Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTROPI PROSTAT

I. KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi

Hipertropi prostat adalah pertumbuhan dari nodula-nodula

fibroadenomatosa majemuk dalam prostat , jaringan hiperplastik terutama

terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa yang jumlahnya berbeda-beda

(Adelia, & Wagiu, 2017).

Hipertropi prostat adalah pembesaran adenomatous dari kelenjar prostat ,


lebih dari setengahnyadan orang yang usianya diatas 50 tahun dan 75% pria
yang usianya 70 tahun menderita pemebesaran prostat (Price, S. A., & Wilson,
2015).
Sehingga hipertropi prostat adalah pembesaran kelenjar prostat yang

disebabkan oleh bertambahnya sel-sel glanduler dan intertisial atau

pertumbuhan nodula-nodula fibroadenomatosa yang menutupi orifisium uretra

sehingga menyumbat aliran urin dan terjadi pada usia lanjut,


Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh

kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria,

mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada di

sebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal

pada orang dewasa  ±  20 gram, dengan jarak basis ke apek  ±  3 cm, lebar

yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm. Kelenjar prostat merupakan suatu

kelenjar yang terdiri 30-50 kelenjar yang terbagi atas 4 lobus yaitu :

a. Lobus medius.

b. Lobus lateralis.

c. Lobus anterior.

d. Lobus posterior.

Menurut Mc Neal (1976) dalam Hariyanto 2018 yaitu membagi kelenjar

prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah zona perifer, zona sentral, zona

transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretral. Sebagian besar

hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proksimal dari

sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral.

Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat.

Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat bersal dari zona perifer.

Prostat mempunyai  ± 20 duktus yang bermuara di kanan dari

verumontanum di bagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan

didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum

triangulare inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers.

Fascia denonvilliers terdiri dari dua lembar, lembar depan melekat erat dengan

prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang  melekat secara


longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara

fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri

prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.

Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :

a. Kapsul anatomis Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang

membungkus kelenjar prostat.

b. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler

Jaringan kelenjar  yang terbagi atas 3 kelompok bagian :

a. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya

yang menghasilkan bahan baku sekret.

b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai

adenomatous zone.

c. Di sekitar uretra disebut  periuretral gland atau glandula mukosa yang

merupakan bagian terkecil,bagian ini sering membesar atau mengalami

hipertrofi pada usia lanjut.

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena

mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran

pada bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan

bagian tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan

lobus anterior kurang mengalami heperplasi karena sedikit mengandung

jaringan kelenjar. Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang

dilapisi epitel thoraks selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid,

sehingga keseluruhan epitel tampak menyerupai epitel berlapis.


Kelenjar prostat berfungsi menambah cairan alkalis pada cairan seminalis

berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang terdapat pada

uretra dan vagina. Kelenjar bulbo uretralis, terletak di sebelah bawah dari

kelenjar prostat panjangnya 2-5 cm, fungsinya sama dengan fungsi kelenjar

prostat.

B. Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

hipertropi prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hipertropi

prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan

proses aging (menjadi tua). Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai

penyebab timbulnya hipertropi prostat adalah (Black & Hawks, 2014):

a. Teori Hormonal Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan

kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan
kastrasi. Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk

terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan

keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon

estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi

testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan

pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang

terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa

testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi

kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.

Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan

estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan

lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan,

bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan

menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol

pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi

penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan

penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan

hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen

oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua

bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan

bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

b. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan) Peranan dari growth factor ini

sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat


peptic growth factor yaitu; basic transforming growth factor, transforming

growth factor b1, transforming growth factor b2, dan epidermal growth

factor.

c. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkuramgnya Sel

yang Mati

d. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis) Seperti pada organ lain, prostat dalam

hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan

keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati,

keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam

jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat

berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah

sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel

stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel

epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

e. Teori Dihydro Testosteron (DHT) Testosteron yang dihasilkan oleh sel

leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk

dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex

hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan

testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam

“target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk

kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha

reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan

reseptor sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”. Kemudian

“hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi


“nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada

chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan

menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar

prostat.

f. Teori Reawakening Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan

pembesaran stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu

mekanisme “glandular budding” kemudian bercabang yang menyebabkan

timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan

“glandular morphogenesis” yang terjadi pada embrio dengan perkembangan

prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya “reawakening” yaitu jaringan

kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga

jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya,

sehingga teori ini terkenal dengan nama teori reawakening of embryonic

induction potential of prostatic stroma during adult hood.

Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang

penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor

sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan

dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang

kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya.

C. Manifestasi Klinik

a. kesulitan dan sering berkemih

b. retensi urin

c. nyeri perineal

d. nokturia
e. hematuria

f. sakit pinggang

g. nyeri panggul

h. oliguria

i. kelemahan

j. mual

D. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah:

1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter

2. Hidroureter

3. Hidronefrosis

4. Gagal ginjal,proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada

waktu miksic.

5. Hernia/hemoroid, karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan

terbentuknya batu.

6. Hematuriaf

7. Sistitis dan Pielonefritis,post operasi

8. Fistula,Striktur pasca operasi

9. Inconentia urine

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin

2. Radiologis Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct

Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras


dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan

secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra

Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi

dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan

patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Black & Hawks, 2014).

3. Prostatektomi Retro Pubis

4. Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak

dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui

insisi pada anterior kapsula prosta

5. Prostatektomi Parineal

6. Pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.

F. Penatalaksanaan

a. Terapi

Pemberian terapi tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan

kondisi klien. Jika klien datang ke rumah sakit dalam keadaan darurat karena ia

tidak dapat berkemih, maka kateterisasi segera dilakukan. Kateter yang lazim

mungkin terlalu lunak dan lemas untuk dimasukan melalui uretra kedalam

kandung kemih. Dalam kasus seperti ini, kabel kecil yang di sebut stylet

dimasukan (oleh ahli urology) ke dalam kateter untuk mencegah kateter kolaps

ketika menemui tahanan. Pada kasus yang berat, mungkin digunakan kateter

logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi dibuat kedalam

kandung kemih (sistostomi suprapubik) untuk drainase yang adekuat. Tujuan

terapi pada pasien hipertropi prostat adalah :

a. Memperbaiki keluhan miksi.


b. Meningkatkan kualitas hidup.

c. Mengurangi intravesika.

d. Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal.

e. Mengurangi residu urine setelah miksi.

f. Mencegah progresif penyakit.

Tidak semua pasien hipertropi prostat perlu menjalani tindakan medis.

Kadang-kadang mereka mengeluh low urinary tract symptom (LUTS). Ringan

dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan

nasehat dan konsultasi saja.

b. Tindakan medis yang bertujuan untuk pengobatan

 Tindakan medis pada klien dengan benigna prostat hiperplasia jangka

panjang yang paling baik saat ini adalah tindakan pembedahan yaitu

prostratektomi. Operasi prostratektomi adalah metode dari millin yaitu

melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropublik

intravesik freyer, melalui pendekatan suprapublik transvesika atau

transperineal. Karena pada pemberian obt-obatan atau terapi non inpasif

lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama.

Adapun jenis-jenis prostratektomi yaitu :

1) Transurethral Resection Of The Prostate (TURP). Pengangkatan

sebagian atau seluruh kelenjar prostat melalui sistoskop atau

resektoskop yang dimasukan melalui uretra.

2) Prostatektomi Suprapubis. Pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi

yang dibuat di kandung kemih.


3) Prostatektomi Retropubis. Pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi

pada abdomen bagian bawah melalui frosa prostat anterior tanpa

memasuki kandung kemih.

4) Prostatektomi Perineal. Pengankatan kelenjar prostat radikal melalui

sebuah insisi di antara skortum dan rektum.

5) Prostatektomi Reropubis Radikal. Pengangkatan kelenjar prostat

termasuk kapsula, vesikula seminalis, dan jaringan yang berdekatan

melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah ; uretra di

anastomosiskan ke leher kandung kemih


Pathway Hipertropi Prostat

Proses Penuaan

Ketidakseimbangan produksi androgen dan estrogen

Berkurangnya kematian sel prostat

Hyperplasia pada epitel dan stroma pada kelenjar prostat

Hipertropi Prostat

Obstruksi saluran kemih


Terapi konservatif Tindakan operatif

katerisasi Retensi urin


prostatektomi

Risiko infeksi
Gangguan
Luka insisi mobilitas fisik

Nyeri akut Kurangnya


informasi Risiko infeksi
terhadap
pembedahan

Ansietas

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar
untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
a. Biodata Klien
Meliputi nama, umur (penyakit Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) paling
sering didapatkan pada usia 50 tahun ke atas), jenis kelamin (Benigna
Prostat Hyperplasia (BPH) hanya dialami oleh laki-laki), alamat,
agama/kepercayaan, pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan.
b. Keadaan Umum
Meliputi tingkat kesadaran atau GCS dan respon verbal klien (kesadaran
somnolen sebagai tanda sindroma TURP), ada tidaknya defisit konsentrasi,
tingkat kelemahan (keadaan penyakit) dan ada tidaknya perubahan berat
badan .
c. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah (meningkat pada komplikasi gagal ginjal dan
sidroma TURP)
 Pulse rate (bradikardi sebagai tanda sindroma TURP)
 Respiratory rate
 Suhu (meningkat bila terdapat indikasi infeksi)
Tanda vital dapat meningkat menyertai nyeri, suhu (Normal = 36,5 o –
37,5oC), RR (Normal = 16 – 20 x/mnt), nadi (Normal = 60-120 x/mnt).
d. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang muncul pada klien dengan hipertropi prostat
meliputi keluhan berkemih yang sering, anyang-anyangan, perut
bawah terasa tegang, harus mengejan saat berkemih, urine terus
menetes setelah berkemih, aliran urine tidak lancar, merasa kandung
kemih tidak kosong setelah berkemih.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Disamping keluhan utama biasanya klien juga akan melaporkan
beberapa keluhan sebagai berikut seperti menggigil, demam dan
disuria dapat terjadi sebagai tanda gejala obstruksi dan iritatif.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin berhubungan dengan hipertropi prostat, antara lain
gangguan eliminasi urine, disfungsi seksualitas.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Belum ditemukan adanya hubungan herediter terkait penyakit
hipertropi prostat. Namun penyakit diabetes mellitus dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada vesica urinaria
e. Riwayat Keperawatan
1) Breathing
2) Blood
3) Brain
4) Bladder
Pada klien hipertropi prostat terdapat riwayat adanya penurunan
kekuatan/dorongan aliran urine, keragu-raguan pada awal berkemih,
nokturia, disuria, hematuria, isis berulang, riwayat batu (stasis
urinaria), konstipasi, massa padat di bawah abdomen bawah, nyeri
tekan kandung kemih, ketidakmampuan untuk mengosongkan
kandung kemih (Doenges, 1999).Akan terasa adanya ballotement dan
ini akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil, retensi urine ,
distensi kandung kemih
5) Bowel
6) Bone
f. Pemeriksaan Fisik
1. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu.
Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin
akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis
sampai syok septik.
2. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk
mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Perhatian
khusus pada abdomen:
 Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik pada keadaan
retensi urine
 Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan
menimbulkan pasien ingin buang air kecil, retensi urine ,
distensi kandung kemih
 Perkusi : Redup bila terjadi residual urine
3. Traktus urinaria bagian atas akan didapatkan ginjal teraba dan apabila
sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok
pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi
retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk
mengetahui adanya hernia
4. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya
kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan
miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis
daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus. Pemeriksaan
skrotum untuk menentukan adanya epididimitis.
5. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk
menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan
besarnya prostat. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan
gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus,
mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum
dan tentu saja teraba prostat. Colok dubur pada hiperplasia prostat
menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi prostat kenyal
seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri
simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum.
Semakin berat derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit
untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat
keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakbugaran fisik
4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
5. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
keperawtan
(SDKI)
1 Nyeri akut Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri
berhubungan Setelah dilakukan (I.08238)
dengan agen tindakan keperawatan 1. Observasi
pencedera fisik selama 3x24 jam maka  Identifikasi
(D.0077) tingkat nyeri menurun lokasi,
dengan kriteria : karakteristik,
 Keluhan nyeri frekuensi,
menurun kualitas,
 Meringis menurun. intensitas nyeri.
 Sikap protektif  Identifikasi skala
menurun nyeri.
 Gelisah menurun  Identifikasi faktor
 Kesulitan tidur budaya terhadap
menurun respon nyeri.
2. Terapeutik
 Berikan terapi
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri.
 Fasilitasi istirahat
tidur
3. Edukasi
 Ajarkan
teknik non
farmakologis.
4. Kolaborasi
 Kolaboras
i pemberian
analgetik jika
perlu

2. Retensi urin Eliminasi urine membaik Kateterisasi urine


(L.04034)
berhubungan (L.04148)
dengan peningkatan Setelah dilakukan Observasi
tekanan uretra ( D. tindakan keperawatan
0050)  Periksa kondisi pasien
selama 3x24 jam maka
(mis, kesadarn, tanda
diharapkan retensi urin
tanda vital, daerah
membaik dengan kriteria :
perineal, distensi
 Sensasi berkemih
kandung kemih,
Meningkat
inkontenesua urine,
 Desakan berkemih reflex berkemih)
(urgensi) Menurun
Terapeutik
 Urine menetes
Menurun  Siapkan peralatan,
 Nokturia Menurun bahan bahan dan

 Mengompol Menurun ruangan tindakan


 Siapkan pasien:
bebaskan pakaian
bawah dan posisikan
dorsal rekumben
 Pasang sarung
tangan
 Bersihkan daerah
perineal atau
proposium dengan
cairan NaCl atau
aquadest
 Lakukan insersi
kateter urine dengan
menerapkan prinsip
aseptic
 Sambungkan kateter
urine dengan urine
bag
 Isi balon dengan
dengan Nacl 0.9 %
sesuai anjuran
pabrik
 Fiksasi selang
kateter diatas
simpisis atau di
paha
 Pastikan kantung
urine ditempatkan
lebih rendah dari
kandung kemih
 Berikan label waktu
pemasangan

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan


prosedur
pemasangan kateter
urine
 Anjurkan menarik
nafas saat insersi
selang cateter


3 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi
intervensi keperawatan ( I. 05173)
mobilitas fisik b/d
selama 2x24 jam
ketidakbugaran  Observasi
diharapkan gangguan
fisik ( D.0054) mobilitas fisik membaik o Identifikasi adanya

dengan kriteria hasil: nyeri atau keluhan

Mobilitas Fisik meningkat fisik lainnya

(L.05042) o Identifikasi

 Pergerakan ekstremitas toleransi fisik

meningkat melakukan

 Kekuatan otot ambulasi

meningkat o Monitor frekuensi

 Nyei menurun jantung dan


tekanan darah
 Kecemasan menurun
sebelum memulai
 Kaku sendi menurun
ambulasi
o Monitor kondisi
umum selama
melakukan
ambulasi
 Terapeutik
o Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan
alat bantu (mis.
tongkat, kruk)
o Fasilitasi
melakukan
mobilisasi fisik,
jika perlu
o Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
 Edukasi
o Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
o Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
o Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. berjalan dari
tempat tidur ke
kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)

4 Ansietas Tingkat ansietas Reduksi ansietas


berhubungan (L.09093) (I.09314)
dengan kurang Setelah dilakukan Observasi
terpapar informasi tindakan keperawatan  Identifika
(D.0080) selama 3x24 jam maka si tingkat ansietas
tingkat ansietas menurun  Identifika
dengan kriteria : si kemampuan
 Verbalisasi khawatir mengambil
akibat kondisi yang keputusan
dihadapi menurun  Monitor
 Perilaku gelisah tanda-tanda
menurun Ansietas
 Perilaku tegang Terapeutik
 Temani
pasien untuk
mengurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
 Pahami
situasi yang
membuat ansietas
 Dengarka
n dengan penuh
perhatian
 Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
Edukasi
 Anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama
pasien, jika perlu
Kolaborasi
 Kolaboras
i pemberian obat
anti ansietas, jika
diperlukan
5 Risiko infeksi Tingkat infeksi Pencegahan infeksi
berhubungan (L.14137) (I.14539)
dengan efek Setelah dilakukan Observasi
prosedur invasif tindakan keperawatan  Monitor
(D.0142) selama 3x24 jam maka tanda dan grjala
tingkat infeksi menurun infeksi
dengan kriteria : Terapeutik
 Demam  Batasi
menurun jumlah
 Kemerahan pengunjung
menurun  Berikan
 Bengkak perawatan kulit
menurun pada area edema
 Cuci
tangan sebelum
dan sesudah
kontak dengan
pasien dan
lingkungan
pasien
Edukasi
 Jelaskan
tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan
cara mencuci
tangan dengan
benarajarkan
etika batuk
Kolaborasi
 Kolaboras
i pemberian
imunisasi, jika
perlu

DAFTAR PUSTAKA

Adelia, F., Wagiu, 2Alwin Monoarfa 2Angelica, & 1Program. (2017). Gambaran
Benigna Prostat Hiperplasia di RSUP Prof . Dr . R . D . Kandou, 2014–2016.
Amadea, R. A., Langitan, A., Wahyuni, R. D., & Program, M. P. (2019). Benign
prostatic hyperplasia (bph), 1(2), 172–176.
Kong, H.. (2016.). Hiperplasia prostat jinak (BPH).
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2011). Buku ajar: Fundamental
Keperawatan Konsep,Proses, & Praktik. (S. K. Ns. Dwi Widiarti, S.Kep, Ns.
Anastasya Onny Tampubullon, S.Kep , & Nike Budhi Subekti, Ed.) (Edisi
7). Jakarta: EGC.
Linda, A. (2017). Buku ajar keperawatan medikal bedah : Gangguan eliminasi
(5th ed.). Jakarta: EGC.
M, Black, J., & Hawks, H. J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajeman
Klinis untuk Hasil yang diharapkan (8 buku 2). Singapore: Elsevierr.
Moorhead, S., & et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC).
Philadelphia: Elsevier: : Elsevier.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2015). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit ((6 ed., Vo). jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar : Keperawatan medikal bedah.
(S. K. Monica Ester, Ed.) (8th ed., Vol. 3). Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diasnogtik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPN. 2017. Stansar Luaran Keperawatan Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai