Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI dengan Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia

2020
Copyright © 2020 Puslat BPPSDM Kemenkes RI

Disclaimer

All right reserved. This book or any parts there of, may not be used or reproduced in any manner, without written
permission from the writer/publisher. Printed in Jakarta, Indonesia

Hak cipta dipegang oleh Puslat BPPSDM Kemenkes RI

Dilarang mengutip, menyalin, mencetak dan memperbanyak isi buku dengan cara apapun tanpa izin tertulia dari
penulis/penerbit.

Dicetak di Jakarta, Indonesia

Dicetak oleh PDKI


Dicetak di Jakarta, Indonesia

Edisi pertama, 2020


ISBN 0-0000000-0-0
Dedikasi

Buku modul ini ditulis untuk sejawat para dokter yang bekerja di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
anggota Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia dan dokter yang bukan anggota dalam rangka
peningkatan kualitas pelayanan di tingkat primer.

.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................vii

Pengantar Tim Penyusun.....................................................................................viii

Pendahuluan ........................................................................................................11

MATERI DASAR 1
Kebijakan Pelayanan Kesehatan Penyakit Kardiovaskular dan Penyakit Tidak
Menular di Layanan Primer ................................................................................16

MATERI DASAR 2
Masalah Beban Kesehatan akibat Penyakit Kardiovaskular di Indonesia ..........21

MATERI INTI 1
Dasar Elektrokardiografi (EKG) .........................................................................27

MATERI INTI 2
Pemasangan EKG................................................................................................36

MATERI INTI 3
Interpretasi EKG .................................................................................................45

MATERI INTI 4
Pengenalan Automatic External Defibrillator (AED) .........................................76

MATERI INTI 5
BLS dengan AED ................................................................................................83

MATERI INTI 6
Kegawatan Jantung .............................................................................................99

MATERI INTI 7
Deteksi Dini Risiko Kegawatan Jantung pada Kelompok Berisiko di Fasilitas
Layanan Kesehatan Tingkat Pertama ..................................................................122

MATERI INTI 8
Rehabilitasi untuk Pasien Pasca Kegawatan Jantung .........................................133

MATERI INTI 9
Kolaborasi Interprofesional Penanggulangan Masalah Kegawatan Jantung ......144

MATERI INTI 10
Edukasi dan Konseling terkait Masalah Kegawatan Jantung .............................163

MATERI PENUNJANG 1
Building Learning Commitment ..........................................................................179

iv
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI PENUNJANG 2
Anti Korupsi ........................................................................................................188

MATERI PENUNJANG 3
Rencana Tindak Lanjut .......................................................................................225

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................234

v
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Buku Modul EKG dan AED untuk Dokter di FKTP

vi
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Kata Pengantar

P uji syukur kita panjatkan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karuniaNya pelaksanaan kegiatan Penyusunan Kurikulum dan Modul Pelatihan
Bagi Dokter di Layanan Primer dilakukan atas dasar kerjasama antara Pusat
Pelatihan Sumberdaya Manusia Kesehatan-Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dengan
Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia, sesuai Surat Perjanjian Kerjasama
Swakelola Nomor: KN.01.05/2.1/3647/2020 tanggal 04 September 2020 akhirnya
dapat diselesaikan. Kepada Tim Khusus Penyusun Buku Kurikulum dan Modul
Pelatihan EKG dan AED Bagi Dokter di FKTP 2020 Perhimpunan Dokter Keluarga
Indonesia dan para kontributor yang telah bekerja keras, saya sampaikan apresiasi
dan ucapan terimakasih.

Tujuan utama penyusunan Buku Kurikulum dan Modul Pelatihan EKG dan AED
Bagi Dokter di FKTP 2020 ini adalah sebagai acuan pelaksanaan pelatihan yang
dapat sekaligus menjadi kegiatan penyiapan pemetaan puskesmas dalam rangka
akreditasi puskesmas sebagai wahana pendidikan dokter dan wahana pendidikan
program studi Spesialis Kedokteran Keluarga Layanan Primer.

Untuk menyempurnakan Buku Kurikulum dan Modul Pelatihan EKG dan AED Bagi
Dokter di FKTP 2020 ini, kami menerima kritik dan saran membangun dengan
senang hati, demi perbaikannya di masa mendatang. Kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dan membantu sampai tersusunnya buku kurikulum dan modul ini,
kami sampaikan terimakasih dan pengharagaan yang setinggi-tingginya. Seoga Buku
Kurikulum dan Modul ini bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2020

Kepala Pusat Pelatihan SDM Kesehatan

Dra. Oos Fatimah Rosyati, M. Kes

vii
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Pengantar Tim Penyusun

Medicines cure patients, but only doctors cure patients

— Carl Gustav Jung, 1875-1961

S egala puji kehadirat Allah SWT atas terwujudnya Modul Pelatihan Penggunaan EKG dan
AED dalam Penatalaksanaan Kegawatan Masalah Kesehatan di Layanan Primer ini. Modul
ini merupakan salah satu produk yang dihasilkan oleh kerjasama antara BPPSDM Kemenkes RI
dengan Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia (KIKKI).

KIKKI diresmikan keberadaannya pada Muktamar Nasional Ikatan Dokter Indonesia di


Medan tahun 2015 dan memiliki kepengurusan baru untuk periode 2020- 2023 setelah Kongres
Nasional Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia pada bulan Februari 2020. Mulai Februari
2020 hingga November 2020, KIKKI menyelenggarakan program pemutihan dokter menjadi
SpKKLP terhadap dokter yang telah berpengalaman menjadi dokter lebih dari 10 tahun dan
berminat untuk SpKKLP dalam kariernya. Pemutihan ini bermaksud untuk memperoleh calon-
calon pengajar program studi pendidikan dokter spesialis kedokteran keluarga layanan primer di
fakultas- fakultas kedokteran berakreditasi A. Dengan tersedianya dokter-dokter dengan
sertifikasi SpKKLP pada akhir tahun 2020, maka mulai tahun 2021 akan diperlukan banyak
pelatihan-pelatihan kedokteran berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara
kompetensinya dalam rangka resertifikasi pada tahun 2025. Kementerian Kesehatan RI,
khususnya Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, pada tahun 2018 telah menyiapkan
beberapa alat penunjang diagnosis di banyak puskesmas seluruh Indonesia dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan di tingkat primer sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Beberapa alat yang dibagikan tersebut merupakan alat penunjang diagnosis yang sesuai dengan
kompetensi dokter SpKKLP dan perlu dilatihkan penggunaannya untuk dapat dipergunakan
sesuai dengan tujuannya.

viii
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Oleh karena itu, berdasarkan kebutuhan masyarakat Indonesia, dan ketersediaan alat
penunjang di layanan primer serta kompetensi SpKKLP yang tercantum pada Perkonsil no.45 thn
2019, maka dibuatlah modul beserta pedoman evaluasinya untuk beberapa ketrampilan klinis
yang sangat diperlukan pada saat ini di layanan primer, dan alat-alat penunjang ketrampilan
tersebut telah tersedia di banyak puskesmas pada beberapa propinsi di Indonesia.

Meskipun telah dibuat dengan proses yang cukup panjang dan dilengkapi rujukan yang
cukup ekstensif, buku modul ini memerlukan banyak masukan. Untuk itu selain berharap buku
modul ini dapat menjadi rujukan dan bahkan panduan yang dapat diterima, kami mengharapkan
kritik dan saran membangun dari semua pengandil. Atas kesediaan untuk memanfaatkan
keberadaan buku modul ini kami menghaturkan banyak terima kasih. Semoga modul ini dapat
membantu meningkatkan pelayanan kesehatan di layanan primer khususnya untuk kegawatan
jantung.

Tim Penyusun

ix
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Tim Penyusun

Buku ini disusun oleh Tim Khusus Penyusun Buku Kurikulum


dan Modul Ketrampilan Klinik 2020 Perhimpunan Dokter
Keluarga Indonesia yang terdiri dari:

1. Diana Mayasari, dr., M.K.K, Sp. KKLP


2. Dwita Oktaria, dr., M. Pd. Ked, Sp. KKLP
3. Mora Claramita, dr., M.Med.Ed., PhD
4. Dewi Nur Fiana, dr., Sp. KFR
5. Rama Agung Prakasa, dr.

Dengan kontributor penulis:

6. Dr.dr. Isti Ilmiati Fujiati MSc.CM-FM, Sp. KKLP


7. Dr.dr. Dhanasari Vidiawati MSc.CM-FM, Sp.DLP, Sp. KKLP
8. dr. Budi Ario Tedjo, Sp.JP (K), FIHA

x
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Pendahuluan

M asalah penyakit tidak menular di Indonesia saat ini sangat tinggi dan menjadi beban masalah
kesehatan tertinggi. Salah satunya adalah penyakit jantung. Berdasarkan laporan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk semua umur di Indonesia adalah sebesar 1,5%. Ada 15 provinsi yang mempunyai
prevalensi penyakit jantung di atas prevalensi nasional, yaitu Kalimantan Utara, Gorontalo, DI
Yogyakarta, Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Nangroe Aceh
Darussalam, Jawa Barat, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Barat, Kepulauan Riau, Jawa
Timur dan Bangka Belitung (Hasil Utama Riskesdas, 2018).

Penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbesar nomor satu di dunia. Pada orang dewasa,
penyakit jantung yang paling sering ditemui ialah penyakit jantung koroner dan gagal jantung.
Dimana, pada tahun 2012 tercatat angka kematian dunia yang diakibatkan oleh penyakit jantung
koroner ialah berkisar 7,4 juta. Penyakit jantung koroner dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
listrik yang akhirnya menyebabkan 80% Sudden Cardiac Arrest (SCA). Kejadian henti jantung
merupakan salah satu kondisi kegawatdaruratan yang banyak terjadi di luar rumah sakit. Angka
kematian akibat henti jantung masih sangat tinggi baik di negara -negara maju maupun yang masih
berkembang. Berdasarkan data dari the American Heart Association (AHA), sedikitnya terdapat 2
juta kematian akibat henti jantung di seluruh dunia. Di Jepang, Singapura, Malaysia, dan juga
negara-negara asia lainnya, angka kematian akibat henti jantung menempati urutan 3 besar
penyebab kematian terbanyak. Di Indonesia sendiri, banyak ditemukan laporan kematian mendadak
akibat masalah henti jantung. Kematian yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah akibat
komplikasi penyakit kronis tidak menular merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia
(29%), termasuk serangan jantung/heart attack. Angka kejadian henti jantung atau cardiac arrest
ini berkisar 10 dari 100.000 orang normal yang berusia dibawah 35 tahun dan per tahunnya
mencapai sekitar 300.000-350.000 kejadian. Henti jantung merupakan keadaan gawat darurat yang
bila tidak cepat ditangani, maka dapat berujung pada kematian.

Kematian jantung mendadak (KJM) yang dilaporkan di Indonesia diantaranya disebabkan oleh
gangguan irama jantung dimana Ventrikular Takikardi (VT) dan Ventrikular Fibrilasi (VF)
merupakan kelainan irama yang paling sering ditemui saat kejadian henti jantung. Hampir 80%

Puslat BPPSDM & PDKI 11


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

KJM terjadi di luar rumah sakit (RS) dengan survival hanya 5%. Serangan jantung yang mematikan
sebenarnya dapat dideteksi jauh sebelumnya dari serangan jantung yang tidak mematikan yang
disebut sebagai stable angina pectoris yang sering merupakan gejala yang meragukan di layanan
primer.

Pemeriksaan EKG dini pada layanan primer dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk
memulai rawat inap dan menyelamatkan nyawa pasien, sehingga dapat mengurangi angka kematian
akibat penyakit jantung. Pada kasus penyakit jantung koroner, pemeriksaan EKG dini tidak hanya
akan mengurangi waktu transportasi pasien ke rumah sakit dengan fasilitas kateterisasi, namun juga
akan meningkatkan efektifitas pengobatan dan meningkatkan rasio kelangsungan hidup pasien.
EKG dapat menunjukkan bukti adanya serangan jantung, sehingga memungkinkan dokter untuk
mempersiapkan perawatan segera saat pasien tiba di rumah sakit. Oleh karena itu deteksi
menggunakan EKG dan pertolongan pada pasien yang membutuhkkan AED di layanan primer
sangat dibutuhkan untuk dapat segera mengetahui adanya serangan jantung.

Ketrampilan menggunakan EKG (elektrokardiografi) dan AED (automated external defribilator)


sangat diperlukan bagi dokter yang berpraktik di layanan primer.

Deskripsi singkat
Penjelasan singkat tentang nama dan ruang lingkup isi modul.

Tujuan Pembelajaran
Hasil Belajar
Setelah mengikuti pelatihan, diharapkan peserta mampu menggunakan EKG dan AED untuk
menunjang diagnosis dan penatalaksanaan masalah kegawatan jantung di layanan primer.

Puslat BPPSDM & PDKI 12


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu:
1. Melakukan pemeriksaan EKG
2. Melakukan interpretasi dan identifikasi kegawatan jantung dari hasil pemeriksaan
EKG
3. Melakukan manajemen pasien dengan henti jantung menggunakan AED
4. Berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk menunjang tatalaksana
kegawatan jantung menggunakan AED di FKTP.
5. Melakukan rehabilitasi medik kepada pasien pasca tatalaksana kegawatan
jantung
6. Melakukan deteksi dini risiko gangguan jantung
7. Melakukan edukasi dan konseling kepada pasien dengan gangguan jantung

Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

Materi pokok dan sub materi pokok modul ini adalah sebagai berikut

A. Materi Dasar

1. Kebijakan Pelayanan Kesehatan Penyakit Kardiovaskular dan Penyakit Tidak


Menular di Layanan Primer

2. Masalah Beban Kesehatan Akibat Penyakit Kardiovaskular di Indonesia

B. Materi Inti

1. Dasar EKG

2. Pemasangan EKG

3. Interpretasi Rekaman EKG

4. Pengenalan AED

5. Bantuan Hidup Dasar dengan AED

6. Kegawatan Jantung

Puslat BPPSDM & PDKI 13


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

7. Deteksi Dini Risiko Penyakit Jantung pada Fasilitas Layanan Kesehatan Tingkat
Pertama

8. Rehabilitasi untuk Pasien Pasca Kegawatan Jantung

9. Kolaborasi Interprofesional dalam Penanggulangan Masalah Kegawatan Jantung

10. Edukasi dan Konseling terkait Masalah Gangguan Jantung

C. Materi Penunjang

1. Building Learning Commitment

2. Anti Korupsi

3. Rencana Tindak Lanjut

Puslat BPPSDM & PDKI 14


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI POKOK
Uraian materi dasar, inti dan penunjang

Puslat BPPSDM & PDKI 15


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI DASAR 1

KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN PENYAKIT


KARDIOVASKULAR DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DI LAYANAN
PRIMER

Deskripsi
Kebijakan dalam materi ini mengacu kepada Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular dari
Kementrian Kesehatan tahun 2019, yang terdiri dari kebijakan, strategi dan indikator pengendalian
PTM di Indonesia.

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi dasar ini, peserta pelatihan mampu:
- Menjelaskan kebijakan penyakit tidak menular khususnya penyakit kardiovaskular di
Indonesia.
- Menjelaskan strategi dan indikator pengendalian penyakit kardiovaskular dan
penyakit tidak menular di Indonesia.

2. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta pelatihan diharapkan mampu

1. Peningkatan pengetahuan tentang kebijakan penyakit kardiovaskular dan penyakit


tidak menular di Indonesia.
2. Peningkatan pengetahuan tentang strategi dan indikator dalam pengendalian risiko
penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular.

Materi Pokok
Puslat BPPSDM & PDKI 16
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. Kebijakan penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular di Indonesia.
2. Strategi pengendalian risiko penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular.
3. Indikator pengendalian risiko penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular.

Metode

Metode pengajaran yang digunakan untuk materi ini dilakukan dengan metode kuliah interaktif.

Media dan Alat Bantu

Media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini antara lain:

1. Modul
2. Bahan bacaan
3. Aplikasi Zoom Meeting
4. Presentasi materi menggunakan Power Point

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 1 jam pelajaran, yang terdiri dari 1 jam pelajaran
teori (T = 1 jpl, P = 0 jpl, PL = 0) @ 45 menit. Untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan
langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

Langkah 1 (5 menit)
1. Fasilitator memperkenalkan diri
2. Fasilitator menyampaikan deskripsi dan tujuan materi
B. Langkah 2 (35 menit)
1. Fasilitator menyampaikan materi mengenai:
a. Kebijakan penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular di Indonesia.
b. Strategi pengendalian risiko penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular.
c. Indikator pengendalian risiko penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular.
3. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang

Puslat BPPSDM & PDKI 17


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut


C. Langkah 3 (5 menit)
1. Fasilitator merangkum hal-hal penting terkait materi yang sudah disampaikan
2. Meminta komentar, penilaian, saran, bahkan kritik dari peserta.

Uraian Materi
A. Kebijakan
1. Meningkatkan advokasi keijakan yang berpihak terhadap program kesehatan dan
sosialisasi P2PTM.
2. Melaksanakan upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif secara
komprehensif.
3. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
4. Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans.
5. Penguatan jejaring dan kemitraan melalui pemberdayaan masyarakat.

B. Strategi
1. Meningkatkan advokasi kebijakan yang berpihak terhadap program kesehatan dan
sosialisasi P2PTM.
a. Mendorong penguatan komitmen dari pengambil kebijakan untuk mendukung
program P2PTM terutama dalam alokasi sumber daya daerah.
b. Memberikan informasi dan pemahaman potensial produkti tas serta potensial
ekonomi yang hilang akibat P2PTM kepada para pengambil kebijakan lintas sektor.
c. Menumbuhkan kesadaran bahwa masalah kesehatan adalah tanggung jawab
bersama.
d. Mendorong advokasi lintas sektor untuk mewujdukan pembangunan berwawasan
kesehatan (Health in All Policy = HiAP).
2. Melaksanakan upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif secara
komprehensif.
a. Menyebarluaskan secara masif sosialisasi pencegahan dan pengendalian faktor
risiko PTM kepada seluruh masyarakat.
b. Meningkatkan kemandirian masyarakat melalui penerapan budaya perilaku
CERDIK.

Puslat BPPSDM & PDKI 18


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

c. Melakukan deteksi dini dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM baik di Posbindu
maupun di fasilitas pelayanan kesehatan.
d. Melakukan penguatan tata laksana kasus sesuai standar.
e. Meningkatkan program peningkatan kualitas hidup (perawatan paliatif) sesuai
ketentuan.
3. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
a. Meningkatkan kapasitas SDM sesuai jenjang fasilitas pelayanan kesehatan dan
kompetensi didukung dengan penganggaran pusat maupun secara mandiri oleh
daerah.
b. Mendorong ketersediaan SDM secara kualitas maupun kuantitas.
c. Mendorong pemanfaatan SDM yang ada di masyarakat baik dilingkup awam,
akademisi, pegawai pemerintah dan swasta maupun organisasi profesi.
4. Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans.
a. Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai ketentuan.
b. Mengoptimalkan dan mengintegrasikan sistem informasi yang dibangun oleh pusat
maupun yang diupayakan oleh daerah.
c. Melakukan evaluasi dan menindaklanjuti hasil pendataan secara berkala dan
dijadikan bahan pengambilan keputusan secara berjenjang untuk perbaikan program.
d. Mendorong dilakukannya penelitian PTM yang diperlukan.
5. Penguatan jejaring dan kemitraan melalui pemberdayaan masyarakat.
a. Melibatkan peran serta tokoh masyarakat dan kelompok potensial lainnya.
b. Mengintegrasikan kegiatan program dalam pelaksanaan hari-hari besar yang
diwilayah masing-masing untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap
P2PTM terutama pencegahan terhadap factor resiko (mis. melakukan deteksi dini
faktor resiko massal pada hari-hari besar).
c. Berkoordinasi dengan lintas program terkait untuk memastikan ketersediaan sarana
prasarana, obat dan SDM, penerapan mutu pelayanan meliputi akreditasi dan
tatalaksan kasus sesuai standar.
d. Berkoordinasi dan menguatkan kemitraan dengan pihak swasta lainnya.

C. Program dan Indikator


Program Penurunan Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Stroke.
Indikator:
1. Penurunan prevalensi hipertensi dari 25,8% pada tahun 2013 menjadi 23,4% tahun 2019.

Puslat BPPSDM & PDKI 19


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

2. Pelayanan Hipertensi sesuai standar.


3. Penderita Hipertensi berobat teratur.
4. Puskesmas yang melaksanakan PANDU PTM.

Program Pengendalian Konsumsi Rokok.


Indikator:
1. Penurunan Prevalensi merokok = 18 tahun dari 7,2% tahun 2013 menjadi 5,4% tahun
2019.
2. 50% kab/ kota melaksanakan kebijakan KTR minimal 50% sekolah.
3. Jumlah keluarga yang anggota keluarganya tidak merokok.

Penanggulangan Gangguan Indera dan Fungsional.


Indikator:
1. Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan katarak sebesar 30%
pada tahun 2019.
2. Pelayanan Kesehatan pada usia dasar.
3. Pelayanan Kesehatan pada usia Produktif.
4. Pelayanan Kesehatan pada usia Lanjut.
5. Tindak Lanjut Peta Jalan Layanan Kesehatan Inklusi bagi Penyandang Disabilitas.

Referensi

Puslat BPPSDM & PDKI 20


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI DASAR 2

MASALAH BEBAN KESEHATAN AKIBAT PENYAKIT


KARDIOVASKULAR DI INDONESIA

Deskripsi
Materi ini menjelaskan kepada peserta pelatihan tentang masalah penyakit kardiovaskular dan
penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia khususnya di pelayanan primer dan peran Spesialis
Kedokteran Keluarga Layanan Primer (Sp. KKLP) dalam pengendalian masalah penyakit
kardiovaskular.

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi dasar ini, peserta pelatihan mampu:
- Menjelaskan masalah penyakit tidak menular khususnya penyakit kardiovaskular di
Indonesia.
- Menjelaskan peran Sp.KKLP dalam pengendalian penyakit kardiovaskular dan penyakit
tidak menular.

b. Indikator Hasil Belajar


1. Peningkatan pengetahuan tentang masalah penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak
menular di Indonesia.
2. Mengetahui peran Sp.KKLP dalam pengendalian masalah penyakit kardiovaskular dan
penyakit tidak menular.

Materi Pokok
Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:

Puslat BPPSDM & PDKI 21


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

1. Gambaran masalah penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular di dunia dan
Indonesia.
2. Dampak penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular terhadap beban kesehatan di
Indonesia.
3. Peran Sp.KKLP dalam pengendalian masalah penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak
menular di pelayanan primer.

Metode

Metode pengajaran yang digunakan untuk materi ini dilakukan dengan metode kuliah interaktif.

Media dan Alat Bantu

Media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini antara lain:

1. Modul
2. Bahan bacaan
3. Aplikasi Zoom Meeting
4. Presentasi materi menggunakan Power Point

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 1 jam pelajaran, yang terdiri dari 1 jam pelajaran
teori (T = 1 jpl, P = 0 jpl, PL = 0) @ 45 menit. Untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan
langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

B. Langkah 1 (5 menit)
1. Fasilitator memperkenalkan diri
2. Fasilitator menyampaikan deskripsi dan tujuan materi
C. Langkah 2 (35 menit)
1. Fasilitator menyampaikan materi mengenai:
a. Gambaran masalah penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular di dunia dan
Indonesia.

Puslat BPPSDM & PDKI 22


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

b. Dampak penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular terhadap beban kesehatan
di Indonesia.
c. Peran Sp. KKLP dalam pengendalian masalah penyakit kardiovaskular dan penyakit
tidak menular di pelayanan primer.
2. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut
D. Langkah 3 (5 menit)
3. Fasilitator merangkum hal-hal penting terkait materi yang sudah disampaikan
4. Meminta komentar, penilaian, saran, bahkan kritik dari peserta.

Uraian Materi
Gambaran masalah penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular di dunia dan
Indonesia

Penyakit Tidak Menular (PTM), seperti penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes, dan penyakit-
penyakit paru kronis, merupakan penyebab global utama kematian yang bertanggungjawab
terhadap lebih dari 70% kematian di dunia yang membunuh 36 juta jiwa per tahun. Sekitar 80
persen kematian tersebut terjadi di negara berpenghasilan menengah dan rendah. Dari seluruh
kematian akibat penyakit tidak menular, 35% diantaranya karena penyakit jantung dan pembuluh
darah, 12% oleh penyakit kanker, 6% oleh penyakit pernapasan kronis, 6% karena diabetes, dan
15% disebabkan oleh PTM lainnya (data WHO, 2018).

Di Asia Tenggara Penyakit tidak menular menyumbang 62% dari total kematian, dan bertanggung
jawab atas sekitar 48% kematian di bawah usia 70 tahun. Sebagai negara terpadat di kawasan ini,
Indonesia menghadapi total 1.365.000 kematian dini pada tahun 2016, dimana 73% di antaranya
disebabkan oleh PTM. Meskipun ada peningkatan yang nyata dalam profil kesehatan (misalnya
peningkatan harapan hidup dan hasil yang lebih baik untuk pasien dengan penyakit menular). Hasil
Riskesdas 2018 menyebutkan prevalensi penyakit jantung yang didiagnosis dokter pada penduduk
semua umur menurut provinsi adalah 1.5%.

Puslat BPPSDM & PDKI 23


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Dampak penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular terhadap beban kesehatan
dan ekonomi di Indonesia

PTM telah menjadi isu strategis dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) 2030
sehingga harus menjadi prioritas pembangunan di setiap negara Jumlah PTM yang meningkat,
bersama dengan beban ekonomi dan Kesehatan. Indonesia saat ini menghadapi beban ganda
penyakit, yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular, hal ini diperberat karena sebagian
besar kematian akibat PTM terjadi di daerah berpenghasilan menengah dan rendah. PTM berkaitan
erat dengan perubahan lingkungan, perilaku masyarakat, transisi demografi, teknologi, ekonomi
dan sosial budaya.

Peningkatan beban akibat PTM sejalan dengan meningkatnya faktor risiko yang meliputi
meningkatnya tekanan darah, gula darah, indeks massa tubuh atau obesitas, pola makan tidak sehat,
kurang aktivitas fisik, dan merokok serta alkohol. Program Kementrian Kesehatan yang
disinergikan dengan program PTM adalah pengendalian gangguan indera serta yang berfokus pada
gangguan penglihatan dan pendengaran serta gangguan disabilitas. Berdasarkan data Riskesdas
2013, prevalensi gangguan pendengaran secara nasional sebesar 2,6% dan prevalensi ketulian
sebesar 0,09%.

Hasil survei Rapid Assesment of Avoidable Blindness (RAAB) menunjukkan bahwa prevalensi
kebutaan usia lebih dari 50 tahun di Indonesia berkisar antara 1,7% sampai dengan 4,4%. Dari
seluruh orang yang menderita kebutaan, 77,7% kebutaan disebabkan oleh katarak. Penyebab lain
dari kebutaan di Indonesia adalah kelainan di segmen posterior bola mata (6%), glaucoma (2,9%),
dan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi (2,3%). Pada prevalensi gangguan pendengaran
ditemukan 2,6 % dan ketulian sebesar 0,09 %.

Sementara hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 disebutkan prevalensi disabilitas
pada penduduk umur 18 – 59 tahun sebesar 22%. Keprihatinan terhadap peningkatan prevalensi
PTM telah mendorong lahirnya kesepakatan tentang strategi global dalam pencegahan dan
pengendalian PTM, khususnya di negara berkembang.

Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada


indikator-indikator kunci PTM yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019, sebagai berikut:

Puslat BPPSDM & PDKI 24


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

• Prevalensi tekanan darah tinggi pada penduduk usia 18 tahun keatas


meningkat dari 25,8% menjadi 34,1%;
• Prevalensi obesitas penduduk usia 18 tahun ke atas meningkat dari
14,8 % menjadi 21,8%;
• Prevalensi merokok penduduk usia ≤18 tahun meningkat dari 7,2%.
menjadi 9,1%.

Untuk data PTM lainnya menunjukkan hasil sebagai berikut:

• Prevalensi Asma pada penduduk semua umur menurun dari 4,5% menjadi
2,4%;
• Prevalensi Kanker meningkat dari 1,4 per menjadi 1,8 per mil;
• Prevalensi Stroke pada penduduk umur ≥ 15 tahun meningkat dari 7 menjadi 10,9 per mil;
• Prevalensi penyakit ginjal kronis ≥ 15 tahun meningkat dari 2,0 per mil
menjadi 3,8 per mil;
• Prevalensi Diabetes Melitus pada penduduk umur ≥ 15 tahun meningkat
dari 6,9 % menjadi 10,9%;
• Prevalensi aktivitas fisik kurang pada penduduk umur ≥ 10 tahun
meningkat dari 26,1% menjadi 33,5%;
• Prevalensi konsumsi buah/sayur kurang pada penduduk umur ≥ 5 tahun
meningkat dari 93,5% menjadi 95,5%.

Meningkatnya kasus PTM secara signifikan diperkirakan akan menambah


beban masyarakat dan pemerintah, karena penanganannya membutuhkan
biaya yang besar dan memerlukan teknologi tinggi. Hal ini dapat terlihat dari
data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) tahun 2017,
sebanyak 10.801.787 juta orang atau 5,7% peserta JKN mendapat pelayanan
untuk penyakit katastropik dan menghabiskan biaya kesehatan sebesar 14,6
triliun rupiah atau 21,8% dari seluruh biaya pelayanan kesehatan dengan
komposisi peringkat penyakit jantung sebesar 50,9% atau 7,4 triliun.

Untuk itu, dibutuhkan komitmen bersama dalam menurunkan morbiditas,


mortalitas dan disabilitas PTM melalui intensifikasi pencegahan dan
pengendalian menuju Indonesia Sehat, salah satunya adalah penguatan pelayanan primer.

Puslat BPPSDM & PDKI 25


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Peran Sp.KKLP dalam pengendalian masalah penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak
menular di pelayanan primer

Spesialis kedokteran keluarga layanan primer adalah dokter yang bekerja di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) dengan pendekatan pelayanan kedokteran keluarga, yang menangani
pasien dengan pelayanan yang berpusat pada pasien, berfokus pada keluarga, dan berorientasi pada
masyarakat dimana pasien tersebut tinggal dan beraktifitas.

Salah satu kunci sukses sebuah pelayanan kesehatan adalah kemampuan semua pihak mencapai
kontiunitas seluruh proses pelayanan kesehatan tersebut. Keberhasilan pada satu tahap tapi tidak
diikuti dengan kemampuan mempertahankan keberhasilan tersebut menjadi sia-sia. Kontinuitas
pelayanan kesehatan hanya dapat dicapai melalui hasil kerja Bersama seluruh tim yang terlibat
dalam proses pengelolaan masalah kesehatan, di seluruh tingkat /jenjang pelayanan kesekatan yaitu
primer, sekunder dan tersier, dalam bentuk pelayanan rujukan, rujuk balik, dan pengelolaan
bersama dengan prinsip kolaboratif. Maka peran Sp.KKLP dengan karakteristik pelayanan yang
komprensif, bersinambung dan terkoordinasi sangat ideal dalam pengendalian PTM khususnya
deteksi dini dan penurunan risiko penyakit kardiovaskular.

Referensi

Puslat BPPSDM & PDKI 26


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI INTI 1

DASAR ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)

Deskripsi

Elektrokardiogram (EKG) adalah rekaman aktivitas elektrik dari sel-sel jantung yang mencapai
permukaan tubuh. Aktivitas elektrik ini memulai kontraksi otot jantung untuk memompa darah
ke tubuh (Wagner, 2014). Elektroda yang dipasang pada lokasi tertentu pada ekstremitas dan dada
akan mendeteksi arus yang mencapai kulit. Kemudian sinyal ini akan diproses dan ditampilkan
sebagai rekaman elektrokardiografik pada layar maupun kertas (Braunwald, 2019). EKG adalah
merupakan salah satu sarana untuk membuat diagnostik dan terapi pada penyakit jantung. Mata
pelatihan ini membahas tentang sistem konduksi jantung dan gambaran siklus jantung pada EKG.

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran materi ini, diharapkan peserta mampu menjelaskan
sistem konduksi dan siklus jantung pada gambaran EKG.

b. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta pelatihan diharapkan mampu

a. Menjelaskan mengenai sistem konduksi jantung


b. Menjelaskan mengenai siklus jantung pada EKG

Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi pokok mata pelatihan ini adalah sebagai berikut:

Puslat BPPSDM & PDKI 27


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

a. Pengertian EKG

b. Indikasi pemeriksaan EKG

c. Sistem kelistrikan jantung

d. Gambaran siklus jantung


e. Kertas EKG

Metode
Metode pengajaran dan pembelajaran menggunakan kuliah interaktif .

Media dan Alat Bantu

Media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini antara lain:

1. Modul
2. Aplikasi Zoom Meeting
3. Presentasi materi menggunakan Power Point.

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jam pelajaran, yang terdiri dari 2 jam
pelajaran teori (T = 2 jpl, P = 0, PL = 0) @ 45 menit. Untuk memudahkan proses pembelajaran,
dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1. Langkah 1 (15 menit)

a. Fasilitator memperkenalkan diri

b. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Langkah 2 (60 menit)

a. Fasilitator menyampaikan materi mengenai:

i. Pengertian EKG

Puslat BPPSDM & PDKI 28


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

ii. Indikasi pemeriksaan EKG

iii. Sistem kelistrikan jantung

iv. Gambaran siklus jantung

v. Kertas EKG

3. Langkah 3 (15 menit)

a. Fasilitator meminta peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas,


memberikan jawaban atas pertanyaan peserta.
b. Meminta komentar, penilaian, saran, bahkan kritik dari peserta pada tautan
Google Form yang telah disediakan.

Uraian Materi

▪ Pengertian
Elektrokardiogram merupakan sinyal fisiologi yang dihasilkan oleh aktivitas kelistrikan
jantung. Sinyal ini direkam dengan perangkat elektrokardiograf, merupakan perangkat keras
yang berfungsi mencatat aktifitas listrik dari sebuah jantung. (Permana et al, 2015)

▪ Indikasi Pemeriksaan EKG


Indikasi pemeriksaan EKG (Wagner,2014) :

1. Pembesaran jantung,
2. Blok konduksi elektrik,
3. Insufisiensi aliran darah,
4. Iskemia jantung,
5. Kematian otot jantung akibat trombosis koroner,
6. Aritmia jantung,
7. Gangguan elektrolit,
8. Deteksi fungsi abnormal dari kelenjar seperti kelenjar tiroid, dan
9. Dapat mendeteksi kadar berbahaya dari obat-obatan tertentu.

Puslat BPPSDM & PDKI 29


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

▪ Sistem Kelistrikan Jantung

Potensial aksi yang dihasilkan oleh satu sel jantung atau bahkan sekelompok kecil sel tidak
mampu menghasilkan potensial aksi yang cukup untuk direkam pada permukaan.
Elektrokardiografi hanya dapat direkam oleh aktivasi kelompok besar dari sel otot atrium dan
ventrikuler jantung, dimana jumlah potensial aksinya cukup untuk dapat direkam pada
permukaan. Sel-sel otot jantung secara normal kurang dalam kemampuan membentuk
potensial aksi secara cepat atau spontan. Sel-sel tersebut bergantung pada sel-sel khusus dari
cardiac pacemaking dan sistem konduksi jantung yang terletak secara strategis di jantung. Sel-
sel ini terdiri atas nodus, berkas, cabang berkas, dan cabang-cabang fasikel. Sel-sel yang
membentuk sistem konduksi jantung ini kurang dalam hal kontraktilitas, namun dapat
menghasilkan potensial aksi yang spontan dan mempengaruhi kecepatan konduksi jantung.
Sel ini bersifat otomatisasi (Wagner, 2014). Sistem ini terdiri dari (Pratanu, 2011) :

1. Sino-Atrial Node (SA Node)


Nodus ini terletak di batas antara vena cava superior dan atrium kanan. Nodus ini
memiliki sifat otomatisasi yang paling tinggi dalam sistem konduksi jantung (Pratanu,
2011). Nodus SA diperdarahi oleh arteri koronarius dextra pada 59% kasus, arteri
koronarius sinistra pada 38% kasus, dan sebanyak 3% berasal dari keduanya (Garcia,
2015).

2. Sistem Konduksi Intra-Atrial


Terdapat jalur khusus dari sistem konduksi jantung yang terdiri dari 3 jalur internodal
yang menghubungkan SA node dan AV node, serta jalur Bachman yang
menghubungkan atrium kanan dan kiri (Pratanu, 2011).

3. Atrio-Ventrikuler Node (AV Node)


Nodus ini terletak di bagian bawah atrium kanan, antara sinus koronarius dan katup
trikuspidalis bagian septal (Pratanu, 2011). Nodus AV berperan dalam memperlambat
konduksi dari atrium ke ventrikel sampai kontraksi atrium

berlangsung. Perlambatan ini membantu atrium mengisi ruang ventrikel dan membantu
mempertahankan output jantung pada tingkat maksimal. Nodus AV diperdarahi oleh
arteri koronarius dextra (Garcia, 2015).

4. Berkas His
Berkas His adalah berkas yang pendek yang merupakan kelanjutan dari bagian bawah
AV node yang menembus annulus fibrosus dan septum bagian membran. Nodus AV

Puslat BPPSDM & PDKI 30


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

bersama Berkas His disebut penghubung –atrio-ventrikuler, disingkat penghubung


(Pratanu, 2011).

5. Cabang Berkas
Arah distal, Berkas His bercabang menjadi dua bagian, yaitu cabang berkas kiri dan
cabang berkas kanan. Cabang berkas kiri memberikan cabang-cabang ke ventrikel kiri,
sedangkan cabang berkas kanan bercabang kearah ventrikel kanan (Pratanu, 2011).

6. Fasikel
Cabang berkas kiri becabang menjadi dua bagian, yaitu fasikel kiri anterior dan fasikel
kiri posterior (Pratanu, 2011).

7. Serabut Purkinje
Bagian terakhir dari sistem konduksi jantung adalah serabut purkinje, yang merupakan
anyaman halus dan berhubungan erat dengan sel-sel otot jantung (Pratanu, 2011).
Serabut purkinje menginervasi langsung sel-sel miokardium dan memulai siklus
depolarisasi ventrikel (Garcia, 2015).

Gambar 1. Sistem konduksi jantung (Garcia, 2015).

Puslat BPPSDM & PDKI 31


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

▪ Otomatisasi dan Ritmisitas Sistem Konduksi Jantung

Semua sel dalam sistem konduksi jantung memiliki sifat otomatisasi, yaitu dapat
menimbulkan potensial aksi tanpa stimulus dari luar. Potensial aksi ini memiliki sifat
ritmisitas. Masing-masing bagian dari konuksi jantung memiliki frekuensi ritmisitas sendiri.
Pada keadaan fisologis, nodus SA memiliki otomatisasi dan ritmisitas yang tertinggi,
sedangkan serabut purkinje yang terendah. Sifat otomatisasi dan ritmisitas dalam sistem
konduksi ini meskipun spontan, namun masih tetap dalam pengaruh yang kuat oleh faktor lain
diluar sistem ini, terutama sistem saraf simpatik dan parasimpatik (Pratanu, 2011).

Gambar 2. Kecepatan intrinsik sistem konduksi jantung (Garcia, 2015).

▪ Gambaran Siklus Jantung pada EKG

Gambaran EKG terdiri atas berbagai gelombang, dimana tiap gelombang menggambarkan
siklus jantung. Rekaman EKG yang normal dibuat dengan kecepatan standar 25 mm/detik dan
defleksi 10 mm sesuai dengan potensial 1 mV (Garcia, 2015). Berikut jenis-jenis gelombang
EKG (Pratanu, 2011) :

1. Gelombang P : menggambarkan depolarisasi atrium jantung


2. Segmen PR : dimulai dari akhir gelombang P sampai awal kompleks QRS
3. Interval PR : dimulai dari awal gelombang P sampai awal kompleks QRS,
menggambarkan inisiasi impuls elektrik di nodus sinoatrial (SA) sampai ke
mulainya depolarisasi ventrikel
4. Kompleks QRS : menggambarkan depolarisasi ventrikel jantung

Puslat BPPSDM & PDKI 32


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

5. Segmen ST : dimulai dari akhir kompleks QRS sampai awal gelombang T,


menggambarkan periode netral antara depolarisasi dan repolarisasi ventrikel
6. Gelombang T : menggambarkan repolarisasi ventrikel jantung
7. Interval QT : dimulai dari awal kompleks QRS sampai akhir gelombang T,
menggambarkan sistolik ventrikel

8. Gelombang U : merupakan suatu defleksi kecil dan datar yang dapat dilihat
setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya pada satu siklus.

Gambar 3. Komponen dasar kompleks EKG (Garcia, 2015)

▪ Kertas EKG Standar

Pada kertas EKG standar terdiri atas garis tipis setiap 1 mm dan garis tebal yang terdiri dari 5
garis tipis yaitu setiap 5 mm. Kemudian garis tipis ini akan membentuk kotak kecil (1mm)
dan garis tebal membentuk kotak besar (5mm). Garis horizontal menggambarkan interval dan
denyut jantung. Pada kertas standar dengan kalibrasi kecepatan 25 mm per detik, setiap kotak
kecil terjadi pada interval 0,04 detik dan kotak besar pada 0,20 detik. Garis vertikal
menggambarkan amplitudo gelombang (Wagner, 2014). Pada kalibrasi standar 10 mm per
mV, setiap kotak kecil menunjukkan 0,1 mV dan kotak besar 0,5 mV. Setiap lead digambarkan
dalam 2,5 detik, dan EKG penuh dalam 10 detik (Garcia, 2015).

Puslat BPPSDM & PDKI 33


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 4. Kertas EKG, tinggi diukur dalam milimeter (mm), dan lebar dalam detik
(Garcia, 2015)

Referensi
Braundwald E, Zipes DP, Libby P, Bonow RO, Mann DL, Tomaselli GF. 2019. Braundwald’s
Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, Eleventh Edition.
Philadelphia: Elsevier

Garcia Thomas B. 2015. 12-Lead ECG : The Art of Interpretation Second Edition. Burlington:
Jones & Bartlett Learning.

Pratanu S. 2011. Buku Pedoman Kursus Elektrokardiografi. Surabaya

Wagner Galen S, Strauss David G. 2014. Marriott’s Practical Electrocardiography 12th


edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Puslat BPPSDM & PDKI 34


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Lampiran

i. lembar kerja

1. Sebutkan nama gelombang yang diberi keterangan nomor tersebut!


2. Jelaskan makna dari terbentuknya masing-masing gelombang!

Puslat BPPSDM & PDKI 35


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI INTI 2

PEMASANGAN EKG

Deskripsi

Teknik pemeriksaan elektrokardiografi atau EKG harus dilakukan dengan benar agar hasil
pemeriksaan yang didapatkan akurat. Penggunaan EKG dilengkapi dengan pemasangan
sandapan pada tubuh sebagai monitor adanya perubahan tegangan antara elektroda yang
ditempatkan pada berbagai posisi di tubuh. Prosedur memasang elektroda merupakan salah
satu langkah teknik pemeriksaan EKG yang penting agar artefak yang muncul hanya minimal,
atau tidak sama sekali. Mata pelatihan ini membahas tentang indikasi pemeriksaan EKG,
macam-macam sandapan dan konsep vektor pada EKG, serta cara pemasangan sandapan
EKG.

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran materi ini, diharapkan peserta pelatihan dapat melakukan
pemasangan EKG sesuai dengan prosedur yang benar.

b. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Menjelaskan macam-macam sandapan dan konsep vektor pada EKG


2. Melakukan pemasangan elektroda ekstremitas dengan benar
3. Melakukan pemasangan elektroda prekordial dengan benar

Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

Materi pokok mata pelatihan ini adalah sebagai berikut:

Puslat BPPSDM & PDKI 36


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

1. Sandapan EKG
2. Prosedur pemasangan EKG

Metode

Metode pengajaran dan pembelajaran menggunakan kuliah interaktif kemudian peserta


pelatihan melakukan praktik lapangan pemasangan EKG.

Media dan Alat Bantu

Media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini antara lain:

1. Modul
2. Aplikasi Zoom Meeting
3. Presentasi materi menggunakan Power Point
4. Alat EKG dan kertasnya
5. Jelly
6. Alkohol
7. Tissue

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak jam pelajaran, yang terdiri dari 1 jam
pelajaran teori dan 3 jam pelajaran (2 jpl penugasan di kelas dan 1 jpl evaluasi) penugasan (T
= 1 jpl, P = 3, PL = 0 jpl) @ 45 menit. Untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan
langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1. Pembelajaran Teori
a. Langkah 1 (10 menit)
1. Fasilitator memperkenalkan diri
2. Fasilitator menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Menggali pengetahuan awal peserta mengenai pemasangan EKG

Puslat BPPSDM & PDKI 37


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

b. Langkah 2 (35 menit)


1. Fasilitator menyampaikan materi mengenai:
a. Sandapan EKG
b. Prosedur pemasangan EKG
2. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut
2. Penugasan
a. Langkah 1 (5 menit)
1. Peserta melakukan prosedur persiapan alat EKG
2. Peserta melakukan prosedur persiapan pasien
b. Langkah 2 (80 menit)
1. Peserta melakukan prosedur perekaman EKG secara bergantian
2. Peserta merapikan kembali alat EKG yang digunakan
c. Langkah 3 (5 menit)
1. Fasilitator memberikan umpan balik
2. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut

Uraian Materi

▪ Sandapan EKG
Elektrokardiogram klinis standar direkam melalui elektroda yang dipasang di tubuh yang
dipasang pada 4 ekstremitas (RA, LA, RL, LL) dan 6 pada dada (V1 sampai V6)
(Braunwald, 2019). Elektroda tersebut kemudian akan membentuk sandapan yang
merekam perbedaan potensial pada dua elektroda. Standar pada EKG adalah menggunakan
12 lead yaitu (Wagner, 2014) :

- Tiga sandapan ekstremitas (Lead I, II, III)


- Enam sandapan precordial (Lead V1, V2, V3, V4, V5, dan V6)
- Tiga sandapan ekstremitas tambahan (Lead aVR, aVL, dan aVF)

Puslat BPPSDM & PDKI 38


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 5. Sandapan Ekstremitas (Garcia, 2015)

Gambar 6. Sandapan precordial (Garcia, 2015)

Puslat BPPSDM & PDKI 39


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 7. Sistem Hexaxial pada EKG jantung (Garcia, 2015).

Lokasi pemasangan elektroda EKG (Pratanu, 2011) :

1. RA : Ekstremitas superior kanan


2. LA : Ekstremitas superior kiri
3. RL : Ekstremitas inferior kanan
4. LL : Ekstremitas inferior kiri
5. V1 : Garis parasternal kanan, intercosta IV
6. V2 : Garis parasternal kiri, intercosta IV
7. V3 : Titik tengah antara elektroda V2 dan V4
8. V4 : Garis midclavicula sinistra, intercosta V
9. V5 : Garis axilaris anterior, sama tinggi dengan V4
10. V6 : Garis midaxilaris, sama tinggi dengan V4 dan V5

Puslat BPPSDM & PDKI 40


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 8. Lokasi pemasangan elektroda (Garcia, 2015)

▪ Prosedur Pemasangan EKG

Prosedur Pemasangan EKG sebagai berikut :

1. Persiapan alat
- Alat set EKG
- Jelly
- Kapas alkohol
- Kassa
2. Persiapan pasien
- Menjelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan
- Mempersilahkan pasien untuk tidur terlentang di bed
3. Perekaman EKG
- Cuci tangan WHO
- Meminta pasien untuk melepaskan pakaian, jam tangan, gelang dan
benda logam lainnya

- Bersihkan daerah dada pasien yang akan dilakukan pemeriksaan dan


bersihkan elektroda EKG menggunakan alkohol
- Mengoleskan jelly pada elektroda EKG
- Hubungkan EKG pada sumber listrik, nyalakan, tes dan matikan kembali
- Tempatkan elektroda sesuai dengan lokasinya

Puslat BPPSDM & PDKI 41


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

o RA : Ekstremitas superior kanan


o LA : Ekstremitas superior kiri
o RL : Ekstremitas inferior kanan
o LL : Ekstremitas inferior kiri
o V1 : Garis parasternal kanan, intercosta IV
o V2 : Garis parasternal kiri, intercosta IV
o V3 : diantara elektroda V2 dan V4
o V4 : Garis midclavicula sinistra, intercosta V
o V5 : Garis axilaris anterior, intercosta V sejajar V4
o V6 : Garis midaxilaris, intercosta V sejajar V4 dan V5
- Lakukan kalibrasi 10 mm dengan kecepatan 25 mm/volt/detik
- Lakukan perekaman pada EKG
- Memberikan identitas pada hasil rekaman
- Lepaskan elektroda dan rapihkan alat EKG
- Melakukan cuci tangan WHO

Referensi
Braundwald E, Zipes DP, Libby P, Bonow RO, Mann DL, Tomaselli GF. 2019. Braundwald’s
Heart Disease : A Textbook of Cardiovascular Medicine, Eleventh Edition.
Philadelphia: Elsevier

Garcia Thomas B. 2015. 12-Lead ECG : The Art of Interpretation Second Edition. Burlington:
Jones & Bartlett Learning.

Pratanu S. 2011. Buku Pedoman Kursus Elektrokardiografi. Surabaya

Wagner Galen S, Strauss David G. 2014. Marriott’s Practical Electrocardiography 12th


edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Puslat BPPSDM & PDKI 42


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Lampiran

a. lembar kerja

Lakukan pemasangan EKG dengan memperhatikan langkah-langkah pada daftar


tilik berikut.

NILAI
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAI
0 1 2
I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent
II ITEM PROSEDURAL
Persiapan Alat
1 Menyiapkan EKG, Kapas Alkohol, Kassa
Persiapan Pasien
2 Mempersilahkan pasien untuk tidur terlentang
Perekaman EKG
3 Cuci tangan WHO
4 Minta pasien untuk membuka baju. Bila pasien memakai jam tangan,
gelang dan logam lain untuk dilepaskan terlebih dahulu
5 Bersihkan daerah dada penderita yang akan diperiksa dan bersihkan
elektroda dengan alkohol.
6 Mengoleskan jelly EKG pada permukaan elektroda
7 Hubungkan EKG ke sumber listrik, hidupkan, lalu tes dan matikan
8 • Tempatkan Lead V4: putih coklat interkostal 5 linea midklavikularis
• Lead N: hitam: pergelangan kaki kanan
• Lead F: hijau: pergelangan kaki kiri
• Lead R : merah pergelangan tangan kanan
• Lead L: kuning: pergelangan tangan kiri
• Lead V1: putih/merah: ruang interkostal 4 sebelah kanan garis
sternum
• Lead v2: putih/kuning: ruang interkostal 4 sebelah kiri garis
sternum
• Lead V3: putih/hijau : dipasang antara V4 dan V2
• Lead V6; putih/violet: di linea midaxilaris sejajar V4
• Lead V5: putih hitam ; antara V4 dan V6
9 Melakukan kalibrasi 10 mm dengan keadaan 25 mm/volt/detik
10 Membuat rekaman secara berurutan sesuai dengan pilihan lead yang
terdapat pada mesin EKG
11 Melakukan kalibrasi kembali setelah rekaman selesai.
12 Memberi identitas pasien pada hasil rekaman : nama, umur. Tanggal,
dan jam rekaman serta no lead dan nama pembuat rekaman EKG.
13 Merapikan alat-alat dan mencuci tangan kembali
III ITEM PROFESIONALISME
14 Tunjukkan sikap percaya diri
15 Tunjukkan sikap menghormati pasien
16 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record

Puslat BPPSDM & PDKI 43


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Keterangan:

0 = tidak dilakukan

1 = dilakukan tapi
tidak sempurna

2 = dilakukan
dengan sempurna

Nilai: total skor x 100 =

32

Puslat BPPSDM & PDKI 44


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI INTI 3

INTERPRETASI EKG

Deskripsi

EKG merupakan suatu prosedur pemeriksaan non invasif, yang menjadi bagian keseharian di
pelayanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan tingkat pertama. Pemeriksaan EKG dapat
secara mudah dan langsung dilakukan pada penderita yang dicurigai menderita penyakit
jantung dan pembuluh darah yang banyak ditemukan dan banyak menyebabkan kematian.
EKG dapat membantu memberikan informasi penunjang yang dibutuhkan untuk membantu
menegakkan diagnosis penyakit kardiovaskular termasuk kondisi kegawatan jantung.
Interpretasi EKG yang tepat dapat membantu tatalaksana pasien lebih baik. Mata pelatihan
ini membahas tentang berbagai bentuk gelombang pada EKG, cara menghitung frekuensi
denyut jantung dan ukuran waktu pada berbagai interval gelombang, gambaran gelombang
EKG normal, aritmia dan sindrom koroner akut.

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran materi ini, diharapkan peserta mampu melakukan
interpretasi EKG terutama untuk irama jantung yang sering ditemui pada kasus
kegawatan jantung.

b. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

1. Menjelaskan berbagai bentuk gelombang pada EKG


2. Menghitung frekuensi denyut jantung dan ukuran waktu pada berbagai
interval gelombang
3. Melakukan interpretasi EKG normal

Puslat BPPSDM & PDKI 45


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

4. Melakukan interpretasi EKG aritmia


5. Melakukan interpretasi EKG penyakit jantung koroner

Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi pokok mata pelatihan ini adalah sebagai berikut:

1. Interpretasi EKG
2. Elektrokardiogram normal
3. Aritmia
4. Penyakit jantung koroner
5. Prosedur interpretasi EKG

Metode

Metode pengajaran dan pembelajaran menggunakan kuliah interaktif kemudian peserta


pelatihan melakukan latihan interpretasi gambaran EKG.

Media dan Alat Bantu

Media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini antara lain:

1. Modul
2. Aplikasi Zoom Meeting
3. Presentasi materi menggunakan Power Point
4. Gambar EKG
i. EKG Normal
ii. Aritmia
iii. Penyakit jantung koroner

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 7 jam pelajaran, yang terdiri dari 3
jam pelajaran teori, dan 6 jam pelajaran (4 jpl penugasan dan 2 jpl evaluasi) penugasan (T

Puslat BPPSDM & PDKI 46


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

= 3 jpl, P = 6jpl, PL = 0 jpl) @ 45 menit. Untuk memudahkan proses pembelajaran,


dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1. Pembelajaran Teori
a. Langkah 1 (10 menit)
1. Fasilitator memperkenalkan diri
2. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran
3. Menggali pengetahuan awal peserta mengenai interpretasi EKG
b. Langkah 2 (115 menit)
1. Fasilitator menyampaikan materi mengenai:
i. Interpretasi EKG
ii. Elektrokardiogram normal
iii. Aritmia
iv. Penyakit jantung koroner
v. Prosedur interpretasi EKG
c. Langkah 3 (10 menit)
Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut.

2. Penugasan
a. Langkah 1
1. Fasilitator menugaskan setiap peserta melakukan interpretasi rekaman
EKG yang ada pada lembar kerja materi ini
b. Langkah 2
1. Peserta akan mempresentasikan hasil interpretasi irama EKG secara
bergantian
2. Fasilitator akan meminta peserta pelatihan yang lain untuk
menanggapi hasil interpretasi
3. Fasilitator akan memberikan umpan balik terkait hasil interpretasi dan
diskusi peserta

c. Langkah 3
1. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut
2. Fasilitator menugaskan peserta melakukan perekaman EKG pada

Puslat BPPSDM & PDKI 47


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

pasien kegawatan jantung di tempat kerjanya, dan hasilnya akan discan


untuk dipresentasikan saat praktik lapangan

Uraian Materi

▪ Interpretasi EKG
1. Irama
Pertama tentukan apakah irama jantung sinus atau asinus. Jika pada EKG didapatkan
gelombang P diikuti dengan kompleks QRS maka iramanya sinus, jika setiap
kompleks QRS tidak diikuti gelombang P maka gelombang asinus (Pratanu, 2011).

2. Laju QRS (QRS rate)/Frekuensi Jantung


Untuk menentukan laju QRS, harus diperhatikan apakah iramanya reguler atau
irreguler. Pada irama yang reguler normalnya laju QRS adalah antara 60 – 100
kali/menit. Laju QRS dapat dihitung berdaasarkan kecepatan kertas, dimana pada
kecepatan 25 mm/detik, kertas menempuh 60 x 25 mm = 1500 mm dalam 1 menit.
Sehingga pengukuran laju QRS adalah 1500 : jarak siklus dalam mm (yaitu jarak R-
R atau P-P). Laju QRS >100 kali/menit menunjukkan takikardi, sedangkan laju <60
kali/menit menunjukkan bradikardi (Pratanu, 2011).

3. Aksis
Aksis adalah jumlah semua vektor pada ventrikel jantung. Secara klinis menentukan
aksis akan membantu dalam menentukan patologi suatu kelainan dan membantu
menyingkirkan diagnosis banding. Terdapat lima klasifikasi aksis (Wagner, 2014):

1. Aksis normal
2. Left axis deviation (LAD)
3. Right axis deviation (RAD)
4. Extreme right axis deviation
5. Indeterminate axis

Normalnya aksis berada pada -30o sampai +90o. Aksis yang berada pada -30o sampai -90o
disebut left axis deviation (LAD), sedangkan aksis antara +90o sampai -180o disebut
right axis deviation (RAD), dan aksis antara +180o sampai -90o disebut extreme right
axis deviation. Aksis jantung yang tidak dapat ditentukan karena defleksi positif dan
negatif kompleks QRS sama besar disemua sandapan disebut indeterminate axis
(Garcia, 2015).

Puslat BPPSDM & PDKI 48


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 9. Gambaran aksis jantung (https://litfl.com/wp-


content/uploads/2018/08/Haxaxial-ECG-Reference-FULL-
768x576.jpg)

Aksis jantung ditentukan dengan melihat vektor, melalui defleksi dari kompleks QRS
pada suatu sandapan. Aksis jantung dapat ditentukan dengan membandingkan
defleksi kompleks QRS pada dua sandapan yaitu lead I dan aVF pada EKG.

Gambar 10. Defleksi kompleks QRS (Garcia, 2015)

Puslat BPPSDM & PDKI 49


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Tabel 1. Defleksi kompleks QRS pada Lead I dan aVF terhadap aksis jantung

Lead I Lead aVF Aksis


+ + Normal axis
+ - Left axis deviation
- + Right axis deviation
- - Extreme right axis
deviation
Gambar 11. Gambaran defleksi kompleks QRS pada Lead I dan aVF terhadap aksis jantung

(https://www.wikem.org/w/images/Axes.png)

4. Gelombang P
Gelombang P adalah defleksi pertama dari siklus jantung yang menggambarkan
depolarisasi atrium. Gelombang P dapat positif, negatif, atau bifasik, atau bentuk lain
yang khas (Pratanu, 2011). Nilai normal gelombang P adalah < 0,12 detik dan tinggi
tidak melebihi 2,5 mm (Braunwald, 2019).

Gambar 12. Gelombang P (Garcia, 2015)

Puslat BPPSDM & PDKI 50


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

5. Interval PR
Interval PR diukur dari awal gelombang P hingga awal kompleks QRS. Nilai normal
interval PR adalah 0,12 – 0,20 detik (Pratanu, 2011).

Gambar 13. Interval PR (Garcia, 2015).

6. Kompleks QRS
Kompleks QRS menggambarkan depolarisasi ventrikel. Komponen utama dari
kompleks QRS adalah :
• Gelombang Q : yaitu defleksi negatif pertama
• Gelombang R : yaitu defleksi positif pertama. Defleksi kedua disebut
gelombang R’
• Gelombang S : yaitu defleksi negatif pertama setelah R. Gelombang S
kedua disebut S’
Kompleks QRS monofasik terdiri atas satu defleksi, yaitu R atau defleksi tunggal
negatif QS. Defleksi yang lebih dari 5 mm, dipakai huruf besar seperti Q, R, dan S,
sedangkan untuk defleksi kurang dari 5 mm, dipakai huruf kecil q, r, dan s. Nilai
normal kompleks QRS adalah 0,07 – 0,10 detik (Pratanu, 2011).

Puslat BPPSDM & PDKI 51


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 14. Istilah untuk berbagai bentuk kompleks QRS (Google Image).

7. Segmen ST
Segmen ST dimulai dari akhir kompleks QRS sampai awal gelombang T. Gambaran
segmen ST dapat normal, depresi, atau elevasi (Wagner, 2014).

Gambar 15. Contoh segmen ST pada garis baseline, elevasi, dan depresi (Garcia,
2015)

8. Gelombang T
Gelombang T menunjukkan repolarisasi ventrikel. Gelombang T dapat positif,
negatif, atau bifasik. Pada orang dewasa, normalnya gelombang T adalah tegak di
semua sandapan kecuali aVR dan V1 (Garcia, 2015).

Puslat BPPSDM & PDKI 52


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 16. Contoh berbagai gambaran gelombang T (Garcia, 2015).

Gambar 17. Gelombang T bifasik (Garcia, 2015)

9. Gelombang U
Gelombang U adalah gelombang kecil yang mengikuti gelombang T dan asalnya
tidak jelas. Normalnya gelombang U tegak dan paling besar terdapat di V2 dan V3.
Gambaran sering tidak jelas karena bersatu dengan gelombang T (Garcia, 2015).

▪ Elektrokardiogram Normal

• Gelombang P

Puslat BPPSDM & PDKI 53


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Pada bidang frontal : positif di lead I, II, dan aVF dan negatif di aVR, sedangkan di
aVL dan III bisa positif, negatif atau bifasik.
Pada bidang horisontal : biasanya bifasik atau negatif di V1 dan V2, positif di V3
hingga V6.
Gelombang P dari sinus yang normal memiliki lebar <0,12 detik dan tinggi tidak
melebihi 2,5 mm (Pratanu, 2011).

• Kompleks QRS
Pada bidang horisontal yang normal memiliki corak khas. Sandapan V1 dan V2
tereletak dekat ventrikel kanan sehingga disebut kompleks ventrikel kanan. Gaya listrik
dari ventrikel kanan menimbulkan gelombang R yang diikuti gelombang S yang
menggambarkan gaya listrik dari ventrikel kiri. Sebaliknya sandapan V5 dan V6 paling
dekat dengan ventrikel kiri sehingga disebut kompleks ventrikel kiri. Gelombang q
menggambarkan aktivitas ventrikel kanan atau septum, sedangkan gelombang R
menggambarkan aktivasi ventrikel kiri (Pratanu, 2011).
Gambaran kompleks QRS adalah: gelombang R meningkat dari V1 ke V6, sedangkan
gelombang S mengecil dari V1 ke V6.

• Gelombang T
Pada orang dewasa, normal gelombang T adalah tegak di semua sandapan kecuali di
aVR dan V1 (Pratanu, 2011).

• Gelombang U
Biasanya tegak dan paling besar terdapat di V2 dan V3. Gamabran sering tidak jelas
karena bersatu dengan gelombang T (Pratanu, 2011).

• Nilai normal durasi dan interval pada EKG

Tabel 2. Nilai normal durasi dan interval EKG (Garcia, 2015).

Kompleks EKG Nilai normal


Gelombang P < 0,12 detik
Interval PR 0,12 – 0,20 detik
Kompleks QRS 0,07 – 0,10 detik
Interval QT 0,33 – 0,43 detik

Puslat BPPSDM & PDKI 54


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 18. EKG Normal (Google Image).

▪ Aritmia
Aritmia adalah gangguan pembentukan dan/atau penghantaran impuls. Aritmia dapat
dianalisis dengan melihat sandapan panjang yang menggambarkan gelombang P dengan
jelas pada EKG yaitu sandapan II atau V1. Irama sinus normal adalah irama jantung
dengan pemacu simpul sinus dengan frekuensi 60 hingga 100 per menit. Irama jantung
yang bukan irama sinus adalah aritmia.

Umumnya dibagi menjadi dua golongan :


I. Gangguan pembentukan impuls
a. Gangguan pembentukan impuls di sinus
1. Sinus takikardia
2. Sinus bradikardia
3. Sinus aritmia
4. Henti sinus
b. Pembentukan impuls di atria
1. Ekstrasistol atrial
2. Takikardia atria
3. Atrial Flutter
4. Fibrilasi atrial
c. Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia junctional)
1. Ekstrasistol penghubung AV
2. Takikardia penghubung AV
3. Irama lolos penghubung AV

Puslat BPPSDM & PDKI 55


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

d. Pembentukan impuls di ventrikel (aritmia ventrikuler)


1.. Ekstrasistol ventrikuler
2. Takikardia ventrikuler
3. Flutter ventrikuler
4. Fibrilasi ventrikuler
5. Henti ventrikuler
6. Irama lolos ventrikuler

II. Gangguan penghantaran impuls


a. Blok sino-atrial
b. Blok atrio-ventrikuler
c. Blok intraventrikuler

▪ Gangguan Pembentukan Impuls di Sinus


a. Sinus Takikardia Dasar diagnosis
- Irama sinus (vektor P dari sinus)
- Frekuensi >100 per menit

Gambar 19. Sinus Takikardia (https://litfl.com/wp-content/uploads/2018/08/ECG-Sinus-


Tachycardia.jpg).

b. Sinus Bardikardia Dasar diagnosis


- Irama sinus (vektor P dari sinus)

Puslat BPPSDM & PDKI 56


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

- Frekuensi <60 per menit

Gambar 20. Sinus Bradikardia (https://litfl.com/wp-content/uploads/2018/08/ECG-Sin-


us-bradycardia.jpg)

c. Sinus Aritmia Dasar diagnosis


- Irama sinus (vektor P dari sinus)
- Interval P-P bervariasi lebih dari 0,15 detik, membentuk irama ventrikuler
ireguler
- Interval PR konstan, tidak menunjukkan adanya AV blok

Gambar 21. Sinus Aritmia (https://litfl.com/wp-content/uploads/2018/08/ECG-Sinus-


arrhythmia-lead-II.jpg).

Puslat BPPSDM & PDKI 57


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 22. Sinus Aritmia (https://litfl.com/wp-content/uploads/2018/08/ECG-Sinus-


arrhythmia-12-lead.jpg).

d. Henti Sinus (Sinus Arrest) Dasar


diagnosis
- Tidak ada P dari sinus

Gambar 23. Sinus Arrest (Google Image).

▪ Gangguan Pembentukan Impuls di Atrial


a. Ekstrasistol Atrial Dasar diagnosis
- Ada gelombang P prematur yang berasal dari atrium (vektor P dari atrium),
kemudian diikuti dengan kompleks QRS
- Biasanya pause kompensasi tidak lengkap
- Jarak antara P ekstrasistol dengan P di depannya disebut interval rangkaian
- Jarak P ekstrasistol dengan P di belakangnya disebut interval pasca ekstrasistol
- Ekstrasistol atrial : interval rangkaian + interval pasca ekstrasistol =
kurang dari 2x interval P-P normal
-

Puslat BPPSDM & PDKI 58


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 24. Ekstrasistol Atrial (google image).

Bentuk khusus ekstrasistol atrial :


1. Bigemini atrial : setiap satu kompleks sisnus diikuti sati ekstrasistol
2. Trigemini atrial : setiap dua kompleks sinus diikuti satu ekstrasistol
3. Quadrigemini atrial : setiap tiga kompleks sinus diikuti satu ekstrasistol
4. Couplet : dua ekstrasistol yang berturutan
5. Ekstrasistol atrial multifokal : dua atau lebih fokus ektopik di atria yang
berlainan
6. Ekstrasistol yang tak diteruskan : P esktrasistol tak diikuti oleh QRS
7. Ekstrasistol dengan konduksi ventrikel aberan

b. Atrial Flutter Dasar diagnosis


- Denyutan atrium yang cepat dan teratur, dengan frekuensi 250-350/menit
- Adanya gelombang P yang teratur, berbentuk gergaji “sawtooth” terutama
di lead II, III, aVF, sumbu pada bidang frontal ialah -90o
- QRS sempit, kecuali terdapat konduksi ventrikuler aberan
- Biasanya terdapat konduksi 2 : 1, karena simpul AV tak dapat meneruskan
impuls dari atria

Puslat BPPSDM & PDKI 59


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 25. Atrial Flutter (https://litfl.com/wp-content/uploads/2018/08/ECG-Atrial-


Flutter-with-2-1-Block-1-.jpg).

c. Fibrilasi Atrial
Fibrilasi atrial adalah denyut atrium yang tidak teratur dan cepat, dengan frekuensi
360-600/menit

Dasar diagnosis
- Adanya gelombang-gelombang P yang tidak teratur, frekuensi 250-600/menit
- QRS tidak teratur, biasanya dengan frekuensi 140-200/menit

Gambar 26. Fibrilasi atrial (https://litfl.com/wp-content/uploads/2018/08/Rhythm-Strip-


LITFL-Atrial-Fibrillation.jpg).

▪ Gangguan Pembentukan Impuls di Ventrikel


a. Ekstrasistol
Ventrikuler (VES)
Dasar diagnosis
- Kompleks QRS yang prematur melebar dan bizzare (tidak teratur dan ganjil)

Puslat BPPSDM & PDKI 60


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

- Gelombang P dari sinus tidak terpengaruh oleh ekstrasistol QRS


- Terdapat pause kompensasi lengkap, yaitu interval rangkaian + interval
pasca ekstrasistol = 2 x interval R-R yang normal

Gambar 27. Ekstrasistol Ventrikuler (Google image).

Bentuk khusus ekstrasistol ventrikuler :


1. Bigemini : Setiap 1 kompleks sinus diikuti dengan satu ekstrasistol ventrikuler
2. Trigemini : Setiap 2 kompleks sinus diikuti dengan satu ekstrasistol ventrikuler
3. Quadrigemini : Setiap 3 kompleks sinus diikuti dengan satu ekstrasistol
ventrikuler
4. Ekstrasistol ventrikuler multifokal : adanya dua atau lebih fokus ektopik
di ventrikel. Pada EKG terlihat adanya QRS ekstrasistol dengan
konfigurasi dan interval rangkaian yang berbeda
5. Ekstrasistol yang tersisip : QRS ekstrasistol tersisip antara dua kompleks
sinus tanpa ada perubahan yang berarti dari interval R-R, sehingga tidak
ada pause kompensasi
6. Couplet : dua ekstrasistol ventrikuler yang berturutan

b. Ventrikuler Takikardia Dasar diagnosis :


- Adanya tiga atau lebih ekstrasistol ventrikuler yang berturutan
Gambaran EKG :
- Frekuensi biasanya 160-200/menit
- Terkadang frekuensi dapat lebih rendah, hingga sekitar 100/menit
- Bila gelombang P dapat dikenali, maka P dan QRS tidak berhubungan
- QRS melebar dan bizzare, sehingga sulit dibedakan dengan takikardida
supraventrikuler

Puslat BPPSDM & PDKI 61


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 28. Ventrikuler Takikardia (Garcia, 2015).

a. Ventrikuler Takikardia Tosade de Pointes


Bentuk QRS yang berubah secara bergelombang melalui garis isoelektrik.

Gambar 29. Torsade de pointes (Garcia, 2015)

c. Ventrikuler Flutter Dasar diagnosis :


- Kompleks QRS dan T menyatu menjadi undulasi yang teratur. Frekuensi
biasanya
250-300/menit

- Merupakan aritmia yang labil yang cepat berubah menjadi takikardia


ventrikuler atau fibrilasi ventrikuler

Puslat BPPSDM & PDKI 62


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 30. Ventrikuler Flutter (Garcia, 2015).

d. Ventikuler Fibrilasi Dasar diagnosis :


- Kompleks QRS dan gelombang T menyatu menjadi undulasi yang tidak
teratur
dan cepat

Secara klinis fibrilasi ventrikuler berarti henti jantung, karena ventrikel hanya bergetar,
tidak memompa darah keluar dari ventrikel.

Gambar 31. Ventrikuler Fibrilasi (Garcia, 2015)

▪ Gangguan Penghantaran Impuls


a. Blok AV

Blok AV menyebabkan gangguan pada koordinasi antara atrium dan ventrikel sehingga
sangat mengganggu fungsi jantung. Merupakan blok yang paling sering terjadi.

1. Blok AV
derajat
satu
Dasar
diagnosi
s:
- Interval PR memanjang lebih dari 0,20 detik

Puslat BPPSDM & PDKI 63


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 32. Blok AV derajat satu : pemanjangan interval PR (Garcia, 2015)

2. Blok AV derajat dua


Blok AV derajat dua dibagi menjadi :

- Blok AV tipe Wenckebach atau


tipe Mobitz I Dasar diagnosis :
o Interval PR makin memanjang, suatu saat ada gelombang QRS yang
hilang

Gambar 33. Blok AV derajat dua tipe Mobitz I : Interval PR makin memanjang diikuti
dengan hilangnya kompleks QRS (Garcia, 2015).

- Blok AV tipe Mobitz II Dasar diagnosis :


o Interval PR tetap, suatu saat ada gelombang QRS yang hilang

Puslat BPPSDM & PDKI 64


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 34. Blok AV derajat dua tipe Mobitz II : Interval PR tetap, suatu saat ada gelombang
QRS yang hilang (Garcia, 2015).

3. Blok AV total Dasar diagnosis :


a. Atrium dan ventrikel berjalan sendiri-sendiri, digambarkan pada EKG berupa
letak gelombang P yang tidak ada hubungannya dengan letak gelombang QRS

Gambar 35. Blok AV total : letak gelombang P tidak ada hubungannya dengan
letak gelombang QRS (Garcia, 2015).

▪ Penyakit Jantung Koroner


Gambaran EKG yang ditangkap pada penyakit jantung koroner adalah kelainan
miokardium yang diakibatkan dari terganggunya aliran koroner. Kerusakan miokardium
dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :

1. Iskemia : kelainan yang paling ringan dan bersifat reversibel


2. Injuri : kelainan yang lebih berat, tetapi masih reversibel
3. Nekrosis : kelainan yang sudah bersifat irreversibel, karena kerusakan sel
miokardium yang bersifat permanen
Pada umumnya iskemia dan injuri menunjukkan kelainan pada proses repolarisasi dari
miokardium, yaitu segmen ST dan gelombang T. Nekrosis miokardium menunjukkan
kelainan pada proses depolarisasi yaitu gelombang QRS.

Puslat BPPSDM & PDKI 65


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

a. Iskemia
1. Depresi ST
Ada 3 jenis depresi ST, yaitu :
B. Horisontal
C. Landai ke bawah
D. Landai ke atas

Bentuk horisontal dan landai ke bawah lebih spesifik. Depresi ST dianggap


bermakna bila lebih dari 1 mm, semakin dalam semakin spesifik.

Gambar 36. Jenis depresi segmen ST (google image).

2. Inversi T
Gambaran berupa gelombang T yang negatif (vektor T berlawanan arah dengan
vektor QRS). Tanda ini tidak terlalu spesifik, yang spesifik bila gelombang T ini
simetris dan berujung lancip.

Puslat BPPSDM & PDKI 66


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 37. Gelombang T inversi (google image)

3. Inversi U
Gelombang U negatif (terhadap T) cukup spesifik untuk iskemia miokard.

b. Injuri
Ciri dasar injuri adalah ST elevasi, yang khas adalah konveks ke atas.

Gambar 38. Gambaran EKG pada injuri (google images).

c. Nekrosis
Ciri dasar dari nekrosis miokardium adalah adanya gelombang Q patologis yaitu Q
yang lebar dan dalam, dengan syarat-syarat :

1. Lebar ≥ 0,04 detik


2. Dalam ≥ 4 mm atau ≥ 25% tinggi R

Puslat BPPSDM & PDKI 67


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 39. Gelombang Q patologis (google image).

d. Lokalisasi Kerusakan Dinding Ventrikel pada EKG


1. Daerah anteroseptal : V1 – V4
2. Daerah anterior ekstensif : V1 – V6. I dan aVL
3. Daerah anterolateral : V4 – V6, I dan aVL
4. Daerah anterior terbatas : V3 – V5
5. Daerah inferior : II, III, dan aVF
6. Daerah lateral tinggi : I dan aVL
7. Daerah posterior murni : bayangan cermin dari V1, V2, dan V3 terhadap
garis horisontal

▪ Prosedur Interpretasi EKG


Prosedur interpretasi EKG sebagai berikut :
1. Perhatikan identitas pasien
2. Menentukan apakah EKG layak baca atau tidak
3. Melakukan penilaian secara sistematis :
- Tentukan irama
- Tentukan laju QRS
- Tentukan aksis
- Menilai interval PR
- Menilai morfologi
o Gelombang P
o Kompleks QRS
o Segmen ST
o Gelombang T
o Gelombang U
4. Menentukan interpretasi secara keseluruhan

Puslat BPPSDM & PDKI 68


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Referensi
Garcia Thomas B. 2015. 12-Lead ECG : The Art of Interpretation Second Edition. Burlington : Jones
& Bartlett Learning.

Pratanu S. 2011. Buku Pedoman Kursus Elektrokardiografi. Surabaya

Wagner Galen S, Strauss David G. 2014. Marriott’s Practical Electrocardiography 12th


edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Puslat BPPSDM & PDKI 69


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Lampiran
a. lembar kerja
Lakukan interpretasi EKG berikut
Gambar 1

Deskripsi
b. Irama :
c. Frekuensi :
d. Aksis :
e. Gelombang P :
f. Interval PR :
g. Gelombang QRS :
h. Segmen ST :
i. Gelombang T :
j. Interval QT :
k. Lain-lain :
l. Kesimpulan :

Puslat BPPSDM & PDKI 70


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

• Gambar 2

Deskripsi

Irama :
Frekuensi :
Aksis :
Gelombang P :
Interval PR :
Gelombang QRS :
Segmen ST :
Gelombang T :
Interval QT :
Lain-lain :
Kesimpulan :

Puslat BPPSDM & PDKI 71


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

• Gambar 3

Deskripsi

Irama :
Frekuensi :
Aksis :
Gelombang P :
Interval PR :
Gelombang QRS :
Segmen ST :
Gelombang T :
Interval QT :
Lain-lain :
Kesimpulan :

Puslat BPPSDM & PDKI 72


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

• Gambar 4

Deskripsi

Irama :
Frekuensi :
Aksis :
Gelombang P :
Interval PR :
Gelombang QRS :
Segmen ST :
Gelombang T :
Interval QT :
Lain-lain :
Kesimpulan :

Puslat BPPSDM & PDKI 73


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

• Gambar 5

Deskripsi

Irama :
Frekuensi :
Aksis :
Gelombang P :
Interval PR :
Gelombang QRS :
Segmen ST :

Gelombang T :
Interval QT :
Lain-lain :
Kesimpulan :

Puslat BPPSDM & PDKI 74


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

b. informasi lain
Daftar Tilik Prosedur Interpretasi EKG

No LANGKAH KLINIK YANG DINILAI NILAI


I ITEM INTERAKSI DOKTER DAN PASIEN 0 1 2
1 Senyum–salam–sapa
II ITEM PROSEDURAL
1 Melihat hasil rekaman EKG dengan memperhatikan identitas
pasien
2 Menentukan apakah rekaman ini sudah sesuai dengan standar
dan layak di interpretasi
3 Menentukan irama jantung
4 Menetapkan frekuensi denyut jantung
5 Menentukan Arah aksis (sumbu) elektris jantung
6 Menentukan bentuk gelombang P
7 Menentukan bentuk gelombang QRS
8 Menentukan posisi segment ST
9 Menentukan bentuk gelombang T
10 Menentukan bentuk gelombang U
11 Mengambil Kesimpulan hasil EKG
12 Menyerahkan hasil rekaman EKG kepada yang berkepentingan
III ITEM PROFESIONALISME
1 Tunjukkan sikap percaya diri
2 Menjelaskan kesimpulan EKG kepada pasien
3 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record

Keterangan:

0 = tidak dilakukan

1 = dilakukan tapi tidak sempurna

2 = dilakukan dengan sempurna

Nilai: total skor x 100 =

32

Puslat BPPSDM & PDKI 75


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI INTI 4

PENGENALAN AUTOMATED EXTERNAL DEFIBRILLATOR (AED)

Deskripsi

Automated external defibrillator (AED) merupakan alat elektronik portabel yang secara
otomatis menganalisis irama jantung pasien dan dapat digunakan untuk melakukan defibrilasi,
sebuah kejutan listrik yang dapat membantu menormalkan kembali irama perfusi. Ketika
pasien mengalami henti jantung, sebaiknya segera ditolong menggunakan AED jika tersedia.
Menggunakan AED lebih dini pada pasien henti jantung dengan irama spesifik: ventricular
fibrilasi (VF) dan ventricular tachycardia (VT), dapat meningkatkan peluang untuk bertahan
hidup. Mata pelatihan ini membahas tentang indikasi dan prinsip penggunaan AED pada
bantuan hidup dasar.

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan tentang indikasi dan
prinsip penggunaan AED pada bantuan hidup dasar

b. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan mampu:

1) Menjelaskan indikasi dan prinsip penggunaan AED


2) Menjelaskan prosedur penggunaan AED

Materi Pokok dan Sub Materi pokok


Materi pokok mata pelatihan ini adalah sebagai berikut:

1. Definisi AED
2. Indikasi penggunaan AED

Puslat BPPSDM & PDKI 76


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

3. Prosedur penggunaan AED

Metode

Metode pengajaran dan pembelajaran menggunakan kuliah interaktif.

Media dan Alat Bantu

Media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini antara lain:

1. Modul
2. Aplikasi Zoom Meeting
3. Presentasi materi menggunakan Power Point

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jam pelajaran, yang terdiri dari 2
jam pelajaran teori (T = 2 jpl, P = 0, PL = 0) @ 45 menit. Untuk memudahkan proses
pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

a. Langkah 1 (15 menit)


1. Fasilitator memperkenalkan diri
2. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran

b. Langkah 2 (60 menit)


1. Fasilitator menyampaikan materi mengenai:
a. Definisi AED
b. Indikasi penggunaan AED
c. Prosedur penggunaan AED
c. Langkah 3 (15 menit)
1. Fasilitator meminta peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas, memberikan jawaban atas pertanyaan peserta.
2. Meminta komentar, penilaian, saran, bahkan kritik dari peserta pada
tautan Google Form yang telah disediakan.

Puslat BPPSDM & PDKI 77


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Uraian Materi

▪ Definisi AED
Automated external defibrillation (AED) adalah alat yang telah diprogram oleh komputer
dengan bantuan suara dan gambar untuk memandu tenaga kesehatan melakukan defibrilasi
pada VF secara aman. AED hanya berguna pada serangan yang disebabkan oleh VF/VT
tanpa nadi, dan hal ini tidak efektif untuk penatalaksanaan asistole atau PEA. AED tidak
dirancang untuk memberikan kejutan listrik tersinkronisasi (misal kardioversi pada VT
dengan denyut nadi), tetapi AED akan menganjurkan untuk melakukan kejutan tidak
tersinkronisasi pada VT monomorfik dan polimorfik bila kekerapan dan morfologi
gelombang R melampaui normal (PERKI, 2019).

Gambar 40. Contoh alat AED (Disque, 2016).

▪ Indikasi Pengunaan AED


Indikasi penggunaan AED sebagai berikut (Disque, 2018) :

1. Individu tidak berespon terhadap panggilan atau guncangan pada badan


2. Individu tidak bernafas atau bernafas tidak efisien
3. Nadi arteri karotis tidak teraba
▪ Prosedur Penggunaan AED
1. Nyalakan alat AED
2. Pilih bantalan dewasa atau anak-anak
3. Tempelkan bantalan pada dada yang terbuka (bukan di atas medication
patches) dan pastikan kabel tersambung (keringkan dada jika diperlukan)

Puslat BPPSDM & PDKI 78


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

4. Letakkan satu bantalan pada bagian kanan atas dan lainnya pada dada
beberapa inci dibawah lengan kiri
5. Pastikan area clear untuk mempersilahkan AED membaca ritme jantung,
yang dapat memakan waktu sekitar 15 detik
6. Jika tidak ada ritme dalam 15 detik, ulangi RJP
7. Jika AED mengindikasikan kejutan dibutuhkan, bersihkan individu, dan
pastikan tidak ada satupun orang yang menyentuh inddividu tersebut dan
pastikan juga oksigen telah dilepaskan. Pastikan secara visual individu clear
dan teriakkan “CLEAR”
8. Tekan tombol “Shock”
9. Segera lanjutkan RJP kembali dimulai dari kompresi dada
10. Setelah dua menit RJP, analisis kembali ritme jantung dengan AED
11. Teruskan ikuti petunjuk dari AED

Catatan :

- Jika AED tidak bekerja dengan baik, lanjutkan RJP. Jangan membuang
waktu dengan memperbaiki AED. RJP selalu menjadi yang pertama
dilakukan, dan AED merupakan tambahan
- Jangan gunakan AED di dalam air
- AED tidak kontraindikasi pada individu dengan defibrillato/pacemaker
tanam; namun, jangan letakkan bantalan tepat diatas alat tersebut

Puslat BPPSDM & PDKI 79


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 41. Letak pemasangan bantalan AED (Disque, 2016).

▪ Catatan Penting Penggunaan AED (The American National Red Cross, 2015)
1. Dada yang basah
Beberapa individu mungkin memiliki dada yang basah, misal akibat dari
berkeringat yang berlebih atau setelah pertolongan dari lingkungan yang basah
seperti sungai, laut, dan lainnya. Segera bersihkan dan keringkan bagian dada
sebelum menempelkan bantalan AED ke dada.

2. Dada dengan rambut yang lebat


Jarangan dada dengan rambut yang lebat akan menyebabkan masalah dengan
bantalan AED. Pada sebagian kasus mungkin diperlukan untuk mencukur atau
memotong sebagian rambut unutk memperoleh kontak yang adekuat.

3. Plaster
Lepaskan dan buang plaster atau bahan lain yang menempel pada kulit pasien
untuk memastikan kontak yang adekuat dari bantalan AED. Beberapa pasien
mungkin memiliki medication patches pada dinding dadanya. Benda tersebut
harus dilepaskan karena dapat menyebabkan percikan atau terbakan pada saat
defibrilasi.

4. Pacemaker

Puslat BPPSDM & PDKI 80


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Beberapa pasien mungkin memiliki pacemaker jantung. Biasanya akan tampak


secara visual di dinding dada, tepat di bawah tulang klavikula. Pastikan bantalan
AED tidak diletakkan di atas pacemaker, tapi di samping atau di bawahnya.

5. Perhiasan
Lepaskan perhiasan logam yang mungkin kontak dengan bantalan AED. Bantalan
AED harus clear dari perhiasan, termasuk tindik pada badan.

Referensi
Disque Karl. 2016. Basic Life Support Provider Handbook. USA : Satori Continuum
Publishing.

Disque Karl. 2018. Advance Cardiac Life Support Provider Handbook. USA : Satori
Continuum Publishing.

PERKI. 2019. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS Indonesia. Jakarta :
PERKI.

The American National Red Cross. 2015. Basic Life Support for Healthcare Providers. USA
: The American National Red Cross.

Lampiran

a. lembar kerja

No LANGKAH KLINIK YANG DINILAI NILAI


I ITEM INTERAKSI DOKTER DAN PASIEN 0 1 2
1 Informed consent
II ITEM PROSEDURAL
1 Hidupkan alat AED
2 Pilih bantalan dewasa atau anak-anak
3 Tempelkan bantalan pada dada yang terbuka, pastikan
kabel tersambung
4 Letakkan satu bantalan pada bagian kanan sternum di
bawah os. Clavicula dan lainnya pada dada kiri beberapa
inci di linea axilaris anterior ICS 5-6
5 Pastikan area clear untuk mempersilahkan AED membaca
ritme jantung, yang dapat memakan waktu sekitar 15 detik
Jika tidak ada ritme dalam 15 detik, ulangi RJP

Puslat BPPSDM & PDKI 81


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

6 Jika AED mengindikasikan kejutan dibutuhkan, bersihkan


individu, dan pastikan tidak ada satupun orang yang
menyentuh inddividu tersebut dan pastikan juga oksigen
telah dilepaskan. Pastikan secara visual individu clear dan
teriakkan “CLEAR”
7 Tekan tombol “Shock”
8 Segera lanjutkan RJP kembali dimulai dari kompresi dada
9 Setelah dua menit RJP, analisis kembali ritme jantung
dengan AED
III ITEM PROFESIONALISME
1 Tunjukkan sikap percaya diri

Puslat BPPSDM & PDKI 82


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI INTI 5

BLS DENGAN AED

Deskripsi

Bantuan hidup dasar dengan penggunaan automated external defibrillator (AED) merupakan
salah satu tahap paling awal untuk menolong pasien henti jantung. Mengetahui cara untuk
melakukan bantuan hidup dasar dengan penggunaan AED merupakan suatu proses yang
interaktif yang membutuhkan baik pengetahuan dan juga keterampilan. Pada banyak kasus,
hanya melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) tidak akan membuat jantung berdenyut
kembali. RJP yang dilakukan dengan baik (terutama kompresi dada), membuat upaya
defifibrilasi yang akan dilakukan setelahnya menjadi lebih efektif. AED merupakan perangkat
yang dapat mengirimkan kejutan listrik terkontrol ke jantung untuk memulihkan fungsi
jantung.

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

a. Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat melakukan bantuan hidup dasar
dengan AED pada kasus henti jantung.

b. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan mampu:

1) Menjelaskan rantai kelangsungan hidup


2) Menjelaskan prosedur resusitasi jantung paru yang berkualitas
3) Mendemonstrasikan prosedur RJP dengan bantuan AED

Materi Pokok

Materi pokok mata pelatihan ini adalah sebagai berikut:

Puslat BPPSDM & PDKI 83


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

1) Rantai Kelangsungan Hidup


2) Resusitasi Jantung Paru (RJP)
3) Prosedur RJP
4) Algoritma RJP dengan AED
5) RJP pada pasien Covid-19

Metode

Metode pengajaran dan pembelajaran menggunakan kuliah interaktif, dan praktik lapangan
dengan simulasi kasus.

Media dan Alat Bantu

Media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini antara lain:

1. Modul
2. Skenario kasus
3. Aplikasi Zoom Meeting
4. Presentasi materi menggunakan Power Point
5. Manekin RJP
6. Automated External Defibrillator

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 6 jam pelajaran, yang terdiri dari 1 jam
pelajaran teori, 6 jam pelajaran (3 jpl penugasan di dalam kelas dan 3 jpl evaluasi) penugasan
(T = 1 jpl, P = 6 jpl, PL = 0 jpl) @ 45 menit. Untuk memudahkan proses pembelajaran,
dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1. Pembelajaran Teori
a. Langkah 1 (5 menit)
1. Fasilitator memperkenalkan diri
2. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran
b. Langkah 2 (40 menit)
1. Fasilitator menyampaikan materi mengenai:

Puslat BPPSDM & PDKI 84


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

a. Rantai Kelangsungan Hidup


b. Resusitasi Jantung Paru yang Berkualitas
c. Prosedur RJP
d. Algoritma RJP dengan AED
e. RJP pada pasien Covid-19
2. Fasilitator meminta peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas,
memberikan jawaban atas pertanyaan peserta.
3. Meminta komentar, penilaian, saran, bahkan kritik dari peserta.

2. Penugasan
a. Langkah 1
1. Fasilitator menjelaskan mekanisme penugasan
b. Langkah 2
1. Peserta mengerjakan soal di lembar kerja
2. Peserta mempresentasikan tugasnya secara bergantian
3. Fasilitator akan meminta peserta pelatihan yang lain untuk menanggapi
4. Fasilitator akan memberikan umpan balik terkait jawaban dan diskusi peserta
c. Langkah 3
1. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut
d. Langkah 4
1. Peserta akan mendemonstrasikan prosedur RJP dengan AED sesuai skenario
kasus secara bergantian sesuai prosedur
2. Fasilitator akan memberikan umpan balik terkait hasil demonstrasi sesuai
dengan daftar tilik prosedur
e. Langkah 5
1. Fasilitator memberikan umpan balik
2. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut.

Puslat BPPSDM & PDKI 85


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Uraian Materi

▪ Rantai Kelangsungan Hidup


Bantuan hidup dasar terbukti meningkatkan kelangsungan hidup dari pasien yang
mengalami serangan jantung, seorang penolong harus mengikuti langkah-langkah dari
rantai kelangsungan hidup untuk meningkatkan peluang keberhasilan. Pada AHA 2015
rantai kelangsungan hidup dibedakan menjadi dua berdasarkan dimana terjadinya kasus
henti jantung yaitu serangan jantung dalam rumah sakit (HCA) dan serangan jantung di
luar rumah sakit (OHCA) (AHA, 2015).

Gambar 42. Rantai kelangsungan hidup (AHA, 2015)

▪ Resusitasi Jantung Paru (RJP)


Resusitasi jantung paru membantu sirkulasi ke organ vital pada pasien yang mengalami
henti jantung dan henti nafas. Termasuk didalamnya adalah kompresi dada dan ventilasi,

Puslat BPPSDM & PDKI 86


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

serta penggunaan AED. Prosedur dari memberikan bantuan hidup dasar adalah sebagai
berikut :

1. Keamanan lokasi
Pastikan lingkungan aman untuk pasien dan penolong. Pindahkan pasien dari jalan
raya ke tempat yang aman. Jika pasien dari lingkungan air, maka pindahkan pasien
dan keringkan. Pastikan diri sebagai penolong tidak terluka dan dalam lingkungan
yang aman.

2. Pengenalan serangan jantung


• Nilai respon pasien dengan menepuk atau menggoyangkan pasien
sambil berteriak keras memanggil pasien.
• Periksa pernafasan pasien, apakah napas terhenti atau tersengal.
• Periksa denyut nadi dalam 10 detik (pemeriksaan denyut nadi dan
pernafasan dapat dilakukan bersamaan dalam 10 detik)

3. Pengaktifan sistem tanggap darurat


Minta orang lain untuk meminta bantuan dan mengambil AED, jika sendiri dapat
memanggil bantuan melalui ponsel sambil menilai pernafasan dan denyut nadi
bersamaan.
Jika sendiri tanpa ponsel, tinggalkan korban untuk mengaktifkan sistem tanggapan
darurat dan mengambil AED sebelum memulai RJP, atau kirim orang lain untuk
melakukannya dan mulai RJP secepatnya, gunakan AED segera setelah tersedia.
4. RJP
Lakukan kompresi dan pemberian nafas

5. Defibrilasi
Pasang AED jika tersedia, dengarkan dan ikuti instruksi saat diperintahkan.

▪ Kompresi Dada
Sebelum melakukan RJP, penolong harus melakukan penilaian awal terhadap pasien untuk
memastikan apakah pasien benar tanpa denyut nadi. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
memeriksa denyut arteri karotis dalam 10 detik. Jika dalam 10 detik tidak didapatkan
denyut nadi, maka dapat memulai kompresi dada.

Puslat BPPSDM & PDKI 87


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Kompresi dada dilakukan dengan cara memberikan tekanan yang cukup kuat pada
setengah bawah sternum untuk membantu sirkulasi darah dengan meningkatkan tekanan
intratorakal dan penekanan langsung terhadap dinding jantung. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian kompresi dada adalah :

a. Pasien pada tempat yang datar dan keras untuk membantu kompresi yang
adekuat. Pada lokasi diluar rumah sakit bisa pada lantai atau tanah yang datar,
pada lokasi di rumah sakit bisa pada kasur dengan papan RJP
b. Dada terbuka untuk memastikan peletakan tangan yang sesuai dan
memerhatikan rekoil dada
c. Tangan diletakkan pada tempat yang sesuai dengan tumit dari salah satu
tangan tepat pada tengah dada pada setengah bawah sternum dengan tangan
satunya pada bagian atas.
d. Tangan lurus, dengan bahu secara langsung membantu kompresi yang efektif
e. Kompresi setidaknya 100 kali per menit dengan maksimal 120 kali per menit,
dengan kedalaman komprsi 2 inci pada pasien dewasa untuk membantu
sirkulasi yang adekuat
f. Rekoil penuh pada setiap kompresi

▪ Ventilasi

Ventilasi memberikan oksigen pada pasien yang tidak bernafas. Pada RJP dewasa,
diberikan 2 kali ventilasi sampai dada mengembang setiap siklus RJP. Metode ventilasi
:

1. Mouth-to-mouth
Merupakan metode paling mudah, oksigen yang dipakai berupa udara dari
penolong. Cara melakukan :

- Buka jalan nafas dengan teknik head-tilt/chin-lift


- Jepit hidung untuk mencegah keluarnya udara dengan ibu jari dan telunjuk
- Berikan ventilasi dengan cara meniup udara ke mulut pasien selama 1
detik. Istirahat antara tiap pemberian nafas dengan membuka jepitan
sedikit, dan tarik nafas sebelum memberikan ventilasi kembali.

2. Mouth-to-mask

Puslat BPPSDM & PDKI 88


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Penggunaan mask akan memberikan pembatas antara mulut penolong dengan mulut
dan hidung pasien. Hal ini akan memberikan perlindungan terhadap kontak dengan
darah pasien, muntahan dan air liur, dan mengambil nafas dari udara yang
dihembuskan oleh pasien.

- Pasang mask dan katup


- Buka jalan nafas dengan teknik head-tilt/chin-lift
- Pasang mask secara benar menutupi mulut dan hidung pasien (tidak
melebihi dagu)
- Tekan dengan erat sekitar mask dan berikan ventilasi dengan meniup
selama 1 detik dan perhatikan pengembangan dada

3. Bag-mask ventilation
Jika tersedia dua penolong dan alat bag-mask tersedia, maka penolong kedua posisi di
kepala pasien, sementara penolong lain melakukan kompresi dada.

- Penolong satu melakukan 30 kompresi dada

- Penolong kedua memegang bag-mask dengan satu tangan menggunakan


ibu jari dan jari telunjuk membentuk “C” pada satu sisi untuk menyegel
antara wajah dan mask, sementara jari lain membuka jalan nafas dengan
mengangkat rahang bawah
- Penolong kedua memberikan 2 kali ventilasi dengan lama 1 detik tiap ventilasi

▪ High Quality CPR

Gambar 43. High Quality CPR (AHA, 2015).

Puslat BPPSDM & PDKI 89


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

▪ Prosedur

1. Memastikan lingkungan sekitar pasien dan penolong aman


2. Memeriksan respon pasien (dengan memanggil dan menepuk-nepuk pundak
atau menggoyangkan badan pasien)
3. Mengaktifkan sistem layanan gawat darurat dengan meminta tolong orang
lain. Jika tidak ada orang lain dapat menelepon sistem layanan gawat darurat
dan jelaskan lokasi, kondisi, dan bantuan yang sudah diberikan ke pasien
4. Melakukan penilaian awal untuk memastikan pasien tanpa nadi.
- Pemeriksaan dengan melakukan perabaan denyut arteri karotis selama
maksimal 10 detik
5. Informed consent (jika ada keluarga pasien)
6. Lakukan kompresi dada
- Pasien berada pada tempat yang datar dan keras
- Lutut penolong berada di sisi bahu pasien
- Posisi badan tepat diatas badan pasien
- Menentukan lokasi kompresi dada dengan meletakkan telapak tangan
dibagian setengah bawah sternum
- Jari-jar kedua tangan dirapatkan dan sedikit diangkat
- Posisi tangan menetap, lengan lurus, kekuatan tekanan tangan pada badan
- Melakukan high quality CPR
o Melakukan kompresi dada pada kecepatan 100-120 kali/menit
o Mengkompresi kedalaman minimum 2 inci (5cm)
o Membolehkan rekoil penuh setelah setiap kali kompresi
o Meminimalkan jeda dalam kompresi
o Memberikan ventilasi yang cukup (2 nafas buatan setelah 30
kompresi, setiap nafas buatan diberikan lebih dari 1 detik, setiap
kali diberikan dada akan terangkat)
7. Membuka jalan nafas dengan teknik head-tilt/chin-lift
8. Memberikan nafas buatan sebanyak 2 kali setelah 30 kompresi, dengan lama
1 detik tiap pemberian nafas
9. Melakukan RJP sebanyak 5 siklus (2 menit), kemudian periksa kembali denyut
arteri karotis

Puslat BPPSDM & PDKI 90


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

10. Lakukan terus RJP hingga alat AED tiba, atau hingga ROSC (return of
spontaneus circulation), atau penolong kelelahan sehingga jika diteruskan
membahayakan penolong.
11. Jika denyut arteri karotis teraba dan nafas pasien sudah spontan, selanjutnya
membaringkan pasien dalam posisi mantap

▪ Kapan RJP dihentikan?


- Pasien sudah ROSC seperti pasien bergerak atau adanya gerakan nafas
- AED sudah tiba dan siap untuk menganalisis irama jantung
- Penolong dihadapkan pada perintah do not resuscitate (DNR)
- Penolong sendiri dan terlalu lelah untuk melanjutkan
- Lokasi sekitar membahayakan pasien dan penolong

Puslat BPPSDM & PDKI 91


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

▪ Algoritme RJP dengan AED

Gambar 44. Algoritme Bantuan Hidup Dasar (AHA, 2015)

▪ Bantuan hidup dasar pada COVID-19 Kurangi paparan terhadap penolong


- Gunakan APD lengkap sebelum memasuki ruangan/tempat kejadian

- Batasi jumlah personel

- Pertimbangkan penggunaan alat RJP mekanik pada pasien dewasa dan


dewasa muda yang memenuhi kriteria tinggi dan berat badan
- Komunikasikan status COVID-19 ke setiap penolong baru

Puslat BPPSDM & PDKI 92


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

- Prioritaskan strategi oksigenasi dan ventilasi dengan risiko aerosolisasi rendah

- Gunakan penyaring HEPA, bila ada, untuk seluruh ventilasi

- Intubasi di awal menggunakan pipa endotrakeal dengan cuff, bila memungkinkan

- Tugaskan intubator yang dengan kemungkinan terbesar untuk berhasil


intubasi dalam percobaan pertama
- Hentikan kompresi dada untuk intubasi

- Pertimbangkan penggunaan video laringoskopi bila ada

- Sebelum intubasi, gunakan bag-mask device dengan penyaring HEPA dan


penyekat kedap udara
- Untuk dewasa, pertimbangkan oksigenasi pasif dengan nonrebreathing face
mask

sebagai alternatif bag-mask device, pertimbangkan supraglottic airway

- Minimalisir diskoneksi sirkuit tertutup

- Pertimbangkan kelayakan untuk resusitasi


- Tetapkan tujuan perawatan

- Sesuaikan panduan untuk membantu pengambilan keputusan, dengan


mempertimbangkan faktor risiko terkait kemungkinan untuk bertahan hidup.

Puslat BPPSDM & PDKI 93


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 45. Algoritme Bantuan Hidup Dasar pada Kasus Henti Jantung pasien
terduga/terkonfirmasi COVID-19 (PERKI, 2020).

Referensi

Disque Karl. 2018. Advance Cardiac Life Support Provider Handbook. USA : Satori
Continuum Publishing.

Disque Karl. 2016. Basic Life Support Provider Handbook. USA : Satori Continuum
Publishing.

PERKI. 2019. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS Indonesia. Jakarta :
PERKI.

Puslat BPPSDM & PDKI 94


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

The American National Red Cross. 2015. Basic Life Support for Healthcare Providers. USA
: The American National Red Cross.

Lampiran

a. lembar kerja

1. Berapa rasio kompresi banding ventilasi yang harus diberikan saat RJP?
a. 30 : 1
b. 30 : 2
c. 15 : 1
d. 15 : 2

2. Ketika melakukan RJP dengan 2 penolong, seberapa sering Anda harus


bergantian peran?
a. Setelah 1 siklus RJP
b. Setelah 2 siklus RJP
c. Setelah 5 siklus RJP
d. Setelah 10 siklus RJP

3. Ketika akan mengoperasikan AED, manakah urutan langkah yang benar?


a. Hidupkan AED, tempelkan pads elektroda, kejutkan pasien dan analisis
irama
b. Hidupkan AED, tempelkan pads elektroda, analisis irama, siapkan pasien
dan berikan kejut listrik
c. Tempelkan pads elektroda, cek nadi, kejutkan pasien dan analisis irama
d. Cek nadi, tempelkan pads elektroda, analisis irama, kejutkan pasien

4. Manakah yang tidak termasuk 5 langkah rantai kelangsungan hidup?


a. RJP dini
b. Defibrilasi cepat
c. Bantuan jalan nafas lanjut
d. Perawatan post henti jantung terintegrasi

Puslat BPPSDM & PDKI 95


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

5. Manakah yang termasuk tanda obstruksi jalan nafas?


a. Pertukaran udara terganggu
b. Suara bernada rendah ketika menghirup nafas
c. Tidak mampu berbicara
d. Tidak memberi respon

6. Seorang lelaki berusia 53 tahun datang ke ruang gawat darurat dengan keluhan
nyeri dada dan mual. Dia terlihat berkeringat dan tampak tidak nyaman.
Perawat segera menilai tanda-tanda vital dan tiba-tiba pasien menjadi tidak
respon. Saat dipasang EKG terlihat irama berikut di monitor

a. Apakah gambaran irama EKG tersebut?


b. Apakah langkah selanjutnya yang harus dilakukan?
c. Jika pada poin b hasilnya negatif, maka apa prosedur selanjutnya?

b. informasi lain
Daftar Tilik Prosedur Bantuan Hidup Dasar dengan Automated External Defibrillator

No LANGKAH KLINIK YANG DINILAI NILAI


0 1 2
1 Memastikan bahwa lingkungan sekitar penderita aman untuk
melakan pertolongan
2 Memeriksa kemampuan respon penderita
3 Meminta pertolongan untuk mengaktifkan sistem layanan
darurat. Bila tidak ada orang lain di dekat penolong untuk
membantu, penelepon menelepon sistem layanan gawat
darurat. Jelaskan lokasi penderita, kondisi penderita, serta
bantuan yang sudah diberikan kepada penderita
4 Melakukan pemeriksaan awal untuk memastikan bahwa
penderita dalam keadaan tanpa nadi
• Melakukan perabaan denyut arteri karotis dalam waktu
maksimal 10 detik
• Pemeriksaan arteri karotis dilakukan dengan
memegang leher penderita dan mencari trakea dengan

Puslat BPPSDM & PDKI 96


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

2-3 jari. Selanjutnya dilakukan perabaan bergeser ke


lateral sampai menemukan batas trakhea dengan otot
samping leher (tempat arteri karotis berada)
5 Informed consent (jika ada pihak keluarga)
CIRCULATION
6 Penderita dibaringkan di tempat datar dan keras
7 Lutut penolong berada di sisi bahu penderita
8 Posisi badan tepat di atas badan penderita, bertumpu pada
kedua tangan
9 Menentukan lokasi kompresi dada dengan cara meletakkan
telapak tangan yang telah saling berkaitan di bagian setengah
bawah sternum
10 Jari-jari kedua tangan dirapatkan dan diangkat agar tidak ikut
menekan
11 Posisi tangan menetap, posisi lengan lurus,keuatan tekanan
tangan pada badan
12 Melakukan high quality CPR
- Frekuensi kompresi minimal 100 kali per menit
- Untuk dewasa, kedalaman minimal 5 cm
- Berikan kesempatan untuk dada mengembang kembali
secara sempurna setelah setiap kompresi
- Seminimal mungkin melakukan interupsi
- Hindari pemberian nafas bantuan berlebihan
AIRWAY
13 - Meletakkan telapak tangan ke dahi penderita
- Menekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan
telapak tangan
- Meletakkan ujung jari telunjuk dan jari tengah tangan
lainnya di bawah bagian ujung tulang rahang penderita
- Menengadahkan kepala dan menahan dahi penderita
secara bersamaan sampai kepala penderita pada posisi
ekstensi
BREATHING
14 Mempertahankan posisi head tilt chin lift yang dilanjutkan
dengan menjepit hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk
15 Buka sedikit mulut penderita, tarik nafas panjang, dan
tempelkan rapat bibir penolong melingkari mulut penderita,
kemudian hembuskan nafas lambat,setiap tiupan selama 1 detik
dan pastikan dada terangkat
16 Memberikan 2 kali nafas bantuan masing-masing dalam waktu 1
detik sesuai voume tidal setelah 30 kali kompresi
17 Tetap pertahankan head tilt-chin lift, lepaskan mulut penolong
dari mulut penderita, lihat apakah dada penderita turun waktu
ekshalasi
18 Melakukan kompresi dada sebanyak 5 siklus (2 menit), lalu
evaluasi denyut nadi arteri karotis
19 Lakukan terus RJP hingga alat AED tiba (lanjutkan dengan
prosedur penggunaan AED) atau hingga ROSC (return of
spontaneous circulation) atau penolong kelelahan
PENGGUNAAN AED
20 Hidupkan alat AED
21 Pilih bantalan dewasa atau anak-anak
22 Tempelkan bantalan pada dada yang terbuka, pastikan kabel
tersambung

Puslat BPPSDM & PDKI 97


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

23 Letakkan satu bantalan pada bagian kanan sternum di bawah os.


Clavicula dan lainnya pada dada kiri beberapa inci di linea axilaris
anterior ICS 5-6
24 Pastikan area clear untuk mempersilahkan AED membaca ritme
jantung, yang dapat memakan waktu sekitar 15 detik
Jika tidak ada ritme dalam 15 detik, ulangi RJP
25 Jika AED mengindikasikan kejutan dibutuhkan, bersihkan
individu, dan pastikan tidak ada satupun orang yang menyentuh
inddividu tersebut dan pastikan juga oksigen telah dilepaskan.
Pastikan secara visual individu clear dan teriakkan “CLEAR”
26 Tekan tombol “Shock”
27 Segera lanjutkan RJP kembali dimulai dari kompresi dada
28 Setelah dua menit RJP, analisis kembali ritme jantung dengan
AED
III ITEM PROFESIONALISME
29 Melakukan dengan penuh percaya diri
30 Melakukan dengan kesalahan minimal

Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan namun tidak sempurna
2 = dilakukan dengan benar

Total Skor = …./60. x 100% =…..

Puslat BPPSDM & PDKI 98


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI INTI 6

KEGAWATAN JANTUNG

Deskripsi

Penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbesar nomor satu di dunia. Pada orang dewasa,
penyakit jantung yang paling sering ditemui ialah penyakit jantung koroner dan gagal jantung.
Penyakit jantung koroner dapat mengakibatkan terjadinya gangguan listrik yang akhirnya
menyebabkan 80% Sudden Cardiac Arrest (SCA). Kejadian henti jantung merupakan salah satu
kondisi kegawatdaruratan yang banyak terjadi di luar rumah sakit. Henti jantung merupakan
keadaan gawat darurat yang bila tidak cepat ditangani, maka dapat berujung pada kematian.
Kematian jantung mendadak (KJM) yang dilaporkan di Indonesia diantaranya disebabkan oleh
gangguan irama jantung dimana Ventrikular Takikardi (VT) dan Ventrikular Fibrilasi (VF). Kedua
irama ini merupakan kelainan irama yang paling sering ditemui saat kejadian henti jantung. Hampir
80% KJM terjadi di luar rumah sakit (RS) dengan survival hanya 5%. Mata pelatihan ini membahas
tentang macam-macam kegawatan jantung yang meliputi gejala dan tanda tiap kegawatan jantung,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa dan
tatalaksana.

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

a. Hasil Belajar

Setelah mengikuti pembelajaran materi ini, diharapkan peserta mampu menjelaskan


macam-macam kegawatan jantung yang sering ditemui di layanan kesehatan tingkat
pertama.

b. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi ini, peserta pelatihan diharapkan mampu

1. Menjelaskan mengenai gejala, tanda, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


penunjang, komplikasi dan tatalaksana henti jantung
2. Menjelaskan mengenai gejala, tanda, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, komplikasi dan tatalaksana sindrom koroner akut

Puslat BPPSDM & PDKI 99


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

3. Menjelaskan mengenai gejala, tanda, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


penunjang, dan tatalaksana takikardia

4. Menjelaskan mengenai gejala, tanda, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


penunjang, dan tatalaksana bradikardia

Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

Pokok bahasan dan sub-pokok bahasan yang dibahas dalam materi ini adalah sebagai berikut:

A. Henti Jantung
1. Definisi
2. Jenis henti jantung
3. Gejala dan tanda
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan penunjang
6. Komplikasi
7. Tatalaksana
B. Sindroma Koroner Akut
1. Definisi
2. Patofisiologi
3. Klasifikasi
4. Gejala dan tanda
5. Pemeriksaan fisik
6. Pemeriksaan penunjang
7. Komplikasi
8. Tatalaksana
C. Takikardia
1. Definisi
2. Klasifikasi
3. Gejala dan tanda
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan penunjang
6. Tatalaksana

Puslat BPPSDM & PDKI 100


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

D. Bradikardia
1. Definisi
2. Klasifikasi
3. Gejala dan tanda
4. Pemeriksaan penunjang
5. Tatalaksana

Metode

Metode pengajaran dan pembelajaran yang digunakan untuk materi ini diawali dengan diskusi
skenario kasus terkait kegawatan jantung, kemudian hasil diskusi dipresentasikan dan diikuti
dengan kuliah interaktif.

Media dan Alat Bantu

Media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini antara lain:

1. Modul
2. Bahan bacaan
3. Skenario kasus
4. Aplikasi Zoom Meeting
5. Presentasi materi menggunakan Power Point

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 4 jam pelajaran, yang terdiri dari 2 jam
pelajaran teori dan 2 jam pelajaran penugasan (T = 2 jpl, P = 2 jpl, PL = 0) @ 45 menit. Untuk
memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai
berikut:

A.Langkah 1 (5 menit)
1. Fasilitator memperkenalkan diri
2. Fasilitator menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Menggali pengetahuan awal peserta mengenai Kegawatan Jantung
B. Langkah 2 (15 menit)

Puslat BPPSDM & PDKI 101


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

1. Fasilitator membagi peserta ke dalam kelompok kecil yang berisikan 6-10 orang
untuk mendiskusikan skenario kasus terkait kegawatan jantung.
2. Fasilitator meminta setiap kelompok untuk menyiapkan presentasi terkait hasil
diskusi dalam kelompoknya.
C. Langkah 3 (10 menit)

1. Fasilitator memberi kesempatan kepada perwakilan kelompok


untuk mempresentasikan hasil diskusi
2. Fasilitator mempersilakan kelompok lain untuk memberi tanggapan
D. Langkah 4 (50 menit)
1. Fasilitator menyampaikan materi mengenai:
a. Henti Jantung
1. Definisi
2. Jenis henti jantung
3. Gejala dan tanda
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan penunjang
6. Komplikasi
7. Tatalaksana

b. Sindroma Koroner Akut


1. Definisi
2. Patofisiologi
3. Klasifikasi
4. Gejala dan tanda
5. Pemeriksaan fisik
6. Pemeriksaan penunjang
7. Komplikasi
8. Tatalaksana
c. Takikardia
1. Definisi
2. Klasifikasi
3. Gejala dan tanda
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan penunjang

Puslat BPPSDM & PDKI 102


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

6. Tatalaksana
d. Bradikardia
1. Definisi
2. Klasifikasi
3. Gejala dan tanda
4. Pemeriksaan penunjang
5. Tatalaksana

2. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-hal yang


kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut
E. Langkah 5 (10 menit)
1. Fasilitator meminta peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas,
memberikan jawaban atas pertanyaan peserta.
2. Meminta komentar, penilaian, saran, bahkan kritik dari peserta

Uraian Materi

Henti Jantung (Cardiorespiratory Arrest)

DEFINISI
Cardiorespiratory arrest merupakan kegawatdaruratan karena berhentinya aktivitas
jantung paru secara mendadak yang menyebabkan terjadinya kegagalan sistem
sirkulasi. Kondisi yang mendadak dan berat ini dapat mengakibatkan kerusakan organ.

Pada EKG, dapat ditunjukkan dalam bentuk Ventricle Fibrillation (VF). Pada keadaan
VF yang persisten dalam satu menit, aliran darah koroner akan menurun hingga tidak
ada sama sekali, dalam waktu 4 menit, aliran darah karotis tidak ada sehingga akan
mengakibatkan kerusakan otak yang permanen.

JENIS HENTI JANTUNG


Jenis henti jantung :

1. Pulseless Electrical Activity (PEA)


2. Takikardia Ventrikel
3. Fibrilasi Ventrikel
4. Asistole

Puslat BPPSDM & PDKI 103


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

GEJALA DAN TANDA


Pasien dibawa dalam keadaan pingsan mendadak dengan henti jantung dan paru.
Sebelumnya dapat ditandai dengan fase prodromal berupa nyeri dada, sesak nafas, dada
berdebar, dan lemah. Penyebab dari henti jantung yang mungkin antara lain :

1. 5 H (hipovolemia, hipoksia, hidrogen ion atau asidosis, hiper atau


hipokalemia dan hipotermia)
2. 5 T (tension pneumothorax, tamponade jantung, tablet atau overdosis obat,
trombosis koroner, dan trombosis pulmoner), tersedak, tenggelam, gagal
jantung akut, emboli paru, atau keracunan karbon monoksida

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital :

1. Pasien tidak sadar


2. Tidak ada nafas
3. Tidak teraba denyut nadi di arteri-arteri besar (karotis dan femoralis)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG : Gambaran EKG dapat menunjukkan gambaran VF, dapat juga asistole

KOMPLIKASI
Komplikasi dari kondisi ini adalah hipoksia ensefalopati, kerusakan neurologi
permanen dan kematian.

TATALAKSANA
1. Melakukan resusitasi jantung paru pada pasien, sesegera mungkin tanpa
menunggu anamnesis dan EKG
2. Pasang oksigen dan IV line
3. Setelah sirkulasi spontan kembali (Return of Spontaneous
Circulation/ROSC) pasien dirujuk ke layanan sekunder untuk tatalaksana

Puslat BPPSDM & PDKI 104


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

lebih lanjut.

Adapun algoritma henti jantung pada orang dewasa dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Algoritma tatalaksana cardiorespiratory arrest pada orang dewasa (AHA, 2015)

Puslat BPPSDM & PDKI 105


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

SINDROM KORONER AKUT (SKA)


Definisi
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
diakibatkan karena ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
miokardium. Sering disebabkan oleh ruptur plak dan trombus pada pembuluh darah
koroner sehingga darah sulit mencapai miokardium.

PATOFISIOLOGI
Sindrom koroner akut sebagian besar merupakan manifestasi akut dari plak ateroma
pembuluh darah koroner yang mengalami ruptur. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan lapisa fibrous cap yang menutupi plak tersebut. Proses
ini diikuti dengan agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi sehingga terbentuk
trombus. Trombus ini menyumbat pembuluh darah koroner, baik secara parsial
maupun total. Selain itu, terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
pembuluh darah vasokonstriksi sehingga meperberat aliran darah koroner.
Berkurangnya aliran menyebabkan terjadinya iskemia. Ketika suplai oksigen
berhenti selama kurang lebih 20 menit, dapat menyebabkan terjadinya nekrosis
miokardium (infark miokard). Beberapa faktor ekstrinsik seperti demam, anemia,
tirotoksikosis hipotensi, takikardia dapat menjadi pencetus dari SKA pada pasien
yang telah memiliki plak aterosklerosis.

KLASIFIKASI
a. ST segment elevation myocardial infarction (STEMI) : Infark miokard
dengan elevasi segment ST
b. Non ST segment elevation myocardial infaction (NSTEMI) : Infark
miokard dengan non elevasi segmen ST
c. Angina Pektoris tidak stabil (Unstable angina pectoris : UAP)

Puslat BPPSDM & PDKI 106


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

GEJALA DAN TANDA


d. Nyeri dada tipikal (angina tipikal) : Berupa rasa tertekan/berat daerah
retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular,
bahu, atau epigastrium
e. Nyeri dada atipikal (angina ekuivalen) : nyeri di daerah penjalaran angina
tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak nafas yang tidak
dapat dijelaskan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan
f. Keluhan dapat berlanguns intermiten/beberapa menit atau persisten (>20
menit)
g. Keluhan sering disertai dengan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah,
nyeri abdominal, sesak nafas, dan sinkop.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Pasien gelisah dan kelihatan pucat
2. Hipertensi/hipotensi
3. Bisa terdengar murmur dan gallop S3
4. Ronki basah disertai peningkatan vena jugularis dapat ditemukan pada
AMI yang disertai dengan edema paru
5. Dapat ditemukan aritmia

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG
a) Pada ST Elevation Myocardial Infarct (STEMI), ditemukan elevasi
segment ST diikuti dengan perubahan sampai inversi gelombang T,
kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di dua sandapan
b) Pada non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI), ditemukan
depresi segmen ST dan inversi gelombang T, atau EKG yang normal

2. Laboratorium marker jantung :


a) Kreatinin kinase-MB (CK-MB)

Puslat BPPSDM & PDKI 107


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

b) Troponin I/ Troponin T (sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi)

3. Pemeriksaan laboratorium lain :


a) Darah rutin
b) Gula darah sewaktu
c) Status elektrolit
d) Koagulasi darah
e) Tes fungsi ginjal
f) Serum lipid

4. Pemeriksaan foto polos dada

Puslat BPPSDM & PDKI 108


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Adapun algoritma diagnosis Sindroma Koroner Akut dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2. Algoritma diagnosis sindrom koroner akut (PERKI, 2015)

Puslat BPPSDM & PDKI 109


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

7. Komplikasi
1. Aritmia letal
2. Perluasa infark dan iskemia pasca infark
3. Disfungsi otot jantung
4. Ruptur miokard

8. Tatalaksana
Segera rujuk setelah pemberian :

1. Oksigen 2-4 liter/menit


2. Nitrat ISDN 5-10 mg sublingual maksimal 3 kali
3. Aspirin, dosis awal 320 mg dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 x 160 mg
4. Dirujuk dengan terpasang infus dan oksigen
5. Pemeriksaan lanjutan EKG serial

Puslat BPPSDM & PDKI 110


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

TAKIKARDIA

DEFINISI
Takikardia adalah suatu kondisi denyut jantung melebihi 100 kali per menit. Denyut
jantung yang cepat dengan irama yang normal sering merupakan respon fisiologis
tubuh terhadap kondisi stres, misalnya hipoksia, demam, rasa sakit, kekurangan
volum intravaskular dan lain-lain. Denyut jantung yang cepat juga dapat disebabkan
oleh gangguan irama jantung disebut sebagai takiaritmia. Takiaritmia yang ekstrim
(>150 kali/menit) dapat menimbulkan gejala klinis akibat dari menurunnya cardiac
output dan meningkatnya kebutuhan oksigen miokardium.

KLASIFIKASI
h. Takikardia kompleks QRS sempit (QRS < 0,12 detik)
- Sinus takikardia
- Atrial fibrillation
- Atrial Flutter
- Re-entry nodus AV
- Takikardia dimediasi-jalur aksesoris
- Takikardia atrium
- Multifocal atrial tachycardia (MAT)
- Junctional tachycardia
i. Takikardia kompleks QRS lebar (QRS >0,12 detik)
- Ventricular tachycardia (VT)
- Ventricular fibrillation (VF)
- SVT dengan aberan
- Takiaritmia pre-eksitasi (Wolff-Parkinson-White syndrome)
- Irama pacu ventrikel

Puslat BPPSDM & PDKI 111


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

GEJALA DAN TANDA


1. Palpitasi
2. Sesak nafas
3. Mudah Lelah
4. Nyeri atau rasa tidak nyaman di dada
5. Penurunan tekanan darah pada kondisi yang tidak stabil
6. Sinkop
7. Pusing
8. Berkeringat
9. Gangguan kesadaran

PEMERIKSAAN FISIK
6. Denyut jantung >100 kali/menit. Pada takikardia ekstrim dapat >150 kali/menit
7. Takipneu
8. Dapat ditemukan hipotensi pada kondisi tidak stabil
9. Sering disertai gelisah dan penurunan kesadaran pada kondisi tidak stabil

PEMERIKSAAN PENUNJANG
5. EKG
a) Supra Ventricular Tachicardia (SVT): gambaran QRS sempit (<0,12 detik),
frekuensi denyut >150 kali/menit, irama regular, gelombang P bisa ada atau
terkubur dalam kompleks QRS
b) Atrial Flutter: gambaran QRS sempit (<0,12 detik), frekuensi denyut >150
kali/menit, irama regular, gelombang P membentuk gambaran gigi gergaji
(sawtooth).
c) Atrial Fibrilasi: gambaran QRS sempit (<0,12 detik), frekuensi denyut >150
kali/menit, irama irregular, gelombang P tidak teratur
d) Ventricular Tachycardia (VT): gambaran QRS lebar (>0,12 detik) tiga kali
atau lebih secara berurutan, frekuensi denyut >150 kali/menit, irama regular

Puslat BPPSDM & PDKI 112


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

TATALAKSANA
4. Memasang IV line dan berikan oksigen bila terjadi hipoksemia
5. Menentukan kondisi pasien masuk dalam kondisi stabil atau tidak stabil
6. Pada kondisi yang stabil dengan QRS sempit dan lebar penatalaksanaan berupa
manuver vagal dan tatalaksana farmakologi
7. Pada kondisi hemodinamik tidak stabil penatalaksanaan dengan menggunakan
kardioversi elektrik sesuai dengan gambaran EKG pasien
8. Bila terjadi henti jantung pada saat penatalaksanaan takiritmia, maka segera melakukan
bantuan hidup dasar

Puslat BPPSDM & PDKI 113


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Adapun algoritma takiartimia pada orang dewasa adalah sebagai berikut.

Algoritma takikardia dengan nadi (AHA, 2020)

Puslat BPPSDM & PDKI 114


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

BRADIKARDIA

DEFINISI
Bradikardia adalah kondisi dimana denyut jantung kurang dari 60 kali/menit.
Bradikardia yang dapat menimbulkan gejala klinis umumnya pada denyut jantung
kurang dari 50 kali/menit. Pada sebagian orang bradikardi merupakan kondisi yang
fisiologis, namun pada sebagian orang denyut jantung kurang dari 50 kali/menit tidak
mencukupi kebutuhan metabolik sehingga menimbulkan gejala klinis.

KLASIFIKASI
j. Sinus bradikardia
k. Low degree AV Block
Meliputi AV block derajat 1 dan AV block derajat 2 tipe I
l. High degree AV block
Meliputi AV block derajat 2 tipe II dan AV block derajat 3

GEJALA DAN TANDA


a. Penurunan kesadaran
b. Nyeri dada
c. Sesak napas
d. Badan lemas
e. Keringat dingin

PEMERIKSAAN PENUNJANG
6. EKG
a) AV Block Derajat 1
• Interval PR memanjang lebih dari 0,20s

Puslat BPPSDM & PDKI 115


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

b) AV Block Derajat 2 tipe I


• Interval PR makin memanjang, suatu saat ada gelombang QRS yang hilang

c) AV Block Derajat 2 tipe II


• Interval PR tetap, suatu saat ada gelombang QRS yang hilang

d) AV Block Derajat 3

Puslat BPPSDM & PDKI 116


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Atrium dan ventrikel berjalan sendiri-sendiri, digambarkan pada EKG berupa


letak gelombang P yang tidak ada hubungannya dengan letak gelombang QRS

Puslat BPPSDM & PDKI 117


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

TATALAKSANA
a) Sinus Bradikardia dan Low degree AV block
6. Mencari tanda-tanda hemodinamik dan perfusi jaringan terdapat gangguan atau
tidak, Tanda-tidak gangguan hemodinamik dan perfusi jaringan :
• Hipotensi
• Penurunan kesadaran
• Tanda syok
• Nyeri dada iskemik
• Gagal jantung akut
7. Apabila tidak ditemukan tanda-tanda tersebut, maka pasien stabil dan dapat
dilakukan monitoring dan observasi saja
8. Jika ditemukan tanda hemodinamik tidak stabil, dapat dilakukan pemasangan
EKG, monitor tekanan darah dan nadi, pemasangan jalur intravena.
9. Dapat diberikan sulfas atropine dengan dosis 1 mg IV, dapat diberikan sampai
dosis maksimal 3 mg.
10. Bila tidak efektif, dapat dipertimbangkan untuk pemasangan pacu jantung
transkutan atau pemberian dopamine atau epinefrin.

b) High degree AV block


1. Mencari tanda-tanda hemodinamik dan perfusi jaringan terdapat gangguan atau
tidak, Tanda-tidak gangguan hemodinamik dan perfusi jaringan :
• Hipotensi
• Penurunan kesadaran
• Tanda syok
• Nyeri dada iskemik
• Gagal jantung akut
2. Apabila tidak ditemukan tanda-tanda tersebut, maka pasien stabil dan dapat
dilakukan monitoring dan observasi saja
3. Jika ditemukan tanda hemodinamik tidak stabil, dapat dilakukan pemasangan
EKG, monitor tekanan darah dan nadi, pemasangan jalur intravena.
4. Segera pasang pacu jantung transkutan sambal menunggu pacu jantung
transvena
5. Bila pacu jantung transkutan tidak tersedia, dapat diberikan dopamine dengan
dosis 5-20 mcg/kgBB/menit, atau epinefrin 2-10 mcg/menit

Puslat BPPSDM & PDKI 118


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Puslat BPPSDM & PDKI 119


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Referensi

American Heart Association. 2020. Highlights of the 2020 American Heart Association :
Guidelines Update for CPR and ECC. USA : American Heart Association.

Garcia Thomas B. 2015. 12-Lead ECG : The Art of Interpretation Second Edition. Burlington : Jones &
Bartlett Learning.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta : Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.

PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi Ketiga. Jakarta : Centra
Communications..

PERKI. 2019. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut Edisi 2019. Jakarta : PERKI.

Lampiran

a. lembar kerja

Skenario Kasus

Tn. B 45 tahun, datang ke UGD Rumah Sakit tempat saudara bekerja diantar keluarganya
dengan nyeri dada kiri. Nyeri dirasakan timbul mendadak sejak 30 menit yang lalu, sifat
nyeri seperti ditindih benda berat, nyeri menjalar ke lengan dan rahang kiri pasien. Saat
kejadian, Tn. B terjatuh dengan memegang dada kirinya.

Puslat BPPSDM & PDKI 120


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Riwayat penyakit dahulu : Pernah sakit serupa namun hanya berlangsung beberapa
menit dan hilang sendiri dengan beristirahat.

Riwayat penyakit keluarga : Bapak meninggal karena serangan jantung


Riwayat pribadi : pasien adalah perokok aktif selama >20 tahun dan sering
mengkonsumsi makanan tinggi lemak/santan.

Dalam kelompok Anda diskusikanlah:

1. Apa kemungkinan diagnosis yang terjadi pada pasien?


2. Apa pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk membantu menegakkan
diagnosis?
3. Bagaimana tatalaksana awal pada kasus tersebut?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya kasus tersebut?

Puslat BPPSDM & PDKI 121


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI INTI 7

DETEKSI DINI RISIKO PENYAKIT JANTUNG PADA


FASILITAS LAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Deskripsi

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian yang paling sering di Inggris. Total
220.000 kematian yang diakibatkan oleh penyakit jantung iskemik pada tahun 2007. Diperkirakan
angka kejadian sindroma koroner akut (SKA) lebih dari 250.000 per tahun. Kematian mendadak
masih merupakan suatu komplikasi SKA yang sering terjadi: sebanyak 50% dari pasien-pasien
dengan infark miokard elevasi segmen ST (ST elevation miokard infarction/STEMI) tidak dapat
bertahan hidup, dengan sekitar dua per tiga kematian terjadi dalam waktu yang singkat setelah
serangan dan sebelum dirawat di rumah sakit. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit
yang disebabkan adanya plak yang menumpuk di dalam arteri koroner yang mensuplai oksigen
ke otot jantung. Data yang diperoleh dari World Health Organization menyebutkan penyakit
jantung dan pembuluh darah adalah penyebab nomor 1 kematian secara global. Diperkirakan 17,9
juta orang meninggal karena pada tahun 2016, mewakili 31% dari semua kematian global.
Sedangkan di Indonesia pada tahun 2016 penyakit jantung telah menyebabkan 36,33% dari total
kematian. Prevalensi penyakit jantung yang diagnosis dokter pada semua umur menurut provinsi
di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 1.5%.

Gold standard untuk mendeteksi PJK adalah angiogram koroner berbasis kateter. Namun,
prosedur tersebut bersifat invasif sehingga tidak cocok sebagai alat skrining atau metode
memperkirakan risiko PJK. Konsep skrining tidak hanya membutuhkan strategi yang hemat
biaya tetapi juga aman dan akurat, dengan sensitivitas tinggi untuk mendeteksi penyakit.
Skrining harus ditargetkan pada gangguan dengan prevalensi tinggi. Model prediksi risiko
kardiovaskular penting dalam pencegahan dan penatalaksanaan penyakit kardiovaskular. Model-
model ini digunakan dalam praktik klinis untuk mengidentifikasi dan mengobati populasi
berisiko tinggi serta untuk mengkomunikasikan risiko secara efektif. Fragmingham heart study
merupakan titik tonggak yang penting upaya pencegahan penyakit jantung yang menghasilkan
konsep pengkajian dan penilaian risiko serta prediksi penyakit jantung koroner pada individu
yang tidak menunjukkan gejala klinik (asimtomatik) berdasarkan prediktor yang praktis, relevan,
minimal tetapi tetap dianggap cukup akurat. Suatu cara mudah penghitungan dibuat agar

Puslat BPPSDM & PDKI 122


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

memudahkan dengan model penghitungan faktor risiko dan menghasilkan skor dan angka
perkiraan kejadian penyakit jantung koroner yang dikenal dengan Frahmingham Risk score
(Sharmini, 2014).
Penyakit jantung memiliki angka kematian yang cukup tinggi sehingga diperlukan deteksi
dini agar dapat dilakukan pencegahan lebih awal. Penyakit jantung memiliki faktor risiko seperti
diabetes, hipertensi, dyslipidemia, merokok dan gaya hidup yang kurang baik. Fasilitas layanan
tingkat pertama adalah fasilitas kesehatan yang mengutamakan promotif dan preventif
dibandingkan kuratif dan rehabilitatif sehingga dibutuhkan kemampuan untuk melakukan deteksi
dini kegawatan jantung pada pasien di FKTP terutama pada kelompok yang berisiko. Mata
pelatihan ini membahas tentang kelompok yang berisiko terkena kegawatan jantung, identifikasi
faktor risiko kegawatan jantung pada kelompok berisiko dan upaya pengendalian risikonya.

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran materi ini, diharapkan peserta mampu mengidentifikasi
faktor risiko penyakit jantung di FKTP.

b. Indikator Hasil Belajar


Setelah materi ini, diharapkan peserta mampu:

1. Menjelaskan faktor risiko penyakit jantung


2. Menjelaskan cara deteksi dini faktor risiko penyakit jantung di FKTP
3. Menjelaskan upaya pengendalian risiko penyakit jantung di FKTP
4. Mendemonstrasika deteksi dini faktor risiko penyakit jantung di FKTP

Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

Materi pokok mata pelatihan ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor risiko penyakit jantung

Puslat BPPSDM & PDKI 123


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

2. Cara deteksi dini faktor risiko penyakit jantung di FKTP


3. Upaya pengendalian risiko penyakit jantung di FKTP

Metode

Metode pengajaran dan pembelajaran yang digunakan adalah kuliah interaktif dan diskusi kasus.

Media dan Alat Bantu

Media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini antara lain:

1. Modul
2. Bahan bacaan
3. Aplikasi Zoom Meeting
4. Presentasi materi menggunakan Power Point

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 4 jam pelajaran, yang terdiri dari 2 jam
pelajaran teori dan 2 jam pelajaran penugasan (T = 2 jpl, P = 2 jpl, PL = 0) @ 45 menit. Untuk
memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai
berikut:

1. Teori

a. Langkah 1 (10 menit)

i. Fasilitator memperkenalkan diri

ii. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran

b. Langkah 2 (70 menit)

i. Fasilitator menyampaikan materi mengenai:

a. Faktor risiko penyakit kardiovaskular

Puslat BPPSDM & PDKI 124


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

b. Cara deteksi dini faktor risiko penyakit kardiovaskular di FKTP

c. Upaya pengendalian risiko penyakit kardiovaskular di FKTP

ii. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-hal


yang kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut

c. Langkah 3 (10 menit)

i. Fasilitator meminta peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas,


memberikan jawaban atas pertanyaan peserta.
ii. Meminta komentar, penilaian, saran, bahkan kritik dari peserta

2. Penugasan
a. Langkah 1 (15 menit)
i. Fasilitator menugaskan setiap peserta mengerjakan skenario kasus
yang ada pada lembar kerja
b. Langkah 2 (60 menit)
i. Peserta akan mempresentasikan penugasannya
ii. Fasilitator akan meminta peserta pelatihan yang lain untuk
menanggapi
iii. Fasilitator akan memberikan umpan balik terkait hasil diskusi peserta
c. Langkah 3 (15 menit)
i. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut
ii. Fasilitator menugaskan peserta melakukan perekaman deteksi dini
pada pasien di tempat kerjanya

Uraian Materi
Identifikasi faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK) sangat bermanfaat untuk perencanaan
intervensi kegiatan pencegahan penyakit jantung koroner. Gejala penyakit jantung koroner termasuk
nyeri dada dan kesulitan bernapas, terutama saat beraktifitas, namun beberapa orang yang memiliki

Puslat BPPSDM & PDKI 125


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

penyakit jantung tidak menunjukkan gejala. Upaya pencegahan primer dan sekunder dilakukan
dengan berbagai pedoman yang dibuat terutama untuk mengarahkan individu mana yang harus
mendapatkan penanganan lebih intensif daripada lainnya sehingga penanganan yang dilakukan lebih
efektif. Prinsip ini sangat penting terutama untuk negara berkembang atau negara dengan
keterbatasan sumber daya dan dana seperti di Indonesia.

i. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskular

Faktor risiko penyakit jantung koroner tidak secara jelas ditentukan sampai ada temuan awal
dari Framingham Heart Study pada awal tahun 1960an. Memahami faktor risiko tersebut
menjadi penting untuk pencegahan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.

Faktor risiko penyakit jantung koroner


1. Faktor risiko konvensional (Conventional Risk Factors)
i. Usia: > 45 tahun pada laki-laki dan > 55 tahun pada wanita
Risiko terkena penyakit kardiovaskular akan meningkat seiring peningkatan
usia. Risiko meningkat pada pria jika usia > 45 tahun dan pada wanita > 55
tahun.
ii. Riwayat penyakit jantung pada keluarga
Risiko meningkat jika ditemui riwayat keluarga pada ayah atau saudara
kandung lelaki yang didiagnosis terkena penyakit jantung sebelum usia 55
tahun dan pada ibu atau saudara kandung perempuan yang didiagnosis
sebelum usia 65 tahun. (Cohen et al, 2014)
iii. Ras
Berdasarkan metaanalisis yang dilakukan oleh Huxley et al (2011)
disebutkan bahwa terdapat fenotip LDL baru yang terlihat lebih menonjol
pada populasi orang Asia. Fenotip ini meningkatkan risiko penyakit jantung
pada populasi orang Asia.
2. Faktor risiko dapat diubah (Modifiable Risk Factors)
i. Kadar kolesterol dalam darah tinggi (terutama LDL)
Framingham Heart Study menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar
kolesterol, risiko terjadinya penyakit jantung semakin meningkat. Penyakit

Puslat BPPSDM & PDKI 126


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

jantung jarang terjadi pada orang yang memiliki kadar koleseterol < 150
mg/dL. Beberapa uji klinis juga menunjukkan bahwa penggunaan statin
untuk menurunkan kadar kolesterol, terutama LDL, menurunkan kejadian
myokard infark. (La Rosa et al, 2005)
ii. Tekanan darah tinggi
Hipertensi, bersama dengan faktor lain seperti obesitas, disebutkan
berkontribusi terhadap terjadinya hipertrofi ventrikel kiri atau left ventricel
hypertrophy (LVH). LVH merupakan faktor risiko independen terhadap
morbiditas dan mortaitas penyakit kardiovaskular. Pada Framingham Heart
Study, bahkan tekanan darah tinggi normal (didefinisikan sebagai tekanan
darah sistol 130-139 mmHg, tekanan darah diastol 85-89mmHg, atau
keduanya) meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dua kali
dibandingkan individu sehat. (Vasan et al, 2001)
iii. Merokok
Seseorang yang merokok lebih dari 20 batang sehari mengalami
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular 2-3 kali. Terdapat hubungan
yang kuat antara paparan asap rokok dengan penyakit jantung. Seseorang
yang pernah terkena serangan jantung dan tetap merokok memiliki risiko
tinggi untuk mengalami serangan jantung berulang.
iv. Diabetes mellitus
Pasien diabetes mellitus memiliki risiko 2-8 kali lebih mungkin untuk
mengalami penyakit kardiovaskular di masa yang akan datang. (Hajar,
2017)
v. Obesitas
Obesitas dihubungkan dengan meningkatnya risiko vaskular. Sebagai
tambahan, kondisi ini juga dihubungkan dengan intoleransi glukosa,
resistensi insulin, hipertensi, kurang aktivitas fisik dan dislipidemia. (Hajar,
2017)
vi. Aktivitas fisik
Manfaat kardioprotektif dari berolahraga termasuk mengurangi jaringan
lemak, yang akan menurunkan obesitas, menurunkan tekanan darah, lemak

Puslat BPPSDM & PDKI 127


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

dan inflamasi vaskular. Selain itu, berolahraga juga memperbaiki disfungsi


endotel, meningkatkan sensitivitas insulin dan memperbaiki fibrinolisis
endogen. Berjalan santai selama 30 menit, 5 kali seminggu dihubungkan
dengan pengurangan 30% penyakit vaskular di masa yang akan datang.
(Hajar, 2017)
vii. Sindroma metabolik
Pasien dengan sindroma metabolik memiliki tingkat kejadian penyakit
jantung koroner, kardiovaskular dan semua penyebab mortalitas. Adapun
kriteria dari sindroma metabolik adalah terdapat 3 dari 5 kriteria berikut,
yaitu: lingkar pinggang lebih dari > 100 cm pada pria dan > 80 cm pada
wanita, kadar trigliserida > 150 mg/dL, kadar HDL < 40 mg/dL pada pria
atau < 50 mg/dL pada wanita, tekanan darah sistol ≥ 130 mmHg atau diastol
≥ 85 mmHg, kadar glukosa darah puasa > 100 mg/dL. (Grundy et al, 2005)
viii. Depresi dan stres mental
Stimulasi adrenergis selama stress dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
myokard, dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dihubungkan dengan
disfungsi trombosit serta endotel dan sindroma metabolik. Hasil penelitian
Shah et al (2011) menemukan bahwa orang dewasa kurang dari 40 tahun
yang mengalami depresi dan percobaan bunuh diri merupakan prediktor
signifikan dari mortalitas penyakit kardiovaskular prematur dan penyakit
jantung iskemik.

ii. Cara Deteksi Dini Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskular di FKTP

Berdasarkan panduan dari American Heart Association dan American College of


Cardiology (AHA/ACC) merekomendasikan penggunaan kalkulator berbasis web
(www.cvriskcalculator.com) untuk memperkirakan risiko seseorang terkena penyakit
atherosclerosis kardiovaskular (atherosclerotic cardiovascular disease atau ASCVD) pada
10 tahun yang akan datang. Kalkulator tersebut mempertimbangkan faktor risiko berikut:

i. Jenis kelamin

ii. Usia

Puslat BPPSDM & PDKI 128


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

iii. Ras

iv. Kolesterol total

v. Kolesterol HDL

vi. Tekanan darah sistolik

vii. Pengobatan untuk kenaikan tekanan darah

viii. Diabetes

ix. Merokok

Untuk pasien berusia 20-79 tahun yang tidak memiliki gejala ASCVD,
direkomendasikan untuk menilai faktor risiko setiap 4-6 tahun sekali. Untuk pasien berusia
20-59 tahun dengan hasil penilaian risiko 10 tahun rendah (< 7,5 %), direkomendasikan
menilai risiko selama 30 tahun atau seumur hidup. (Hajar, 2017)

Tanpa memandang usia pasien, dokter di FKTP harus mengkomunikasikan data


risiko kepada pasien dan merujuk pada panduan gaya hidup AHA/ACC, termasuk diet dan
aktivitas fisik. Untuk pasien dengan risiko 10 tahun yang meningkat, dokter harus
mengkomunikasikan data risiko dan merujuk panduan AHA/ACC untuk mengendaikan
kolesterol darah dan obesitas. (Hajar, 2017)

iii. Upaya Pengendalian Risiko Penyakit Kardiovaskular di FKTP

Konseling dan edukasi bagi pasien yang memiliki risiko terjadinya penyakit kardiovaskular
harus dilakukan setiap kunjungan ke FKTP. Konseling dan edukasi tersebut termasuk hal-
hal sebagai berikut:

1. Aktivitas fisik intensitas sedang setidaknya 150 menit seminggu atau aktivitas
aerobik intensitas tinggi setidaknya 75 menit seminggu

2. Mengurangi berat badan (termasuk melalui pembatasan kalori)

3. Mengontrol tekanan darah dengan membatasi natrium, meningkatkan asupan


kalium danmakanan kaya kalsium, diet DASH

Puslat BPPSDM & PDKI 129


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

4. Berhenti merokok dan minum alkohol

Puslat BPPSDM & PDKI 130


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Referensi
Cohen R, Budoff M, McClelland RL, et al. 2014. Significance of a positive family history for coronary
heart disease in patients with a zero coronary artery calcium score (from the Multi-Ethnic Study of
Atherosclerosis). Am J Cardiol. 114(8):1210-4.

Grundy SM, Cleeman JI, Daniels SR, et al. 2005. Diagnosis and management of the metabolic syndrome:
an American Heart Association/National Heart, Lung, and Blood Institute Scientific
Statement. Circulation. 112(17):2735-52.

Hajar R. 2017. Risk factors for coronary artery disease: historical perspectives. Heart Views; 18: 109-14

Howard BV, Rodriguez BL, Benneth PH et al. 2002. Prevention conference VI: diabetes and
cardiovascular siease: Writing Group I: epidemiology. Circulation. 105 (18): e132-7

Huxley RR, Barzi F, Lam TH, et al. 2011. Isolated low levels of high-density lipoprotein cholesterol are
associated with an increased risk of coronary heart disease: an individual participant data meta-analysis of
23 studies in the Asia-Pacific region. Circulation. 124(19):2056-64.

LaRosa JC, Grundy SM, Waters DD, et al. Intensive lipid lowering with atorvastatin in patients with
stable coronary disease. N Engl J Med. 2005 Apr 7. 352(14):1425-35.

Shah AJ, Veledar E, Hong Y, Bremner JD, Vaccarino V. Depression and history of attempted suicide as
risk factors for heart disease mortality in young individuals. Arch Gen Psychiatry. 2011 Nov.
68(11):1135-42

Vasan RS, Larson MG, Leip EP, et al. Impact of high-normal blood pressure on the risk of cardiovascular
disease. N Engl J Med. 2001 Nov 1. 345(18):1291-7.

Lampiran

a. lembar kerja
Skenario Kasus Deteksi Dini

Seorang wanita berusia 58 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri dada kiri yang
dirasakan selama 5 menit. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan ini. Ayah pasien
meninggal karena penyakit jantung pada usia 60 tahun. Pasien tidak merokok, meminum
Amplodipine sejak 1 tahun lalu dan menyangkal memiliki sakit kencing manis. Saat dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil TD 140/90 mmHg, nadi 80x/menit, RR
20x/menit, dan suhu 36,7°C. Pemeriksaan fisik head to toe dalam batas normal, TB 160 cm,

Puslat BPPSDM & PDKI 131


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

BB 65 kg. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 12 mg/dL, hematokrit 36%, leukosit


7500/µL, trombosit 250.000/ µL, kolesterol total 250 mmol/L, LDL 175 mmol/L, HDL 35
mmol/L, TG 200 mmol/L.

Panduan Penugasan

Tujuan: Peserta diharapkan mampu mengidentifikasi faktor risiko penyakit kardiovaskular


berdasar skenario kasus

Instruksi Pengerjaan Tugas

1. Tugas dikerjakan secara individu


2. Lakukan identifikasi faktor risiko pada kasus dan hitung risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular untuk 10 tahun yang akan datang melalui http://www.cvriskcalculator.com/
3. Jelaskan interpretasi dan upaya pengendalian untuk risiko tersebut

Puslat BPPSDM & PDKI 132


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI INTI 8

REHABILITASI UNTUK PASIEN PASCA KEGAWATAN JANTUNG

Deskripsi

Penyakit kardiovaskular mempunyai prevalensi yang tinggi dan dengan angka morbiditas
yang tinggi serta dapat menurunkan produktitas penderitanya, menurunkan kualitas hidup dan
sering mengalami perawatan ulangan, padahal penyakit kardiovaskular pada umumnya
merupakan penyakit yang sangat ideal untuk dilakukan upaya promotif, preventif dan
rehabilitatif, karena prosesnya penyakitnya jangka panjang, tetapi kejadian kegawatan bisa
muncul mendadak, dapat menyebabkan kematian dan morbiditas yang tinggi dan memerlukan
biaya pengobatan yang tinggi. (1)

Definisi WHO tentang rehabilitasi jantung dari tahun 19681 mengacu pada "Proses yang
dilakukan seseorang untuk mengembalikan dirinya ke kondisi fisik, medis, psikologis, sosial,
emosional, seksual, pekerjaan dan status ekonomi yang optimal. " Definisi itu sampai sekarang
tidak berubah. Definisi rehabilitasi jantung oleh WHO saat ini mengacu pada status
kardiovaskular pasien sebelum, selama, dan setelah kejadian dari gangguan pemyakit jantung itu
sendiri. (2)

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran materi ini, diharapkan peserta mampu mengerti dasar-dasar
rehabilitasi jantung pada pasien paska kegawatan jantung dan dapat mengaplikasikannya
dalam tatalaksana pasien kegawatan jantung yang sering ditemui di layanan kesehatan
tingkat pertama secara komprehensif.

Puslat BPPSDM & PDKI 133


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

b. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan mampu:

1) Menjelaskan rehabilitasi jantung dan tujuannya


2) Menjelaskan manfaat latihan pada program rehabilitasi jantung
3) Menjelaskan program rehabilitasi jantung pada rawat jalan
4) Menjelaskan aspek keselamatan program rehabilitasi jantung

Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi pokok mata pelatihan ini adalah sebagai berikut:

1 Definisi Rehabilitasi Jantung


2 Tujuan Rehabilitasi Jantung
3 Manfaat Latihan Pada Program Rehabilitasi Jantung
4 Program Rehabilitasi Jantung di Rawat Jalan
a. Tujuan Program Rehabilitasi di Rawat Jalan
b. Assesmen
c. Rekomendasi Latihan Aerobik untuk Program Rawat Jalan pada Pasien
dengan Penyakit Kardiovaskuler
5 Panduan Praktis Latihan/Aktivitas Fisik Pasien Jantung
6 Aspek Keselamatan Pada Program Rehabilitasi Jantung

Metode

Metode pengajaran dan pembelajaran yang digunakan untuk materi ini diawali dengan pemberian
tugas baca mengenai materi terkait, kemudian diikuti dengan kuliah interaktif.

Media dan Alat Bantu

Media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini antara lain:

Puslat BPPSDM & PDKI 134


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

1. Modul
2. Bahan bacaan
3. Aplikasi Zoom Meeting
4. Presentasi materi menggunakan Power Point.

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3 jam pelajaran, yang terdiri dari 1 jam
pelajaran teori dan 2 jam pelajaran penugasan (T = 1 jpl, P = 2 jpl, PL = 0 jpl) @ 45 menit. Untuk
memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai
berikut:

1. Teori
a. Langkah 1 (5 menit)
1. Fasilitator memperkenalkan diri
2. Fasilitator menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
b. Langkah 2 (35 menit)
1. Fasilitator menyampaikan materi mengenai:
a. Definisi Rehabilitasi Jantung
b. Tujuan Rehabilitasi Jantung
c. Manfaat Latihan Pada Program Rehabilitasi Jantung
d. Program Rehabilitasi Jantung di Rawat Jalan
e. Panduan Praktis Latihan/Aktivitas Fisik Pasien Jantung
f. Aspek Keselamatan Pada Program Rehabilitasi Jantung

c. Langkah 3 (5 menit)
1. Fasilitator meminta peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas,
memberikan jawaban atas pertanyaan peserta.
2. Meminta komentar, penilaian, saran, bahkan kritik dari peserta

2. Penugasan
a. Langkah 1 (5 menit)

Puslat BPPSDM & PDKI 135


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

1.Fasilitator menjelaskan mekanisme penugasan


b. Langkah 2 (80 menit)
1. Peserta akan merancang program rehabilitasi untuk pasien pasca kegawatan jantung
2. Peserta akan mempresentasikan rancangan program secara bergantian
3. Fasilitator meminta peserta lain untuk menanggapi
4. Fasilitator akan memberikan umpan balik terkait hasil rancangan program
c. Langkah 3 (5 menit)
1. Fasilitator memberikan umpan balik
2. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut.

Uraian Materi

1. Definisi Rehabilitasi Jantung


Rehabilitasi pasien jantung adalah gabungan beberapa aktivitas yang diperlukan untuk
memodifikasi penyebab penyakit jantung, dalam upaya untuk mencapai kondisi fisik, mental dan
sosial sebaik mungkin, sehingga pasien bisa dengan upaya mereka sendiri, menjaga atau
melanjutkan peran mereka di masyarakat saat peran itu hilang atau tergangggu karena penyakit
jantungnya. Rehabilitasi Jantung tidak dapat dianggap sebagai bentuk terapi yang terisolasi tetapi
harus diintegrasikan dalam seluruh perawatan. (2)

Program rehabilitasi jantung saat ini berusaha keras untuk melibatkan keluarga pasien secara
keseluruhan pada semua prosesnya, dengan demikian penting sekali untuk menyebarkan promosi
kesehatan terkait program rehabilitasi jantung ke masyarakat luas.(2)

2. TUJUAN REHABILITASI JANTUNG


Tujuan rehabilitasi jantung meliputi:(2)

1. Peningkatan kapasitas fungsional pasien yang signifikan


2. Adaptasi psikologis pasien terhadap proses penyakit kronis yang dialaminya
3. Pondasi untuk perilaku jangka panjang dan perubahan gaya hidup yang dapat
mempengaruhi prognosis jangka Panjang
4. Pemeliharaan gaya hidup mandiri selama mungkin.

Puslat BPPSDM & PDKI 136


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

3. MANFAAT LATIHAN PADA PROGRAM REHABILITASI JANTUNG

ManfaatLatihanuntukPenyakit Kardiovaskuler

1. Berhubungan dengan faktor risiko penyakit jantung


• Meningkatkan kadar kolesterol highdensitylipoprotein(HDL)
• Menurunkan kadar trigliserida serum dan kolesterol low density lipoprotein
(LDL) Menurunkan indeks obesitas
• Menurunkan tekanan darah arteri
• Memperbaiki sensitivitas insulin dan kadar gula darah
• Memperbaiki fungsi endotel
• Membantu upaya berhenti merokok
• Mengurangi tekanan psikologis

2. Hematologi
• Menurunkan kadar hematokrit dan viskositas darah
• Meningkatkan volume plasma darah
• Memperbaiki deformabilitas sel darah merah dan tingkat perfusi jaringan
• Meningkatkan aktivitas fibrinolitik sirkulasi
3. Manfaat lain
• Meningkatkan cadangan aliran kororner
• Meningkatkan sirkulasi kolateral koroner
• Meningkatkan toleransi terhadap iskemik
• Meningkatkan densitas kapiler miokardium
• Meningkatkan ambang rangsang fibrilasi ventrikel
• Mengurangi atherosklerosis
• Kemungkinan peningkatan ukuran arteri koroner epikardium
• Mengurangi morbiditas dan mortalitas mayor (3)

4. PROGRAM REHABILITASI JANTUNG DI RAWAT JALAN

Puslat BPPSDM & PDKI 137


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Tujuan program rehabilitasi rawat jalan adalah sebagai berikut:(4)

• Membantu pasien dalam mengimplementasikan program latihan dan aktivitas


fisik yang aman dan efektif
• Memberikan supervisi dan pengawasan untuk mendeteksi perubahan status klinis
• Memberikan data surveilans kepada pemberi layanan kesehatan
untuk meningkatkan penatalaksanaan medis
• Mengembalikan pasien ke aktivitas pekerjaan dan rekreasional atau
memodifikasi aktivitas-aktivitas ini sesuai dengan status klinis pasien
• Mengedukasi pasien, pasangan atau keluarganya untuk mengoptimalkan
pencegahan sekunder melalui perubahan gaya hidup

Program rehabilitasi rawat jalan dapat dimulai sesegera mungkin setelah pasien keluar dari rumah
sakit, dengan didahului oleh asesmen sebagai berikut: (4)

• Riwayat medis dan pembedahan termasuk serangan jantung terakhir,


komorbiditas dan riwayat medis yang berhubungan
• Pemeriksaan fisik yang berfokus pada sistem kardiopulmonal dan musculoskeletal
• Mengulas hasil pemeriksaan dan prosedur kardiovaskuler termasuk
elektrokardiogram, angiogram koroner, ekhokardiogram, uji latih,
revaskularisasi dan pemakaian pacemaker/implant
• Obat-obat yang digunakan termasuk dosis, cara pemberian dan frekuensi
• Faktor risiko kardiovaskuler
Peranan rehabilitasi jantung dalam pencegahan sekunder penyakit kardiovaskuler
adalah memberikan intervensi untuk mengoptimalkan penurunan risiko
kardiovaskuler, mengembangkan perilaku hidup sehat dan kepatuhan terhadap
perilaku tersebut, mengurangi disabilitas kardiovaskuler dan meningkatkan
gaya hidup aktif. Parameter fisiologis yang dituju adalah peningkatan kebiasaan
melakukan latihan dan toleransi latihan, mengoptimalisasi faktor risiko coroner
termasuk perbaikan profil lipid dan lipoprotein, berat badan, kadar gula darah, tekanan
darah serta berhenti merokok. Fokus perhatian juga ditujukan terhadap respon emosional
pasien yang menderita penyakit jantung. (5) (6)

Puslat BPPSDM & PDKI 138


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

• Rekomendasi Latihan Aerobik untuk Program Rawat Jalan pada Pasien dengan
Penyakit Kardiovaskuler (4)

Komponen Latihan Rekomendasi

Frekuensi o Minimal 3 hari seminggu atau lebih disukai setiap


hari.
o Frekuensi latihan tergantung pada toleransi,
intensitas, tujuan dan tipe latihan
o Untuk pasien dengan kapasitas latihan yang sangat
terbatas diberikan sesi latihan multipel singkat (1-
10 menit) setiap hari
Intensitas Dapat ditentukan dengan metode:
o Pemeriksaan kapasitas awal yaitu 40-80% denyut
jantung reserved (HR-reserved), ambilan
oksigen reserved (VO2-reserved) atau ambilan
oksigen puncak (VO2-peak)
o RatingPerceivedExertion (RPE) 11-16 pada skala 6-
20
o Denyut jantung di bawah ambang rangsang
iskemik contohnya <10 kali/menit, adanya nyeri
dada angina klasik pada saat latihan dan hilang
dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin
Durasi o Pemanasan dan pendinginan 5-10 menit termasuk
peregangan statik, luas gerak sendi dan
aktivitas aerobik intensitas rendah (<40% VO2-
reserved, <64% denyut nadi puncak atau RPE <11)
sebelum dan sesudah latihan inti
o Durasi latihan inti 20-60 menit
o Setelah serangan, latihan dimulai dengan 5-10
menit dengan peningkatan waktu latihan bertahap
1-5 menit tiap sesi atau peningkatan waktu tiap
sesi 10-20% setiap minggu

Puslat BPPSDM & PDKI 139


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Jenis Latihan o Ergometer lengan, kombinasi cycle ergometer


anggota gerak atas dan bawah,
cycleergometer,stepper,rower,
elliptical,stairclimberdan treadmill
o Untuk pasien gagal jantung dan pasca bedah pintas
koroner dapat diberikan latihan interval yang
meliputi 3- 5 menit latihan intensitas tinggi (90-
95% denyut jantung puncak) dan intensitas sedang
(60-70% denyut jantung puncak) kira-kira 40
menit 3 kali seminggu
Progresi o Progresi latihan diberikan individual tergantung
toleransi masing-masing pasien. Faktor-faktor yang
harus diperhatikan adalah tingkat kebugaran
fisik, motivasi dan tujuan pasien, gejala dan
keterbatasan muskuloskeletal

5. Panduan Praktis Latihan/Aktivitas Fisik Pasien Jantung

Panduan praktis dalam melakukan latihan/aktivitas fisik pada pasien jantung adalah sebagai
berikut:(7)

o Lakukan 3 periode pada setiap sesi yaitu pemanasan, latihan dan pendinginan.
Pemanasan dan pendinginan yang tepat (aktivitas ringan dengan intensitas yang
lebih rendah selama 5 menit) dikatakan mempunyai efek anti angina dan
kemungkinan efek kardioprotektif
o Sarankan aktivitas aerobik yang low impact untuk mengurangi risiko cedera
muskuloskeletal. Rekomendasikan peningkatan bertahap volume aktivitas fisik
o Periksa jadwal harian untuk memberikan saran bagaimana menggabungkan
peningkatan aktivitas ke dalam jadwal rutin (memarkir kendaraan 2
pemberhentian sebelum tempat kerja, naik tangga 2 lantai, berjalan saat istirahat
makan siang dan lain-lain)
o Hentikan latihan segera jika ada gejala dan tanda pusing, kelainan irama jantung,
sesak nafas yang tidak biasa dan nyeri atau rasa tidak enak di dada
o Tidak boleh melakukan latihan pada kasus asthenia (kelemahan) yang tidak biasa,
demam atau tanda infeksi virus
o Tingkat supervisi dan pengawasan selama latihan tergantung kepada hasil

Puslat BPPSDM & PDKI 140


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

stratifikasi risiko pada asesmen pasien. Supervisi dan pengawasan medik terutama
direkomendasikan untuk pasien dengan faktor risiko multipel, risiko serangan
jantung sedang-berat (revaskularisasi, gagal jantung). Supervisi harus mencakup
pemeriksaan fisik, pengawasan denyut jantung, tekanan darah dan irama jantung
sebelum, selama dan sesudah latihan. Periode supervisi harus lebih lama pada
pasien dengan gejala dan tanda baru serta abnormalitas tekanan darah, dan
meningkatnya kelainan supraventrikuler atau ventrikuler selama latihan
o Lakukan pembaruan peresepan latihan dan modifikasi lebih lanjut jika terjadi
perubahan klinis
o Pastikan hidrasi yang adekuat sebelum, selama dan sesudah aktivitas fisik.
Adaptasikan intensitas aktivitas fisik dengan kondisi lingkungan, suhu,
kelembaban dan ketinggian
o Hindari merokok setiap waktu
o Hindari mandi air panas selama 15 menit setelah latihan fisik karena
meningkatkan denyut jantung dan aritmia

6. ASPEK KESELAMATAN PADA PROGRAM REHABILITASI JANTUNG


Staf yang terlatih sangat penting untuk keselamatan pasien. Kepala unit bertanggung
jawab untuk manajemen dan kontrol keselamatan. Alat pacu jantung otomatis atau semi-otomatis
serta kit dengan obat-obatan yang mungkin diperlukan harus tersedia berjaga-jaga jika terjadi
keadaan darurat . Apabila terjadi serangan jantung, pasien harus segera menjalani kardioversi dan
segera dibawa ke pusat pelayanan kesehatan yang memadai untuk perawatan kegawatdaruratan
jantung.

Semua anggota staf harus dilatih resusitasi kardiopulmoner dan pelatihan ulang harus
dilakukan setidaknya sekali setahun. Ini harus mencakup pemindahan pasien yang cepat ke unit
perawatan koroner. Jika fasilitas pelatihan terletak di luar rumah sakit, peralatan darurat harus
tersedia di tempat dan perawatan medis darurat tersedia secara cepat.

Pada Program fase III (program pemeliharaan) yang biasanya berlokasi di luar fasilitas
medis seperti di ruang pelatihan, klub olahraga, gimnasia, dll. Pengetahuan dasar resusitasi
jantung di antara para pemimpin, perencanaan yang tepat jika terjadi kegawatan dan jika dana
memungkinkan, dapat disediakan alat pacu jantung otomatis. (8)

Puslat BPPSDM & PDKI 141


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Singkatnya, sebelum merekomendasikan program rehabilitasi untuk pasien pasca kegawatan


jantung, perlu dipertimbangkan secara hati-hati stratifikasi risiko, dokumentasi rujukan lengkap
dari perawatan akut, program latihan yang ditargetkan secara individual dengan pilihan opsi
pelatihan, staf yang terlatih dan penuh perhatian, resusitasi pelatihan dengan peralatan yang teruji
secara teratur, dan pemantauan EKG dalam kasus terbatas. Jika syarat tersebut terpenuhi, maka
program rehabilitasi jantung akan memberikan layanan yang aman dan efektif

Referensi

1. buku_panduan_rehabilitasi_kardiovaskular.pdf [Internet]. [cited 2020 Nov 8]. Available


from:
http://www.inaheart.org/upload/image/buku_panduan_rehabilitasi_kardiovaskular.pdf

2. Mathes P. From Exercise Training to Comprehensive Cardiac Rehabilitation. In: Perk J,


Gohlke H, Hellemans I, Sellier P, Mathes P, Monpère C, et al., editors. Cardiovascular
Prevention and Rehabilitation [Internet]. London: Springer; 2007 [cited 2020 Nov 8]. p. 3–
8. Available from: https://doi.org/10.1007/978-1-84628-502-8_1

3. Lavie CJ, Thomas RJ, Squires RW, Allison TG, Milani RV. Exercise Training and Cardiac
Rehabilitation in Primary and Secondary Prevention of Coronary Heart Disease. Mayo Clin
Proc. 2009 Apr 1;84(4):373–83.

4. Medicine AC of S. ACSM’s Guidelines for Exercise Testing and Prescription. Lippincott


Williams & Wilkins; 2014. 480 p.
5. Wenger Nanette K. Current Status of Cardiac Rehabilitation. J Am Coll Cardiol. 2008 Apr
29;51(17):1619–31.

6. Contractor AS. Cardiac rehabilitation after myocardial infarction. J Assoc Physicians India.
2011;59(Suppl):51–55.

7. Prescription E. Doctor’s handbook. Cent Health Prot Dep Health Hongkong. 2012;

8. Perk J, Gohlke H, Hellemans I, Mathes P, McGee H, Monpère C, et al. Cardiovascular


prevention and rehabilitation. Springer; 2007.

Puslat BPPSDM & PDKI 142


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Lampiran

a. lembar kerja
Seorang pasien laki-laki berusia 59 tahun datang ke Puskesmas untuk kontrol mengenai
penyakitnya. Ia baru saja pulang dari dirawat di RS bulan lalu dikarenakan mengalami nyeri dada
selama lebih dari 30 menit. Setelah menjalani perawatan selama 6 hari dan dinyatakan stabil oleh
dokter spesialis jantung yang merawat, pasien diperbolehkan pulang Saat ini pasien tidak
memiliki keluhan, ia hanya ingin memeriksa tekanan darahnya. Selama di rumah, pasien rutin
meminum obat dari RS. Dari hasil pemeriksaan, didapatkan TB 160 cm, BB 70 kg, TD 150/90
mmHg, RR 20x/menit, nadi 80x/menit dan suhu 37,1°C. Pasien mengaku jarang melakukan
aktivitas olahraga, lebih banyak menghabiskan waktu dengan menonton televisi di rumah. Pasien
mengaku menyukai gorengan dan makanan bersantan. Pasien bertanya mengenai aktivitas fisik
yang aman untuk dirinya dan bagaimana cara melakukan aktivitas fisik tersebut.

Instruksi penugasan:
Susunlah program latihan fisik yang sesuai untuk pasien

b. informasi lain
Lembar Penilaian Program Latihan Fisik

No Kriteria Penilaian Nilai Skor


Maksimal
1 Penggunaan bahasa yang mudah 10
dimengerti
2 Kesesuaian program dengan kasus 20
3 Program rehabilitasi yang dibuat 20
mampu laksana
4 Sistematika program menyajikan 20
langkah-langkah yang jelas
4 Cara dan sikap presentasi 10
5 Kemampuan argumentasi dalam 20
mempertahankan jawaban
Total 100

Puslat BPPSDM & PDKI 143


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI INTI 9

KOLABORASI INTERPROFESIONAL PENANGGULANGAN MASALAH


KEGAWATAN JANTUNG

Deskripsi

Pasien dengan kondisi kegawatan jantung terkadang mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama dengan berbagai alasan. Pertama mungkin dikarenakan layanan gawat
darurat rumah sakit yang memiliki kapasitas terbatas. Kurangnya ambulan dan tenaga kesehatan
profesional, terutama di kota kecil dan terpencil. Kedua, ketersediaan dan akses menuju FKTP
yang berada di tengah masyarakat, membuat FKTP menjadi titik poin pertama untuk layanan
kegawatan. Terakhir, ada beberapa pasien yang dengan sengaja menghindari ke IGD. (Marcolino
et al, 2017) Oleh karena itu diperlukan suatu kolaborasi beberapa profesi kesehatan untuk dapat
memberikan pertolongan kegawatan yang berkualitas tinggi bagi pasien.

Di setiap fasilitas pelayanan kesehatan diperlukan adanya tim yang solid dan dapat bekerjasama
dengan baik. Tim tersebut harus sangat terlatih untuk melakukan pertolongan resusitasi pada kasus
kegawatan. Pertolongan resusitasi pada kasus kegawatan dilakukan oleh sejumlah profesi yang
tergabung dalam tim. Kualitas dan luaran dari tindakan resusitasi ditentukan oleh kerjasama dan
kemampuan tim tersebut. (Mellick and Adams, 2009) Di dalam tim terdapat pemimpin tim dan
anggota, dan masing-masing harus mengetahui tugas dan tanggung jawabnya. (PERKI, 2019)

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

a. Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini diharapkan peserta mampu mendemonstrasikan


kolaborasi interprofesi dalam menangani masalah kegawatan jantung.

Puslat BPPSDM & PDKI 144


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

b. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan mampu:

1) Menjelaskan definisi kolaborasi interprofesi


2) Mengidentifikasi profesi kesehatan yang terlibat dalam menangani masalah
kegawatan jantung
3) Menjelaskan proses resusitasi dalam perspektif tim
4) Menjelaskan alat bantu kerja untuk tim interprofesi
5) Menjelaskan pengembangan dan struktur tim
6) Melakukan kolaborasi interprofesi dalam menangani kegawatan jantung

Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

Materi pokok mata pelatihan ini adalah sebagai berikut:


1) Definisi kolaborasi interprofesi
2) Profesi yang terlibat dalam menangani masalah kegawatan jantung
3) Proses resusitasi dalam perspektif tim
4) Kolaborasi interprofesional dalam menangani kegawatan jantung
a) Penanganan awal
b) Merujuk dengan cepat dan tepat
5) Alat bantu kerja untuk tim interprofesi
6) Pengembangan dan struktur tim

Metode

Metode pengajaran dan pembelajaran menggunakan kuliah interaktif, dan praktik lapangan dengan
simulasi kasus.

Media dan Alat Bantu

Media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini antara lain:

Puslat BPPSDM & PDKI 145


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

1. Modul
2. Aplikasi Zoom Meeting
3. Presentasi materi menggunakan Power Point
4. Manekin RJP
5. Automated External Defibrillator (AED)

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3 jam pelajaran, yang terdiri dari 1 jam
pelajaran teori dan 2 jam pelajaran penugasan (T = 1 jpl, P = 2, PL = 0 jpl) @ 45 menit. Untuk
memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai
berikut:

1. Teori
a. Langkah 1 (5 menit)
1. Fasilitator memperkenalkan diri
2. Fasilitator menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
b. Langkah 2 (35 menit)
1. Fasilitator menyampaikan materi mengenai:
a. Definisi kolaborasi interprofesi
b. Profesi yang terlibat dalam menangani masalah kegawatan jantung
c. Proses resusitasi dalam perspektif tim
d. Alat bantu kerja untuk tim interprofesi
e. Pengembangan dan struktur tim
c. Langkah 3 (5 menit)
1. Fasilitator meminta peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas,
memberikan jawaban atas pertanyaan peserta.
2. Meminta komentar, penilaian, saran, bahkan kritik dari peserta

2. Penugasan
a. Langkah 1 (5 menit)

Puslat BPPSDM & PDKI 146


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

1. Fasilitator menjelaskan mekanisme penugasan

b. Langkah 2 (80 menit)


1. Peserta akan dibagi ke dalam kelompok kecil kemudian bermain peran sebagai tim
interprofesi
2. Peserta akan mendemonstrasikan kolaborasi interprofesi dalam menangani
kegawatan jantung sesuai skenario kasus
3. Fasilitator meminta peserta lain untuk menanggapi
4. Fasilitator akan memberikan umpan balik
c. Langkah 3 (5 menit)
1. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut

Uraian Materi

A. Definisi Kolaborasi Interprofesi


Praktik kolaboratif pada pelayanan kesehatan terjadi ketika beberapa profesi kesehatan dari
latar belakang yang berbeda memberikan pelayanan komprehensif kepada pasien,
keluarganya, pelaku rawat dan masyarakat untuk memberikan kualitas pelayanan terbaik.
Penting untuk dapat memahami dan menghormati peran serta keahlian profesi pemberi
layanan kesehatan saat bekerja dan belajar dalam tim multi profesi. Memahami kontribusi
kinerja efektif dalam tim interdisiplin akan menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan yang
aman dan berkualitas tinggi. (Hean et al, 2012)

B. Profesi yang Terlibat dalam Penanggulangan Masalah Kegawatan Jantung


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI no 47 tahun 2018 tentang Pelayanan
Kegawatdaruratan, setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan penanganan
kegawatdaruratan intrafasilitas dan antarfasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan
kesehatan yang dimaksud termasuk Puskesmas, Klinik, dan praktik mandiri. Pelayanan
kegawatdaruratan tersebut dilakukan di ruang UGD ataupun ruang tindakan.

Puslat BPPSDM & PDKI 147


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Selain itu, sumber daya manusia yang diperlukan dalam menangani masalah
kegawatdaruratan di fasilitas kesehatan meliputi: dokter, dokter gigi, perawat dan atau
tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan yang memiliki kompetensi
kegawatdaruratan. Jenis dan jumlah anggota tim untuk melakukan pelayanan
kegawatdaruratan disesuaikan dengan kategori dan kemampuan pelayanan kesehatan.
Dokter atau dokter gigi pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut berperan sebagai
penanggung jawab pelayanan kegawatdaruratan.

C. PROSES RESUSITASI DALAM PERSPEKTIF TIM

Burckle dan Rice pertama kali mendeskripsikan proses resusitasi dalam perspektif tim.
Perspektif tim resusitasi medis melibatkan setidaknya tujuh fase. Setiap fase meliputi
prioritas penting dari tim resusitasi. (Mellick and Adams, 2009)

1. Fase Antisipasi
Selama fase ini data yang diterima oleh fasilitas kesehatan dari paramedis diterima dan
dianalisis. Selanjutnya, tim dikumpulkan, kepemimpinan ditetapkan, tugas
didelegasikan, peralatan dipersiapkan dan diperiksa, dan anggota tim bersiap untuk
kedatangan pasien sakit kritis.

2. Fase Entri
Fase ini melibatkan penyampaian tanda vital yang didapatkan oleh paramedis sesaat
sebelum kedatangan. Terjadi pemindahan atau pertukaran pasien secara prosedural ke
tandu darurat. Anggota tim resusitasi mendapatkan penilaian awal survey primer
(Airway-Breathing-Circulation = ABC) pasien. Paramedis menyampaikan riwayat
singkat dan tanda vital pasien.

3. Fase Resusitasi
Tim melakukan survey primer, menilai kondisi ABC pasien dan melakukan intervensi
resusitasi segera jika ada indikasi. Kepemimpinan dokter dan perawat sangat penting
selama fase ini. Harus ada satu suara dominan dan penyampaian informasi secara
berkelanjutan kepada pemimpin tim. Tanda vital didokumentasikan setidaknya setiap
lima menit dan prosedur serta pemberian obat-obatan telah tercapai. Survey sekunder
atau anatomis tercapai dan ketika kondisi pasien tidak membaik, survey fisiologis

Puslat BPPSDM & PDKI 148


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

diulang kembali. Kepemimpinan dan komunikasi efektif antara anggota tim merupakan
kompenen penting pada fase ini.

4. Fase Pemeliharaan (Maintenance)


Selama periode waktu ini penilaian utama dan prosedur resusitasi telah dilakukan.
Dilakukan stabilisasi kondisi pasien secara kontinyu, pemasangan jalur intravena,
kateter dan selang secara mantap. Selama fase ini ketegangan tim mulai mereda karena
intervensi kondisi kritis sudah tercapai. Periode ini merupakan masa yang rentan bagi
pasien. Upaya sadar untuk menjaga perhatian tim selama fase ini merupakan tanggung
jawab pemimpin tim.

5. Fase Pemberitahuan Keluarga


Proses pemberitahuan kepada keluarga dilakukan sepanjang proses resusitasi. Tim
resusitasi menugaskan setidaknya satu orang anggota tim untuk berhubungan dengan
keluarga pasien. Laporan status kondisi pasien yang jujur dan terkini penting bagi
anggota keluarga dan harus disampaikan dengan kehati-hatian.

6. Fase Transfer
Fase ini belum tentu terjadi di akhir resusitasi. Terjadinya penundaan dalam pelayanan
kedaruratan dapat terjadi jika proses transfer tidak dilakukan secara efisien.
Keterlambatan transportasi ketika diperlukan tindakan resusitasi menyebabkan
tatalaksana medis pasien menjadi tidak efektif.

7. Fase Kritis
Setiap skenario resusitasi berbeda dan menghadapi masalah yang unik. Setelah
perawatan pasien dilakukan, performa tim yang interdependen harus dikritisi secepat
mungkin setelah resusitasi. Hal ini untuk mencegah terjadinya kembali hal yang tidak
diinginkan pada pasien di masa yang akan datang.

Pasien dengan kegawatan jantung sering memerlukan observasi intensif di fasilitas


pelayanan kesehatan tingkat lanjut (FKTL). Sehingga diperlukan rujukan yang cepat
dan tepat. Saat merujuk pasien ada tiga sasaran yang perlu diperhatikan:

1. Merujuk pasien ke fasilitas layanan kesehatan yang memiliki sarana dan


prasarana lengkap secepat mungkin. Sebelumnya perlu mengkomunikasikan
keadaan pasien terlebih dahulu dengan FKTL yang dituju.

Puslat BPPSDM & PDKI 149


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

2. Mencegah terjadinya henti jantung mendadak dan mengontrol aritmia dengan


tetap menggunakan protokol bantuan hidup jantung.

3. Menginisiasi atau melanjutkan tatalaksana pasien sepanjang proses transportasi


antar fasilitas pelayanan kesehatan.

Untuk memudahkan komunikasi dengan FKTL, saat merujuk perlu dipersiapkan


rekam medis atau daftar tilik yang lengkap mengenai kondisi pasien. Adapun
informasi yang harus tersedia antara lain:
1. Informasi mengenai orang yang menghubungi tim medis untuk melakukan
BHD (pasien, keluarga, orang yang menemukan) dan alasannya
2. Keluhan yang dialami saat ditemukan
3. Tanda vital dan hasil pemeriksaan fisik, baik saat awal sampai dengan
perkembangan setelah dilakukan tatalaksana
4. Tatalaksana yang sudah diberikan dan respons pasien
5. Hasil EKG yang sudah dilakukan baik di FKTP ataupun sepanjang perjalanan
merujuk.
6. Status kode pasien (jika diketahui)
7. Kontak anggota keluarga yang dapat membantu melengkapi atau memverifikasi
riwayat perjalanan penyakit pasien.

D. ALAT BANTU KERJA UNTUK ORGANISASI TIM INTERPROFESI

Pelayanan kesehatan yang mengharuskan adanya ketepatan tinggi umumnya


menggunakan alat bantu kerja (job aid) yang dapat berupa daftar tilik mengandung unsur
tugas spesifik dimana akurasi dan tindakan pencegahan merupakan kewajiban. Contoh
yang digunakan sebagai alat bantu kerja seperti singkatan ABC (Airway-Breathing-
Circulation) telah digunakan secara luas pada saat melakukan resusitasi. Kemungkinan
lain untuk alat bantu kerja resusitasi seperti daftar tilik persiapan ruangan (Gambar 1)
atau papan dinding yang mendeskripsikan posisi anggota tim saat di tempat tindakan
(Gambar 2). (Mellick and Adams, 2009)

Puslat BPPSDM & PDKI 150


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 1. Daftar Tilik Persiapan Ruangan (Mellick and Adams, 2009)

Puslat BPPSDM & PDKI 151


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Gambar 2. Papan dinding dengan posisi, peran dan tugas anggota tim (Mellick and Adams, 2009)

Alat bantu kerja dapat mengatur prioritas tugas, standarisasi kegiatan, mencegah
kelalaian yang tidak disengaja, memungkinkan penyelesaian tugas yang lebih cepat dan
menyeluruh dan mengurangi beban kognitif. Alat bantu kerja mencegah gangguan
kepemimpinan atau penyimpangan tugas, memastikan struktur yang konsisten untuk
proses resusitasi dan menurunkan stres tim. Adanya alat bantu kerja membuat proses
resusitasi dari proses kognitif yang disengaja menjadi refleks otomatis. (Mellick and
Adams, 2009)

Selain daftar tilik, alat bantu lain yang dapat digunakan adalah dokumen seperti
poster yang berisi referensi informasi seperti algoritma Basic Life Support (BLS),
Advanced Cardiac Life Support (ACLS), Glasgow Coma Scale atau obat
resusitasi pediatri dapat ditempel di dinding ruang resusitasi. (Mellick and Adams,
2009)

Penempatan peralatan yang dibutuhkan untuk resusitasi juga menentukan efisiensi kerja
tim. Meminimalkan hambatan ruang lantai di sekitar pasien, memajang peralatan jalan
napas dalam format semi terbuka di papan dinding saluran napas yang diletakkan di
bagian kepala tempat tidur resusitasi, lemari peralatan dengan pintu kaca atau gerobak

Puslat BPPSDM & PDKI 152


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

peralatan terbuka memungkinkan visibilitas dan akses persediaan yang mudah. Desain
ergonomis dari peralatan resusitasi dari penyimpanan obat hingga bantalan defibrilator
pasti akan berdampak pada efisiensi tim secara keseluruhan. (Mellick and Adams, 2009)

E. PENGEMBANGAN DAN STRUKTUR TIM

Pada tahun 1999, Risser memperkenalkan konsep kerja tim yang penting untuk kinerja
kegawatdaruratan. MedTeams adalah adaptasi dan penerapan manajemen sumber daya
awak penerbangan penerbangan (CRM) ke bagian kegawatdaruratan. Hal yang mendasari
pembentukan MedTeams adalah bahwa sebagian besar kesalahan diakibatkan oleh
kerusakan dalam pertahanan tingkat sistem dan bahwa pengurangan kesalahan medis
dimungkinkan melalui kerja tim interprofesi. (Mellick and Adams, 2009)

1. MENJAGA STRUKTUR TIM DAN IKLIM MEMBANGUN KEPEMIMPINAN


Kepemimpinan dokter yang didefinisikan dengan jelas sangat penting untuk
kelancaran kinerja tim. Sebaiknya ada satu dan hanya satu pemimpin dokter pada
waktu tertentu yang bertindak sebagai alat pacu jantung untuk proses resusitasi
untuk mencegah kepemimpinan tim yang multi-fokus dan tidak efektif.
Kepemimpinan keperawatan yang terdefinisi dengan baik tetapi terintegrasi juga
sangat penting. Pemimpin yang berpengalaman menyadari pentingnya, saling
ketergantungan, dan nilai dari setiap anggota tim. Ketika struktur hierarki menjadi
penghalang komunikasi, manfaat kepemimpinan berkurang dan keselamatan
pasien berpotensi terganggu. Menetapkan diri sendiri sebagai pemimpin seringkali
merupakan langkah yang lebih mudah daripada mempertahankan kendali
resusitasi. Kehilangan kendali dan kebingungan atas kepemimpinan tim dapat
berdampak signifikan pada pemberian perawatan pasien. (Mellick and Adams,
2009)

Langkah-langkah atau tindakan yang membantu dalam deklarasi kepemimpinan


antara lain: (Mellick and Adams, 2009)

1. Hadir di ruang resusitasi sebelum kedatangan pasien


2. Persiapkan tim sebelum kedatangan pasien
3. Pimpin tim dalam perencanaan perawatan pasien sebelum kedatangan

Puslat BPPSDM & PDKI 153


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

pasien
4. Pimpin dalam penugasan dan klarifikasi peran anggota tim sebelum
kedatangan pasien
5. Posisikan diri di ruangan di lokasi yang khas untuk ketua tim [di kepala
atau kaki tempat tidur]
6. Beri identitas untuk memudahkan identifikasi ketua tim (gaun berwarna,
pita lengan, dll).
7. Jadilah individu yang secara langsung menerima riwayat pasien dari
paramedis
8. Nasihat kepemimpinan mungkin diperlukan dan sesuai: “Terima perintah
hanya dari saya.”
9. Berperan sebagai pemimpin; desibel, ritme, perilaku, dan nada suara
harus memperkuat peran
10. Menetapkan identitas perawat pemimpin tim dan berkolaborasi dalam
perencanaan resusitasi
11. Meminta bantuan perawat pemimpin tim dengan kerja sama tim,
pengendalian massa dan pendelegasian perintah
12. Lakukan kontak mata dan sapa anggota tim lain berdasarkan nama
13. Menjaga komunikasi berkelanjutan yang membuat tim terus mendapat
informasi

2. MENGORGANISIR TIM
Tim resusitasi memerlukan keberadaan pemimpin untuk mengatur kerja yang
dilakukan oleh tim tersebut. Pemimpin tim bertanggung jawab memastikan bahwa
semua tindakan dilakukan pada saat yang tepat dengan cara yang tepat dengan
memonitor dan mengintegrasikan kinerja individu dalam tim. Seorang pemimpin
tim harus terampil dalam semua keterampilan khusus yang harus dilakukan selama
resusitasi. Tugas pemimpin tim antara lain (PERKI, 2019):
a. Memonitor kinerja individu dari semua anggota tim
b. Mendukung anggota tim
c. Fokus pada tatalaksana pasien secara komprehensif

Puslat BPPSDM & PDKI 154


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

d. Mengajar dan melatih


e. Memberikan pemahaman

Anggota tim harus terampil pada keterampilan yang sudah dilatihkan dan diberi
kewenangan untuk melakukannya dalam ruang lingkup kinerja mereka. Hal ini
penting bagi keberhasilan suatu usaha resusitasi. Adapun peranan anggota tim
antara lain (PERKI, 2019):

a. Siap untuk memenuhi tanggung jawab sesuai peranannya


b. Sering mempraktikkan keterampilan resusitasi
c. Mengetahui algoritma resusitasi
d. Bertanggung jawab untuk keberhasilan
e. Mengikuti instruksi pemimpin tim

Organisasi tim resusitasi melibatkan penetapan peran, pengembangan rencana


perawatan dan persiapan untuk kedatangan pasien. Dalam pengaturan ini,
kompleksitas dapat menimbulkan kekacauan. Standarisasi peran anggota tim dan
posisi ruangan menjelaskan tugas anggota tim dapat dilihat pada Gambar 3. (Mellick
and Adams, 2009)

Gambar 3. Pengaturan posisi anggota tim dan deskripsi peran (Mellick and Adams, 2009)

Puslat BPPSDM & PDKI 155


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Pada kenyataannya, peran anggota tim dan posisi ruangan tidak dapat didefinisikan
secara kaku. Variasi dalam tata letak ruangan, lokasi monitor dan peralatan, jumlah
personel, campuran keterampilan yang tersedia, usia pasien dan kondisi klinis yang
dirawat merupakan faktor-faktor yang akan mempengaruhi peran dan lokasi anggota
tim di ruangan. Namun demikian, peran tertentu diberikan pada posisi ruangan
tertentu karena aktivitas yang dilakukan atau lokasi peralatan utama [misalnya
dokter jalan napas, kontrol tulang belakang leher, administrator CPR, defibrilator,
monitor jantung, dan penghangat darah].

Dokter gawat darurat yang bertanggung jawab atas jalan napas ditempatkan di kepala
pasien. Karena dokter biasanya memeriksa pasien dari sisi kanan pasien, kapten tim
yang sering melakukan pemeriksaan fisik biasanya akan menempati lokasi tersebut.
Selama fase proses resusitasi yang berbeda dan tergantung pada kondisi kesehatan
yang dirawat, lokasi kepemimpinan dokter dapat bertransisi. Secara bersamaan,
perawat utama yang dalam keadaan ideal terus berkomunikasi dengan kapten tim
harus ditempatkan di sebelah kiri pasien dan di seberang pemimpin tim dokter.
Lokasi anggota tim lainnya bergantung pada prosedur yang dilakukan. Perawat
dokumentasi biasanya ditempatkan dalam kontak mata dan kedekatan pendengaran
(yang mencegah keharusan meminta informasi) di meja atau meja tulis. Jika troli
peralatan terletak tepat di belakang dan troli obat di dekatnya, perawat dokumentasi
dapat secara bersamaan membantu peralatan dan distribusi obat. Papan dinding dapat
secara efektif mengarahkan anggota tim ke lokasi kamar mereka serta memberikan
petunjuk tentang tugas dari peran yang ditugaskan kepada mereka (Lihat Gambar.
2). (Mellick and Adams, 2009)

Unit gawat darurat di FKTP akan memiliki sumber daya yang berbeda. Di unit gawat
darurat yang lebih kecil, kapten tim sering bertanggung jawab atas jalan napas dan
kinerja prosedur lain yang memakan waktu dan perhatian. Dalam pengaturan ini,
kebutuhan untuk perencanaan awal dan organisasi tim bahkan lebih besar dan itu
sama sekali tidak mengurangi kebutuhan untuk organisasi tim. Fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih kecil dapat membuat tim tanggap gawat darurat untuk

Puslat BPPSDM & PDKI 156


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

menambah sumber daya personel dan memungkinkan manajemen tim untuk pasien
sakit kritis. (Mellick and Adams, 2009)

3. KEMBANGKAN IKLIM TIM DAN SELESAIKAN KONFLIK SECARA KONSTRUKTIF

Tim resusitasi yang efektif memiliki karakteristik kepemimpinan yang terdefinisi


dengan baik, tanggung jawab yang teridentifikasi dengan jelas, penggambaran peran
spesifik, penekanan pada efisiensi dan kecepatan, pencapaian ahli dalam peran
individu, kinerja dan dinamika tim, pelatihan dan persiapan yang memadai, prioritas
yang digambarkan dengan baik dan jumlah anggota tim yang sesuai. Misi tim tidak
boleh terganggu oleh persaingan internal dan energi tim harus diarahkan ke tujuan
eksternal bersama. Pengaturan resusitasi sering kali merupakan tempat dimana
berbagai profesi yang berbeda berinteraksi. Resusitasi berpotensi menjadi proses
yang menuntut menguras emosi dan intelektual. Karena tuntutan kinerja ini,
terkadang terjadi kesalahan dalam suasana tim. Pemimpin tim terutama bertanggung
jawab untuk membangun suasana tim yang sehat. Kadang-kadang, tepat bagi
pemimpin tim untuk memberhentikan anggota tim yang tidak pantas dari ruang
resusitasi.

Anggota tim bertanggung jawab untuk meminta bantuan saat tugas kelebihan beban
atau menawarkan bantuan rekan tim saat mereka menyadari situasi kelebihan beban.
Pimpinan dokter dan perawat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa beban
kerja dalam tim seimbang. Jika anggota tim membantu anggota tim lain, kesalahan
klinis yang disebabkan oleh kelebihan beban individu, stres, atau gangguan akan
berkurang.

4. TERAPKAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

a. Melakukan Perencanaan Situasional


Pemimpin tim harus melibatkan tim dalam proses perencanaan sebelum pasien
datang. Tinjauan singkat tentang prosedur resusitasi yang diharapkan, protokol
dan sumber daya yang diperlukan harus diselesaikan. Daftar periksa persiapan
ruangan juga dapat digunakan untuk memastikan bahwa langkah-langkah
persiapan standar telah diselesaikan (Lihat Gambar. 1)

Puslat BPPSDM & PDKI 157


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

b. MENERAPKAN METODE PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Anggota tim harus memastikan bahwa pemimpin tim memiliki semua informasi
klinis yang terkait. Pada saat yang sama, pemimpin dokter resusitasi tidak boleh
ragu untuk melibatkan anggota tim dalam pengambilan keputusan; meminta
arahan atau saran bila perlu.

c. TERLIBAT DALAM TINDAKAN PENGHINDARAN KESALAHAN


Teknik komunikasi yang dapat digunakan untuk menghindari kesalahan
seperti "check-back", "the call out", "the hand-off” dan "two challenge
rule".

• Dengan sistem check-back, penerima perintah lisan diminta untuk


mengulangi perintah tersebut dan melakukan verifikasi sebelum obat
diberikan.
• Call out adalah permintaan informasi yang dilakukan oleh pemimpin
tim.
• Aturan hand off adalah menyerahkan tanggung jawab
kepemimpinan setiap kali diindikasikan seperti ketika prosedur
dilakukan oleh pemimpin tim.
• Two challenge rule, anggota tim bertanggung jawab untuk
mempertanyakan semua tindakan yang mungkin menempatkan
pasien pada risiko. Sebuah tantangan disuarakan setidaknya dua kali
untuk memastikannya telah didengar. Penerima harus mengakui
tantangan dan menawarkan penjelasan untuk tindakan yang
dimaksud.
Memantau proses kerja tim juga melindungi dari kesalahan. Cross monitoring
atas tindakan anggota tim harus terus berlangsung. Hal ini memungkinkan
pengenalan kesalahan yang akan datang serta aktivitas yang terkoordinasi
dengan lebih baik. Tim harus segera diberitahu tentang kesalahan dan tindakan
korektif harus diadvokasi dan segera diambil.

Puslat BPPSDM & PDKI 158


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

5. BERKOMUNIKASI DENGAN TIM

Komunikasi yang berkelanjutan dan efektif oleh tim memungkinkan anggotanya


untuk membangun referensi dan pemahaman bersama tentang pasien dan
masalah operasional. Anggota tim terus memberikan informasi kepada pemimpin
tim, yang menganalisis, membuat keputusan, dan merespons kembali dengan
arahan lebih lanjut. Saat memberikan arahan atau perintah, pemimpin tim juga
mendelegasikan tanggung jawab. Memberi instruksi tanpa memberikan tanggung
jawab menghasilkan salah satu dari dua tanggapan yang tidak produktif; terlalu
banyak anggota tim yang menanggapi atau tidak ada yang menanggapi. Tim
resusitasi yang efektif juga berkomunikasi melalui metode non-verbal maupun
verbal. Karakteristik teknik komunikasi tim yang baik antara lain sebagai berikut.

1. Tim memiliki rantai komando yang jelas dan komunikasi berfokus


pada pemimpin tim Pemimpin secara efektif menerapkan sumber daya
tim dan memberikan panduan yang konsisten kepada tim
2. Perawat pemimpin tim menerima perintah dari kapten tim dan
mendelegasikannya ke tim anggota
3. Tidak ada hambatan komunikasi yang disebabkan oleh hierarki tim
atau rantai komando Pemimpin tim mengenali hubungan
interdependennya dengan anggota tim lainnya Perintah diberikan
langsung kepada individu, dialamatkan dengan nama bersama dengan
kontak mata
4. Kecepatan komunikasi penting untuk kode tim kontrol
5. Pemimpin tim adalah alat pacu jantung tim
6. Kejelasan dan efisiensi komunikasi
7. Suara yang sesuai atau desibel ucapan
8. Komunikasi non-verbal yang efektif terjadi karena individu mengikuti
protokol berurutan, mengantisipasi dan memantau pemimpin tim dan
anggota tim lainnya
9. Pemimpin tim mendorong pertanyaan dan saran
10. Ketua tim memiliki percakapan terus menerus
dengan tim menyediakan informasi terkini
11. Tim memiliki kerangka kerja operasional dan kosakata yang sama

Puslat BPPSDM & PDKI 159


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Referensi

Hean S, Craddock D, Hammick M. 2012. Theoretical insights into interprofessional education:


AMEE Guide no. 62. Medical Teacher. 34; e78-e101.

Marcollino MS, Santos TMM, Stefaneli FC, Oliveira JAQ, Silva MVRS, Junior DFA, et al. 2017.
Cardiovascular Emergency in Primary Care: an Observational Retrospective Study of
a Large Scale Telecardiology Service. Sao Paolo Med J. DOI: 10.1590/1516-
3180.2017.0090110617

Mellick LB, Adams BD. 2009. Rescucitation Team Organization for Emergency Departement: A
Conceptual Review and Discussion. The Open Emergency Journal. 2; 18-27

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2018 tentang Pelayanan
Kegawatdaruratan.

PERKI. 2019. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS Indonesia. Jakarta : PERKI.

Lampiran

a. lembar kerja
Seorang pasien lelaki berusia 56 tahun masuk IGD Puskesmas Rawat Inap dengan diantar oleh
keluarganya. Awalnya pasien tersebut mengalami keluhan dada berdebar-debar, kemudian saat di
mobil beberapa menit sebelum sampai Puskesmas, pasien menjadi tidak sadar.

Instruksi Penugasan:
1. Fasilitator membagi peserta ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang
2. Setiap kelompok melakukan role play sebagai tim resusitasi di IGD yang akan melakukan RJP
dengan bantuan AED
3. Lakukan pembagian peran sebagai pemimpin dan anggota tim yang terdiri dari berbagai profesi
4. Waktu role play selama 15 menit

Puslat BPPSDM & PDKI 160


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

b. Informasi lain

Rubrik Penilaian Kolaborasi Interprofesi

No Kompetensi Aspek yang Dinilai Kurang Sedang Baik Sangat Umpan Balik
(1) (2) (3) Baik (4)
1 Komunikasi - Respek terhadap
orang lain
- Merespon pertanyaan
- Penggunaan bahasa
verbal
- Penggunaan bahasa
non verbal
2 Kolaborasi - Berkolaborasi
dengan orang lain
- Membagi informasi
yang dimiliki kepada
orang lain
3 Peran dan - Menunjukkan peran
Tanggung dan tanggung jawab
Jawab profesinya
- Memahami peran
dan tanggung jawab
profesi lain
- Menunjukkan
kemampuan
profesional dalam
mengambil
keputusan
4 Pendekatan - Mencari masukan
yang dari pasien dan
berpusat keluarga
kepada - Mengintegrasikan
pasien- kondisi di sekitar
keluarga pasien seperti nilai
secara dan kepercayaan
kolaboratif dalam membuat
rencana perawatan
- Memberikan
informasi pelayanan
kesehatan dan pilihan
kepada pasien dan
keluarga
- Sebagai partner bagi
pasien dan keluarga
dalam mengambil
keputusan
5 Fungsi tim - Mengetahui
hubungan antara
fungsi tim dan
kualitas pelayanan

Puslat BPPSDM & PDKI 161


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

- Menunjukkan peran
sebagai bagian dari
tim
- Berperan aktif dalam
diskusi tim
6 Manajemen - Menggali cara
konflik pandang orang lain
dan pendapat orang
lain
- Melakukan
klarifikasi dengan
baik bila terjadi
kesalahpahaman
- Menjadi pendengar
aktif bila ada orang
lain berbicara
- Menggunakan
strategi yang tepat
dalam
menyelesaikan
konflik
TOTAL

Puslat BPPSDM & PDKI 162


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI INTI 10

EDUKASI DAN KONSELING TERKAIT MASALAH KEGAWATAN


JANTUNG

Deskripsi

Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu kelompok penyakit yang membutuhkan pelayanan
kesehatan yang holistik dan komprehensif yang diberikan kepada semua pasien yang memiliki
penyakit kardiovaskular. Termasuk didalamnya pemberian edukasi dan konseling tentang faktor
risiko penyakit kardiovaskular, gejala dan tanda kegawatan jantung, tatalaksana farmakologis
dan nonfarmakologis pada penyakit kardiovaskular dan komplikasi yang mungkin timbul pada
penyakit kardiovaskular yang tidak terkontrol dengan baik. Mata pelatihan ini juga membahas
tentang definisi edukasi dan konseling, tujuan edukasi dan konseling pada pasien dengan risiko
kegawatan jantung, teknik melakukan edukasi dan konseling pada pasien dengan risiko
kegawatan jantung.

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

a. Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta pelatihan dapat melakukan edukasi dan
konseling pada pasien dengan risiko kegawatan jantung.

b. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, diharapkan peserta mampu:

Puslat BPPSDM & PDKI 163


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

1) Menjelaskan definisi dan tujuan pemberian edukasi serta konseling pada pasien
dengan risiko kegawatan jantung.
2) Melakukan edukasi dan teknik konseling pada pasien dengan risiko kegawatan jantung
di FKTP.

Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1) Definisi dan tujuan edukasi serta konseling pada pasien dengan risiko kegawatan jantung.
2) Teknik konseling pada pasien dengan risiko kegawatan jantung.

Metode
Metode pengajaran dan pembelajaran yang digunakan untuk materi ini kuliah interaktif dan diskusi.

Media dan Alat Bantu


Media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini antara lain:
1. Modul
2. Bahan bacaan
3. Aplikasi Zoom Meeting
4. Presentasi materi menggunakan Power Point.

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3 jam pelajaran, yang terdiri dari 1 jam pelajaran
teori dan 2 jam pelajaran penugasan (T = 1 jpl, P = 2 jpl, PL = 0 jpl) @ 45 menit. Untuk memudahkan
proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1. Teori
a. Langkah 1 (10 menit)

Puslat BPPSDM & PDKI 164


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

1. Fasilitator memperkenalkan diri


2. Fasilitator menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Menggali pengetahuan awal peserta mengenai edukasi dan konseling pada penyakit Jantung
b. Langkah 2 (30 menit)
1. Fasilitator menyampaikan materi mengenai:
a. Definisi dan tujuan konseling pada pasien dengan risiko kegawatan jantung.
b. Teknik konseling pada pasien dengan risiko kegawatan jantung.
c. Langkah 3 (5 menit)
a. Fasilitator meminta peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, memberikan jawaban
atas pertanyaan peserta.
b. Meminta komentar, penilaian, saran, bahkan kritik dari peserta.

2. Penugasan
a. Langkah 1 (5 menit)
1. Fasilitator menjelaskan mekanisme penugasan
d. Langkah 2 (80 menit)
1. Peserta akan dibagi ke dalam kelompok kecil kemudian bermain peran sebagai tim
interprofesi
2. Peserta akan mendemonstrasikan kolaborasi interprofesi dalam menangani
kegawatan jantung sesuai skenario kasus
3. Fasilitator meminta peserta lain untuk menanggapi
4. Fasilitator akan memberikan umpan balik terkait hasil rancangan program
e. Langkah 3 (5 menit)
1. Fasilitator memberikan umpan balik
2. Fasilitator memberi kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas dan fasilitator menjawab pertanyaan tersebut.

Puslat BPPSDM & PDKI 165


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Uraian Materi

A. Edukasi dan Konseling pada Pasien dengan Risiko Kegawatan Jantung

Penyakit kardiovaskular telah menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.
Risiko terkena penyakit kardiovaskular semakin meningkat seiring dengan pertambahan
usia, setelah usia 40 tahun risiko sepanjang hidup terhadap penyakit kardiovaskular untuk
laki-laki adalah 49% dan untuk wanita adalah 32%. Terdapat beberapa faktor risiko
terjadinya penyakit kardiovaskular yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain
hipertensi, merokok, hiperkolesterol, obesitas dan diabetes melitus, sedangkan faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin dan keturunan, dan ras.

Upaya pencegahan pada penyakit kardiovaskular perlu dilakukan pada setiap tingkatan
perjalanan penyakitnya. Menurut Leavell dan Clark pencegahan penyakit dapat dibagi
menjadi 5 tingkatan, atau biasa dikenal dengan 5 Level of Prevention. Pencegahan bisa
dilakukan melalui tingkatan yang paling awal yakni Health promotion, kemudian
dilanjutkan dengan tingkatan spesific protection, early diagnosis and prompt treatment,
disibility limitation dan terakhir rehabilitation.

Health Promotion
Pencegahan pada tingkat ini dilakukan ketika seseorang dalam keadaan sehat. Pencegahan
ini dilakukan untuk mempertahankan seseorang agar selalu dalam keadaan sehat dan
menjaga gaya hidup yang baik sehingga mampu mengurangi kemungkinan terjadinya
penyakit kardiovaskular.

Spesific Protection
Pada tahap ini upaya pencegahan dilakukan pada orang yang memiliki faktor risiko dengan
cara memodifikasi berbagai faktor resiko dari penyakit kardiovaskular yang ada agar orang
tersebut tidak menjadi sakit. Contoh upaya yang dapat dilakukan adalah dengan konseling
berhenti merokok, edukasi tentang olahraga minimal 3 kali seminggu, dan edukasi ataupun
konseling kepada pasien untuk memodifikasi gaya hidup berisiko lainnya.

Puslat BPPSDM & PDKI 166


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Early Diagnosis and Prompt Treatment


Upaya pencegahan pada tahap ini dilakukan pada orang yang telah mulai menunjukkan
gejala penyakit dengan cara menegakkan diagnosis dan memberikan tatalaksana yang
sesuai sedini mungkin agar dapat mencegah perburukan penyakit. Upaya pemeriksaan
kesehatan secara berkala seperti general check up merupakan contoh upaya yang dilakukan
pada tahap ini.

Disability limitation
Upaya pencegahan pada tingkatan ini merupakan sebuah tindakan terapi yang dilakukan
pada orang yang telah terdiagnosis penyakit kardiovaskular agar penyakit yang dideritanya
tidak menjadi lebih parah dan membatasi kecacatan maupun komplikasi yang mungkin
muncul akibat penyakitnya. Pemiihan pengobatan dan tindakan yang tepat oleh tenaga
kesehatan merupakan tindakan yang disarankan pada tahap ini.

Rehabilitation
Upaya pencegahan rehabilitation merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk
mengembalikan kondisi pasien yang telah menjalani terapi kardiovaskular agar mampu
untuk beraktifitas kembali dan memiliki derajat fungsional yang optimal.

Sebagai upaya untuk dapat mengubah perilaku yang menjadi faktor risiko penyakit
kardiovaskular dan memberdayakan pasien untuk dapat mengatasi permasalahan
kesehatannya khususnya yang berkaitan dengan penyakit kardiovaskular maka dokter
dapat memberikan edukasi maupun konseling berkaitan dengan penyakit kardiovaskular
kepada pasien.

B. Definisi Edukasi dan Konseling

Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan baik pada individu,


kelompok, keluarga dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat. Menurut
Notoatmodjo (2010) pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau pembelajaran

Puslat BPPSDM & PDKI 167


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan- tindakan untuk


memelihara, dan meningkatkan taraf kesehatannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk kegiatan dengan menyampaikan materi
tentang kesehatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku sasaran. Perubahan perilaku
dengan edukasi bisa merupakan proses yang membutuhkan waktu yang lebih lama, namun
akan bertahan lama dibandingkan perubahan perilaku yang terjadi karena paksaan.

Konseling adalah tidakan untuk menolong seseorang untuk mengidentifikasi masalah,


menjelaskan permasalahan, dan menemukan alternatif pemecahan masalah, sehingga
orang tersebut mampu untuk memutuskan perkara masalah tersebut. Dengan kata lain,
konseling adalah menolong orang untuk dapat menolong dirinya sendiri. Konseling
medik merupakan konseling yang dilakukan
oleh petugas kesehatan, pada umumnya adalah dokter, yang bertujuan agar pasien dan
atau keluarganya dapat mengambil keputusan akan tindakan yang akan dijalaninya,
sehubungan dengan masalah kesehatan yang dihadapinya.

Edukasi dan konseling yang dilakukan dalam pada pasien kardiovaskular dapat
kebutuhan pasien. Keluaran yang diharapkan adalah agar pasien dapat meminimalisasi
ketidakmampuan fisik dan psikologis, memelihara kehidupan sosial, memulai kembali
pekerjaan yang disesuaikan dengan kapasitas fisik dan psikologis, memperbaiki gaya
hidup, yang dapat mencegah timbulnya disabilitas, kekambuhan penyakit dan
kematian. Edukasi dan konseling sebaiknya diberikan pada pasien dan keluarganya
agar dapat saling berinteraksi dan mendukung tercapainya target dari edukasi maupun
konseling yang telah diberikan.

C. Tujuan Edukasi dan konseling

Tujuan edukasi pada dasarnya adalah untuk mengubah pemahaman, sikap maupun
perilaku individu dan masyarakat agar dapat mandiri dalam mencapai tujuan hidup
sehat, serta dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat
dan sesuai.

Puslat BPPSDM & PDKI 168


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Prinsip dalam edukasi adalah adanya proses belajar, dalam edukasi ada proses
pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih baik. Luaran yang
diharapkan dari proses belajar adalah dari tidak tahu menjadi tahu, atau dari tidak bisa
menjadi bisa. Perubahan akibat belajar tersebut terjadi terutama karena usaha dan
merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar, bukan karena suatu kebetulan.
Edukasi kesehatan dapat menjadi bagian dari konseling atau berdiri sendiri.

Tujuan Konseling adalah menolong pasien dan atau keluarganya agar mereka dapat:
1. Mengembangkan hubungan sedemikian rupa sehingga mereka merasa dimengerti
untuk selanjutnya dapat secara jujur dan terbuka mendiskusikan persoalannya.
2. Mendapatkan pengertian yang mendalam akan masalah yang mereka hadapi.
3. Mendiskusikan alternatif pemecahan masalah dan menentukan keputusan
4. Merencanakan dan melaksanakan tindakan yang spesifik
5. Merasakan perasaan yang berbeda yang membuat mereka lebih tenang dan
bahagia

D. Teknik edukasi dan konseling pada pasien dengan risiko kegawatan jantung
i. Metode edukasi kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2003) metode pendidikan kesehatan dibagi menjadi :

1) Metode pendidikan individu.


Metode ini bersifat individual digunakan untuk membina perilaku atau membina
seseorang yang mulai tertarik untuk melakukan sesuatu perubahan perilaku. Bentuk
pendekatan ini antara lain:
a) Bimbingan dan penyuluhan (guidance dan councellin)
Dengan cara ini kontak antara keluarga dengan petugas lebih intensif. Klien
dengan kesadaran dan penuh pengertian menerima perilaku tersebut.
b) Wawancara (interview)

Puslat BPPSDM & PDKI 169


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Wawancara petugas dengan klien untuk menggali informasi, berminat atau tidak
terhadap perubahan untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau akan
diadopsi itu mempunyai dasar pengertian atau dasar yang kuat.
2) Metode pendidikan kelompok Metode tergantung dari besar sasaran kelompok serta
pendidikan formal dari sasaran.
a) Kelompok besar Kelompok besar di sini adalah apabila peserta penyuluhan lebih
dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar adalah
(1) Ceramah, yaitu metode yang baik untuk sasaran yang berpendidikan
tinggi atau rendah,
(2) Seminar yaitu metode yang baik untuk sasaran dengan pendidikan
menengah keatas berupa presentasi dari satu atau beberapa ahli tentang
topik yang menarik dan aktual.

b) Kelompok kecil Jumlah sasaran kurang dari 15 orang, metode yang cocok untuk
kelompok ini adalah:

(1) Diskusi kelompok, kelompok bisa bebas berpartisipasi dalam diskusi


sehingga formasi duduk peserta diatur saling berhadapan.

(2) Curah pendapat (brain storming) merupakan modifikasi metode diskusi


kelompok. Usulan atau komentar yang diberikan peserta terhadap
tanggapan-tanggapannya, tidak dapat diberikan sebelum pendapat
semuanya terkumpul.

(3) Bola salju, kelompok dibagi dalam pasangan kemudian dilontarkan


masalah atau pertanyaan untuk diskusi mencari kesimpulan.

(4) Memainkan peran yaitu metode dengan anggota kelompok ditunjuk


sebagai pemegang peran tertentu untuk memainkan peranan.

(5) Simulasi merupakan gabungan antara role play dan diskusi kelompok.

3) Metode pendidikan massa

Puslat BPPSDM & PDKI 170


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Metode ini menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan untuk


masyarakat umum (tidak membedakan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status
sosial ekonomi dan sebagainya). Pada umumnya pendekatan ini tidak langsung,
biasanya menggunakan media massa, beberapa contoh metode ini antara lain:

a) Ceramah umum, metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi
maupun rendah.

b) Pidato atau diskusi melalui media elektronik.

c) Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter/petugas kesehatan tentang


suatu penyakit.

d) Artikel/tulisan yang terdapat dalam majalah atau Koran tentang kesehatan.

e) Bill board yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster dan sebagainya.

ii. Teknik Konseling


Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah antara konselor dan penderita
(klien) sedemikian rupa sehingga klien mempunyai keyakinan akan kemampuan dalam
pemecahan masalah.

Peranan Konselor:
1. Menyediakan dukungan dan dorongan.
2. Di tahap pengakhiran proses konseling, setelah pasien dan atau keluarganya dibantu
memahami masalahnya baik masalah medik maupun masalah psikososial yang
berkaitan dengan masalah kesehatan tersebut, tindakan selanjutnya adalah memberikan
tawaran pemecahan masalah yang biasanya dalam keadaan biasa ada 2 atau 3 opsi yang
mempunyai keuntungan dan kelemahan yang hampir sama, sehingga nantinya akan
terjadi pengambilan keputusan yang tepat oleh pasien dan atau keluarganya.

Karakter Konselor yang baik dalam konseling medik:

Puslat BPPSDM & PDKI 171


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

1. Mempunyai minat yang sungguh-sungguh terhadap orang lain, artinya mau


bekerjasama dan membantu pasien/keluarganya
2. Menghargai hak dan kemampuan pasien/keluarganya untuk membuat
keputusannya sendiri
3. Dapat menerima nilai yang dianut dan sikap pasien/keluarganya yang berbeda
dengan nilai dan sikapnya sendiri
4. Mempunyai daya observasi yang tajam
5. Terbuka untuk pendapat orang lain
6. Mampu mengadakan empati, mendukung pasien/keluarganya, dan sensitif
7. Mampu mengidentifikasi kendala psikologik, sosial dan cultural
pasien/keluarganya
8. Menghargai dan menghormati pasien dan keluarganya
9. Dapat dipercaya dan memegang rahasia pasien/keluarganya

Keterampilan Komunikasi Konselor:


1. Kemampuan menciptakan suasana yang nyaman, aman dan menimbulkan rasa
percaya pasien/keluarganya kepada konselor
2. Mampu menyampaikan informasi secara jelas dengan bahasa yang mudah
dimengerti
3. Mampu mendengar secara aktif
4. Mampu bertanya secara efektif
5. Memiliki kemampuan menilai kebutuhan dan perasaan pasien/keluarganya
6. Mampu merangsang pasien untuk berbicara, bertanya atau mengemukakanm
masalah atau pendapatnya
7. Mampu berbicara dengan bahasa pasien/keluarganya

Selain karakter dan keterampilan konselor yang baik, syarat konselor medik yang baik
adalalah pengetahuan konselor, antara lain:

Puslat BPPSDM & PDKI 172


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

1. Pengetahuan terkini yang berkaitan dengan topik yang dibicarakan dengan pasien
dan atau keluarganya, misalnya tentang pengobatan kanker usus atau kanker
lambung dsbnya, termasuk di mana dapat dilakukan serta berapa biayanya.
2. Pengetahuan tentang prognosis dari penyakit yang dibicarakan dengan pasien dan
atau keluarganya.
3. Pengetahuan tentang rujukan, termasuk di mana dapat dilakukan pengobatan
penyakit tersebut serta berapa biayanya.

Tempat Konseling
1. Tempat dimana konseling dilakukan tentunya harus memenuhi syarat, yakni
adanya privasi dan suasana yang tenang.
2. Ruangan konseling sebaiknya merupakan kamar yang terpisah dari kegiatan
pemeriksaan pasien.
3. Pasien dan atau keluarganya hendaknya duduk dalam ruangan yang nyaman.
Dokter dan pasien serta keluarganya dapat berbincang dengan bebas, serta tidak
ada petugas yang keluar dan masuk ruangan tersebut.

PROSEDUR KONSELING
Langkah Konseling Medis yang baik dapat dilakukan dengan metode 5A
1. ASK
Menggali informasi terkait masalah medis pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan
melakukan anamnesis yang sistematis dan baik, informasi terkait masalah pasien
meliputi karakteristik/identitas individu, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat sosial/kebiasaan.

2. ADVICE
Nasihat/saran terkait penyakit, faktor risiko, penyakit yang mungkin timbul dari
penyakit tersebut, gaya hidup, nutrisi, perilaku, dll. Saran/nasihat disampaikan dengan
jelas, dan tegas bila diperlukan, disesuaikan dengan situasi individu. Dalam
memberikan nasihat dapat dibantu dengan media seperti leaflet, poster, atau media

Puslat BPPSDM & PDKI 173


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

lainnya. Misalnya pada konseling pasien obesitas: “Sangat penting bagi anda untuk
mengubah gaya hidup, lebih cepat lebih baik. Dan saya bisa membantu anda” “Hanya
dengan berolahraga ringan akan sangat membantu anda untuk membentuk kebiasaan
yang lebih baik” “Saya menyadari bahwa menurunkan berat badan itu tidak mudah.
Tapi ini adalah hal yang paling penting untuk kesehatan anda saat ini dan nantinya.
Saya bisa membantu anda merencanakan program untuk masalah anda.”

3. ASSESS
Konselor menilai kesiapan pasien/keluarganya untuk memecahkan masalahnya.
Konselor dapat menggali potensi dan kendala/tantangan yang ada pada
pasien/keluarganya untuk membantu pasien memecahkan masalahnya. Sebagian orang
umumnya tidak siap dengan perubahan. Perubahan membutuhkan proses, bukan
sekedar langkah tunggal, sehingga memerlukan usaha berkali-kali sebelum berhasil.

4. ASSIST
Mendampingi pasien atau keluarga untuk mendiskusikan permasalahan, serta
menyusun solusi bersama. Bila pasien tidak siap Tanyakan “apakah anda pernah
mempertimbangkan untuk melakukan perubahan terkait masalah kesehatannya?”. Jika
iya, tanyakan “menurut anda apa keuntungan untuk melakukan perubahan sekarang,
dibanding nanti?”. Jika pasien menjawab “melakukan sekarang lebih baik
dibandingkan nanti”, lanjutkan dengan bertanya “apa yang membuat anda
memutuskan untuk melakukan perubahan lebih cepat?”. Nilai respon pasien, respon
pasien dapat menunjukkan kendala yang dihadapinya.

Intervensi motivasional yang dapat dilakukan bila pasien belum siap atau belum
berfikir untuk melakukan perubahan terkait masalah kesehatannya dapat
menggunakan metode 5R.
Relevance: Tanyakan pasien mengapa perlu melakukan perubahan. Dampak akan
lebih besar bila revelan terhadap keluarganya, situasi sosial, keadaan kesehatan, usia,
ataupun karakteristik pasien lainnya.

Puslat BPPSDM & PDKI 174


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Risk: Tanyakan/ajak pasien berpikir tentang dampak potensial negatif dari masalah
kesehatannya saat ini, baik dampak jangka pendek maupun panjang.
Rewards: Tanyakan/ajak pasien berpikir tentang keuntungan/dampak positif dari
melakukan perubahan terkait masalah kesehatannya. Sorot yang paling relevan dengan
keadaan pasien.
Roadblock: Tanyakan/ajak pasien berpikir tentang halangan/tantangan dalam
melakukan perubahan. Halangan yang umum biasanya oleh karena takut gagal, kurang
dukungan, depresi. Catat halangan/tantangan yang mungkin akan dihadapi paisen dan
pikirkan pada saat penatalaksanaan pada pasien (misalnya problem solving,
farmakoterapi)
Repetition: ulangi intervensi motivasional setiap pasien yang kurang termotivasi
berkunjung. Sebagian orang umumnya tidak siap dengan perubahan. Bila gagal pada
percobaan awal, beri penjelasan bahwa perubahan membutuhkan proses, bukan
sekedar langkah tunggal, sehingga memerlukan usaha berkali-kali sebelum berhasil.
Intervensi motivasional tidak hanya dapat dilakukan bila pasien belum siap, setelah
tujuan tercapai pun motivasi dapat terus diberikan pada fase maintenance.
Memberikan selamat dan mendorong untuk tetap melakukan program penting
dilakukan. Bila pasien siap Disain program yang dibutuhkan pasien/keluarganya untuk
memecahkan masalah kesehatannya. Bila dalam proses Cegah putus program/relaps.

5. ARRANGE FOLLOW UP
Mendiskusikan waktu pertemuan kembali dan target yang diharapkan sudah dipenuhi
oleh pasien. Berikan bantuan selama usaha pasien/keluarganya.

Strategi konseling yang dapat dilakukan:


1. Nasihat/saran yang tegas bila diperlukan
2. Berikan informasi yang jelas dengan menggunakan media
3. Bertanya tapi tidak menginterogasi

Puslat BPPSDM & PDKI 175


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

4. Ciptakan perhatian pasien tentang kesehatannya, ajak pasien berpikir masalah


kesehatannya, tanyakan apakan pasien pernah mempertimbangkan untuk
melakukan perubahan terkait masalah kesehatannya.
5. Tunjukkan empati, ajak berkomunikasi
6. Keputusan ada pada pasien

Yang sebaiknya tidak dilakukan pada saat konseling:


1. Membujuk
2. Mengajak bercanda terkait masalah kesehatan yang sensitif (misalnya HIV/AIDS,
pasien terminal, dll)
3. Bersikap sinis terhadap masalah kesehatan pasien.

Referensi
Azwar Azrul, Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Yayasan Penerbit IDI, Jakata;1996

Fiore MC, Jaen CR, Baker TB, et al. Treating Tobacco Use and Dependence: 2008 Update. Clinical Practice
Guideline. Rockville: U.S. Department of Health and Human Services; Public Health Service; 2008.

Gan, Goh Lee, at all, A primer On Family Medicine Practice, Sirqutanto. Keterampilan komunikasi
interpersonal khusus [slide perkuliahan]. Jakarta: FKUI.

Herqutanto. Keterampilan komunikasi interpersonal khusus [slide perkuliahan]. Jakarta: FKUI.

Konsil Kedokteran Indonesia. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta: KKI. 2006

Mc Whinney, A Text Book of family Medicine, Oxford University, New York; 1989

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka. Cipta. Jakarta.

Notoadmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta

Poernomo, Ieda SS. Pengertian KIE dan Konseling. Jakarta: Makalah Perinasia. 2004

Lampiran

a. lembar kerja

Puslat BPPSDM & PDKI 176


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Skenario Kasus Edukasi dan Konseling Pasien Gangguan Jantung

Seorang pasien laki-laki berusia 59 tahun datang ke Puskesmas ditemani istrinya untuk kontrol
mengenai penyakitnya. Ia baru saja pulang dari dirawat di RS bulan lalu dikarenakan mengalami
nyeri dada selama lebih dari 30 menit. Setelah menjalani perawatan selama 6 hari, pasien
diperbolehkan pulang. Saat ini pasien tidak memiliki keluhan, ia hanya ingin memeriksa tekanan
darahnya. Selama di rumah, pasien rutin meminum obat dari RS. Dari hasil pemeriksaan,
didapatkan TB 160 cm, BB 70 kg, TD 150/90 mmHg, RR 20x/menit, nadi 80x/menit dan suhu
37,1°C. Pasien mengaku jarang melakukan aktivitas olahraga, lebih banyak menghabiskan waktu
dengan menonton televisi di rumah. Pasien mengaku menyukai gorengan dan makanan bersantan.

Instruksi penugasan:

1. Lakukan role play sebagai dokter, pasien dan keluarganya berdasarkan skenario kasus tersebut
2. Sebagai dokter berikan edukasi dan konseling kepada pasien dan keluarganya

Puslat BPPSDM & PDKI 177


Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

b. informasi lain

Daftar tilik Keterampilan Konseling

No Aspek 0 1 2
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
CONTENT
2 Mempersiapkan kondisi dan suasana ruangan
yang nyaman
3 ASK
4 ADVICE
5 ASSESS
6 ASSIST
7 ARRANGE for Follow up
8 Ingatkan informasi-informasi yang penting serta
resume dari penjelasan
9 Memegang kendali selama komunikasi dan
menutup komunikasi pada waktu yang tepat
PROFESSIONALISM
10 Menyampaikan semua informasi sesuai dengan
konteksnya (clinicall reasoning yang tepat)
11 Melakukan dengan penuh percaya diri dan
menunjukan empati

Keterangan:
0 = Tidak melakukan
1 = Melakukan tidak sempurna
2 = Melakukan sempurna

178
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI PENUNJANG 1

BUILDING LEARNING COMMITMENT

Deskripsi
Dalam suatu pelatihan terutama pelatihan dalam kelas (in class training), akan bertemu sekelompok
orang yang belum saling mengenal sebelumnya, dan berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar
belakang sosial budaya, pendidikan/ pengetahuan, pengalaman, serta sikap dan perilaku yang berbeda
pula. Apabila hal ini tidak diantisipasi sejak awal pelatihan, kemungkinan besar akan dapat
mengganggu kesiapan peserta dalam memasuki proses pelatihan yang bisa berakibat pada
terganggunya kelancaran dari proses pembelajaran selanjutnya.

Membangun komitmen Belajar (BLC) merupakan salah satu metode atau proses untuk mencairkan
kebekuan tersebut. BLC juga mengajak peserta mampu mengemukakan harapan harapan mereka
dalam pelatihan ini, serta merumuskan nilai-nilai dan norma yang kemudian disepakati bersama
untuk dipatuhi selama proses pembelajaran. Membuat kontol kolektif dan struktur organisasi kelas.
Jadi inti dari BLC juga adalah terbangunnya komitmen dari semua peserta untuk berperan serta dalam
mencapai harapan dan tujuan pelatihan, serta mentaati norma yang dibangun berdasarkan perbauran
nilai-nilai yang dianut dan disepakati.

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu membangun komitmen belajar dalam rangka
menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif selama proses pelatihan berlangsung.

b. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Mengenal sesama warga pembelajar pada proses pelatihan.
2. Menyiapkan diri untuk belajar bersama secara aktif dalam suasana yang kondusif.

179
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

3. Merumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai bersama baik dalam proses


pembelajaran maupun hasil yang ingin dicapai di akhir pelatihan.
4. Merumuskan kesekapatan norma kelas yang harus dianut oleh seluruh warga pembelajar
selama pelatihan berlangsung.
5. Merumuskan kesepakatan bersama tentang kontrol kolektif dalam pelaksanaan norma
kelas.
6. Membentuk organisasi kelas.

Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:

a. Perkenalan
b. Pencairan (ice breaking)
c. Harapan-harapan dalam proses pembelajaran dan hasil yang ingin dicapai.
d. Norma kelas dalam pembelajaran.
e. Kontrol kolektof dalam pelaksanaan norma kelas.
f. Organisasi Kelas.

Metode
Ceramah, tanya jawab, curah pendapat, permainan, diskusi kelompok.

Media dan Alat Bantu


Bahan tayang, LCD proyektor, komputer, flipchart, spidol, meta plan, kain tempel, jadwal
dan alur pelatihan, norma/tata tertib standar pelatihan, panduan diskusi kelompok, dan
panduan permainan.

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 2 jam pelajaran (T=0 jpl, P=2
jpl, dan PL=0 JPL) @45 menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan
meningkatkan partisipasi seluruh peserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai
berikut:

180
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Langkah 1. Pengkondisian
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelas.
b. Fasilitator menyampaikan salam dengan menyapa peserta dengan ramah dan
hangat.
c. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah dengan
memperkenalkan diri. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
d. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang building learning
commitment (blc) dengan metode curah pendapat (brainstorming).
e. Menyampaikan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam BLC dan
menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan khusus dari BLC.
f. Menyampaikan alur proses pelatihan.yang akan dilalui selama pelatihan.

2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis bila diperlukan.
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator.
c. Memperkenalkan diri dan asal institusinya

Langkah 2. Pembahasan per materi


A. Review Kegiatan BLC
1. Kegiatan Fasilitator
a. Menjelaskan petunjuk kegiatan-kegiatan (games) yang akan dimainkan.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang masih
belum jelas.
c. Memberikan jawaban / menjelaskan lebih detil jika ada pertanyaan yang
diajukan oleh peserta.

2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan mempersiapkan diri mengikuti games yang akan
dimainkan.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami.
c. Melakukan tugas yang diberikan oleh fasilitator.

181
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

B. Pendalaman Kegiatan BLC


1. Kegiatan Fasilitator
a. Meminta kelas dibagi menjadi beberapa kelompok (4 kelompok) dan setiap
kelompok akan diberikan tugas diskusi kelompok, yaitu membahas harapan,
kekhawatiran dan solusi nya di masing-masing kelompok.
b. Menugaskan kelompok untuk memilih ketua, sekretaris dan penyaji.
c. Meminta masing-masing kelompok untuk menuliskan hasil dikusi untuk
dipresentasikan.
d. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses diskusi.

2. Kegiatan Peserta
a. Membentuk kelompok diskusi dan memilih ketua, sekretaris dan penyaji.
b. Mendengar, mencatat dan bertanya terhadap hal-hal yang masih belum jelas
kepada fasilitator.
c. Melakukan proses diskusi sesuai dengan masalah yang ditugaskan oleh
fasilitator dan menuliskan hasil dikusi pada kertas flipchart untuk
dipresentasikan.

C. Penyajian dan Pembahasan Hasil Diskusi Kelompok


1. Kegiatan Fasilitator
a. Dari masing-masing kelompok diminta untuk melakukan presentasi dari hasil
diskusi yang telah dilakukan sebelumnya.
b. Memimpin proses tanggapan (tanya jawab)
c. Memberikan masukan-masukan dari hasil diskusi.
d. Memberikan klarifikasi dari pertanyaan-pertanyaan yang belum dimengerti
jawabannya
e. Merangkum hasil diskusi.
f. Meminta perwakilan kelas untuk menunjuk seorang ketua kelas dan
sekretarisnya, yang akan memimpin proses membuat komitmen pembelajaran
melalui norma-norma kelas yang disepakati bersama-sama beserta pembuatan
kontrol kolekifnya.

2. Kegiatan Peserta
a. Mengikuti proses penyajian kelas.
b. Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh fasilitator.

182
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

c. Bersama dengan fasilitator merangkum hasil presentasi dari masing–masing


pokok bahasan yang telah dipresentasikan dengan baik.
d. Ketua dan sekretaris kelas secara bersama dengan peserta membuat kesepakatan
(norma) kelas sebagai bentuk komitmen pembelajaran beserta kontrol kolektif
yang disepakati bersama.

Langkah 3. Rangkuman dan Evaluasi BLC


1. Kegiatan Fasilitator
a. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses kegiatan
membangun komitmen pembelajaran.
b. Menyimpulkan dan memperjelas norma-norma kelas yang sudah disepakati bersama
peserta.
c. Mengakhiri kegiatan BLC dengan mengucapkan salam dan permohonan maaf serta
memberikan apresiasi dengan ucapan terima kasih kepada peserta.
2. Kegiatan Peserta
a. Bersama fasilitator merangkum poin-poin penting dari hasil proses kegiatan
membangun komitmen pembelajaran.
b. Mendengar dan menyepakati hasil dari norma kelas yang telah dibuat.
c. Membalas salam fasilitator.

Uraian Materi
a. PERKENALAN
Pada awal memasuki suatu pelatihan, sering para peserta menunjukkan suasana kebekuan
(freezing), karena belum tentu pelatihan yang diikuti merupakan pilihan prioritas dalam
kehidupannya. Mungkin saja kehadirannya di pelatihan karena terpaksa, tidak ada pilihan lain,
harus menuruti ketentuan / persyaratan. Mungkin juga terjadi, pada saat pertama hadir sudah
memiliki anggapan merasa sudah tahu semua yang akan dipelajari atau membayangkan kejenuhan
yang akan dihadapi. Untuk mengantisipasi semua itu, perlu dilakukan suatu proses
pencairan(unfreezing).

Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antar pribadi,
mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini, sampai terbentuknya norma kelas
yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya. Pada proses BLC setiap peserta harus
berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses BLC akan
berpengaruh pada proses pembelajaran selanjutnya.

183
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Pada tahap perkenalan fasilitator memperkenalkan diri dan asal usul institusinya dilanjutkan
dengan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kemudian mengajak peserta untuk ikut
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Dalam memandu peserta untuk proses perkenalan
dengan menggunakan metode yaitu : dalam 5 menit pertama setiap peserta diminta berkenalan
dengan peserta lain sebanyak-banyaknya. Meminta peserta yang berkenalan dengan jumlah
peserta terbanyak, dan dengan jumlah peserta paling sedikit untuk memperkenalkan teman-
temannya. Meminta peserta yang belum disebut namanya untuk memperkenalkan diri, sehingga
seluruh peserta saling berkenalan, diikuti juga oleh panitia untuk memperkenalkan dirinya.

b. PENCAIRAN
Fasilitator menyiapkan kursi sejumlah peserta dan disusun melingkar. Fasilitator meminta semua
peserta duduk di kursi dan satu diantaranya duduk di tengah lingkaran. Peserta yang duduk di
tengah lingkaran diminta memberi aba-aba, agar peserta yang disebut identitasnya pindah duduk,
misalnya dengan menyeru: ”Semua peserta berbaju merah pindah” Pada keadaan tersebut akan
terjadi pertukaran tempat duduk dan saling berebut antar peserta. Hal tersebut menggambarkan
suasana “storming”, atau seperti “badai” yang merupakan tahap awal dari suatu pembentukan
kelompok.

Ulangi lagi, setiap peserta yang duduk di tengah lingkaran untuk menyerukan identitas yang
berbeda, misalnya peserta yang berkaca mata atau yang berbaju batik dan lain-lain. Lakukan
permainan tersebut selama 10 – 15 menit, tergantung situasi dan kondisi.

Fasilitator memandu peserta untuk merefleksikan perasaannya dalam permainan tersebut serta
pengalaman belajar apa yang diperolehnya. Fasilitator membuat rangkuman bersama-sama
peserta, agar terjadi proses yang dinamis.

c. HARAPAN-HARAPAN DALAM PROSES PEMBELAJARAN DAN HASIL YANG


INGIN DICAPAI
Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil @ 5 – 6 orang, kemudian menjelaskan tugas
kelompok tersebut. Masing-masing kelompok akan menentukan harapan terhadap pelatihan ini
serta kekhawatiran dalam mencapai harapan tersebut. Juga didiskusikan bagaimana solusi
(pemecahan masalah) untuk mencapai harapan tersebut serta menghilangkan kekhawatiran yang
akan terjadi selama pelatihan. Mula-mula secara individu, kemudian hasil setiap individu dibahas
dan dilakukan kesepakatan sehingga menjadi harapan kelompok.

184
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Dan peserta dari kelompok
lainnya diminta untuk memberikan tanggapan dan masukan bila ada. Fasilitator memandu peserta
untuk membahas harapan dan kekhawatiran dari setiap kelompok tersebut sehingga menjadi
harapan kelas yang disepakati bersama. Berdasarkan hasil pemaparan diskusi seluruh kelompok
maka disepakati bersama fasilitator untuk menentukan ketua kelas dan sekretaris yang akan
memandu peserta secara bersama-sama untuk merumuskan norma-norma kelas yang akan
disepakati bersama. Peserta difasilitasi sedemikian rupa agar semua berperan aktif dan
memberikan komitmennya untuk metaati norma kelas tersebut.

Komitmen merupakan keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap apa yang dijanjikan atau
yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang telah disepakati dan terdorong berupaya
sekuat tenaga untuk mengaktualisasinya dengan berbagai macam cara yang baik, efektif dan
efisien. Komitmen belajar/pembelajaran, adalah keterpanggilan seseorang/ kelompok/ kelas
(peserta pelatihan) untuk berupaya dengan penuh kesungguhan mengaktualisasikan apa yang
menjadi tujuan pelatihan/pembelajaran. Keadaan ini sangat menguntungkan dalam mencapai
keberhasilan individu/ kelompok/ kelas, karena dalam diri setiap orang yang memiliki komitmen
tersebut akan terjadi niat baik dan tulus untuk memberikan yang terbaik kepada individu lain,
kelompok dan kelas secara keseluruhan.

Dengan membangun komitmen belajar maka para peserta akan berupaya untuk mencapai harapan
yang diinginkannya dalam setiap proses pembelajaran. Dalam hal ini harapan peserta adalah
kehendak/ keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Dalam pelatihan berarti
keinginan untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang diinginkan sebagai hasil proses
pembelajaran. Dalam menetukan harapan harus realistis dan rasional sehingga kemungkinan
untuk mencapainya menjadi besar. Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah.
Harapan juga harus menimbulkan tantangan atau dorongan untuk mencapainya, dan bukan
sesuatu yang diucapkan secara asal-asalan. Dengan demikian dinamika pembelajaran akan terus
terpelihara sampai proses pembelajaran berakhir.

d. NORMA KELAS DALAM PEMBELAJARAN


Dalam sesi BLC, lebih banyak menggunakan metode games/ permainan, penugasan individu dan
diskusi kelompok, yang pada intinya adalah untuk mendapatkan komitmen belajar, harapan,
norma kelas dan kontrol kolektif. Proses BLC sendiri adalah proses melalui tahapan dari mulai
saling mengenal antar pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini,
sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya. Pada proses
BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan atau ketidak berhasilan
proses BLC akan berpengaruh pada proses pembelajaran selanjutnya.

185
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Pada kesempatan ini juga fasilitator akan merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
dalam kegiatan membangun komitmen belajar, sehingga dengan demikian para peserta dengan
sendirinya sadar akan peran dan tanggung jawabnya dalam keberhasilan pencapaian tujuan
pembelajaran yang dilaksanakan pada pelatihan tersebut.

Norma kelas merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau masyarakat, kemudian
menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku kehidupan sehari hari kelompok/
masyarakat tersebut. Norma adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku
yang seharusnya dipatuhi oleh suatu kelompok. Norma dalam suatu pelatihan,adalah gagasan,
kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan, untuk
dipatuhi oleh semua anggota kelompok (peserta, pelatih/ fasilitator dan panitia).

e. KONTROL KOLEKTIF DALAM PELAKSANAAN NORMA KELAS


Ketua kelas dan sekretaris beserta fasilitator memandu brainstorming tentang sanksi apa yang
harus diberlakukan bagi orang yang tidak mematuhi atau melanggar norma yang telah disepakati
agar komitmen yang dibangun menjadi lebih kuat. Tuliskan hasil brainstorming di papan flipchart
agar bisa dibaca oleh semua peserta. Peserta difasilitasi sedemikian rupa sehingga aktif dalam
melakukan brainstorming, sehingga dapat dirumuskan sanksi yang disepakati kelas. Kontrol
kolektif merupakan kesepakatan bersama tentang memelihara agar kesepakatan terhadap norma
kelas ditaati. Biasanya ditentukan dalam bentuk sanksi apa yang harus diberlakukan apabila
norma tidak ditaati atau dilanggar.

f. ORGANISASI KELAS
Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling percaya, saling kerja sama,
saling membantu, saling memberi dan menerima, sehingga tercipta suasana/ lingkungan
pembelajaran yang kondusif.

Fasilitator memandu peserta membuat rangkuman dari semua proses dan hasil pembelajaran
selama sesi ini. Fasilitator memberi ulasan singkat tentang materi yang terkait dengan BLC.
Fasilitator meminta peserta untuk berdiri membentuk lingkaran sambil berpegangan tangan, dan
mengucapkan ikrar bersama untuk mencapai harapan kelas dan mematuhi norma yang telah
disepakati. Dan untuk mengakhiri sesi diminta kepada peserta secara bersama-sama untuk
bertepuk tangan. Fasilitator mengucapkan salam dan mengajak semua peserta saling bersalaman.

Dengan melakukan building learning commitment (BLC) yang didahului dengan proses
perkenalan dan dilanjutkan proses pencairan (unfreezing / ice breaking) maka akan didapatkan

186
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

komitmen peserta dalam melaksanakan proses pembelajaran selanjutnya dengan baik berdasarkan
dari norma-norma kelas yang dibuat oleh peserta sendiri. Adapun untuk keberhasilan proses BLC
ini diperlukan adanya partisipasi aktif dari seluruh peserta pelatihan.

Referensi

1. Munir, Baderal, Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam Laboratorium Ilmu


Perilaku, Jakarta: 2001.
2. Depkes RI,Pusdiklat Kesehatan, Kumpulan Games dan Energizer,Jakarta: 2004.
3. LAN dan Pusdiklat Aparatur Kemenkes RI, Buku Panduan Dinamika Kelompok,
Jakarta: 2010.

187
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI PENUNJANG 2

ANTI KORUPSI

Deskripsi
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar biasa
pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem
demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di
negeri ini. Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil
yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi
bagian dari kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap
kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan negeri ini.

Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu
memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi– yang
terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan–tidak akan pernah berhasil
optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat.

Dalam rangka mempercepat pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi perlu disusun Strategi Komunikasi Pelaksanaan pencegahan
dan pemberantasan korupsi di Kementerian Kesehatan sebagai salah satu kegiatan reformasi
birokrasi yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan agar para Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Kementerian Kesehatan terhindar dari perbuatan korupsi.

Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah dengan
memberikan pengertian dan kesadaran melalui pemahaman terhadap konsep serta penanaman nilai-
nilai anti korupsi yang selanjutnya dapat menjadi budaya dalam bekerja.

Hasil Belajar dan Indikator Hasil Belajar

a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami anti korupsi di lingkungan kerjanya.

188
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

b. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep korupsi.
2. Menjelaskan Anti Korupsi.
3. Menjelaskan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
4. Menjelaskan Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindakan Pidana Korupsi (TPK).
5. Menjelaskan Gratifikasi.

Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1. Konsep korupsi
a. Definisi korupsi
b. Ciri-ciri korupsi
c. Bentuk/ jenis korupsi
d. Tingkatan korupsi
e. Penyebab Korupsi
f. Dasar Hukum

2. Anti Korupsi
a. Konsep Anti Korupsi
b. Nilai-nilai anti korupsi
c. Prinsip-prinsip anti korupsi

3. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi


a. Upaya pencegahan korupsi
b. Upaya Pemberantasan Korupsi
c. Strategi Komunikasi Anti Korupsi

4. Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran TPK


a. Laporan
b. Pengaduan
c. Tata Cara Penyampaian Pengaduan

189
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

5. Gratifikasi
a. Pengertian Gratifikasi
b. Aspek Hukum
c. Gratifikasi merupakan Tindak Pidana Korupsi
d. Contoh Gratifikasi
e. Sanksi Gratifikasi

Metode
Ceramah tanya jawab, curah pendapat, latihan kasus.

Media dan Alat Bantu


Bahan tayang, LCD proyektor, computer, flipchart, spidol, meta plan.

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jam pelajaran teori (T: 2 jpL; P: 0
jpL; PL: 0) @ 45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
Langkah 1 : Pengkondisian (10 menit)
1. Kegiatan Fasilitator
a. Memperkenalkan diri,
b. Menyampaikan tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis bila diperlukan.
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator.
c. Memperkenalkan diri dan asal institusinya

Langkah 2. Pembahasan per materi (70 menit)


A. Menyampaikan Materi (35 menit)
1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan paparan semua materi dengan metode ceramah Tanya jawab
dilanjutkan dengan curah pendapat.

2. Kegiatan Peserta

190
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

a. Mendengarkan dan berpartisipasi dalam curah pendapat.


b. Menjawab salam.

B. Latihan kasus (35 menit)


1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan paparan kasus korupsi yang sering terjadi.
b. Membagi peserta ke dalam kelompok yang terdiri dari 5 atau 6 peserta, untuk
kasus yang sama dikerjakan oleh 2 atau 3 kelompok
c. Meminta meminta wakil dari setiap kelompok untuk menyampaikan hasil
diskusi kelompoknya (hanya satu kelompok untuk satu kasus) dan kelompok
lainnya dengan kasus yang sama dapat memberikan komentar atau sebagai
penyanggah.
d. Mengulas hasil diskusi yang terjadi di dalam tiap penyajian hasil untuk tiap jenis
kasus.

2. Kegiatan Peserta
a. Melakukan diskusi kelompok.
b. Mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
c. Memperhatikan dan memberikan komentar terhadap penyampaian hasil
kelompok lain.

Langkah 3. Kesimpulan (10 menit)


1. Kegiatan Fasilitator
a. Menutup melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap
materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
b. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
c. Fasilitator membuat kesimpulan.

2. Kegiatan Peserta
a. Mengajukan pertanyaan atau komentar yang diminta Fasilitator.
b. Menjawab salam.

191
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Uraian Materi
1. KONSEP KORUPSI
A. DEFINISI KORUPSI
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea: 1951) atau “corruptus”
(Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata
“corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal
istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie”
(Belanda).

Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat
disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.

Ada banyak pengertian tentang korupsi, di antaranya adalah berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan,
dan sebagainya untuk keperluan pribadi”.

Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa (Muhammad Ali: 1998):
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/ sogok, memakai kekuasaan untuk
kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya; dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak,
berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat
amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur
pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut
faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan
di bawah kekuasaan jabatan.

B. CIRI-CIRI KORUPSI
Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:
1. dilakukan oleh lebih dari satu orang;
2. merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
3. berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu;
4. berlindung di balik pembenaran hukum;
5. melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
6. mengkhianati kepercayaan

192
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

C. JENIS/BENTUK KORUPSI
Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku yang dikeluarkan oleh
KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK: 2006)

Tabel 14. Jenis/Bentuk Korupsi


No Bentuk Korupsi Perbuatan Korupsi

1 Kerugian Keuangan Negara


⚫ Secara melawan hukum melakukan perbuatan mem-perkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi;
⚫ Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada.
2 Suap Menyuap
⚫ Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya;
⚫ Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penye-lenggara negara karena atau
berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam ja-batannya;
⚫ Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang mele-kat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah/janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedu-dukan tersebut;
3 Penggelapan dalam Jabatan
⚫ Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan disimpan
karena jabatannya, atau uang/ surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain
atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut;
⚫ Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang di-tugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku
atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi;
⚫ Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang di-tugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan,
merusakkan atau membuat tidak da-pat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digu-nakan
untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena
jaba-tannya;
4 Pemerasan

193
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

⚫ Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain se-cara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
⚫ Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada wak-tu menjalankan tugas, meminta
atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada
dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bu-kan merupakan utang;
5 Perbuatan Curang
⚫ Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat ban-gunan, atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu me-nyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang
dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan
perang;
⚫ Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan bahan bangunan,
sengaja membiarkan per-buatan curang;
6 Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan

Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik lang-sung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau perse-waan yang pada saat dilakukan
perbuatan, untuk se-luruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
7 Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau peny-elenggara dianggap pemberian suap, apabila
ber-hubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.

D. TINGKATAN KORUPSI

Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini

1. Materi Benefit
Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik bagi dirinya sendiri
maupun orang kain. Korupsi pada level ini merupakan tingkat paling membahayakan karena
melibatkan kekuasaan dan keuntungan material. Ini merupakan bentuk korupsi yang paling
banyak terjadi di Indonesia.

2. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)


Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah

194
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Merupakan segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan, baik pada
tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya termasuk lembaga pendidikan tanpa
mendapatkan keuntungan materi.

3. Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust)


⚫ Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana
⚫ Orang yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat yang diterimanya adalah
koruptor.
⚫ Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non materi
⚫ Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau memanfaatkan jabatan untuk
kepentingan pribadi merupakan bentuk korupsi

E. TINGKATAN KORUPSI
Agar dapat dilakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi maka perlu diketahui faktor
penyebab korupsi. Secara umum ada dua penyebab korupsi yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.

Berikut adalah faktor-faktor penyebab korupsi:


1. Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya sebagai make-up politik, sifatnya
sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan.
2. Penyalahgunaan kekuasaan/ wewenang, takut dianggap bodoh kalau tidak menggunakan
kesempatan.
3. Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan
sebatas formalitas.
4. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang diperoleh harus mampu
memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk
berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5. Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan
ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak
pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6. Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi: saat tertangkap bisa
menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya.
8. Budaya permisif/ serba membolehkan; tidak mau tahu: menganggap biasa bila ada korupsi,
karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi

195
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia mengidentifikasi beberapa sebab
terjadinya korupsi, yaitu: aspek individu pelaku korupsi, aspek organisasi, aspek masyarakat tempat
individu, dan korupsi yang disebabkan oleh sistem yang buruk.
1. Aspek Individu Pelaku Korupsi

Korupsi yang disebabkan oleh individu, yaitu sifat tamak, moral kurang kuat menghadapi
godaan, penghasilan kurang mencukupi untuk kebutuhan yang wajar, kebutuhan yang
mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta ajaran-ajaran
agama kurang diterapkan secara benar.

Aspek-aspek individu tersebut perlu mendapatkan perhatian bersama. Sangatlah ironis, bangsa kita
yang mengakui dan memberikan ruang yang leluasa untuk menjalankan ibadat menurut agamanya
masing-masing, ternyata tidak banyak membawa implikasi positif terhadap upaya pemberantasan
korupsi.

Demikian pula dengan hidup konsumtif dan sikap malas. Perilaku konsumtif tidak saja mendorong
untuk melakukan tindakan kurupsi, tetapi menggambarkan rendahnya sikap solidaritas sosial,
karena terdapat pemandangan yang kontradiktif antara gaya hidup mewah di satu sisi dan kondisi
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi masyarakat miskin pada sisi lainnya.

2. Aspek Organisasi

Pada aspek organisasi, korupsi terjadi karena kurang adanya keteladanan dari pimpinan, tidak
adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas di pemerintah kurang memadai,
kelemahan sistem pengendalian manajemen, serta manajemen yang lebih mengutamakan
hirarki kekuasaan dan jabatan cenderung akan menutupi korupsi yang terjadi di dalam
organisasi.

Hal tersebut ditandai dengan adanya resistensi atau penolakan secara kelembagaan terhadap setiap
upaya pemberantasan korupsi. Manajemen yang demikian, menutup rapat bagi siapa pun untuk
membuka praktik korkupsi kepada publik.

3. Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Organisasi Berada


Aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada juga turut menentukan, yaitu nilai-nilai
yang terdapat dalam masyarakat yang kondusif untuk melakukan korupsi.

Masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa akibat tindakannya atau kebiasaan dalam
organisasinya secara langsung maupun tidak langsung telah menanamkan dan menumbuhkan
perilaku koruptif pada dirinya, organisasi bahkan orang lain.

Secara sistematis lambat laun perilaku sosial yang koruptif akan berkembang menjadi budaya
korupsi sehingga masyarakat terbiasa hidup dalam kondisi ketidaknyamanan dan kurang
berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi.

196
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

4. Korupsi yang Disebabkan oleh Sistem yang Buruk


Sebab-sebab terjadinya korupsi menggambarkan bahwa perbuatan korupsi tidak saja ditentukan
oleh perilaku dan sebab-sebab yang sifatnya individu atau perilaku pribadi yang koruptif, tetapi
disebabkan pula oleh sistem yang koruptif, yang kondusif bagi setiap individu untuk melakukan
tindakan korupsi.

Sedangkan perilaku korupsi, sebagaimana yang umum telah diketahui adalah korupsi banyak
dilakukan oleh pegawai negeri dalam bentuk penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, sarana
jabatan, atau kedudukan. Tetapi korupsi dalam artian memberi suap, juga banyak dilakukan oleh
pengusaha dan kaum profesional bahkan termasuk Advokat.

Lemahnya tata-kelola birokrasi di Indonesia dan maraknya tindak korupsi baik ilegal maupun yang
”dilegalkan” dengan aturan-aturan yang dibuat oleh penyelenggara negara, merupakan tantangan
besar yang masih harus dihadapi negara ini. Kualitas tata kelola yang buruk ini tidak saja telah
menurunkan kualitas kehidkupan bangsa dan bernegara, tetapi juga telah banyak memakan korban
jiwa dan bahkan ancaman akan terjadinya lost generation bagi Indonesia.

Dalam kaitannya dengan korupsi oleh lembaga birokrasi pemerintah, beberapa faktor yang perlu
mendapatkan perhatian adalah menyangkut manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan
penggajian pegawai yang ditandai dengan kurangnya penghasilan, sistem penilaian prestasi kerja
yang tidak dievaluasi, serta tidak terkaitnya antara prestasi kerja dengan penghasilan.

Korupsi yang disebabkan oleh sistem yang koruptif inilah yang pada akhirnya akan menghambat
tercapainya clean and good governance. Jika kita ingin mencapai pada tujuan clean and good
governance, maka perlu dilakukan reformasi birokrasi yang terkait dengan pembenahan sistem
birokrasi tersebut.

Jika awalnya kepentingan bertahan hidup menjadi motif seseorang atau sejumlah orang
melakukan tindak pidana korupsi, pada tahap berikutnya korupsi dimotivasi oleh bangunan
sistem, yang hanya bisa terjadi karena dukungan kerjasama antar sejumlah pelaku korkupsi,
pada berbagai birokrasi sebagai bentuk korupsi berjamaah.

F. DASAR HUKUM TENTANG KORUPSI


Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1);
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/ MPR/ 1998
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;

197
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

4. UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3851);
5. UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874);
sebagaimana telah diubah dengan UU no. 20 Th. 2001.

2. KONSEP ANTI KORUPSI


A. ANTI KORUPSI
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi
berkembangnya korupsi.

Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana


meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaimana
menyelamatkan uang dan aset negara.

Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan perbaikan sistem
(sistem hukum, sistem kelembagaan) dan perbaikan manusianya (moral dan kesejahteraan).

B. NILAI-NILAI ANTI KORUPSI


Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian,
kedisiplinan, pertanggung-jawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-
nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik.

Ada sembilan nilai anti korupsi yang cara gampangnya untuk mengingatnya dengan jembatan
keledai “Jupe mandi tangker sebedil” sebagaimana digambarkan pada bagan di bawah ini

Berikut ini adalah uraian secara rinci untuk tiap nilai anti korupsi
1. Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan tidak
curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan pegawai, tanpa sifat jujur
pegawai tidak akan dipercaya dalam kehidupan sosialnya (Sugono: 2008).

Nilai kejujuran dalam kehidupan dunia kerja yang diwarnai dengan budaya kerja sangat-lah
diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang berlaku dimana-mana termasuk
dalam kehidupan di dunia kerja. Jika pegawai terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik
pada lingkup kerja maupun sosial, maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu untuk
mempercayai pegawai tersebut.

198
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Sebagai akibatnya pegawai akan selalu mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain karena selalu merasa
curiga terhadap pegawai tersebut yang terlihat selalu berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu
jika seorang pegawai pernah melakukan kecurangan ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat
memperoleh kembali kepercayaan dari pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai
tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan maupun kebohongan maka pegawai ter-
sebut tidak akan mengalami kesulitan yang disebabkan tindakan tercela tersebut. Prinsip kejujuran
harus dapat dipegang teguh oleh setiap pegawai sejak masa-masa ini untuk memupuk dan
membentuk karakter mulia di dalam setiap pribadi pegawai.

2. Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan menghiraukan
(Sugono: 2008). Nilai kepedulian sangat penting bagi seorang pegawai dalam kehidupan di dunia
kerja dan di masyarakat. Sebagai calon pemimpin masa depan, seorang pegawai perlu memiliki
rasa kepedulian terhadap lingkungannya, baik lingkungan di dalam dunia kerja maupun
lingkungan di luar dunia kerja.

Rasa kepedulian seorang pegawai harus mulai ditumbuhkan sejak berada di dunia kerja. Oleh
karena itu upaya untuk mengembangkan sikap peduli di kalangan pegawai sebagai subjek kerja
sangat penting. Seorang pegawai dituntut untuk peduli terhadap proses belajar mengajar di dunia
kerja, terhadap pengelolalaan sumber daya di dunia kerja secara efektif dan efisien, serta terhadap
berbagai hal yang berkembang di dalam dunia kerja. pegawai juga dituntut untuk peduli terhadap
lingkungan di luar dunia kerja.

Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai wujud kepedulian di antaranya adalah dengan
menciptakan
Sikap tidak berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu jika seorang pegawai pernah melakukan
kecurangan ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh kembali kepercayaan dari
pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai tersebut tidak pernah melakukan
tindakan kecurangan maupun kebohongan maka pegawai tersebut tidak akan mengalami kesulitan
yang disebabkan tindakan tercela tersebut.

3. Kemandirian
Kondisi mandiri bagi pegawai dapat diartikan sebagai proses mendewasakan diri yaitu dengan
tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini
penting untuk masa depannya dimana pegawai tersebut harus mengatur kehidupannya dan orang-
orang yang berada di bawah tanggung jawabnya sebab tidak mungkin orang yang tidak dapat

199
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan mampu mengatur hidup orang lain. Dengan karakter
kemandirian tersebut pegawai dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab dengan
usahanya sendiri dan bukan orang lain (Supardi: 2004).

4. Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (Sugono:
2008). Dalam mengatur kehidupan dunia kerja baik kerja maupun sosial pegawai perlu hidup
disiplin. Hidup disiplin tidak berarti harus hidup seperti pola militer di barak militier namun hidup
disiplin bagi pegawai adalah dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada untuk dipergunakan
dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas baik dalam lingkup kerja maupun sosial dunia
kerja.

Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pegawai dapat mencapai tujuan hidupnya dengan waktu
yang lebih efisien. Disiplin juga membuat orang lain percaya dalam mengelola suatu kepercayaan.
Nilai kedisiplinan dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu
dengan baik, kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di dunia kerja,
mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan fokus pada pekerjaan.

5. Tanggung Jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono:
2008).

Pegawai adalah sebuah status yang ada pada diri seseorang yang telah lulus dari penkerjaan
terakhirnya yang melanjutkan pekerjaan dalam sebuah lembaga yang bernama organisasi.
Pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab akan memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas
lebih baik dibanding pegawai yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. pegawai yang memiliki
rasa tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan sepenuh hati karena berpikir bahwa jika
suatu tugas tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat merusak citra namanya di depan orang
lain. pegawai yang dapat diberikan tanggung jawab yang kecil dan berhasil melaksanakannya
dengan baik berhak untuk mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar lagi sebagai hasil dari
kepercayaan orang lain terhadap pegawai tersebut. pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi mudah untuk dipercaya orang lain dalam masyarakat misalkan dalam memimpin suatu
kepanitiaan yang diadakan di dunia kerja.

Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang salah, baik itu
disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab tersebut berupa perwujudan kesadaran akan

200
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

kewajiban menerina dan menyelesaikan semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab
juga merupakan suatu pengabdian dan pengorbanan.

6. Kerja keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata ”kemauan” menimbulkan asosiasi dengan
ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan jelas, daya kerja, pendirian, pengendalian diri,
keberanian, ketabahan, keteguhan, tenaga, kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah
penting sekali bahwa kemauan pegawai harus berkembang ke taraf yang lebih tinggi karena harus
menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk bisa menguasai orang lain. Setiap kali seseorang
penuh dengan harapan dan percaya, maka akan menjadi lebih kuat dalam melaksanakan
pekerjaannya. Jika interaksi antara individu pegawai dapat dicapai bersama dengan usaha kerja
keras maka hasil yang akan dicapai akan semakin optimum.

Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang sesuai dengan target. Akan
tetapi bekerja keras akan menjadi tidak berguna jika tanpa adanya pengetahuan. Di dalam dunia
kerja, para pegawai diperlengkapi dengan berbagai ilmu pengetahuan.

7. Sederhana
Gaya hidup pegawai merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan masyarakat di
sekitarnya. Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu dikembangkan sejak pegawai me-ngenyam
masa penkerjaannya. Dengan gaya hidup sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk tidak hidup
boros, hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua kebutuhannya. Kerap kali
kebutuhan diidentikkan dengan keinginan semata, padahal tidak selalu kebutuhan sesuai dengan
keinginan dan sebaliknya.

Dengan menerapkan prinsip hidup sederhana, pegawai dibina untuk memprioritaskan kebutuhan
di atas keinginannya. Prinsip hidup sederhana ini merupakan parameter penting dalam menjalin
hubungan antara sesama pegawai karena prinsip ini akan mengatasi permasalahan kesenjangan
sosial, iri, dengki, tamak, egois, dan yang sikap-sikap negatif lainnya lainnya. Prinsip hidup
sederhana juga menghindari seseorang dari keinginan yang berlebihan.

8. Keberanian
Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pegawai yang sedang mengalami kesulitan dan
kekecewaan. Meskipun demikian, untuk menumbuhkan sikap keberanian demi mempertahankan
pendirian dan keyakinan pegawai, terutama sekali pegawai harus mempertimbangkan berbagai
masalah dengan sebaik-baiknya.

201
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di luar
dunia kerja. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela
kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan lain sebagainya

Prinsip akuntabilitas dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan sehari-hari sebagai
pegawai Misalnya program-program kegiatan arus dibuat dengan mengindahkan aturan yang
berlaku di dunia kerja dan dijalankan sesuai dengan aturan.

9. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak. Bagi
pegawai karakter adil ini perlu sekali dibina agar pegawai dapat belajar mempertimbangkan dan
mengambil keputusan secara adil dan benar.

C. PRINSIP-PRINSIP ANTI KORUPSI


Setelah memahami nilai-nilai anti korupsi yang penting untuk mencegah faktor internal terjadinya
korupsi, berikut akan dibahas prinsip-prinsip Anti-korupsi yang meliputi akuntabilitas,
transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan, untuk mencegah faktor eksternal
penyebab korupsi.

Ada 5 (lima) prinsip anti korupsi:


1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga
mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto)
maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level
lembaga (Bappenas: 2002). Lembaga-lembaga tersebut berperan dalam sektor bisnis, masyarakat,
publik, maupun interaksi antara ketiga sektor.

Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi
dan mengarahkan perilaku administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat
memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal (Dubnik: 2005). Selain
itu akuntabilitas publik dalam arti yang paling fundamental merujuk kepada kemampuan
menjawab kepada seseorang terkait dengan kinerja yang diharapkan (Pierre: 2007). Seseorang
yang diberikan jawaban ini haruslah seseorang yang memiliki legitimasi untuk melakukan
pengawasan dan mengharapkan kinerja (Prasojo: 2005).

Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya, antara lain adalah

202
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

akuntabilitas program, akuntabilitas proses, akuntabilitas keuangan, akuntabilitas outcome,


akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas politik (Puslitbang, 2001). Dalam pelaksanaannya,
akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan dan
pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang dilakukan. Evaluasi atas kinerja administrasi,
proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara langsung
maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.

2. Transparansi
Adalah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah transparansi. Prinsip transparansi ini
penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses
kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh
publik (Prasojo: 2007).

Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika
struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada
keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena
kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi
para pegawai untuk dapat melanjutkan tugas dan tanggungjawabnya pada masa kini dan masa
mendatang (Kurniawan: 2010).

Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu 1) proses penganggaran, 2) proses
penyusunan kegiatan, 3) proses pembahasan, 4) proses pengawasan, dan 5) proses evaluasi.

Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan, implementasi, laporan
pertanggung-jawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran.

Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan proses pembahasan
tentang sumber-sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran
belanja).

Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan peraturan yang berkaitan dengan
strategi penggalangan (pemungutan) dana, mekanisme pengelolaan proyek mulai dari
pelaksanaan tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis.

Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan berkaitan dengan
kepentingan publik dan yang lebih khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh
masyarakat sendiri. Proses lainnya yang penting adalah proses evaluasi.

203
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek dijalankan secara terbuka dan
bukan hanya pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap
out put kerja-kerja pembangunan.

Hal-hal tersebut merupakan panduan bagi pegawai untuk dapat melaksanakan kegiatannya agar
lebih baik.

Setelah pembahasan prinsip ini, pegawai sebagai individu dan juga bagian dari masyarakat/
organisasi/ institusi diharapkan dapat mengimplementasikan prinsip transparansi di dalam
kehidupan keseharian pegawai.

3. Kewajaran
Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran. Prinsip fairness atau kewajaran ini
ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik
dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri
dari lima hal penting yaitu komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan
informatif.

Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinam-bungan,


taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget), sedangkan
fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas.
Terprediksi berarti adanya ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money untuk
menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi merupakan
cerminan dari adanya prinsip fairness.

Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja. Misalnya,
dalam penyusunan anggaran program kegiatan kepegawaian harus dilakukan secara wajar.
Demikian pula dalam menyusun Laporan pertanggung-jawaban, harus disusun dengan penuh
tanggung-jawab.

4. Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan. Pembahasan mengenai prinsip ini
ditujukan agar pegawai dapat mengetahui dan memahami kebijakan anti korupsi. Kebijakan ini
berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan
negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang
anti-korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang

204
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan


masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara
oleh para pejabat negara.

Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, kultur
kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya terkandung unsur-unsur yang
terkait dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan
integritas pembuatnya.

Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak kebijakan
yaitu keKemenkesan, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.

Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap, persepsi, dan
kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kultur
kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

5. Kontrol Kebijakan
Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol kebijakan merupakan upaya agar
kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip
ini, akan dibahas mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia, self-evaluating
organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia, problematika pengawasan di Indonesia.

Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol kebijakan berupa
partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan
pelaksanaannya dan kontrol kebijakan berupa oposisi.

3. UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI


Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di
lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu,
maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya.

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan pengertian korupsi, faktor-faktor penyebab korupsi, nilai-
nilai yang perlu dikembangkan untuk mencegah seseorang melakukan korupsi atau perbuatan-
perbuatan koruptif. dan prinsip-prinsip upaya pemberantasan korupsi. Ada yang mengatakan
bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah menghukum seberat-beratnya
pelaku korupsi. Dengan demikian, bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai
jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi.

205
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat hukum untuk
memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-undangan. Kita memiliki lembaga serta aparat
hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan tersebut baik ke Kemenkesan, kejaksaan,
dan pengadilan. Kita bahkan memiliki sebuah lembaga independen yang bernama Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kesemuanya dibentuk salah satunya untuk memberantas
korupsi.

Namun apa yang terjadi? Korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang dengan pesat. Sedihnya
lagi, dalam realita ternyata lembaga dan aparat yang telah ditunjuk tersebut dalam beberapa kasus
justru ikut menumbuhsuburkan korupsi yang terjadi di Indonesia.

Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal penkerjaan (termasuk Pekerjaan Agama)
memegang peranan yang sangat penting untuk mencegah korupsi. Benarkah demikian? Yang
cukup mengejutkan, negara-negara yang tingkat korupsinya cenderung tinggi, justru adalah
negara-negara yang masyarakatnya dapat dikatakan cukup taat beragama.

Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga pemerintahan serta
lembaga-lembaga negara harus direformasi.

Apa saja yang harus direformasi?

Reformasi ini meliputi reformasi terhadap:


✓ sistem
✓ kelembagaan maupun pejabat publiknya
✓ ruang untuk korupi harus diperkecil
✓ transparansi dan akuntabilitas serta
✓ akses untuk mempertanyakan apa yang dilakukan pejabat publik harus ditingkatkan

Pada bagian atau bab ini, akan dipaparkan berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi
yang dapat dan telah dipraktikkan di berbagai negara. Ada beberapa bahan menarik yang dapat
didiskusikan dan digali bersama untuk melihat upaya yang dapat kita lakukan untuk memberantas
korupsi.

A. UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI


Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk memberantas korupsi
yang dikembangkan oleh United Nations yang dinamakan the Global Program Against

206
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC: 2004).

1. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi


Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang independen
yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh di beberapa negara di-dirikan lembaga yang
dinamakan Ombudsman.

Peran lembaga ombudsman--yang kemudian berkembang pula di negara lain-- antara lain
menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak mengkomplain apa yang dilaku-kan oleh
Lembaga Pemerintah dan pegawainya. Selain itu lembaga ini juga mem-berikan edukasi pada
pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta code of conduct bagi
lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang membutuhkan. Salah satu peran dari
ombudsman adalah mengembangkan kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak
mereka untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah (UNODC:
2004).

Bagaimana dengan Indonesia?


Kita sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memberantas korupsi. Lembaga
tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki kinerja lembaga peradilan.

Apa saja yang sudah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencegah dan
memberantas korupsi? Adakah yang masih harus diperbaiki dari kinerja KPK yang merupakan
lembaga independen anti-korupsi yang ada di Indonesia? Ada beberapa negara yang tidak
memiliki lembaga khusus yang memiliki kewenangan seperti KPK Namun tingkat korupsi di
negara-negara tersebut sangat rendah. Mengapa?

Salah satu jawabannya adalah lembaga peradilannya telah berfungsi dengan baik dan aparat
penegak hukumnya bekerja dengan penuh integritas.

Bagaimana dengan Indonesia?


Tingkat keKemenkesan, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Pengadilan adalah
jantungnya penegakan hukum yang harus bersikap imparsial (tidak memihak), jujur dan adil.
Banyak kasus korupsi yang tidak terjerat oleh hukum karena kinerja lembaga peradilan yang
sangat buruk. Bila kinerjanya buruk karena tidak mampu (unable), mungkin masih dapat
dimaklumi.

207
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum harus ditingkatkan. Yang
menjadi masalah adalah bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang
kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam berbagai perkara
korupsi.

Di tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat Jenderal harus


ditingkatkan. Selama ini ada kesan bahwa lembaga ini sama sekali ‘tidak punya gigi’ ketika
berhadapan dengan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi.

Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara untuk mencegah
korupsi.

Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk mengurus suatu hal, semakin banyak pula
kemungkinan untuk terjadinya korupsi. Salah satu cara untuk menghindari praktik suap menyuap
dalam rangka pelayanan publik adalah dengan mengumumkan secara resmi biaya yang harus
dikeluarkan oleh seseorang untuk mengurus suatu hal seperti mengurus paspor, mengurus SIM,
mengurus ijin usaha atau Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dsb.

Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk mengurangi risiko korupsi adalah dengan
memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan,
umumnya semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat. Dengan demikian korupsi besar-
besaran umumnya terjadi di Ibukota negara atau di Jakarta. Dengan otonomi yang diberikan
kepada Pemerintah Daerah, kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara saja tetapi
berkembang di berbagai daerah. Untuk itu kinerja dari aparat pemerintahan di daerah juga perlu
diperbaiki dan dipantau atau diawasi terbukti melakukan korupsi

Selain sistem perekruitan, sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang menitikberatkan pada
pada proses (proccess oriented) dan hasil kerja akhir (result oriented) perlu dikembangkan. Untuk
meningkatkan budaya kerja dan motivasi kerja pegawai negeri, bagi pegawai negeri yang
berprestasi perlu diberi insentif yang sifatnya positif. Pujian dari atasan, penghargaan, bonus atau
jenis insentif lainnya dapat memacu kinerja pegawai negeri.

2. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat


Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah memberi hak pada masyarakat untuk mendapatkan
akses terhadap informasi (access to information). Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada
masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi yang berkaitan dengan

208
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat meningkatkan
keinginan pemerintah untuk membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan.

Pemerintah memiliki kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai kebijakan yang
dibuat dan akan dijalankan.

Isu mengenai public awareness atau kesadaran serta kepedulian publik terhadap bahaya korupsi
dan isu pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian.

3. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik


Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik untuk
melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum maupun sesudah
menjabat.

Dengan demikian masyarakat dapat memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah kekayaan
yang dimiliki khususnya apabila ada peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai menjabat.

Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan pusat, daerah maupun
militer, salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi adalah dengan melakukan lelang atau
penawaran secara terbuka. Masyarakat harus diberi otoritas atau akses untuk dapat memantau dan
memonitor hasil dari pelelangan atau penawaran tersebut.

Untuk itu harus dikembangkan sistem yang dapat memberi kemudahan bagi masyarakat untuk
ikut memantau ataupun memonitor hal ini yang sangat penting dari upaya memberantas korupsi.

Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan melakukan
kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi di ruang publik mengenai
apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus diintensifkan.
Kampanye tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media massa (baik cetak
maupun tertulis), melakukan seminar dan diskusi.

Spanduk dan poster yang berisi ajakan untuk menolak segala bentuk korupsi ‘harus’ dipasang di
kantor-kantor pemerintahan sebagai media kampanye tentang bahaya korupsi bahkan
memasukkan materi budaya anti korupsi menajdi bagian dari pembelajaran pada pelatihan bagi
aparatur sipil negara.

Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam mencegah dan memberantas
korupsi adalah dengan menyediakan sarana bagi masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi.

209
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Sebuah mekanisme harus dikembangkan dimana masyarakat dapat dengan mudah dan
bertanggung-jawab melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya. Mekanisme tersebut harus
dipermudah atau disederhanakan misalnya via telepon, surat atau telex.

Di beberapa Negara, pasal mengenai ‘fitnah’ dan “pencemaran nama baik” tidak dapat
diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi dengan pemikiran bahwa bahaya
korupsi dianggap lebih besar dari pada kepentingan individu.

Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin banyak informasi yang diterima
oleh masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi. Media memiliki fungsi yang
efektif untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau internasional juga
memiliki peranan penting untuk mencegah dan memberantas korupsi. Mereka adalah bagian dari
masyarakat sipil (civil society) yang keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja. Sejak era
reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti-Korupsi banyak bermunculan. Sama seperti
pers yang bebas, LSM memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.

Mengacu pada berbagai aspek yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi
sebagaimana telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, dapat dikatakan bahwa penyebab
korupsi terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datangnya dari diri pribadi atau individu,
sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan atau sistem.

Upaya pencegahan korupsi pada dasarnya dapat dilakukan dengan menghilangkan, atau
setidaknya mengurangi, kedua faktor penyebab korupsi tersebut.

Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam dalam diri
setiap individu. Nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran, kemandirian,
kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan keadilan.

Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat mengatasi faktor
eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk mencegah terjadinya faktor eksternal, selain memiliki
nilai-nilai anti korupsi, setiap individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti
korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam
suatu organisasi/ institusi/ masyarakat. Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip dan nilai-
nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

210
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

B. Upaya Pemberantasan Korupsi

Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa korupsi timbul dan
berkembang demikian masif di suatu negara. Ada yang menyatakan bahwa korupsi ibarat penyakit
‘kanker ganas’ yang sifatnya tidak hanya kronis tapi juga akut. Ia menggerogoti perekonomian
sebuah negara secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek bidang
kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas. Perlu dipahami bahwa dimanapun
dan sampai pada tingkatan tertentu, korupsi memang akan selalu ada dalam suatu negara atau
masyarakat.
Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan strategi atau upaya
pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai pihak yang terlibat serta
lingkungan di mana mereka bekerja atau beroperasi. Tidak ada jawaban, konsep atau program
tunggal untuk setiap negara atau organisasi.

Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan memberikan
pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian bidang
hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat
untuk memberantas korupsi. Benarkah demikian?

Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum (pidana) saja dalam
memberantas korupsi.

Padahal beberapa kalangan mengatakan bahwa cara untuk memberantas korupsi yang
paling ampuh adalah dengan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku
korupsi. Kepada pelaku yang terbukti telah melakukan korupsi memang tetap harus
dihukum (diberi pidana), namun berbagai upaya lain harus tetap terus dikembangkan baik
untuk mencegah korupsi maupun untuk menghukum pelakunya.

Adakah gunanya berbagai macam peraturan perundang-undangan, lembaga serta sistem yang
dibangun untuk menghukum pelaku korupsi bila hasilnya tidak ada?. Jawabannya adalah: jangan
hanya mengandalkan satu cara, satu sarana atau satu strategi saja yakni dengan menggunakan
sarana penal, karena ia tidak akan mempan dan tidak dapat bekerja secara efektif. Belum lagi
kalau kita lihat bahwa ternyata lembaga serta aparat yang seharusnya memberantas korupsi justru
ikut bermain dan menjadi aktor yang ikut menumbuhsuburkan praktik korupsi.

C. Strategi Komunikasi Pemberantasan Korupsi (PK)


1. Adanya Regulasi
KEPMENKES No: 232 Menkes/Sk/Vi/2013, Tentang Strategi Komunikasi Pemberantasan
Budaya Anti Korupsi Kementerian Kesehatan Tahun 2013.
◆ Penyusunan dan sosialisasai Buku panduan Penggunaan fasilitas kantor
◆ Penyusunan dan sosialisasi Buku Panduan Memahami Gratifikasi

211
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

◆ Workshop/ pertemuan peningkatan pemahaman tentang antikorupsi dengan topik tentang gaya
hidup PNS, kesederhanaan, perencanaan keuangan keluarga sesuai dengan kemampuan lokus
◆ Penyebarluasan nilai-nilai anti korupsi (disiplin dan tanggung jawab) berkaitan dengan
kebutuhan pribadi dan persepsi gratifikasi
◆ Penyebarluasan informasi tentang peran penting dann manfaat whistle blower dan justice
collaborator

2. Perbaikan Sistem
◆ Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk mengantisipasi perkembangan
korupsi dan menutup celah hukum atau pasal-pasal karet yang sering digunakan koruptor
melepaskan diri dari jerat hukum.
◆ Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel dan efisien. Menciptakan
lingkungan kerja yang anti korupsi. Reformasi birokrasi.
◆ Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi, memberikan aturan yang

jelas tentang penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan umum dan penggunaannya untuk
kepentingan pribadi.
◆ Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian sanksi secara tegas.
◆ Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
◆ Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya human error.

3. Perbaikan manusianya
KPK terus berusaha melakukan pencegahan korupsi sejak dini. Berdasarkan studi yang telah
dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting keluarga dalam menanamkan nilai anti korupsi.

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting keluarga dalam
proses pencegahan korupsi. Keluarga batih menjadi pihak pertama yang bisa menanamkan nilai
anti korupsi saat anak dalam proses pertumbuhan. "Keluarga batih itu adalah pihak pertama yang
bisa menanamkan nilai anti korupsi ke anak. Seiring anak tumbuh, nilai anti korupsi itu semakin
mantap.

KPK menekankan pencegahan korupsi sejak dini. Sebabnya, ketika seseorang sudah beranjak
dewasa dan memiliki pemahaman sendiri, penanaman nilai anti korupsi akan susah ditanamkan.
Ketika orang sudah dewasa, apalagi dia adalah orang yang pandai dan cerdas, sangat susah
menanamkan nilai anti korupsi karena mereka sudah punya pemahaman sendiri.

◆ Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman. Mengoptimalkan peran agama dalam
memberantas korupsi. Artinya pemuka agama berusaha mempererat ikatan emosional antara

212
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

agama dengan umatnya dan menyatakan dengan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan tercela,
mengajak masyarakat untuk menjauhkan diri dari segala bentuk korupsi, mendewasakan iman
dan menumbuhkan keberanian masyarakat untuk melawan korupsi.
◆ Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan loyalitas (kesetiaan) dari keluarga/ klan/
suku kepada bangsa. Menolak korupsi karena secara moral salah (Klitgaard, 2001). Morele
herbewapening, yaitu mempersenjatai/ memberdayakan kembali moral bangsa (Frans Seda,
2003).
◆ Meningkatkan kesadaran hukum, dengan sosialisasi dan penkerjaan anti korupsi.
◆ Mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan.
◆ Memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi, pemimpin yang memiliki kepedulian dan

cepat tanggap, pemimpin yang bisa menjadi teladan.

Bagaimana cara penanggulangan korupsi?


Cara penanggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif. Pencegahan (preventif) yang
perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai
tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi,
mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut
kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif
dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya
kontrol sosial dan sanksi sosial,dan pendidikan dapat menjadi instrumen penting bila dilakukan
dengan tepat bagi upaya pencegahan tumbuh dan berkembangnya korupsi.

Sementara itu untuk tindakan represif penegakan hukum dan hukuman yang berat perlu
dilaksanakan dan apabila terkait dengan implementasinya maka aspek individu penegak hukum
menjadi dominan, dalam perspektif ini pendidikan juga akan berperan penting di dalamnya.

4. TATA CARA PELAPORAN DUGAAN PELANGGARAN TINDAK PIDANA KORUPSI


Dalam menjalani aktivitas sehari-hari dilingkup perusahaan mungkin kita melihat ada beberapa
“oknum” pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi namun kita binggung bagaimana cara
melaporkan kasus tersebut..

Pengertian Laporan/ pengaduan dapat kita temukan didalam Pasal 1 angka 24 dan 25 UU No.
8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban
berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau
diduga akan terjadinya peristiwa pidana.(Pasal 1 angka 24 KUHAP).

213
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Sedangkan yang dimaksud dengan pengaduan adalah:


Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada
pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak
pidana aduan yang merugikannya (Pasal 1 angka 25 KUHAP).

A. Laporan
Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan kepada pejabat yang
berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/
kejahatan. Artinya, peristiwa yang dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan
sebuah tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk menentukan
perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Kita sebagai orang yang melihat suatu
tidak kejahatan memiliki kewajiban untuk melaporkan tindakan tersebut.

Selanjutnya, di mana kita melapor? Dalam hal jika Anda ingin melaporkan suatu tindak pidana
korupsi yang terjadi di lingkungan kementerian Kesehatan, saat ini kementerian Kesehatan
melalui Inspektorat jenderal sudah mempunyai mekanisme pengaduan tindak pidana korupsi.
Mekanisme Pelaporan
1. Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan laporan penanganan pengaduan
masyarakat dalam bentuk surat kepada Sekretariat Tim Dumasdu. Laporan tersebut minimal
memuat informasi tentang nomor dan tanggal pengaduan, isi ringkas pengaduan, posisi
penanganan dan hasilnya penanganan.
2. Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan semesteran untuk disampaikan
kepada Menteri Kesehatan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi dan pihak-pihak terkait lainnya.

B. Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan berbagai jenis pengaduan, perlu
diproses ke dalam suatu sistem yang memungkinkan adanya penanganan dan solusi terbaik dan
dapat memuaskan keinginan publik terhadap akuntabilitas pemerintahan.Ruang lingkup materi
dalam pengaduan adalah adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk dalam
delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan permasalahan pidana delik
aduan harus segera ditindak lanjuti dengan sebuah tindakan hukum berupa serangkaian tindakan
penyidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses penerimaan
pengaduan dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang dalam hal ini internal di
Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat Jenderal, harus bisa menentukan apakah sebuah

214
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

peristiwa yang dilaporkan oleh seorang pengadu merupakan sebuah tindak pidana delik aduan
ataukah bukan.

➢ Penyelesaian Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat


Sekretariat Tim Dumasdu secara periodik melakukan monitoring dan evaluasi (money) terhadap
hasil ADTT/Investigasi, berkoordinasi dengan Bagian Analisis Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil
Pemeriksaan (APTLHP). Pelaksanaan money dan penyusunan laporan hasil money dilakukan
sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku pada Inspektorat Jenderal.

Penyelesaian hasil penanganan dumas agar ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, berupa:
1. Tindakan administratif;
2. Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi;
3. Tindakan perbuatan pidana;
4. Tindakan pidana;
5. Perbaikan manajemen.

C. Tata Cara Penyampaian Pengaduan


Prosedur Penerimaan Laporan kepada Kemenkes adalah Berdasarkan Permenkes Nomor 49 tahun
2012 tentang Pengaduan kasus korupsi, beberapa hal penting yang perlu diketahui antaranya.

Pengaduan masyarakat di Lingkungan Kementerian Kesehatan dikelompokkan dalam:


1. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan
2. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan.

Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan adalah: mengandung informasi atau adanya indikasi
terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparatur
Kementerian Kesehatan sehingga mengakibatkan kerugian masyarakat atau negara.

Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan merupakan pengaduan masyarakat yang isinya
mengandung informasi berupa sumbang saran, kritik yang konstruktif, dan lain sebagainya,
sehingga bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
Masyarakat terdiri atas orang perorangan, organisasi masyarakat, partai politik, institusi,
kementerian/lembaga pemerintah, dan pemerintah daerah.

215
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan dapat disampaikan secara langsung


melalui tatap muka, atau secara tertulis/surat, media elektronik, dan media cetak kepada pimpinan
atau pejabat Kerrienterian Kesehatan. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan dapat
disampaikan secara langsung oleh masyarakat kepada Sekretariat Inspektorat Jenderal
Kementerian Kesehatan. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan dapat disampaikan
secara langsung oleh masyarakat kepada sekretariat unit utama dilingkungan Kementerian
Kesehatan.Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan harus ditanggapi dalam
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak pengaduan diterima.

➢ Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kemenkes


Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/ Per/ VIII/ 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Inspektorat Jenderal mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kesehatan, sehingga dalam rangka
melaksanakan fungsi tersebut perlu suatu pedoman
penanganan pengaduan masyarakat yang juga merupakan bentuk pengawasan. Selain itu untuk
penanganan pengaduan masyarakat secara terkoordinasi di lingkungan Kementerian Kesehatan
telah dibentuk Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 134/ Menkes/ SK/ III/ 2012 tentang Tim
Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Tim
Dumasdu) yang anggotanya para Kepala bagian Hukormas yang ada pada masing-masing Unit
Eselon I di Kementerian Kesehatan.

Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan ditangani oleh Tim Penanganan


Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan yang dibentuk oleh
Menteri berdasarkan kewenangan masing-masing. Penanganan pengaduan masyarakat terpadu di
lingkungan Kementerian Kesehatan harus dilakukan secara cepat, tepat, dan dapat
dipertanggungjawabkan Penanganan pengaduan masyarakat meliputi pencatatan, penelaahan,
penanganan lebih lanjut, pelaporan, dan pengarsipan.

Penanganan lebih lanjut berupa tanggapan secara langsung melalui klarifikasi atau memberi
jawaban, dan penyaluran/ penerusan kepada unit terkait yang
berwenang menangani. Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan pengaduan masyarakat
tercantum dalam Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan
Kementerian Kesehatan

➢ Pencatatan Pengaduan
Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis. Walaupun peraturan yang ada menyebutkan
bahwa pengaduan dapat dilakukan secara lisan, tetapi untuk lebih meningkatkan efektifitas tindak

216
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

lanjut atas suatu perkara, maka pengaduan yang diterima masyarakat hanya berupa pengaduan
tertulis.

Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan sebagai berikut:


1. Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu pada Unit Eselon I berasal
dari organisasi masyarakat, partai politik, perorangan atau penerusan pengaduan oleh
Kementerian/ Lembaga/ Komisi Negara dalam bentuk surat, fax, atau email, dicatat dalam
agenda surat masuk secara manual atau menggunakan aplikasi sesuai dengan prosedur
pengadministrasian/ tata persuratan yang berlaku. Pengaduan yang disampaikan secara lisan
agar dituangkan ke dalam formulir yang disediakan.

2. Pencatatan dumas tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi tentang nomor dan tanggal
surat pengaduan, tanggal diterima, identitas pengadu, identitas terlapor, dan inti pengaduan.

3. Pengaduan yang alamatnya jelas, segera dijawab secara tertulis dalam waktu paling lambat 14
(empat belas) hari kerja sejak surat pengaduan diterima, dengan tembusan disampaikan kepada
Sekretariat Tim Dumasdu pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan.

5. GRATIFIKASI
A. Pengertian Grafitasi
Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan kata Gratifikasi. Tapi
Saya lebih senang menafsirkan kata tersebut dengan kata yang mendefinisikan sesuatu yang
berarti “gratis di kasih”. Gratifikasi menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda,
“Gratificatie”, atau Bahasa Inggrisnya “Gratification“ yang diartikan hadiah uang. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi diartikan pemberian hadiah uang kepada
pegawai di luar gaji yang telah ditentukan.

Menurut UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12 b ayat (1), Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas,
yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan
dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Ada beberapa contoh penerimaan gratifikasi, diantaranya yakni:
• Seorang pejabat negara menerima “uang terima kasih” dari pemenang lelang;

217
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

• Suami/ Istri/ anak pejabat memperoleh voucher belanja dan tiket tamasya ke luar negeri dari
mitra bisnis istrinya/ suaminya;
• Seorang pejabat yang baru diangkat memperoleh mobil sebagai tanda perkenalan dari pelaku
usaha di wilayahnya;
• Seorang petugas perijinan memperoleh uang “terima kasih” dari pemohon ijin yang sudah
dilayani.
• Pemberian bantuan fasilitas kepada pejabat Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif tertentu,
seperti: Bantuan Perjalanan + penginapan, Honor-honor yang tinggi kepada pejabat-pejabat
walaupun dituangkan dalam SK yang resmi), Memberikan fasilitas Olah Raga (misal, Golf,
dll); Memberikan hadiah pada event-event tertentu (misal, bingkisan hari raya, pernikahan,
khitanan, dll).

Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak memanfaatkan momen-momen ataupun


peristawa-peristiwa yang cukup baik, seperti: Pada hari-hari besar keagamaan (hadiah hari raya
tertentu), hadiah perkawinan, hari ulang tahun, keuntungan bisnis, dan pengaruh jabatan

Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001


Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-
cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan
dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Pengecualian Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima
melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

B. Aspek Hukum
Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2) subyek hukum, (3) Obyek
Hukum. Ada dua Dasar Hukum dalam gratifikasi yaitu: (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun
2002 dan (2) Undang2-undang No 20 Tahun 2001.

Menurut undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi pasal 16: “ setiap PNS atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib
melaporkan kepada KPK”. Undang-undang nomor 20 tahun 2001, menurut UU No 20 tahun 2001
tentang pemberantasan tindak korupsi pasal 12 C Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima
melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Ayat 2 penyampaian laporan sebagaimana

218
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

dimaksud dalam ayat 1 wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja
terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

Subyek hukum terdiri dari: (1) penyelenggara negara, dan (2) pegawai negeri. Penyelenggara
negara meliputi: pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabata negara pada lembaga
tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, pejabat lain yang memiliki fungsi startegis dalam
kaitannya dalam penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana yang dimaksud dalam undang-
undang kepegawaian, pegawai negeri spil sebagaimana yang dimaksud dalam kitab undang-
undang hukum pidana, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah,
orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan
negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan
modal atau fasilitas negara atau rakyat

Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas

C. Gratifikasi Dikatakan Sebagai Tindak Pidana Korupsi


Gratifikasi dikatakan sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan jabatannnya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

Suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap
khsuusnya pada seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri adalah pada saat
penyelenggara negara atau pegawai negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu
gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan
berhubungan dengan jabatan ataupun pekerjaannya.

Bentuknya:
Pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, dalam bentuk barang,
uang, fasilitas

D. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi, antara lain:
✓Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu;
✓Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat perkawinan anaknya;
✓Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/ pegawai negeri atau keluarganya untuk keperluan
pribadi secara cuma-cuma;

219
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

✓Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/ pegawai negeri untuk pembelian barang atau
jasa dari rekanan;
✓Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat/pegawai negeri;
✓Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan;
✓Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada saat kunjungan kerja;
✓Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat hari raya keagamaan,
oleh rekanan atau bawahannya.

Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi adalah
pemberian atau janji yang mempunyai kaitan dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/ atau
semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/ pegawai negeri dengan
si pemberi.

E. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang:
1. menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya,
atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya;
2. menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
3. menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai
akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya;
4. dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar,
atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri;
5. pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang
kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
6. pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang,
seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang;

220
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

7. pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak
pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang
berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundangundangan; atau
8. baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya

6. KASUS-KASUS KORUPSI
Dari banyaknya proyek di Kemenkes, ada beberapa yang disorot aparat penegak hukum karena
diduga sarat dengan praktik korupsi. Mulai dari kasus korupsi pengadaan alat kesehatan untuk
penanggulangan flu burung tahun kemudian bertambah dengan kasus pengadaan alat kesehatan
untuk pusat penanggulangan krisis di Kementerian Kesehatan, kasus pengadaan alat rontgen
portable dan kasus pengadaan alat bantu belajar mengajar pendidikan dokter. Mengapa hal
tersebut terjadi adalah akibat kesalahan prosedur dalam pengadaan barang dengan menggunakan
metoda penunjukkan langsung yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Kasus lainnya yang juga terjadi di lingkungan Kementerian Kesehatan khususnya tahun 2010 ke
bawah adalah kasus perjalanann dinas (perjadin). Banyak kecurangan yang dilakukan pada
kegiatan perjadin, pengurangan jumlah hari, ketidaksesuaian antara pertanggungjawaban
perjadin dengan riil yang dikeluarkan, hingga perjadin fiktif. Kegiatan lainnya yang juga menjadi
perhatian adalah paket meeting dan pelatihan berupa pengurangan jumlah hari, pengurangan
jumlah orang, volume pertemuan. Hal lainnya yang juga sangat penting adalah tidak sesuainya
antara kegiatan yang diusulkan dengan rencana program yang sudah disusun selama lima tahun.
Pada modul ini akan dibahas secara detail tentang kasus pengadaan barang dan jasa yang
merupakan kasus terbanyak.

Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) pemerintahan merupakan salah satu sektor yang rentan
penyimpangan,Kasus yang ditangani KPK, 60 persen sampai 70 persennya terkait dengan
pengadaan barang dan jasa. Jadi, pengadaan barang dan jasa memang rawan terjadinya korupsi.
salah satunya dalam bentuk tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme.

Salah satu faktor penyebab memungkinkan terjadinya penyimpangan, masih lemahnya sistem
pengawasan yang dilakukan terhadap keseluruhan tahap dan proses PBJ tersebut, sehingga
menimbulkan kerugian negara yang sangat besar.

221
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Upaya pembenahan sistem PBJ sudah dilakukan dimulai dari aspek normatif/ regulasi maupun
teknis. Namun tentu saja perbaikan sistem tersebut tidak dibarengi dengan perbaikan pada aspek
pengawasan. Ini tentu saja menjadi kerugian bagi masyarakat sebagai penerima hasil proses PBJ.

Sistem pengawasan yang ada, baik di tingkat pusat (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah/ LKPBJP), maupun yang ada diinternal pemerintah belum sepenuhnya berfungsi
dengan baik. Sehingga sangat dimungkinkan terjadinya penyimpangan. Sistem pengadaan
barang dan jasa yang saat ini berlaku di Indonesia, masih memiliki kelemahan dan belum secara
efektif mampu mencegah terjadinya korupsi. Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa
Pemerintah sebagaimana diatur dalam Kepres maupun Perpres, masih memungkinkan Panitia
Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa untuk melakukan korupsi di setiap tahapannya. Kelemahan
tersebut terbukti dengan begitu besarnya kasus korupsi yang terkait dengan pengadaan barang
dan jasa pemerintah yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam laporan
tahunan KPK hingga tahun 2012, kasus korupsi di sektor PBJ menjadi kasus terbesar yang
ditangani KPK tidak hanya di Kemenkes saja namun di beberapa kementerian dan di daerah.

Beberapa hal yang sering terjadi di antaranya:


1. kegiatan pengadaan sering tidak tepat sasaran
2. Kemahalan harga versus kewajaran harga
3. Kekurangan kuantitas (volume kegiatan) program versus volume kegiatan fisik
4. Kekurangan kualitas

Rangkuman
Korupsi, apakah sudah jadi budaya atau bukan, Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang
ada pada pejabat atau pegawai demi keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya,
baik dalam bentuk Bribery, extortion, maupun nepotism.

Korupsi menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak sendi-sendi


kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa.

Cara penanggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif. Pencegahan (preventif)
yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun
pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi,
mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut
kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih
efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol,

222
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

adanya kontrol sosial dan sanksi sosial,dan pendidikan dapat menjadi instrumen penting bila
dilakukan dengan tepat bagi upaya pencegahan tumbuh dan berkembangnya korupsi.

Sementara itu untuk tindakan represif penegakan hukum dan hukuman yang berat perlu
dilaksanakan dan apabila terkait dengan implementasinya maka aspek individu penegak hukum
menjadi dominan, dalam perspektif ini pendidikan juga akan berperan penting di dalamnya.

Pendidikan anti korupsi ini akan berpengaruh pada perkembangan psikologis pegawai
Setidaknya, ada dua tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan anti korupsi ini. Pertama, Untuk
menanamkan semangat anti korupsi pada setiap pegawai. Melalui pendidikan ini, diharapkan
semangat anti korupsi akan mengalir di dalam darah setiap pegawai dan tercermin dalam
perbuatan sehari-hari. Sehingga pekerjaan membangun bangsa yang terseok-seok karena adanya
korupsi di masa depan tidak ada terjadi lagi. Jika korupsi sudah diminimalisir, maka setiap
pekerjaan membangun bangsa akan maksimal. Kedua, Menyadari bahwa pemberantasan korupsi
bukan hanya tanggung jawab lembaga penegak hukum seperti KPK, KeKemenkesan dan
Kejaksaan agung, melainkan tanggung jawab setiap anak bangsa.

Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah memberi hak pada masyarakat untuk mendapatkan
akses terhadap informasi (access to information). Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada
masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi yang berkaitan dengan
kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat
meningkatkan keinginan pemerintah untuk membuat kebijakan dan menjalankannya secara
transparan.
Ada begitu banyak strategi, cara atau upaya yang kesemuanya harus disesuaikan dengan konteks,
masyarakat maupun organisasi yang dituju. Setiap negara, masyarakat mapun organisasi harus
mencari cara mereka sendiri untuk menemukan solusinya.

Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik
3. Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2013
4. Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 14 Tahun
2008
5. Permenpan Nomor 5 tahun 2009
6. Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat
terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan.
7. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat
8. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang Kesehatan

223
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang Strategi
Komunikasi Penkerjaan dan Budaya Anti Korupsi
10. Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd Budaya Korupsi dan Pendidikan Tantangan bagi Dunia
Pendidikan
11. KPK, Buku Saku Gratifikasi

224
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

MATERI PENUNJANG 3
RENCANA TINDAK LANJUT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan suatu dokumen tentang rencana yang akan
dilakukan setelah mengikuti suatu kegiatan atau merupakan tindak lanjut dari kegiatan
tersebut. Dalam suatu pelatihan, RTL merupakan dokumen rencana yang memuat tentang
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan setelah peserta kembali ketempat tugas untuk
menerapkan hasil pelatihan.

Modul RTL ini disusun dalam rangka untuk membekali para peserta pelatihan EKG dan
AED agar mampu memahami rincian kegiatan dan dapat menyusun RTL yang akan
dilaksanakan di tempat tugasnya masing-masing.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut pelaksanaan
keterampilan penggunaan EKG dan AED di wilayah kerjanya masing-masing.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup RTL,
2. Menjelaskan langkah-langkah penyusunan RTL,
3. Menyusun RTL dan portfolio untuk kegiatan yang akan dilakukan di tempat kerjanya

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut:
A. RTL
1. Pengertian
2. Ruang Lingkup
B. Langkah-langkah penyusunan RTL
C. Pokok Bahasan 3 : Penyusunan RTL dan portfolio

IV. METODE
Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, dan penugasan.

225
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


Bahan tayang, LCD proyektor, computer, flipchart, spidol, meta plan, kain tempel,
lembar/format RTL.

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jam pelajaran (T: 0 jp; P: 2 jp; PL:
0) @ 45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

Langkah 1. Menyusun RTL (40 menit)


a. Fasilitator membagi peserta berdasarkan tempat kerjanya
b. Memberikan format RTL
c. Peserta menyusun RTL

Langkah 2. Mempresentasikan RTL (40 menit)


a. Memilih peserta untuk menyajikan RTLnya, diupayakan seluruh peserta
mendapatkan kesempatan untuk menyajikan RTLnya secara bergantian
b. Memberi kesempatan kepada peserta lainnya untuk menanggapi penyajian RTL
yang disajikan
c. Menyampaikan simpulani tentang RTL yang telah disusun peserta.

Langkah 3. Kesimpulan (10 menit)


a. Menutup sesi pembelajaran dengan memastikan tujuan pembeajaran sesi telah
tercapai.
b. Memberikan apresiasi pada peserta.

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1 : RENCANA TINDAK LANJUT


Proses diklat merupakan suatu proses yang sistematis dan berkesinambungan. Kegiatan tersebut
dimulai dengan Analisis Kebutuhan Pelatihan, Penentuan Tujuan Pelatihan, Rancang Bangun
Program Pelatihan, Pelaksanaan Pelatihan serta Evaluasi Pelatihan. Oleh karena itu seorang
pengelola (fasilitator) pelatihan dituntut memiliki kompetensi dalam bidang tersebut. Disamping
itu pengelola pelatihan dituntut selalu mengembangkan organisasinya agar mencapai visi dan
misi organisasi secara optimal. Untuk itu maka wawasan dan pengetahuan serta ketrampilan
dalam bidang membuat perencanaan tindak lanjut perlu mendapat prioritas. Hal ini dimaksudkan
agar peserta memahami dengan jelas arah dan tujuan pelatihan yang telah dijalaninya.

226
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

a. PENGERTIAN RENCANA TINDAK LANJUT


Rencana tindak lanjut (RTL) merupakan suatu dokumen yang menjelaskan tentang kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan, setibanya peserta di wilayah kerja masing-masing dengan
memperhitungkan hal-hal yang telah ditetapkan berdasarkan potensi dan sumber daya yang ada.

RTL merupakan sebuah rencana kerja yang dibuat secara individual oleh peserta diklat yang
berisi tentang rencana kerja yang menjadi tugas dan wewenangnya. Rencana ini dibuat setelah
peserta pelatihan mengikuti seluruh mata diklat yang telah diberikan.

b. RUANG LINGKUP RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)


Penyusunan Rencana Tindak Lanjut ini dimaksudkan untuk mengaplikasikan teori-teori yang
telah diberikan dalam pelatihan ini dengan pengalaman peserta latih. Perpaduan antara teori dan
pengalaman ini merupakan salah satu metode untuk lebih meningkatkan tingkat pemahaman
peserta diklat akan teori-teori yang telah diberikan selama pelatihan, sehingga tujuan
pembelajaran khusus akan tercapai secara maksimal

Rencana tindak lanjut sangat diperlukan bagi Peserta pelatihan, Widyaiswara dan penyelenggara
Diklat. Hal ini disebabkan Rencana Tindak Lanjut merupakan sebuah rencana kerja yang dibuat
oleh individual yang berisi tentang rencana unit organisasi diklat yang menjadi tugas dan
wewenangnya.

Didalam membuat rencana tindak lanjut perlu mengacu pada struktur / sistematika rencana
tindak lanjut tertentu seperti yang telah disepakati dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu RTL memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Terarah
Setiap kegiatan yang dicantumkan dalam RTL hendaknya terarah untuk mencapai tujuan.
2. Jelas
Isi rencana mudah dimengerti dan ada pembagian tugas yang jelas antara orang-orang yang
terlibat didalam masing-masing kegiatan.
3. Fleksibel
Mudah disesuaikan dengan perkembangan situasi. Oleh karena itu RTL mempunyai kurun
waktu relatif singkat.

Tujuan RTL adalah agar peserta latih / institusi memiliki acuan dalam menindak lanjuti suatu
kegiatan pelatihan.
Ruang lingkup Rencana Tindak lanjut (RTL) sebaiknya minimal :

227
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

1. Menetapkan kegiatan apa saja yang akan dilakukan,


2. Menetapkan tujuan setiap kegiatan yang ingin dicapai,
3. Menetapkan sasaran dari setiap kegiatan,
4. Menetapkan metode yang akan digunakan pada setiap kegiatan,
5. Menetapkan waktu dan tempat penyelenggaraan
6. Menetapkan siapa pelaksana atau penanggung jawab dari setiap kegiatan,
7. Menetapkan besar biaya dan sumbernya.

POKOK BAHASAN 2. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN RTL.


Berdasarkan hasil analisis kemudian disusun RTL dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi dan buat perumusan yang jelas dari semua kegiatan yang akan
dilaksanakan (apa/what).
2. Tentukan apa tujuan dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan.
3. Tentukan sasaran dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan.
4. Tetapkan cara atau metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan setiap
kegiatan (bagaimana/how).
5. Perkirakan waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan (kapan/when), dan
tentukan lokasi yang akan digunakan dalam melakukan kegiatan (tempat/where).
6. Perkirakan besar dan sumber biaya yang diperlukan pada setiap kegiatan. (How
much)
7. Tetapkan siapa mengerjakan apa pada setiap kegiatan dan bertanggung jawab
kepada siapa (siapa/who).

Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
1. Kegiatan
yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui identifikasi kegiatan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar hal ini terealisasi maka di identifikasi
kegiatan kegiatan apa yang diperlukan.

2. Tujuan
adalah membuat ketetapan ketetapan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan yang
direncanakan pada unsur nomor 1. Penetapan tujuan yang baik adalah di rumuskan secara
konkrit dan terukur.

3. Sasaran
yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target kegiatan yang direncanakan.

228
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

4. Cara/Metode
yaitu cara yang akan dilakukan dalam melakukan kegiatan agar tujuan yang telah ditentukan
dapat tercapai.

5. Waktu dan Tempat


Dalam penentuan waktu sebaiknya menunjukkan kapan suatu kegiatan dimulai sampai
kapan berakhir. Apabila dimungkinkan sudah dilengkapi dengan tanggal pelaksanaan. Hal ini
untuk mempermudah dalam persiapan kegiatan yang akan dilaksanakan, serta dalam
melakukan evaluasi. Sedangkan dalam menetapkan tempat, seyogyanya menunjukkan
lokasi atau alamat kegiatan akan dilaksanakan

6. Biaya
Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan anggaran yang dibutuhkan untuk kegiatan
tersebut. Akan tetapi perencanaan anggaran harus realistis untuk kegiatan yang benar-benar
membutuhkan dana, artinya tidak mengada-ada. Perhatikan/pertimbangkan juga kegiatan yang
memerlukan dana tetapi dapat digabung pelaksanaannya dengan kegiatan lain yang dananya
telah tersedia. Rencana anggaran adalah uraian tentang biaya yang diperlukan untuk
pelaksanaan kegiatan, mulai dari awal sampai selesai.

7. Pelaksana / penanggung jawab


yaitu personal / tim yang akan melaksanakan kegiatan yang direncanakan. Hal ini penting
karena personal/tim yang terlibat dalam kegiatan tersebut mengetahui dan melaksanakan
kewajiban.

8. Indikator Keberhasilan
merupakan bentuk kegiatan/sesuatu yang menjadi tolok ukur dari keberhasilan dari
pelaksanaan kegiatan.

POKOK BAHASAN 3 : PENYUSUNAN RTL DAN PORTFOLIO

a. PENYUSUNAN RTL
Dalam menyusun RTL dapat menggunakan format isian sebagai berikut:

229
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Format Isian Rencana Tindak Lanjut


WAKTU PELAKSANA/
N CARA/ INDIKATOR
KEGIATAN TUJUAN SASARAN & BIAYA PENANGGUN
O METODE KEBERHASILAN
TEMPAT G JAWAB

1 2 3 4 5 6 7 8 9
1.

2.

3.

4.

5.

6.

ds
t

Penjelasan cara pengisian :


Kolom 1 : Kolom nomor
Pada kolom ini dicantumkan nomor kegiatan secara berurutan, mulai dari nomor 1, 2, 3 dan
seterusnya sesuai dengan jumlah kegiatan yang direncanakan berdasarkan hasil identifikasi
kegiatan.

Kolom 2 : Kolom kegiatan


Pada kolom ini dicantumkan rincian kegiatan yang akan dilakukan, mulai dari persiapan,
sampai seluruh pelaksanaan kegiatan penyusunan laporan selesai.

Kolom 3 : Kolom tujuan


Pada kolom ini dicantumkan tujuan dari setiap kegiatan, yaitu hasil yang ingin dicapai dari
setiap kegiatan yang dilaksanakan.

Kolom 4 : Kolom sasaran


Pada kolom ini diisi dengan apa/ siapa yang menjadi sasaran atau target dari setiap kegiatan,
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

230
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Kolom 5 : Kolom cara/ metode


Pada kolom ini dicantumkan cara-cara/ metode/ teknik pelaksanaan setiap kegiatan.

Kolom 6 : Kolom waktu dan tempat


Kolom ini diisi dengan tanggal, bulan, tahun serta jam pelaksanaan kegiatan, kapan dimulai
dan sampai kapan berakhir, serta dimana kegiatan tersebut dilaksanakan.

Kolom 7 : Kolom pelaksana/ penanggungjawab


Kolom ini diisi dengan nama pelaksana atau anggota tim yang ditugaskan melaksanakan
kegiatan sesuai dengan keahliannya.

Kolom 8 : Kolom indikator keberhasilan


Kolom ini mencantumkan tentang apa yang menjadi tolok ukur keberhasilan dari
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan.

b. PORTFOLIO
Porfolio adalah instrumen penilaian yang menyimpan dan mengumpulkan bukti pencapaian
peserta didik mengenai suatu tugas, keterampilan ataupun kompetensi. Portfolio ini akan
memuat identitas pribadi, kemudian daftar bukti dan dokumen pencapaian keterampilan
EKG dan AED di tempat kerja, serta terdapat refleksi diri dari peserta.

Adapun rincian untuk pencapaian dari masing-masing tujuan pembelajaran adalah sebagai
berikut:

1. Melakukan deteksi dini risiko gangguan jantung di FKTP sebanyak 5 kasus


2. Melakukan pemasangan EKG di FKTP sebanyak 5 kasus
3. Melakukan interpretasi EKG di FKTP sebanyak 5 kasus
4. Melakukan edukasi dan konseling di FKTP sebanyak 5 kasus
5. Menyusun program rehabilitasi untuk pasien pasca kegawatan jantung sebanyak 2 kasus
6. Melakukan kolaborasi interprofesi dalam menangani masalah kegawatan jantung
sebanyak 2 kasus

Bukti pencapaian dari masing-masing kegiatan tersebut dapat berupa salinan rekam medis,
rekaman EKG, laporan kasus, foto ataupun rekaman video. Di bagian akhir portfolio,
disertakan tulisan refleksi diri peserta mengenai proses pelatihan dan penilaian yang dijalani,
termasuk pengalamannya ketika kembali ke tempat kerja.

231
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

REFERENSI

• Kemenkes RI, Pusdiklat Aparatur, Rencana Tindak Lanjut, Kurmod Surveillance, Jakarta:
2008.
• BPPSDM Kesehatan, Rencana Tindak Lanjut, Modul TOT NAPZA, Jakarta: 2009.

232
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

PENUTUP

233
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Daftar Pustaka
American Heart Association. 2015. Highlights of the 2015 American Heart Association : Guidelines
Update for CPR and ECC. USA : American Heart Association.

Azwar Azrul, Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Yayasan Penerbit IDI, Jakata;1996

Braundwald E, Zipes DP, Libby P, Bonow RO, Mann DL, Tomaselli GF. 2019. Braundwald’s Heart
Disease : A Textbook of Cardiovascular Medicine, Eleventh Edition. Philadelphia : Elsevier

Cohen R, Budoff M, McClelland RL, et al. 2014. Significance of a positive family history for
coronary heart disease in patients with a zero coronary artery calcium score (from the Multi-Ethnic
Study of Atherosclerosis). Am J Cardiol. 114(8):1210-4.

Depkes RI,Pusdiklat Kesehatan, Kumpulan Games dan Energizer,Jakarta: 2004.

Disque Karl. 2016. Basic Life Support Provider Handbook. USA : Satori Continuum Publishing.

Disque Karl. 2018. Advance Cardiac Life Support Provider Handbook. USA : Satori Continuum
Publishing.

Fiore MC, Jaen CR, Baker TB, et al. Treating Tobacco Use and Dependence: 2008 Update. Clinical
Practice Guideline. Rockville: U.S. Department of Health and Human Services; Public Health
Service; 2008.

Gan, Goh Lee, at all, A primer On Family Medicine Practice, Sirqutanto. Keterampilan komunikasi
interpersonal khusus [slide perkuliahan]. Jakarta: FKUI.

Garcia Thomas B. 2015. 12-Lead ECG : The Art of Interpretation Second Edition. Burlington : Jones
& Bartlett Learning.

Grundy SM, Cleeman JI, Daniels SR, et al. 2005. Diagnosis and management of the metabolic
syndrome: an American Heart Association/National Heart, Lung, and Blood Institute Scientific
Statement. Circulation. 112(17):2735-52.

Hajar R. 2017. Risk factors for coronary artery disease: historical perspectives. Heart Views; 18: 109-
14

Haldane T. 2014. Portfolio as a method of assessment in medical education. Gastrienterol Hepatol


Bed Bench. 7(2): 89-93

Hean S, Craddock D, Hammick M. 2012. Theoretical insights into interprofessional education:


AMEE Guide no. 62. Medical Teacher. 34; e78-e101.

Herqutanto. Keterampilan komunikasi interpersonal khusus [slide perkuliahan]. Jakarta: FKUI.

Howard BV, Rodriguez BL, Benneth PH et al. 2002. Prevention conference VI: diabetes and
cardiovascular siease: Writing Group I: epidemiology. Circulation. 105 (18): e132-7

Huxley RR, Barzi F, Lam TH, et al. 2011. Isolated low levels of high-density lipoprotein cholesterol
are associated with an increased risk of coronary heart disease: an individual participant data meta-
analysis of 23 studies in the Asia-Pacific region. Circulation. 124(19):2056-64.

Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2013

234
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang Strategi Komunikasi
Pekerjaan dan Budaya Anti Korupsi

Kemenkes RI, Pusdiklat Aparatur, Rencana Tindak Lanjut, Kurmod Surveillance, Jakarta: 2008.

KPK, Buku Saku Gratifikasi

BPPSDM Kesehatan, Rencana Tindak Lanjut, Modul TOT NAPZA, Jakarta: 2009.

Konsil Kedokteran Indonesia. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta: KKI. 2006

LAN dan Pusdiklat Aparatur Kemenkes RI, Buku Panduan Dinamika Kelompok, Jakarta: 2010.

LaRosa JC, Grundy SM, Waters DD, et al. Intensive lipid lowering with atorvastatin in patients with
stable coronary disease. N Engl J Med. 2005 Apr 7. 352(14):1425-35.

Marcollino MS, Santos TMM, Stefaneli FC, Oliveira JAQ, Silva MVRS, Junior DFA, et al. 2017.
Cardiovascular Emergency in Primary Care: an Observational Retrospective Study of a Large Scale
Telecardiology Service. Sao Paolo Med J. DOI: 10.1590/1516-3180.2017.0090110617

Mark S. Link, Lauren C. Berkow, Peter J. Kudenchuk, Henry R. Halperin, Erik P. Hess, Vivek K.
Moitra, dkk. 2015. Adult advanced cardiovascular life support 2015 american heart association
guidelines update for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care. USA :
American Heart Association.

Mc Whinney, A Text Book of family Medicine, Oxford University, New York; 1989

Mellick LB, Adams BD. 2009. Rescucitation Team Organization for Emergency Departement: A
Conceptual Review and Discussion. The Open Emergency Journal. 2; 18-27

Miller GE. 1990. The Assessment of clinical skills/competence/performance. Academic Medicine.


65; 9

Munir, Baderal, Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam Laboratorium Ilmu Perilaku, Jakarta:
2001.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka. Cipta. Jakarta.

Notoadmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2018 tentang Pelayanan
Kegawatdaruratan.

Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008

Permenpan Nomor 5 tahun 2009

Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat terpadu di


lingkungan Kementerian Kesehatan.

Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat

Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang Kesehatan

235
Buku Modul EKG dan AED untuk dokter di FKTP

PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi Ketiga. Jakarta : Centra
Communications.

PERKI. 2019. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS Indonesia. Jakarta : PERKI.

PERKI. 2020. Pedoman Bantuan Hidup Dasar dan Bantuan Hidup Jantung Lanjut pada
Dewasa,Anak, dan Neonatus Terduga/ Positif COVID-19. Jakarta : PERKI.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta : Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.

Poernomo, Ieda SS. Pengertian KIE dan Konseling. Jakarta: Makalah Perinasia. 2004

Pratanu S. 2011. Buku Pedoman Kursus Elektrokardiografi. Surabaya

Shah AJ, Veledar E, Hong Y, Bremner JD, Vaccarino V. Depression and history of attempted suicide
as risk factors for heart disease mortality in young individuals. Arch Gen Psychiatry. 2011 Nov.
68(11):1135-42

Suharsaputra U. Budaya Korupsi dan Pendidikan Tantangan bagi Dunia Pendidikan

Tabish SA. 2008. Assessment method in medical education. Int J Health Sci. 2(2): 3-7

The American National Red Cross. 2015. Basic Life Support for Healthcare Providers. USA : The
American National Red Cross.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik

Vasan RS, Larson MG, Leip EP, et al. Impact of high-normal blood pressure on the risk of
cardiovascular disease. N Engl J Med. 2001 Nov 1. 345(18):1291-7.

Wagner Galen S, Strauss David G. 2014. Marriott’s Practical Electrocardiography 12th edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

236

Anda mungkin juga menyukai